1
Telaah Kritis Eksistensi Pesantren sebagai Refleksi Pendidikan
Islam Holistik dalam Membentuk Generasi Muslim
Berkarakter
Sufirmansyah1, Lailatul Badriyah2 1
Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kediri, Jl. Sunan Ampel No. 07 Ngronggo-Kediri imansyah28@iainkediri.ac.id
2
Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kediri, Jl. Sunan Ampel No. 07 Ngronggo-Kediri lelabadriyah99@gmail.com
Abstract:
This article reveals the position of pesantren as a reflection of holistic Islamic education. Compared to other educational institutions, pesantren has a distinct advantage in terms of habituating Islamic values for students. Using a qualitative methodology and van Dijk's discourse analysis approach, this article was prepared by examining and analyzing all relevant references for the sake of obtaining a systematic conclusion. This article comes to the synthesis that pesantren has tremendous potential in shaping the personality of future generations of Muslims based on the Qur'an and Hadith. The role of the kiai is very vital and supported by activities laden with high levels of Islamic morality making pesantren have a very promising bargaining value for the realization of the objectives of Islamic education, namely the formation of our people. Therefore, without ignoring other Islamic educational institutions, pesantren must continue to be supported and at the same time synergize with other institutions in order to be able to spread these characteristics so that future generations of Muslims truly have Islamic character in their daily lives.
Keywords: pesantren; Islamic education; Islamic character.
Abstrak:
Artikel ini mengungkap posisi pesantren sebagai refleksi pendidikan Islam yang holistik. Dibandingkan dengan lembaga pendidikan lainnya, pesantren memiliki keunggulan khas dalam hal pembiasaan nilai-nilai keislaman untuk para santri. Dengan memakai metodologi kualitatif dan pendekatan analisis wacana van Dijk, artikel ini disusun dengan mencermati sekaligus menganalisis seluruh referensi yang relevan demi didapatkannya sebuah simpulan yang sistematis. Artikel ini sampai pada sintesa bahwa pesantren mempunyai potensi yang luar biasa dalam membentuk pribadi generasi muslim masa depan yang berlandaskan al-Qur’an dan Hadis. Peran kiai yang sangat vital serta didukung dengan kegiatan-kegiatan yang sarat akan ketinggian derajat akhlak Islami membuat pesantren memiliki nilai
2
tawar yang sangat menjanjikan demi terwujudnya tujuan pendidikan Islam, yaitu membentuk insan kamil. Oleh karena itu, tanpa mengesampingkan lembaga pendidikan Islam lainnya, pesantren harus terus didukung dan sekaligus bersinergi dengan institusi lainnya agar mampu menyebarkan kekhasannya tersebut sehingga generasi muslim di masa depan betul-betul berkarakter islami dalam kesehariannya.
Kata kunci: pesantren; pendidikan Islam; karakter Islami.
PENDAHULUAN
Memahami realitas pesantren secara tidak langsung kita harus menengok latar belakang historisnya. Ada pandangan yang menarik bahwa pesantren telah ada sebelum masa Islam. 1 Lembaga seperti pesantren telah ada sejak masa kekuasaan Hindu-Budha sekitar abad ke-13 M. Bahkan sistem pendidikan pesantren ini bisa jadi diadposi dari akulturasi kedua agama tersebut. Oleh karena itu, pesantren bukan hanya bercirikan keislaman, tapi juga keindonesiaan (indigenous).2
Pesantren adalah sistem pendidikan non formal yang merupakan refleksi dari pendidikan Islam secara utuh. Pesantren merupakan pelaksana tujuan pendidikan Islam serta yang menjaga dan melestarikan budaya Islam meskipun
1 Mohammad Asrori, ―Dinamika Pendidikan Islam
Indonesia (Kajian Historis Dari Tradisional Menuju Kontemporer),‖ el-Harakah Vol. 10, no. No. 1 (April 2008): 34.
2 Guntur Cahaya Kesuma, ―Pesantren Dan
Kepemimpinan Kyai,‖ Terampil Vol. 1, no. 1 (2009),100.
secara formalitas pendidikan pesantren tidak pernah mencetuskan dirinya sebagai lembaga pendidikan Islam yang paling komprehensif. Pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam tradisional dengan ciri khas di dalamnya terdapat masjid, kyai, santri, dan pengajaran kitab kuning 3 Setiap unsur tersebut saling berkaitan dan berkesinambungan dalam menciptakan pendidikan pesantren.
Banyak hal menarik dari pesantren yang tidak terdapat pada lembaga lain yaitu mata pelajaran bakunya yang ditekstualkan pada kitab-kitab salaf (klasik) atau kitab kuning. Pesantren yang memberikan pendidikan pada masa-masa sulit, masa perjuangan melawan kolonial dan merupakan pusat studi yang tetap
survive sampai masa kini. Keberadaan pesantren dalam menyelenggarakan pendidikan serta pembentukan karakter telah teruji, sehingga banyak tokoh-tokoh nasional yang lahir melalui pendidikan di
3 Mualimin, ―Lembaga Pedidikan Islam Terpadu,‖
3
pesantren.4 kajian kitab kuning ini juga menjadi salah satu ciri khas dari pesantren yang tidak diajarkan di dalam dunia pendidikan formal.
Salah satu tradisi dalam menumbuhkan kebiasaan sebagai cerminan akhlak umat Muslim melalui kegiatan Bahtsul Masa’il. Adapun Bahtsul Masa’il adalah upaya menggali hukum Islam yang mendasarkan pemikiran pada naskah kitab-kitab kuning sebagai landasan utama guna menghadapai persoalan keagamaan yang dikategorikan sebagai fikih kontemporer.5 Kegiatan Bahsul Masa’il yang merupakan tradisi di dalam pesantren menghasilkan dampak terhadap kepribadian seorang santri sendiri seperti jiwa kritis, menghargai pendapat orang lain dan menghilangkan sifat pemalu.
Kitab Adabul ‘Alim wa al-Muta’alim telah cukup mencakup semua adab-adab yang harus dimiliki oleh para pencari ilmu, khususnya santri di dalam lingkup pesantren. Mulai dari adab memulai
4 Miftachul Ulum, ―Eksistesi Pendidikan
Pesantren: Kritik Terhadap Kapitalisasi Pendidikan,‖ Ta’lim Vol. 1, No. 2 (2018): 20.
5 Salsabila Firdaus dan Ulfah Rahmawati,
―HADIS DALAM TRADISI NAHDLATUL ULAMA: Studi atas Pemahaman Hadis Lajnah Bahtsul Masa’il,‖ Addin 7, no. 2 (2013): 14.
pelajaran, adab kepada guru sampai adab di dalam memanfaatkan waktu.6
Dalam UU Sisdiknas terdapat 8 butir UU yang membahas tentang pengembangan karakter, dan 7 diantaranya sesuai dengan apa yang terkandung dalam pembahasan kitab
Washoya.7 Kitab yang diajarkan di Pesantren mengajarkan santrinya untuk memiliki sikap dan akhlak Islami tanpa terpaku pada sisi kognitif atau nilai ijazah saja. Sebagaimana pemahaman masyarakat pada umumnya, pendidikan Islam adalah suatu upaya pembelajaran untuk melakukan internalisasi nilai-nilai Islam sehingga mampu membentuk insan kamil yang berkarakter Islami.
