BAB III PEMBAHASAN
A.Pengertian Biaya dan Klasifikasi Biaya 1. Pengertian Biaya
Dalam menjalankan suatu perusahaan, pengambilan keputusan yang tepat
dan akurat memerlukan pemahaman tentang konsep biaya itu sendiri. Hingga saat
ini, ada beberapa konsep tentang biaya antara lain konsep dari akuntan, ahli
ekonomi, dan pihak lainnya yang telah dikembangkan berdasarkan kebutuhan dan
masalah biaya yang dihadapi oleh para ahli.
Menurut Widilestariningtyas et al. (2013:10), “Biaya adalah pengorbanan sumber ekonomi, yang diukur dalam satuan uang , yang telah terjadi atau yang
kemungkinan akan terjadi untuk tujuan tertentu”.
Menurut Firmansyah (2014:25), “Biaya (cost) dalam arti sempit memiliki arti pengorbanan sumber ekonomi untuk memperoleh aktiva, jumlah yang
dikorbankan tersebut secara tidak langsung disebut harga pokok dan dicatat pada
neraca sebagai aktiva. Secara luas, biaya mengandung arti pengorbanan sumber
ekonomi yang dapat diukur dalam satuan uang, baik yang telah terjadi maupun
yang akan terjadi untuk tujuan tertentu”.
Menurut Mulyadi (2015:8), Biaya adalah pengorbanan sumber ekonomi,
yang diukur dalam satuan uang, yang telah terjadi atau yang kemungkinan akan
terjadi untuk tujuan tertentu. Ada 4 unsur pokok dalam definisi biaya tersebut di
1. Biaya merupakan pengorbanan sumber ekonomi.
2. Diukur dalam satuan uang.
3. Yang telah terjadi atau secara potensial akan terjadi.
4. Pengorbanan tersebut untuk tujuan tertentu.
Dari pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa biaya merupakan suatu
pengorbanan atas sumber ekonomi yang dapat diukur dalam satuan uang dan
berhubungan terhadap produksi suatu barang atau jasa untuk mencapai suatu
tujuan.
2. Klasifikasi Biaya
Pemahaman terhadap hubungan antara biaya dengan aktivitas bisnis sangat
menentukan keberhasilan terhadap perencanaan dan pengendalian biaya dalam
suatu usaha. Biaya dapat dikelompokkan menurut tujuan penggunaan biaya
tersebut, sehingga setiap biaya akan memiliki tujuan tersendiri.
Menurut Siregar et al. (2013:25), pada dasarnya biaya dapat diklasifikasi
berdasarkan pada hal-hal berikut ini:
1. Hubungan Biaya dengan Produk
Berdasarkan hubungannya dengan produk, biaya dapat digolongkan menjadi
2 (dua), yaitu:
1.1.Biaya langsung (direct cost)
Biaya langsung adalah biaya yang dapat ditelusur ke produk. Contoh biaya
1.2.Biaya tidak langsung (indirect cost)
Biaya tidak langsung adalah biaya yang tidak dapat secara langsung ditelusur
ke produk. Contoh biaya tidak langsung adalah sewa peralatan pabrik.
2. Hubungan Biaya dengan Volume Kegiatan
Berdasarkan hubungannya dengan perubahan kegiatan ini, biaya
diklasifikasi menjadi 3 (tiga), yaitu:
2.1.Biaya variabel (variable cost)
Biaya variabel adalah biaya yang jumlah totalnya berubah proporsional
dengan perubahan volume kegiatan atau produksi tetapi jumlah per unitnya
tidak berubah. Contoh biaya variabel adalah biaya bahan baku.
2.2.Biaya tetap (fixed cost)
Biaya tetap adalah biaya yang jumlah totalnya tidak terpengaruh oleh volume
kegiatan dalam kisaran volume tertentu. Contoh biaya tetap adalah biaya
sewa bangunan kantor atau pabrik.
2.3.Biaya campuran (mixed cost)
Biaya campuran adalah biaya yang jumlahnya terpengaruh oleh volume
kegiatan perusahaan tetapi tidak secara proporsional. Contoh biaya campuran
adalah tagihan listrik.
3. Elemen Biaya Produksi
Berdasarkan hubungannya dengan elemen biaya produksi maka biaya dibagi
3.1.Biaya bahan baku (raw material cost)
Biaya bahan baku adalah besarnya nilai bahan baku yang dimasukkan ke
dalam proses produksi untuk diubah menjadi barang jadi.
3.2.Biaya tenaga kerja langsung (direct labor cost)
Biaya tenaga kerja langsung adalah besarnya biaya tenaga kerja yang secara
langsung berhubungan dengan produksi barang jadi.
3.3.Biaya overhead pabrik (manufacture overhead cost)
Biaya overhead pabrik adalah biaya-biaya yang terjadi di pabrik selain biaya bahan baku maupun biaya tenaga kerja langsung. Biaya overhead pabrik sulit ditelusur ke suatu produk.
