• Tidak ada hasil yang ditemukan

Profil Kolelitiasis pada Hasil Ultrasonografi di Rumah Sakit Umum Daerah Koja

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Profil Kolelitiasis pada Hasil Ultrasonografi di Rumah Sakit Umum Daerah Koja"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

Pengaruh Tekanan Telapak Kaki Bagian Depan terhadap

Pemakaian Hak Tinggi dan Indeks Massa Tubuh Mahasiswi FKUI 2011

Handy Winata*, Deswaty Furqonita**, I. Nyoman Murdana***

*

Dosen bagian Anatomi FK UKRIDA

**Dosen bagian Anatomi FK UI

***Dosen bagian Rehabilitasi Medik RSCM

Alamat Korespondensi : Jl. Terusan Arjuna Utara No.6 Jakarta 11510

E-mail: hand_y19@yahoo.com

Abstrak

Pendahuluan. Pada saat berdiri, beban berat badan di titik tumpu telapak kaki akan dibagi rata pada bagian depan oleh tulang sesamoid pada kapitulum ossi metatarsal I serta kapituli osseum metatarsal II-IV dan bagian belakang telapak kaki oleh prosessus medialis tuberis kalkanei. Hal ini akan berbeda apabila memakai hak tinggi, pada keadaan seperti ini tekanan akan lebih besar pada kaki bagian depan. Perbedaan atau adanya masalah IMT pada seseorang juga dapat mengakibatkan perubahan-perubahan anatomik yang akan mempengaruhi tekanan telapak kaki, ketika berdiri normal ataupun ketika memakai hak tinggi, yang akan memberi beban lebih besar pada kaki bagian depan. Tujuan. Menilai tekanan telapak kaki bagian depan pada pemakaian hak tinggi dan menilai tekanan telapak kaki bagian depan pada perbedaan IMT subjek penelitian. Metode. Survei deskriptif analitik dengan pendekatan potong lintang. Hasil. Pada pengaruh tekanan telapak kaki bagian depan terhadap IMT normal dan tinggi didapat hasil uji analisis dengan P = 0,000. Dan pada pada pengaruh tekanan telapak kaki bagian depan terhadap hak tinggi, tanpa hak dengan hak 5 cm, tanpa hak dengan hak 12 cm, dan hak 5 cm dengan hak 12 cm didapat hasil uji analisis kesemuanya dengan P = 0,000. Kesimpulan. Terdapat pengaruh tekanan telapak kaki bagian depan terhadap pemakaian hak tinggi dan IMT.

Kata kunci : tekanan telapak kaki, sepatu hak tinggi, indeks massa tubuh.

Abstract

Introduction. While standing, weight load on the pivot foot will be shared equally at the front by a sesamoid bone on the metatarsal capitulum ossi osseum capituli metatarsal I and II-V and the back foot by a medial processus tuberis calcanei. It would be different if wearing high heel, at this position plantar pressure will be greater on the forefoot. Difference or a problem on someone BMI can result in anatomic changes that will affect the pressure supported by the pivot foot, when standing normal or when wearing high heel, such as the use of high heels which will give greater pressure to forefoot. The aim of this research is to determine, how the effect of wearing high heel and body mass index to forefoot plantar pressure. Methods. Descriptive analytic survey with a cross-sectional design. Results. Effect of forefoot plantar pressure at different BMI acquired from analysis results with P = 0.000. and effect of forefoot plantar pressure when wearing high heel, no wearing with high heel 5 cm, no wearing with high heel 12 cm, and high heel 5 cm with high heel 12 cm, acquired from analysis results with P = 0.000. Conclusion. Forefoot plantar pressure have a effect of different BMI and when wearing high heel.

Keywords: plantar pressure, high-heeled shoes, body mass index. 10. Pezzan PAO, Sacco ICN, Joao SMA.

