• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbedaan Efektifitas Manajemen Nyeri Pasca Ekstraksi Gigi Di RSUD Dr. Soehadi Prijonegoro Sragen Dan Puskesmas Sidoharjo Sragen

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Perbedaan Efektifitas Manajemen Nyeri Pasca Ekstraksi Gigi Di RSUD Dr. Soehadi Prijonegoro Sragen Dan Puskesmas Sidoharjo Sragen"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

PERBEDAAN EFEKTIFITAS MANAJEMEN NYERI PASCA

EKSTRAKSI GIGI DI RSUD dr. SOEHADI PRIJONEGORO

SRAGEN DAN PUSKESMAS SIDOHARJO SRAGEN

JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA

Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai gelar Sarjana Strata-1 Kedokteran Umum

ANGGANISA HARISMANDA EFFENDY 22010110110080

PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA KEDOKTERAN FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS DIPONEGORO 2014

(2)
(3)

PERBEDAAN EFEKTIFITAS MANAJEMEN NYERI PASCA EKSTRAKSI GIGI DI RSUD dr. SOEHADI PRIJONEGORO SRAGEN DAN PUSKESMAS SIDOHARJO SRAGEN

Angganisa Harismanda Effendy1, Farichah Hanum2 ABSTRAK

Latar Belakang: Salah satu tindakan perawatan gigi adalah ekstraksi gigi. Ekstraksi gigi adalah proses mengeluarkan seluruh bagian gigi bersama jaringan patologisnya dari dalam soket gigi dan menanggulangi komplikasi yang mungkin terjadi. Di Indonesia, angka pencabutan gigi masih tinggi. Nyeri pada gigi umumnya dikeluhkan oleh pasien kepada dokter gigi sebagai gejala yang paling sering dialami baik karena penyakit maupun pasca perawatan gigi seperti cabut gigi maupun operasi. Di daerah Sragen masih sangat jarang dilakukan penelitian mengenai kesehatan gigi mulut, sehingga peneliti tertarik melakukan penelitian mengenai perbedaan efektifitas manajemen nyeri pasca ekstraksi gigi di RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen dan Puskesmas Sidoharjo Sragen.

Metode: Penelitian ini menggunakan desain Cross Sectional. Sampel penelitian ini adalah 30 pasien ekstraksi gigi di RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen dan 30 pasien ekstraksi gigi di Puskesmas Sidoharjo Sragen. Pemilihan sampel menggunakan metode Consecutive Sampling. Sebagai variabel bebas adalah manajemen nyeri, sedangkan variabel tergantungnya adalah nyeri pasca ekstraksi gigi.

Hasil: Pada uji beda statistik yang menggunakan uji Mann-Whitney dikatakan signifikan apabila p<0,005, pada penelitian ini didapatkan nilai p=0,378 (p>0,005) yang artinya tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada efektifitas manajemen nyeri pasca ekstraksi gigi di RSUD dr. Soehadi Prijonegoro dan Puskesmas Sidoharjo Sragen.

Simpulan: tidak terdapat perbedaan efektifitas manajemen nyeri pasca ekstraksi gigi di RSUD dr. Soehadi Prijonegoro dan Puskesmas Sidoharjo Sragen

Kata Kunci: Efektifitas Manajemen Nyeri, Nyeri Pasca Ekstraksi Gigi

1

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro

2

Staf Pengajar Bagian Ilmu Penyakit Gigi dan Mulut Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro

(4)

DIFFERENCES IN THE EFFECTIVENESS OF PAIN MANAGEMENT AFTER TOOTH EXTRACTION IN RSUD dr. SOEHADI PRIJONEGORO SRAGEN AND SIDOHARJO SRAGEN HEALTH CENTER

ABSTRACT

Background: One of tooth care action is tooth extraction. Tooth extraction is a process that release all part of teeth together with its patologic tissue from inside tooth socket and overcome the possible complication. In indonesia, the number of tooth extraction still high as the most commonly experienced symptoms due to disease or post- dental treatment , such as tooth extraction or dental surgery. In sragen research about the healthy of dental and mouth still rarely done, therefore researchers interested in conducting research about the differences in the effectiveness of pain management after tooth extraction in RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen and Sidoharjo Sragen health center.

