ETIKA LEMBAGA DAN PENGARUHNYA
TERHADAP KINERJA PERAWAT RUMAH SAKIT
UMUM DENGAN
QUALITY OF WORK LIFE
SEBAGAI
VARIABEL INTERVENING
(Studi Pada RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Kabupaten Sragen)
SKRIPSI
Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Pada Universitas Negeri Semarang
Oleh: Handayani NIM7311409076
JURUSAN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Skripsi ini telah disetujui oleh pembimbing untuk diajukan ke sidang panitia ujian skripsi pada :
Hari : Jum’at
Tanggal : 19 Juli 2013
Disetujui oleh :
Pembimbing I
Dr. S. Martono, M.Si. NIP. 196603081989011001
Pembimbing II
Sri Wartini, S.E., M.M.. NIP. 197209162005012001
Mengetahui,
An. Ketua Jurusan Manajemen
Sekretaris
Dra. Palupiningdyah, M.Si.
PENGESAHAN KELULUSAN
Skripsi ini telah dipertahankan di depan Sidang Panitia Ujian Skripsi Fakultas
Ekonomi Universitas Negeri Semarang pada :
Hari : Selasa
Tanggal : 30 Juli 2013
Penguji Skripsi
Dr. Ketut Sudarma, MM
NIP. 195211151978031002
Anggota I
Dr. S. Martono, M.Si. NIP. 196603081989011001
Anggota II
Sri Wartini, S.E., M.M. NIP. 197209162005012001
Mengetahui,
Dekan Fakultas Ekonomi
Dr. S. Martono, M.Si.
iv
PERNYATAAN
Saya menyatakan bahwa yang tertulis di dalam skripsi ini benar-benar hasil karya
saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain, baik sebagian atau
seluruhnya. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini
dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah. Apabila di kemudian hari
terbukti skripsi ini adalah hasil jiplakan dari karya tulis orang lain, maka saya
bersedia menerima sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Semarang, Juli 2013
1. Wahai manusia sesungguhnya kamu harus bekerja keras
(secara sungguh-sungguh)
menuju keredaan Tuhanmu (QS. Al-Insiqoq: 6)
2. “Apapun yang bisa kamu lakukan, atau kamu bayangkan
kamu bisa, lakukanlah.
Didalam keberanian tedapat kejeniusan, kekuatan dan
keajaiaban”. (Goethe)
Skipsi ini saya persembahkan
kepada:
1. Ayah dan ibu saya tercinta, terimakasih atas dukungan dan doa yang tak pernah putus. 2. Adikku, Indra yang selalu
mengajari mbak arti sabar dan tawakal.
3. Almamater yang kubanggakan
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO :
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya,
sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Skripsi ini disusun dalam rangka
memenuhi syarat untuk mencapai gelar Sarjana. Penulisan skripsi dapat
terselesaikan berkat bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, untuk itu ucapan
terima kasih disampaikan kepada :
1. Prof. Dr. Fathur Rokhman M.Hum Rektor Universitas Negeri Semarang yang
telah memberikan kesempatan untuk menuntut ilmu di Universitas Negeri
Semarang.
2. Dr. S. Martono, M.Si. Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang
atas ijinnya untuk melakukan penelitian dan sekaligus sebagai Dosen
Pembimbing I yang dengan penuh kesabaran telah memberikan bimbingan
bantuan dan dorongan dalam penulisan skripsi ini.
3. Dra. Palupiningdyah, M.Si, Sekretaris Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi
Universitas Negeri Semarang.
4. Sri Wartini, SE, MM, Dosen Pembimbing II yang dengan penuh kesabaran
telah memberikan bimbingan, bantuan dan dorongan dalam penulisan skripsi
ini.
5. Dr. Ketut Sudarma, MM, Dosen Penguji Utama yang telah memberikan kritik
dan saran terhadap skripsi ini.
6. RSUD Kabupaten Sragen yang telah memberikan izin melakukan penelitian.
7. Teman- teman Manajemen angkatan 2009, atas kebersamaan selama menjalani
Terima kasih atas segala bantuan dan bimbingannya selama ini, semoga
amal dan bantuan saudara mendapat berkah yang melimpah dari Allah SWT dan
semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang
membutuhkan.
Semarang, Juli 2013
viii
SARI
Handayani. 2013. “Etika Lembaga dan Pengaruhnya terhadap Kinerja Perawat Rumah Sakit Umum dengan Quality of Work Life sebagai Variabel Intervening”. Skripsi. Jurusan Manajemen. Fakultas Ekonomi. Universitas Negeri Semarang. Pembimbing I. Dr. S. Martono, M,Si. Pembimbing II. Sri Wartini, S.E., M.M.
Kata kunci :Etika Lembaga, Kinerja Perawat, Quality of Work Life (QWL)
Perawat Rumah Sakit merupakan seorang profesional yang bekerja sebagai ujung tombak pelayanan dalam Rumah Sakit. Namun, pada kenyataannya tidak semua perawat mampu memberikan kinerja optimal meskipun Rumah sakit telah memberikan dukungan peningkatan kinerja. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji apakah ada pengaruh etika lembaga dan QWL terhadap kinerja perawat di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Sragen.
Populasi penelitian ini adalah perawat RSUD Kabupaten Sragen, sampel penelitian ditentukan dengan random sampling, sedangkan ukuran sampel dihitung dengan rumus slovin sebesar 154 perawat. Variabel penelitian meliputi etika lembaga, QWL dan kinerja perawat. Data penelitian diperoleh melalui angket, dianalisis dengan analisis jalur menggunakan program IBM SPSS 19.
Hasil penelitian menunjukkan ada pengaruh langsung antara etika lembaga terhadap QWL. Variabel etika lembaga dan QWL memiliki pengaruh langsung terhadap kinerja perawat serta pengaruh mediasi variabel QWL terhadap etika lembaga dan kinerja perawat.
ABSTRACT
Handayani. 2013. “The Ethical Institute and Its Influence Toward Nurses’ Performance of General Hospital with Quality of Work Life as an Intervening
Variable.” Final Project. Department of Management. Faculty of Economics. Semarang State University. 1st Advisor. Dr. S. Martono, M,Si . 2nd Advisor. Sri Wartini, S.E., M.M.
Keywords: Ethical Institute, Nurses’ Performance, Quality of Work Life (QWL) A hospital nurses are a professional who work as a spearhead in the hospital service. However, in fact, not all nurses are able to provide the performance optimally although the hospitals have given support for improving the performance. This study aimed to assess whether or not there are the influence of Ethical institute and QWL toward the nurse performance at the General Hospital of Sragen Regency.
The population of this study was all nurses of the general hospital of Sragen. The research sample was determined by random sampling, while the sample size was calculated with the formula of Slovin at the rate of 154 nurses. The variables included the ethical institutes, QWL and the performance of nurses. Data was obtained through the questionnaires which were analyzed by path analysis using IBM SPSS 19 program.
The results showed that there was direct influence between the ethical institute and QWL. The variable of ethical institute and QWL also had direct influence toward the nurses’ performance and QWL variables mediate between the Institution ethics and the performance of nurses.
