• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kesadaran Kritis Remaja Terhadap Sinetron (Studi Literasi Media tentang Kesadaran KritisRemaja terhadap Sinetron di SMK Yayasan Pendidikan Keluarga (YPK) Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kesadaran Kritis Remaja Terhadap Sinetron (Studi Literasi Media tentang Kesadaran KritisRemaja terhadap Sinetron di SMK Yayasan Pendidikan Keluarga (YPK) Medan"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Konteks Masalah

Televisi adalah media yang paling luas dikonsumsi oleh masyarakat

Indonesia. Media tersebut merupakan media audio visual, tidak membebani

banyak syarat bagi masyarakat untuk menikmatinya. Masyarakat Indonesia yang

cenderung dengan budaya lisan, media televisi tidak memiliki jarak yang jauh.

Televisi berbeda dengan budaya baca dan tulis. Perkembangan keberadaannya

jauh melampui media-media massa lain, seperti media cetak koran, majalah, apa

lagi buku. Dari segi harga, meski tidak bisa selalu dikatakan murah untuk

sebagian besar masyarakat Indonesia, keinginan untuk memiliki televisi jauh lebih

tinggi dari pada keinginan untuk membeli buku bacaan.

Hoijer (2000) menyatakan bahwa “television is the most popular story teller in modern time”, dalam konteks ini, ungkap Hoijer, “television mediates reality and imagination.”

Televisi saat ini telah menjadi media keluarga, telah menjadi salah satu

prasyarat yang “harus” berada di dalam keluarga. Rumah dikatakan lengkap, jika

ada pesawat televisi di dalamnya. Televisi sebagai primadona media memberikan

imbas media yang sangat besar bagi kehidupan masyarakat. Kehadiran televisi

yang masif dengan kapitalistiknya yang kental, langsung atau tidak langsung

berpengaruh pada perilaku dan pola pikir masyarakat. Dalam deretan media

informasi, media ini memiliki daya penetrasi jauh lebih besar daripada media

lainnya. Stasiun televisi setiap harinya menyajikan berbagai jenis program yang

jumlahnya sangat banyak dan beragam. Pada dasarnya apa saja bisa dijadikan

program untuk ditayangkan di televisi selama program itu menarik dan disukai

audien, dan selama tidak bertentangan dengan kesusilaan, hukum dan peraturan

yang berlaku. Pada realitanya, saat ini sudah banyak program yang ditayangkan di Oleh karena kehadirannya dalam keluarga menjadi

sesuatu yang seolah-seolah sebuah keharusan, mengingat televisi kini telah

(2)

televisi bertentangan dengan kesusilaan, hukum dan peraturan yang berlaku.

Program televisi seperti itu yang sangat disukai oleh audiens.

Televisi menjadi media yang paling dekat dan sangat berpengaruh bagi

para remaja. Televisi sanggup mempengaruhi pola, aktivitas, dan kehidupan para

remaja. Hal ini cukup mengkhawatirkan karena televisi sudah dianggap sebagai

orang tua ketiga bagi para remaja. Bagi orang tua di Indonesia, membiarkan

anaknya menonton televisi sepanjang waktu dianggap lebih baik daripada

anaknya bermain diluar rumah. Orang tua terkadang membiarkan anak menonton

televisi tanpa pengawasan. Tingginya jam menonton televisi oleh para remaja

tentunya mempunyai resiko yang tidak bisa dispelekan, mengingat tidak semua

tayangan televisi diperuntukkan bagi para remaja aman di konsumsi. Informasi

yang disampaikan oleh televisi bersifat mentransferkan nilai-nilai budaya dan juga

realitas.

Perkembangan jaman dan teknologi memicu perkembangan lahirnya

program-program baru di stasiun televisi. Kehadiran program-program baru

membuat stasiun televisi saling bersaing ketat untuk mendapatkan rating

terbanyak dari audiens tanpa memikirkan konten dari program-program tersebut.

Salah satu tayangan yang paling diminati di Indonesia adalah acara Sinetron yang

selama satu dekade terakhir sajian televisi nyaris tidak berubah. Sinetron adalah

kependekan dari sinema elektronik yang merupakan program televisi yang

termasuk dalam program drama. Sinetron merupakan drama yang menyajikan

cerita dari berbagai tokoh secara bersamaan. Masing-masing tokoh memiliki alur

cerita mereka sendiri-sendiri tanpa harus dirangkum menjadi suatu kesimpulan.