Methods: This study used Cross Sectional design. The sample was 30 patients of dental extraction in RSUD dr, Soehadi Prijonegoro and 30 patients of tooth extraction in Sidoharjo Sragen health center. The sample selection used Consecutive Sampling methods. As the independent variable is pain management, while the dependent variable is pain after tooth extraction.

Result: On the different test statistics using Mann-Whitney test, tells significant if p<0,005, in this study the value of p=0,378 (p>0,005), which means there are no significant difference in the effectiveness of pain mangement after tooth extraction in RSUD dr. Soehadi Prijonegoro and Sidoharjo Sragen health center.

Conclusion: There are no significant difference in the effectiveness of pain management after tooth extraction in RSUD dr. Soehadi Prijonegoro and Sidoharjo Sragen Health Center.

(5)

PENDAHULUAN

Salah satu tindakan perawatan gigi adalah ekstraksi gigi. Ekstraksi gigi adalah proses mengeluarkan seluruh bagian gigi bersama jaringan patologisnya dari dalam soket gigi dan menanggulangi komplikasi yang mungkin terjadi. 1 Di Indonesia, angka pencabutan gigi masih tinggi. Hal ini dapat diketahui berdasarkan rasio antara penambalan dan ekstraksi di Indonesia yaitu sebesar 1:6, bahkan di beberapa daerah lebih besar dari angka tersebut. 2 Survei kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 2001 menunjukkan bahwa prevalensi kerusakan gigi yang memerlukan pencabutan pada usia 12-18 tahun sebesar 72,4%-82,5%.3 Riset Kesehatan Dasar ( Riskesdas) 2007 menunjukkan motivasi penduduk untuk menumpatkan gigi yang karies sangat rendah yaitu hanya 1,5%. Sebesar 74,8% penduduk mengalami keterlambatan penanganan pada gigi yang karies sehingga harus memerlukan pencabutan.4 Berdasarkan data profil kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2012, jumlah tumpatan gigi tetap tahun 2012 sebanyak 135.710, sementara pencabutan gigi tetap sebanyak 138.355 . 5

Pencabutan gigi yang ideal adalah pencabutan tanpa rasa sakit satu gigi utuh, atau akar gigi dengan trauma minimal terhadap jaringan pendukung gigi, sehingga bekas pencabutan gigi dapat sembuh dengan sempurna dan tidak terdapat masalah prostetik pasca penyembuhan.6 Nyeri pada gigi umumnya dikeluhkan oleh pasien kepada dokter gigi sebagai gejala yang paling sering dialami baik karena penyakit maupun pasca perawatan gigi seperti cabut gigi maupun operasi. 7

Berdasarkan laporan Puskesmas Kecamatan Sidoharjo Sragen bulan Oktober 2013 jumlah pasien yang datang di poliklinik gigi sebanyak 319, dan jumlah pasien ekstraksi gigi adalah 103 pasien. 8 Jumlah pasien ekstraksi gigi tersebut jauh lebih banyak dibandingkan jumlah pasien ekstraksi gigi di RSUD dr.Soehadi Prijonegoro Sragen. Berdasarkan data poliklinik gigi di RSUD dr.Soehadi Prijonegoro Sragen bulan Oktober 2013 pasien yang datang ke poliklinik gigi sebanyak 197, dan yang dilakukan tindakan ekstraksi sebanyak 54 pasien. 9

Di daerah Sragen masih sangat jarang dilakukan penelitian mengenai kesehatan gigi mulut, Di daerah Sragen sendiri belum pernah dilakukan penelitian yang membandingkan efektifitas manajemen nyeri di Rumah Sakit dan Puskesmas,

(6)

padahal penelitian ini akan sangat bermanfaat bagi peningkatan mutu pelayanan kesehatan gigi dan mulut di daerah Kabupaten Sragen.

METODE

Jenis penelitian ini adalah observasional analitik dengan pendekatan Cross Sectional. Penelitian ini dilaksanakan di RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen dan Puskesmas Sidoharjo Sragen pada bulan Maret ± Juni 2014. Sampel diperoleh dengan cara consecutive sampling. Sampel penelitian adalah pasien ekstraksi gigi di poliklinik gigi RSUD dr.Soehadi Prijonegoro Sragen dan poliklinik gigi di Puskesmas Kecamatan Sidoharjo Sragen.

