• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kaldera

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Kaldera"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

1 PROCEEDINGS JCM MAKASSAR 2011

The 36th HAGI and 40th IAGI Annual Convention and Exhibition Makassar, 26-29 September 2011

MENGUAK KEBERADAAN KALDERA GUNUNGAPI TERSIER

KOTA PANGKAJENE KABUPATEN SIDRAP

PROPINSI SULAWESI SELATAN

Haerany Sirajuddin1, Budi Rochmanto1 ,Dia Ekawati1 dan Kaharuddin MS1 1

Jurusan Teknik Geologi Universitas Hasanuddin

ABSTRAK

Batuan gunungapi Pare-pare yang berumur Tersier, tersebar luas di daerah Parepare, Sidrap dan Barru bagian utara. Pusat erupsi sebagai kaldera belum pernah mendapat perhatian yang serius, sehingga lokasinya masih sulit dipastikan. Namun berdasarkan peninjauan lapangan, terdapat tiga lokasi yang diduga kuat sebagai pusat erupsi gunungapi tersebut yaitu di daerah pantai Lumpue, Alitta (utara Pare-pare) dan Pangkajene Sidrap bagian selatan. Dari ketiga lokasi tersebut yang lebih menarik dan lengkap untuk dikaji adalah pusat erupsi di daerah Sidrap yaitu Kaldera kota Pangkajene.Kaldera kota Pangkajene tampak sudah mengalami erosi lanjut dan gangguan struktur (patahan Walanae), sehingga dalam pengkajiannya dilakukan beberapa metode pendekatan seperti aspek geomorfologi, volkanologi, sedimentologi, struktur geologi, petrologi - geokimia dan geothermal.Luas kaldera kota Pangkajene sekitar 15 x 20 km2 berbentuk bulan sabit melingkar ke arah selatan, terpotong oleh patahan Walanae dan sebaran hasil erupsi berupa piroklastik mencapai kurang lebih 65 km ke arah selatan hingga Soppeng dan Barru dengan urutan litofasies yaitu fasies sentral, fasies proksimal, fasies medial dan fasies distal.Kaldera kota Pangkajene merupakan struktur kaldera runtuhan yang ditandai dengan adanya ketidakaturan dan hancuran lapisan atau posisi layer batuan di sekitar volcanic neck di bagian dalam tebing kaldera, dan bagian timur tebing kaldera terdapat aliran lava trakitik. Pada daerah tengah kaldera tersusun oleh batuan ignimbrite dan piroklastik bersusunan trakitik pumisan. Secara stragrafi batuan

ignimbrite ini tampak dari bawah ke atas yaitu lava basaltik berlapis, lapisan lava trakitik pumisan dan breksi volkanik. Di daerah kaldera ini terdapat dua buah mata air panas yaitu di Massepe (bagian selatan) dan di DataE (bagian barat) muncul oleh pengaruh struktur patahan.Secara petrokimia batuan tersebut termasuk kerabat batuan gunungapi shoshonitic/alkalin, terbentuk pada busur kepulauan dengan subduksi lempeng tingkat lanjut.

Kata kunci : kaldera, batuan gunungapi

PENDAHULUAN

Kaldera Pangkajene terletak sekitar 180 km sebelah utara Kotamadya Makassar atau ± 30 km sebelah timurlaut Kota Parepare termasuk wilayah ibukota Kabupaten Sidenreng Rappang (gambar 1).

Batuan gunungapi Pare-pare yang berumur Tersier, tersebar luas di daerah Parepare, Sidrap, Barru bagian utara dan Pinrang bagian selatan.

Pusat erupsi sebagai kaldera belum pernah mendapat perhatian yang serius, sehingga lokasinya masih sulit dipastikan. Namun berdasarkan peninjauan lapangan, terdapat tiga lokasi yang diduga kuat sebagai pusat erupsi gunungapi tersebut yaitu di daerah pantai Lumpue, Alitta (utara Parepare) dan Pangkajene (Sidrap) bagian selatan. Dari ketiga lokasi tersebut, yang lebih menarik dan lengkap untuk dikaji adalah pusat erupsi di daerah Sidrap yaitu kaldera Kota Pangkajene.