Akhir cerita sinetron cenderung selalu terbuka dan sering tanpa penyelesaian

(open-ended). Cerita cenderung dibuat sedemikian panjang selama masih ada audien yang menyukainya. Sinetron yang ditayangkan di jam prime time

membuat stasiun televisi yang menayangkan hanya untuk mengejar rating tanpa

memikirkan kualitas, kuantitas, dan objektivitas sinetron.

Sinetron digagas oleh Bapak Soemardjono yang merupakan pendiri

Institut Kesenian Jakarta. Pelopor sinetron pertama yang hadir di layar kaca

adalah Losmen, drama serial produksi TVRI pada tahun 80-an. Losmen bercerita

(3)

Losmen. Sinetron tidak berbeda dengan sinema celleluoid, layar lebar, atau bioskop yang dalam perkembangannya sangat tergantung pada tema dan setting

sosial yang dibangun atas “permintaan pasar”. Intervensi tersebut masuk ke ranah

kreatif, sampai pada penggunaan bintang-bintang pemerannya. Sulit mendapatkan

realitas sosial dalam sinetron Indonesia.

Fenomena sinetron yang berkembang saat ini menjadi acara yang banyak

digemari penonton, mulai dari anak-anak hingga orang dewasa karena memang

ada banyak sinetron yang dibuat untuk berbagai segmen. Fenomena kehidupan

masyarakat saat ini yang seperti begitu mendewakan acara televisi. Mereka marah

saat pemeran utama dari sinetron kesayangannya tersakiti, mereka pun menangis,

dan tertawa setiap kali pemutaran sinetron kegemarannya.

Sinetron yang ditayangkan di televisi juga mempunyai nilai baik

danburuk, namun sinetron yang berkembang di masyarakat lebih banyak nilai

buruk dan cerita sinetron yang tidak logis dalam alur cerita maupu n

permasalahannya. Isi pesan sinetron tidak mencerminkan realitas sosial objektif

dalam kehidupan pemirsa, maka yang tampak dalam cerita sinetron tersebut hanya

gambaran semu. Isi pesan sinetron yang berlawanan dengan kondisi sosial, yakni

pemirsa tidak mendapatkan manfaat secara khusus bagi kehidupannya,

menyangkut aspek hubungan dan pergaulan sosial. Sinetron – sinetron yang hanya

menjual kemiskinan dan menonjolkan doktrin tertentu (menggurui), yang

membuat pemirsa jenuh menontonnya.

Sinetron seharusnya lebih menampilkan nilai baik selain sebagai hiburan

keluarga, sebagai alat atau sarana agen perubahan sosial maupun agen

pembangunan, tetapi juga bersifat mendidik. Isi pesan sinetron di televisi harus

dapat mewujudkan dan mengeskpresikan kenyataan sosial masyarakat, tanpa

melepaskan diri dari lingkaran budaya pemirsa yang heterogen. Realitanya

sinetron yang berkembang di masyarakat saat ini lebih banyak mengandung nilai

buruknya, terutama bagi remaja yang masih berada dalam situasi psikologis yang

ada dalam dirinya. Hal tersebut akan menjadikan kaum remaja menjadi pribadi –

pribadi yang lentur, tidak mempunyai pengalaman empirik untuk melakukan

(4)

pribadi – pribadi yang pasif, tidak memiliki keberanian berekspresi karena media

televisi telah memenuhi semua kebutuhan impulsifnya secara virtual.

Sinetron memiliki empat genre yaitu, sinetron drama, sinetron komedi, sinetron laga, sinetron misteri. Dari keempat genre sinetron yang ada akan dipaparkan konten yang ada di dalamnya. Sinetron drama adalah sinetron yang

mengutamakan kekuatan cerita. Sinetron jenis ini memiliki alur cerita yang

menarik, berliku, dan dapatmelarutkan emosi pemirsa ke dalam cerita sinetron.

Sinetron drama dikelompokkan menjadi tiga jenis, yaitu: sinetron drama lepas

(tanpa episode, sekali tayang selesai), sinetron drama seri (terdiri dari beberapa

episode dan cerita tidak bersambungan), dan sinetron drama serial (terdiri dari

beberapa episode dan cerita bersambungan). Sinetron drama yang banyak

berkembang dan digemari di masyarakat kini adalah sinetron remaja yang alur

ceritanya menampilkan kehidupan remaja dan dibintangi oleh artis-artis yang

masih muda belia.