Pada penelitian ini didapatkan 30 pasien ekstraksi gigi di rumah sakit dan 30 pasien ekstraksi gigi di puskesmas. Kriteria inklusinya adalah pasien yang bersedia mengikuti penelitian dan pasien ekstraksi gigi tetap tanpa penyulit. Sedangkan kriteria eksklusinya adalah pasien yang tidak bersedia mengikuti penelitian dan pasien dengan kontraindikasi ekstraksi gigi. Variabel bebas pada penelitian ini adalah manajemen nyeri dengan variabel terikatnya adalah nyeri pasca ekstraksi gigi. Uji normalitas menggunakan uji Saphiro Wilk ,analisis data dilakukan menggunakan uji Chi-Square untuk variabel kategorik, sedangkan variabel numerik dianalisis menggunakan uji Mann-Whitney.

HASIL

Karakteristik Sampel

Penelitian ini dilakukan menggunakan data primer pada pasien di pasien ekstraksi gigi di poliklinik gigi RSUD dr.Soehadi Prijonegoro Sragen dan poliklinik gigi di Puskesmas Kecamatan Sidoharjo Sragen pada bulan Maret - Juni 2014, diperoleh jumlah total sampel adalah 60.

Pada tabel 1 tampak bahwa pasien ekstraksi gigi di rumah sakit dan puskesmas mayoritas adalah pasien dewasa Berdasarkan uji beda didapatkan nilai p<0,05, yang artinya terdapat perbedaan umur yang signifikan antara pasien di rumah sakit dan puskesmas.

(7)

Tabel 1. Distribusi data berdasarkan umur No Instansi Umur Total n(%) P Dewasa (19-55 Tahun) n(%) Tua (>55 Tahun) n(%) 1 Rumah Sakit 22(73,3%) 8(26,7%) 30(100,0%) 0,011 2 Puskesmas 29(96,7%) 1(3,3%) 30(100,0%) Total 51(85,0%) 9(15,0%) 60(100,0%)

Jumlah pasien dengan jenis kelamin laki ± laki dan perempuan di rumah sakit maupun di puskesmas dapat dilihat pada tabel 2. Pada tabel 2 tampak bahwa pasien dengan jenis kelamin perempuan di rumah sakit maupun puskesmas jumlahnya lebih banyak daripada pasien laki ± laki di rumah sakit maupun puskesmas. Pada tabel 2 menunjukkan bahwa hasil uji beda tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara jumlah pasien laki-laki dan perempuan di rumah sakit maupun di puskesmas.

Tabel 2. Distribusi Data Berdasarkan Jenis Kelamin Pasien

No Instansi Jenis Kelamin Total n(%) P Laki ± laki n(%) Perempuan n(%) 1 Rumah Sakit 10(33,3%) 20(66,7%) 30(100,0%) 0,573 2 Puskesmas 8(26,7%) 22(73,3%) 30(100,0%) Total 18(30,0%) 42(70,0%) 60(100,0%)

Perbedaan Nyeri Berdasarkan Karakteristik Sampel

Perbedaan nyeri berdasarkan karakteristik sampel terdiri dari perbedaan nyeri berdasarkan umur pasien dan perbedaan nyeri berdasarkan jenis kelamin pasien. Nyeri dapat dilihat dari nilai VAS. Perbedaan nyeri berdasarkan karakteristik sampel dapat dilihat pada tabel 3. Berdasarkan analisis data pada umur didapatkan hasil p<0,05 yang artinya tidak terdapat perbedaan nyeri yang signifikan antara pasien dewasa dan pasien tua. Berdasarkan uji beda pada data jenis kelamin didapatkan hasil p>0,05 yang artinya tidak terdapat perbedaan signifikan antara rasa nyeri yang dirasakan pasien dengan jenis kelamin laki-laki maupun perempuan.

