• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penerapan Pendekatan Saintifik terhadap Peningkatan Aktivitas Belajar dan Kerja Ilmiah Matematika Siswa Kelas XI MAN Negeri Donggala

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Penerapan Pendekatan Saintifik terhadap Peningkatan Aktivitas Belajar dan Kerja Ilmiah Matematika Siswa Kelas XI MAN Negeri Donggala"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

118

Penerapan Pendekatan Saintifik terhadap Peningkatan Aktivitas

Belajar dan Kerja Ilmiah Matematika Siswa

Kelas XI MAN Negeri Donggala

Gandung Turtanto MAN Negeri Donggala

Jl. Trans Sulawesi No. 10, kab. Donggala - Sulawesi Tengah ABSTRAK

Pembelajaran saintifik merupakan pembelajaran yang terdiri dari tahapan mengganti, menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasikan dan mengkomuniksikan. Kerja ilmiah terdiri dari aspek perumusan konsep, aspek penyelidikan masalah, aspek sikap dan komunikasi ilmiah. Sedangkan kerja ilmiah dan kegiatan aktivitas pembelajaran, yang mengikuti tahap-tahap kerja ilmiah dan tahap-tahap-tahap-tahap pendekatan saintifik. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan satu kelas untuk menguji perlakuan yang akan diterapkan yaitu pendekatan saintifik dengan menggunakan 2 siklus yang terdiri 4 tahapan yaitu perencanaan, tindakan, observasi dan refleksi. Teknik pengumpulan data menggunakan lembar observasi kegiatan kerja ilmiah dan kegiatan aktivitas pembelajaran. Berdasarkan hasil pengamatan,dan analisis, data serta pembahasan tampak bahwa pada pembelajaran Siklus I kriteria kerja ilmiah berada pada kriteria kurang artinya aktivitas proses pembelajaran kurang memenuhi kriteria ilmiah dengan persentase 58,2%. Sedangkan pada siklus II aktivitas kerja ilmiah menjadi kriteria memenuhi, artinya aktivitas siswa memenuhi kriteria kerja ilmiah dengan persentase 70,4%. Terdapat peningkatan kerja ilmiah matematika siswa kelas XI MAN Negeri Donggala pada tahun ajaran 2018/2019 dengan menggunakan pendekatan saintifik.

Kata Kunci : Pendekatan Saintifik, Kerja Ilmiah dan Aktivitas Pembelajaran

I. PENDAHULUAN

Peningkatan hasil belajar siswa sangat tergantung peranan guru dalam mengelolah pembelajaran di dalam kelas. Dalam proses pembelajaran masih sering ditemui adanya kecenderungan meminimalkan keterlibatan siswa. Dominasi guru dalam proses pembelajaran menyebabkan kecenderungan siswa lebih bersifat pasif sehingga mereka lebih banyak menunggu sajian dari pada mencari dan menemukan sendiri pengetahuan, keterampilan atau sikap yang mereka butuhkan belum tercapai dengan baik. Kondisi seperti ini tidak akan menumbuh kembangkan aspek kemampuan dan aktivitas siswa seperti yang diharapkan.

I Nyoman, S.D (1998) mengungkapkan tentang paradigma baru pendidikan, bahwa belajar merupakan kebebasan adalah unsur penting dalam lingkungan belajar. Disamping kebebasan hal yang penting dimunculkan dalam lingkungan belajar untuk menimbulkan the will to learn adalah realness. Sadar bahwa anak mempunyai kekuatan dan kelemahan, keberanian dan rasa takut, bisa marah dan bisa gembira yang harus

(2)

119 dimiliki dalam proses pembelajaran. Pada proses pembelajaran sebaiknya menyajikan pendekatan yang membuat siswa untuk menggali sendiri potensi yang dimiliki melalui kegiatan pembelajaran. Siswa didorong untuk memberi kontribusi dalam mengkonstruksi pengetahuan terutama dalam memahami konsep-konsep matematika. Sehingga siswa tidak merasa bahwa mempelajari matematika adalah hal yang sangat sulit dan menakutkan.