(2)

2 Luas kaldera Kota Pangkajene sekitar 15 x 20 km2

berbentuk bulan sabit melingkar ke arah selatan, diduga terpotong oleh patahan regional yaitu patahan Walanae yang berarah baratlaut – tenggara. Sebaran hasil erupsi berupa piroklastik mencapai 65 km ke arah selatan hingga Kabupaten Soppeng dan Kabupaten Barru bagian utara dengan urutan litofasies dari utara Pangkajene ke selatan Kabupaten Barru dan Soppeng yaitu fasies sentral, fasies proksimal, fasies medial dan fasies distal.

Di bagian dalam kaldera terdapat tiga buah

volcanic neck yang dikelilingi oleh aliran lava dan

endapan ignimbrite pumisan dengan layer – layer

tak teratur posisinya mengindikasikan kaldera runtuhan. Sedang di bagian tebing kaldera (proksimal) tersusun oleh aliran lava columnar

dan mata air panas (di daerah Massepe dan DataE).

Kaldera Kota Pangkajene tampak sudah mengalami erosi lanjut dan gangguan struktur (patahan Walanae), sehingga dalam pengkajiannya dilakukan beberapa metode pendekatan dari berbagai aspek seperti geomorfologi, volkanologi, sedimentologi, struktur geologi, petrologi – geokimia dan aspek geothermal.

GEOLOGI REGIONAL Geomorfologi

Bagian barat dari pada daerah ini merupakan rantaian pegunungan bergelombang sedang hingga berelief kuat dengan puncak tertinggi pada gunung B.Lajallu sekitar 892 m dari permukaan laut. Kawasan morfologi ini tersusun oleh batuan gunungapi Camba, Soppeng dan batuan gunungapi Parepare. Sedang bagian timur merupakan pedataran hingga bergelombang lemah, tersusun oleh batuan Formasi Walanae dan endapan alluvial serta endapan danau, dan di bagian barat daerah pantai tersusun oleh endapan pantai dan sungai. Daerah pedataran ini pada umumnya berfungsi sebagai lahan pertanian.

Stratigrafi

Geologi daerah Parepare telah dipublikasikan oleh peneliti terdahulu yaitu Rab Sukamto pada tahun 1982 yang menghasilkan peta geologi Lembar Pangkajene dan Watampone Bagian Barat. Berdasarkan hal tersebut, maka daerah Parepare dan Pangkajene tersusun oleh beberapa formasi batuan yaitu :

a. Batuan Gunungapi Soppeng

Batuan gunungapi Soppeng (Tmsv) terdiri dari breksi gunungapi dan lava, dengan sisipan tufa berbutir pasir sampai lapilli dan batulempung; di bagian utara lebih banyak tufa dan breksi, sedangkan di bagian selatan lebih banyak lavanya; sebagian bersusunan basal piroksin dan sebagian basal leusit, kandungan leusitnya makin banyak ke arah selatan; sebagian lava berstruktur bantal dan sebagian terbreksikan, breksi berkomponen antara 5 cm – 50 cm, warna kelabu tua sampai kelabu kehijaun, berumur Miosen Bawah. b. Batuan Gunungapi Camba

Batuan gunungapi Camba (Tmc dan Tmcv) terdiri dari tufa dan breksi volkanik, tersebar di daerah kabupaten Barru di bagian utara, tersingkap di daerah pantai dan pegunungan. Secara petrografi, tufa tersusun oleh tufa gelas, Kristal dan tufa litik yang bersifat andesit dan basal. Kedudukan lapisan batuan pada umumnya telah terganggu oleh struktur geologi berupa perlipatan dan patahan, sehingga secara umum jurus dan kemiringan perlapisan sekitar utara dan timur (N140oE – 170oE/30o – 75o), berumur Miosen Atas. c. Formasi Walanae

Formasi Walanae (Tpw) terdiri dari konglomerat, batupasir glokonit dan serpih. Batupasir mengandung Moluska dan fosil Foraminifera yang menunjukkan umur Pliosen sedangkan lingkungan pengendapannya darat hingga laut dangkal. Ketebalan formasi ini sekitar 1700 meter. d. Batuan Gunungapi Parepare

Batuan Gunungapi Parepare terdiri dari tufa lapilli dan breksi volkanik, setempat dengan

(3)

3 sisipan lava bersifat trakit-andesit.

