• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan Yuridis Normatif Penayangan Berita Kriminal Oleh Televisi Terhadap Hak Anak Dalam Memperoleh Informasi Yang Sehat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Tinjauan Yuridis Normatif Penayangan Berita Kriminal Oleh Televisi Terhadap Hak Anak Dalam Memperoleh Informasi Yang Sehat"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

PENGATURAN HUKUM MENGENAI PENAYANGAN BERITA KRIMINAL

OLEH TELEVISI TERHADAP HAK ANAK UNTUK MEMPEROLEH

INFORMASI YANG SEHAT

D. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran

Media massa memegang peranan yang sangat penting bagi manusia, terutama di era reformasi ini. Media massa dapat dipandang sebagai alat kekuasaan yang efektif karena kemampuannya untuk menarik dan mengarahkan perhatian, membujuk pendapat dan tanggapan, mempengaruhi pilihan sikap, memberikan status dan legitimasi serta mendefinisikan dan membentuk persepsi realitas. Media massa, terutama televisi, saat ini sedang berkembang dengan pesat. Munculnya berbagai stasiun televisi baru memunculkan kompetisi yang sangat menantang untuk merebut khalayak konsumen sebanyak-banyaknya. Inovasi-inovasi dimunculkan untuk menarik minat khalayak konsumen dan menciptakan variasi dan ragam mata acara.53

Suatu mata acara dapat dimunculkan di televisi apabila para konsumen berminat, pengiklan berminat dan stasiun televisi juga berminat. Tanpa adanya minat para konsumen, pengiklan tidak mau memasang iklan dan berarti stasiun televisi tidak mendapatkan keuntungan, sehingga suatu acara tidak dapat tampil. Bisa juga yang terjadi adalah pengiklan dan stasiun televisi bekerjasama untuk memunculkan acara tertentu untuk memancing minat para konsumen. Pengiklan dan stasiun televisi memegang peranan penting bagi muncul dan suksesnya suatu acara. Ketiga pihak yang berperan dalam muncul dan suksesnya, konsumenlah yang memegang peranan

53

(2)

kunci karena tanpa pihak konsumen, stasiun televisi dan pengiklan seolah-olah tidak mempunyai dasar. Pihak konsumenlah yang menjadi sumber acuan terciptanya suatu acara. Jadi dapat dikatakan bahwa tren acara di televisi sering ditentukan oleh pihak konsumen. Pengiklan dan stasiun televisi hanya sebagai sarana mewujudkan terjadinya acara di media televisi. Banyaknya acara yang berhubungan dengan kejahatan dipengaruhi oleh minat khalayak konsumen terhadap topik-topik tersebut.54

Tren acara di televisi sering ditentukan oleh pihak konsumen. Pengiklan dan stasiun televisi hanya sebagai sarana mewujudkan terjadinya acara di media televisi. Acara televisi yang berhubungan dengan kejahatan dipengaruhi oleh minat khalayak konsumen terhadap topik-topik tersebut. Sudah menjadi sifat alami manusia untuk selalu tertarik dengan hal-hal yang berhubungan dengan konflik. Konflik selalu mempunyai daya tarik untuk didengar, dilihat atau diketahui walau sebagian kadang kala menakutkan. Program berita kriminal sangat diminati. Seperti yang telah dikatakan diatas bahwa tren acara dimulai dari minat khalayak konsumen. Program berita yang khusus menyiarkan peristiwa-peristiwa kriminal yang terjadi sehari-hari, yaitu Program yang ditayangkan oleh Tv-Tv Nasional.55

Stasiun televisi ini berusaha menjadi pihak yang teraktual dan terfaktual dalam menyiarkan berita-berita kriminal. Televisi berusaha menampilkan berita-berita kriminal tersebut dengan kekhasan masing-masing agar dapat menarik perhatian khalayak konsumen. Salah satu ciri khas yang menonjol dari tayangan berita kriminal adalah banyaknya gambar atau adegan-adegan kekerasan dari tindak kriminal yang terjadi, misal gambar pelaku tindak pidana dalam melakukan rekonstruksi di Tempat Kejadian Perkara (TKP). Rekuensi peliputan berita kriminal di media televisi tentunya dapat mempengaruhi persepsi individu mengenai tingkat kejahatan yang

54 Ibid 55

(3)

terjadi.56 Televisi dengan keunggulannya sebagai media audio visual-kinematografik memiliki dampak yang lebih dahsyat ketimbang media cetak atau radio. Televisi memiliki dampak identifikasi optik yang tajam bagi para konsumen. Konsumen seolah-olah sedang berada di tempat peristiwa dan seolah-olah melihat secara langsung peristiwa yang ditayangkan di televisi, padahal hanya merupakan berita yang disiarkan dari jarak jauh. Individu menonton acara yang berhubungan dengan peristiwa kriminal maka ia akan semakin berpikir bahwa kejahatan sedang meningkat dan kualitas kejahatan semakin meningkat pula, padahal yang terjadi belum tentu demikian. Banyak berita yang ditampilkan hanya pengulangan dari berita yang sudah ada. Berita yang ada disatu stasiun televisi akan disiarkan lagi oleh stasiun televisi lainnya, namun dengan bahasa dan gambar yang berbeda. Berita penayangan televisi menimbulkan kesan banyak sekali terjadi tindak kejahatan padahal sebenarnya belum tentu demikian.57

Acara televisi pada umumnya mempengaruhi sikap, pandangan, persepsi dan perasaan para penonton hal yang wajar dan mengakibatkan penonton terharu, terpesona atau latah, bukanlah sesuatu yang istimewa. Sebab salah satu pengaruh psikologis dari televisi seakan-akan menghipnotis penonton, sehingga mereka seolah-olah hanyut dalam keterlibatan pada kisah atau peristiwa yang ditampilkan. Terjadinya pada anak-anak yang menonton tayangan di televisi. Anak-anak yang menonton acara televisi cenderung meniru perbuatan yang mengandung unsur tindak pidana, karena penalaran anak terhadap acara tersebut tidak dapat membedakan perbuatan yang boleh dilakukan dan perbuatan yang tidak boleh dilakukan. Anak