Salah satu pendekatan yang dapat membuat siswa mengkonstruksi pengetahuan adalah pendekatan saintifik. Pendekatan ini dapat menghasilkan pengintegrasian tentang gagasan baru dimana siswa mengkonstruksi pengetahuannya sendiri dalam lingkungan belajar konstruktivis. Pembelajaran ini dapat dikelompokkan menjadi lima unsur yang terdiri dari: (1) kemampuan siswa untuk melihat dan mengamati masalah, dalam hal ini persoalan matematika yang dihadapi; (2) menggali kemampuan siswa untuk menimbulkan permasalahan terhadap masalah yang dihadap; (3) memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengumpulkan informasi untuk mengatasi dan menjawab permasalahan; (4) pengintegrasian dan melibatkan siswa untuk mengintegrasikan atau menggabungkan pengetahuan baru dengan pengetahuan inti atau pengetahuan utama dari hasil diskusi yang dilakukan secara kolaboratif, memberikan kesempatan kepada siswa untuk memberikan kesimpulan dan tangkuman terhadap materi yang diungkapkan pada masalah yang dihadapi

Pembelajaran yang mampu untuk mengatasi persoalan di atas adalah pendekatan saintifik karena siswa diajak untuk mengembangkan kemampuannya untuk mengatasi masalah yang dihadapi. Pendekatan ini siswa yang lebih aktif dan keterampilan proses agar dapat melaksanakan pembelajaran yang optimal (Made, 2001). Pembelajaran pendekatan saintifik dapat membangkitkan rasa ingin tahu siswa tentang persoalan-persoalan yang terkadang membuka peluang bagi siswa memberikan pemikiran yang lainnya. Cara pemebelajaran yang dianggap dapat memberi peluang kepada siswa untuk mengkonstruksi sendiri pengetahuannya adalah pendekatan saintifik, karena dapat menghasilkan konsep, agar konsep tersebut yang dirasakan sulit bagi siswa menjadi lebih mudah dipahami karena pembelajaran terfokus pada ide-ide awal siswa menuju konsep ilmiah lewat interaksi, yang menyebabkan timbulnya dialog antara prakonsepsi siswa dan konsep ilmiah (Ilyas Supriyatno, 2004).

(3)

120 Pembelajaran yang menekankan pada pendekatan konstruktivis dalam hal ini pendekatan saintifik. Menurut Diver (dalam Ardana, 2001), pembelajaran ini lebih terfokus pada suksesnya siswa dalam mengorganisasikan pengetahuan siswa dan bukan pada kebenaran siswa dalam melakukan refleksi atas apa yang dikerjakan guru. Karena itu, pengalihan perhatian dari model belajar konvensional ke model konstruktivis ini perlu dilakukan sebab dalam penelitian Sadia (dalam Ardana, 2001) menunjukkan bahwa pembelajaran konstruktivis mempunyai keunggulan kooperatif yang signifikan dibandingkan dengan model belajar konvensional.

Berdasarkan pengalaman mengajar peneliti bahwa proses pembelajaran matematika untuk siswa yang mengikuti mata pelajaran matematika tahun ajaran 2018/2019 di sekolah tempat mengajar peneliti. Terlihat bahwa aktivitas belajar siswa terutama untuk menggali kemampuannya masih tergolong belum maksimal. Hal ini terlihat pada saat siswa diberikan tugas untuk mengkaji dan mencari materi secara mandiri, kebanyakn siswa tidak dapat melakukannya dengan baik. Kegiatan bertanya dalam kelas setiap pertemuan menunjukkan siswa sangat kurang dalam berpartisipasi. Begitu pula saat ditanya siswa tentang materi yang sedang diajarkan, siswa tidak terlalu bergairah untuk bertanya, terlebih jika siswa diminta untuk menyelesaikan permasalahan matematika secara mandiri. Untuk mengatasi hal tersebut di atas maka dilakukan penerapan pendekatan saintifik untuk dapat meningkatkan kerja ilmiah siswa dan aktivitas siswa dalam proses pembelajaran.

Pembelajaran untuk pemahaman konsep tentang materi matematika harus diarahkan untuk mencari tahu dan berbuat sehingga dapat membantu siswa untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang materi matematika yang dipelajari. Selain itu pembelajaran juga diarahkan untuk mengembangkan kemampuan berfikir analisis induktif dan deduktif dalam menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan materi matematika, baik secara kualitatif maupun kuantitatif, serta mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap percaya diri, (Departemen Pendidikan Nasional, 2003). Oleh sebab itu perlu mengarah kan siswa bekerja secara ilmiah siswa yang dilakukan dalam proses belajar mengajar di dalam kelas meliputi perumusan konsep, melakukan penyelidikan atau eksplorasi terhadap masalah yang dihadapi, menentukan sikap yang baik dalam menyelesiakan masalah tersebut, dan melakukan komunikasi ilmiah dengan rekan atau guru, (Ningsih, 2007).