Pengamatan petrografi menunjukkan tufa bersifat tufa gelas, pumice dan litik. Struktur silang siur dan sisa tumbuhan (arang), sedang di bagian selatan (Barru utara) ditemukan struktur slumping dan convolute lamination. Di beberapa tempat terutama di bagian selatan terdapat endapan pumice dalam bentuk tras. Dan di daerah pantai Lumpue ditemukan bekas kaldera yang tersusun oleh lava dan breksi volkanik trakitik. Kedudukan lapisan batuan gunungapi Parepare sudah tidak teratur yaitu arah utara – selatan, barat – timur dengan kemiringan antara 5 - 15o. Umur batuan gunungapi Parepare yaitu Pliosen. e. Endapan Aluvial

Tersusun oleh endapan pantai, sungai dan lembah, berupa pasir, lempung, kerikil dan bongkah – bongkah batuan. Tersebar di sepanjang pantai, sungai dan lembah – lembah di ntara pegunungan (gambar 2).

Struktur Geologi

Berdasarkan peta geologi yang dibuat oleh Rab Sukamto, 1982 daerah Kabupaten Sidrap dan Parepare terpengaruh oleh patahan regional Walanae yang berarah Baratlaut ke Tenggara dan bersifat aktif, yang memberikan dampak terhadap deformasi batuan berupa lipatan, kekar dan patahan. Arah umum daripada kedudukan lapisan batuan tidak dapat ditentukan karena sudah terganggu struktur regional dan local berupa patahan yang berarah utara – seltan, baratlaut – tenggara, timurlaut – baratdaya dan barat – timur. Akibat pengaruh gangguan struktur Post Volkanisme menyebabkan struktur bentukan aktivitas volkanisme sulit ditentukan.

TEKTONIK DAN VOLKANISME

Pembentukan busur gunungapi Sulawesi berhubungan dengan aktivitas tektonik subduksi dari timur (Pasifik) ke barat (Sulawesi Barat) pada kala Oligosen – Miosen (Katili, 1980). Dalam pekembangannya, perubahan atau peralihan dari kerabat gunungapi Kalk – alkalin menjadi shoshonitic, menandakan makin dalamnya zona Benioff (Whitford dan Nicholls, 1976 dalam

Yuwono, 1990), dan merupakan aktivitas volkanik Post Subduction.

Batuan gunungapi Parepare baik yang ada di Parepare (piroklastik) maupun yang ada di Sidrap (aliran lava ignimbrite), termasuk dalam kerabat batuan shoshonitic (Yuwono, 1990, Priadi dkk, 1994).

Dalam Yuwono (1990), dijelaskan bahwa posisi tektonik produk magmatic shoshonitic sudah diketahui dengan jelas yaitu zona orogenesa dengan produk batuannya pada posisi stratigrafi lebih muda. Ditambahkan bahwa himpunan batuan shoshonitic dari tepian benua dapat mempunyai kemiripan kiniawi dengan shoshonitic

busur kepulauan, seperti halnya gunungapi Parepare yang bersifat shoshonitic. Menurut Priadi, 2011 (Ekskursi Geologi Sulawesi), menuturkan bahwa batuan gunungapi Parepare yang sifatnya shoshonitic terbentuk pada pasca subduksi (gambar 3). Jika dilihat dari posisi kaldera Pangkajene berada di bagian tepian barat (dekat laut) Sulawesi dan aktivitas volkanisme pasca subduksi, maka dapat diinterpretasikan subduksi lempeng dari arah timur ke barat pada kala Miosen – Pliosen. Perkembangan tektonik dikala Plio – Holosen, oleh patahan Walanae menyebabkan rusaknya bagian utara kaldera Pangkajene dan munculnya mata air panas di daerah Massepe dan DataE.