Di tengah maraknya isu radikalisme dan terorisme yang mengancam kedaulatan Indonesia, pesantren berada pada garda terdepan sebagai salah satu institusi pendidikan Islam yang dapat diandalkan. Bagaimanapun, visi Islam moderat yang digaungkan oleh Kementerian Agama Republik Indonesia telah diterapkan dalam pendidikan pesantren sejak lama, bahkan sebelum
6
Aisatu Solikah, ―Etika Pendidikan Menurut Al-Zarnuji Dalam Ta’lim al-Muta’alim dan Relevansinya dengan Sistem Pendidikan Nasional,‖ t.t., 1.
7
Saipullah, ―Pengembangan Kepribadian Santri Melalui Kegiatan Bahtsul Masa’il (Studi Kasus di LBM Pondok Pesantren Lirboyo Kota Kediri),‖ dalam Skripsi (Kediri: Program Sarjana STAIN Kediri, 2017), 1.
4
Indonesia merdeka. Pesantren identik dengan pengkajian kitab-kitab klasik, yang mayoritas bernafaskan ajaran Ahl al-Sunnah wa al-Jama’ah dan telah lama dikenal sebagai ajaran Islam yang moderat.8 Dengan ide Islam moderat inilah pesantren memiliki posisi yang sangat strategis dalam mewujudkan tujuan pendidikan Islam yang utama, yaitu membentuk generai Muslim masa depan yang berkarakter Islami.
METODE PENELITIAN
Artikel ini ditulis menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan analisis wacana. Analisis wacana menurut van Dijk memfokuskan pada pembahasan berbagai referensi yang relevan dengan suatu topik penelitian sosial guna mendapatkan sebuah sintesa keilmuan yang sistematis dan komplit.9 Dengan menelaah berbagai referensi yang relevan dengan konsep pendidikan Islam, artikel ini bertujuan untuk menggarisbawahi pentingnya eksistensi pesantren dalam mencetak generasi muslim masa depan yang betul-betul
8
Sufirmansyah Sufirmansyah, ―Aplikasi Visi Islam Moderat: Eklektisisme Pembelajaran Bermakna dan Pendidikan Berbasis Nilai sebagai Antitesis Radikalisme Keberagamaan,‖ Prosiding Nasional Pascasarjana IAIN Kediri 1 (2018): 95– 112.
9 Teun A. van Dijk, Discourse and Knowledge: A
Sociocognitive Approach (Cambridge: Cambridge University Press, 2014).
Islami. Dengan demikian, pesantren dapat dikenal lebih luas lagi dalam lingkup nasional dan internasional sehingga mampu memberikan kontribusinya secara lebih optimal dalam membentuk insan kamil, sebagaimana tujuan pendidikan Islam.
PEMBAHASAN
Pesantren sebagai Institusi Pendidikan Islami
Pondok Pesantren pada umumnya merupakan institusi pendidikan Islam yang bercorak tradisional. Selain menyelenggarakan pengajaran agama, beberapa pesantren juga menyediakan asrama sebagai upaya untuk lebih memperdalam pemahaman agama bagi para santrinya. Pendidikan di pesantren bertujuan untuk memperdalam pengetahuan tentang Al-Qur’an dan Hadis dengan cara mempelajari kitab-kitab klasik seraya mengasah kemampuan bahasa Arab berikut tata bahasanya.10
Pesantren adalah lembaga yang pengelolaannya secara mutlak dipegang oleh kiai sebagai guru sekaligus manajer keberlangsungan segala kegiatan di pesantren.11 Pesantren merupakan salah
10
Ulum, ―Eksistesi Pendidikan Pesantren: Kritik Terhadap Kapitalisasi Pendidikan,‖ 21.
11 Scott S. Reese, ―Shaykh Abdullahi Al-Qutbi and
the Pious Believer’s Dilemma: Local Moral Guidance in an Age of Global Islamic Reform,‖
5
satu jenis lembaga pendidikan Islam di Indonesia yang bersifat tradisional.12 Pondok pesantren menggunakan sistem pengajaran kepada anak didik yang didasarkan atas ajaran Islam dengan tujuan ibadah untuk mendapatkan ridho dari Allah SWT. Para santri dididik untuk menjadi mukmin sejati, yaitu manusia yang bertaqwa kepada Allah SWT. berakhak mulia, mempunyai integritas pribadi yang utuh, mandiri dan mempunyai kualitas intelektual. Di dalam pondok pesantren para santri belajar hidup bermasyarakat, berorganisasi, memimpin dan dipimpin. Mereka juga dituntut untuk dapat menaati dan meladeni kehidupannya dalam segala hal. Di samping itu, harus bersedia menjalankan tugas apa pun yang diberikan oleh para pengasuhnya.13 Selain itu, pesantren juga merupakan lembaga pendidikan tertua di Indonesia pesantren lebih dahulu ada sebelum kemerdekaan, bahkan pejuang kemerdekaan mayoritas dipelopori oleh kalangan santri di bawah pimpinan kiai.
Hal ini bukan disebabkan karena pesantren yang tidak mau terbuka dengan
Journal of Eastern African Studies 9, no. 3 (July 3, 2015): 488–504.
12
Kemas Mas’ud Ali dkk, ―Penerapan Pola Asuh Terhadap Santri Di Pondok Pesantren Al-Amalul Khair Palembang,‖ Tadrib Vol. 3, no. 2 (Desember 2017): 280.
13
Ibid.
perkembangan modern, akan tetapi lebih kepada sistem pesantren yang menekankan pada perkembangan akhlak dan moralitas santrinya. Sehingga metode-metode yang dipakai masih memakai model lama seperti sorogan, badongan dan lain sebagainya dimana model-model seperti di atas dirasa mampu untuk membantu pesantren di dalam mencapai tujuannya menciptakan generasi Islami dengan kepribadian sederhana.
Unsur-unsur dasar yang membentuk lembaga pondok pesantren adalah kiyai, masjid, asrama, santri dan kitab kuning.14 Dimana kiai adalah center pengelolaan pesantren, seluruh kebijakan berada pada keputusan kiai. Bahkan dalam tradisi pesantren keinginan serta perkataan kiai seolah dimaknai kewajiban bagi santri untuk memenuhi dan menaati perintah kiai. Sementara masjid adalah pusat tempat pelaksanaan pengajian, biasanya selain digunakan untuk berjamaah seluruh warga pesantren, masjid juga digunakan sebagai majelis pengajian ilmu dalam skala besar. Acara-acara seperti Bahtsul Masa’il dan majelis ilmu lainnya juga biasanya dilaksanakan di masjid. Adapun asrama adalah tempat tinggal santri dengan pembagian kamar dan penghuni diatur menurut kebijakan pesantren yang
14
6
berbeda-beda sistem penerapannya dalam setiap lembaga. Yang terakhir adalah kitab kuning. Kitab ini dinamakan sebagai kitab kuning karena kertas yang digunakan berwarna kuning. Kitab ini adalah kitab klasik yang menjadi bahan pelajaran wajib yang digunakan di pesantren. meskipun sebagian pondok pesantren mulai melakukan pengembangan pendidikan dengan menambah kitab dan buku-buku modern namun pengaruh kitab kuning di dunia pesantren tetap mendominasi pembelajarannya.
Pesantren memiliki ciri khas atau metode pengajaran sebegai berikut:
1. Metode Sorogan
Metode sorogan adalah belajar individu, dimana seorang santri dengan seorang guru terjadi interaksi saling mengenal diantara keduanya. Santri membacakan kitab kuning dihadapan kiai-ulama yang langsung menyaksikan keabsahan bacaan santri, baik dalam konteks makna maupun bahasa (nahw dan sharf).