(4)

121 Berdasarkan uraian di atas, maka tujuan dalam penelitian ini adalah untuk dapat mengungkapkan pengaruh penerapan pendekatan saintifik terhadap peningkatan kerja ilmiah siswa dan aktivitas belajar pada proses pembelajaran.

II. METODE PENELITIAN

Desain Penelitian ini mengacu pada model Kurt Lewin yang dikembangkan oleh Kemmis dan Mc.Taggart yaitu meliputi 4 tahap: (1) perencanaan (2) pelaksanaan tindakan (3) observasi (4) refleksi. Penggunaan model ini dikarenakan alur yang digunakan cukup sederhana dan mudah untuk dilaksanakan. Adapun alur pelaksanaan tindakan yang dimaksud adalah sebagai berikut:

Gambar 1. Diagram alur desain penelitian diadaptasi dari model Kemmis & Mc. Taggart.

Penelitian ini dilakukan dalam dua siklus. Setiap siklus dilaksanakan 3 kali pertemuan sesuai dengan perubahan tingkah laku yang ingin dicapai. Pelaksanaan siklus I mengikuti rancangan penelitian yang telah disusun sebelumnya. Secara rinci dapat diuraikan sebagai berikut: (1) Perencanaan, kegiatan yang dilakukan pada tahap perencanaan terdiri dari membuat skenario pembelajaran yang menggunakan pendekatan saintifik, membuat rencana pembelajaran, membuat format penilaian aktivitas siswa, kerja ilmiah, membuat alat evaluasi tes kerja ilmiah untuk mengetahui tingkat penguasaan kerja ilmiah. (2) Pelaksanaan Tindakan, pelaksanaan penelitian ini mengacu pada kerangka pembelajaran saintifik. (3) Observasi, kegiatan observasi

a 1 2 3 4 0 b 7 6 8 5 Keterangan 0 : Pratindakan 1 : Rencana siklus 1 2 : Pelaksanaan siklus 1 3 : Observasi siklus 1 4 : Refleksi siklus 1 5 : Rencana siklus 2 6 : Pelaksanaan siklus 2 7 : Observasi siklus 2 8 : Refleksi tahap 2 a : Siklus 1 b : Siklus 2

(5)

122 dilakukan selama tindakan berlangsung. Pengamatan mencakup aktivitas siswa dan aktivitas guru dengan menggunakan lembar observasi. Selanjutnya melaksanakan evaluasi dengan menggunakan tes kerja ilmiah. (4) Refleksi, pada tahap ini seluruh data dan hasil yang diperoleh dianalisis. Berdasarkan hasil yang didapatkan, guru/peneliti akan merefleksikan apakah kegiatan yang dilakukan dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran dan kerja ilmiah siswa.

Teknik yang digunakan untuk pengumpulan data adalah teknik non-tes. Teknik non-tes meliputi pengamatan dan penilaian langsung terhadap aktivitas dan kerja ilmiah siswa untuk melihat perubahan hasil belajar. Instrumen penelitian dikembangkan untuk memperoleh tentang semua kualitas pembelajaran dan kerja ilmiah siswa. Komponen pembelajaran meliputi kegiatan pendahuluan, kegiatan inti dan kegiatan penutup baik yang dilakukan siswa maupun kegiatan yang dilakukan oleh guru. Komponen kerja ilmiah yang terdiri dari (1) perumusan konsep, (2) penyelidikan masalah, (3) sikap (4) komunikasi ilmiah.

