• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Metode (dari bahasa Yunani: methodos, jalan), cara; dalam filsafat dan ilmu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA. Metode (dari bahasa Yunani: methodos, jalan), cara; dalam filsafat dan ilmu"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Hakikat Metode

2.1.1 Hakikat Metode Sosiodrama

Metode, menurut Sagala (dalam Ruminiati, 2007: 2.3) adalah cara yang digunakan oleh guru/siswa dalam mengolah informasi yang berupa fakta, data, dan konsep pada proses pembelajaran yang mungkin terjadi dalam suatu strategi. Metode (dari bahasa Yunani: methodos, jalan), cara; dalam filsafat dan ilmu pengetahuan metode artinya cara memikirkan dan memeriksa sesuatu hal menurut suatu rencana tertentu. Dalam dunia pengajaran metode adalah rencana penyajian bahan yang menyeluruh dengan urutan yang sistematis berdasarkan approach tertentu.

Metode adalah suatu cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Metode bersifat prosedural (langkah demi langkah secara pasti dalam memecahkan suatu problem)”. Metode merupakan bagian dari strategi. Metode dipilih berdasarkan strategi kegiatan yang sudah dipilih dan ditetapkan. Metode merupakan cara yang dalam bekerjanya merupakan alat untuk mencapai tujuan kegiatan. Setiap guru akan menggunakan metode sesuai gaya melaksanakan kegiatan.

Isniatun Munawaroh (2008 : 1.20) metode pembelajaran berperan sebagai cara dan prosedur dari kegiatan pembelajaran. Setiap metode mengajar selalu memberikan langkah-langkah kegiatan pembelajaran yang harus dilakukan oleh guru. Oleh sebab itu sebelum pembelajaran dilaksanakan, guru sebaiknya memilih

(2)

metode pembelajaran yang tepat. Artinya metode pembelajaran yang sesuai dengan tujuan, materi pelajaran, karakteristik siswa, dan ketersediaan fasilitas pendukungnya, dan ketersediaan waktu.

Pertimbangan terpenting dalam memilih metode pembelajaran adalah metode harus mampu mengaktifkan siswa. Karena pembelajaran yang membelajarkan adalah pembelajaran yang mengaktifkan faktor internal siswa (mental emosional) dalam belajar. Dalam proses pembelajaran terdapat hubungan yang erat antara strategi dan metode. Untuk mencapai hasil pembelajaran yang maksimal, diperlukan strategi pembelajaran yang tepat. Pada saat menetapkan strategi yang digunakan, guru harus cermat memilih dan menetapkan metode yang sesuai.

Mengajar secara efektif sangat bergantung pada pemilihan dan penggunaan metode mengajar yang serasi dengan tujuan mengajar. Guru-guru yang telah berpengalaman umumnya berpendapat bahwa masalah ini sangat penting bagi para calon guru karena menyangkut kelancaran tugasnya. Metode mengajar yang dipergunakan akan menentukan suksesnya pekerjan selaku calon guru.

Sosiodrama yaitu suatu drama tanpa naskah yang akan dimainkan oleh sekolompok orang. Biasanya permasalahan cukup diceritakan dengan singkat dalam waktu 2 atau 3 menit. Kemudian masing-masing siswa memerankannya. Persoalan atau pokok yang akan didramatisasikan diambil dari situasi social, karena itu disebut sosiodrama.

Wina Sanjaya (2006 : 160) sosiodrama adalah metode pembelajaran bermain peran untuk memecahkan masalah-masalah yang berkaitan dengan

(3)

fenomena sosial. Sosiodrama digunakan untuk memberikan pemahaman dan penghayatan akan masalah-masalah sosial serta mengembangkan kemampuan siswa untuk memecahkannya.

Dendy Sugono (2003 : 167) sosiodrama adalah satu bentuk kegiatan yang dapat dimanfaatkan sebagai sarana pengajaran dengan cara memperagakan masalah dalam situasi tertentu dengan gerak dan dialog. Tahap-tahap yang dilakukan dalam pengajaran :

a. Penyampaian situasi dan masalah b. Pemeragaan situasi dan masalah c. Pembahasan situasi dan masalah.

Dari pengertian menurut para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa metode sosiodrama adalah suatu kegiatan memainkan peran tanpa melihat naskah drama. 2.1.2 Tujuan Guru Menggunakan Metode Sosiodrama diantaranya:

1. Melatih siswa untuk mendengarkan dan menangkap ceritera singkat dengan teliti.

2. Memupuk dan melatih keberanian. Misalnya dengan ditugaskan untuk mendramatisasikan di muka kelas, pada permulaannya tidak semua siswa berani. Sedikit sekali yang suka rela atau tanpa ditunjuk. Bahkan ada kalanya siswa harus dipaksa. Tetapi lambat laun siswa berani sendiri. 3. Memupuk daya cipta.

4. Belajar menghargai dan menilai kecakapan orang lain, dan menyatakan pendapatnya. Hal ini akan tampak apabila siswa ditanya pendapatnya tentang dramatisasi yang dilakukan siswa lain di muka kelas.

(4)

5. Untuk mendalami suatu masalah sosial. Misalnya, bagaimana sedihnya apabila sepeda kesayangannya hilang.

2.1.3 Petunjuk Menggunakan Metode Sosiodrama Adalah:

a. Tetapkan dahulu masalah-masalah sosioal yang menarik perhatian siswa untuk dibahas.

b. Ceritakan kepada kelas (siswa) mengenai isi dari masalah-masalah dalam konteks cerita tersebut.

c. Tetapkan siswa yang dapat atau bersedia untuk memainkan peranannya di depan kelas.

d. Jelaskan pada pendengar mengenai peranan mereka pada waktu sosiodrama sedang berlangsung

e. Beri kesempatan para pelaku untuk berunding beberapa menit sebelum mereka memainkan peranannya.

f. Akhiri sosiodrama pada waktu situasi pembicaraan mencapai ketegangan. g. Akhiri sosiodrama dengan diskusi kelas untuk bersama-sama memecahkan

masalah persoalan yang ada pada sosiodrama tersebut.

h. Jangan lupa menilai hasil sosiodrama tersebut sebagai bahan pertimbangan lebih lanjut.