BAB III METODE PENELITIAN ... 31
3.1 Objek Penelitian ... 31
3.2 Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan sampel ... 31
3.2.1 Populasi ... 31
3.2.2 Sampel ... 31
3.2.3 Teknik Pengambilan Sampel ... 32
3.3 Variabel dan Pengukuran Variabel ... 33
3.3.1 Kinerja Karyawan (Perawat) ... 33
3.7.1 Analisis Statistik Deskriptif ... 43
3.7.2 Analisis Statistik Inferensial ... 45
3.7.2.1 Uji Asumsi Klasik ... 45
4.1.2 Analisis Statistik Deskriptif ... 53
4.1.2.1 Analisis Deskriptif Responden ... 53
4.1.2.2 Analisis Deskriptif Persentase Variabel ... 56
xii
4.1.3.1 Uji Normalitas ... 65
4.1.3.2 Uji Multikolinieritas ... 66
4.1.3.3 Uji Heterokedastisitas ... 67
4.1.4 Uji Regresi dan Analisis Jalur (Path Analysis) ... 68
4.1.4.1 Uji Regresi ... 68
4.1.4.2 Analisis Jalur (Path Analys) ... 71
4.1.5 Uji Hipotesis ... 73
4.2 Pembahasan ... 80
4.2.1 Pengaruh Etika Lembaga terhadap Quality of Work Life ... 80
4.2.2 Pengaruh QWL terhadap Kinerja Perawat ... 81
4.2.3 Pengaruh Etika Lembaga terhadap Kinerja Perawat ... 82
4.2.4 Pengaruh Etika Lembaga terhadap Kinerja Perawat melalui QWL ... 83
BAB V PENUTUP ... 85
5.1 Simpulan ... 85
5.2 Saran ... 86 DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Penelitian Terdahulu yang Terkait ... 23
Tabel 3.1. Populasi Penelitian ... 31
Tabel 3.2. Variabel dan Indikator Pengukuran Variabel... 36
Tabel 3.3. Indeks Skala Likert ... 37
Tabel 3.4. Instrumen Pengukuran ... 38
Tabel 3.5. Uji Validitas Variabel Kinerja ... 39
Tabel 3.6. Uji Validitas Variabel Etika Lembaga ... 40
Tabel 3.7. Uji Validitas Variabel Quality of Work Life ... 41
Tabel 3.8. Rangkuman Uji Reliabilitas ... 42
Tabel 3.9. Kriteria Nilai Interval ... 44
Tabel 4.1. Komposisi Responden berdasarkan Usia dan Jenis Kelamin ... 54
Tabel 4.2. Komposisi Responden berdasarkan Pendidikan Terakhir dan Jenis Kelamin ... 55
Tabel 4.3. Komposisi Responden berdasarkan Masa Kerja dan Jenis Kelamin 56 Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi Indikator Kinerja Perawat RSUD Kabupaten Sragen ... 57
Tabel 4.5. Distribusi Persentase Skor Kinerja Perawat ... 59
Tabel 4.6. Distribusi Frekuensi Indikator Etika Lembaga di RSUD Kabupaten Sragen ... 60
Tabel 4.7. Distribusi Persentase Skor Etika Lembaga ... 61
Tabel 4.8. Distribusi Frekuensi Indikator QWL di RSUD Kabupaten Sragen 62
Tabel 4.9. Distribusi Persentase Skor Quality of Work Life ... 64
Table 4.10. Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov ... 66
Tabel 4.11. Uji Multikolinieritas ... 67
Tabel 4.12. Uji Glejser ... 68
Tabel 4.13. Regresi Model 1 (Satu) ... 69
Tabel 4.14. Regresi Model 2 (Dua) ... 70
xiv
DAFTAR GAMBAR
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Angket Penelitian ... 91
Lampiran 2 Tabulasi Data ... 95
Lampiran 3 Uji Validitas ... 107
Lampiran 4 Uji Reliabilitas ... 110
Lampiran 5 Analisis Deskripttif ... 111
Lampiran 6 Asumsi Klasik ... 151
Lampiran 7 Regresi Model 1 (Satu) ... 153
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sumber daya manusia merupakan faktor utama dalam sebuah organisasi.
Kedudukan sumber daya manusia bukan hanya sebagai alat produksi tetapi juga
sebagai penggerak organisasi dalam mencapai tujuan dan sasaran yang telah
ditetapkan. Kemajuan suatu organisasi ditentukan pula bagaimana kualitas dan
kapabilitas SDM didalamnya. Oleh karenanya, manajemen dituntut untuk
membuat rencana pengembangan SDM yang berkualitas. Sumber daya manusia
yang berkualitas adalah sumber daya manusia yang mampu memperlihatkan
perilaku kerja yang mengarah pada tercapainya maksud dan tujuan perusahaan.
Setiap perusahaan berusaha untuk memberdayakan potensi karyawan guna
mencapai kinerja yang tinggi, karena kinerja yang dicapai pada akhirnya akan
memberikan kontribusi terhadap kinerja perusahaan atau dapat diartikan kinerja
perusahaan berbanding lurus dengan kinerja karyawan (Rivai & Mohd, 2005: 14).
Pengembangan SDM merupakan upaya organisasi dalam memperbaiki
kinerja perusahaan. Tuntutan akan kinerja karyawan yang tinggi memang sudah
menjadi bagian dari semua perusahaan, namun fakta yang ada sekarang
memperlihatkan bahwa belum semua karyawan memiliki kinerja yang tinggi
sesuai dengan harapan perusahaan.
Kinerja karyawan diartikan sebagai kesediaan seseorang atau kelompok
tanggung jawab dengan hasil seperti yang diharapkan (Rivai & Mohd, 2005: 15).
Menurut Robins dan Judge (2007: 281) kinerja karyawan merupakan fungsi (f)
dari interaksi kemampuan atau ability (A), motivasi atau motivation (M) dan
kesempatan atau opptunity (O), kinerja = f (A x M x O). Hal itu berarti, seseorang
akan berkinerja baik apabila memiliki kecerdasan dan keterampilan (kemampuan)
dan didorong dengan motivasi serta adanya kesempatan dari lingkungan.
Kesempatan atau peluang dari lingkungan akan meniadakan rintangan-rintangan
yang menghalangi karyawan untuk melakukan pekerjaannya dengan baik
sehingga, kinerja karyawan akan optimal.
Penilaian kinerja oleh organisasi penting dilakukan karena akan
memberikan manfaat tidak hanya pada organisasi, tapi juga supervisor,
departemen SDM dan juga karyawan. Supervisor dan manajer dapat mengetahui
tindakan apa yang akan diambil misalnya dalam hal perencanaan karir, promosi
dan penggajian. Departemen SDM dapat menggunakan hasil penilaian kinerja
untuk evaluasi keberhasilan dari proses perekrutan, seleksi, orientasi, pelatihan
dan penempatan yang telah dijalankan. Sedangkan untuk karyawan, penilaian
kinerja merupakan feedback yang akan menjadi pembimbing sikap yang akan
datang.
Analisis kinerja perlu dilakukan secara terus-menerus melalui proses
komunikasi antara karyawan dengan atasannya. Rivai dan Mohd (2005: 19)
menyebutkan ada tiga kriteria dalam melakukan penilaian kinerja karyawan,
yaitu: 1) tugas karyawan; 2) perilaku karyawan; 3) ciri-ciri karyawan. Artinya
menelusuri faktor-faktor yang membentuk kinerja, menyesuaikan standar kinerja
dengan kondisi yang ada, dan memberikan tambahan kemampuan kepada
karyawan. Kinerja individu dapat diukur dari 7 dimensi kinerja yang
dikembangkan oleh Hersey dan Goldsmith (dalam Kheradman et al., 2010:318).
Adapun tujuh dimensi tersebut antara lain: a) Ability atau kemampuan; c) Clarity
atau kejelasan; d) Help atau bantuan dari organisasi; e) Incentive atau keinginan
karyawan untuk memberikan lebih pada perusahaan; f) Evaluation atau evalusi; g)
Validity atau validitas; h) Environment atau lingkungan.
Sejak awal 1960-an penelitian mengenai kinerja yang dikaitkan dengan
etika dan Quality of Work Life (QWL) telah menjadi topik menarik dalam
penelitian SDM dan pengembangan organisasi (Ivancevich et al., 2007: 183 &
Konnmee et al., 2009: 1 ). Dalam penelitian terdahulu, penelitian cenderung dan
bahkan sering menghubungkan QWL dan hasil pekerjaan, etika, produktivitas,
tanggung jawab sosial serta kinerja organisasi (Koonmee et al, 2009: 1).
QWL merupakan salah satu pendekatan untuk meningkatkan kinerja
karyawan. Tujuan mendasar dari penerapan QWL adalah mengembangkan
pekerjaan dan kondisi kerja terbaik bagi karyawan serta kesehatan ekonomi
organisasi. QWL merupakan dimensi yang krusial dari kinerja karyawan, karena
terbukti berpengaruh penting terhadap kinerja karyawan (Kheradmand et al.,
2010: 317 & Jofreh et al., 2012: 2507 ).
Peningkatan kompleksitas dunia bisnis yang kompetitif serta pelaksanaan
hukum sosial yang semakin rumit membuat etika sebagai faktor strategis untuk
itu, budaya etika juga menciptakan kepercayaan di dalam dan di luar perusahaan.
Kepercayaan mendorong pengambilan risiko yang tepat dan mengarahkan pada
inovasi sehingga akhirnya tercipta profitabilitas.
Berdasarkan tinjauan literatur, penelitian mengenai hubungan etika, dan
QWL yang berhubungan dengan hasil dalam organisasi bisnis pertama dilakukan
oleh Koonmee et al (2009: 1). Penelitian dilakukan pada organisasi bisnis di Asia
tepatnya di negara berkembang yakni Thailand. Hasil penelitian menyatakan
adanya hubungan positif antara etika lembaga dan QWL serta hubungan yang
signifikan antara QWL dengan kinerja karyawan. Hasil penelitian ini senada
dengan hasil penelitian Kheradmand et al. (2010) dan juga penelitian yang
dilakukan oleh Jofreh et al. (2012) yang juga menyatakan bahwa ada hubungan
yang positif antara QWL dan kinerja karyawan. Hasil penelitian ini
mengindikasikan bahwa suatu organisasi akan mendapatkan kinerja karyawan
yang optimal jika menerapkan konsep QWL dalam organisasi. Konsep QWL
merupakan filosofi dan praktik manajemen yang meningkatkan harga diri
karyawan, memperkenalkan perubahan budaya, dan menyediakan kesempatan
untuk tumbuh dan berkembang (Ivancevich, 2007: 183).