Analisa data terbagi menjadi dua kelompok yaitu analisa data kualitatif dan analisa data kuantitatif. Penilaian kualitatif yang akan diamati dan dianalisis terdiri dari beberapa aspek, yaitu: (1) aspek aktivitas siswa, aktivitas dalam mengakhiri proses pembelajaran dihitung presentase rata-rata dengan menggunakan persamaan (Depdiknas 2003):

Persentase rata-rata = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑆𝑘𝑜𝑟

𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑚𝑎𝑘𝑠 𝑥 100% (1)

(2) Aspek aktivitas guru yang diamati terdiri dari tiga tahap yaitu tahap awal, inti, dan penutup. Aktivitas yang diamati adalah pra pembelajaran, memberikan motivasi pada siswa, memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengalami sendiri materi yang ingin diajarkan, menjelaskan materi, mendemonstrasikan materi, memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan sendiri gagasannya, menilai hasil belajar, dan memberikan apresiasi terhadap kinerja ilmiah siswa. Analisis data kuantitatif meliputi daya serap individu, ketuntasan belajar klasikal, dan daya serap klasikal dan peningkan atau N-gain.

(6)

123 Untuk mengetahui peningkatan hasil aktivitas yang diperoleh dengan menggunakan model pembelajaran saintifik dihitung berdasarkan skor N-gain. Untuk memperoleh skor N-gain digunakan persamaan,

𝑔 =

𝑆𝑝𝑜𝑠𝑡−𝑆𝑝𝑟𝑒

𝑆𝑚𝑎𝑘𝑠−𝑆𝑝𝑟𝑒

𝑥100

(2)

dengan :

Spost : Skor pengamatan akhir

Spre : Skor pengamatan awal

Smaks : Skor maks ideal

III. HASIL DAN PEMBAHASAN a. Hasil Penelitian

Data berupa aktivitas guru dan siswa sesuai dengan indikator pembelajaran pendekatan saintifik, serta kerja ilmiah siswa. Guru mengarahkan siswa agar dari hasil temuannya dapat menganalisis dan mengeksplorasi gagasan siswa melalui permasalahan

yang dihadapi dan diselesaikan dalam kelompok-kelompok belajar serta

mempresentasekan hasilnya. Setelah kelompok belajar terbentuk, guru berperan sebagai fasilitas dan memotivasi siswa dalam membahas materi yang sedang dibicarakan dan merefleksi terhadap aktiftas siswa dan kerja ilmiah siswa.

Adapun gambaran umum hasil penelitian tentang aktivitas pembelajaran dan kerja ilmiah siswa pada siklus I ke siklus II dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambaran secara umum penelitian tentang hasil kerja ilmiah pada penerapan pendekatan saintifik pada siklus 1 dan siklus 2 seperti pada Gambar 1.

Gambar 1. Kerja ilmiah siswa pada siklus I dan II

0 20 40 60 80 100 1 2 3 4

(7)

124 Hasil aktivitas proses pembelajaran pada siklus I dan II pada saat penerapan pendekatan saintifik seperti pada Gambar 2.

Gambar 2. Aktivitas proses pembelajaran siklus 1 dan 2

b. Pembahasan

Hasil obsevasi kerja ilmiah siswa dan aktivitas proses pembelajaran dalam kelas pada siklus I pada Gambar 1, diperoleh bahwa aktivitas kerja ilmiah yang meliputi indikator perumusan konsep, penyelidikan masalah, sikap, dan komunikasi ilmiah masih ada pada kriteria 55,0%, 59,7%, 60,1% dan 58,1%. Hal ini memberikan arti bahwa aktivitas kerja ilmiah siswa pada siklus I masih kurang memenuhi kriteria kerja ilmiah. Bila ditentukan berdasarkan rerata presentase, maka kerja ilmiah siswa hanya mencapai 58,2%. Rendahnya kerja ilmiah pada siklus I ini terutama untuk tahap perumusan konsep, pada komponen kemampuan mempresentasekan masalah, dan kemampuan menghubungkan antar konsep. Sedangkan kerja ilmiah pada tahap penyelidikan masalah yang masih rendah adalah kegiatan kemampuan menghubungkan berbagai hal dengan bebas sesuai pokok permasalahan. Pada tahap sikap juga komponen yang masih rendah adalah kegiatan minat mengikuti pembelajaran. Begitu pula pada tahap komunikasi ilimiah yang masih rendah adalah kegiatan kemampuan berkomunikasi secara ilmiah. Rendahnya kerja ilmiah pada siklus I disebabkan karena pada saat proses pembelajaran aktivitas pada tahapan mengamati juga masih rendah yaitu 60,4%. Rendahnya aktivitas pada kegiatan memberikan orientasi umum dan rasionalisasi konsep, disebabkan pada tahapan aktivis dan interaksi terutama pada kegiatan mengungkapkan konsep awal menuju konsep ilmiah. Penyebab lain rendahnya kerja ilmiah pada siklus I, juga disebabkan pada tahapan mengumpulkan informasi terutama pada kegiatan

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 Siklus I Siklus II

(8)

125 mendiagnosis kesulitan, juga pada tahap mengasosiasi hanya sekitar 54,2%. Kegiatan yang paling rendah adalah kegiatan menghubungkan konsep satu dengan konsep yang lain.