4. Fungsi Pokok Perusahaan
Berdasarkan fungsi pokok perusahaan biaya dapat diklasifikasi menjadi 3
(tiga), yaitu:
4.1.Biaya produksi (production cost)
Biaya produksi terdiri atas 3 (tiga) jenis biaya, yaitu biaya bahan baku, biaya
tenaga kerja, dan biaya overhead pabrik. 4.2.Biaya pemasaran (marketing expense)
Biaya pemasaran meliputi berbagai biaya yang terjadi untuk memasarkan
produk atau jasa.
4.3.Biaya administrasi dan umum (general and administrative expense)
Biaya administrasi dan umum adalah biaya yang terjadi dalam rangka
mengarahkan, menjalankan, dan mengendalikan perusahaan untuk
5. Hubungan Biaya dengan Proses Pokok Manajerial
Proses pokok manajerial meliputi perencanaan, pengendalian, dan penilaian
kinerja. Ada beberapa istilah biaya yang sering digunakan dalam rangka
melaksanakan fungsi pokok manajerial di atas. Berbagai istilah biaya tersebut
meliputi:
5.1.Biaya standar (standart cost)
Biaya standar adalah biaya ditentukan di muka yang seharusnya dikeluarkan
untuk membuat suatu produk atau melaksanakan suatu kegiatan.
5.2.Biaya aktual (actual cost)
Biaya aktual adalah biaya yang sesungguhnya terjadi untuk membuat suatu
produk atau melaksanakan suatu kegiatan.
5.3.Biaya terkendali(controllable cost)
Biaya terkendali adalah biaya yang secara langsung dapat dipengaruhi oleh
seorang manajer tingkatan tertentu.
5.4.Biaya tak terkendali (uncontrollable cost)
Biaya tak terkendali adalah biaya yang tidak secara langsung dapat
dipengaruhi oleh seorang manajer tingkatan tertentu.
5.5.Biaya komitan (commited cost)
Biaya komitan adalah biaya yang terjadi dalam upaya mempertahankan
kapasitas atau kemampuan organisasi dalam kegiatan produksi, pemasaran,
5.6.Biaya diskresioner (discretionary cost)
Biaya diskresioner adalah biaya yang besar kecilnya tergantung pada
kebijakan manajemen.
5.7.Biaya relevan (relevant cost)
Biaya relevan adalah biaya masa depan yang berbeda antara satu alternatif
dan alternatif lainnya.
5.8.Biaya kesempatan (opportunity cost)
Biaya kesempatan adalah manfaat yang dikorbankan pada saat satu alternatif
keputusan dipilih dan mengabaikan alternatif lain.
B.Pengertian Biaya Produksi dan Biaya Standar 1. Biaya Produksi
Sebuah perusahaan, baik perusahaan besar maupun kecil, umumnya
memiliki kegiatan produksi dimana kegiatan ini memerlukan suatu proses yang
disebut dengan proses produksi. Proses produksi adalah proses dimana preusahaan
mengubah bahan baku yang dimilikinya untuk diolah menjadi sebuah barang jadi
yang kemudian akan ditawarkan kepada konsumen. Untuk melakukan proses
tersebut perusahaan perlu mengeluarkan suatu perngorbanan berupa biaya, dimana
biaya tersebut ada yang secara langsung dapat diidentifikasi dari suatu produk dan
aja juga yang tidak dapt diidentifikasikan, namun keduanya sangat mempengaruhi
proses pembuatan produk tersebut.
Menurut Sukirno (2013:208), “Biaya produksi dapat didefiniskan sebagai
faktor-faktor produksi dan bahan-bahan mentah yang akan digunakan untuk menciptakan
barang-barang yang diproduksikan perusahaan tersebut”.
Menurut Syaifullah (2014:1), ”Biaya Produksi merupakan biaya yang
digunakan suatu perusahaan dalam proses produksi yang terdisi dari bahan baku
langsung, tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik”.
Menurut Sutrisno (2009), “Biaya produksi adalah biaya yang dikeluarkan
untuk mengolah bahan baku menjadi produk selesai”.
Dari pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa biaya produksi adalah
perngorbanan perusahaan berupa biaya bahan baku langsung, biaya tenaga kerja
langsung, dan biaya overhead yang dikeluarkan untuk mengolah bahan baku dan
menciptakan produk jadi. Produk jadi ini dapat berupa barang atau jasa.
2. Biaya Standar
Dalam penetapan biaya produksi, biasanya perusahaan menggunakan suatu
standar untuk membantu memudahkan dalam menentukan penyusunan anggaran
perusahaan tersebut. Standar ini berupa standar bahan, standar upah pegawai,
dan standar biaya lain yang biasanya ditentukan dengan melihat data-data historis
pada tahun-tahun sebelumnya atau dengan melakukan sebuah penelitian ilmiah.
Menurut Mulyadi (2016:387) Biaya standar adalah biaya yang ditentukan di
muka, yang merupakan jumlah biaya yang seharusnya dikeluarkan untuk
membuat satu satuan produk atau untuk membiayai kegiatan tertentu, dibawah
asumsi kondisi ekonomi, efisiensi, dan faktor-faktor lain tertentu.
