• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Body Mass Index (BMI) dengan Tingkat Kontrol Asma pada Remaja di SMP dan SMA SMK Perguruan Muhammadiyah Tanjung Sari Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Body Mass Index (BMI) dengan Tingkat Kontrol Asma pada Remaja di SMP dan SMA SMK Perguruan Muhammadiyah Tanjung Sari Medan"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Asma merupakan salah satu penyakit kronis paru terbanyak di dunia.Sebuah

gejala dari penyakit pernafasan berulang, ditandai oleh bunyi wheezing, nafas

pendek, dada sesak, dan batuk (Kosar et al., 2015).Asma adalah masalah

kesehatan serius di dunia yang mempengaruhi semua kelompok umur.Prevalensi

asma meningkat di banyak negara, terutama pada anak-anak dan remaja (GINA,

2016).

Hasil dari data World Health Organization (WHO) tahun 2013 menyatakan

bahwa terdapat 235 juta manusia menderita asma terutama pada anak-anak.

Prevalensi asma pada anak di USA berdasarkan kelompok usia yaitu usia 0-4

tahun sebesar (6,3%), usia 5-9 tahun sebesar (10,0%), usia 10-14 tahun sebesar

(9,4%), dan usia 15-17 tahun sebesar (9,0%)(CDC, 2013). Hasil dari data

Riskesdas tahun 2013 menyatakan bahwa di Indonesia prevalensi asma tertinggi

di wilayah Sulawesi Tengah sebesar (7,8%), disusul oleh Nusa Tenggara Timur

sebesar (7,3%), DI Yongyakarta (6,9%), prevalensi terendah di wilayah Lampung

(1,6%), dan prevalensi asma di Sumatera Utara 2,4%.

Asma merupakan penyakit kronis paru-paru yang dapat dikontrol (National

Asthma Council Australia, 2015).Global Initiative for Asthmamembuat pedoman

penatalaksanaan asma yang bertujuan untuk mencapai asma terkontrol.Kontrol

asma merupakan sejauh mana manifestasi klinis dapat diamati pada pasien, dan

(2)

belakang genetik pasien yang mendasari penyakit, pengobatan, lingkungan, dan

psikososial (GINA, 2016).

Tingkat kontrol asma dapat dinilai melalui kuesioner yang salah satu contoh

kuesioner tersebut adalah Asthma Control Test (ACT) yang dikeluarkan oleh

American Lung Associationyang dapat mencerminkan perubahan tingkat kontrol

asma seiring berjalannya waktu. Kuesioner ini menentukan tingkat kontrol asma

dan membaginya menjadi asma terkontrol dengan baik, asma terkontrol

sebahagian (tidak terkontrol dengan baik), dan sangat tidak terkontrol (GINA

2016).

Tingkat kontrol asma dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial ekonomi

(berpenghasilan rendah) (Bloomberg et al., 2009).Penelitian di New England

menyatakan bahwa tingkat kontrol asma dipengaruhi oleh jenis kelamin, usia,

ras/etnis, tingkat pendapatan, tingkat pendidikan, perkawinan, status merokok,

dan kelebihan berat badan (Nguyen et al., 2010). Penelitian di Indonesia di

Rumah Sakit Persahabatan Jakarta, tingkat kontrol asma dipengaruhi oleh usia,

jenis kelamin, tingkat pendidikan, tingkat pengetahuan, kebiasaan merokok dan

BMI (Atmoko, 2011).

BMI merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat kontrol asma

dan rentan terhadap pertumbuhan remaja.Remaja merupakan masa transisi dari

masa anak-anak menuju dewasa dimulai dari umur 13 sampai 19 tahun (Wong,

2008).Remaja dimulai dengan perubahan fisik yang cepat, pertumbuhan tinggi

dan berat badan, perubahan kontur tubuh, dan perkembangan seksual.Peningkatan

(3)

kebiasaan minum-minuman manis yang tinggi kalori, kebiasaan tidak sarapan,

frekuensi jajan diluar yang meningkat, asupan kalsium yang rendah, asupan total

lemak yang tinggi dari makanan, dan ukuran porsi makan yang meningkat

(Emery, 2013). Peningkatan BMI pada remaja dapat dipengaruhi oleh diet,

aktivitas fisik, riwayat keluarga, dan kematangan seksual (CDC, 2013).

Peningkatan BMI berhubungan dengan tingkat kontrol asma.Penelitian yang

dilakukan oleh Demonly et al. (2009) menyatakan bahwa semakin tinggi BMI

semakin rendah kontrol asma.Peningkatan BMI yang tergolong obesitas pada

pasien asma dapat meningkatkan refluks gastroesofagus, meningkatkan inflamasi,

dan menurunkan kapasitas residu fungsional paru yang menyebabkan

memburuknya kontrol asma. Peningkatan BMI tergolong obesitas akan

menyebabkan penumpukan lemak sehingga volume paru dan volume tidal

berkurang. Selain itu, juga dapat menimbulkan reaksi inflamasi sistemik tingkat

rendah yang dapat mengakserbasi asma.Obesitas merubah hormone yang berasal

dari adipose, termasuk leptin dan adiponektin, yang mempengaruhi terjadinya

asma (Shore, 2008).Peningkatan BMI tergolong obesitas pada pasien asma (IMT

≥ 30 kg) mempunyai risiko menggunakan obat pengontrol lebih banyak secara

bermakna dibandingkan pasien dengan (IMT < 30 kg) (GINA, 2016).