Mortazavi et al. (2012: 206) menyatakan bahwasannya organisasi yang
bergerak pada bidang kesehatan penting menerapkan QWL pada karyawannya.
QWL akan berpengaruh langsung pada kepuasan kerja dan akan meningkatkan
kualitas layanan pada pasien rumah sakit dan meningkatkan kinerja. Sedangkan
etika lembaga yang telah ada akan memberikan batasan dan aturan kepada
sebagai seorang perawat. Etika lembaga yang telah dibuat oleh tim manager dan
dilakukan pengawasan dalam pelaksanaannya akan mampu meningkatkan kinerja
karyawan (Koonmee et al., 2009: 6).
Almalki et al. (2012: 1) seorang perawat akan sering mengalami
penurunan kinerja akibat over load pekerjaan, aktivitas yang berulang serta
program peningkatan kualitas oleh organisasi dan pengembangan karyawan yang
kurang diperhatikan.
Berdasarkan hasil penelitian terdahulu dan teori yang ada peneliti tertarik
melakukan penelitian yang menghubungkan antara etika lembaga, QWL dan
kinerja karyawan. Pemilihan variabel ini didasarkan pada pendapat Koonmee et
al. (2009:1) yang menyatakan perusahaan yang baik lebih dilihat dari etika dan
QWL sebagai indikator progresif terkait dengan keberlangsungan bisnis.
Penelitian dilakukan pada sebuah Rumah Sakit Umum Daerah dengan
objek penelitian paramedik keperawatan Rumah Sakit. Kajian ini didasarkan pada
saran penelitian yang dilakukan oleh Husnawati (2006: 90) yakni membatasi
responden yang menjadi sampel penelitian hanya pada tingkatan karyawan yang
mempunyai standar penilaian kinerja sama serta pendapat dari Almalki et al.
(2012: 1) bahwa seorang perawat sering mengalami penurunan kinerja.
Rumah Sakit dr. Soehadi Prijonegoro merupakan Rumah Sakit Umum
Daerah yang berada di Kabupaten Sragen. RSUD dr. Soehadi Prijonegoro
memiliki 15 bangsal yaitu IBS, Melati, IGD, Cempaka, Perinatologi, Anggrek,
Sakura, Aster, Tulip, ICU-ICCU, Poliklinik, Hemodialisa, Mawar, Teratai dan
Rumah sakit ini memiliki 251 tenaga paramedik keperawatan. Paramedik
keperawatan terdiri atas 221 perawat, 2 perawat gigi dan 28 bidan. Tugas utama
dari tenaga paramedik keperawatan adalah melakukan komunikasi langsung
kepada pasien dan keluarga pasien terkait dengan keluhan pasien serta menjadi
asisten seorang dokter di rumah sakit. Pendidikan paramedik keperawatan
mayoritas D III dan hanya memiliki 2 tenaga keperawatan lulusan Strata 2 serta
34 tenaga lulusan Strata 1. Tenaga paramedik keperawatan ini bertugas setiap hari
dengan sistem jadwal jaga gilir pagi, siang dan malam.
Dalam rangka peningkatan SDM terutama tenaga perawat, manajemen
SDM rumah sakit melakukan program pengembangan dan pelatihan, pelembagaan
etika serta program peningkatan kualitas kehidupan kerja untuk perawat. Namun
pada kenyataannya program yang dijalankan juga belum menuai hasil yang
optimal. Hal ini terlihat dari hasil evaluasi pelaksanaan standar kerja dan SOP
perawat RSUD dr. Soehadi Prijonegoro.
SOP pelayanan keperawatan di RSUD Kabupaten Sragen terbagi menjadi
4, yaitu SOP pelayanan keperawatan, SOP ketenagaan, SOP pemeliharaan alat
dan SOP penanggulangan kedaruratan. Standar kerja umum yang harus dilakukan
oleh seorang perawat di RSUD dr. Soehadi Prijonegoro sebelum melakukan
tindakan adalah melakukan 5S yaitu salam, senyum, sapa, sopan dan santun
terhadap pasien, memberikan informasi kepada keluarga pasien, cuci tangan dan
menjaga peralatan medis rumah sakit. Terkait dengan waktu pelayanan, seorang
maksimal 10 menit dan dilakukan secara mandiri. Standar kerja terkait dengan
pemberian informasi pasien meliputi hak dan kewajiban pasien dan keluarga,
petugas yang merawat, catatan perkembangan kondisi pasien dan rencana asuhan
keperawatan/kebidanan, waktu konsultasi dan persiapan pasien pulang (Discharge
Planning). Selain itu, kecepatan, ketanggapan serta ketepatan perawat dalam
melayani pasien juga merukan kriteria dalam penilaian kinerja yang dilakukan
oleh tim manajer.
Bertolak dari standar kerja umum diatas, peneliti telah melakukan
observasi di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Sragen pada tanggal 25 dan
26 Januari 2013, hasil observasi menunjukkan masih banyak perawat yang belum
memenuhi standar kerja yang telah ditetapkan. Perawat tidak melakukan 5S pada
pasien terutama pada pasien yang ada diruang bangsal kelas 3 dan juga perawat
kurang tanggap akan kebutuhan pasien. Pernyataan ini juga didasarkan pada hasil
wawancara yang dilakukan pada kepala bagian keperawatan RSUD Kabupaten
Sragen, ibu Didhing Supariti yang menyatakan bahwa kinerja perawat baru pada
level cukup baik untuk saat ini. Beliau menjelaskan perawat mungkin merasa
bahwa penilaian kinerja yang dilakukan oleh rumah sakit hanyalah prosedur
semata dan mayoritas dari mereka merasa aman karena sudah pegawai negeri
sipil. RSUD Kabupaten Sragen juga belum memiliki divisi khusus yang
menangani masalah peningkatan kualitas kehidupan kerja, sehingga pihak RSUD
tidak mengetahui apakah perawat sudah merasa terpenuhi kebutuhan dasarnya
belum melakukan evaluasi secara rutin berkaitan dengan pelaksanaan kode etik
serta etika lembaga yang berlaku di Rumah padahal jelas tertulis didalam SOP
Pelayanan Keperawatan tentang bagaimana etika dan kode etik perawat dalam
menjalankan kewajibannya.
Penelitian ini menarik dilakukan karena akan terlihat seberapa besar
pengaruh persepsi karyawan mengenai kualitas kehidupan kerja atau QWL yang
mereka terima dan etika lembaga dengan kinerja yang akan mereka berikan untuk
perusahaan. Kemenarikan penelitian ini juga dikarenakan objek penelitian adalah
rumah sakit, dimana rumah sakit merupakan organisasi for profit tetapi juga
memiliki kode etik rumah sakit sebagai tempat pelayanan kesehatan dan sosial.
Etika lembaga rumah sakit juga menarik karena menaungi tiga kode etik
profesi sekaligus yakni, kode etik karyawan dan manajer, kode etik perawat dan
kode etik dokter. Sehingga, harapan dilakukannya penelitian ini adalah mampu
memberikan rekomendasi bagaimana penerapan etika lembaga serta desain
kualitas kehidupan kerja atau QWL yang baik supaya mampu meningkatkan hasil
kerja karyawan dalam sebuah perusahaan terutama organisasi kesehatan. Selain
itu, penelitian ini diharapkan akan memberikan pengayaan pengetahuan mengenai
QWL dan etika lembaga yang berkaitan dengan kinerja perawat pada organisasi
kesehatan terutama kinerja perawat Rumah Sakit Umum.
1.2 Perumusan Masalah
Penelitian yang telah dilakukan oleh manajemen SDM dan Pengembangan
produktivitas, tanggung jawab sosial dan kinerja organisasi (Koonmee et al.,
2009; Kheradman et al., 2010; Jofreh et al., 2012; Mortazavi et al., 2012).
Penelitian terdahulu seringkali dilakukan di perusahaan jasa non organisasi
kesehatan serta dilakukan pada karyawan yang memiliki standar kerja yang tidak
sama. Oleh karenanya, berdasarkan saran yang diberikan oleh peneliti Husnawati
(2006: 90) maka penelitian ini akan dilakukan pada organisasi kesehatan milik
pemerintah yaitu Rumah Sakit Umum dengan responden perawat.
Penelitian ini dilakukan untuk membuktikkan adanya pengaruh positif
etika lembaga dan kualitas kehidupan kerja/QWL terhadap kinerja perawat.
Adapun rumuskan masalah yang penulis ajukan adalah sebagai berikut:
1. Bagiamana pengaruh etika lembaga terhadap QWL pada RSUD dr. Soehadi
Prijonegoro?
2. Bagaimana pengaruh QWLterhadap kinerja perawat pada RSUD dr. Soehadi
Prijonegoro?
3. Bagaimana pengaruh etika lembaga terhadap kinerja perawat pada RSUD dr.
Soehadi Prijonegoro?