Foot Posture and Classification of the Plantar Arch among Adolescent Wearers and Non-wearers of High Heels Shoes. Rev Bras Fisioter. 2009; 13(5): 398-440

Artikel Penelitian

Profil Kolelitiasis pada Hasil Ultrasonografi

di Rumah Sakit Umum Daerah Koja

Suzanna Ndraha, Helena Fabiani, Henny Tannady Tan, Marshell Tendean

Dosen Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK Universitas Kristen Krida Wacana Alamat Korespondensi : Jl. Arjuna Utara No.6 Jakarta 11510

Abstrak

Latar Belakang. Kolelitiasis (penyakit batu empedu) menjadi masalah kesehatan utama di seluruh dunia. Namun diagnosisnya sulit ditegakan karena sebagian besar tidak menimbulkan gejala. Teknik pencitraan ultrasonografi (USG) pada pasien berisiko tinggi merupakan metoda yang penting dalam diagnosis awal. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik pasien kolelitiasis berdasarkan gambaran USG.

Metoda.Penelitian potong lintang retrospektif dilakukan pada pasien kolelitiasis yang diagnosis berdasarkan hasil USG pada periode April 2012 sampai dengan September 2012. Di data usia, jenis kelamin, keluhan klinis, dan gambaran USG. Data dianalisis dan disajikan dalam diagram.

Hasil. Sebanyak 87 pasien didiagnosis kolelitiasis dengan usia rerata 45,6. Prevalensi pada pasien perempuan lebih banyak daripada laki-laki (57,47 %), dengan usia rata-rata di atas 40 tahun (80,46 %). Sejumlah 68,97% merupakan pasien yang dikirim dari ruang rawat inap. Keluhan klinis terbanyak yang ditemukan adalah dispepsia (42,53%). Kolelitiasis multipel merupakan gambaran USG terbanyak yang ditemukan (36,78%), dimana 73,56 % pasien tidak menunjukkan komplikasi dan hanya 22,99 % saja yang menunjukkan komplikasi kolesistitis.

Kesimpulan. Penyakit batu empedu di RSUD Koja terjadi lebih banyak pada pasien perempuan berusia lebih dari 40 tahun dengan keluhan klinis dispepsia, dan didapatkan gambaran kolelitiasis multipel tanpa komplikasi pada hasil USG.

Kata kunci: kolelitiasis, keluhan, gambaran USG

Abstract

Background. Cholelithiasis is the main substantial burden on health care systems in worldwide. Diagnosis of cholelithiasis can easily be missed or misinterpreted because most of all cases are asymptomatic. Ultrasound imaging plays important role in the initial diagnosis of cholelithiasis in high-risk patients. The study aims to describe analysis of the clinical presentation in which cholelithiasis was diagnosed on imaging by using ultrasound.

Method. A retrospective review was done of all cases of cholelitiasis recorded in reports of the ultrasound results during the period April 2012 to September 2012. Age, gender, clinical complaint, and ultrasound findings were evaluated.

Result. Eighty-seven patients were diagnosed with cholelithiasis with the mean age at diagnosis is 45.6. The prevalence was higher in women than men (57.47 %), where the highest prevalence aged is above 40 (80.46 %). Most of patients were sent from inpatient ward (68.97 %). The most clinical complaint was dyspepsia (42.53 %). The ultrasound results showed multiple cholelithiasis (36.78 %). As much as 73.56 % patients did not show any complication from ultrasound result and only 22.99 % patients showed cholecystitis.

Conclusion.The most common involved age group for cholelithiasis was above 40 years with a female predominance. Multiple cholelithiasis without any complication was found to be the most common presentation of ultrasound results.