56

Tedeschi, James T. & Felson, Richard B, Vulgar, Berita Kriminal Di Televisi. Harian Kompas, 16 April 1998

57

(4)

tidak mengetahui perbuatan yang dilakukannya membahayakan dirinya sendiri atau bahkan membahayakan orang lain.58

Pemberitaan mengenai anak yang diduga melakukan tindak pidana memperlihatkan adanya ketidakpedulian terhadap hak-hak anak dan masa depan anak serta dampak fisik, psikologis dan sosial anak. Pemberitaan mengenai anak yang diduga melakukan tindak pidana seolah-olah juga menunjukkan bahwa pemberitaan tersebut tidak dilarang oleh undang-undang yang berlaku. Anak yang diduga melakukan tindak pidana seolah-olah harus menjawab semua pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh wartawan. Situasi dan kondisi yang demikian mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak sekaligus membuat anak tertekan.59

Anak berpotensi terlibat sebagai pelaku dalam suatu tindak pidana, namun anak merupakan bagian dari generasi muda sebagai salah satu sumber daya manusia dan penerus cita-cita perjuangan bangsa, yang memiliki peranan strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus. Pembinaan dan perlindungan yang bersifat khusus pula. Untuk melaksanakan pembinaan dan perlindungan yang bersifat khusus tersebut diperlukan dukungan, baik menyangkut kelembagaan maupun perangkat hukum yang memadai. Ketentuan mengenai penyelenggaraan pengadilan khusus bagi anak sangat diperlukan.60

Tayangan dunia kriminal yang menarik itu bertepatan dengan perkembangan dan semakin beragamnya dunia kriminal secara faktual di lapangan. Tidak ada

58

EB. Surbakti, Awa s Tayangan Televisi : Tayangan Misteri dan Kekerasan Mengancam Anak Anda, (Jakarta : Penerbit PT Elex Media Komputindo, 2008), hal 26

59

http://www.kompasiana.com/aprian_shmh.co.id/tinjauan-yuridis-perlindungan-anak- terhadap-visualisasi-oleh-media-televisi-mengenai-anak-yang-terpaksa-melakukan-tindak-pidana-menurut-undang-undang-nomor-32-tahun-2002-tentang-penyiaran_54f5cc14a333113c4f8b4592.html, diakses tanggal 4 Oktober 2015

60

(5)

habisnya inovasi variasi acara yang ditayangkan, juga seiring dengan semakin langgengnya bentuk tindak kriminalitas yang tidak menampakan sinyal akan surut.61

Anak-anak yang berusia dibawah 18 tahun sangat rentan terhadap pengaruh media. Apalagi perkembangan era teknologi sekarang telah membuat anak-anak kita memiliki kemampuan tinggi dalam mengakses dan mengakomodasi informasi, dan televisi merupakan media yang aksesnya mudah dijangkau. Selayaknya Program acara untuk orang dewasa hanya boleh tayang saat jam anak tidur, dan di luar jam itu seharusnya merupakan program-program yang aman untuk dikonsumsi anak-anak. Kondisi inilah yang semestinya membuat orangtua, lembaga penyiaran dan otoritas terkait harus menjadi lebih waspada. Sudah seharusnya setiap orang tua mengawasi acara televisi yang menjadi tontonan anaknya dan sehingga dapat melakukan proteksi tehadap dampak-dampak yang akan ditimbulkan oleh acara televisi tesebut.62Kaum jurnalis yang tidak mengindahkan aturan yang ada seperti adanya keberadaan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, Kode Etik Jurnalistik Wartawan Indonesia dan Aliansi Jurnalis Independen. Hal ini dikarenakan banyaknya persaingan dalam memperebutkan pangsa pasar dibidang jurnalis dan bidang penyiaran. Banyaknya persaingan yang ada, menimbulkan sebagian kaum jurnalis untuk mencari berita yang terkadang menyimpang dari ketentuan yang ada demi tercapainya tujuan yaitu mendapatkan rating tertinggi dari masyarakat.63

Atas pemberitaan yang disajikan atau disiarkan di media penyiaran salah satunya yaitu televisi. Atas pemberitaan yang tidak sesuai dengan aturan yang ada,

61

http://www.kompasiana.com/aprian_shmh.co.id/tinjauan-yuridis-perlindungan-anak-terhadap -visualisasi-oleh-media-televisi-mengenai-anak-yang-terpaksa-melakukan-tindak-pidana-menurut-undang-undang-nomor-32-tahun-2002-tentang-penyiaran.html , diakses tanggal 4 November 2015

62

Rinrin Marlia Azhary, TV (Tak) Ramah Anak, melalui http://nasyiah.or.id/nasyiah pusat/?p= 483.html, diakses tanggal 10 Oktober 2015

63

(6)

menimbulkan dampak negatif yang dikonsumsi oleh masyarakat. Bentuk penyimpangan di bidang penyiaran bukan hanya pemberitaan yang berakibat negatif, tetapi juga mengenai perizinan di dalam penyiaran. Menyelenggarakan kegiatannya lembaga penyaiaran wajib memperoleh izin penyelenggaraan penyiaran dan pemohon izin wajib mencantumkan nama, visi, misi, dan format siaran yang akan diselenggarakan serta memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan undang-undang ini. Penyimpangan dalam bidang penyiaran harus diberi sanksi yang tegas, karena negara Republik Indonesia merupakan negara yang menjunjung tinggi keberadaan hukum, jadi siapa yang melanggar aturan hukum maka harus dikenakan sanksi. Sanksi pada umumnya adalah alat pemaksa agar seseorang mentaati norma-norma yang berlaku.64