2.1.4 Manfaat Dalam Pendidikan

Dendy Sugono (2003 : 167) manfaat penggunaan metode sosiodrama dalam pendidikan yaitu:

a. Siswa menyadari keterlibatannya dalam persoalan hidup. b. Siswa mendapat kesempatan dalam pembentukan watak.

(5)

c. Siswa menayadari nilai-nilai kehidupan yang perlu bagi dirinya. d. Siswa mampu menghargai pendirian orang lain atau kelompok lain. e. Siswa terlatih menggunakan bahasa secara baik dan benar.

f. Siwa terlatih berpikir cepat, abaik, dan bernalar.

g. Siswa terlatih mengemukakan pendapat dihadapan khalayak. 2.1.5 Kelebihan dan Kekurangan Metode Sosiodrama

1. Kelebihan Metode Sosiodrama

Menurut Mansyur (dalam Ruminiati, 2007:2.9) kelebihan metode sosiodrama adalah :

a) Melatih peserta didik untuk berkreaktif dan berinisiatif

b) Melatih peserta didik untuk memahami sesuatu dan mencoba melakukannya.

c) Memupuk bakat peserta didik yang memiliki bibit seni dengan baik melalui sosiodrama yang sering dilakukannya dalam metode ini, d) Memupuk kerja sama antar teman dengan lebih baik pula,

e) Membuat peserta didik merasa senang, karena dapat terhibur oleh fragmen teman-temannya.

2. Kelemahan Metode Sosiodrama

a) Pada umumnya yang aktif hanya yang berperan saja.

b) Cenderung dominan unsur rekreasinya daripada kerjanya, karena untuk berlatih sosiodrama memerlukan banyak waktu dan tenaga.

c) Membutuhkan ruang yang cukup luas, d) Sering mengganggu kelas di sebelahnya.

(6)

2.1.6 Langkah-Langkah Mengggunakan Metode Sosiodrama : 1. Persiapan

a. Menentukan masalah /pokok yang akan disosiodramakan dengan berprinsipkan:

- Persoalan atau pokok diambil dari situasi social yang dapat dan mudah dikenal siswa

- Persoalan hendaknya memberikan berbagai kemungkinan atau dapat ditafsirkan bermacam ragam pendapat baik mengenai persamaa perbedaan, kemungkinan pemecahan dan kelanjutannya. - Persoalan yang dipilih hendaknya bertahap, mula-mula yang

sederhana, dan pertemuan-pertemuan berikutnya mungkin yang agak sukar.

b. Guru menjelaskan kepada siswa. Penjelasan dapat berupa isi permasalahan, peranan pelaku ataupun peranan penonton. Persoalan perlu dijelaskan sampai selesai dan lengkap betul, tetapi harus jelas. c. Pemilihan pelaku. Ini dapat dilakukan dengan menunjuk siswa yang

kira-kira dapat mendramatisasikan atau dapat juga diajukan secara sukarela.

d. Mempersiapkan pelaku dan penonton.

Para pelaku, cukup ditunjuk orang dan jumlahnya. Sedangkan peranan masing-masing lebih baik diserahkan kepada mereka. Karena itu ada baiknya untuk sekedar persiapan singkat, para pelaku disuruh keluar kelas barang 2 atau 3 menit. siswa lain yang ada di dalam kelas

(7)

diberi penjelasan baik perana mereka selaku penonton yang baik maupun sebagai siswa/orang yang akan mengemukakan pendapatnya terhadap sosiodrama yang sebentar lagi akan berlangsung.

2. Pelaksanaan

Para pelaku yang telah disiapkan selama 2 atau 3 menit itu kemudian dipersilahkan untuk mendramatisasikan menurut pendapat dan kreasi mereka. Diharpkan perbuatan mereka spontan. Karena itu peranan guru di sini mengawasi dan mencari kebebasan kepada pelaku dan mengawasi ketertiban kelas. Tetapi apabila para pelaku mengalami kemacetan, selayaknya guru bertindak. Caranya menugaskan siswa lain untuk membantu untuk melancarkan ataupun diberi isyarat. Pelaksanaan sosiodrama tak perlu selesai. Hal ini bermanfaat untuk kemudian diteruskan untuk dipikirkan kemungkinannya oleh siswa lainnya.

3. Tindak lanjut

Sosiodrama sebagai metode mengajar tidak berakhir pada pelaksanaan dramatisasi melainkan hendaknya ada kelanjutan baik berupa tanya jawab, diskusi, kritik, maupun analisa persoalan. Bahkan mungkin juga ada siswa lain untuk mencobakan kembali memainkan peranan yang lebih baik apabila dramatisasi tadi masih sangat kurang. Atau lanjutan dari ceritera yang telah didramatisasikan. Kepada para pelaku yang mendapat kritik, hendaknya diberi kesempatan untuk menyatakan maksudnya, mengapa ia berlaku demikian pada waktu dramatisasi tadi.