Keywords: Cholelithiasis, symptom, ultrasound result

(2)

Pendahuluan

Penyakit batu empedu (kolelitiasis) adalah salah satu penyakit gastrointestinal sering terjadi, meliputi 10 sampai 20% dari populasi dunia.1 Penyakit ini dapat terjadi

sendiri saja dan dengan komplikasi.2,3Etiologi

penyakit batu empedu masih belum diketahui dengan jelas. Beberapa faktor risiko yang sering ditemui pada kejadian kolelitiasis dikenal dengan “6F” (Fat, Female, Forty, Fair, Fertile, Family history).4Prevalensi

bervariasi tergantung pada usia, jenis kelamin, dan etnis.1Beberapa studi menunjukkan bahwa

prevalensi meningkat seriing bertambahnya usia.5-8 Perempuan memiliki risiko lebih besar

daripada laki-laki, dimana didapatkan angka kejadian yang lebih tinggi pada perempuan.1,2,5,8 Faktor risiko lain adalah

obesitas, diabetes, riwayat keluarga, paritas, merokok, dan alkohol.1-3,5,7,9,10

Penyakit batu empedu dapat terjadi simtomatik dan asimtomatik. Keluhan klinis yang sering ditemukan adalah nyeri pada perut kanan atas, nyeri epigastrium, demam, ikterus, mual, muntah.Komplikasi yang dapat terjadi adalah kolesistitis, hidrops vesika felea, ikterus obstruktif, pankreatitis batu empedu, sirosis biliaris, dan keganasan.1-3,6,10,11

Ultrasonografi (USG) adalah teknik pencitraan yang paling direkomendasikan untuk diagnosis dan skirining awal pada pasien dengan nyeri perut kanan atas (nyeri bilier) karena mudah, aman, dan cepat dilakukan, tidak terdapat pajanan radiasi, dengan spesifitas dan sensitivitas hampir 95% terhadap penyakit batu empedu.1,12-15USG

dapat menilai ukuran batu dan pergerakannya di dalam kandung empedu, volume kandung empedu, ketebalan dinding (>3 mm pada kolesistitis akut atau kronik), carian perikolesistik, dan diameter kandung empedu.16,17Diagnosis yang paling akurat

diperoleh dari pemeriksaan skintigrafi hepatobilier, yang memberikan gambaran dari

hati, saluran empedu, kandung empedu, dan bagian atas usus halus.2,3

Sebagian besar pasien tidak menunjukkan gejala apapun sampai terjadi komplikasi. Skrining dan diagnosis awal sangat diperlukan dalam penegakan diagnosis penyakit batu empedu sehingga dapat mencegah terjadinya komplikasi lanjut. Pemeriksaan USG pada pasien-pasien berisiko tinggi dinilai sangat membantu dalam penegakan diagnosis penyakit batu empedu.2,3,6,10,11

Bahan dan Cara

Penelitian potong lintang ini dilakukan secara retrospektif pada pasien rawat inap dan rawat jalan Penyakit Dalam RSUD Koja dari bulan April sampai dengan September 2012. Pengumpulan data dilakukan pada sampel yang menunjukkan adanya penyakit batu empedu pada hasil USG. Data yang dikumpulkan adalah usia, jenis kelamin, ruangan pengirim, keluhan klinis, dan gambaran USG. Data dianalisis dan disajikan dalam diagram.

Hasil

Dari 87 orang sampel didapatkan kejadian penyakit batu empedu lebih banyak terjadi pada jenis kelamin perempuan yaitu sebesar 57,5 %, sebagian besar pada usia di atas 40 tahun (80,5%), dimana rerata usia adalah 45,6 tahun (Gambar 1 dan 2).

Sebagian besar sampel merupakan pasien rawat inap yang datang dengan keluhan klinis dispepsia, sedangkan sisanya mengeluh sakit pinggang, nyeri perut kanan atas, nyeri perut non spesifik, dan ikterus. Pada gambaran USG didapatkan kolelitiasis multiple, kolelitiasis, dan sludge. Proporsi keluhan klinis dan gambaran USG dapat dilihat pada tabel 1.