(8)

Tabel 3. Perbedaan Nyeri Berdasarkan Karakteristik Pasien

No Karakteristik Pasien Mean±SD P 1 Umur Dewasa (19-55 tahun) Tua (>55 tahun) 0,12±0,382 0,11±0,333 0,921 2 Jenis Kelamin 0,877 Laki-laki 0,11±0,323 Perempuan 0,12±0,395

Perbedaan Efektifitas Manajemen Nyeri

Perbedaan Efektifitas Manajemen Nyeri Lengkap dan Tidak Lengkap di Rumah Sakit

Perbedaan VAS antara manajemen nyeri lengkap dan tidak lengkap menggambarkan perbedaan efektifitas manajamen nyeri lengkap dan tidak lengkap di rumah sakit yang dapat dilihat pada tabel 4. Manajemen nyeri lengkap adalah meliputi ketiga manajemen yaitu edukasi, pemberian anestesi dan analgetik, apabila salah satu poin tidak dilakukan maka disebut manajemen nyeri tidak lengkap. Rerata rasa nyeri pasien yang diukur menggunakan VAS. Pada tabel 4 menunjukkan bahwa hasil uji beda didapatkan nilai p>0,05, yang artinya tidak terdapat perbedaan VAS yang signifikan antara kelompok pasien yang mendapat manajemen nyeri lengkap dan manajemen nyeri tidak lengkap di rumah sakit.

Tabel 4. Perbedaan efektifitas manajemen nyeri lengkap dan tidak lengkap di rumah sakit

No Manajemen Mean±SD P

1 Lengkap 0,13±0,354

0,448 2 Tidak Lengkap 0,05±0,213

Perbedaan Efektifitas Manajemen Nyeri Lengkap dan Tidak Lengkap di Puskesmas

Perbedaan VAS antara manajemen nyeri lengkap dan tidak lengkap menggambarkan perbedaan efektifitas manajamen nyeri lengkap dan tidak lengkap di puskesmas yang dapat dilihat pada tabel 5. Pada tabel 5 menunjukkan

(9)

bahwa hasil uji beda didapatkan nilai p>0,05, yang artinya tidak terdapat perbedaan VAS yang signifikan antara kelompok pasien yang mendapat manajemen nyeri lengkap dan manajemen nyeri tidak lengkap di puskesmas. Tabel 5. Perbedaan efektifitas manajemen nyeri lengkap dan tidak lengkap di puskesmas No Manajemen Mean±SD P 1 Lengkap 0,17±0,408 0,826 2 Tidak Lengkap 0,17±0,482

Perbedaan Efektifitas Manajemen Nyeri Lengkap dan Tidak Lengkap

Perbedaan efektifitas manajemen nyeri lengkap dan tidak lengkap dapat dilihat pada tabel 6. Berdasarkan uji beda tidak didapatkan hasil yang signifikan karena nilai p>0,05.

Tabel 6. Perbedaan Efektifitas Manajemen Nyeri Lengkap dan Tidak Lengkap

No Manajemen Mean±SD P

1 Lengkap 0,14±0,363

0,568

2 Tidak

Lengkap 0,11±0,379

Perbedaan Efektifitas Manajemen Nyeri di Rumah Sakit dan Puskesmas

Perbedaan efektifitas manajamen nyeri di rumah sakit dan puskesmas yang dapat dilihat pada tabel 7. Hasil penelitian yang dijabarkan pada tabel 7 menunjukkan bahwa rerata rasa nyeri yang diukur menggunakan VAS pada pasien ekstraksi gigi di rumah sakit adalah 0,07±0,254, sedangkan rerata rasa nyeri yang diukur menggunakan VAS pada pasien ekstraksi gigi di puskesmas adalah 0,17±0,461. Pada tabel 7 menunjukkan bahwa hasil uji beda didapatkan nilai p>0,05, yang artinya tidak terdapat perbedaan efektifitas manajemen nyeri pasca ekstraksi gigi di rumah sakit dan puskesmas.