Salah satu program televisi yang tetap menjadi program utama di sebuah stasiun televisi adalah berita. Berita televisi yang merupakan perkembangan dari teknologi modern, merujuk pada praktek penyebaran informasi mengenai peristiwa terbaru melalui media televisi. Acara berita bisa berlangsung dari beberapa detik hingga beberapa jam dengan menyajikan perkembangan terbaru peristiwa-peristiwa lokal atau regional maupun internasional. Stasiun televisi biasanya menyajikan program berita sebagai bagian dari acara berkalanya, dan disiarkan setiap hari pada waktu-waktu tertentu. Terkadang acara televisi juga bisa diselipi dengan „berita sekilas‟ untuk memberikan laporan mutakhir mengenai suatu peristiwa yang sedang

terjadi atau berita dadakan lain yang penting.65

64

Winda Tri Wahyuni, Penerapan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran Terhadap Tayangan Kekera san di Televisi, (Makassar : Jurnal Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, 2013)

65

(7)

Manusia memanfaatkan televisi sebagai alat bantu yang paling efektif dan efisien. Informasi yang diinginkan oleh banyak orang hampir semuanya dapat diperoleh dari berbagai program dan tayangan berita di televisi yang dapat dipertanggungjawabkan secara moral dan material. Kegiatan menonton berita di televisi sering tidak terencana dan bersifat tidak sadar. Orangtua dari si anak dan remaja sedang menonton berita, mereka juga turut serta menontonnya. Televisi dapat dengan mudah melahap sebagian besar waktu sang anak yaitu waktu untuk belajar, membaca, menggambar atau membantu pekerjaan rumah tangga. Berita di televisi menyajikan tayangan yang bernuansa kekerasan, maka anak-anak dan remaja cenderung menyukai dan menggemari tayangan tersebut karena mereka beranggapan bahwa anak yang kuat akan disegani oleh teman-temannya. Apa yang dilihat pada tayangan televisi itu biasanya akan ditiru mentah-mentah tanpa bersikap selektif dalam memilih tayangan yang disajikan. Akibatnya, timbul kekhawatiran akan pengaruh tayangan berita di televisi terhadap perilaku anak-anak dan remaja.66

Banyak yang tidak manyadari bahwa tayangan di televisi yang menggunakan unsur kekerasan membawa dampak negatif secara tidak langsung, kebanyakan hanya menganggap positifnya saja yaitu dapat menjadi mata pencaharian para pelakunya serta menghibur hati pemirsa. Anak-anak cenderung konsumtif terhadap tayangan televisi, padahal apa yang mereka lihat hanya dapat mereka rangkum secara nalar dan logika mereka, yang tentu saja untuk menganalisis sebuah masalah tak setajam orang-orang dewasa. Televisi bagitu marak menayangkan acara yang mengeksploitasi perilaku kekerasan, bahkan seolah menjadi tren. Lewat kemasan reality show dan komedi, keberadaannya digandrungi banyak pemirsa dari anak-anak sampai orang tua. Konsekuensinya, tayangan kekerasan yang ditonton oleh anak-anak secara terus

66

(8)

menerus, menyebabkan anak-anak menjadi agresif dan mengubah sikap dan perilaku anak.67

Sekitar tahun 2001 acara kriminal yang dikemas menjadi sebuah acara yang berisi tantang berita peristiwa-peristiwa kriminal dari berbagai penjuru tempat di negeri ini menjadi mata acara yang hampir diproduksi oleh tv swasta di Indonesia. Pada awalnya berita kriminal hanya menjadi salah satu isi berita dari tayangan berbagai berita lain, namunpada perkembangannya seluruh stasiun televisi merasa perlu untuk menyediakan tempat tersendiri untuk menayangkan berita-berita khusus kriminal.68

Pada awalnya berita kriminal ini hanya ditayangkan oleh salah satu stasiun televisi Indosiar dengan nama acaranya “Patroli”, acara yang berdirasi 30 menit ini ditayangkan pada tengah hari bolong, untuk manyajikan berbagai peristiwa kriminal yang terjadi di pelosok tempat. Acara bertajuk berita kriminal ini rupanya sukses yang ditandai dengan tingginya rating penonton dan sangat populer di kalangan masyarakat. Melihat kesuksesan acara ini rupanya menarik minat bagi stasiun televisi lainnya untuk membuat program acara serupa dengan nama yang berbea-beda seperti Patroli (Indosiar). Buser (SCTV), Sergap (RCTI), Sidik (TPI), Kriminal (TransTV), TKP (TV7), dan Brutal (Lativi). Selain acara berika kriminal dengan durasi 30 menit berisi berbagai kasus, tetapi beberapa stasiun televisi juga membuat tayangan yang mengungkap khusus satu peristiwa kriminal dalam durasi 30 menit, seperti acara fakta (ANTV), investigasi (Lativi) Jejak kasus (Indosiar), dan Derap Hukum (SCTV) dan Lacak (Transtv). Dalam format acara ini peristiwa disajikan dengan lebih lengkap dengan menyampaikan latar belakang kejadian, pelaku, korban,

67

Ferry Bashanova, Tinjauan yuridis terhadap tayangan televisi yang menggunakan berita kriminal di tinjau dari UU No.32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, melalui http://bashanovathink. blogspot.co.id/2011/03/tinjauan-yuridis-terhadap-tayangan.html, diakses tanggal 13 Oktober 2015

68

(9)

serta komentar dan pandangan orang-orang di sekitar pelaku, maupun program. Ulasan dan komentar pakar kriminal dan hukum juga turut disajikan. Seringkali dalam tayangan menggunakan model/aktor pengganti untuk memerankan adegan “seolah -olah” seperti saat peristiwanya terjadi.69

Mengemas peristiwa kriminal menjadi sebuah berita yang disebar luaskan melalui media memang bukan hal baru. Sebelum industri televisi marak seperti belakangan ini, media massa cetak sudah lebih dahulu berkembang dan ada beberapa di antaranya yang mengkhususkan diri dengan memuat berbagai berita kriminal yang terjadi. Sebut saja misalnya Pos Kota, sebuah surat kabar harian yang terbit di Jakarta ini merupakan media cetak yang sudah sejak tahun 70an memuat berita-berita kriminal, dan masih banyak media harian lokal yang serupa seperti Koran Merapi, dan Meteor. Berita kriminal yang dikemas dalam media messa cetak umumnya menampilkan foto pelaku atau korban serta dicetak dengan halaman berwarna di halaman pertama dan halaman terakhir. Selain berita kriminal umumnya juga disertai dengan rubrik yang berisi tentang persoalan seksual, hal-hal ghaib, serta penuh dengan iklan-iklan obat penambah daya kekuatan seksual, serta pengobatan alternatif.70