(3)

Tabel 1. Karakteristik Pasien Penyakit Batu Empedu (n = 87)

Variabel Jumlah (n) Persentase (%)

Jenis kelamin Laki-laki 37 42,5 Perempuan 50 57,5 Umur < 40 tahun 17 19,5 ≥ 40 tahun 70 80,5 Keluhan klinis Dispepsia Sakit pinggang Nyeri perut kanan atas Nyeri perut non spesifik Ikterus Vomitus Lain-lain 47 14 7 6 5 5 3 54,0 16,0 8,0 6,8 5,7 5,7 3,8 Gambaran USG Kolelitiasis multipel Kolelitiasis Sludge Koledokolitiasis 32 28 25 2 36,8 32,2 28,7 2,3 Komplikasi

Tidak ada komplikasi Kolesistitis Ikterus obstruktif Kolelitiasis ekstrahepatik 64 20 2 1 73,6 22,9 2,3 1,2 Diskusi

Pada penelitian ini pasien kolelitiasis yang ditemukan sebagian besar (80,5%) berusia di atas 40 tahun, dimana usia rerata pasien kolelitiasis adalah 45,6 tahun. Pada studi Selvi et al usia rerata adalah 45.90 tahun, sedangkan pada Brazilian study adalah 60,2 tahun.1 Hal ini sesuai dengan literatur dan

studi yang menyatakan bahwa faktor risiko penyakit batu empedu akan meningkat seiring dengan bertambahnya usia.4 Hasil ini juga

sesuai dengan penelitian yang dilakukan

Zukmana dkk di Purwokerto dimana didapatkan insidensi pasien wanita (38 orang) lebih banyak dibanding laki-laki (21 orang) dan menunjukan isidensi tertinggi kolelitiasis terjadi pada usia 51 - 60 tahun.18 Penelitian di

Rumah Sakit St. Elizabeth Medan dan West et al juga mengemukakan hal yang sama.6,7

Namun Bass et aldan Pradhan et al tidak menemukan peningkatan angka kejadian batu empedu pada usia >40 tahun dan menyimpulkan faktor usia tidak memiliki korelasi langsung dengan kejadian batu empedu.4,5 37 50 Laki-laki (42,5%) Perempuan (57,5%) 17 70 0 20 40 60 80 < 40 tahun (19,5%) ≥ 40 tahun (80,5%) Jumlah subyek

Gambar 1. Distribusi Subyek Menurut Jenis Kelamin

(n=87) Gambar 2. Distribusi Subyek Menurut

(4)

Perempuan didapatkan lebih banyak menderita penyakit batu empedu dibandingkan dengan laki-laki, di mana pada penelitian ini proporsi pasien perempuan didapatkan sebanyak 57,5 %. West et al juga mendapatkan proporsi terbanyak pada jenis kelamin perempuan, namun jenis kelamin tidak memiliki korelasi dengan angka kejadian batu empedu.8 Pradhan et al mendapatkan

perbandingan laki-laki dengan perempuan sebanyak 1:3,2.5 Selvi et al dalam artikelnya

juga menyebutkan proporsi terbanyak ditemukan pada pasien perempuan.1,4 Pada

literatur dinyatakan bahwa insidensi kolelitiasis pada perempuan lebih besar empat kali daripada laki-laki. Hal Ini dikarenakan oleh hormon esterogen berpengaruh terhadap peningkatan eskresi kolesterol oleh kandung empedu.2,5

Keluhan utama yang terbanyak adalah dispepsia (54%), diikuti oleh sakit pinggang (16%). Hal ini berbeda dengan beberapa studi yang telah dilakukan sebelumnya. Zukmana dkk menemukan keluhan yang terbanyak berupa nyeri perut kanan atas sejumlah 54%, dispepsia sejumlah 37%.18 Penelitian di St.