2. Metode Bandongan
Menurut Imron Arifin, yang dimaksud metode bandongan ialah kiai membaca suatu kitab dan menjelaskan maknanya dalam waktu tertentu dan santri membawa kitab
yang sama, kemudian santri mendengarkan dan menyimak tentang bacaan tersebut. Santri secara kolektif mendengarkan bacaan dan penjelasan sang kiai-ulama sambil masing-masing memberikan catatan pada kitabnya. Catatan itu bisa berupa syakl
atau makna mufrodhat atau penjelasan (keterangan tambahan). Penting ditegaskan bahwa di kalangan pesantren, terutama yang klasik
(salafi), memiliki cara membaca tersendiri yang dikenal dengan cara
utawi-iki-iku, sebuah cara membaca dengan pendekatan tata bahasa (nahw dan sharf) yang ketat.
3. Metode Mudhakarah
Ialah suatu cara yang dipergunakan dalam menyampaikan bahan pelajaran dengan jalan mengadakan suatu pertemuan ilmiah yang secara khusus membahas persoalan-persoalan keagamaan. Metode mudzakaroh ini juga disebut dengan Majma al Buhuts, dan biasanya metode ini digunakan untuk memecahkan masalah-masalah kemasyarakatan yang berhubungan dengan konteks masa sekarang
7
ditinjau dari analisa kitab-kitab Islam klasik15
Banyak juga orang tua khawatir akan masa depan putra putrinya. Hal tersebut dikarenakan semakin banyaknya kasus kriminal, perkelahian pelajar, penyalahgunaan narkoba, minum-minuman keras, dan lain sebagainya. Oleh karenanya, banyak keluarga yang berpikir ulang tentang nilai efektifitas pendidikan umum dalam mengembangkan kepribadian dan moral anak. Banyak pondok pesantren menjadi alternatif lain di tengah kegalauan orang tua dalam menentukan lembaga pendidikan yang sesuai bagi putra putri mereka.16 Citra pesantren dalam menghasilkan lulusan santri yang beretika juga mempengaruhi sebagian besar orang tua dalam memilih pesantren sebagai lembaga pendidikan paling tepat bagi anaknya. Banyak orang tua yang beranggapan, bahwa dengan memberikan pendidikan pesantren bagi anaknya, secara umum anak akan memiliki tabiat dan perilaku layaknya yang dicita-citakan
15 Ulum, ―Eksistesi Pendidikan Pesantren: Kritik
Terhadap Kapitalisasi Pendidikan,‖ 24–25.
16 Marzuki and Ahmad Masrukin, ―Motif Orang
Tua Santri di Pondok Pesantren HM Lirboyo,‖ Jurnal Pemikiran Keislaman, Vol. 30, No. 1 (Februari 2019): 166–81.
orangtua meliputi akhlak karimah atau akhlak terpuji. Selain itu, dengan menyekolahkan anak di pesantren adalah salah satu alternatif bagi orangtua yang sibuk dengan pekerjaannya, sedangkan di pesantren kewajiban mendidik anak secara penuh dipasrahkan kepada kiai. Falsafah jawa mengatakan ―pasrah bongkok an” yang artinya apapun kebijakan pesantren dalam melaksanakan program pendidikan akan diterima dengan total oleh orangtua sebagai pihak yang menitipkan anaknya.
Dalam perkembangannya, banyak sekali pondok pesantren yang tersebar di seluruh Indonesia serta memiliki ciri khas masing-masing. Beberapa pesantren menggunakan ideologi salafi/klasik, modern, campuran dan akhir-akhir ini mulai dikenal luas pesantren manhaj salafi.
Manhaj berakar dari kata nahaja
yang artinya metode atau proses. Adapun
manhaj salafi adalah metode
mengaplikasikan ajaran agama seperti yang diajarkan Nabi yang sesuai dengan apa yang telah dijalankan oleh tiga generasi awal penerus Nabi. Metode keberagamaan ini menjelma menjadi gerakan salafi/salafisme. Gerakan ini
8
merupakan gerakan purifikasi ajaran Islam untuk kembali kepada sumber utama yaitu al Quran dan al Hadits secara praktik maupun keyakinan dalam menjalankan ajaran Islam. Purifikasi yang dimaksud adalah memurnikan ajaran Islam dari kesyirikan, bid’ah, khurafat, tahayul dan mitos. Hal yang sama juga dinyatakan oleh Didiuga bahwa salafi sebagai gerakan atau model keberagamaan yang ingin seperti keberagamaannya tiga generasi awal setelah nabi, terkait dengan identitas, keyakinan, perilaku dan seterusnya. Dia menyebutnya dengan istilah neo tradisional salafi Prinsip dan karakter dasar manhaj salafi bertumpu pada akidah. Menurut manhaj ini, akidah sangat esensial dari pada misalnya fikih. Karena dengan akidah yang benar menjadikan muslim sangat mulia. Prinsip dan karakter dasar ini tercakup dalam tauhid, mengikuti jejak sunnah, menentang terhadap bid’ah, al-wala’ wal bara’ dan taat terhadap penguasa.17
Manhaj salafi adalah salah satu ideologi pesantren yang tergolong baru. Dimana manhaj salafi memiliki keyakinan untuk mengembalikan Islam dari bid’ah. Yang perlu digaris bawahi dari perkataan bid’ah
17 Irham, ―Pesantren Manhaj Salafi: Pendidikan
Islam Model Baru di Indonesia,‖ Ulul Albab Vol. 17, no. No. 1 (2016): 5.
disini bukan seperti golongan radikal yang memaknai bid’ah adalah segala sesuatu yang baru, sedangkan semua bid’ah adalah sesat serta berhak untuk dibunuh. Pesantren manhaj salafi ini memaknai bid’ah adalah semacam kepercayaan terlalu tinggi kepada selain Allah seperti tahayul dan lain sebagainya yang dikhwatirkan hal tersebut akan membahayakan aqidah beragama umat Islam, oleh karena itu manhaj salafi hadir untuk memurnikan ajaran-ajaran Islam dari beberapa perilaku yang berpotensi berkembang menjadi kesyirikan kepada Allah.
Ciri umum pesantren adalah mengikuti pola umum pendidikan Islam tradisional, yaitu pendidikan Islam yang tidak terlembagakan, seperti pengajian yang dilakukan di kampung-kampung. Pengajian ini dilakukan di rumah sendiri dengan orang tua sebagai gurunya atau di rumah-rumah guru ngaji, masjid atau majlis taklim sederhana. Kemudian pendidikan Islam itu terlembagakan dalam bentuk pesantren. Ciri umum kedua pesantren adalah sosok pencari ilmunya sering disebut sebagai musafir pencari ilmu, sehingga mereka layak untuk mendapatkan zakat karena termasuk
sabillillah. Ciri ini berlaku dalam tradisi pesantren mana pun walaupun sekarang
9
mungkin bisa bergeser menjadi beasiswa santri.18 Karena seorang santri dianggap sebagai orang yang berjuang untuk menegakkan kalimat Allah.