Sejak televisi mulai ikut-ikutan menyiarkan berita kriminal menjadi sebuah acara, berbagai tanggapan pro dan kontra dari berbagai kalangan pun muncul. Ada anggapan bahwa penayangan gambar dalam berita tersebut menampilkan kekerasan sehingga dapat mempengaruhi penonton untuk mengikuti apa yang dia lihat melalui televisi, terutama jika acara tersebut ditonton oleh anak-anak acara ini memang sangat mungkin ditonton anak-anak karena jam tayang umumnya pada tengah hari namun

69

http://tentangantro.blogspot.co.id/2009/09/tayangan-berita-kriminal-di-televisi.html, diakses tanggal 14 Oktober 2015

70

(10)

belum ada bukti yang dapat dipertanggungjawabkan bahwa tayangan kriminal secara parallel juga menyebabkan meningkatnya berita kriminal. Acara berita televisi seharusnya dapat memberikan peringatan bagi masyarakat terhadap bahaya sehingga dapat berhati-hati dan dapat menghindarkan diri dari kemungkinan menjadi korban kriminal. Terlepas dari persoalan pro dan kontra atas tayangan berita kriminal di televisi. Dalam tayangan tersebut, pola pemberitaan umumnya seragam, visualisasi yang ditampilkan adalah pelaku tindak kriminal saat di interogasi Polisi, komentar polisi, visualisai korban, dan komentar keluarga atau orang terdekat korban. Dalam menampilan sosok pelaku, ada kalanya wajah korban dibuat kabur sehingga tidak dikenali wajahnya namun ada kalanya ditampilkan secara focus dan dapat dilihat raut mukanya. Sudut pengambilan gambar diambil dari belakang korban atau dari samping dan hampir tidak pernah divisualisaikan secara close-up dari depan. Narsi dalam bentuk auditif disampaikan oleh narrator/pembaca berita yang mnuturkan lokasi kejadian, latar belakang yang menjadi penyebabnya. dan modus operandinya. Ragam peristiwa yang ditampilkan adalah kasus-kasus penipuan, pembunuhan, tindak susila, pencurian dan penggunaan obat-obat terlarang. Berita yang ditampikan masih layak dipertanyakan apakah suatu kasus dikategorikan sebagai kasus kriminal.71

Berkaitan dengan soal berita bahwa berita televisi tidak lebih dari sekedar rangkaian citra-citra permukaan, penanda, untuk dialami pemirsa. Berita TV adalah kolase-citra-citra yang terfragmentasi dan setiap citra adalahsimulacrum. Berita TV adalah citra dari citra atas citra. Bagi penonton, persitiwa yang ditampilkan dalam berita kriminal itu terjadi atau tidak bukanlah menjadi tuntutan/kebutuhan untuk diketahui. Kedudukan berita kriminal layaknya sebuah tayangan sinetron yang ditunggu-tunggu jalan ceritanya tanpa harus memikirkan apakah kasus tersebut benar

71

(11)

terjadi. Situasi seperti ini dikatakan bahwa saat ini kita hidup di dunia di mana semua yang kita miliki adalah simulasi, tidak ada “yang nyata” di luar simulasi itu, tidak ada

yang asli yang ditiru. Dunia “nyata”versus dunia yang tiruan atau mimikri, tetapi sebuah dunia di mana yang ada hanya simulasi.72 Apa yang disajikan dalam televisi merupakan suatu tanda yang tidak lagi berkaitan langsung dengan realitas, dan yang ada adalah hiper-realitas, televisi menjadi lebih nyata dari dunia realitasnya sendiri, realitas telah terserap dalam citra televisi dan mampu membuat pemirsanya tenggelam dalam citra simularumnya. Dalam televisi, realitas fantasi, halusinasi, ilusi atau fatamorgana telah lebur menjadi satu.73

Televisi merupakan salah satu medium terfavorit bagi para pemasang iklan di Indonesia. Media televisi merupakan industri yang padat modal, padat teknologi dan padat sumber daya manusia. Kemunculan berbagai stasiun televisi di Indonesia tidak diimbangi dengan terjadinya sumber daya manusia yang memadai. Pada umumnya, televisi dibangun tanpa pengetahun pertelevisian yang memadai dan hanya berdasarkan semangat dan modal yang besar saja.74

Media penyiaran dalam mengemban tugas sebagai penyebar informasi, perwarisan nilai-nilai budaya, mendidik, menghibur, kontrol sosial, harus dapat menyampaikan pesan agar masyarakat dapat memperoleh informasi yang jelas, lengkap, jujur, beretika dan bermoral serta objektif.75

Televisi cenderung menayangkan acara-acara kekerasan (kriminal), honor, mistik dan semacam itu, maka sesungguhnya televisi menjadi media transformasi

72

Madam Sarup, Post-Structualisme And Post Modernisme Sebuah Penganta r Kritis Televisi,

(Yogyakarta : Penerbit Graha Ilmu, 2003), hal 290-291 73

Yasraf Amir Piliang. Hipersemiotika Tafsir Cultural Studies Atas Matinya Makna Komunikasi, (Yogyakarta : Penerbit Jalasutra, 1999), hal 91

74

Morissan, Manajemen Media Penyiaran: Strategi Mengelola Radio & Televisi, (Jakarta : Penerbit Kencana, 2008), hal 10

75

(12)

pemberitaan kontra budaya yang memiliki makna kehewanan. Acara-cara semacam ini tentu tidak pantas dipertahankan menjadi yang paling dominan dalam tayangan televisi, namun seperti yang telah disebutkan di atas, bahwa kekaguman dan selera pemirsalah yang menjadi pertimbangan tayangan-tayangan macam ini terus dipertahankan. Jadi, tayangan media televisi adalah refleksi dari kekaguman dan selera masyarakat itu sendiri.76