STRATIGRAFI DAERAH PANGKAJENE

Stratigrafi daerah kabupaten Sidenreng Rappang (Pangkajene) dan Parepare tersusun oleh batuan gunungapi Parepare dan formasi Walanae. Batuan gunungapi Parepare terdiri dari batuan piroklastik dan aliran lava. Batuan piroklastik berupa breksi volkanik, lapilli dan tufa menempati daerah Parepare dan bagian barat Kabupaten Sidrap yang berbatasan dengan Kotamadya Parepare. Sedang aliran lava dan ignimbrite menempati daerah Pangkajene dan sekitarnya serta volkanik neck. Baik piroklastik maupun aliran lava dan

ignimbrite bersifat trakitik – andesitik dan

pumisan. Batuan gunungapi Parepare berumur Pliosen Akhir (Sukamto, 1982), sedangkan dari hasil analisa fosil pada tufa menunjukkan umur Miosen Akhir.

(4)

4 Di daerah Allekuang sebelah selatan kota

Pangkajene, tersingkap batuan Formasi Walanae berupa tufa, batupasir dan konglomerat berstruktur laminasi dan silang siur. Posisinya berada di bawah lava kolumnar di Bulu Allekuang. Endapan alluvial dan danau menempati daerah pedataran dan di sisi tepi danau Sidenreng (gambar 4 dan 5).

IDENTIFIKASI SUMBER ERUPSI GUNUNGAPI SEBAGAI KALDERA

PANGKAJENE

Menurut Isnawan dan Bronto, 1997, identifikasi sumber erupsi dapat dilakukan dengan analisa aspek – aspek geomorfologi, sedimentology, struktur geologi, petrologi – geokimia dan aspek geothermal.

1. Aspek Geomorfologi

Bentuk awal dari pada morfologi gunungapi berupa kerucut, tidak tampak pada pusat erupsi gunungapi Parepare dan Pangkajene, telah tererosi lebih lanjut dan terganggu oleh patahan Walanae. Namun demikian masih menampakkan sisa – sisa bentang alam yang melandai ke barat dan selatan, dan terdapat

volcanic neck sebanyak 3 buah menjulang

tinggi (foto 1). Selain itu ke arah pusat erupsi (kota Pangkajene), di sebelah selatannya deretan pegunungan membentuk tebing melingkar (bulan sabit) sebagai indikasi tebing kaldera. Pada bagian timur terdapat sisa aliran lava (Bulu Allekuang) yang mengalir ke arah timur (luar kaldera).

2. Aspek Volkanologi

Dalam aspek volkanologi ini ditekankan pada studi litofasies batuan gunungapi menurut Viesel dan Davis, 1981 dalan Isnawan dkk, 1997. Berdasarkan letaknya terhadap sumber erupsi, maka batuan gunungapi dibagi dalam 4 litofasies yaitu fasies sentral, fasies proksimal, fasies medial dan fasies distal.

a. Fasies Sentral

Pada fasies sentral ini terdapat lava bercampur dengan ignimbrite, breksi autoklastik dan volcanic neck.

Lava trakitik terdapat di sekitar ketiga

volcanic neck, kebanyakan menunjukkan

perlapisan atau layer akibat pendinginan (foto 2) dan pelepasan gas – gas secara bertahap. Bentuk layer – layer ini sudah tidak teratur arahnya akibat pengaruh dinamika letusan. Pada bagian atas aliran lava, sebagian tertutupi oleh endapan

ignimbrite dengan berbagai ukuran

fragmen kasar dan halus dan umumnya tersusun oleh fragmen pumis. Ignimbrite

menutupi seluruh daerah fasies sentral. Di beberapa tempat terdapat gejala altrasi seperti di daerah Alitta dan Massepe serta endapan gypsum di daerah Allekuang sebagai akibat pengaruh altrasi hidrotemal.

b. Fasies Proksimal

Fasies proksimal terdapat di bagian barat dan selatan fasies sentral seperti di selatan DataE dan selatan Massepe. Terdapat perselingan antara lava dan aliran piroklastik kasar yang diterobos oleh dike di daerah Alitta (Pinrang), tampak pada foto 3.

c. Fasies Medial

Fasies medial tersusun oleh perselingan tufa – lapilli sebagai hasil endapan aliran dan jatuhan dan breksi laharik. Fasies medial ini tersebar ke arah barat (Parepare), selatan (Barru utara berbatasan dengan kota Parepare dan ke arah Soppeng.

d. Fasies Distal

Fasies distal tampak jelas di daerah Kupa dan Dutungan (± 45 km sebelah barat daerah Pangkajene) yang meliputi perselingan batuan sedimen rework

(5)

5 tersingkap breksi rework dari batuan

gunungapi Soppeng/Camba dan Parepare. Pada fasies ini di daerah pantai Dutungan terdapat struktur sedimen convolute,

slumping dan longsoran (foto 4).