Menurut Siregar et al. (2013:453), “Biaya standar adalah biaya produksi
muka. Biaya standar merupakan biaya yang direncanakan untuk suatu produk
pada kondisi operasi tertentu. Suatu biaya standar mempunyai dua komponen,
yaitu standar fisik dan standar harga. Standar fisik adalah kuantitas standar
masukan per unit keluaran. Standar harga adalah harga perkiraan per unit
masukan. Biaya produksi standar yang dibuat meliputi biaya bahan baku, biaya
tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik”.
Sistem biaya standar bermanfaat untuk melakukan perencanaan,
pengendalian operasi dan memberikan wawasan kepada manajemen dalam
membuat keputusan. Biaya standar dapat digunakan untuk hal-hal berikut ini:
1. Menyederhanakan prosedur penentuan biaya produk
2. Memudahkan pembuatan anggaran
3. Mengendalikan biaya
4. Menentukan harga jual
Keberhasilan sistem biaya standar tergantung pada keandalan, akurasi, dan
sikap karyawan terhadap standar yang ditetapkan. Semua faktor yang relevan
dalam penyusunan standar harus dipertimbangkan. Selain itu, tingkat ketelitian
dan kehati-hatian yang tinggi sangat dibutuhkan. Standar yang disusun secara
sembarang akan menghilangkan semua manfaat yang seharusnya diperoleh dalam
penggunaan biaya standar.
Salah satu manfaat utama penggunaan biaya standar adalah membantu
manajemen dalam proses pengendalian biaya produksi yang dapat dilakukan
dengan menghitung penyimpangan biaya. Penyimpangan biaya standar dihitung
biaya yang sesungguhnya terjadi lebih rendah daripada biaya standar maka terjadi
penyimpangan yang bersifat menguntungkan dan sebaliknya. Setiap
penyimpang-an ypenyimpang-ang terjadi harus dipenyimpang-analisis dpenyimpang-an dicari penyebabnya serta dilakukpenyimpang-an tindakpenyimpang-an
koreksi oleh pihak yang bertanggung jawab.
C.Anggaran Biaya Produksi
Agar terhindar dari Ketidakpastian dan kesalahan dalam mengambil
keputusan terkait biaya produksi yang dapat merugikan, Perusahaan sebaiknya
membuat anggaran yang memiliki peran sangat penting dalam mengendalikan
setiap kegiatan operasional perusahaan. Dengan menentukan anggaran tersebut,
perusahaan dapat merencanakan dan menentukan tindakakan yang selanjutnya
akan diambil guna mencapai tujuan dan sasaran perusahaan yang telah
direncanakan, serta menilai kinerja setiap karyawannya.
Menurut Sodikin (2015:188), “Anggaran adalah rencana kegiatan
perusahaan secara menyeluruh yang akan dilakukannya di tahun mendatang dan
dinyatakan dalam satuan uang. Anggaran memiliki fungsi sebagai alat
perencanaan, alat koordinasi, alat pengawasan dan pengendalian, dan sebagai
dasar penilaian kinerja”.
Menurut Herlianto (2015:5), “Anggaran mempunyai fungsi sebagai berikut:
1. Fungsi Perencanaan
Sebelum perusahaan melakukan operasinya, pimpinan dari perusahaan
tersebut harus lebih dahulu merumuskan kegiatan-kegiatan apa yang akan
tersebut, serta bagaimana melaksanakannya. Dengan adanya rencana tersebut,
maka aktifitas akan dapat terlaksana dengan baik.
2. Fungsi Pengawasan
Aspek pengawasan yaitu dengan membandingkan antara prestasi dengan
yang dianggarkan, apakah dapat ditemukan efisiensi atau apakah para manajer
pelaksana telah bekerja dengan baik dalam mengelola perusahaan. Tujuan
pengawasan itu bukanlah mencari kesalahan akan tetapi mencegah dan
memperbaiki kesalahan.
3. Fungsi Koordinasi
Fungsi koordinasi menuntut adanya keselarasan tindakan bekerja dari setiap
individu atau bagian dalam perusahaan untuk mencapai tujuan. Untuk itu
anggaran dapat dipakai sebagai alat koordinasi untuk seluruh bagian yang ada
dalam perusahaan, karena semua kegiatan yang saling berkaitan antara satu bagian
dengan bagian lainnya sudah diatur dengan baik.
4. Anggaran Sebagai Pedoman Kerja
Anggaran merupakan suatu rencana kerja yang disusun sistematis dan
dinyatakan dalam unit moneter. Lazimnya penyusunan anggaran berdasarkan
pengalaman masa lalu dan taksiran-taksiran pada masa yang akan datang, maka
ini dapat menjadi pedoman kerja bagi setiap bagian dalam perusahaan untuk
menjalankan kegiatannya.
Menurut Dharmanegara (2010:80), “Anggaran produksi adalah suatu
Menurut Sodikin (2015:193), “Anggaran produksi adalah rencana jumlah
produk yang dibuat untuk memenuhi anggaran volume penjualan”.
Menurut Rudianto (2009:80), “Anggaran produksi adalah rencana
perusahaan untuk menghasilkan produk perusahaan dalam jumlah yang sesuai
dengan kebutuhan penjualan dengan mempertimbangkan jumlah persediaan pada
awal dan akhir periode tertentu”.
