BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG ANAK
D. Pengertian Anak
Keberadaan anak dalam keluarga merupakan sesuatu yang sangat berarti. Anaka
memiliki arti yang berbeda-beda bagi setiap orang. Anak sebagai penyambung keturunan,
sebagai investasi masa depan, dan anak merupakan harapan untuk menjadi sandaran di kala
usia senja. Anak mewarisi tanda-tanda kesamaan dengan orang tuanya, termasuk ciri khas,
baik maupun buruk.13
1. Anak menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Pengertian kedudukan
anak dalam hukum pidana diletakkan dalam pengertian seorang anak yang belum
dewasa, sebagai orang yang mempunyai hak-hak khusus dan perlu mendapatkan
perlindungan menurut ketentuan hukum yang berlaku. Pengertian anak dalam hukum
pidana menimbulkan aspek hukum positif terhadap proses normalisasi anak dari
perilaku menyimpang untuk membentuk kepribadian dan tanggung jawab yang pada
akhirnya anak tersebut berhak atas kesejahteraan yang layak. Pengertian anak dalam
KUHP dapat kita ambil contoh dalam Pasal 287 KUHP, dalam Pasal disebutkan
bahwa anak di bawah umur adalah apabila anak tersebut belum mencapai usia 15
(lima belas) tahun.
Pengertian anak menurut beberapa peraturan perundang-undangan:
2. Anak menurut Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
Pengertian anak menurut Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia, terdapat dalam Bab I Ketentuan Umum. Pasal 1 ayat (5) menyebutkan “anak
adalah setiap manusia yang berusia dibawah 18 (delapan belas) tahun dan belum
menikah, termasuk anak yang masih ada dalam kandungan apabila hal tersebut adalah
demi kepentingannya”.
3. Anak menurut Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak
menyebutkan anak adalah Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan
belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.
E. Kedudukan Anak
Anak adalah amanah dan karunia Tuhan YangMaha Esa, dimana dalam dirinya
melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Anak juga merupakan tunas, potensi
dan generasi muda penerus cita-cita hidup keluarga khususnya, dan masyarakat umumnya
serta memiliki peran strategis dalam menjamin kelangsungan kehidupan di masyarakat. Agar
setiap anak mampu memikul tanggung jawab tersebut, maka anak perlu mendapat
kesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal baik fisik
maupun mental. Penting juga adanya perlindungan untuk anak serta memberikan jaminan
terhadap pemenuhan hakhaknya yang jauh dari segala bentuk diskriminasi. Kelahiran seorang
anak di tengah-tengah keluarga, tentu akan memberi kebahagian tersendiri bagi keluarga
tersebut. Kehadiran anak sebagai anggota keluarga yang baru, menjadi bagian dari tanggung
jawab orang tua untuk mendidik anak tersebut menjadi orang yang berguna. Anak yang
dilahirkan dalam perkawinan yang tidak sah akan mendapat julukan dalam masyarakat
sebagai “anak luar nikah”. Hal ini tentu saja akan menimbulkan gangguan psikologis bagi
anak, walaupun secara hukum anak tersebut tidak mempunyai akibat hukum dari perbuatan
orang tuanya, namun banyak persoalan yang muncul seperti hubungan nasab antara anak
tidak dicatatkan dianggap bukanlah pernikahan yang sah oleh negara tetapi sah menurut
agama, maka anak yang dilahirkan dalam pernikahan tersebut dikategorikan sebagai anak
luar perkawinan yang sah. Dalam arti bagi anak tersebut dikeluarkan akta kenal lahir yang
isinya adalah anak tersebut lahir dari seroang wanita yang tanpa kawin. Dengan demikian
anak dari hasil pernikahan yang tidak dicatatkan hanya memiliki hubungan yang
menimbulkan adanya hak dan kewajiban dengan ibu dan keluarga ibunya saja, sedangkan
anak tersebut tidak memiliki hubungan keperdataan dengan ayah biologisnya dalam bentuk
waris, hak dan kewajiban secara timbal balik.
F. Status Anak dalam Undang-Undang Perkawinan
Hukum perkawinan di Indonesia status hukum anak hasil dari perkawinan wanita
hamil adalah anak yang sah karena baik kitab Undang Hukum perdata,
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang perkawinan, mengatur bahwa anak yang sah adalah
anak yang dilahirkan akibat atau dalam perkawinan yang sah tanpa mengatur usia kandungan.