(8)

Uno (2008 : 26) bermain peran sebagai suatu model pembelajaran bertujuan untuk membantu siswa menemukan makna diri (jati diri) di dunia sosial dan memecahkan dilema dengan bantuan kelompok. Artinya, melalui bermain peran siswa belajar menggunakan konsep peran, menyadari adanya peran-peran yang berbeda dan memikirkan perilaku dirinya dan perilaku orang lain. Proses bermain peran ini dapat memberikan contoh kehidupan perilaku manusia yang berguna sebagai sarana bagi siswa untuk:

1. Menggali perasaannya.

2. Memperoleh inspirasi dan pemahaman yang berpengaruh terhadap sikap, nilai, dan persepsinya.

3. Mengembangkan keterampilan dan sikap dalam memecahkan masalah 4. Mendalami mata pelajaran dengan berbagai cara.

Hal ini akan bermanfaat bagi siswa pada saat terjun ke masyarakat kelak karena ia akan mendapatkan diri dalam suatu situasi di mana begitu banyak peran terjadi. Keberhasilan model pembelajaran melalui bermain peran tergantung pada kualitas permainan peran (enactment) yang diikuti dengan analisis terhadapnya. Disamping itu tergantung pula pada persepsi siswa tentang peran yang dimainkan terhadap situasi yang nyata (real life situation). Prpsedur bermain peran terdiri atas sembilan langkah yaitu:

Langkah pertama, pemanasan. Guru berupaya memperkenalkan siswa pada permasalahan yang mereka sadari sebagai suatu hal yang bagi semua orang perlu mempelajari dan menguasainya. Bagian berikutnya dari proses pemanasan adalah menggambarkan permasalahan dengan disertai contoh. Hal ini bisa muncul

(9)

dari imajinasi siswa atau sengaja disiapkan oleh guru. Sebagai contoh guru menyediakan suatu cerita untuk dibaca di depan kelas. Pembacaan cerita berhenti jika dilema dalam cerita menjadi jelas. Kemudian dilanjutkan dengan pengajuan pertanyaan oleh guru yang membuat siswa berpikir tentang hal tersebut dan memprediksi akhir dari cerita.

Langkah kedua, memilih pemain (partisipan). Siswa dan guru membahas karakter dari setiap pemain dan menentukan siapa yang akan memainkannya. Dalam pemilihan pemain ini, guru dapat memilih siswa yang sesuai untuk memainkannya atau siswa sendiri yang mengusulkan akan memainkan siapa dan mendeskripsikan peran-perannya. Langkah kedua ini lebih baik. Langkah pertama dilakukan jika siswa pasif dan enggan untuk berperan apa pun. Sebagai contoh, seorang anak memilih peran sebagai ayah. Dia ingin memerankan seorang Ayah yang galak dengan kumis tebal. Guru menunjuk salah seorang siswa untuk memerankan anak seperti ilustrasi di atas.

Langkah ketiga, menata panggung. Dalam hal ini guru mendiskusikan dengan siswa di mana dan bagaimana peran itu dimainkan. Apa saja kebutuhan yang diperlukan. Penataan panggung ini dapat sederhana atau kompleks. Yang paling sederhana adalah hanya membahas skenario (tanpa dialog lengkap) yang menggambarkan urutan permainan peran. Misalnya siapa dulu yang muncul, kemudian diikuti oleh siapa dan seterusnya. Konsep sesderhana memungkinkan untuk dilakukan karena intinya bukan kemewahan panggung, tetapi proses bermain itu sendiri.

(10)

Langkah keempat, guru menunjuk beberapa siswa sebagai pengamat.namun demikian, penting untuk dicatat bahwa pengamat disini harus juga terlibat aktif dalam permainan peran. Untuk itu, walaupun mereka ditugaskan sebagai pengamat, guru sebaiknya memberikan tugas peran terhadap mereka agar dapat terlibat aktif dalam permainan peran tersebut.

Langkah kelima, permainan peran di mulai. Permainan peran dilaksanakan secara spontan. Pada awalnya akan banyak siswa yang masih bingung memainkan perannya atau bahkan tidak sesuai dengan peran yang seharusnya ia lakukan. Bahkan, mungkin ada yang memainkan peran yang bukan perannya. Jika permainan peran sudah terlalu jauh keluar jalur, guru dapat menghentikannya untuk segera masuk ke langkah berikutnya.

Langkah keenam, guru bersama siswa mendiskusikan permainan tadi dan melakukan evaluasi terhadap peran-peran yang dilakukan. Usulan perbaikan akan muncul. Mungkin ada siswa yang meminta untuk berganti peran. Atau bahkan alur ceritanya akan sedikit berubah. Apapun hasil diskusi dan evaluasi tidak jadi masalah.

Langkah ketujuh, yaitu permainan peran ulang. Seharusnya pada permainan peran kedua ini akan berjalan lebih baik. Siswa dapat memainkan perannya lebih sesuai dengan skenario.

Langkah kedelapan, pembahasan diskusi dan evaluasi lebih diarahkan pada realitas. Karena pada saat permainan peran dilakukan, banyak peran yang melampaui batas kenyataan. Misalnya seorang siswa memainkan peran sebagai pembeli. Ia membeli barang dengan harga yang tidak realistis. Contoh lain,

(11)

seorang siswa memainkan peran orang tua yang galak. Kegalakan yang dilakukan orang tua ini dapat dijadikan bahan diskusi.

Pada langkah kesembilan, siswa diajak untuk berbagi pengalaman tentang tema permainan peran yang telah dilakuan dan dilanjutkan dengan membuat kesimpulan. Misalnya siswa akan berbagi pengalaman tentang bagaimana ia dimarahi habis-habisan oleh ayahnya. Kemudian guru membahas bagaimana sebaiknya siswa menghadapi situasi tersebut. Seandainya jadi ayah dari siswa tersebut, sikap seperti apa yang sebaiknya dilakukan. Dengan cara ini, siswa akan belajar tentang kehidupan.