4. Bagaimana pengaruh etika lembaga melalui QWL terhadap kinerja perawat
pada RSUD dr. Soehadi Prijonegoro?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan identifikasi permasalahan diatas maka tujuan dari penelitian
1. Menganalisis dan mendeskripsikan pengaruh etika lembaga terhadap QWL
pada RSUD dr. Soehadi Prijonegoro.
2. Menganalisis dan mendeskripsikan pengaruh QWL dan kinerja perawat
RSUD dr. Soehadi Prijonegoro.
3. Menganalisis dan mendeskripsikan pengaruh etika lembaga terhadap kinerja
perawat pada RSUD dr. Soehadi Prijonegoro.
4. Menganalisis dan mendeskripsikan pengaruh etika lembaga melalui QWL
terhadap kinerja perawat di RSUD dr. Soehadi Prijonegoro.
1.4 Manfaat Penelitian
Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat ganda, yaitu
manfaat teoritis dan manfaat praktis.
Manfaat teoritis pada perspektif akademik, penelitian ini diharapkan akan
bermanfaat dalam memberikan sumbangan konseptual bagi perkembangan kajian
manajemen khususnya mengenai konsep hubungan antara etika lembaga dan
Quality of working life (QWL) dalam peningkatan kinerja karyawan pada
organisasi kesehatan dan sebagai bahan perbandingan untuk penelitian yang
serupa.
Penelitian ini dipandang memiliki kebermanfaatan praktis bagi beberapa
pihak diantaranya:
1. Bagi perawat, dapat dijadikan evaluasi diri terhadap kinerja yang diberikan
2. Bagi pengembangan organisasi (OD), dapat dijadikan sebagai evaluasi
terhadap kebijakan pelaksanaan etika lembaga dan QWL yang selama ini
12 BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Kinerja Karyawan
Kinerja sebuah organisasi ditentukan oleh kinerja karyawan, dengan kata lain
kinerja organisasi merupakan kumpulan atau hasil akumulasi dari kinerja karyawan
sebuah organisasi. Kinerja karyawan merupakan suatu hasil yang dicapai oleh pekerja
dalam pekerjaannya menurut kriteria tertentu yang berlaku untuk suatu pekerjaan
tertentu (Husnawati, 2006: 22). Robbins dan Judge (2007: 281) menyatakan bahwa
kinerja adalah fungsi dari interaksi antara kemampuan atau ability (A), motivation
(M) dan opportunity (O). Hal ini berarti kinerja seseorang akan maksimal jika
memiliki kemampuan yang baik dan didukung motivasi serta adanya kesempatan dari
lingkungan untuk melakukan pekerjaannya secara optimal.
Kemampuan pegawai meliputi tingkat pendidikan, pengetahuan, dan
pengalaman. Tingkat kemampuan akan dapat mempengaruhi hasil kinerja pegawai
dimana semakin tinggi tingkat kemampuan karyawan akan menghasilkan kinerja
semakin tinggi pula. Faktor lain adalah motivasi kerja yaitu dorongan dari dalam
pegawai untuk melakukan suatu pekerjaan. Motivasi kerja yang tinggi akan karyawan
untuk melakukan suatu pekerjaan sebaik mungkin dan pada akhirnya akan
mempengaruhi hasil kerja.
Faktor selanjutnya adalah lingkungan kerja yang mendukung. Lingkungan
cukup. Selain itu, lingkungan kerja juga menyenangkan secara psikologi, ada
kerjasama antar rekan kerja, peraturan dan prosedur kerja mendukung, informasi
memadai dan adanya waktu yang cukup untuk mengerjakan pekerjaan. Kondisi
lingkungan kerja semacam ini akan membawa pada kinerja optimum karyawan.
Simamora (2004: 338) menyatakan kinerja sebagai ungkapan kemampuan
yang didasari oleh pengetahuan, sikap, keterampilan dan motivasi dalam
menghasilkan sesuatu. Kinerja karyawan sangat ditentukan oleh tiga faktor utama
yaitu, individu karyawan, psikologi dan organisasi. Faktor individu terdiri atas
kemampuan dan keahlian, latar belakang kehidupan, dan faktor demografi. Semakin
kompeten kemampuan dan keahlian yang dimiliki masing-masing pegawai, akan
mempengaruhi pencapaian hasil kinerja.
Faktor kedua ialah psikologis karyawan yang merupakan persepsi, attitude,
personality, pembelajaran, dan motivasi. Faktor psikologis akan mendorong pegawai
dalam pengambilan keputusan untuk melakukan pekerjaan. Semakin matang
psikologi dan soft skill yang melekat pada diri pegawai, semakin bagus kinerja yang
dihasilkan. Faktor penentu yang terakhir ialah organisasi. Komponen dari faktor
organisasi ialah sumberdaya, kepemimpinan, penghargaan, struktur organisasi dan
job design. Kinerja karyawan akan optimal jika organisasi memberikan fasilitas dan
kesempatan untuk karyawan berkinerja optimal. Misalnya, organisasi memberikan
peta konsep pekerjaan yang jelas pada karyawan untuk melakukan pekerjaannya,
adanya sistem penghargaan yang adil. Dengan demikian kinerja optimal karyawan
dapat diharapkan dan dicapai organisasi.
Menurut Bernardin dan Russel (dalam Husnawati, 2006: 22) ada 6 kriteria
yang digunakan untuk mengukur sejauh mana kinerja karyawan secara individu, yaitu
kualitas, kuantitas, ketepatan waktu, efektivitas, kemandirian, dan komitmen kerja.
Menurut A. Dale Timple (dalam Husnawati, 2006: 24) faktor kinerja terdiri dari
faktor internal dan eksternal. Faktor internal (disposisional) yaitu faktor yang
dihubungkan dengan sifat-sifat seseorang. Fakor eksternal yaitu faktor-faktor yang
mempengaruhi kinerja seseorang yang berasal dari lingkungan seperti perilaku, sikap
dan tindakan bawahan ataupun rekan kerja, fasilitas kerja dan iklim organisasi.
Kinerja yang baik tentu saja merupakan harapan bagi semua perusahaan dan institusi
yang mempekerjakan karyawan, sebab kinerja karyawan ini pada akhirnya
diharapkan dapat meningkatkan kinerja perusahaan secara keseluruhan.
Kualitas kehidupan kerja atau QWL serta etika lembaga merupakan dua hal
yang perlu diperhatikan oleh organisasi untuk meningkatkan kinerja individu
karyawan. Hasil penelitian terdahulu menyebutkan adanya hubungan yang positif dan
signifikan antara QWL dan kinerja (Husnawati, 2006: 85; Koonmee et al., 2009: 1;
Kheradmand, et al., 2010: 317; Jofreh, et al., 2012: 2507; Mortazavi et al., 2012:
212). Hubungan etika lembaga dan kinerja telah diteliti oleh Koonmee et al. (2009)
dengan hasil penelitian positif dan signifikan.
Kinerja individu dapat diukur dari 7 dimensi kinerja yang dikembangkan oleh
a. Ability atau kemampuan yaitu pengetahuan seseorang dan skill yang dimiliki
dalam menyelesaikan pekerjaannya. Karyawan dikatakan memiliki kinerja yang
baik apabila memiliki kemampuan untuk menyelesaikan pekerjaannya dengan
optimal.
b. Clarity atau kejelasan yaitu kejelasan atas persepsi peraturan. Kinerja karyawan
akan optimal jika karyawan memahami peranan dan tanggung jawab yang harus
dikerjakan.
c. Help atau bantuan yaitu dukungan organiasasi yang dibutuhkan karyawan untuk
menyelesaikan tugas mereka dengan efektif. Sebagaimana yang telah dijelaskan
Simamora (2004: 338) organiasi merupakan salah satu faktor penentu kinerja
karyawan. Kinerja karyawan akan optimal jika organisasi memberikan fasilitas
yang memadai sebagai alat pendukung.
d. Incentive yaitu keinginan untuk menyelesaikan tugas yang diberikan dengan
sukses. Karyawan yang memiliki kinerja optimal adalah karyawan yang
melakukan pekerjaannya lebih dari yang seharusnya ia lakukan. Misal, seorang
perawat memberikan penjelasan kepada keluarga pasien setiap tindakan yang ia
lakukan meskipun, keluarga pasien tidak memintanya. Contoh lain ialah seorang
perawat mengikuti seminar yang mengenai isu terbaru keperawatan tanpa harus
diminta oleh pihak Rumah Sakit.
e. Evaluation yaitu umpan balik kepada karyawan atas pekerjaan yang telah
dilakukan. Organisasi yang menginginkan kinerja yang baik dari karyawannya
untuk perbaikan dan pembimbing bagi karyawan dalam melakukan pekerjaan di
masa depan.
f. Validity yaitu sah dan benar keputusan tentang penempatan sumber daya
manusia. Tingkat keberhasilan Departemen SDM dalam melakukan penempatan
dapat terlihat dari hasil hasil evaluasi kinerja karyawan. Seorang karyawan akan
mampu berkinerja secara optimal jika ditempatkan pada posisi yang tepat, sesuai
dengan kemampuan yang dimiliki.
g. Environment yaitu faktor eksternal atau lingkungan. Lingkungan organisai yang
menyenangkan serta adanya kontrol eksternal akan mendorong karyawan untuk
bekerja secara baik, jika tidak maka kinerja karyawan akan memburuk.