Konten dari sinetron remaja tersebut lebih dominan buruk. Remaja

menampilkan sisi berpakaian yang tidak sopan dalam budaya timur, memakai

pakaian minim. Sinetron yang menampilkan konflik si kaya dan miskin, si kaya

dikesankan dengan kemewahan dan kekuasaan yang diukur dari banyaknya harta

dan tingginya jabatan sedangkan si miskin hidup dengan seadanya dan

kekurangan secara materi. Hal tersebut seperti menyampaikan sistem nilai yang

dibawa oleh kapitalisme bahwa siapa yang kaya dia adalah orang yang memiliki

banyak harta, hanya sedikit sinetron yang mengajarkan kekayaan hati. Remaja

yang berasal dari keluarga kaya berangkat sekolah menggunakan mobil mewah

atau pun moge, rumahnya sebesar istana negara dan adegan clubing, atau menghadiri pesta ulang tahun teman. Masih banyak lagikonten buruk yang

terdapat di dalam sinetron remaja Indonesia.

Sinetron komedi adalah sinetron yang menonjolkan unsur lelucon atau

hal-hal yang bisa membuat orang tertawa. Unsur komedi atau lawak menjadi

roh sinetron semacam ini. Sinetron ini menampilkan pemain-pemain dengan

adegan yang kocak, sehingga membuat pemirsa tertawa atau minimal tersenyum

menyaksikan sinetron jenis ini. Konten yang terdapat dalam sinetron bergenre

(5)

candaannya menyinggung pihak-pihak tertentu. Sehingga banyak dicontoh oleh

remaja yang menurut mereka itu adalah kocak tanpa memikirkan maknanya.

Sinetron laga (action) sinetron yang mengandalkan aksi keras(action)

para pemainnya. Adegan-adegan dalam sinetron jenis ini banyak diwarnai aksi

kekerasan seperti perkelahian, peperangan, pembunuhan, perampokan,

penculikan, dan sebagainya. Hal ini diciptakan untuk membuat suasana yang

menegangkan dalam diri pemirsa, sehingga pemirsa tertarik untuk terus

menyaksikan sinetron ini. Aksi yang dilakukan oleh pemain sinetron laga ini tak

jarang ditiru oleh remaja sekarang ini. Remaja yang masih memiliki jiwa yang

labil akan mempraktikan aksi-aksi tersebut dan sampai akhirnya mereka

mengaplikasikan di kehidupannya. Remaja banyak yang terlibat aksi demonstrasi,

aksi kekerasan, dan sebagainya pada realitanya dan banyak muncul di berita

media massa seorang remaja yang terlibat kasus pembunuhan dan pencurian.

Sinetron religi adalah sinetron yang mengkombinasikan dengan unsur

religi. Sinetron religi lebih banyak mencampuradukan antara hikmah dengan

komersialisasi. Film yang mengambil tema ini sangat kental unsur komersilnya.

Sisi religi justru berbeda dengan ajaran agama itu sendiri. Sinetron seperti ini juga

tak pelak memunculkan kritik karena beberapa materi sinetron religius justru

kebablasan. Tayangan religius di beberapa stasiun televisi tidak sedikit justru

dapat dikategorikan cerita misteri yang berbau mistik, cerita bohong, dan

menyesatkan. Sebagai contoh adalah adegan-adegan di dalam film religi berlabel

hikmah. Film tersebut menampilkan balasan terhadap orang-orang yang telah

berbuat kemungkaran di dunia. Padahal siksaan bagi orang-orang yang berbuat

kemungkaran berada di akhirat. Artinya apa yang terjadi di dunia merupakan ujian

dan tidak selalu sebuah hubungan sebab akibat.

Sinetron misteri atau horor adalah sinetron yang mengedepankan unsur

misteri atau horor atau hal-hal yang bersifat gaib di luar kehidupannyata manusia

(dunia lain). Sinetron jenis ini dibuat seseram mungkin agar pemirsa merasa takut

atau penasaran untuk terus menonton sinetron ini. Sinetron jenis ini berlatarkan

tempat-tempat yang angker atau sengaja direkayasa supaya kelihatan angker

(6)

mental dan syirik terhadap Sang Maha Pencipta. Keterbelakangan mental dalam

hal ini adalah menggambarkan betapa hebatnya jin dengan kekuatan-kekuatannya

sehingga manusia seolah menjadi takut dan mendorong manusia takut, sehingga

ketika menonton sinetron horor akan merasa bahwa setan itu ada dan senantiasa

nyata dan menakuti manusia bahkan bisa membunuhnya.