Pendidikan Islam: Konsep dan Ta’rif
Pendidikan adalah usaha sadar dan sistematis yang dilakukan tidak hanya untuk memanusiakan manusia tetapi juga agar manusia menyadari posisinya sebagai khalifatullah fil ardhi, yang pada gilirannya akan semakin meningkatkan dirinya untuk menjadi manusia yang bertakwa, beriman, berilmu, dan beramal soleh. Didalam Islam manusia yang beriman, berilmu, dan beramal soleh memang memiliki derajat yang tinggi. Dalam konteks ini juga dalam agama Islam dikenal sebuah istilah ilmu yang amaliah dan amal yang ilmiyyah. Upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia masih terus dilakukan. Dunia pendidikan adalah sebuah mega proyek bersama bagi anak-anak bangsa yang sedang giat-giatnya membangun agar bermartabat dan tidak ketinggalan dari bangsa-bangsa lain di dunia.19 Dengan pendidikan seseorang akan memiliki pengetahuan untuk memajukan
18
Kesuma, ―Pesantren dan Kepemimpinan Kyai,‖ 101.
19 Bach. Yunof Candra, ―Problematika Pendidikan
Agama Islam,‖ Istighna Vol. 1, no. No. 1 (Januari 2018): 136.
bangsanya. Di beberapa Negara maju, sentral pemerintahan selalu menjadikan pendidikan sebagai perhatian utama untuk menjamin bahwa pendidikan negaranya berkualitas dan mampu menghasilkan lulusan yang berkompeten untuk bersaing di dunia nyata. Dalam konteks ini pemerintahan Jepang setelah mengalami kekalahan pasca pengeboman Hiroshima dan Nagasaki yang menyebabkan kerugian besar bagi Jepang, melakukan maneuver pemerintahan. Negara tidak lagi memperkaya harta dan usaha melainkan memperbaiki sistem pendidikan dengan harapan bahwa pendidikan akan mampu mengembalikan kejayaan negara Jepang beberapa tahun ke depan.
Islam adalah bahasa Arab, dalam bahasa Arab Islam berasal dari kata
aslama yang artinya menyerahkan diri, tunduk dan patuh. Asal usul kata aslama
adalah berasal dari kata salima yang artinya selamat. Apabila arti kedua kata ini dihubungkan maka akan bermakna selamat bagi yang menyerahkan diri, tunduk dan patuh. Didalam Al-Quran kata Islam atau yang berhubungan dengan kata Islam terkadang dikaitkan dengan kata agama atau Ad-Diin, Al-Millah dan lain sebagainya. Seperti pada surat Ali Imran ayat kesembilan misalnya, Allah
10
berfirman ―sesungguhnya agama disisi Allah adalah Islam‖. Menurut „Abdurrahman An-Nahlawi dalam bukunya Usul At-Tarbiyyah AlIslamiyyah wa Asalibuha fil Bait wal Madrosah wal Mujtama’ mendefinisikan Islam secara terminologi sebagai sebuah peraturan ilahi yang telah Allah sempurnakan dan menjadikannya peraturan yang sempurna, menyeluruh bagi segala segi kehidupan, dan meridoinya sebagai tata cara interaksi antara manusia dengan penciptanya, manusia dengan alam semesta, manusia dengan seluruh makhluk ciptaan, dengan dunia dan akhirat, dengan masyaraat, pasangan, anak, hakim, hukum dan dengan segala yang berkaitan dengan kehidupan manusia.20 Adapun jika disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan Islam adalah agama yang mencakup tentang aturan hidup manusia dengan beberapa petunjuk yang telah disampaikan kepada utusanNya dalam memberikan tata cara demi mencapai kebahagiann di dunia dan akhirat. Islam mengenalkan kepada hukum reward and punishment dimana seseorang yang melakukan perbuatan terpuji sebagaimana yang telah diperintahkan maka akan mendapatkan kebahagiaan berupa surga. Sebaliknya, bagi umat yang menentang
20
Ibid., 141.
atau melanggar larangan agama maka akan mendapatkan hukuman sesuai ketentuan dari Tuhannya.
Terdapat beberapa perbedaan pendapat terkait definisi Pendidikan Islam yang diungkapkan oleh para pakar Pendidikan Islam. Menurut Ahmad Tafsir bahwa apa yang dimaksud dengan pendidikan Islam merupakan bimbingan yang diberikan oleh seseorang kepada orang lain agar ia berkembang secara maksimal sesuai dengan ajaran Islam. Sementara Abuddin Nata mendefinisikan pendidikan Islam sebagai upaya membimbing, mengarahkan, dan membina peserta didik yang dilakukan secara sadar dan terencana agar terbina suatu kepribadian yang utama sesuai dengan nilai ajaran Islam. Berbeda dengan Abuddin Nata, Muhaimin menjelaskan bahwa pendidikan Islam adalah aktivitas pendidikan yang diselenggarakan dengan hasrat dan niat untuk mengejawantahkan ajaran dan nilai Islam serta dikembangkan dan disemangati atau dijiwai oleh ajaran dan nilai Islam. Tokoh terakhir yang memberikan definisi mengenai pendidikan Islam adalah Mohammad Natsir dalam buku A. Susianto Pemikiran Pendidikan Islam mengatakan bahwa pendidikan adalah upaya membimbing
11
jasmani dan rohani dalam rangka menuju kepada kesempurnaan sifat ruhani dan sifat kemanusiaan dalam arti yang sesungguhnya.21 Pendidikan Islam merupakan pendidikan yang dipahami dan dikembangkan serta disusun dari ajaran dan nilai-nilai fundamental yang terkandung dalam sumber dasarnya yaitu al-Qur`an dan al-Sunnah/ḥadīṡ. Oleh karena itu model dan pola komunikasi pendidikan Islam harus mencontoh Nabi saw. peranannya sebagai muallim
(pendidik). Perkataan maupun perbuatan Nabi saw. adalah model dari pendidikan Islam.22
Pada dasarnya pendidikan islam adalah suatu proses pendidikan yang berupaya untuk melakukan internalisasi kandungan pokok ajaran Islam yakni Al-Quran dan Hadits dalam kehidupan nyata peserta didik. Sehingga diharapkan pendidikan Islam dapat mewujudkan rohani dan jasmani peserta didik yang mampu merefleksikan nilai-nilai Islam baik secara sikap, perilaku, cara berfikir, ucapan dan lain sebagainya.
21 Muthoifin, ―Sistem Pendidikan Nasional dan
Pendidikan Islam: Studi Kritis Pemikiran Ki Hajar Dewantara Perspektif Islam,‖ Wahana Akademika Vol. 1, no. No. 1 (t.t.): 65.
22 Nasirudin, ―Marah Dalam Islam,‖ Nadwa, Vol.
11, no. No. 2 (2017): 225.
Pesantren: Refleksi Pendidikan Islam Holistik dan Pembentukan Generasi Muslim Berkarakter
Pendidikan telah lama menjadi topik pembahasan yang intens. Banyak aspek pendidikan yang terus dipelajari dan bahkan menjadi perdebatan di Indonesia. Konsep pendidikan islam membutuhkan pengembangan potensi manusia secara keseluruhan baik spiritual, intelektual, emosional dan fisik.23
Sementara Pesantren telah menjadi
center of excellence bagi pengembangan SDM yang memiliki basis moralitas dalam kehidupan sosial 24. Lembaga pesantren mampu menjadi pioner dalam menciptakan manusia yang berakhlakul karimah. Hal ini sulit didapatkan dalam pendidikan formal (non pesantren). Sebagai suatu lembaga pendidikan Islam, pesantren memiliki peluang yang signifikan dalam membantu mengembangkan potensi akal manusia. Di samping itu, kehadiran pesantren mempunyai peran tersendiri dalam rangka pembentukan akhlakul karimah di lingkungan masyarakat.25 Pesantren tetap
23 Mohd Roslan, Mohd Nor, and Maksum Malim,
―Revisiting Islamic Education the Case of Indonesia,‖ JME Vol. 8, No. 4 (n.d): 249.