(10)

Tabel 7. Perbedaan efektifitas manajemen nyeri pasca ekstraksi gigi di rumah sakit dan puskesmas

No Instansi Mean±Standar Deviasi P 1 Rumah Sakit 0,07±0,254

0,378 2 Puskesmas 0,17±0,461

PEMBAHASAN

Karakteristik Subjek Penelitian

Pada penelitian ini terdapat perbedaan signifikan karakteristik usia pasien di rumah sakit dan puskesmas, pasien di rumah sakit rata-rata berumur lebih tua dibandingkan di puskesmas, kemungkinan dikarenakan semakin tua umur pasien semakin beresiko untuk terjadinya komplikasi lebih lanjut, sehingga untuk menghindari hal tersebut pasien dirujuk ke rumah sakit yang memiliki fasilitas lebih lengkap, mayoritas pasien ekstraksi gigi di rumah sakit berusia dewasa. Penelitian yang dilakukan oleh Rilly,dkk pada tahun 2012 yang meneliti tentang gambaran pencabutan gigi di rumah sakit yang menyatakan bahwa kasus pencabutan gigi paling tinggi adalah usia dewasa, yaitu usia 19-55 tahun. Hasil ini serupa dengan hasil penelitian Kusumaningrum yang meneliti tentang pencabutan gigi di Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan (RSGMP) Fakultas Kedokteran Gigi (FKG) Universitas Indonesia. Kusumaningrum mendapatkan bahwa pencabutan gigi pada pasien dewasa memiliki prevalensi yang tinggi, yaitu sebesar 83,7%. Pasien ekstraksi gigi di puskesmas mayoritas adalah pasien dewasa, hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Ni Wayan,dkk yang meneliti tentang gambaran pencabutan gigi di puskesmas mendapatkan bahwa usia 33-44 tahun merupakan usia yang paling banyak kasus pencabutan gigi dibandingkan usia yang lain, usia 33-44 tahun termasuk usia dewasa, sehingga sesuai dengan hasil penelitian ini bahwa pasien cabut gigi di puskesmas mayoritas adalah pasien dewasa. Tingginya pencabutan gigi permanen pada kelompok dewasa dapat disebabkan oleh beberapa faktor salah satunya karena telah terjadi akumulasi deposit plak, kalkulus, peningkatan jumlah poket, serta mulai kehila ngan jaringan dan resorpsi tulang yang biasanya terjadi sejak usia > 35 tahun.10,11

(11)

Pada penelitian ini secara keseluruhan jumlah sampel dengan jenis kelamin perempuan (70,0%) lebih banyak dibandingkan sampel dengan jenis kelamin laki-laki (30,0%). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Rilly,dkk yang menyatakan bahwa persentase kasus perempuan lebih besar yaitu 62,51% dibandingkan jenis kelamin laki-laki hanya 37,4%. Penelitian yang dilakukan oleh Ni Wayan,dkk juga mendapatkan hasil bahwa perempuan lebih banyak melakukan pencabutan gigi dibandingkan dengan laki-laki, perempuan sebanyak 317 kasus (59,5%) dan laki-laki sebanyak 216 kasus (40,5%). Prevalensi pada jenis kelamin perempuan lebih tinggi bisa dikarenakan pada perempuan terdapat faktor hormonal yang menyebabkan perempuan lebih rentan terhadap masalah di rongga mulut misalnya gingivitis atau karies. Pada saat siklus menstruasi, hormon estrogen dapat memicu timbulnya gingivitis, selain itu tingkat keasaman (pH) dalam rongga mulut juga berubah menjadi asam, hal inilah yang memicu timbulnya karies. 10,11

Perbedaan nyeri berdasarkan karakteristik pasien

Pada penelitian ini tidak ada perbedaan nyeri yang signifikan pada pasien dewasa dan pasien berusia tua. Pada penelitian yang dilakukan Tamsuri yang mengungkapkan bahwa anak/remaja dan orang tua paling rentan terhadap rasa nyeri. Pada anak/remaja disebabkan oleh faktor psikologis pasien yang belum matang, sedangkan pada orang tua disebabkan oleh keadaan fisiologis tubuh pada orang tua. Perbedaan hasil penelitian ini bisa disebabkan karena perbedaan populasi serta perbedaan geografis menyebabkan ketahanan seseorang terhadap rasa nyeri dapat berbeda pula, dan rata-rata pasien adalah pasien dewasa dengan keadaan psikologis yang stabil sehingga rasa nyeri dapat diminimalisir.12