2.1.7 Pengertian Berbicara

Rofi’uddin (dalam Novi Resmini, 2007:51) berbicara pada hakikatnya merupakan suatu proses komunikasi sebab di dalamnya terjadi pemindahan pesan dari suatu sumber ke tempat lain. Berbicara merupakan salah satu aspek yang penting dibelajarkan kepada siswa karena berbicara melibatkan kegiatan produktif siswa dalam menyampaikan ujaran secara lisan. Ciri lain adalah diperlukannya seorang pembicara mengasosiasikan makna, mengatur interaksi, siapa harus mengatakan apa, kepada siapa, kapan, dan tentang apa. Keterampilan berbicara mensyaratkan adanya pemahaman minimal dari pembicara dalam membentuk sebuah kalimat.

Menurut Iskandarwassid (2008 : 240) dalam konteks komunikasi, pembicara berlaku sebagai pengirim (sender), sedangkan penerima (receiver) adalah penerima warta (message). Warta terbentuk oleh informasi yang disampaikan

(12)

sender, dan message merupakan objek dari komunikasi. Feedback muncul setelah warta diterima, dan merupakan reaksi dari penerima pesan.

Hamzah B. Uno (2010 : 95) pesan merupakan informasi yang akan disampaikan oleh komponen lain dan dapat berupa ide, fakta, makna, dan data. Pandangan lain dikemukakan bahwa message atau pesan pada dasarnya adalah hasil atau output dari encoding. Dengan kata lain, pesan bisa berupa kalimat pembicaraan lisan, tulisan, gambar, peta, ataupun tanda/impuls/sinyal dan sebagainya.

Berbicara adalah keterampilan menyampaikan pesan melalui bahasa lisan. Kaitan antara pesan dan bahasa lisan sebagai media penyampaian sangatlah erat. Berbicara pada hakikatnya merupakan proses berkomunikasi antara guru dan siswa dalam hal pembelajaran maupun diluar batas pembelajaran yang di dalamnya terjadi perpindahan pesan dari satu sumber ke tempat lain. . Dalam kegiatan berbicara akan dapat berjalan dengan baik apabila antar pembicara sama- sama menguasai bahasa pendengar.

Berbicara merupakan salah satu kemampuan yang dimiliki oleh manusia. Dengan berbicara manusia dapat berkomunikasi dengan manusia lainnya. Berbicara selalu tidak jauh-jauh dengan bahasa, karena bahasa mrupakan unsur penting dalam berkomunikasi dengan manusia yang lain. Selain itu berbicara juga dapat diartikan sebagai kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi bahasa untuk mengekspresikan atau menyampaikan pikiran, gagasan atau perasaan secara lisan. Berbicara sering dianggap sebagai alat manusia yang paling penting bagi kontrol sosial.

(13)

Seorang pemimpin, misalnya, perlu menguasai keterampilan berbicara agar dapat menggerakkan masyarakat untuk berpartisipasi terhadap program pembangunan. Seorang pedagang perlu menguasai keterampilan berbicara agar dapat meyakinkan dan membujuk calon pembeli. Demikian halnya pendidik, mereka dituntut menguasai keterampilan berbicara agar dapat menyampaikan informasi dengan baik kepada siswa.

Interaksi antara pembicara dan pendengar ada yang langsung dan ada pula yang tidak langsung. Interaksi langsung dapat bersifat dua arah atau multi arah, sedangkan interaksi tak langsung bersifat searah. Pembicara berusaha agar pendengar memahami atau menangkap makna apa yang disampaikannya. Komunikasi lisan dalam setiap contoh berlangsung dalam waktu, tempat, suasana yang tertentu pula. Sarana untuk menyampaikan sesuatu itu mempergunakan bahasa lisan.

Dapat dipahami orang berbicara untuk saling berkomunikasi dengan orang lain agar tercipta kerjasama dan hubungan yang baik. Untuk dapat bicara dalam suatu bahasa yang baik, pembicara harus menguasai lafal, tata bahasa dan kosa kata dari bahasa yang digunakan itu. Selain itu, penguasaan masalah yang akan disampaikan dan kemampuan memahami bahasa lawan bicara diperlukan juga.

Kaitan antara pesan dan bahasa lisan sebagai media penyampai sangat erat. Pembelajaran kemampuan berbicara dapat membantu siswa dalam menyampaikan pesan, informasi, gagasan, pikiran dan ide yang dimiliki kepada orang lain. Siswa dapat berlatih berbahasa dengan baik dan benar sesuai dengan kondisi yangdialami. Sedangkan sebagai bentuk atau wujudnya berbicara disebut sebagai

(14)

suatu alat untuk mengkomunikasikan gagasan-gagasan serta dikembangkan sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan sang pendengar atau penyimak.

Jadi dapat disimpulkan bahwa berbicara adalah mengungkapkan pikiran, perasaan dan gagasan kepada orang lain agar terjalin komunikasi yang baik antara satu orang dengan orang lain.

2.1.8 Proses Berbicara

Proses keterampilan berbicara dimulai sejak kecil. Ketika manusia belajar dari mendengar atau menyimak kemudian berbicara sesuai apa yang ia dengar, dilanjutkan dengan belajar membaca dan menulis. Berbicara sendiri merupakan aspek yang sangat mendukung dalam proses komunikasi secara lisan yaitu dengan belajar berbicara maka belajar berkomunikasi.

Manusia kemudian dapat berkomunikasi dengan bahasa dan berbicara agar maksud yang ingin disampaikan dapat tersampaikan kepada rekan bicara. Tahap ini akan berlanjut dengan berbicara untuk menyampaikan ide atau gagasan kepada pendengar di muka umum. Dalam tahap ini ada beberapa orang yang mengalami kendala. Alasan terbesar dari kondisi ini adalah karena kurang percaya diri yang mengakibatkan demam panggung.

Bukti proses keterampilan berbicara ini ditunjukkan ketika seseorang senang mendengarkan atau menyimak, membaca dan menulis maka kemampuan berbicaranya akan baik, karena menguasai bahan yang cukup untuk dibicarakan atau didiskusikan dengan rekan bicara. Apalagi disertai dengan kepercayaan diri pengalaman yang cukup, maka seseorang tersebut akan fasih berbicara di depan

(15)

umum tanpa canggung. Bahkan seseorang yang pandai berbicara di depan umum akan mampu mempengaruhi pendengarnya.