Tingkat kontrol asma dapat dikendalikan dengan terapi farmakologi dan non

farmakologi.Terapi farmakologi dibagi berdasarkan pengkajian derajat keparahan

asma.Derajat keparahan asma dapat dikaji ketika pasien berada di pengobatan

kontrol asma tetap untuk beberapa bulan.Derajat keparahan asma dibagi menjadi

(4)

pengendalian langkah 1 sampai langkah 5.Terapi non farmakologi dapat

dilakukan dengan berhenti untuk merokok, aktivitas fisik, berhubungan dengan

pekerjaan pasien asma, penurunan berat badan dan penggunaan NSAIDs termasuk

aspirin (GINA, 2016).

Penelitian yang dilakukan oleh Schatz et al. (2007) menggunakan kuesioner

ACT meneliti kontrol asma kepada 570 responden usia 35 tahun dan lansia di

organisasi kesehatan, dengan menggunakan analisis regresi linear didapatkan

bahwa BMI adalah faktor independen dari tidak terkontrolnya asma (P = 0,01).

Demonly et. al (2009) meneliti 2337 orang Eropa menggunakan kuseioner ACT

untuk mengukur kontrol asma, 30% dengan tidak terkontrol asma dan 22,7 %

dengan terkontrol asma (p< 0,001) memiliki berat badan lebih atau sama dengan

30 � 2. Penelitian chi square yang dilakukan oleh Khadijah (2014) pada anak

umur lebih dari atau usia sama dengan 18 tahun di BBKPM Surakarta menyatakan

bahwa mayoritas penderita asma dengan indeks massa tubuh normal mempunyai

kontrol asma yang termasuk dalam kategori terkontrol sebagian (40,9%),

sementara penderita asma dengan indeks massa tubuh berlebih sebagian besar

mempunyai kontrol asma yang termasuk kategori tidak terkontrol (29,5%)

diperoleh nilai (p= 0,007).

Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti tertarik melakukan penelitian

terkait “Hubungan Body Mass Index (BMI) dengan Tingkat Kontrol Asma pada

Remaja di SMP dan SMA/SMK Perguruan Muhammadiyah Tanjung Sari

(5)

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah penelitian ini

adalah “Bagaimanakah Hubungan Body Mass Index (BMI) dengan Tingkat

Kontrol Asma pada Remaja di SMP dan SMA/SMK Perguruan Muhammadiyah

Tanjung Sari Medan ?”.

1.3 Tujuan Penelitian

Mengidentifikasi “Hubungan Body Mass Index (BMI) dengan Tingkat

Kontrol Asma pada Remaja di SMP dan SMA/SMK Perguruan Muhammadiyah

Tanjung Sari Medan”.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Pendidikan Keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah dan mengembangkan ilmu

pengetahuan dalam bidang epidimiologi penyakit asma kepada perawat tentang

ada tidaknya “Hubungan Body Mass Index (BMI) dengan Tingkat Kontrol Asma

pada Remaja di SMP dan SMA/SMK Perguruan Muhammadiyah Tanjung Sari

Medan”.

1.4.2 Pelayanan Keperawatan

Memberikan informasi tentang ada tidaknya “Hubungan Body Mass Index

(BMI) dengan Tingkat Kontrol Asma pada Remaja di SMP dan SMA/SMK

Perguruan Muhammadiyah Tanjung Sari Medan” dan dapat memberikan masukan

bagi sekolah, dinas kesehatan dan puskesmas berhubungan dengan pengendalian

(6)

1.4.3 Penelitian Keperawatan

Menambah referensi dan acuan kepada peneliti lain tentang “Hubungan Body

Mass Index (BMI) dengan Tingkat Kontrol Asma pada Remaja di SMP dan

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) pengaruh persepsi harga terhadap minat pembelian ulang jasa paket Pos Indonesia di Yogyakarta, (2) pengaruh promosi

 Negara dengan tingkat kesehatan yang baik serta teknologi yang baik akan memiliki angka kematian bayi yang rendah.. Angka

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Solove, Kec. Sigi Biromaru, Kab. Pelaksanaan penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2015 sampai dengan Juli 2015. Alat yang

Pada perhitungan uji Chi-kuadrat dan Smirnov- Kolmogorov didapatkan bahwa distribusi yang terbaik adalah distribusi Gumbel, maka untuk menentukan atau menentukan kala ulang

Metode Penelitian Kualitatif dalam perspektif Rancangan Penelitian Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.. Bandung: Remaja

Penelitian ini bersifat deskriptif yang bertujuan untuk mengetahui tingkat kepuasan pasien pengguna BPJS kesehatan pada kualitas pelayanan keperawatan di RSUD Dr.. Pirngadi kota

prosedur atau ukuran yang layak dalam melaksanakan tindakan-tindakan yang ditetapkan.   P robity and Legal Accountability , akuntabilitas atas. penggunaan dana sesuai dengan

Jaminan kesehatan merupakan kebutuhan dan hak bagi masyarakat, negara memiliki kewajiban untuk memberikan jaminan kesehatan kepada seluruh masyarakat.Indonesia telah