Akses pemirsa pada remaja dalam menonton sinetron sangat mudah

Inilah yang menjadikan posisi televisi sebagai salah satu anggota “keluarga”

dalam rumah yang notabene paling berbahaya. Remaja tidak pernah menyadari

bahaya dari konten sinetron yang ditonton. Perilaku remaja tersebut dilakukan

terus secara berulang-ulang sehingga menyebabkan kecanduan dalam menonton

sinetron. Disadari atau tidak perilaku-perilaku negatif, seperti perzinaan,

kekerasan, bahkan kriminal sedikit banyak juga diajarkan oleh televisi yang hadir

di tengah-tengah kehidupan keluarga. Orang tua meskipun sudah mengetahui

kehadiran sinetron merupakan hal yang berbahaya, bukannya membatasi, tetapi

menunggu-nunggu kehadirannya. Fungsi pendampingan yang seharusnya

diterapkan pada anak-anaknya tidak pernah dilakukan karena tidak jarang para

orang tua juga tidak menyadari bahayanya.

Berikut dilampirkan data jumlah anak yang mengkonsumsi sinetron

dalam bentuk tabel:

Tabel I. 1 Judul Sinetron Favorit Anak

(Sumber: Makalah Efektivitas Pendidikan Media dalam Mengubah Konsumsi

Media Anak , 2008-2009)

0 50 100 150 200 250

aman hati-hati bahaya remaja/ dewasa

Posttest

(7)

Judul sinetron favorit masih dirajai oleh sinetron remaja atau dewasa

yang sebetulnya bukan program yang tepat bagi anak-anak 6-12 tahun seperti

populasi pada penelitian tabel diatas. Judul sinetron favorit kategori remaja/

dewasa misalnya Cinta Fitri atau Cerita SMA. Yang menggembirakan, jumlah

anak yang menyebutkan judul sinetron dengan kategori remaja/ dewasa tersebut

berkurang setelah posttest, walau masih tetap tinggi. Penurunan ini juga sejalan

dengan penurunan anak yang menyebutkan judul sinetron dengan kategori

bahaya, seperti Ronaldowati dan si Entong, atau kategori hati-hati seperti Upik

Abu & Laura. Sedang mereka yang menyebutkan judul sinetron favorit

berkategori aman berubah dari tak ada saat pre test menjadi 17 orang saat posttest.

Konsumsi sinetron dalam jangka waktu yang lama akan memberi

dampak yang tidak baik bagi perkembangan remaja. Krisis moral akan muncul

apabila itu semua tidak di hentikan. Pengaruh negatif yang akan membentuk

remajja menjadi konsumtif dan hedonisme dikarenakan melihat kehidupan yang ada disinetron sedemikian mewah dan serba glamour. Keadaan tersebut akan semakin parah jika orang tua sendiri tidak mampu memberi perhatiannya kepada

anak – anaknya, dan hal ini bisa membuat anak – anak mencari tokoh yang lebih

baik menurutnya dari tempat lain, termasuk sinetron yang ia tonton.

Kebiasaan mengkonsumsi televisi secara sehat harus dimulai sejak usia

dini. Menyikapi berbagai kondisi tayangan sinetron yang tidak baik, sudah

saatnya penonton bersikap kritis. Kritis tidak hanya sekadar mengeluh dan

mencerca, melainkan dengan meningkatkan kepekaan dan kesadaran bermedia.

Kritis bermedia dalam konsep Media literacy dalam praktiknya bisa dilakukan dengan membatasi akses terhadap media dan memilih isi media yang sehat.

Media literacy juga berarti seseorang harus memahami seluk beluk media, termasuk dalam kaitan ini sinetron. Remaja harus memahami bahwa

semua sinetron didesain untuk menciptakan agenda bagi penontonnya, mengenai

apa yang dianggap penting dan tidak penting, mana yang harus ditonjolkan dan

mana yang dikaburkan. Remaja juga harus menyadari, keberadaan televisi beserta

program acaranya tidak pernah terlepas dari berbagai kepentingan di belakangnya.

(8)

maupun negatif. Penonton dapat melakukan penilaian yang meliputi

tahapan-tahapan berjenjang terhadap keseluruhan berbagai aspek dalam sinetron, seperti

kemampuan menganalisis, kemampuan membandingkan/ mengontraskan, kemampuan evaluasi, kemampuan menyimpulkan,dankemampuan apresiasi.Media literacy bukanlah sekedar kemampuan (skill) untuk ‘membaca’ media. Media literacy

Remaja harus menjadi salah satu pihak yang diprioritaskan agar segera

memperoleh pembelajaran media dengan beberapa alasan. Remaja memiliki

kerentanan yang tinggi untuk terkena dampak buruk media dalam menonton

sinetron. Hal ini berdasarkan fenomena bahwa remaja nyaris tidak dipersiapkan

dan tidak memiliki pengetahuan yang cukup untuk menghadapi media yang saat

ini melimpah ruah terutama perkembangan program televisi yang berupa sinetron.