24
Siswanto, ―Desain Mutu Pendidikan Pesantren,‖ Karsa: Jurnal Sosial dan Budaya Keislaman 23, No. 2 (February 2, 2016): 259.
25 Busahdiar, ―Dinamika Pendidikan Di
12
konsisten bagaimana mewujudkan masyarakat yang berbudi, berakhlaqul karimah dalam menjalankan aktifitas kehidupan bermasyarakat.26 Pesantren memiliki pandangan bahwa dengan berakhlakul karimah maka manusia telah menjalankan sebagian kewajibannya untuk menghormati makhluk Tuhannya sebagai wujud penghambaan dan rasa mengagungkan terhadap keagungan Tuhan.
Dalam kebiasaan pesantren yang menuntut santri untuk selalu beriteraksi dengan banyak orang dengan karakter yang berbeda-beda menjadikan pesantren sebagai miniatur masyarakat dalam dunia nyata. Dimana masyarakat adalah sekelompok individu yang memiliki kepribadian berbeda dan memerlukan sikap yang berbeda pula. Seorang santri yang dalam pesantren telah menghadapi masalah tersebut tentu bukan menjadi hal yang sulit bagi santri untuk beradaptasi dalam masyarakat yang bersifat multikultur. Kemampuan sosial ini tentu sangat jarang ditemukan di dalam pendidikan formal, atau jikalaupun ada akan memiliki kuantitas yang lebih sedikit dibandingkan pesantren yang santri
26 Miftachul Ulum, ―Eksistensi Pendidikan
Pesantren : Kritik Terhadap Kapitalisasi Pendidikan,‖ Ta’lim : Jurnal Studi Pendidikan Islam Vol. 1, No. 2 (2018): 18.
tinggal selama 24 jam penuh untuk selalu bersoisalisasi dengan lingkungan pesantrennya.
Walaupun pesantren tidak memiliki teori pasti mengenai urgensi hubungan sosial yang baik, akan tetapi pesantren telah menerapkannya terlebih dahulu. Suatu negara hanya dapat mempertahankan legitimasinya dan memaksakan hegemoni ideologisnya melalui hubungan dialektis dengan masyarakat. Dengan menjalin hubungan baik antar masyarakat, diharapkan Negara memiliki kekuatan utuh dan nyata untuk mempertahankan eksistensinya.27
Ada beberapa perilaku yang masih terus bertahan dan tetap hidup serta berkembang di pondok pesantren, pola tersebut mampu membentuk kepribadian santri serta seluruh civitas pondok pesantren, bahkan pola perilaku tersebut merupakan nilai lebih yang dimiliki pondok pesantren dan sulit ditemukan di lembaga pendidikan lain, seperti penanaman nilai ikhlas, akhlakul karimah dan sebagainya.28 Selain kecakapan sosial, pesantren terkenal dengan potensinya dalam pengembangan akhlak
27 Azmil Tayeb, ―State Islamic Orthodoxies And
Islamic Education In Malaysia and Indonesia,‖ Kajian Malaysia Vol. 35, no. 2 (2017): 3.
28 Mohammad Arif, Pesantren Salaf Basic
Pendidikan Karakter (Kediri: STAIN Kediri Press, 2012) , 15.
13
peserta didik. Suri tauladan kiai, pembiasaan-pembiasaan kegiatan, kebijakan peraturan dan lain sebagainya yang setiap pesantren memiliki hak otonomi untuk mengatur sendiri manajemen lembaganya, secara keseluruhan seluruh pesantren berorientasi pada implementasi akhlak santrinya. Menjadi hal yang sangat
familiar bagi masyarakat pesantren tentang ungkapan ―ora perlu dadi wong pinnter sing penting dadi wong bener”.
Artinya ―tidak penting menjadi orang pintar yang penting adalah menjadi orang yang benar. Mayoritas pesantren tidak menekankan aspek kognitif santrinya karena pesantren selalu memiliki prinsip tentang keilmuan yang menjadikan lantaran bekal di akhirat, adapun salah satunya adalah akhlak al-karimah santri.
Pesantren hampir dapat dikatakan sebagai lembaga pendidikan satu-satunya yang memiliki tujuan dan prinsip utuh sesuai dengan tujuan dari pendidikan Islam sendiri. Sedangkan pendidikan formal lainnya mulai memasang kurikulum baru yang disesuaikan dengan standar Internasional demi menghindari keterbelakangan kemampuan kognitif dalam bidang keilmuan umum seperti fisika, matematika dan bahasa asing yang
mana pelajaran-pelajaran tersebut jarang diajarkan di pondok pesantren.
Pada dasarnya, hampir semua pondok pesantren berdiri independent artinya berdiri sendiri dan merupakan kepemilikan seseorang atau yayasan. Hal ini berarti pendidikan pesantren memiliki kebijakan secara mutlak tanpa campur tangan dari pemerintah sendiri. Namun demikian pendirian pesantren tetap di
design oleh kiai sebagai pemilik pesantren sebagai wadah untuk mengkader pemuda-pemuda Indonesia cinta Pancasila dan NKRI.
Dijelaskan oleh Azra bahwa pendidikan pesantren adalah untuk menjadikan manusia seutuhnya bukan bermaksud untuk menumbuhkan mental-mental manusia yang tertutup, yang tidak menerima keragaman atau yang suka berkonflik dan melakukan penyimpangan sosial.29 Azyumardi Azra sebagai tokoh yang banyak memiliki tulisan terkait dengan agama Islam dalam kutipan tersebut ingin memberikan benang merah atas judge yang sedang berkembang bahwa Islam adalah agama pencetak terorisme. Islam tidak memiliki ideologi untuk menjadi terorisme, adapun orang-orang yang merongrong agama tersebut bukan berasal dari ajaran Islam melainkan
29 ―Pesantren Manhaj Salafi: Pendidikan Islam
14
karena kesalahan pemahaman atas agama Islam sendiri.
Untuk membangun sebuah tata kehidupan yang sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam, tentunya kaum Muslim harus menggunakan ilmu dan sistem yang bersumber kepada ajaran Islam.30 Mustahil kaum Muslim mampu menghasilkan masyarakat yang Islami tanpa menggunakan ilmu dan sistem yang merujuk kepada sumber ajaran Islam, yaitu Alquran. Hanya menggunakan ilmu dan sistem yang bersumber kepada Alquran kaum muslim dapat membangun tatanan masyarakat Islam. kaum Muslim saat ini mustahil memiliki kemampuan membangun tatanan masyarakat yang Islami karena kaum Muslim justru menggunakan sains dan sistem Barat dalam membangun masyarakat. Selama kaum Muslim masih menggantungkan diri kepada sains dan sistem Barat, maka selama itu pula kaum Muslim hanya akan menjadi penonton kemajuan Barat dan tidak akan pernah bisa meraih kemenangan.31
30
Sidek Bin Baba dkk, ―A Qur’anic Methodology for Integrating Knowledge an Education; Implications for Malaysia’s Islamic Eucation Strategy,‖ The American Journal of Islamic Social Sciences Vol. 32, no. 2 (t.t.): 3.