3. Aspek Sedimentologi

Pendekatan dari segi sedimentology pada batuan gunungapi tidak seideal dengan sedimen epiklastik. Hal ini disebabkan sistem dan pola pengendapan pada batuan gunungapi tergantung pada tipe dan dinamika erupsi suatu gunungapi. Namun demikian masih ada hal – hal yang dapat dihubungkan dengan hukum sedimentasi epiklastik, seperti pembentukan lahar dan fasies distal (fasies paling luar) terpengaruh oleh hokum sedimentasi epiklastik yaitu endapan semakin halus sejalan dengan semakin jauhnya dari sumber (foto 4).

4. Aspek Struktur Geologi

Aspek struktur geologi di daeeah kaldera Pangkajene yang berhubungan dengan up

doming magma ke permukaan bumi, sudah

tidak tampak jelas oleh pengaruh struktur post volkanisme yang berkembang di daerah ini yaitu pengaruh patahan aktif Walanae. Hanya sedikit saja yang dapat dikenali yaitu adanya kemiringan lapisan aliran lava dan lapisan

ignimbrite (foto 5) yang miring ke utara pada

bagian utara volcanic neck (N280oE/15o). 5. Aspek Petrologi-Geokimia

Pengamatan petrologi menunjukkan bahwa seluruh penyusun batuan gunungapi Parepare termasuk yang ada di Pangkajene, baik piroklastik, lava maupun penyusun volcanic neck dan dike, berkomposisi silika dan trakitik, dan termasuk kerabat batuan shoshonitik. Dengan demikian ada hubungan terkait satu sama lain antara batuan penyusun fasies – fasies batuan gunungapi di daerah ini. Pengamatan petrografi menunjukkan arah memanjang fenokris plagioklas berarah keluar dari pusat erupsi (foto 6).

6. Aspek Geotermal

Kenampakan adanya kemunculan mata air panas di beberapa tempat di daerah ini yang berhubungan dengan aktivitas Post Volcanism

di daerah fasies sentral dan proksimal seperti di daerah Massepe dan DataE. Mata air panas muncul oleh pengaruh patahan yang bekerja di daerah ini. Karakteristik kedua air panas ini, berbau belerang menyengat, temperature sekitar 40 – 70oC (suhu permukaan) dan aktif mengeluarkan gas.

Berdasarkan aspek – aspek tersebut di atas, maka daerah Pangkajene merupakan pusat erupsi atau kaldera gunungapi Parepare (Gambar 2).

STRUKTUR KALDERA

Kenampakan bentuk morfologi kaldera Pangkajene tampaknya tidak terlalu utuh lagi, hanya pada bagian selatan dan barat yang masih dapat diidentifikasi. Sebelah timur dan utara merupakan pedataran alluvial. Hal ini diduga terpotong oleh patahan Walanae yang melalui bagian utara kaldera tersebut dari arah tenggara ke barat laut. Patahan ini tertutupi oleh endapan alluvial sehingga tidak dapat diidentifikasi secara pasti. Bagian dalam daripada kaldera Pangkajene tertutupi oleh lava layer dan ignimbrite yang posisinya tidak beraturan, arah pengaliran yang ditunjukkan oleh arah memanjang fenokris plagioklas tampaknya sudah terganggu posisinya, sehingga kaldera Pangkajene pada awalnya termasuk jenis runtuhan. Volcanick neck yang terdapat dalam kaldera sebagian puncaknya tersusun oleh ignimbrite lanjutan sewaktu terjadi erupsi periode kedua yang menghasilkan endapan piroklastik. Kemunculan Volcanick neck ini merupakan sisa erosi hasil endapan piroklastik yang mengelilinginya, sehingga memperlihatkan tonjolan menara pada depresi topografi (topography inversion). Bagian luar dari pada kaldera tersusun oleh batuan piroklastik dan sedikit sisipan lava (pada fasies proksimal). Dengan tidak adanya kerucut morfologi yang dihasilkan oleh erupsi gunungapi Pangkajene, maka diduga tipe letusannya bersifat merusak (Perret).