Dan tentu saja perkawinan sah yang dimaksud adalah perkawinan yang dicatat melalui
hukum negara.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, anak yang sah adalah
anak yang dilahirkan dalam atau akibat perkawinan yang sah, meskipun anak tersebut lahir
dari perkawinan wanita hamil yang usia kandungannya kurang dari enam bulam lamanya
sejak ia menikah resmi.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan bahwa perkawinan terhadap
wanita hamil, berdasarkan Pasal 2 ayat (1) bahwa: “perkawinan adalah sah, apabila dilakukan
menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu”.14
14 Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974Tentang Perkawinan
Pasal 2 ayat (1) tersebut anak yang dilahirkan dari perkawinan wanita hamil karena zina
adalah anak yang sah apa bila perkawinan itu dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum
masing-masing agamanya. Dalam hukum Islam, melakukan hubungan seksual antara pria dan
wanita tanpa ikatan perkawinan yang sah disebut zina. Hubungan seksual tersebut tidak
dibedakan apakah pelakunya gadis, bersuami atau janda, jejaka, beristri atau duda
sebagaimana berlaku pada hukum perdata. Ada dua macam istilah yang digunakan bagi zina
yaitu : (1) Zina muhson, yaitu zina yang dilakukan oleh orang yang telah atau pernah
menikah, (2) Zina ghairu muhson adalah zina yang dilakukan oleh orang yang belum pernah
nikah.15 Pengaturan anak sah diatur di dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang
perkawinan pada Pasal 42:“Anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai
akibat perkawinan yang sah”. Undang-Undang nomor 1 Tahun 1974 Tentang perkawinan
tidak secara tegas memberikan pengertian tentang istilah “anak luar nikah” tetapi hanya
menjelaskan penegertian anak sah dan kedudukan anak luar kawin”.16
15
Abdul Manan, Op Cit, hlm 82
16 Pasal 42 undang-Undang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan
Hal ini sebagaimana
bunyi Pasal 42-43 yang pada pokoknya menyatakan: “ Anak yang sah adalah anak yang
dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah. Anak yang dilahirkan diluar
perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya.
Berdasarkan ketentuan Pasal 43 ayat (1) UU Perkawinan dijelaskan bahwa anak yang
dilahirkan diluar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan
keluarga ibunya. Dalam UU Perkawinan, status anak dibedakan menjadi 2 yaitu anak sah dan
anak luar kawin. Anak sah sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 42 adalah anak yang
dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah. Dalam UU Perkawinan Pasal 42
disebutkan bahwa anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat dari
Ketentuan Pasal 43 ayat (1) UU Perkawinan disebutkan bahwa anak yang lahir
diluar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya.
Kedudukan anak luar kawin ini akan diatur dalam peraturan Pemerintah, tetapi sampai
sekarang peraturan pemerintah itu belum diterbitkan.17
Praktik hukum perdata pengertian anak luar kawin ada dua macam, yaitu: (1). Apabila orang
tua salah satu atau keduanya masih terikat dengan perkawinan lain yang mengakibatkan
hamil dan melahirkan anak, maka anak tersebut dinamakan anak zina, bukan anak luar kawin,
(2). Apabila orang tua anak diluar kawin itu masih sama-sama bujang, mereka mengadakan
hubungan seksual dan hamil serta melahirkan anak, maka anak itu tersebut anak diluar
nikah18
Seorang suami dapat menyangkal sahnya anak yang dilahirkan oleh isterinya, bila mana ia
dapat membuktikan bahwa isterinya berzina dan anak itu akibat dari pada perzinaan tersebut
(Pasal 44 ayat (1) UU Perkawinan. Pengadilan memberikan keputusan tentang sah/tidaknya
anak atas permintaan pihak yang berkepentingan.19
Dengan demikian dalam UU Perkawinan anak yang sah adalah anak yang lahir dalam
atau sebagai akibat perkawinan yang sah. Jadi kalau seorang wanita yang telah mengandung
karena berbuat zina dengan orang lain, kemudian ia kawin sah dengan bukan pria yang bukan
pemberi benih kandungan wanita itu, maka jika anak itu lahir, anak itu adalah anak sah dari
perkawinan dari wanita itu dengan pria itu. Dalam hukum adat perkawinan seperti ini disebut
“kawin tekap malu” (Jawa: nikah tambelan) agar si anak lahir mempunyai bapak.20
Undang-undang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan, status anak yang dilahirkan
dari perkawinan wanita hamil karena zina adalah anak sah apabila dilahirkan dari perkawinan
17 Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam Di Indonesia kencana, Jakarta, 2006, hlm . 81
18Ibid, hlm 81 19
Pasal 44 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan
yang sah yaitu perkawinan yang dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan
kepercayaannya itu (Pasal 2 ayat 1), dalam hal ini apabila perkawinan dilakukan dengan
laki-laki yang menghamili wanita hamil tersebut dan menjadi anak tidak sah atau anak luar kawin
apabila yang menikahi wanita hamil tersebut laki-laki yang bukan menghamilinya sesuai
dengan Kompilasi Hukum Islam yang terdapat dalam Pasal 53 tersebut.
Salah satu hal penting yang melekat pada diri anak adalah akta kelahiran. Akta
kelahiran menjadi isu global dan sangat asasi karena menyangkut identitas diri dan status
kewarganegaran. Disamping itu akta kelahiran merupakan hak identitas seseorang sebagai
perwujudan Konvensi Hak Anak (KHA) dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak. Akta kelahiran bersifat universal, karena hal ini terkait dengan
pengakuan Negara atas status keperdataan seseorang. Selain itu jika seorang anak manusia
yang lahir kemudian identitasnya tidak terdaftar, kelak akan menghadapi berbagai masalah
yang akan berakibat pada Negara, pemerintah dan masyarakat. Dalam perspektif KHA,
Negara harus memberikan pemenuhan hak dasar kepada setiap anak, dan terjaminya
perlindungan atas keberlangsungan, tumbuh kembang anak. Posisi anak dalam konstitusi
UUD 1945, terdapat dalam Pasal 28 B ayat 2 yaitu: “setiap anak berhak atas kelangsungan
hidup, tumbuh dan berkembang, serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan
diskriminasi”. Hak-hak anak diberbagai Undang-Undang antara lain Undang-Undang No 39
Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia maupun Undang-Undang No. 23 Tahun 2003
tentang perlindungan anak, jelas menyatakan akta kelahiran menjadi hak anak dan tanggung