2.2 Etika Lembaga
Etika adalah cabang filsafat yang merupakan studi sistematik dari pilihan
pemikiran mendalam (reflektif) terhadap standar-standar baik dan buruk yang
menjadi pedoman dan pada akhirnya diarahkan terhadap hal-hal yang baik
(Wheelwright dalam Alfianto, 2002: 1). Pengertian ini dapat dijelaskan bahwa: etika
meliputi pertanyaan yang memerlukan pilihan pemikiran mendalam (yaitu masalah
keputusan); etika menyangkut pedoman baik dan buruk (yaitu prinsip-prinsip moral)
dan etika menyangkut konsekuensi-konsekuensi keputusan (Desriani dalam Alfianto,
2002: 1).
Shaub et al. (dalam Alfianto, 2002: 10) menyatakan pemahaman etika
merupakan bagian dari kapasitas keseluruhan individual untuk menerangkan dan
dalam pengembangan kesadaran etika individual yang menentukan bagaimana
seorang individu berpikir tentang dilema etis, proses memutuskan mana yang benar
dan salah.
Etika disebut juga filsafat moral adalah cabang filsafat yang berbicara
tentang praxis (tindakan) manusia (Tanamah, 2007: 5). Etika tidak mempersoalkan
keadaan manusia, melainkan mempersoalkan bagaimana manusia harus bertindak.
Tindakan manusia ini ditentukan oleh bermacam- macam norma seperti: norma
hukum, norma moral, norma agama dan norma sopan santun.
Etika lembaga adalah sejauh mana perusahaan memasukkan etika baik secara
implisit maupun eksplisit dalam mengambil keputusan (Singhapakdi&Vitell, 2007
dalam Koonmee K, 2009). Menurut Brenner (dalam Koonmee K, 2009: 3), ada dua
kategori program etika dalam organisasi baik secara eksplisit dibuat atau implisit
diwariskan. Komponen dalam eksplisit etika terdiri atas kode etik, kebijakan manual,
seminasi seminar, pengendalian sistem internal, dan etika karyawan. Sedangkan
implisit etika terdiri atas komponen budaya organisasi, sistem insentif, nilai, dan
perilaku manajemen.
Etika lembaga memiliki beberapa fungsi antara lain; 1) sebagai acuan atau
norma, 2) sebagai landasan berperilaku 3) sebagai landasan pengambilan keputusan,
4) sebagai landasan pengelolaan organisasi dan 5) sebagai landasan bertindak
(Tanaamah, 2007: 7). Etika Rumah Sakit Indonesia (ERSI) dirumuskan dan dibina
oleh PERSI, dan telah disahkan oleh Menteri Kesehatan. Rumah sakit adalah
membuat orang menjadi sehat kembali, atau tetap menjadi sehat dan bertambah sehat.
Secara prinsip pemberian pelayanan, rumah sakit sebagai lembaga pelayanan tidak
berbeda dengan lembaga pelayanan lain seperti lembaga pendidikan, hotel, ataupun
perpustakaan.
Berdasarkan jenis pelayanan, terdapat perbedaan antara pelayanan rumah sakit
dan pelayanan hotel misalnya, dalam pelayanan hotel tidak ada unsur eksternalitas,
dan nilai-nilai penyembuhan dan kemanusiaan yang khas dimiliki secara tradisional
oleh lembaga pelayanan kesehatan. Sifat khusus pelayanan kesehatan menimbulkan
kebutuhan akan norma-norma dalam menjalankan lembaga pelayanan kesehatan pada
umumnya atau rumah sakit pada khususnya. Berkaitan dengan ekonomi, etika bisnis
pelayanan kesehatan akan banyak menggunakan pernyataan-pernyataan normatif.
Dengan demikian, etika organisasi rumah sakit merupakan etika bisnis dengan
sifat-sifat khusus.
Etika bisnis didefinisikan oleh Velasques (2005: 278) sebagai studi mengenai
standar moral dan bagaimana standar tersebut dipergunakan oleh: 1) sistem dan
organisasi dengan masyarakat modern memproduksi serta mendistribusikan barang
dan jasa; 2) orang-orang yang bekerja di dalam organisasi tersebut. Dengan kata lain,
etika bisnis adalah sebuah bentuk dari etika terapan. Velasques (2005: 279)
menyatakan bahwa ada tiga hal yang dibahas dalam etika bisnis yaitu, isu sistemik,
isu korporat (lembaga usaha), dan isu perorangan. Di dalam lembaga rumah sakit
pelayanan diberikan tidak oleh satu profesi saja, misalnya dokter, tetapi merupakan
sehari-hari dilakukan oleh profesi dokter, perawat, dokter gigi, manajer, akuntan,
farmasis, hingga psikolog. Masing-masing profesi mempunyai etika sendiri-sendiri
dengan etika dokter yang memang paling menonjol dalam aplikasinya di rumah sakit.
Etika dokter yang berbasis pada etika klinik memang sering ditafsirkan atau
dipergunakan sebagai dasar untuk etika rumah sakit. Akan tetapi sebenarnya etika
manajemen rumah sakit atau pelayanan kesehatan yang lebih luas dibandingkan
dengan etika dokter, atau etika para profesional lain.
Djojosugito (1997: 280) menyatakan bahwa para manajer (administrator)
rumah sakit merupakan satu profesi yang memiliki etika profesi. Etika profesi
manajer rumah sakit berkaitan dengan etika pelayanan kesehatan dan dengan etika
biomedik. Weber (dalam Djojosugito 1997: 281) berpendapat bahwa dalam
menjalankan etika, lembaga pelayanan kesehatan harus memperhatikan tiga hal yaitu,
sebagai pemberi pelayanan kesehatan, sebagai pemberi pekerjaan dan sebagai warga
negara. Weber menyatakan bahwa 3 hal ini merupakan ciri-ciri organisasi pelayanan
kesehatan yang membedakannya dengan perusahaan biasa.
Dasar etika bisnis pelayanan kesehatan adalah komitmen untuk memberikan
pelayanan terbaik dan komitmen untuk menjaga hak-hak pasien. Pelayanan kepada
pasien dalam arti luas, tidak hanya pada penanganan klinik. Rumah sakit sebagai
contoh juga memberikan pelayanan semacam hotel untuk menunjang penanganan
klinik. Dalam sisi ini instalasi rawat inap rumah sakit dapat diibaratkan sebagai hotel
yang memberikan pelayanan lebih. Dengan demikian, etika bisnis rumah sakit adalah
sakit. Oleh karenanya, rumah sakit sebagai organisasi yang memberikan pekerjaan
pada banyak orang harus memikirkan berbagai hal, misalnya terkait dengan gaji dan
kompensasi nonkeuangan, masalah merekrut dan memberhentikan karyawan, menilai
para staf, memberikan santunan apabila ada musibah yang menimpa stafnya,
memperhatikan masalah keselamatan kerja para staf terutama yang terpapar langsung
atau tidak langsung pada berbagai risiko, memberlakukan kebijakan tidak merokok
untuk para staf, dan berbagai hal lain.
Etika bisnis rumah sakit akan dipakai sebagai acuan bagi semua profesional
yang berada di rumah sakit. Dalam hal ini tentunya etika bisnis rumah sakit tidak
akan bertentangan dengan etika profesional yang ada. Bagi profesi manajer pelayanan
kesehatan, etika bisnis rumah sakit akan menjadi pegangan dalam memutuskan atau
menilai sesuatu hal. Berdasarkan pendapat Weber (dalam Djojosugito 1997: 281)
sebagian etika bisnis rumah sakit berhubungan langsung dengan prinsip-prinsip
ekonomi yaitu, biaya dan mutu pelayanan, insentif untuk pegawai, kompensasi yang
wajar, dan eksternalitas.
Dalam penelitian ini, penilaian etika lembaga didasarkan pada Kode Etik
Rumah Sakit Indonesia baik dalam dimensi etika secara implisit maupun eksplisit.
Adapun bentuk etika secara implisit terdiri dari komponen budaya organisasi, sistem
insentif, penghargaan atas perilaku, kebijakan promosi, dan perilaku manajemen.