Elizabeth Medan juga mendapatkan keluhan klinis terbanyak adalah kolik pada perut kanan atas sebesar 37,6 %.6 Selvi et al mengatakan

bahwa nyeri hipokondrium kanan adalah keluhan klinis tersering pada penyakit batu empedu.1 Pada literatur tercatat bahwa

sebagian besar pasien penyakit batu empedu tidak merasakan gejala (asimtomatik). Sebanyak kurang dari 25% yang merasakan adanya gejala dimana keluhan klinis mulai muncul terutama apabila sudah terdapat komplikasi pada penyakit empedu. Keluhan yang tersering adalah nyeri perut kanan atas, dispepsia, dan nyeri abdomen kronik.10

Perbedaan keluhan utama terbanyak pada studi ini kemungkinan karena nyeri adalah keluhan subyektif, sehingga dipengaruhi oleh tingkat edukasi pasien tersebut.

Pada hasil USG didapatkan sebanyak 36,8% ditemukan gambaran kolelitiasis multipel, kemudian diikuti kolelitiasis, dan

sludge. Hasil yang sama didapatkan Zukmana dkk juga mendapatkan hasil kolelitiasis sebesar 64% dan kolelitiasis multipel sebanyak 8,1%.18 Selain itu pada hasil USG juga dinilai

adanya komplikasi penyakit batu empedu, beberapa literatur mengatakan bahwa komplikasi tersering adalah kolesistitis.2,3,6,10,11 Pradhan et al dan Selvi et al juga menemukan

sebagian besar pasien penyakit batu empedu disertai dengan komplikasi yaitu kolesistitis.1,4

Namun pada penelitian ini didapatkan hasil yang berbeda dimana sebanyak 73,6% dari sampel tidak ditemukan adanya komplikasi pada hasil USG-nya. Gambaran kolesistitis didapatkan sebanyak 22,9% pada pasien penyakit batu empedu.

Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan, yaitu metoda yang digunakan bersifat retrospektif sehingga bias pada penelitian yang ditimbulkan menjadi lebih besar. Keterbatasan lain adalah penggunaan USG pada pemeriksaan awal penyakit batu empedu memiliki beberapa kekurangan, di mana hasil yang didapatkan sangat tergantung pada keterampilan dari operator. Pada peneliti selanjutnya disarankan untuk menggunakan metode penelitian yang lebih baik dengan pemeriksaan penunjang yang lebih akurat seperti skintigrafi hepatobilier.

Kesimpulan

Penyakit batu empedu di RSUD Koja terjadi lebih banyak pada pasien perempuan berusia lebih dari 40 tahun dengan keluhan klinis dispepsia,. Pada gambaran USG didapatkan gambaran kolelitiasis multipel tanpa adanya komplikasi.

Daftar Pustaka

1. Selvi RT, Sinha P, Subramaniam PM, Konapur PG, Prabha CV. A Clinicopathological study of cholecystitis with special reference to analysis of cholelithiasis. International Journal of Basic Medicine 2011;2(2):68-72.

2. Doherty GM. Biliary tract. In: Current diagnosis & treatment surgery 13th edition. 2010. US:McGraw-Hill Companies.2010.p.544-55.

3. Hunter JG. Gallstones diseases. In: Schwart’s Principles of surgery 8th

edition. US:McGraw-Hill Companies.2007.p.677-92.

4. Bass G, Gilani SNS, Walsh TN. Symptomatic cholelithiasis has six Fs a validation of epidemiologically-derived historical predictors. Proceedings of 21st Waterford Surgical October Meeting 2011; 2011 Oct; Dublin, Ireland. Dublin: Elsevier; 2011.

(5)

5. Pradhan SB, Joshi MR, Vaidya A. Prevalence of different types of gallstone in the patients with cholelithiasis at Kathmandu Medical College, Nepal. Kathmandu University Medical Journal 2009;7(3):268-71.

6. Girsang JH. Karakteristik penderita kolelitiasis yang dirawat inap di RS Santa Elisabeth, Medan pada tahun 2010-2011. Jurnal Universitas Sumatera Utara 2013;1(1):11-9.