Berdasarkan defenisi tersebut, maka anggaran biaya produksi dari suatu
perusahaan manufaktur merupakan gabungan dari:
1. Anggaran Biaya Bahan Baku
Anggaran biaya bahan baku merupakan rencana besarnya biaya bahan baku
yang akan dikeluarkan perusahaan di dalam suatu periode tertentu di masa
mendatang. Dengan adanya anggaran biaya bahan baku maka perusahaan dapat
mengendalikan biaya bahan baku.
Menurut Siregar et al. (2013:370), terdapat 2 (dua) metode pengendalian bahan baku, yaitu:
a. Metode siklus pesanan (order cycling)
Pada metode ini, pengendalian dilakukan dengan cara memeriksa secara
periodik status kuantitas bahan yang ada untuk setiap item atau kelas bahan.
Periodisasi pemeriksaan dapat berbeda antar perusahaan (misalnya 30, 60, atau
90 hari). Item bahan yang bernilai tinggi dan item-item yang sangat penting
bagi kelancaran operasi biasanya menuntut siklus waktu pemeriksaan yang
b. Metode minimum-maksimum (min-max)
Metode ini menitik beratkan pada batas kuantitas maksimum dan minimum
persediaan. Pada metode ini pengendalian dilakukan dengan cara menentukan
tingkat persediaan maksimum dan minimum yang harus dibentuk. Tingkat
minimum persediaan adalah jumlah kuantitas persediaan yang diperlukan
untuk mencegah kehabisan bahan selama siklus pemesanan kembali (reorder). Selanjutnya, lakukan pengamatan fisik persediaan untuk menentukan bahwa
titik pesan telah tercapai. Pengamatan juga dapat dilakukan melalui catatan
persediaan. Apabila saldo persediaan yang ada turun menuju titik pesan maka
pesan bahan harus segera dipersiapkan.
2. Anggaran Biaya Tenaga Kerja Langsung
Anggaran biaya tenaga kerja langsung merupakan rencana besarnya biaya
yang dikeluarkan perusahaan untuk membayar biaya tenaga kerja yang terlibat
secara langsung di dalam proses produksi dalam suatu proses produksi dalam
suatu periode tertentu di masa mendatang.
Perencanaan biaya dan jam tenaga kerja langsung yang efektif memiliki
keuntungan bagi perusahaan sebagai berikut:
a. Fungsi personel dapat ditampilkan lebih efisien karena ada dasar untuk
perencanaan yang efektif, pengerahan, pelatihan, dan penggunaan personel.
b. Fungsi keuangan dapat ditampilkan lebih efisien karena tenaga kerja sering
c. Biaya produksi yang dianggarkan untuk setiap produk (biaya per unit dan total
biaya) mungkin merupakan faktor penting dalam beberapa bidang pembuatan
keputusan, seperti kebijakaan harga, dan negosiasi serikat tenaga kerja.
3. Anggaran Biaya Overhead
Anggaran biaya overhead adalah seluruh biaya produksi selain biaya bahan
baku dan biaya tenaga kerja yang direncanakan akan dibayarkan dalam satu
periode tertentu. Biaya overhead mencakup 3 (tiga) kelompok biaya, yaitu:
a. Biaya bahan penolong
Biaya bahan penolong yaitu biaya yang dikeluarkan untuk bahan-bahan yang
dibutuhkan di dalam suatu produk, tetapi bukan merupakan komponen utama
dari suatu produk.
b. Biaya tenaga kerja penolong
Biaya tenaga kerja penolong adalah gaji atau upah untuk membayar para
pekerja yang terlibat dalam proses produksi tetapi tidak secara langsung
berperan di dalam proses menghasilkan produk tersebut.
c. Biaya pabrikase lainnya
Biaya pabrikase lainnya adalah biaya overhead selain biaya bahan penolong
dan tenaga kerja penolong. Biaya ini berkaitan erat dengan peralatan dan
fasilitas pendukung produksi.
D.Analisis Biaya Produksi Pada PT PLN (Persero) Wilayah Aceh Area Langsa
besarnya biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan, khususnya selama
melakukan kegiatan produksi. Agar mendapatkan hasil yang akurat, perusahaan
perlu melakukan analisis perhitungan biaya produksi untuk mengetahui seberapa
besar biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan. Adapun tujuan dari dilakukan
analisis perhitungan biaya produksi antara lain:
1. Untuk mengendalikan biaya
Pengendalian biaya dapat dilakukan dengan salah satu cara yaitu dengan
menggunakan biaya standar. Sistem ini digunakan sebagai pedoman kepada
manajemen berapa biaya yang seharusnya dikeluarkan untuk menjalankan
kegiatan produksi tersebut.
2. Untuk menetapkan biaya
Sebelum hasil produksi dijual, maka terlebih dahulu harus ditetapkan harga
jual dari produk tersebut. Penetapan biaya ini juga merupakan hal yang paling
mendasar dalam menentukan harga jual produksi. Penetapan harga jual ini juga
berhubungan secara langsung dengan tujuan perusahaan dalam menetapkan
laba atau keuntungan semaksimal mungkin.