31 Ris’an Rusli, ―Diskursus Keilmuan: Hellenisasi
Pemikiran Islam atau Islamisasi Berbagai Tradisi Keilmuan,‖ Ulul Albab Vol. 19, no. o. 1 (2018): 176.
Pesantren adalah satu-satunya sistem pendidikan Islam yang sama sekali tidak mengadopsi pendidikan Barat. Mulai dari sistem pendidikan, pengelolaan lembaga, cara berpakaian dan lain sebagainya. Hal ini bukan berarti Islam tertutup dengan perkembangan yang ada. Namun, dengan mengadopsi pendidikan dari Barat hal tersebut justru menunjukkan bahwa negara Indonesia masih terjajah. Belanda meskipun tidak lagi melakukan eksploitasi tapi sejatinya ia masih meninggalkan warisan yang mengkerdilkan cara pandang masyarakat Indonesia dengan memberlakukan sistem pendidikan zaman Belanda.
Pendidikan Islam memiliki watak dan corak yang selalu berkembang dengan sangat dinamis. Hal itu telah dibuktikan dalam perjalanan sejarah panjangnya. Jika dulu Barat belajar ke Islam, kini malah terjadi titik balik (turning point). Dalam putaran sejarah saat ini, Islam telah tertinggal jauh. Barangkali jika umat Islam menginginkan kemajuan, maka peniruan cara barat dalam menyerap ilmu dari Islam, menjadi sebuah keniscayaan. Melalui pembacaan sejarah yang kritis, umat Islam mempunyai potensi besar dalam pelacakan, pembandingan hingga pada akhirnya melakukan transformasi keilmuan secara besar- besaran terhadap
15
ilmu pengetahuan. Di era saat ini, pendidikan Islam dihadapkan pada isu globalisasi yang semakin membiaskan nilai, norma, dan etika. Hal-hal tersebut menjadi tantangan terberat yang harus dihadapi.32
Namun, sebagian ulama’ mengungkapkan bahwa Islam adalah agama dengan ciri khas yang sangat unik. Maka, jika Islam ingin menjadikan dirinya besar dan mayoritas maka langkah yang diambil adalah sesuai dengan ajaran-ajaran Islam. Bukan malah mengikuti jejak langkah yang diambil oleh negara non-Islam. Untuk melahirkan generasi-generasi tangguh maka dapat mengambil jalan seperti melalui pengalaman kegiatan intelektual, pengalaman terstruktur dan puasa, safar, zikr, kontemplasi , zuhud dan jihad. Atau dengan strategi tathahhur
yaitu pembiasaan taat syari’at,
muhasabah, mujahadah dan riyadhah al-nafs.33 Dengan langkah tersebut, identitas Islam tetap terjaga dan tidak terkesan sebagai pendidikan yang hanya mampu mengadopsi pendidikan Barat saja, namun membuktikan bahwa Islam memang
32 M. Mujab, ―Antara Makkah, Basrah Dan
Kemerdekaan Studi Kostruksi Historis Pendidikan Islam Era Klasik Hingga Modern,‖ Tesis, (Malang: Program Pascasarjana UIN Malik Ibrahim, n.d.), 1–2.
33 Mila Hasanah, ―Pendidikan Islam Berbasis
IESAQ,‖ Jurnal Tarbiyah Vol. 6, no. No. 2 (Juli 2017): 74.
mampu menciptakan pendidikan berkualitas dan berkembang dengan ciri khas keislaman sendiri.
Tabel 1. Perbandingan Pendidikan Pesantren dengan Pendidikan Formal
No. Aspek Pesantren Pendidikan
Formal 1. Kapitalisasi dan komersialitas pendidikan Menerapkan pendidikan akhlak, moralitas dan internalisasi pendidikan Islam Orientasi pada ijazah untuk mendapatkan pekerjaan yang layak 2. Otentik Menggunakan sistem pendidikan klasik Mengadopsi pendidikan Barat 3. Hormat kepada guru Menjadikan kiai sebagai suri tauladan Jarang ditemukan guru sekolah formal yang memberikan contoh akhlak terpuji bagi siswa 4. Sumber pendidikan Al-Qur’an, Hadits, Kitab Kuning. Buku, internet
5. Beasiswa Zakat atas nama sabilillaha tau orang yang berjuang di jalan Allah Beasiswa negara dengan perolehan pajak yang berasal dari seluruh bangunan termasuk prostitusi dan lain sebagainya 6. Contoh pendidik
Rasulullah Tokoh islam dan non Islam
16 7. Pengembang an pendidikan melalui pengalaman kegiatan intelektual, pengalaman terstruktur dan puasa, safar, zikr, kontemplasi , zuhud dan jihad. Atau dengan strategi tathahhur yaitu pembiasaan taat syari’at, muhasabah, mujahadah dan riyadhah al-nafs. Melakukan perubahan dan standarisasi internasional
Kepemimpinan Kiai di pesantren diakui cukup efektif untuk meningkatkan citra pesantren tersebut dimata masyarakat luas. Ketenaran pesantren biasanya berbanding lurus dengan nama besar kiai nya terutama kiai pendiri pesantren tersebut. Pesantren dan kiai dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Keduanya saling membutuhkan, pesantren membutuhkan kiai sebagai simbol identitas kepemimpinan pesantren, sementara kiai memerlukan pesantren sebagai tempat penegasan identitasnya sebagai pemimpin umat dan lembaga pendidikan Islam. Pada hakekatnya, pesantren dan kepemimpinan Kiai dalam prakteknya, keduanya menunjukan sisi kemajuan dan kemunduran pesantren
sebagai lembaga bercirikan ke-indonesiaan. Kiai dengan kepemimpinannya yang kuat dapat memajukan pesantren dengan baik, sebaliknya kiai dengan kepemimpinan yang lemah menjadikan pesantren tetap stagnan bahkan sedikit demi sedikit identitasnya akan tenggelam.34 Pesantren selalu membiasakan untuk menaati setiap perintah kiainya. Bahkan adab-adab di dalam pesantren seperti berdiri untuk menghormati kiai yang sedang melintas, mencium kedua punggung tangannya sebagai bentuk mengharapkan barokah dan lain sebagainya menunjukkan bahwa kiai adalah sosok yang menjadi tanggul operasional pesantren. Berbeda dari pendidikan formal yang tidak memiliki ikatan batin antara seorang guru dengan muridnya.
Pada masa Rasulullah Saw., pendidikan Islam dilakukan dalam kerangka memantapkan dasar-dasar ajaran Islam. Pada masa Rasulullah. di Mekkah, Pendidikan lebih diarahkan pada dasar- dasar aqîdah untuk memperkuat keimanan dan keyakinan akan keesaan Allah di tengah praktek penyembahan berhala dan upaya merombak tradisi-tradisi kafir Quraisy.
34 Guntur Cahaya Kesuma, ―Pesantren Dan
Kepemimpinan Kyai,‖ Terampil, Vol. 1, No. 1 (2009): 99.