Kerja ilmiah dan akitivitas proses pembelajaran pada siklus II seperti pada Grafik 1, diperoleh bahwa aktivitas kerja ilmiah yang meliputi indikator perumusan konsep, penyelidikan masalah, sikap, dan komunikasi ilmiah masih ada pada kriteria 61,5%, 70,1%, 67,8% dan 72,8%. Hal ini memberikan arti bahwa aktivitas kerja ilmiah siswa pada siklus II sudah memenuhi kriteria kerja ilmiah. Bila ditentukan berdasarkan rerata persentase, maka kerja ilmiah siswa mencapai 70,2%. Bertambahnya kerja ilmiah siswa disebabkan pada penerapan pendekatan saintifik pada siklus II sudah mengalami perbaikan terutama pada tahapan mengamati naik dari 60,5% menjadi 75,1%. Tahapan menanya naik dari 61,0% menjadi 77,9%. Tahapan mengumpulkan informasi naik dari 58,1% menjadi 75,0%. Tahapan mengasosiasi naik dari 54,2% menjadi 62,3%.

Perubahan kenaikan kerja ilmiah pada siklus II disebabkan akitivitas pada kegiatan penerapan pendekatan saintifik mengalami perubahan terutama pada kegiatan memberikan orientasi umum dan rasionalisasi konsep, mengajukan pertanyaan untuk menggali gagasan-gagasan awal, mengarahkan perhatian kepada konsep-konsep yang penting, mengidentifikasi kendala-kendala dalam proses pembelajaran, dan membantu jalinan konsep.

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh sejalan dengan pendapat (Slameto, 2003). Faktor lain yang mempengaruhi kerja ilmiah adalah sikap. Sikap merupakan sesuatu yang dipelajari, dan sikap menentukan bagaimana individu bereaksi terhadap situasi serta menentukan apa yang dicari individu dalam kehidupan. Pada umumnya rumusan-rumusan mengenai sikap mempunyai persamaan unsur, yaitu adanya kesediaan untuk merespon terhadap suatu situasi. Sikap terbentuk melalui bermacam-macam cara, antara lain: pengalaman berulang-ulang, imitasi, sugesti, dan identifikasi.

Menurut Anita (2007) sikap ilmiah menyebabkan sifat kreatif siswa dapat menembuhkan ketekunan, disiplin diri dan berlatih penuh, meliputi aktivitas mental seperti : mengajukan pertanyaan, mempertimbangkan informasi baru dan ide yang tidak lazim dengan pemikiran terbuka, membangun keterkaitan khususnya di hal-hal yang berbeda, menghubung-hubungkan berbagai hal dengan bebas, menerapkan imajinasi pada setiap situasi untuk menghasilkan hal baru dan berbeda, dan mendengarkan

(9)

126 intuitasi. Sedangkan proses belajar mengajar merupakan inti dari kegiatan pendidikan di sekolah dan suatu proses membangun pengetahuan yang melibatkan komunikasi ilmiah berupa interaksi antara pengajar, pembelajar, serta materi yang saling menguntungkan guru berperan dalam mengelola proses belajar mengajar dengan menerapkan keterampilan intelektual, menjelaskan masalah dan memecahkannya (Anita, 2007). Dengan demikian, keberhasilan belajar siswa selain ditentukan oleh kemampuan kognitif dan usaha belajarnya, juga ditentukan oleh efektifitas peran guru dalam proses pembelajaran Berdasarkan pendapat diatas maka peningkatan kerja ilmiah sejalan dengan hasil dari penelitian ini. Bahwa kerja ilmiah ditentukan dari aktivitas dalam proses pembelajaran.