(6)

6 Berdasarkan penyebaran litologi, kelimpahan

lapisan pumis dan struktur sedimen yang dihasilkan pada fasies distal berupa convolute,

ripple dan slumping, maka tipe akumulasi batuan gunungapi Parepare termasuk sebagai Subaqueos tephra from subareal volcanoes.

KESIMPULAN

1. Geologi regional Parepare dan Pangkajene berupa pegunungan bergelombang tinggi di bagian barat dan selatan, dan pedataran di bagian utara dan timur. Tersusun oleh batuan formasi Soppeng, Camba, Walanae dan Parepare, daerah pedataran tertutupi oleh aluvial. Terbentuk patahan kecil oleh pengaruh patahan Walanae.

2. Tektonik yang terjadi di kala Miosen pada kondisi akhir penunjaman terbentuk gunungapi Parepare yang ditandai dengan kehadiran kerabat batuan shoshonitic, penunjaman diduga dari timur ke barat. 3. Stratigrafi daerah Pangkajene tersusun oleh

batuan sedimen Walanae yang diatasnya ditutupi tidak selaras lava trakitik, ignimbrite

dan breksi volkanik dari batuan gunungapi Parepare serta endapan aluvial.

4. Dari hasil identifikasi aspek geomorfologi, volkanologi, sedimentologi, struktur, petrologi – geokimia dan geothermal, maka daerah Pangkajene merupakan pusat erupsi batuan gunungapi Parepare yaitu sebagai kaldera.

5. Karakteristik yang dimiliki kaldera Pangkajene seperti ketidakteraturan lapisan lava, ignimbrite, dan arah pengaliran lava terganggu mengindikasikan kaldera Pangkajene termasuk jenis kaldera runtuhan.

DAFTAR PUSTAKA

Alzwar. M dkk, 1988. Pengantar Dasar Ilmu

Gunungapi, Nova, Bandung

Best M.G and Christiansen, E.,H., 2001. Igneous

Petrology, Department of

Geology Bringham Young

University, USA, Blackwell Science: 271-275.

Bronto, S., 2006. Fasies Gunungapi dan

Aplikasinya, Jurnal Geologi

Indonesia,Volume1,http:/www.bg l.esdm.go.id/dmdocuments/Jurnal 20060201.pdf

Djuri dkk, 1998. Geologi Lembar Majene dan

Bagian Barat Palopo, Sulawesi

Selatan, Pusat Penelitian dan

Pengembangan Geologi, Direktorat Jendral Pertambangan Umum dan Energi, Bandung. Fisher, R.V., H.U., Schmincke, 1984. Pyroclastic

Rocks, Springer-Verlag Berlin

Heidelberg, Germany.

Hatch. F.H, Wells A.K., Wells, M.K, 1983.

Petrology Of The Igneous Rocks,

Rewritten Thirteenth Edition, Boston, Sydney, Wellington, London Allen & Unwin: 247-253 Isnawan, D., Bronto, S., 1997, Penentuan

Sumber Erupsi Batuan

Gunungapi Tersier dan

Implikasinya Terhadap Bahan

Tambang, Prosiding PIT IAGI

XXVI, Jakarta.

Kaharuddin, 2009, Studi Litofasies Batuan Gunungapi Parepare, Prosiding Hasil Penelitian Fakultas Teknik, Fakultas Tekinik UNHAS, Makassar.

Katili, J.A., 1980, Geotectonic of Indonesia a

Modern View, Department of

Geology, Bandung Institute of Technology.

Mcphie. J dkk, 1993. Volcanic Textures, Centre for Ore Deposit and Exploration Studies, University of Tasmania. Priadi, B., Bellon, H., Maury, R.C., Volve, M.,

Soeria-Atmadja, R., Philppet, J.C., 1994, Magmatic Evolution

in Sulawesi in Light of New 40K –

40

Ar Age Data , Makalah PIT

IAGI XXIII, Jakarta.

Priadi, B., Soeria-Atmadja, R., Maury, R.C., Bellon, H., Volve, M., 1997, The

Occurrence of Back Arc

Magmatism in Sulawesi :

(7)

7

geodynamic Reconstruction,

Prosiding PIT IAGI XXVI, Jakarta.