Berikut ini peneliti sajikan laporan realisasi dan anggaran biaya produksi PT
PLN (Persero) wilayah Aceh area Langsa selama 3 tahun dimulai dari tahun 2014
Tabel 3.1
Biaya Produksi Tenaga Listrik
PT PLN (Persero) Wilayah Aceh Area Langsa Periode 1 Januari – 31 Desember 2014
Uraian Realisasi Anggaran
Total Biaya Total Kwh Total Biaya Total Kwh
Pembelian Tenaga Listrik 669.543.021.723 128.536.902 701.250.000.000 137.500.000
Sewa Genset 31.937.037.172 75.602.030 28.875.000.000 82.500.000
Sub Total 701.480.058.895 204.138.932 730.125.000.000 220.000.000
PLTA 894.584.831 79.135 873.262.500 79.750
PLTD 224.566.413.620 5.162.922 232.687.500.000 5.475.000
Sub Total 225.460.998.451 5.242.057 233.560.762.500 5.554.750
Distribusi 56.857.204.947 50.450.000.000
Tata Usaha Langgganan 13.100.747.008 13.000.000.000
Fungsi Pendukung 50.789.629.508 51.250.000.000
Sub Total 120.747.581.463 114.700.000.000
TOTAL 1.047.688.638.809 209.380.989 1.078.385.762.500 225.554.750
Sumber: PT PLN (Persero) wilayah Aceh area Langsa, 2017
Pada Tabel 3.1 terlihat bahwa realisasi biaya produksi tenaga listrik pada
tahun 2014 berada dibawah biaya yang telah dianggarkan oleh perusahaan.
Namun ada beberapa biaya yang berada diatas anggaran yang telah ditetapkan
oleh perusahaan diantaranya beban sewa genset, beban Pembangkit Listrik
Tenaga Air (PLTA), beban distribusi, dan beban tata usaha langganan. Beban
sewa genset berada 10,60% diatas Anggaran, Beban Pembangkit Listrik Tenaga
Air (PLTA) berada 2,44% diatas anggaran, beban distribusi berada 12,70%, dan
Tabel 3.2
Biaya Produksi Tenaga Listrik
PT PLN (Persero) Wilayah Aceh Area Langsa Periode 1 Januari – 31 Desember 2015
Uraian Realisasi Anggaran
Total Biaya Total Kwh Total Biaya Total Kwh
Pembelian Tenaga Listrik 865.169.644.900 452.042.546 897.250.000.000 485.000.000
Sewa Genset 37.833.291.231 103.883.456 34.500.000.000 115.000.000
Sub Total 903.002.936.131 555.926.002 931.750.000.000 600.000.000
PLTA 1.715.656.779 74.500 920.000.000 80.000
PLTD 248.955.389.612 19.907.736 246.837.500.000 20.150.000
Sub Total 250.671.046.391 19.982.236 247.757.500.000 20.230.000
Distribusi 61.966.401.851 45.000.000.000
Tata Usaha Langgganan 10.654.132.288 11.000.000.000
Fungsi Pendukung 45.523.878.467 42.000.000.000
Sub Total 118.144.412.606 98.000.000.000
TOTAL 1.271.818.395.128 575.908.238 1.277.507.500.000 620.230.000
Sumber: PT PLN (Persero) wilayah Aceh area Langsa, 2017
Pada tabel 3.2 terlihat biaya produksi tenaga listrik pada tahun 2015
mengalami peningkatan dari tahun 2014. Besarnya peningkatan biaya tersebut
adalah sebesar Rp. 224.129.756.319 atau 21,39% dari tahun sebelumnya. Pada
tahun ini ada beberapa biaya yang berada diatas anggaran yang telah ditetapkan
oleh perusahaan yaitu beban sewa genset, beban Pembangkit Listrik Tenaga Air
(PLTA), beban Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD), beban distribusi, dan
beban fungsi pendukung. Beban sewa genset berada 9,66% diatas anggaran, beban
Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) berada 86,48% diatas anggaran,beban
Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) berada 0,86% diatas anggaran, beban
distribusi berada 37,70% diatas anggaran, dan beban fungsi pendukung berada
Tabel 3.3
Biaya Produksi Tenaga Listrik
PT PLN (Persero) Wilayah Aceh Area Langsa Periode 1 Januari – 31 Desember 2016
Uraian Realisasi Anggaran
Total Biaya Total Kwh Total Biaya Total Kwh
Pembelian Tenaga
Listrik 555.075.327.158 409.159.305 680.000.000.000 425.000.000
Sewa Genset 27.650.218.972 86.231.840 34.500.000.000 111.290.323
Sub Total 582.725.546.130 495.391.145 714.500.000.000 536.290.323
PLTA 603.371.687 78.645 616.250.000 85.000
PLTD 154.322.230.221 12.910.685 151.187.500.000 14.750.000
Sub Total 154.925.601.908 12.989.330 151.803.750.000 14.835.000
Distribusi 79.915.300.405 60.000.000.000
Tata Usaha Langgganan 22.145.244.837 18.750.000.000
Fungsi Pendukung 44.209.196.134 43.000.000.000
Sub Total 146.269.741.376 121.750.000.000
TOTAL 883.920.889.414 508.380.475 988.053.750.000 551.125.323
Sumber: PT PLN (Persero) wilayah Aceh area Langsa, 2017
Pada tabel 3.3 terlihat biaya produksi tenaga listrik pada tahun 2016
mengalami penurunan dari tahun 2015. Biaya produksi ini mengalami penurunan
biaya sebesar Rp. 387.879.505.714 atau 30,50% dari tahun sebelumnya. Pada
tahun ini ada 4 (empat) biaya yang berada diatas anggaran yang telah ditetapkan
oleh perusahaan yaitu beban Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD), beban
distribusi, beban tata usaha langganan, dan beban fungsi pendukung. Beban
Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) berada 2,07% diatas anggaran, beban
distribusi berada 33,19% diatas anggaran, beban tata usaha langganan berada
18,11% diatas anggaran, dan beban fungsi pendukung berada 2,81% diatas
E.Penilaian Tingkat Produksi
Dalam kegiatan produksi yang dilakukan oleh setiap perusahaan, tujuan
utama yang ingin dicapai adalah untuk memperoleh laba secara maksimal yang
dianggap sebanding dengan biaya yang telah dikorbankan, namun perushaan tidak
semata-mata hanya ingin meningkatkan laba perusahan melainkan turut
meningkatkan nilai-nilai yang ada pada perusahaan tersebut.