17
Pendidikan Islam pada masa Rasulullah di Mekkah lebih menekankan kepada keimanan melalui pengajaran al-Qur’an dan pokok-pokok ajaran Islam. Mahmud Yunus, sebagaimana dikutip Zuhairini, memaparkan materi pengajaran Rasulullah pada masa Mekkah ini adalah: 1. Pendidikan keagamaan, yaitu hendaklah membaca dengan nama Allah semata, jangan mempersekutukan dengan nama berhala, karena Allah itu Maha Besar dan Maha Pemurah, sehingga seyogyanya berhala dimusnahkan. 2. Pendidikan aqliyah dan ilmiyah, yaitu
mempelajari kejadian manusia dari segumpal darah dan kejadian alam semesta. Allah akan mengajarkan hal demikian itu kepada orang-orang yang meneliti dan mengkajinya sedangkan mereka tidak mengetahui sebelumnya. Untuk mengetahuinya hendaknya seorang banyak membaca dan mencatatnya dengan pena.
3. Pendidikan akhlak dan budi pekerti, sesuai dengan ajaran yang terdapat dalam Qur’an dan al-Hadits.
4. Pendidikan jasmani dan kesehatan, yaitu memperhatikan kesehatan dan kekuatan jasmani, mementingkan
kebersihan pakaian, tempat dan makanan.
Pada waktu Rasulullah di Mekkah, Pendidikan Agama Islam terfokus pada pembelajaran al-Qur’an dan al-Hadits dengan penekanan pada aqidah dan pokok-pokok agama Islam.35 Pendidikan pada masa Rasulullah dengan orientasi Aqidah ini sangat penting mengingat bahwa waktu itu masyarakat masih melakukan transisi dari keyakinan agamanya paganisme yang telah dianut dan dipercayai selama ribuan tahun. Sehingga pada masa pendidikan Islam awal Rasulullah ingin menanamkan penguatan dasar dan landasan agama mereka terlebih dahulu sehingga kepercayaannya kepada Tuhan dapat kuat dan tidak tertarik untuk kembali kepada agama nenek moyang terdahulunya.
Orientasi pendidikan yang demikian termasuk strategi brilian yang diterapkan oleh Rasulullah. Karena pada dasarnya pendidikan harus dilaksanakan sesuai dengan situasi, kondidi dan kebutuhan riil dari peserta didiknya. Dengan begitu, pendidikan akan mencapai keberhasilan yaitu membawa perubahan baik pemahaman, pengetahuan, sikap maupun
35
Mohammad Muhclis Solichin, ―Pendidikan Islam Klasik (Telaah Sosio-Historis Pengembangan Kurikulum Pendidikan Islam Masa Awal Sampai Masa Pertengahan),‖ Tadris Vol. 3, no. No. 2 (2008): 194–95.
18
perilaku nyata untuk menunjang kebutuhan hidupnya baik materi maupun non material.
Hal ini dikarenakan pondok pesantren selain tempat pembinaan dan pengembangan sumber daya manusia untuk pembangunan, juga bisa berfungsi sebagai lembaga kontrol sosial. Pelaksaanaan pembangunan selain perlu dilakukan pengawasan fungsional, diperlukan pula pengawasan oleh masyarakat sebagai wujut partisipasi rakyat. Pesantren sebagai tempat tokoh sentral para kiai sangat efektif dalam melakukan kontrol sosial kemasyarakatan tersebut.36 Orientasi tersebut sekaligus menunjukkan betapa pendidikan pesantren merupakan pendidikan yang murni sesuai ajaran Islam dan bebas dari kapitalisasi pendidikan. Di tengah maraknya lembaga pendidikan yang melaksanakan pengajaran dengan melakukan komersialitas lembaga, pesantren tetap kokoh dengan prinsipnya untuk menciptakan manusia terpuji sesuai dengan tuntunan Rasulullah. Pesantren yang menekankan pada aspek moralitas dan mengesampingkan ijazah kognitif bertolak belakang dengan pendidikan
36
M. Irfan Islamy dkk, ―Upaya Pondok Pesantren Dalam Pemberdayaan Masyarakat Sekitar Hutan (Efforts of the Pondok Pesantren to Empower Societies Living at Surrounding Forest Areas),‖ Jurnal Wacana Vol. 12, no. 2 (2009): 376.
formal lainnya (meskipun pendidikan formal Islam) yang menempuh pendidikan untuk tujuan mendapatkan pekerjaan.
Dari penjelasan tersebut, jelas bahwa pesantren memiliki potensi luar biasa dalam mencapai tujuan pendidikan Islam. Pendidikan Islam bertujuan untuk mencetak peserta didik menjadi insan kamil, yang nantinya dapat hidup bahagia di dunia dan akhirat. Untuk menuju ke sana, tentu bukan hanya pendidikan umum saja yang harus diajarkan, tetapi juga harus dimantapkan pula nilai-nilai Islam dalam diri peserta didik tersebut. Dengan pemahaman nilai-nilai Islam tersebut, maka peserta didik dapat mengontrol segala tingkah lakunya dalam kesehariannya dan tentunya akan membawa kebahagiaan kelak di akhirat.37 Dengan demikian, tujuan pendidikan Islam sesungguhnya adalah mendidik generasi muda umat Islam agar mampu bersikap dan menerapkan ajaran Islam secara totalitas dalam kehidupannya.
Pesantren memiliki potensi dan kapasitas yang sangat besar dalam menggerakkan wacana Islam moderat sebagai upaya membentuk generasi muslim yang berkarakter Islami. Terlebih
37 Ade Imelda Frimayanti, ―Pendidikan Anti
Korupsi dalam Pendidikan Agama Islam,‖ Ad-Tadzkiyah Vol. 8, no. 1 (2017): 87–88.
19
lagi saat ini telah banyak pesantren yang bertransformasi menjadi institusi yang lebih modern dan menawarkan kekhasan serta keunggulannya masing-masing. Sebut saja Lirboyo, Gontor, Nurul Jadid, Sidogiri, dan pesantren lain di seluruh Indonesia, kesemuanya seolah ingin menunjukkan bahwa pesantren mampu berkontribusi besar untuk generasi muslim masa depan. Ide yang ditawarkan yaitu dengan membumikan konsep pesantren integratif yang sudah pasti sangat relevan dengan perkembangan zaman saat ini.38
Pendidikan pesantren senantiasa mengedepankan pembiasaan akhlak terpuji yang sesuai dengan al-Qur’an dan Hadis. Sejak santri bangun tidur, menjalankan aktifitas, hingga mereka tidur kembali, seluruh kegiatan mereka sarat akan nilai-nilai Islami. Keunggulan inilah yang tidak dimiliki oleh lembaga pendidikan lainnya. Peran serta dari kiai dan para pengasuh pesantren juga turut mendukung pembiasaan nilai-nilai keislaman tersebut sehingga mampu membentuk karakter para santri. Atas dasar itulah, penulis meyakini bahwa pesantren benar-benar layak ditempatkan
38
Sufirmansyah Sufirmansyah, “Membangun Model Pendidikan Pesantren Integratif dalam Merespon Tantangan Era Industri 4.0,” Prosiding
Nasional Pascasarjana IAIN Kediri 2 (2019): 151–
72.
sebagai refleksi pendidikan Islam yang sesungguhnya.