7. Wittenburg H. Hereditary liver diseases: gallstones. Best Practice & Research Clinical Gastroenterology 2010;24:747-56.

8. West WM, Brady-West DC, West KP, Frankson M. Cholelithiasis on imaging-an analysis of clinical presentations by age and gender in a Jamaican population. West Indian Med J 2009;58(4):375.

9. Pridady. Kolesistitis. Dalam: Sudoyo A W, Setiyahadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi I. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia.;2009.hal.718-20.

10. Lesmana, L. Batu empedu. Dalam: Sudoyo A W, Setiyahadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi I. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.;2009.hal.721-25.

11. Silbernagl S, Lang F. Gallstones Diseases. 2000. In : Color atlas of pathophysiology. New York : Thieme,p:164-7.

12. Vogt DP. Gallbladder disease: an update on diagnosis and treatment. Cleveland Clinic Journal of Medicine 2002;69(12):977-84.

13. Scruggs W, Fox JC, Potts B, Zlidenny A, McDonough J, Anderson CL, et al. Accuracy of ED bedside ultrasound for identification of gallstones: retrospective analysis of 575 studies. Western Journal of Emergency Medicine 2008;9(1):1-5 14. Pinto A, Reginelli A, Cagini L, Coppolino

F, Lanora AAS, Bracale R, et al. Accuracy of ultrasonography in the diagnosis of acute calculous cholecystitis: review of the literature. Clinical Ultrasound Journal 2013;5(1):S11.

15. O’Connor OJ, Maher MM. Imaging of cholecystitis. AJR 2011;196:W367-74 16. Portincasa P, Moschetta A, Petruzzelli M,

Palasciano G, Ciaula AD, Pezzolla A. Symptoms and diagnosis of gallbladders stones. Best Practice & Research Clinical Gastroenterology 2006;20(6):1017-29.

17. Strasberg SM. Acute calculous cholecystitis. N Engl J Med 2008;358(26):2804-11.

18. Zukmana AD. Insidensi kolelitiasis di RS Prof. DR. Margono Soekarjo Purwokerto periode 1 April 2007-30 April 2008 (disertasi). Rumah Sakit Soekarjo Purwokerto: Universitas Muhammadiyah Malang;2009.

Referensi

Dokumen terkait

Aksen, ornamen islam/Islamic Village kurang terlihat sudah terselessaikan dengan Melalui desain perancangan tempat penyimpanan tas ini yang memiliki konsep logo

mempunyai bulu tengkuk dan ekor terlihat bagus dan lembut, bentuk kepala indah dan mata terlihat bersinar atau berkilauan, bentuk kepala lonjong dengan moncong yang kecil dan

Transaksi Rekening Gabungan harus dilakukan oleh kedua Nasabah pemilik Rekening Gabungan tersebut. Dalam hal salah satu Nasabah pemilik Rekening Gabungan meninggal

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian pupuk organik TKKS pada berbagai dosis memberikan pengaruh yang nyata terhadap rasio pucuk akar bibit jelutung rawa,

Hunter dan Schmidt (2004) menyebutkan bahwa varians dalam studi meta analisis memperlihatkan adanya bias atau kesalahan hasil korelasi pada tiap sampel penelitian. Hasil

Hal ini menunjukkan bahwa pengusangan cepat secara kimia menggunakan etanol dapat menyebabkan penurunan hasil yang sama dengan penyimpanan terkontrol pada semua tolok

Untuk mengetahui kata sandi yang digunakan para pengedar narkotika dan pemesannya di dalam media online, Badan Narkotika Nasional berkoordinasi dengan Lembaga Sandi

Jenis penelitian ini adalah korelasional satu arah yaitu untuk memperoleh gambaran tentang adanya hubungan kadar SGPT (Serum Glutamic Pyruvic Transaminase)