Kegiatan produksi perusahaan sangat bergantung kepada besar kecilnya
biaya yang dikeluarkan yang nantinya akan menentukan perhitungan laba dan rugi
perusahaan di akhir periode. Untuk itu perusahaan dituntut agar bisa
memanfaatkan sumber daya yang ada secara efektif dan efisien sehingga dapat
mencapai keuntungan yang maksimal.
Menurut Drucker dalam Mulyadi (2016:3), ”Efektif adalah mengerjakan
pekerjaan yang benar dan cepat serta tepat, sedangkan Efisien adalah mengerjakan
pekerjaan dengan benar atau tepat”.
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa efektif lebih mengarah
pada hasil yang dicapai, sedangkan efisien mengarah pada proses pencapaian
hasil tersebut. Dua kata diatas sangat berhubungan, karena dalam suatu proses
produksi dibutuhkan sebuah sumber daya (input). Kemudian input yang ada ini apakah digunakan secara efisien dalam menghasilkan output dan yang terakhir apakah output yang dihasilkan ini sudah efektif sehingga bermanfaat bagi
pengguna maupun produsen. Berikut ini tabel tingkat realisasi produksi PT PLN
Tabel 3.4
Realisasi Produksi Tenaga Listrik PT PLN (Persero) Wilayah Aceh Area Langsa
Uraian Persentase Realisasi Tingkat Produksi
2014 2015 2016
Produksi listrik Sendiri 94,37% 98,78% 87,56%
Produksi listrik Pihak Ketiga 92,79% 92,65% 92,37%
Total Produksi 93,58% 95,71% 89,97%
Sumber: PT PLN (Persero) Wilayah Aceh area Langsa, 2017.
Kemudian untuk menentukan kategori realisasi tingkat produksi tenaga
listrik PT PLN (Persero) wilayah Aceh area Langsa, peneliti menggunakan skala
penilaian berikut ini:
1. 0% - 25% = Buruk
2. 26% - 50% = Kurang Baik
3. 51% - 75% = Baik
4. 76% - >100% = Sangat Baik
Berdasarkan data diatas terlihat bahwa tingkat realisasi produksi tenaga
listrik yang di produksi oleh PT PLN (Persero) wilayah Aceh area Langsa selama
3 tahun dari tahun 2014 hingga tahun 2016 memiliki kategori yang sangat baik.
Semua tingkat realisasi produksi tenaga listrik baik dari mesin atau genset pihak
ketiga maupun dari produksi sendiri pada tahun 2014, 2015, dan 2016 masuk
kedalam kategori sangat baik.
F. Pengawasan Biaya Produksi
Penyimpangan atau kesalahan bisa saja terjadi pada perusahaan ketika
perusahaan tersebut melakukan kegiatan produksi sehingga hasil produksi tersebut
melakukan pengawasan biaya produksi maka diharapkan perusahaan dapat
menulusuri sebab-sebab timbulnya penyimpangan, seberapa besar penyimpangan
tersebut, dan menentukan langkah yang akan diambil untuk menghindari
penyimpangan tersebut. Penyimpangan ini diukur dari realisasi kegiatan produksi
dengan anggaran produksi yang telah ditetapkan.
Pengawasan biaya produksi merupakan suatu kegiatan dalam mengadakan
penilaian, pengukuran dan perbaikan untuk mengetahui sejauh mana pelaksanaan
rencana pengeluaran biaya produksi yang telah dilakukan. Faktor-faktor
pentingnya pengawasan biaya produksi adalah perubahan yang selalu terjadi baik
diluar maupun didalam organisasi dan kesalahan-kesalahan atau penyimpangan
yang dilakukan anggota organisasi diperlukan pengawasan dan pembenahan.