Sedangkan eksplisit program terdiri dari komponen kode etik, kebijakan, seminasi
etika, pengendalian sistem internal dan etika karyawan (Brenner dalam Koonmee et
2.3 Quality of Work Life (QWL)
Quality of Work Life (QWL) pertama kali diperkenalkan pada Konferensi
Buruh Internasional pada tahun 1972, tetapi baru mendapat perhatian setelah United
AutoWorkers dan General Motor berinisiatif mengadopsi praktek kualitas kehidupan
kerja untuk mengubah sistem kerjanya (Kheradmand et al., 2010: 317). QWL atau
kualitas kehidupan kerja merupakan pendekatan manajemen yang terus menerus
diarahkan pada peningkatan kualitas kerja. Kualitas yang dimaksud adalah
kemampuan menghasilkan barang atau jasa yang dipasarkan dan cara memberikan
pelayanan yang terus menerus disesuaikan dengan kebutuhan konsumen, sehingga
barang atau jasa yang dihasilkan mampu bersaing dan berhasil merebut pasar
(Usman, 2009: 22).
Ada dua pandangan mengenai maksud dari kualitas kehidupan kerja.
Pandangan pertama mengatakan bahwa kualitas kehidupan kerja adalah sejumlah
keadaan dan praktek dari tujuan organisasi. Contohnya: perkayaan kerja, penyeliaan
yang demokratis, keterlibatan pekerja dan kondisi kerja yang aman. Sementara yang
lainnya menyatakan bahwa kualitas kehidupan kerja adalah persepsi-persepsi
karyawan bahwa mereka ingin merasa aman, secara relatif merasa puas dan mendapat
kesempatan mampu tumbuh dan berkembang selayaknya manusia (Wayne dalam
Husnawati, 2006: 15). Konsep kualitas kehidupan kerja mengungkapkan pentingnya
penghargaan terhadap manusia dalam lingkungan kerjanya. Dengan demikian peran
penting dari kualitas kerja adalah mengubah iklim kerja agar organisasi secara teknis
dalam Usman: 2009: 22). Sedangkan. Siagian (dalam Husnawati, 2006: 16)
menyatakan bahwa QWL sebagai filsafat manajemen menekankan pada:
a. QWL merupakan program yang kompetitif dan mempertimbangkan berbagai
kebutuhan dan tuntutan karyawan.
b. QWL memperhitungkan tuntutan peraturan perundang-undangan seperti
ketentuan yang mengatur tindakan yang diskriminan, perlakuan pekerjaan
dengan cara-cara yang manusiawi, dan ketentuan tentang system imbalan upah
minimum.
c. QWL mengakui keberadaan serikat pekerja dalam organisasi dan berbagai
perannya memperjuangkan kepentingan para pekerja termasuk dalam hal upah
dan gaji, keselamatan kerja dan penyelesaian pertikaian perburuhan berdasarkan
berbagai ketentuan normative dan berlaku di suatu wilayah negara tertentu.
d. QWL menekankan pentingnya manajemen yang manusiawi, yang pada
hakekatnya berarti penampilan gaya manajemen yang demokratik termasuk
penyeliaan yang simpatik.
e. Dalam peningkatan QWL, perkayaan pekerjaan merupakan bagian integral yang
penting.
f. QWL mencakup pengertian tentang pentingnya tanggung jawab sosial dari pihak
manajemen dan perlakuan manajemen terhadap para karyawan yang dapat
dipertanggungjawabkan secara etis.
Secara umum QWL mencakup aktivitas-aktivitas yang ada di dalam
dapat membangkitkan semangat para pekerja dalam melaksanakan tugas mencapai
sasaran perusahaan. Menurut Pasmore (dalam Usman, 2009:23), kondisi- kondisi
dimaksud adalah keamanan dan kesehatan, keadilan, pilihan-pilihan individu,
partisipasi dalam pengambilan keputusan, kesempatan untuk berkembang, pekerjaan-
pekerjaan yang berarti (menantang), kemampuan mengendalikan waktu kerja dan
tempat, perlindungan dari perlakuan tidak adil, dan kesempatan memuaskan
kebutuhan sosial.
Sirgy et al. (2001: 243) membedakan QWL menjadi dua kategori utama yaitu
lower-order needs dan higher –order needs. Dimensi QWL lower-order needs
diantaranya kebutuhan kesehatan/ keselamatan kerja dan kebutuhan ekonomi/
keluarga. Sedangkan untuk higher-order needs terdiri atas kebutuhan sosial,
kebutuhan harga diri, kebutuhan aktualisasi diri, kebutuhan pengetahuan, dan
kebutuhan estetika. Ketujuh dimensi yang dibedakan dalam dua kategori lower-order
needs dan higher –order needs merupakan indikator untuk mengukur QWL. Indikator
ini juga digunakan dalam penelitian yang dilakukan oleh Koonmee et al. (2009: 3)
pada penelitian tingkat kinerja manejer di Thailand yang dihubungkan pada QWL.
2.4 Penelitian Terdahulu
Penelitian ilmiah merupakan sebuah penelitian yang disusun secara sistematis
dan harus memenuhi kode etik penulisan karya ilmiah. Salah satu kode etik penulisan
karya ilmiah adalah perujukan dan pengutipan bahan yang akan digunakan sebagai
pendukung penelitian. Tabel 2.1 merupakan penelitian terdahulu yang penulis
Tabel 2.1. Penelitian Terdahulu yang Terkait
Peneliti Variabel yang diteliti Metode Analisis Hasil Penelitian Saeed Mortozavi,
komitmen organisasi dan
Regresi Linier Semua variabel QWL
(restrukturisasi kerja,
Regresi Hubungan kepuasan kerja dengan
kinerja lemah pada level individual,
Organisasional kuat pada level organisasional. Hubungan yang kuat terhadap
kinerja juga ditunjukkan oleh
komitmen
2.5 Kerangka Pemikiran Teoritis
2.5.1 Etika Lembaga dan Quality Of Work Life (QWL)
Etika dan kualitas kehidupan kerja atau QWL merupakan dua faktor yang
saling berkaitan dalam pelaksanaan organisasi. Etika dalam penelitian ini mengacu
pada aturan atau standar yang mengatur perilaku individu atau anggota profesi
(Morris, 1980 dalam Konmee et al., 2009: 2), sedangkan QWL adalah persepsi sejauh
mana organisasi memenui kebutuhan karyawan untuk kesejahteraan karyawan di
lingkungan kerja (Sirgy et al. dalam Koonmee et al., 2009: 2). Koonmee at al. (2009:
2) membedakan QWL menjadi dua kategori utama yaitu lower and higher–order
needs. Komponen yang termasuk dalam lower-order nees diantaranya kebutuhan
kesekatan/ keselamatan kerja dan kebutuhan ekonomi/ keluarga. Sedangkan untuk
higher-order needs terdiri atas kebutuhan sosial, kebutuhan harga diri, kebutuhan
aktualisasi diri, kebutuhan pengetahuan, dan kebutuhan estetika. Kedua kategori
QWL ini akan diteliti dalam kajian ini.
Karena meningkatnya masalah etika dalam beberapa tahun terakhir, banyak
organisasi telah membentuk program-program etika untuk meningkatkan etika
Brenner (dalam Koonmee at al., 2009: 2) ada dua kategori program etika dalam
organisasi baik secara eksplisit di buat atau implisit di wariskan. Dimensi yang
termasuk dalam komponen eksplisit yaitu kode etik, kebijakan, seminasi etika,
sistem pengendalian internal, dan etika karyawan. Komponen implisit meliputi,
budaya perusahaan, sisitem insentif, penghargaan, kebijakan promosi, dan perilaku
manajemen. Penelitian dan artikel ilmiah menyarankan etika sebagai sumber QWL
karyawan atau sebagai kondisi pekerjaan yang berhubungan dengan QWL.
Singhapakdi dan Vitell (2007: 284) etika lembaga didefinisikan sejauh mana
organisasi secara eksplisit dan implisit memasukkan etika kedalam proses
pengambilan keputusan. Konsisten dengan Brenner, mereka juga mengelompokkan
etika kedalam dua bentuk implisit dan ekplisit. Hal ini menunjukkan hubungan positif
antara sikap kerja dan kinerja karyawan. Argumen dari Simphakdi dan Vitell juga
mendapat dukungan dari praktisi pemasaran Amerika yang menyatakan bentuk
implisit etika lembaga berpengaruh langsung dan positif pada kepuasan kerja esprit
de corps dan komitmen organisasi.
Berdasarkan penelitian terdahulu yang telah dipaparkan diatas maka peneliti
berharap bahwa etika lembaga baik secara implisit maupun eksplisit akan memiliki
dampak positif QWL pada perawat di RSUD Kabupaten Sragen.