Pribadi A, dkk, 2007. Mekanisme Erupsi

Ignimbrit Kaldera Meninjau,

Sumatera Barat, Jurnal Geologi

Indonesia, Volume 2 no 1 Maret 2007.

Sukamto,R., 1982, Geologi Lembar Pangkajene dan Watampone Bagian Barat

Sulawesi Sulawesi, Pusat

Penelitian dan Pengembangan Geologi, Direktorat Jendral Pertambangan Umum dan Energi, Bandung.

Sutawidjaja.I , 2009, Ignimbrite Analyses of

Batur Caldera, Bali. Jurnal

Geologi

Indonesia, Vol 4 No 3; 189-202 Thorpe R.S and Brown G.C, 1985. The Field

Description of Igneous Rocks,

Geological Society of London Handbook, The Open University Milton Keynes, Series Edition, Chichester, New York, John Wiley & Sans: 57, 80, 82, 84, 86 Williams, H, Turner, F and Gilbert C.M, 1982.

Petrography An Introduction to the Study of Rocks in Thin

Section, Second Edition, W.H.

Freeman and Company, New York 267-271

Yuwono. S Y, 1990. Produk Volkanik Pare-pare

(Sulawesi Selatan), Ikatan Ahli

(8)

8

(9)

9

(10)

10

Gambar 3 : Tektonisme dan kerabat batuan Sulawesi (Priadi, B., 2011, Ekskursi Geologi Sulawesi, Pasca Sarjana

(11)

11

Gambar 5: Sayatan Ignimbrit dan Volcanic Neck Daerah Bulu Kunyi

(12)

12

Foto 2: Singkapan Lava Layer akibat Pendinginan dan Pelepasan Gas secara bertahap Di Daerah Bulu Kunyi

(13)

13

.

Foto 4 : Singkapan Struktur Slumping pada Tufa (Fasies Distal) Di Pantai Dutungan, Kabupaten Barru

Foto 5 : Singkapan Lapisan Ignimbrite Miring Ke Utara oleh Pengaruh Up

(14)

14

Foto 6 : Fotomikroskopis Trakit, Arah Memanjang Plagioklas Menunjukkan Arah Aliran Lava, Di Daerah Bulukunyi

Gambar

Gambar 4 :  Penampang Stratigrafi Daerah Pangkajene
Foto 1 :  Kenampakan Volcanic neck yang berada pada Bulu Batualong
Foto 2 :  Singkapan Lava Layer akibat Pendinginan dan Pelepasan Gas secara   bertahap Di Daerah Bulu Kunyi
Foto 4 : Singkapan Struktur Slumping pada Tufa (Fasies Distal) Di Pantai  Dutungan, Kabupaten Barru

Referensi

Dokumen terkait

Asas pelindungan terhadap hak asasi manusia yang dimaksud dengan “asas perlindungan terhadap hak asasi manusia” adalah bahwa penyelenggaraan Administrasi

Pada penelitian ini didapati bahwa hanya matriks simplektik dengan pengali (dimana sembarang ) yang dapat mentrasformasi sistem linier Hamiltonian ke sebuah sistem

Yohanes Nico, Majelis Jemaat GPIB "Immanuel" Depok khususnya sektor pelayanan Marturia I, yang telah memberikan pelayanan Ibadah Penghiburan, Ibadah

Pola peletakan 8 sensor mengacu pada kontur telapak kaki hasil pemindaian menggunakan 3D scanner (Gambar 8a), yaitu pada area di telapak kaki yang deformasinya besar saat

Untuk merancang pembangunan aplikasi sebagai media alternatif pembelajaran mata kuliah statistika berbasis web pada Program Studi Sistem Informasi di Unikom yang

Pada bulan Juli 2013 diketahui nilai R square sebesar 0.353 yang artinya variasi yang terjadi terhadap curah hujan di daerah Semarang sebesar 35.3% disebabkan oleh

Menurut Prof. Buya Syakur, MA bahwa factor beraneka ragamnya bahasa, adat, geografis, agama, merupakan kehendak Allah swt, seperti terjadinya perang bubat pada masa

Karena tidak ada tolok ukur industri yang menjadi acuan maka peneliti menggunakan rata- rata dari nilai variabel ukuran modal kerja keempat perusahaan perusahaan unggas