Agar PT PLN (Persero) wilayah Aceh area Langsa dapat menjalankan
kegiatan produksi sesuai dengan yang telah direncanakan, maka perlu dilakukan
pengawasan terhadap biaya produksi. Pengawasan ini berguna untuk
mengendalikan pengeluaran biaya produksi, mencegah terjadinya pemborosan,
melihat perbandingan seberapa jauh pelaksanaan rencana dan biaya tercapai serta
mendorong kesadaran pengendalian biaya. Berikut ini adalah pengawasan biaya
produksi tenaga listrik pada PT PLN (Persero) wilayah Aceh area Langsa secara
Tabel 3.5
Realisasi Biaya Produksi PT PLN (Persero) Wilayah Aceh Area Langsa
Uraian Persentase Realisasi Biaya Produksi
2014 2015 2016
Pembelian Tenaga Listrik 95,48% 96,42% 81,63%
Sewa Genset 110,60% 109,66% 80,15%
Sub Total 96,08% 96,91% 81,56%
PLTA 102,44% 186,48% 97,91%
PLTD 96,51% 100,86% 102,07%
Sub Total 96,53% 101,18% 102,06%
Distribusi 112,70% 137,70% 133,19%
Tata Usaha Langgganan 100,77% 96,86% 118,11%
Fungsi Pendukung 99,10% 108,39% 102,81%
Sub Total 105,27% 120,56% 120,14%
TOTAL 97,15% 99,55% 89,46%
Sumber: PT PLN (Persero) wilayah Aceh area Langsa, 2017
1. Biaya Produksi tahun 2014
Besarnya realisasi biaya produksi untuk setiap Kilowatt/hour (Kwh)
produksi tenaga listrik tahun 2014 adalah Rp. 5003,74 per Kwh dengan total
biaya sebesar RP. 1.047.688.638.809 dan kuantitas sebesar 209.380.989 Kwh.
Penyimpangan biaya produksi
Anggaran biaya produksi tahun 2014 Rp. 1.078.385.762.500
Realisasi biaya produksi tahun 2014 Rp. 1.047.688.638.809
Selisih Rp. 30.697.123.691
Selisih antara anggaran dengan realisasi sebesar Rp. 30.697.123.691 atau
2,85% adalah bentuk penyimpangan yang menguntungkan (unfavorable
variance).
1. Perbedaan Kuantitas
= (kuantitas standar – kuantitas sesungguhnya) x harga standar
= (225.554.750 – 209.380.989) x Rp. 4.781,04
= 16.173.761 x Rp. 4.781,04
= Rp. 77.327.361.044,17 (unfavorable variance)
2. Perbedaan Harga
= (harga sesungguhnya – harga standar) x kuantitas sesungguhnya
= (Rp. 5.003,74 – Rp. 4.781,04) x 209.380.989
= Rp. 222,70 x 209.380.989
= Rp. 46.629.628.443,03 (unfavorable variance)
Realisasi biaya produksi tahun 2014 berada dibawah Anggaran tahun 2014
sebesar Rp. 30.697.123.691 atau 2,85% dengan biaya rata-rata sebesar Rp.
5.003,74 per kwh yang berada diatas anggaran sebesar Rp. 222,70 per kwh atau
4,66%.
2. Biaya produksi tahun 2015
Besarnya realisasi biaya produksi untuk setiap Kilowatt/hour (Kwh) produksi tenaga listrik tahun 2015 adalah Rp. 2208,37 per kwh dengan total biaya sebesar
Rp. 1.271.818.395.128 dan kuantitas sebesar 575.908.238 kwh.
Penyimpangan biaya produksi
Anggaran biaya produksi tahun 2015 Rp. 1.277.507.500.000
Realisasi biaya produksi tahun 2015 Rp. 1.271.818.395.128
Selisih antara anggaran dan realisasi sebesar Rp. 5.689.104.872 atau 0,45%
adalah bentuk penyimpangan yang menguntungkan (unfavorable variance).
Realisasi biaya produksi tenaga listrik tahun 2015 berada dibawah anggaran
disebabkan oleh:
1. Perbedaan Kuantitas
= (kuantitas standar – kuantitas sesungguhnya) x harga standar
= (620.230.000 – 575.908.238) x Rp. 2.059,73
= 44.321.762 x Rp. 2.059,73
= Rp. 91.290.945.888,16 (unfavorable variance) 2. Perbedaan Harga
= (harga sesungguhnya – harga standar) x kuantitas sesungguhnya
= (Rp. 2.208,37 – Rp. 2.059,73) x Rp. 575.908.238
= Rp. 148,64 x Rp. 575.908.238
= Rp. 85.601.841.016,16 (unfavorable variance)
Realisasi biaya produksi tahun 2015 berada dibawah anggaran tahun 2015 sebesar
Rp. 5.689.104.872 atau 0,45% dengan biaya rata-rata sebesar Rp. 2208,37 per
kwh yang berada diatas anggaran sebesar Rp. 148,64 per kwh atau 7,22%.