2.5.2 QWL dan Kinerja
Konsep QWL diperkenalkan ketempat kerja pada akhir 1950-an. Sampai
pertengahan 1970-an, fokusnya adalah pada desain kerja dan meningkatkan
lain yakni peningkatan kepuasan kerja, produktivitas, sistem penghargaan,
lingkungan kerja fisik, keterlibatan karyawan, hak dan kebutuhan harga diri
(Koonmee et al., 2009: 3). Sebagaimana yang disampaikan oleh Walker (dalam
Koonmee et al., 2009: 3), QWL merupakan promosi penyediaan lingkungan kerja
yang kondusif untuk memenuhi kebutuhan kerja karyawan. Menurut Cascio (dalam
Koonmee et al., 2009: 3) karyawan yang bekerja diorganisasi dengan QWL yang baik
akan meiliki rasa memiliki organisasi dan pekerjaan yang mereka lakukan memenuhi
kebutuhan mereka. QWL menurut Konnmee et al. (2009: 3) merupakan kesempatan
bagi karyawan untuk membuat keputusan dan mendesain tempat kerjanya sendiri.
Efraty dan Sirgy (dalam Koonmee et al., 2009: 3) mengusulkan tujuh dimensi
yang harus diukur dalam menentukan QWL, diantaranya: a) kesehatan dan
keselamatan kerja (perlindumgan dari kesehatan, cidera ditempat kerja dan diluar
pekerjaan, peningkatan kesehatan), b) ekonomi dan kebutuhan keluarga
(gaji,keamanan kerja, dan kebutuhan keluarga lainnya), c) kebutuhan sosial
(kolegialitas di tempat kerja dan waktu luang diluar pekerjaan), d) kebutuhan
penghargaan (pengakuan dan penghargaan kerja didalam dan luar organisasi), e)
kebutuhan aktualisasi diri (realisasi potensi seseorang dalam organisasi dan sebagai
seorang professional), f) kebutuhan pengetahuan (belajar untuk meningkatkan
pekerjaan dan keterampilan), g) kebutuhan estetika (kreativitas di tempat kerja
maupun pribadi dan estetika umum). Pada penelitian ini didasarkan pada karya Sirgy
et al. (2001) yang telah diadopsi oleh Koonmee et al. (2009) dengan mengkaitkan
hasil kerja karyawan seperti produktivitas, kepuasan kerja, dan komitmen karyawan.
Penelitian Koonmee et al. (2009) menyatakan bahwa etika dalam organisasi penting
untuk QWL dan akan menimbulkan kinerja yang optimal.
Dari beberapa hasil penemuan penelitian sebelumnya penelitian ini berharap
ada hubungan yang positif antara QWL dan kinerja perawat di RSUD Kabupaten
Sragen.
2.5.3 Etika Lembaga dan Kinerja
Penelitian telah membuktikan bahwa lingkungan kerja merupakan faktor
dominan dalam kinerja karyawan. Hal itu yang akan mempengaruhi kinerja
organisasi secara keseluruhan. Secara umum kinerja organisasi ditunjukkan oleh
faktor-faktor: profitabilitas, pangsa pasar, sumber daya akuisisi, kepuasan pelanggan,
kepuasan karyawan, kesehatan dan keselamatan, inovasi, produktivitas tenaga kerja,
kepatuhan terhadap peraturan dan fleksibilitas (Bratton et al., 2005 dalam Koonmee
et al., 2009). Namun, seiring perkembangan faktor sosial yang membentuk pola pikir
masyarakat, sisi lembut seperti QWL, kesehatan dan keselamatan, etika lembaga,
tanggung jawab sosial perusahaan dan keseimbangan kehidupan kerja semakin diakui
manajer puncak memiliki dampak signifikan. Oleh karenanya hubungan antara etika
dan hasil organisasi manjadi isu penting dalam memajukan pengetahuan dalam
manajemen SDM, pengembangan organisasi, dan etika bisnis. Secara konseptual
Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran Teoritis
Sumber: Vitell & Singhapakdi (2008); Koonmee et al. (2009); Kheradmand et al. (2010); Jofreh, Dashgarzadeh et al. (2012); Mortazavi et al. (2012)
Penelitian ini akan berfokus pada analisis pengaruh antara etika lembaga,
QWL, dan kinerja. Penelitian dilakukan pada RSUD Kabupaten Sragen. Penelitian ini
akan menarik dilakukan mengingat rumah sakit adalah organisasi kesehatan dan
merupakan perusahaan jasa for profit yang memiliki etika bisnis dan etika lembaga
yang unik.
2.6 Hipotesis Penelitian
Hipotesis adalah pernyataan dugaan (conjectural) tentang hubungan antara
dua variabel atau lebih. Hipotesis selalu mengambil bentuk kalimat pernyataan
(declarative) dan menghubungkan secara umum maupun khusus variabel yang satu
dengan variabel yang lain (Kerlinger, 2006: 30).
Hipotesis penelitian ini didasarkan dari uraian hubungan antar variabel dan
berdasar pada penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya. Peneliti mengajukan
beberapa hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini. Adapun Hipotesis yang
peneliti ajukan antara lain:
Etika Lembaga Quality of Work
Life
Hipotesis 1 : Etika lembaga memiliki pengaruh positif terhadap QWL.
Hipotesis 2 : QWL berpengaruh positif terhadap kinerja perawat
Hipotesis 3 : Etika lembaga berpengaruh positif terhadap kinerja perawat.
Hipotesis 4 : Etika lembaga melalui QWL berpengaruh positif dan
32 BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Objek Penelitian
Objek penelitian pengaruh etika lembaga dan QWL terhadap kinerja individu
adalah perawat pada RSUD Kabupaten Sragen yaitu RS. dr. Soehadi Prijonegoro
yang terletak di Jl. Raya Sukowati, 534. Telephon (0271) 891068.
3.2 Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel
3.2.1 Populasi
Populasi yaitu keseluruhan kelompok orang, kejadian, hal atau minat yang
ingin peneliti investigasi (Sekaran, 2006: 121). Populasi penelitian ini adalah seluruh
perawat RS. Dr. Soehadi Prijonegoro. Jumlah perawat RS. dr. Soehadi Prijonegoro
251 perawat. Adapun rinciannya adalah sebagai berikut:
Tabel 3.1. Populasi Penelitian
Paramedik Keperawatan Jumlah
Perawat 221
Perawat gigi 2
Bidan 28
Sumber: data RSUD Kabupaten Sragen 2013
3.2.2 Sampel
Sampel adalah sub kelompok atau bagian dari populasi. Besaran sampel yang
tepat untuk penelitian adalah lebih besar dari 30 dan kurang dari 500 (Sekaran,
Slovin dengan menggunakan nilai kelonggaran ketidaktelitian (e²) sebesar 5%
(Prasetyo & Jannah, 2008: 137). Penghitungan sampel menggunakan rumus Slovin
dikarenakan peneliti telah mengetahui jumlah populasi penelitian. Dari jumlah
populasi yang telah ditetapkan maka sampel dapat dihitung dengan rumus :
Dimana :
n adalah jumlah sampel
N adalah jumlah populasi
e² adalah nilai kelonggaran ketidaktelitian
Hasil perhitungan sampel penelitian adalah 154 perawat dengan rincian
perhitungan:
154 (pembulatan)
3.2.3 Teknik Pengambilan Sampel
Teknik pengambilan sampel (sampling) yang peneliti gunakan dalam
penelitian ini adalah sampling acak. Sampling acak ialah metode pengambilan suatu
bagian (sampel) dari suatu populasi atau semesta sedemikian rupa, sehingga semua
sampel yang mungkin terambil dari n yang besarnya tetap, memiliki probabilitas
sampel yang ditarik secara acak tidaklah bias dalam arti tidak ada satu anggotapun
yang memiliki peluang lebih besar untuk terpilih dibanding anggota lainnya.
Kerangka sampel adalah 251 paramedik perawat RSUD Kabupaten Sragen,
dengan bantuan komputer dibuat tabel nomor karyawan dan dilakukan pemilihan
sampel terhadap nomer 1 sampai dengan 251 tersebut dengan menggunakan undian.
3.3 Variabel dan Pengukuran Variabel
Variabel penelitian adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal
tersebut kemudian ditarik kesimpulan (Sugiyono, 2010: 60). Adapun variabel
penelitian ini adalah kinerja karyawan (perawat), Quality of Work Life (QWL) dan
Etika Lembaga.
3.3.1 Kinerja Karyawan (Perawat)
Kinerja pada dasarnya merupakan hasil kerja seorang karyawan selama
periode tertentu. Penelitian ini kinerja individu diukur dengan 7 dimensi kinerja
yang dikembangkan oleh Hersey dan Goldsmith (Kheradmand et al., 2010)
diantaranya:
a. Ability atau kemampuan yaitu pengetahuan seseorang dan skill yang
dimilikinya.
b. Clarity atau kejelasan yaitu kejelasan atas persepsi peraturan.
c. Help atau bantuan yaitu dukungan organiasasi yang dibutuhkan karyawan untuk
d. Incentive yaitu keinginan untuk menyelesaikan tugas yang diberikan dengan
sukses.
e. Evaluation yaitu umpan balik kepada karyawan atas pekerjaan yang telah
dilakukan.
f. Validity yaitu sah dan benar keputusan tentang penempatan sumber daya
manusia.
g. Environment yaitu faktor eksternal atau lingkungan.