2.1.9 Faktor-faktor Penunjang Keterampilan Berbicara

Bagi pembicara, bahasa merupakan suatu alat untuk menyampaikan pesan kepada orang lain. Oleh karena itu, pembicara mutlak harus menguasai faktor kebahasaan.

A. Faktor Kebahasaan

(1) Ketepatan pengucapan atau pelafalan bunyi

Pembicara harus membiasakan diri mengucapkan bunyi-bunyi bahasa secara tepat. Hal ini dapat dilakukan dengan berlatih mengucapkan bunyi-bunyi bahasa. Pengucapan bunyi bahasa yang kurang tepat dapat mengalihkan perhatian pendengar. Memang pola ucapan dan artikulasi yang kita gunakan tidak selalu sama, masing-masing kita mempunyai ciri tersendiri..

(2) Penempatan Tekanan, Nada, Jeda, Intonasi dan Ritme

Penempatan tekanan, nada, jangka, intonasi dan ritme yang sesuai akan merupakan daya tarik tersendiri dalam benrbicara; bahkan merupakan faktor penentu dalam keefektivan berbicara. Suatu topik pembicaraan mungkin akan kurang menarik, namun dengan tekanan, nada, jangka dan intonasi yang sesuai akan mengakibatkan pembicaraan itu menjadi menarik.

Sebaliknya, apabila penyampaiannya datar saja, dapat menimbulkan kejemuan bagi pendengar dan keefektivan berbicara akan berkurang. Kekurangtepatan dalam penempatan tekanan, nada, jangka, intonasi, dan ritme dapat menimbulkan perhatian pendengar beralih kepada cara berbicara pembicara,

(16)

sehingga topik atau pokok pembicaraan yang disampaikan kurang diperhatikan. Dengan demikian keefektivan berbicara menjadi terganggu.

(3) Pemilihan kata dan ungkapan yang baik, Konkret, dan bervariasi.

Kata dan ungkapan yang kita gunakan dalam berbicara hendaknya baik, konkret, dan bervariasi. Pemilihan kata dan ungkapan yang baik, maksudnya adalah pemilihan kata yang tepat dan sesuai dengan keadaan para pendengarnya. Misalnya, jika yang menjadi pendengarnya para petani, maka kata-kata yang dipilih adalah kata-kata atau ungkapan yang mudah dipahami oleh para petani. Pemilihan kata dan ungkapan harus konkret, maksudnya pemilihan kata atau ungkapan harus jelas, mudah dipahami para pendengar.

Kata-kata yang jelas biasanya kata-kata yang sudah dikenal oleh pendengar yaitu kata-kata popular. Pemilihan kata atau ungkapan yang abstrak akan menimbulkan kekurangjelasan pembicaraan. Pemilihan kata dan ungkapan yang bervariasi, maksudnya pemilhan kata atau ungkapan dengan bentuk atau kata lain lebih kurang maknanya sama dengan maksud agar pembicaraan tidak menjemukan pendengar.

(5) Ketepatan Susunan Penuturan

Susunan penuturan berhubungan dengan penataan pembicaraan atau uraian tentang sesuatu. Hal ini menyangkut penggunaan kalimat. Pembicaraan yang menggunakan kalimat efektif akan lebih memudahkan pendengar menangkap isi pembicaraan.

B. Faktor Nonkebahasaan

(17)

Dalam berbicara, kita harus bersikap wajar, tenang, dan tidak kaku. Bersikap wajar, berarti berbuat biasa sebagaimana adanya tidak mengada-ada. Sikap yang yang tenang adalah sikap dengan perasaan hati yang tidak gelisah, tidak gugup, dan tidak tergesa-gesa. Sikap tenang dapat menjadikan jalan pikiran dan pembicaraan menjadi lebih lancar. Dalam berbicara tidak boleh bersikap kaku, tetapi harus bersikap luwes dan fleksibel.

b) Pandangan Diarahkan kepada Lawan Bicara

Pada waktu berbicara pandangan kita harus diarahkan lawan bicara, baik dalam pembicaraan perseorangan maupun kelompok. Pandangan pembicara yang tidak diarahkan kepada lawan bicara akan mengurangi keefektivan berbicara, di samping itu, juga kurang etis. Banyak pembicara yang tidak mengarahkan pandangannya kepada lawan bicaranya, tetapi melihat ke bawah dan ke atas. Hal ini mengakibatkan perhatian pendengar menjadi berkurang.

c) Kesediaan Menghargai Pendapat Orang Lain

Menghargai pendapat orang lain berarti menghormati atau mengindahkan pikiran orang lain, baik pendapat itu benar maupun salah. Jika pendapat itu benar maka pendapat itulah yang harus kita perhatikan dan jka pendapat itu salah pendapat itu pun harus kita hargai karena memang itulah pengetahuan dan pemahamannya.

d) Kesediaan Mengoreksi Diri Sendiri

Mengoreksi diri sendiri berarti memperbaiki kesalahan diri sendiri. Kesediaan memperbaiki diri sendiri adalah sikap terpuji. Sikap seperti ini sangat

(18)

diperlukan dalam kegiatan berbicara agar diperoleh kebenaran atau kesepakatan. Sikap ini merupakan dasar bagi pembinaan jiwa yang demokratis.