Penyiaran adalah kegiatan pemancarluasan siaran melalui sarana pemancaran dan/atau sarana transmisi di darat, di laut atau di antariksa dengan menggunakan spektrum frekuensi radio melalui udara, kabel, dan/atau media lainnya untuk dapat diterima secara serentak dan bersamaan oleh masyarakat dengan perangkat penerima siaran.77 Penyiaran televisi adalah media komunikasi massa dengar pandang, yang menyalurkan gagasan dan informasi dalam bentuk suara dan gambar secara umum, baik terbuka maupun tertutup, berupa program yang teratur dan berkesinambungan.78

Penyiaran diselenggarakan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dengan asas manfaat, adil dan merata, kepastian hukum, keamanan, keberagaman, kemitraan, etika, kemandirian, kebebasan, dan tanggung jawab.79 Penyiaran diselenggarakan dengan tujuan untuk memperkukuh integrasi nasional, terbinanya watak dan jati diri bangsa yang beriman dan bertakwa, mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan umum, dalam rangka membangun masyarakat yang mandiri, demokratis, adil dan sejahtera, serta menumbuhkan industri penyiaran Indonesia.80

76

H.M. Burhan Bungin, Pornomedia : Sosiologi Media, Konstruksi Sosial Teknologi Telematika & Perayaan Seks di Media Massa, (Jakarta : Penerbit Kencana, 2005), hal 165

77

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, Pasal 1 angka 2 78

Ibid, Pasal 1 angka 4 79

Ibid, Pasal 2 80

(13)

Penyiaran sebagai kegiatan komunikasi massa mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan yang sehat, kontrol dan perekat sosial.81 Dalam menjalankan fungsi, penyiaran juga mempunyai fungsi ekonomi dan kebudayaan.82 Penyiaran diarahkan untuk : menjunjung tinggi pelaksanaan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, menjaga dan meningkatkan moralitas dan nilai-nilai agama serta jati diri bangsa, meningkatkan kualitas sumber daya manusia, menjaga dan mempererat persatuan dan kesatuan bangsa, meningkatkan kesadaran ketaatan hukum dan disiplin nasional, menyalurkan pendapat umum serta mendorong peran aktif masyarakat dalam pembangunan nasional dan daerah serta melestarikan lingkungan hidup, mencegah monopoli kepemilikan dan mendukung persaingan yang sehat di bidang penyiaran, mendorong peningkatan kemampuan perekonomian rakyat, mewujudkan pemerataan, dan memperkuat daya saing bangsa dalam era globalisasi, memberikan informasi yang benar, seimbang, dan bertanggung jawab dan memajukan kebudayaan nasional.83 Penyiaran diselenggarakan dalam satu sistem penyiaran nasional.84Untuk penyelenggaraan penyiaran, dibentuk sebuah komisi penyiaran.85

Jasa penyiaran terdiri atas jasa penyiaran radio; dan jasa penyiaran televisi.86 Sebelum menyelenggarakan kegiatannya lembaga penyiaran wajib memperoleh izin penyelenggaraan penyiaran.87Pemberian izin penyelenggaraan penyiaran berdasarkan minat, kepentingan dan kenyamanan publik.88Isi siaran wajib mengandung informasi, pendidikan, hiburan, dan manfaat untuk pembentukan intelektualitas, watak, moral, kemajuan, kekuatan bangsa, menjaga persatuan dan kesatuan, serta mengamalkan

(14)

nilai-nilai agama dan budaya Indonesia.89 Isi siaran wajib memberikan perlindungan dan pemberdayaan kepada khalayak khusus, yaitu anak-anak dan remaja, dengan menyiarkan mata acara pada waktu yang tepat, dan lembaga penyiaran wajib mencantumkan dan/atau menyebutkan klasifikasi khalayak sesuai dengan isi siaran.90

Bahasa pengantar utama dalam penyelenggaraan program siaran harus Bahasa Indonesia yang baik dan benar.91 Bahasa daerah dapat digunakan sebagai bahasa pengantar dalam penyelenggaraan program siaran muatan lokal dan, apabila diperlukan, untuk mendukung mata acara tertentu.92 Bahasa asing hanya dapat digunakan sebagai bahasa pengantar sesuai dengan keperluan suatu mata acara siaran.93Antar lembaga penyiaran dapat bekerja sama melakukan siaran bersama sepanjang siaran dimaksud tidak mengarah pada monopoli informasi dan monopoli pembentukan opini.94 Siaran iklan niaga yang disiarkan pada mata acara siaran untuk anak-anak wajib mengikuti standar siaran untuk anak-anak.95Isi siaran dalam bentuk film dan/atau iklan wajib memperoleh tanda lulus sensor dari lembaga yang berwenang.96

Menurut Pasal 36 ayat (3) Isi siaran wajib memberikan perlindungan dan pemberdayaan kepada khalayak khusus, yaitu anak-anak dan remaja, dengan menyiarkan mata acara pada waktu yang tepat, dan lembaga penyiaran wajib mencantumkan dan/atau menyebutkan klasifikasi khalayak sesuai dengan isi siaran. Undang-Undang No 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran Pasal 48 ayat (4) Pedoman perilaku penyiaran menentukan isi berita yang sekurang-kurangnya berkaitan dengan:

(15)

2. rasa hormat terhadap hal pribadi; 3. kesopanan dan kesusilaan;

4. pembatasan adegan seks, kekerasan, dan sadisme;

5. perlindungan terhadap anak-anak, remaja, dan perempuan;

E. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak

Anak-anak membutuhkan perlindungan dan perawatan khusus termasuk perlindungan hukum yang berbeda dari orang dewasa. Berdasarkan alasan fisik dan mental anak-anak yang belum dewasa dan matang. Anak perlu mendapatkan suatu perlindungan yang telah termuat dalam suatu peraturan perundang-undangan. Setiap anak kelak mampu memikul tanggung jawab tersebut, maka ia perlu mendapat kesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal baik fisik, mental, sosial, berakhlak mulia perlu di dilakukan upaya perlindungan serta untuk mewujudkan kesejahteraan anak dengan memberikan jaminan terhadap pemenuhan hak-haknya serta adanya perlakuan tanpa dikriminatif.97

Indonesia telah membentuk Undang-Undang Nomor 32 Nomor 2014 tentang Perlindungan Anak sebagai bentuk perhatian serius dari pemerintah dalam melindungi hak-hak anak. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak telah ditentukan adanya perlindungan terhadap pemberitaan identitas anak sebagai korban kejahatan. Penyimpangan atau pelanggaran terhadap hak anak banyak terjadi. Terbukti dengan banyaknya kasus-kasus kriminalitas di televisi ataupun koran yang tidak melakukan perlindungan terhadap identitas anak sebagai korban kejahatan.