3. Biaya produksi tahun 2016
Besarnya realisasi biaya produksi untuk setiap Kilowatt/hour (Kwh) produksi tenaga listrik tahun 2016 adalah Rp. 1738,70 per kwh dengan total biaya sebesar
Penyimpangan biaya produksi
Anggaran biaya produksi tahun 2016 Rp. 988.053.750.000
Realisasi biaya produksi tahun 2016 Rp. 883.920.889.414
Selisih Rp. 104.132.860.586
Selisih antara anggaran dan realisasi sebesar Rp. 104.132.860.586 atau
10,54% adalah bentuk penyimpangan yang menguntungkan (favorable variance). Realisasi biaya produksi tenaga listrik tahun 2016 berada dibawah anggaran
disebabkan oleh:
1. Perbedaan Kuantitas
= (kuantitas standar – kuantitas sesungguhnya) x harga standar
= (551.125.323 – 508.380.475) x Rp. 1792,79
= 42.744.848 x Rp. 1792,79
= Rp. 76.632.673.576,81 (favorable variance) 2. Perbedaan Harga
= (harga standar – harga sesungguhnya) x kuantitas sesungguhnya
= (Rp. 1792,79 – Rp. 1738,70) x Rp. 508.380.475
= Rp. 54,09 x Rp. 508.380.475
= Rp. 27.500.187.009,19 (favorable variance)
Realisasi biaya produksi tahun 2016 berada dibawah anggaran tahun 2016 sebesar
104.132.860.586 atau 10,54% dengan biaya rata-rata sebesar Rp. 1738,70 per kwh
yang berada dibawah anggaran sebesar Rp. 54,09 per kwh atau 3,02%.
Dapat disimpulkan bahwa rata-rata realisasi total biaya produksi tenaga
dianggarkan oleh perusahaan. Namun, ada beberapa sektor yang biayanya berada
diatas anggaran yang ditetapkan. Adapun sebab-sebab realisasi biaya produksi
bisa berada diatas biaya yang dianggarkan mulai dari tahun 2014 sampai dengan
tahun 2016 adalah sebagai berikut:
1. Beban sewa genset, disebabkan oleh naiknya biaya sewa yang dibebankan oleh
pihak ketiga dan fluktuasi harga bahan bakar berupa solar serta pelumas yang
disebabkan oleh kenaikan harga minyak dunia dan kurs nilai tukar rupiah.
2. Beban Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA), hal ini disebabkan oleh
meningkatnya beban pemeliharan pembangkit akibat kerusakan turbin
penggerak pembangkit.
3. Beban distribusi, hal ini disebabkan oleh banyaknya jumlah trafo yang
mengalami kerusakan baik itu berupa penggantian sekring maupun keseluruhan
komponen trafo.
4. Beban tata usaha langganan, hal ini disebabkan oleh meningkatnya beban
administrasi perusahaan seperti biaya pasang baru, pasang kembali pasca
pemutusan, dan biaya inspeksi atau pemeriksaan listrik pelanggan.
5. Beban Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD), hal ini disebabkan oleh
meningkatnya beban pemeliharaan baik berupa perbaikan kerusakan atau
perawatan rutin, harga perolehan bahan bakar solar dan pengangkutan, serta
pelumas.
6. Beban Fungsi Pendukung, hal ini disebabkan oleh meningkatnya beban
operasional perusahaan seperti biaya sewa dan perawatan gudang, kendaraan
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A.Kesimpulan
Setelah dilakukan analisis dan evaluasi mengenai analisis biaya produksi
kelapa sawit pada PT PLN (Persero) wilayah Aceh area Langsa, maka kesimpulan
yang dapat diambil adalah:
1. Realisasi produksi kelapa sawit PT PLN (Persero) wilayah Aceh area Langsa
dari tahun 2014 hingga tahun 2016 memiliki kategori yang sangat baik, hal ini
menunjukkan bahwa perusahaan telah berhasil melakukan kegiatan produksi
secara efektif.
2. PT PLN (Persero) wilayah Aceh area Langsa telah berupaya menerapkan
fungsi perencanaan dan pengawasan anggaran biaya produksi dalam
meningkatkan efisiensi yang ditunjukkan dengan pencapaian tingkat
penyimpangan berupa favorable variance pada tahun 2016.
3. Dari tahun 2014 hingga 2016 rata- rata realisasi biaya produksi berada dibawah
dengan penyimpangan berupa unfavorable variance.
B.Saran
Adapun saran yang dapat diberikan agar perusahaan dapat menetapkan
kebijaksanaan yang tepat sehubungan dengan efektivitas dan efisiensi biaya
1. PT PLN (Persero) wilayah Aceh area Langsa disarankan untuk lebih
meningkatkan perencanaan dan pengawasan anggaran biaya operasi. Anggaran
biaya operasi akan berperan besar dalam meningkatkan efektivitas dan efisiensi
karena anggaran biaya operasi akan terus-menerus mengikuti perkembangan
kegiatan perusahaan.
2. Perbedaan antara anggaran dengan realisasi harus selalu diawasi dan setiap
penyimpangan yang terjadi dianalisis untuk mencari penyebabnya serta
mengetahui tindakan apa yang harus dilakukan untuk memperbaiki
penyimpangan yang terjadi.
3. Diharapkan PT PLN (Persero) wilayah aceh khusunya area Langsa dapat
menjaga dan meningkatkan kinerja baik kinerja karyawan maupun kinerja
mesin-mesin produksi tenaga listrik dalam menyediakan kebutuhan masyarakat