e) Keberanian Mengemukakan dan Mempertahankan Pendapat

Dalam kegiatan berbicara terjadi proses lahirnya buah pikiran atau pendapat secara lisan. Untuk dapat mengungkapkan pendapat tentang sesuatu diperlukan keberanian. Seseorang mengemukakan pendapat di samping memiliki ide atau gagasan, juga harus memiliki keberanian untuk mengemukakannya. Ada orang yang mempunyai banyak ide namun ia tidak dapat mengungkapkannya karena ia tidak memiliki keberanian. Atau, sebaliknya ada orang yang berani mengungkapkan pendapat namun ia tidak atau kurang idenya sehingga apa yang ia ungkapkan terkesan asal bunyi.

f) Gerak – gerik dan Mimik yang Tepat

Salah satu kelebihan dalam kegiatan bericara dibandingkan dengan kegiatan berbahasa yang lainnya adalah adanya gerak-gerik dan mimik yang dapat memperjelas atau menghidupkan pembicaraan. Gerakgerik dan mimik yang tepat akan menunjang keefektivan berbicara. Akan tetapi gerak-gerik yang berlebihan akan mengganggu keefektivan berbicara.

g) Kenyaringan Suara

Kenyaringan suara perlu diperhatikan oleh pembicara untuk menunjang keefktivan berbicara. Tingkat kenyaringan suara hendaknya disesuaikan dengan situasi, tempat, jumlah pendengar, dan akustik yang ada. Jangan sampai suara terlalu nyaring atau berteriak-teriak di tempat atau akustik yang terlalu sempit;

(19)

atau sebaliknya, suara terlalu lemah pada ruangan yang luas, sehingga tidak dapat ditangkap oleh semua pendengar.

h) Kelancaran

Kelancaran seseorang dalam berbicara akan memudahkan pendengar menagkap isi pembicaraannya. Pembicaraan yang terputus-putus atau bahkan diselingi dengan bunyi-bunyi tertentu, misalnya, e…, em…, apa itu.., dapat mengganggu penangkapan isi pembicaraan bagi pendengar. Di samping itu, juga jangan berbicara terlalu cepat sehingga menyulitkan pendengar sukar menangkap isi atau pokok pembicaraan.

i) Penalaran dan Relevansi

Dalam berbicara, seorang pembicara hendaknya memperhatikan unsur penalaran yaitu cara berpikir yang logis untuk sampai kepada kesimpulan. Hal itu menunjukkan bahwa dalam pembicaraan seorang pembicara terdapat urutan pokok-pokok pikiran logis sehingga jelas arti atau makna pembicaraannya. Relevansi berarti adanya hubungan atau kaitan antara pokok pembicaraan dengan urainnya.

j) Penguasaan Topik

Pengauasaan topik pembicaraan berarti pemahaman suatu pokok pembicaraan. Dengan pemahaman tersebut seorang pembicara memiliki kesanggupan untuk mengemukakan topik itu kepada para pendengar. Oleh karena itu, sebelum melakukan kegiatan berbicara di depan umum seharusnya seorang pembicara harus menguasai topik terlebih dahulu. Sebab, dengan penguasaan topik akan membangkitkan keberanian dan menunjang kelancaran

(20)

2.1.10 Jenis-Jenis Berbicara

Kurikulum berbasis kompetensi (2003 : 46) klasifikasi berbicara dapat dilakukan berdasarkan tujuannya, situasinya, cara penyampaiannya, dan jumlah pendengarnya. Rinciannya adalah sebagai berikut :

1. Berbicara berdasarkan tujuannya

a. Berbicara memberitahukan, melaporkan, dan menginformasikan.

Berbicara untuk tujuan memberitahukan, melaporkan atau menginformasikan dilakukan jika seseorang ingin menjelaskan suatu proses; menguraikan, menafsirkan sesuatu; memberikan, menyebarkan atau menanamkan pengetahuan; dan menjelaskan kaitan, hubungan atau relasi antar benda, hal atau peristiwa

b. Bicara menghibur

Berbicara untuk menghibur memerlukan kemampuan menarik perhatian pendengar. Suasana pembicaraannya bersifat santai dan penuh canda. Humor yang segar, baik dalam gerak-gerik, cara berbicara dan menggunakan kata atau kalimat akan memikat para pendengar. Berbicara untuk menghibur biasanya di lakukan oleh para pelawak dalam suatu pentas.

Kadang-kadang berbicara berusaha membangkitkan inspirasi, kemauan atau meminta pendengarnya melakukan sesuatu. Misalnya, guru membangkitkan semangat dan gairah belajar siswanya melalui nasihat-nasihat. Kegiatan berbicara seperti ini termasuk kegiatan berbicara untuk

(21)

mengajak atau membujuk. Dalam kegiatan berbicara ini, pembicara harus pandai merayu, mempengaruhi atau meyakinkan pendengarnya.

Kegiatan berbicara seperti ini akan berhasil jika pembicara benar-benar mengetahui kemauan, minat, kebutuhan dan cita-cita pendengarnya. Dalam kegiatan berbicara untuk meyakinkan, pembicara berusaha meyakinkan tentang sesuatu kepada pendengarnya. Melalui pembicaraan yang meyakinkan, sikap pendengar dapat diubah, dari menolak menjadi menerima.

2. Berbicara berdasarkan situasinya a. Berbicara formal

Dalam situasi formal, pembicara dituntut untuk berbicara secara formal. Misalnya ceramah dan wawancara.

b. Berbicara informal

Dalam situasi informal, pembicara harus berbicara secara tidak formal, misalnya bertelepon.

3. Berbicara berdasarkan cara penyampaiannya. a. Berbicara mendadak

Berbicara mendadak terjadi jika seseorang tanpa direncsiswaan sebelumnya harus berbicara di muka umum.

b. Berbicara berdasarkan catatan

Dalam berbicara seperti ini, pembicara menggunakan catatan kecil pa kartu-kartu yang telah disiapkan sebelumnya dan telah menguasai materi pembicaraannya sebelum tampil di muka umum.