Remaja sebagai indiviu yang berada pada masa transisi dan masih memerlukan

pengetahuan sebanyak-banyaknya untuk mengembangkan potensi diri, remaja

memerlukan keterampilan untuk mengakses, memilah, dan menggunakan

informasi yang ada dengan cerdas dan bijak.

juga mencakup pengertian yang lebih umum, yakni struktur

pengetahuan dan perspektif yang dipakai ketika berhadapan dengan media.

Para remaja dapat diarahkan untuk menemukan sendiri bagaimana

sinetron mempengaruhi mereka melalui literasi media, sehingga mereka dapat

mengantisipasinya. Media literasi erat kaitannya dengan kesadaran kritis.

Kesadaran kritis merupakan salah satu dampak dari literasi media atau secara

spesifik yaitu kemampuan individu untuk melihat dunia secara kritis, reflektif, dan

independen serta bertanggung jawab menggunakan media. Kesadaran kritis dalam

menonton sinetron merupakan mampu menggunakan, memahami, mengevaluasi

sinetron yang ditayangkan oleh media televisi, serta mampu memilih informasi

mana yang baik dan mana yang tidak.

Kesadaran kritis muncul memerlukan proses belajar secara terus menerus

dan berusaha memahami, menilai, memutuskan apakah sinetron tersebut memiliki

manfaat yang positif. Terpaan media massa, mediasi orangtua, juga termasuk

proses belajar yang berhubungan dengan sikap kritis menonton sinetron. Sikap

(9)

komunikasi dalam diri penerima stimulus yang memerlukan usaha aktivitas

kognitif dengan jalan menggambar pengalaman dan pengetahuan sebelumnya

dalam memeriksa secara teliti semua informasi yang relevan yang hasilnya berupa

respons yang menyenangkan atau tidak menyenangkan melalui jalan rasionalitas

dan emosionalitas.

Kajian mengenai literasi media yang berfokus pada tayangan televisi

umumnya sudah sering menjadi topik dalam kajian beberapa penelitian

sebelumnya, namun peneliti tertarik untuk melakukan penelitian ini kembali

melihat minimnya kesadaran kritis remaja dalam menonton sinetron. Peneliti

memilih remaja perempuan SMK Yayasan Pendidikan Keluarga (YPK) Medan

dalam hal ini karena sekolah tersebut lebih banyak perempuan, seperti pada hasil

survei yang dilakukan PT. Nielsen Indonesia minat menonton perempuan lebih

tinggi dibandingkan dengan laki-laki sehingga peneliti dapat mengetahui

bagaimana kesadaran kritis yang ada pada remaja. Berdasarkan uraian tersebut,

peneliti tertarik untuk meneliti kesadaran kritis remaja perempuan SMK Yayasan

Pendidikan Keluarga (YPK) Medan dalam menonton sinetron.

1.2. Fokus Masalah

Berdasarkan konteks masalah, maka penulis merumuskan fokus masalah

yang akan diangkat dalam penelitian ini. Fokus masalah tersebut adalah:

Bagaimana kesadarann kritis remaja dalam hal menonton, memahami,

mengevaluasi, dan memilih sinetron di SMK Yayasan Pendidikan Keluarga

(YPK) Medan?

1.3. Tujuan Penelitian

Setiap penelitian yang dilakukan sudah pasti mempunyai tujuan yang

akan dicapai. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kesadaran

kritis remaja SMK Yayasan Pendidikan Keluarga (YPK) Medan dalam menonton

(10)

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian yang dapat diambil dari hasil penelitian ini adalah

sebagai berikut:

a. Secara teoritis

Penulis dapat menerapkan ilmu yang diperoleh selama menjadi mahasiswa

Ilmu Komunikasi FISIP USU, serta menambah pengetahuan mengenai

literasi media dan kesadaran kritis dalam menonton televisi.

b. Secara Akademis

Penelitian ini diharapkan dapat memeberikan kontribusi secara positif

untuk menambah pengetahuan, pengembangan ilmu komunikasi public

relations maupu n sebagai referensi di Departemen Ilmu Komunikasi FISIP

USU dan bidang pengetahuan lainnya.

c. Secara Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan dan pengetahuan

yang lebih mengenai kesadaran kritis terhadap media sosial kepada

Gambar

Tabel I. 1 Judul Sinetron Favorit Anak

Referensi

Dokumen terkait