Tujuan perlindungan anak menurut undang-undang adalah untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat

97

(16)

perlindungan dari kekerasan dan diskrimisasi, demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia dan sejahtera. Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.98Perlindungan Anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi Anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.99

Setiap hari sering menyaksikan di media cetak maupun media elektronik nama anak pelaku tindak pidana di cantumkan secara lengkap. Bahkan terkadang wajah anak tersebut jelas-jelas di tayangkan. Hal ini tidak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Pasal 64 ayat 2 huruf g tentang Perlindungan Anak bahwa “perlindungan anak yang berhadapan dengan hukum dari pemberitaan identitas melalui media massa dan untuk menghindari labelisasi”.

Peran media massa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan melalui penyebarluasan informasi dan materi edukasi yang bermanfaat dari aspek sosial, budaya, pendidikan, agama, dan kesehatan Anak dengan memperhatikan kepentingan terbaik bagi Anak.100media massa adalah suatu jenis komunikasi yang ditujukan kepada sejumlah khalayak yang tersebar, heterogen dan anonim melewati media cetak atau elektronik, sehingga pesan informasi yang sama dapat diterima secara serentak dan sesaat. Pengertian "dapat" di sini menekankan pada pengertian, bahwa jumlah sebenarnya penerima pesan informasi melalui media massa pada saat tertentu tidaklah esensial.101 Adapun bentuk media massa, secara garis besar, ada dua jenis, yaitu: Media cetak, contohnya seperti surat kabar dan majalah, termasuk juga buku-buku

98

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak, Pasal 1 angka 1 99

Ibid, Pasal 1 angka 2 100

Ibid, Pasal 72 ayat (5) 101

(17)

dan Media elektronik, contohnya seperti radio, televisi, film (layar lebar) dan internet, termasuk juga telepon selular.102

Setiap anak yang menjadi pelaku tindak pidana berhak untuk dijaga identitasnya dari publik. Media massa mempunyai peranan penting dalam menjaga rahasia identitas anak sebagai pelaku tindak pidana. Namun terkadang tidak sedikit wartawan yang tidak mengerti hukum dan juga kode etik wartawan, sehingga sering terjadi pelanggaran hak anak yang menjadi pelaku tindak pidana dengan tidak merahasiakan identitas si pelaku. Si pelaku akan mengalami beban mental akibat pemberitaan di media massa dan muncul labelisasi terhadap pelaku.

F. Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia Nomor 3 Tahun 2007 tentang Standar Program Siaran

Perlindungan negara terhadap warga untuk mendapat informasi yang tepat, akurat, dan bertanggung jawab, sekaligus hiburan yang sehat merupakan pertimbangan dibuatnya Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Nomor 3 Tahun 2007 tentang SPS (Standar Program Siaran). SPS adalah satu dari sekian banyak peraturan dunia pertelevisian. Jika UU Penyiaran No 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran mencantumkan pedoman penyiaran dan UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen mencantumkan hak konsumen, maka SPS adalah upaya untuk mengatur dunia penyiaran (termasuk pertelevisian) dalam memenuhi hak-hak konsumen. Akan tetapi, penjelasan secara konkret hak-hak konsumen di dalam SPS tidak detail. Meski demikian, harus dipatuhi setiap lembaga penyiaran. Sehingga konsumen tidak dirugikan.103

102

Tan, Alexis S.. Masss Communication Theories a nd Research. Ohio: Grid Publishing Inc., Colombus, 1981, hal 73

103

(18)

Standar Program Siaran merupakan panduan tentang batasan-batasan apa yang boleh dan tidak boleh dalam penayangan program siaran.104Penyiaran adalah kegiatan pemancarluasan siaran melalui sarana pemancaran dan atau sarana transmisi di darat, di laut atau di antariksa dengan menggunakan spectrum frekuensi radio melalui udara, kabel, dan atau media lainnya untuk dapat diterima secara serentak dan bersamaan oleh masyarakat dengan perangkat penerima siaran.105Penyiaran televisi adalah media komunikasi massa dengar pandang, yang menyalurkan gagasan dan informasi dalam bentuk suara dan gambar secara umum, baik terbuka maupun tertutup, berupa program yang teratur dan berkesinambungan.106Standar Program dan Isi Siaran ditetapkan berdasarkan pada nilai-nilai agama, norma-norma yang berlaku dan diterima dalam masyarakat, kode etik, standar profesi dan pedoman perilaku yang dikembangkan masyarakat penyiaran, serta peraturan perundang-undangan yang berlaku.107 Standar Program Siaran ditetapkan untuk:

1. memperkokoh integrasi nasional, terbinanya watak dan jati diri bangsa yang beriman dan bertakwa, mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan umum, dalam rangka membangun masyarakat yang mandiri, demokratis, adil dan sejahtera

2. mengatur program-program isi siaran dari lembaga penyiaran, sehingga pemanfaatannya nharus senantiasa ditujukan untuk kemaslahatan masyarakat sebesar-besarnya;

104

Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia Nomor 3 Tahun 2007 tentang Standar Program Siaran, Pasal 1 angka 2

105

Ibid, Pasal 1 angka 4 106

Ibid, Pasal 1 angka 6 107

(19)