(22)

c. Berbicara berdasarkan hapalan

Dalam berbicara hapalan, pembicara menyiapkan dengan cermat dan menulis dengan lengkap bahan pembicaraannya. Kemudian dihapalkannya kata demi kata, kalimat demi kalimat sebelum melakukan

pembicaraannya.

d. Berbicara berdasarkan naskah

Dalam berbicara seperti ini, pembicara telah menyususn naskah pembicaraannya secara tertulis dan dibacakannya pada saat berbicara. 4. Berbicara berdasarkan jumlah pendengarnya.

a. Berbicara antar pribadi

Berbicara antar pribadi terjadi jika dua orang membicarakan sesuatu. Pembicaraannya bersifat serius atau santai bergantung kepada masalah yang diperbincangkan atau bergantung pada hubungan kedua pribadi yang terlihat dalam pembicaraan, misalnya, pembicaraan antara dokter dan pasiennya.

b. Berbicara dalam kelompok kecil

Pembicara seperti ini terjadi antara pembicara dengan sekolompok kecil pendengar (3-5 orang). Kelompok kecil merupakan sarana yang dapat untuk melatih siswa mengungkapkan pendapatnya secara lisan, terutama untuk melatih siswa yang jarang berbicara. Suasana dalam kelompok kecil lebih memungkinkan siswa berani berbicara.

(23)

Jenis berbicara seperti ini terjadi bila pembicara menghadapi pendengar yang berjumlah besar. Jika jenis seperti ini terjadi di ruang kelas, pendengar berkesempatan untuk bertanya atau berkomentar tentang isis pembicaraan yang disampaikan pembicara. Dalam hal ini pendengar dapat berperan sebagai pembicara.

2.1.11 Tujuan Berbicara

Tujuan berbicara adalah untuk menginformasikan, untuk melaporkan sesuatu hal pada pendengar. Sesuatu tersebut dapat berupa, menjelaskan sesuatu proses, menguraikan, menafsirkan, atau menginterpretasikan sesuatu hal, memberi, menyebarkan, atau menanamkan pengetahuan, menjelaskan kaitan, hubungan, relasi antara benda, hal, atau peristiwa.

Tujuan utama berbicara adalah untuk berkomunikasi. Pembelajaran kemampuan berbicara dapat membantu siswa dalam menyampaikan pesan, informasi, gagasan, pikiran dan ide yang dimiliki kepada orang lain. Siswa dapat berlatih berbahasa dengan baik dan benar sesuai dengan kondisi yang dialami.

Oleh karena itu, agar dapat menyampaikan pikiran secara efektif, sudah seharusnya pembicara memahami makna segala yang ingin dikomunikasikannya. Apabila terjalin komunikasi yang baik maka akan tercipta hubungan kerjasama yang baik pula.Tujuan lain dalam berbicara, yaitu:

1. Berbicara untuk menghibur

2. Berbicara untuk menginformasikan 3. Berbicara untuk menstimulasi 4. Berbicara untuk meyakinkan

(24)

2.1.12 Fungsi Berbicara

Fungsi umum berbicara ialah sebagai alat komunikasi sosial. Berbicara sangatlah menyatu dengan kehidupan manusia,dan setiap manusia menjadi anggota masyarakat. Aktivitas sebagai anggota masyarakat sangat tergantung pada penggunaan tutur kata masyarakat setempat. Gagasan, ide,pemikiran,harapan dan keinginan disampaikan dengan berbicara. Aksi dan reaktif manusia dalam kelompok masyarakat tergantung pada tutur kata yang digunakan karena keslamatan seseorang itu ada pada pembicaraannya.

Dapatkah anda membayangkan kehidupan tanpa ada yang berbicara? Komunikasi pun akan terputus,dan bias – bias peradapan manusia tidak akan pernah maju. Sesungguhnya dengan berbicara itu menandakan keberadapan manusia dan dari bahasa atau bicara tersebut kita dapat memahami keinginan, motif, latar belakang, pergaulan dan adat istiadat seseorang.

Adapun fungsi berbicara secara khusus ialah :

a. Berbicara berfungsi untuk mengungkapkan perasaan seseorang. b. Berbicara berfungsi untuk memotivasi orang lain agar bersikap dan berbuat sesuatu.

c. Berbicara berfungsi untuk membicarakan sesuatu permasalahan dengan topik tertentu.

d. Berbicara berfungsi untuk menyampaikan pendapat, amanat, atau pesan.

e. Berbicara berfungsi untuk saling menyapa atau sekedar untuk mengadakan kontak.

f. Berbicara berfungsi untuk membicarakan masalah dengan bahasa tertentu.

h. Berbicara berfungsi sebagai alat penghubung antar daerah dan budaya.

(25)

2.2 Kajian Relevan

Agus Imamudin (2011) penerapan metode sosiodrama pada pembelajaran bahasa Indonesia di SD materi apresiasi sastra. Bahasa memiliki peran sentral perkembangan intelektual, sosial, dan emosional peserta didik dan merupakan penunjang keberhasilan dalam mempelajari semua bidang studi. Pembelajaran bahasa diharapkan membantu peserta didik mengenal dirinya, budayanya, dan budaya orang lain, mengemukakan gagasan dan perasaan, berpartisipasi dalam masyarakat yang menggunakan bahasa tersebut, dan menentukan serta menggunakan kemampuan analitis dan imaginatif yang ada dalam dirinya.

Pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan peserta didik untuk berkomunikasi dalam bahasa Indonesia dengan baik dan benar, baik secara llisan maupun tulis, serta menumbuhkan apresiasi terhadap hasil karya kesastraan manusia Indonesia.

Mata pelajaran Bahasa Indonesia bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut :

1. Berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku, baik secara lisan maupun tulis

2. Menghargai dan bangga menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan bahasa negara.

3. Memahami bahasa Indonesia dan menggunakannya dengan tepat dan kreatif untuk berbagai tujuan.

4. Menggunakan bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual, serta kematangan emosional dan sosial.

5. Menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan, memperluas budi pekerti, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa.