PENUTUP
Pendidikan Islam menjadi hal mendasar bagi generasi muslim saat ini. Dengan berbagai problem yang ada serta tantangan zaman yang sangat dinamis memaksa generasi muslim masa depan memiliki karakter Islami yang kuat agar bangsa ini tidak tercerabut dari akarnya di masa yang akan datang. Pesantren hadir sebagai perwujudan dari pendidikan Islam yang holistik dalam rangka membentuk seorang muslim yang betul-betul berkarakter Islami. Pendidikan Islam bertujuan membentuk insan kamil yang memahami Islam secara utuh dan peka terhadap perkembangan keilmuan lainnya. Institusi formal pendidikan Islam pada umumnya memiliki kekurangan dalam aspek pendalaman pemahaman keagamaannya. Dengan metode pengajaran dan kegiatan-kegiatan yang penuh dengan nilai-nilai akhlak Islami, pesantren diharapkan mampu bersinergi dengan institusi pendidikan Islam lainnya agar dapat menyebarkan keunggulannya.
20
DAFTAR RUJUKAN
Arif, Mohammad. Pesantren Salaf Basic Pendidikan Karakter. Kediri: STAIN Kediri Press, 2012.
Asrori, Mohammad. ―Dinamika Pendidikan Islam Indonesia (Kajian Historis Dari Tradisional Menuju Kontemporer).‖ el-Harakah Vol. 10, no. No. 1 (April 2008).
Baba dkk, Sidek Bin. ―A Qur’anic Methodology for Integrating Knowledge an Education;
Implications for Malaysia’s Islamic Eucation Strategy.‖ The American Journal of Islamic Social Sciences Vol. 32, no. 2 (t.t.).
Busahdiar. ―Dinamika Pendidikan di Pesantren.‖ Al-Anwar Vol. 1, no. 1 (2014): 4.
Candra, Bach. Yunof. ―Problematika Pendidikan Agama Islam.‖ Istighna Vol. 1, no. No. 1 (Januari 2018). Dijk, Teun A. van. Discourse and
Knowledge: A Sociocognitive Approach. Cambridge: Cambridge University Press, 2014.
Firdaus, Salsabila, dan Ulfah Rahmawati. ―HADIS DALAM TRADISI NAHDLATUL ULAMA: Studi atas Pemahaman Hadis Lajnah Bahtsul Masa’il.‖ Addin 7, no. 2 (2013): 14. Frimayanti, Ade Imelda. ―Pendidikan Anti
Korupsi dalam Pendidikan Agama Islam.‖ Ad-Tadzkiyah Vol. 8, no. 1 (2017).
Hasanah, Mila. ―Pendidikan Islam Berbasis IESAQ.‖ Jurnal Tarbiyah Vol. 6, no. No. 2 (Juli 2017).
Irham. ―Pesantren Manhaj Salafi: Pendidikan Islam Model Baru di Indonesia.‖ Ulul Albab Vol. 17, no. No. 1 (2016). Islamy dkk, M. Irfan. ―Upaya Pondok
Pesantren Dalam Pemberdayaan Masyarakat Sekitar Hutan (Efforts of the Pondok Pesantren to Empower Societies Living at Surrounding Forest Areas).‖ Jurnal Wacana Vol. 12, no. 2 (2009).
Kesuma, Guntur Cahaya. ―Pesantren dan Kepemimpinan Kyai.‖ Terampil Vol. 1, no. 1 (2009).
Marzuki, Marzuki, dan Ahmad Masrukin. ―Motif Orang Tua Santri di Pondok Pesantren HM Lirboyo.‖ Jurnal Pemikiran Keislaman 30, no. 1 (1 Februari 2019): 166–81.
https://doi.org/10.33367/tribakti.v30i 1.667.
Mas’ud Ali dkk, Kemas. ―Penerapan Pola Asuh Terhadap Santri Di Pondok Pesantren Al-Amalul Khair Palembang.‖ Tadrib Vol. 3, no. 2 (Desember 2017): 280.
Mualimin. ―Lembaga Pedidikan Islam Terpadu.‖ Al-Ishlahiyah Vol. 3, no. No. 1 (2017).
Mujab, M. ―Antara Makkah, Basrah dan Kemerdekaan Studi Kostruksi Historis Pendidikan Islam Era Klasik hingga Modern.‖ Dalam Tesis. Malang: Program Pascasarjana UIN Malik Ibrahim, t.t.
Muthoifin. ―Sistem Pendidikan Nasional dan Pendidikan Islam: Studi Kritis Pemikiran Ki Hajar Dewantara Perspektif Islam.‖ Wahana Akademika Vol. 1, no. No. 1 (t.t.). Nasirudin. ―Marah Dalam Islam.‖ Nadwa
Vol. 11, no. No. 2 (2017).
Reese, Scott S. ―Shaykh Abdullahi Al-Qutbi and the Pious Believer’s Dilemma: Local Moral Guidance in an Age of Global Islamic Reform.‖ Journal of Eastern African Studies 9, no. 3 (3 Juli 2015): 488–504.
https://doi.org/10.1080/17531055.201 5.1082257.
Roslan, Mohd, Mohd Nor, dan Maksum Malim. ―Revisiting Islamic Education the Case of Indonesia.‖ JME Vol. 8, no. 4 (t.t.).
www.emeraldinsight.com/reprints. Rusli, Ris’an. ―Diskursus Keilmuan:
Hellenisasi Pemikiran Islam atau Islamisasi Berbagai Tradisi
Keilmuan.‖ Ulul Albab Vol. 19, no. o. 1 (2018).
Saipullah. ―Pengembangan Kepribadian Santri Melalui Kegiatan Bahtsul Masa’il (Studi Kasus di LBM Pondok Pesantren Lirboyo Kota Kediri).‖ Dalam Skripsi. Kediri: Program Sarjana STAIN Kediri, 2017.
21
Siswanto. ―DESAIN MUTU PENDIDIKAN PESANTREN.‖ KARSA: Jurnal Sosial dan Budaya Keislaman 23, no. 2 (2 Februari 2016): 259.
https://doi.org/10.19105/karsa.v23i2. 726.
Solichin, Mohammad Muhclis. ―Pendidikan Islam Klasik (Telaah Sosio-Historis Pengembangan Kurikulum
Pendidikan Islam Masa Awal Sampai Masa Pertengahan).‖ Tadris Vol. 3, no. No. 2 (2008).
Solikah, Aisatu. ―Etika Pendidikan Menurut Al-Zarnuji Dalam Ta’lim
al-Muta’alim dan Relevansinya dengan Sistem Pendidikan Nasional,‖ t.t. Sufirmansyah, Sufirmansyah. ―Aplikasi Visi
Islam Moderat: Eklektisisme Pembelajaran Bermakna dan Pendidikan Berbasis Nilai sebagai Antitesis Radikalisme
Keberagamaan.‖ Prosiding Nasional Pascasarjana IAIN Kediri 1 (2018): 95–112.
———. ―Membangun Model Pendidikan Pesantren Integratif dalam Merespon Tantangan Era Industri 4.0.‖
Prosiding Nasional Pascasarjana IAIN Kediri 2 (2019): 151–72. Tayeb, Azmil. ―State Islamic Orthodoxies
And Islamic Education In Malaysia and Indonesia.‖ Kajian Malaysia Vol. 35, no. 2 (2017).
Ulum, Miftachul. ―EKSISTENSI PENDIDIKAN PESANTREN : KRITIK TERHADAP
KAPITALISASI PENDIDIKAN.‖ Ta’lm : Jurnal Studi Pendidikan Islam Vol. 1, no. 2 (2018): 18. ———. ―Eksistesi Pendidikan Pesantren:
Kritik Terhadap Kapitalisasi
Pendidikan.‖ Ta’lim Vol. 1, no. No. 2 (2018).