3.3.2 Etika Lembaga
Etika lembaga adalah bagaimana organisasi bertindak dan memasukkan
unsur etika baik secaara implisit maupun eksplisit dalam proses pengambilan
keputusan. Indikator dalam penelitian ini didasarkan atas pendapat Brenner (dalam
Koonmee et al., 2009: 2) yang membagi etika lembaga menjadi dua kategori yakni
implisit dan eksplisit.
a. Eksplisit program terdiri dari komponen kode etik, kebijakan, seminasi etika,
pengendalian sistem internal dan etika karyawan.
b. Implisit terdiri dari komponen budaya organisasi, sistem insentif, penghargaan
atas perilaku, kebijakan promosi, dan perilaku manajemen.
3.3.3 Qualiti of Work Life (QWL)
QWL atau kualitas kehidupan kerja adalah persepsi-persepsi karyawan
bahwa mereka ingin merasa aman, secara relatif merasa puas dan mendapat
Husnawati, 2006: 44). Indikator dalam kualitas kehidupan kerja menurut Efraty dan
Sirgy (dalam Koonmee et al., 2009: 3) diantaranya:
a. Kesehatan dan keselamatan yaitu, perlindungan dari kesehatan, cidera di tempat
kerja dan diluar pekerjaan serta peningkatan kesehatan.
b. Ekonomi dan kebutuhan keluarga meliputi gaji, keamanan kerja, dan kebutuhan
keluarga lainnya seperti askes keluarga.
c. Kebutuhan sosial meliputi kolegalitas ditempat kerja dan waktu luang diluar
pekerjaan
d. Kebutuhan penghargaan yaitu, pengakuan dan penghargaan kerja didalam dan
luar organisasi
e. Kebutuhan aktualisasi diri yaitu, realisasi potensi seseorang dalam organisasi
dan sebagai professional
f. Kebutuhan pengetahuan yaitu, belajar untuk meningkatkan kemampuan
menjalankan pekerjaan dan keterampilan
g. Kebutuhan estetika yaitu, kebutuhan untuk berkreativitas ditempat kerja secara
pribadi maupun estetika secara umum.
Adapun variabel penelitian, indikator variabel dan pengukuran variabel
Tabel 3.2. Variabel dan Indikator Pengukuran Variabel
Variabel Indikator Pengukuran
Kinerja 1. Kemampuan 2. Kejelasan Peran 3. Bantuan Manajemen 4. Incentive / Keinginan
Karyawan untuk
Sumber data yang digunakan adalah data primer. Data primer merupakan
data yang diperoleh dari tangan pertama oleh peneliti yang berkaitan dengan
variabel minat untuk tujuan spesifik studi. Sumber data primer adalah responden
individu, kelompok fokus, dan panel yang secara khusus ditentukan oleh peneliti
dan dimana pendapat bisa dicari terkait persoalan tertentu dari waktu ke waktu, atau
sumber umum seperti majalah atau buku tua (Sekaran, 2006). Data primer ini khusus
dikumpulkan untuk kebutuhan riset yang sedang berjalan. Data primer dalam
penelitian ini adalah data tentang profil sosial dan identifikasi responden, persepsi
mengenai kinerja, penerapan etika lembaga serta desain QWL yang ada di RS. dr.
Soehadi Prijonegoro.
3.5 Metode Pengumpulan Data
Data pada penelitian ini diperoleh melalui penyebaran kuisioner kepada
seluruh perawat pada RS. dr. Soehadi Prijonegoro. Penyusunan kuisioner dalam
penelitian menggunakan skala penilaian Likert. Skala Likert berisi pernyataan yang
sistematis untuk menunjukkan sikap seseorang responden terhadap pernyataan yang
disebutkan (Prasetyo & Jannah, 2008: 137). Indeks ini mengasumsikan bahwa
masing-masing kategori jawaban memiliki intensitas yang sama. Indeks yang
digunakan dalam penelitian ini adalah 5 dimulai dengan gradasi nilai yang tersaji
dalam Tabel 3.3.
Tabel 3.3 Indeks Skala Likert
Alternatif Jawaban Penjelasan Skor
STS Sangat Tidak Setuju 1
N Netral 3
S Setuju 4
SS Sangat Setuju 5
Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini berupa
self-administered questionnaire. Hal ini berarti, semua instrumen yang digunakan dalam
penelitian ini merupakan adaptasi dari multi-item scale yang telah digunakan oleh
beberapa penelitian sebelumnya. Tabel 3.4 memberikan gambaran instrumen
pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini. Tabel 3.4 menunjukkan instrumen
pengukuran masing-masing variabel penelitian.
Tabel 3.4. Instrumen Pengukuran
No Konstruk Sumber Jumlah
Item 1 Kinerja Karyawan Kheradmand et al. (2010: 320) 13 2 Etika Lembaga Singhapakdi & Vitel (2007: 292) 16
3 Quality of Work Life Sirgy et al(2001: 280) 16
Total Item 45
3.6 Validitas dan Reliabilitas
3.6.1 Uji Validitas
Uji validitas digunakan untuk mengukur sah atau valid tidaknya suatu
kuisioner. Suatu kuisioner dikatakan valid juka jika pertanyaan pada kuisioner
mampu untuk mengungkapkan suatu yang akan diukur oleh kuisioner (Ghozali,
2011: 52). Uji signifikansi dilakukan dengan membandingkan nilai r hitung dengan r
table untuk degree of freedom (df)= n-2, dalam hal ini n merupakan jumlah sampel.
Uji validitas dalam penelitian ini menggunakan SPSS 19. Hasil uji Validitas
variabel kinerja karyawan dapat dilihat pada Tabel 3.5.
Tabel 3.5. Uji Validitas Variabel Kinerja
No. Item Pearson Corelation Nilai r Tabel Keterangan
1 0,616 0,158 Valid
2 0,624 0,158 Valid
3 0,509 0,158 Valid
4 0,456 0,158 Valid
5 0,598 0,158 Valid
6 0,635 0,158 Valid
7 0,519 0,158 Valid
8 0,592 0,158 Valid
9 0,571 0,158 Valid
10 0,644 0,158 Valid
11 0,580 0,158 Valid
12 0,602 0,158 Valid
13 0,591 0,158 Valid
Sumber: lampiran 3 (hasil uji validitas)
Tabel 3.5 menunjukkan bahwa semua indikator yang digunakan untuk
mengukur variabel kinerja karyawan mempunyai nilai r hitung > 0,158. Hal ini
mengandung arti bahwa semua indikator tersebut adalah valid untuk mengukur
variabel kinerja karyawan.
Hasil pengujian validitas menggunakan program SPSS 19 untuk variabel
Tabel 3.6. Uji Variabel Etika Lembaga
No. Item Pearson Corelation Nilai r Tabel Keterangan
1 0,494 0,158 Valid
2 0,576 0,158 Valid
3 0,302 0,158 Valid
4 0,436 0,158 Valid
5 0,468 0,158 Valid
6 0,464 0,158 Valid
7 0,574 0,158 Valid
8 0,536 0,158 Valid
9 0,420 0,158 Valid
10 0,465 0,158 Valid
11 0,293 0,158 Valid
12 0,581 0,158 Valid
13 0,319 0,158 Valid
14 0,585 0,158 Valid
15 0,577 0,158 Valid
16 0,566 0,158 Valid
Sumber: lampiran 3 (hasil uji validitas)
Tabel 3.6 menunjukkan bahwa semua indikator yang digunakan untuk
mengukur variabel etika lembaga mempunyai nilai r hitung > 0,158. Hal ini
mengandung arti bahwa semua indikator tersebut adalah valid untuk mengukur
variabel etika lembaga.
Hasil pengujian validitas menggunakan program SPSS 19 untuk variabel
Tabel 3.7. Uji Validitas Variabel Quality of Work Life (QWL)
No. Item Pearson Corelation Nilai r Tabel Keterangan
1 0,408 0,158 Valid
Tabel 3.7 menunjukkan bahwa semua indikator yang digunakan untuk
mengukur variabel QWL mempunyai nilai r hitung > 0,158. Hal ini mengandung
arti bahwa semua indikator tersebut adalah valid untuk mengukur variabel QWL.
3.6.2 Uji Reliabilitas
Ghozali (2011: 47) menyatakan bahwa reliabilitas adalah alat untuk
mengukur suatu kuisioner yang merupakan indikator dari variabel atau konstruk. Uji
reliabilitas menunjukkan konsistensi dan stabilitas. Suatu kuisioner dikatakan
reliabel bila jawaban seseorang terhadap pertanyaan konsisten atau stabil dari waktu
ke waktu. Suatu data dikatakan reliable bila nilai Cronbach’s Alpha > 0,70