(26)

6. Menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah budaya dan intelektual manusia Indonesia.

Nana Ramadhana Putri (2012) penerapan model pembelajaran bermain peran (role playing) untuk meningkatkan keterampilan berbicara dalam drama siswa kelas V SD Negeri 168 Pekanbaru.

Drama termasuk salah satu jenis seni atau lengkapnya seni drama, karena didalamnya terdapat berbagai keindahan yang dapat dinikmati oleh penonton. Di antara berbagai karya seni, seni drama sangatlah unik karena melibatkan bidang seni yang lain. Dalam drama siswa dituntut dapat berbicara dengan baik, karena melalui berbicara penonton dapat mengetahui watak dan sifat pelaku serta jalan cerita suatu pementasan drama.

Berdasarkan hal tersebut, maka dibutuhkan suatu model pembelajaran agar dapat meningkatkan keterampilan siswa pada berbicara dalam drama. Model pembelajaran yang dilaksanakan haruslah suatu model pembelajaran yang dapat membantu siswa agar lebih menguasai tata cara berbicara dalam drama. Suatu model yang dapat membantu siswa agar berbicara dengan lafal dan intonasi serta ekspresi yang tepat, supaya maksud dan tujuan yang terkandung dalam sebuah drama dapat tersampaikan dengan tepat Berdasarkan hasil observasi di SD Negeri 168 Pekanbaru keterampilan berbicara dalam drama tergolong rendah. Oleh karena itu, penulis menerapkan model bermain peran (role playing) untuk meningkatkan keterampilan berbicara dalam drama. Setelah menerapkan model bermain peran, maka keterampilan siswa dalam berbicara dalam drama pada setiap pertemuannya mengalami peningkatan. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka kesimpulan yang dapat diambil adalah:

(27)

a. Aktivitas guru

Penilaian yang dapat diambil berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada aktivitas guru adalah jumlah skor aktivitas guru pada pertemuan pertama siklus I adalah 23, persentase 63,9% kategorinya cukup, pada pertemuan kedua siklus I skor yang didapat adalah 27, persentase 75% dan kategorinya baik. Aktivitas guru pada pertemuan pertema siklus II skor yang didapat adalah 30, persentase 83,3% dan kategorinya baik. Sedangkan akivitas guru pada pertemuan kedua siklus II skor yang didapat adalah 33, persentase 91,7% dan kategorinya baik sekali.

b. Aktivitas siswa

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada aktivitas siswa maka skor yang didapat pada sktivitas siswa pada pertemuan pertama siklus I adalah 18, persentase 66,7% dan kategorinya cukup, pada pertemuan kedua siklus I skor yang didapatkan adalah 26, persentase 72,2% dan kategorinya baik. Aktivitas siswa pada pertemuan pertama siklus II skor yang didapat adalah 30, persentase 83,3% dan kategorinya baik. Sedangkan aktivitas siswa pada pertemuan kedua siklus II skor yang didapat adalah 32, persentase 88,9% dan kategorinya adalah baik sekali.

c. Hasil penelitian keterampilan berbicara dalam drama

Pada data awal diperoleh nilai rata-rata 44,5, pada pertemuan pertama siklus I meningkat menjadi 53,0, pada pertemuan kedua siklus I rata-ratanya 60,1, pada pertemuan ketiga ulangan harian siklus I rata-rata 67,9, pada pertemuan pertama siklus II rata-rata meningkat yaitu 72,8, pada pertemuan kedua siklus II

(28)

ratanya adalah 79,5, dan pada pertemuan ketiga ulangan harian siklus II rata-ratanya 83,5.

Kajian relevan yang sama dengan di atas yang pertama menggunakan metode yang sama, materi berbeda. Kajian relevan yang kedua menggunakan metode dan materi yang sama.

Jadi dapat disimpulkan bahwa dengan penerapan metode sosiodrama dapat meningkatkan kemampuan berbicara siswa. Disamping itu, dengan adanya penerapan metode sosiodrama melatih dan membiasakan siswa untuk berani dalam menyampaikan pendapat dan dapat berkomunikasi secara efektif dan efisien. Sehingga maksud dan tujuan yang terdapat dalam dalam drama tersampaikan.

Referensi

Dokumen terkait

Dengan ini diberitahukan bahwa setelah diadakan penelitian menurut ketentuan-ketentuan yang berlaku, maka Kelompok Kerja Pengadaan, mengumumkan Pemenang Pekerjaan tersebut diatas

Well, everybody has their own reason ought to review some e-books New Cinematographers By Alex Ballinger Mainly, it will associate with their necessity to get understanding from

Pasal 2 ayat (1) tersebut anak yang dilahirkan dari perkawinan wanita hamil karena zina. adalah anak yang sah apa bila perkawinan itu dilakukan sesuai dengan

Kebijakan puritanisme oleh sultan Aurangzeb dan pengislaman orang-orang Hindu secara paksa demi menjadikan tanah India sebagai negara Islam, dengan menyerang berbagai praktek

1 Fayzah Dhabit Akib Office Manager 1 36 36 Person/Months 6,5 1 7,5 28,5. 2

Adapun maksud dari pengeboran sumur air dalam ini adalah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan air bersih yang memenuhi standart kesehatan.. Dari jiwa yang sehat berasal dari

Hal tersebut terbukti dari hasil analisis regresi yang dihasilkan pendapatan daerah dengan belanja modal, menunjukkan pendapatan daerah sebesar Rp.0 (nol) maka belanja modal

: Sejauh diketahui tidak ada peraturan nasional atau kedaerahan spesifik yang berlaku untuk produk ini (termasuk bahan-bahan produk