IV. PENUTUP

Hasil pengamatan, analisis, data serta pembahasan tampak bahwa pada pembelajaran siklus I kriteria kerja ilmiah berada pada kriteria kurang, aktivitas proses pembelajaran kurang memenuhi kriteria ilmiah dengan persentase 58,1%. Sedangkan pada siklus II aktivitas kerja ilmiah menjadi kriteria memenuhi, aktivitas siswa memenuhi kriteria kerja ilmiah dengan persentase 70,2%. Berdasarkan data tersebut maka dapat disimpulkan bahwa pendekatan saintifik dapat meningkatkan kerja ilmiah siswa dan aktivitas pembelajaran pada materi matematika siswa kelas XI MAN Negeri Donggala pada tahun ajaran 2018/2019.

DAFTAR PUSTAKA

Anita, (2007). Model Pembelajaran Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS )pada topik larutan penyangga untuk meningkatkan pemahaman konsep siswa,.Jurnal Penelitian Pendidikan IPA.Volume I No.I, Maret 2007, hal:21-30. Penerbit Program Studi IPA Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Departemen Pendidikan Nasional,(2003). Standar Kompetensi Mata Pelajaran Sekolah Menengah atas dan Madrasah Aliyah.Jakarta.

Kemmis, S., dan Mc.Taggart, R., (1998). The Action Research Planner, Deakin University,Victoria.

I Nyoman Sudana Degeng, 1998. Mencari Paradigma Baru Pemecahan Masalah Pembelajaran,

UM.

Ilyas, S. 2004. Peningkatan Kualitas Hasil belajar Siswa Kelas I SMU Negeri 1 Palu Mengenai Konsep Suhu dan Kalor Melalui Implemnetasi Model Pembelajaran Saintifik. Skripsi tidak dipublikasikan Palu FKIP UNTAD

(10)

127 Made, S. 2001. Pengembangan Strategi Pembelajaran Saintifik Untuk Meningkatkan Aktifitas Mengajukan Masalaha Kemampuan Berargumentasi dan Hasil Belajar Siswa, kelas I SLTP Negeri 1 Singaraja. Aneka Widya No. 2 TH XXXIV April, 2001, IKIP Singaraja

Purnamaningsih (2007). Meningkatkan Kerja Ilmiah dan Pemahaman Siswa Pendidikan Kimia Tentang Termokia Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw.Universitas Tadulako, Palu.

Putu, Mardana. 2001. Peningkatan Kualitas Pembelajaran Matematika di SMU Negeri Singaraja Melalui Implemnetasi Model Pembelajaran Saintifik. Aneka Widya No.2 TH XXXIV April 2001, IKIP Singaraja.

Sadia, W. 1998. Model Konstruktivis dalam Pembelajaran Sains Berdasarkan Paradigma Konstruktivisme. Orasi Ilmiah yang disampaikan pada DIESNATALIS V STKIP Singaraja

Slameto,2003).Belajar dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi.enerbit Rineka Cipta,Bandung

Gambar

Gambar 1.  Diagram alur desain penelitian diadaptasi dari   model Kemmis & Mc. Taggart
Gambar 1. Kerja ilmiah siswa pada siklus I dan II
Gambar 2. Aktivitas proses pembelajaran siklus 1 dan 2

Referensi

Dokumen terkait

Akan tetapi belum ditemukannya formulasi dan metode yang tepat dalam menghasilkan bolu kukus dari subtitusi tepung pisang yang optimal, yaitu berapa jumlah konsentrasi

Berilah skor rasa pada sampel dari yang paling Anda sukai. (=6) hingga yang paling tidak Anda

Berdasarkan hasil penelitian, beberapa hal yang dapat disimpulkan bahwa optimasi dayadengan metode prediksi pada sistem ini dapat dilakukan pada migrasi VM dan

Hasil penelitian pemberian pakan komersil yang telah dicampur dengan probiotik EM-4 tidak berpengaruh nyata terhadap kelangsungan hidup benih ikan nila karena tingkat

Jika f’ (x) terdeferensial pada x maka turunannya disebut turunan tingkat dua atau

Ketiga fluktuasi (tahunan, 6 dan 4 bulan- an) menunjukkan beda fase negatif yang berarti signal lebih dahulu dirasakan di selatan S. Lom- bok baru kemudian di L. Secara teo- ritis

1. Arsip statis yaitu arsip/berkas yang tidak lagi dipergunakan secara langsung untuk perencanaan, pelaksanaan kegiatan maupun untuk kegiatan administrasi negara atau

The transformNode metho d returns a String value c o ntaining a fo rmatted XML do c ument using the spec ified XSL style sheet.. You m ust use the r eadyState property