Berdasarkan penelitian ini tidak ditemukan perbedaan rasa nyeri yang signifikan antara jenis kelamin laki ± laki dan perempuan, hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Gill (1990) bahwa laki-laki dan perempuan tidak memiliki perbedaan secara signifikan dalam memberi respon terhadap rasa nyeri. 12

(12)

Perbedaan Efektifitas Manajemen Nyeri Pasca Ekstraksi Gigi di Rumah Sakit dan Puskesmas

Manajemen nyeri gigi dapat dilakukan dengan cara mengurangi beberapa faktor penyebab nyeri, baik secara perifer maupun secara sentral. Menurut Hargreaves ada tiga golongan obat yang digunakan untuk menghambat kerja serabut aferen nosiseptif, yaitu analgesik non-opioid (NSAID), analgesik opioid, dan anestesi lokal. Pada hasil penelitian ini tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara rasa nyeri yang dirasakan kelompok pasien di rumah sakit dan di puskesmas, karena semua pasien sebelum dilakukan pencabutan gigi diberi anestesi dahulu kemudian setelah pencabutan gigi pasien diberi analgetik sehingga dapat meminimalisir rasa nyeri setelah pencabutan gigi. 12 Manajemen nyeri gigi selain pemberian anestesi dan analgetik dapat juga dilakukan edukasi kepada pasien. Edukasi sebelum dilakukan ekstraksi gigi memiliki efek yang sangat menguntungkan dan mengurangi kecemasan sesudah pencabutan gigi. Edukasi sebelum ekstraksi gigi juga berpengaruh terhadap kesejahteraan psikologis pasien.13

Berdasarkan penelitian ini tidak ada perbedaan rasa nyeri yang signifikan antara manajemen yang lengkap dan tidak lengkap di rumah sakit maupun di puskesmas, kedua instansi dalam melakukan manajemen nyeri ekstraksi gigi memberikan keefektifan yang sama terhadap pasien, hal tersebut dikarenakan rasa nyeri yang dirasakan pasien setelah cabut gigi sudah diatasi dengan pemberian anestesi dan analgetik, sehingga rasa nyeri sudah diminimalisir, hal tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh S.Al-Bahlani mendapatkan bahwa penggunaan anestesi lokal dapat meminimalisir nyeri.14

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Dari hasil pembahasan pada penilitian ini dapat diambil kesimpulan bahwa tidak terdapat perbedaan efektifitas manajemen nyeri pasca ekstraksi gigi di RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen dan Puskesmas Sidoharjo Sragen.

(13)

Pada penelitian selanjutnya diharapkan menggunakan sampel yang lebih banyak dengan menggunakan metode dan pengolahan sampel yang lebih baik.

UCAPAN TERIMA KASIH

Peneliti mengucapkan terima kasih kepada drg. Farichah Hanum, M.Kes yang telah membimbing dalam pembuatan Karya Tulis Ilmiah. Peneliti juga mengucapkan terima kasih kepada drg. Koeswartono Mulyo B, Sp.BM selaku penguji, dan dr. Donna Hermawati selaku ketua penguji, serta pihak ± pihak lain yang telah membantu hingga penelitian ini dapat terlaksana dengan baik.

(14)

DAFTAR PUSTAKA

1. Pedersen, G.W., 1996, Buku Ajar Praktis Bedah Mulut (terj.), Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 29-100.

2. Iis, 2006, Karies, Dominasi Masalah Kesehatan Gigi, http://www.jurnalnet.com/konten.php?nama=BeritaUtama&topik=7&id=6 63 diunduh 17/11/2013.

3. Depkes RI, 2005, Kebijakan Pelayanan Kedokteran Gigi Keluarga, Depkes RI, Jakarta.

4. Badan Litbang Kesehatan, 2009, Kesenjangan Antara Kebutuhan Perawatan Gigi dan Pemanfaatan Pelayanan, Jakarta.

5. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, 2012, Profil Kesehatan Provinsi

Jawa tengah tahun 2012,

http://www.dinkesjatengprov.go.id/dokumen/2013/SDK/Mibangkes/profil 2012/BAB_I-VI_2012_fix.pdf diunduh 17/11/2013.