3. mengatur program dan isi siaran yang dibuat oleh lembaga penyiaran agar tidak bertentangan dengan nilai-nilai yang hidup dan berkembang dalam masyarakat.108

Standar Program Siaran ditetapkan agar lembaga penyiaran dapat menjalankan fungsinya sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, serta kontrol, dan perekat sosial, dan pemersatu bangsa.109Standar Program Siaran menentukan bahwa standar isi siaran yang berkaitan dengan penghormatan terhadap nilai-nilai Agama, norma kesopanan dan kesusilaan, perlindungan anak-anak, remaja, dan perempuan, pelarangan dan pembatasan adegan seks, kekerasan, dan sadisme, penggolongan program menurut usia khalayak, rasa hormat terhadap hak pribadi, penyiaran program dalam bahasa asing, ketepatan dan kenetralan program berita, siaran langsung; dan siaran iklan.110

Lembaga penyiaran harus memperhatikan norma kesopanan dan kesusilaaan yang dijunjung oleh keberagaman khalayak baik dalam agama, suku, budaya, usia, dan latar belakang ekonomi.111Lembaga penyiaran harus berhati-hati agar program isi siaran yang disiarkan tidak merugikan dan menimbulkan efek negatif terhadap norma kesopanan dan kesusilaan yang dianut oleh keberagaman khalayak tersebut.112Bila memang dalam program tersebut terdapat muatan stereotipe negatif mengenai kelompok-kelompok tersebut, hal itu harus selalu digambarkan dalam konteks tindakan yang salah dan tidak dapat dibenarkan.113Lembaga penyiaran dalam memproduksi dan menyiarkan berbagai program dan isi siaran wajib memperhatikan, memberdayakan dan melindungi kepentingan anak-anak, remaja dan

108

Ibid, Pasal 3 109

Ibid, Pasal 4 110

Ibid, Pasal 6 111

Ibid, Pasal 11 ayat (1) 112

Ibid, Pasal 11 ayat (2) 113

(20)

perempuan.114Lembaga penyiaran dilarang menampilkan tayangan yang menjadikan anak-anak dan remaja sebagai obyek seks, termasuk di dalamnya adalah adegan yang menampilkan anakanak dan remaja berpakaian minim, bergaya dengan menonjolkan bagian tubuh tertentu atau melakukan gerakan yang lazim diasosiasikan dengan daya tarik seksual.115

Program dikatakan mengandung muatan kekerasan secara dominan apabila sepanjang tayangan sejak awal sampai akhir, unsur kekerasan muncul mendominasi program dibandingkan unsur-unsur yang lain, antara lain yang menampilkan secara terus menerus sepanjang acara adegan tembak-menembak, perkelahian dengan menggunakan senjata tajam, darah, korban dalam kondisi mengenaskan, penganiayaan, pemukulan, baik untuk tujuan hiburan maupun kepentingan pemberitaan (informasi).116Lembaga penyiaran televisi dilarang menyajikan program dan promo program yang mengandung adegan di luar perikemanusiaan atau sadistis.117Lembaga penyiaran dilarang menyajikan program yang dapat dipersepsikan sebagai mengagung-agungkan kekerasan atau menjustifikasi kekerasan sebagai hal yang lumrah dalam kehidupan sehari-hari.118Lembaga penyiaran dilarang menyajikan lagu-lagu atau klip video musik yang mengandung muatan pesan menggelorakan atau mendorong kekerasan.119

Program anak-anak, kekerasan tidak boleh tampil secara berlebihan dan tidak boleh tercipta kesan bahwa kekerasan adalah hal lazim dilakukan dan tidak memiliki akibat serius bagi pelaku dan korbannya.120Lembaga penyiaran tidak boleh menyajikan rekaman secara penuh hasil interogasi polisi terhadap tersangka tindak

114

Ibid, Pasal 17 115

Ibid, Pasal 21 ayat (4) 116

Ibid, Pasal 28 ayat (1) 117

Ibid, Pasal 28 ayat (2) 118

Ibid, Pasal 28 ayat (4) 119

Ibid, Pasal 28 ayat (5) 120

(21)

kejahatan.121Lembaga penyiaran tidak boleh menyajikan materi siaran tentang kekerasan dan kriminalitas yang dalam proses produksinya diketahui mengandung muatan rekayasa yang mencemarkan nama baik dan membahayakan objek pemberitaan.122Lembaga penyiaran tidak boleh menyajikan adegan rekonstruksi kejahatan pembunuhan secara rinci.123Lembaga penyiaran tidak boleh menyajikan adegan rekonstruksi kejahatan seksual dan pemerkosaan secara rinci, baik dengan korban dan pelaku anak-anak mau pun dewasa.124Lembaga penyiaran tidak boleh menayangkan langsung gambar wajah korban pemerkosaan kepada publik.125Lembaga penyiaran tidak boleh menyajikan siaran rekonstruksi yang memperlihatkan secara rinci modus dan cara-cara pembuatan alat kejahatan.126

Penyiaran adegan rekonstruksi kejahatan yang memperlihatkan cara pembuatan alatalat kejahatan atau langkah-langkah operasional aksi kejahatan tidak boleh disiarkan.127Penyiaran adegan rekonstruksi kejahatan seksual dan pemerkosaan tidak boleh disiarkan secara rinci, dan wajah dan nama pelaku dan/ atau korban harus disamarkan.128Ketika lembaga penyiaran menyajikan berita atau dokumentari yang didasarkan pada rekonstruksi dari peristiwa yang sesungguhnya terjadi, materi tayangan tersebut harus secara tegas dinyatakan sebagai hasil visualisasi atau rekonstruksi.129

Lembaga penyiaran dilarang menyiarkan program yang mendorong atau mengajarkan tindakan kekerasan atau penyiksaan terhadap

(22)

binatang.130Penggambaran secara eksplisit dan rinci adegan dan rekonstruksi bunuh diri dilarang.131Wajah pelaku atas tindakan bunuh diri dilarang disiarkan.132Lembaga penyiaran harus menghindari tayangan program yang di dalamnya terkandung pesan bahwa bunuh diri adalah sebuah jalan keluar yang dibenarkan untuk mengakhiri hidup.133Dalam menyajikan informasi yang sulit untuk dicek keakuratan dan kebenarannya secara empirik, seperti informasi kekuatan gaib, lembaga penyiaran televisi harus menyertakan penjelasan bahwa terdapat perbedaan pandangan dalam masyarakat mengenai kebenaran informasi tersebut.134

Dalam pemberitaan kasus kriminalitas dan hukum, setiap saksi harus diberitakan sebagai saksi, tersangka harus diberitakan sebagai tersangka, terdakwa sebagai terdakwa, dan terpidana sebagai terpidana.135Dalam pemberitaan kasus kriminalitas dan hukum, lembaga penyiaran harus menyamarkan identitas (termasuk menyamarkan wajah) tersangka, kecuali identitas tersangka memang sudah terpublikasi dan dikenal secara luas.136Dalam pemberitaan kasus kriminal yang terkait dengan pemerkosaan, lembaga penyiaran harus menyamarkan identitas korban atau keluarga korban.137

Menyiarkan program yang melibatkan anak dan remaja sebagai narasumber, lembaga penyiaran harus mematuhi ketentuan berikut:

1. tidak boleh mewawancarai anak dan remaja berusia di bawah umur 18 tahun, mengenai hal-hal di luar kapasitas mereka untuk menjawabnya, misalnya tentang

130

Ibid, Pasal 36 131

Ibid, Pasal 37 ayat (1) 132

Ibid, Pasal 37 ayat (2) 133

Ibid, Pasal 37 ayat (3) 134

Ibid, Pasal 40 ayat (5) 135

Ibid, Pasal 41 ayat (4) 136

Ibid, Pasal 41 ayat (5) 137

(23)

kematian, perceraian, perselingkuhan orangtua dan keluarga; serta kekerasan yang menimbulkan dampak traumatik;

2. harus mempertimbangkan keamanan dan masa depan anak dan remaja yang menjadi narasumber;

3. harus menyamarkan identitas anak dan remaja yang terkait permasalahan dengan polisi atau proses peradilan, terlibat kejahatan seksual atau korban kejahatan seksual.138

Lembaga penyiaran televisi wajib menyertakan informasi tentang penggolongan program siaran berdasarkan usia khalayak penonton di setiap acara yang disiarkan.139Secara khusus atas program isi siaran yang berklasifikasi Anak dan/atau Remaja, lembaga penyiaran dapat memberi peringatan dan himbauan tambahan bahwa materi program isi siaran klasifikasi Anak dan/atau Remaja perlu mendapatkan arahan dan bimbingan orangtua.140

Komisi Penyiaran Indonesia yang menampung aspirasi masyarakat dan mewakili kepentingan publik akan penyiaran, lebih memberdayakan masyarakat untuk melakukan kontrol sosial dan berpartisipasi dalam memajukan penyiaran nasional. Sebelum menyelenggarakan kegiatannya lembaga penyiaran yang terdiri dari lembaga penyiaran publik, lembaga penyiaran swasta, lembaga penyiaran komunitas maupun lembaga penyiaran berlangganan wajib memperoleh izin penyelenggaraan penyiaran. Pemohon izin wajib mencantumkan nama, visi, misi, dan format siaran yang akan diselenggarakan serta memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan undang-undang ini.141

138

Ibid, Pasal 46 139

Ibid, Pasal 62 ayat (1) 140

Ibid, Pasal 62 ayat (4) 141

(24)

KPI sebagai Lembaga Negara Independen hanya berwenang mengawasi isi

siaran melalui P3 SPS (Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran)

tanpa memiliki wewenang memberikan sanksi yang tegas kepada lembaga penyiran

yang telah melanggar P3 SPS. Tayangan televisi yang telah meresahkan masyarakat

memang membutuhkan dimensi kepedulian moral bagi pengelola atau lembaga

penyiaran. Pihak pengelola televisi memang sering dihadapkan pada dilematis antara

dimensi idiil dan komersial. Meskipun secara filosopis idealisme (dimensi idiil)

menjadi ciri hakiki pers tetapi realitas menunjukkan bahwa aspek komersial lebih

menggejala. Pengelola penyiaran televisi masih terjebak pada upaya menayangkan

siaran-siarannya yang mengarah pada unsur hiburan dan informasi semata

(infotainment). Sementara televisi sebagai media massa memiliki fungsi di bidang

pendidikan dan kontrol/perekat sosial.142

142

Referensi

Dokumen terkait

Yang dimaksud dengan istiqamah adalah konsisten, yaitu tetap menjaga keajegan dalam menghafal al- Qur‟an. Dengan perkataan lain penghafal harus senantiasa menjaga

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 Pelabuhan Utama (international) Pantoloan Pelabuhan Pengumpul (nasional) Luwuk Pagimana Bunta Tangkiang Banggai Kolonodale Leok Tolitoli

Bersama ini dengan hormat kami sampaikan bahwa, Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat memberi kesempatan kepada mahasiswa perguruan tinggi negeri maupun swasta

Untuk distribusi temperatur pada peralatan pengering dengan sudut atap cerobong 15 o bahwa keseragaman tenperaturpada pada posisi 5cm dari dinding antaa rak 1 sampai rak 6 dengan

Dari kegiatan yang sedang berjalan saat ini terdapat kelemahan, pertama adalah data dapat dimanipulasi oleh orang yang tidak bertanggung jawab, memungkinkan petugas

Studi Analisis Pra Penerapan Prinsip Food Safety Yang Berimplikasi Terhadap Jaminan Keamanan Makanan Di Kampung Gajah.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Menurut WHO, kriteria pemakaian obat yang rasional antara lain pasien menerima pengobatan yang sesuai dengan kebutuhan klinis mereka, dalam dosis yang sesuai

Peraturan akademik adalah seperangkat aturan yang harus dipatuhi dan dilaksanakan oleh semua komponen sekolah yang terkait dalam pelaksanaan rencana kerja sekolah