6. Howe, G.L., 1999, Pencabutan Gigi Geligi (terj) Ed 2, EGC, Jakarta, h.1, 84-103.

7. Hargreaves, K., Abbott, P. V., 2005, Drugs for Pain Management in Dentistry, Australian Dental Journal Medikations Supplement, 14-22). 8. Puskesmas Sidoharjo Sragen, 2013, Laporan Bulanan Sidoharjo Sragen

Oktober 2013, Sragen.

9. RSUD Sragen, 2013, Laporan Bulanan Rumah Sakit Umum Daerah Sragen Bulan Oktober 2013, Sragen.

10.Ngangi, Sylvester Ngangi, 2012, Gambaran Pencabutan Gigi Di Balai Pengobatan Rumah Sakit Gigi Dan MulutUniversitas Sam Ratulangi tahun 2012, Manado

11.Mariati, Ni wayan, 2012, Gambaran Pencabutan Gigi Permanen di Puskesmas Bitung Barat Kecamatan Maesa Kota Bitung Tahun 2012, Manado

(15)

12.Naharuddin, Maknunah, 2013, PENGARUH PEMBERIAN PREMEDIKASI TRAMADOL TERHADAP DURASI AMBANG NYERI SETELAH PENCABUTAN GIGI, Makassar

13.Shuldham, C., 1991, A review Of The Impact Of Pre- Operative Education On Recovery From Surgery, International Journal of Nursing Studies 36, 171-77.

Gambar

Tabel 1. Distribusi data berdasarkan umur  No  Instansi  Umur  Total  n(%)  P Dewasa (19-55 Tahun)  n(%)  Tua (&gt;55 Tahun) n(%)  1  Rumah Sakit  22(73,3%)  8(26,7%)  30(100,0%)  0,011 2 Puskesmas 29(96,7%) 1(3,3%) 30(100,0%)  Total  51(85,0%)  9(15,0%)
Tabel 3. Perbedaan Nyeri Berdasarkan Karakteristik Pasien
Tabel 6. Perbedaan Efektifitas Manajemen Nyeri Lengkap dan Tidak Lengkap
Tabel  7.  Perbedaan  efektifitas  manajemen  nyeri  pasca  ekstraksi  gigi  di  rumah  sakit dan puskesmas

Referensi

Dokumen terkait

6.1.4 Efektivitas Terapi Musik dan Aromaterapi Terhadap Penurunan Skala Nyeri Persalinan Kala I Fase Aktif pada Ibu Multigravida di Puskesmas Pasirian dan RSUD

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji apakah ada pengaruh etika lembaga dan QWL terhadap kinerja perawat di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Sragen.. Populasi penelitian ini

PERBEDAAN TINGKAT NYERI ANTARA KELOMPOK KONTROL DAN EKSPERIMEN SETELAH DIBERIKAN TERAPI MUSIK PADA PASIEN POST OP FRAKTUR FEMUR.. DI RUANG RAWAT INAP BEDAH RUMAH

Ketujuh variabel di atas, komunikasi dokter, komunikasi perawat, lingkungan rumah sakit, daya tanggap, manajemen nyeri, komunikasi obat dan discharge informasi memiliki persepsi

Kesimpulan: Tidak ada perbedaan efektivitas kompres hangat basah dan kering terhadap nyeri punggung bawah pada lansia di wilayah kerja Puskesmas Telen.. Saran: Untuk peneliti

Rata-rata waktu tunggu pelayanan obat jadi pasien rawat jalan didapatkan hasil sebesar (46,3 menit) hasil tersebut tidak sesuai dengan standar SPM rumah sakit yaitu sebesar ≤30

Sedangkan pada penelitian yang lain, dilakukan oleh Warisal Fatah (2015) telah terbukti bahwa terapi bekam efektif terhadap penurunan rasa nyeri pada sakit gigi di

Hasil – Ada Perbedaan Upaya Pencegahan ISPA oleh Ibu Balita Sebelum dan Sesudah Dilakukan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) di Puskesmas Purwodadi I dengan