• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDIDIKAN KARAKTER DALAM PERSPEKTIF AL-QUR AN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENDIDIKAN KARAKTER DALAM PERSPEKTIF AL-QUR AN"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

Al-Muaddib, Volume. II Nomor 2, Oktober 2020 81 PENDIDIKAN KARAKTER DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN Lutfiatul Jannah,

Email: Lutfiatulj750@gmail.com STAI Muhammadiyah Probolinggo Dewi Yulia Wati,

Email:dewi31753@gmail.com STAI Muhammadiyah Probolinggo Nurul Ainirrohmah,

Email:ainirrohmah11@gmail.com STAI Muhammadiyah Probolinggo Roviatul Adawiyah

Email:adawiyahroviatul@gmail.com STAI Muhammadiyah Probolinggo

Received: 12-06-2020 Revised: 24-08-2020 Approved: 09-09-2020

Abstrak

Maraknya degradasi moral yang terjadi di Indonesia hingga saat ini masih menjadi belenggu bagi masyarakat, terutama di kalangan pemuda yang merupakan penerus bangsa. Berbagai macam tindak kriminal mengalami peningkatan yang pesat. Pergaulan seks bebas di kalangan remaja, bahkan ditingkat sekolah dasar yang masih di bawah umur, penyalahgunaan narkotika dan obat-obatan terlarang, bullying di sekolah, korupsi, kolusi dan nepotisme yang semakin merajalela, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), perdagangan manusia secara online, pencurian bahkan penculikan dan lain sebagainya. Salah satu faktor utama dari terjadinya berbagai macam tindak kriminalitas tersebut adalah degradasi moral yang disebabkan oleh pengaruh negatif dari budaya dan pola pikir orang-orang barat yang terlalu vulgar dan tidak sesuai dengan norma-norma yang berlaku. Indonesia yang penduduknya mayoritas memeluk agama Islam, penulis akan menjawab dua permasalahan, yang pertama yaitu memahami pendidikan karakter, dan kedua adalah bagaimana konsep pendidikan karakter dalam perspektif Al-Qur’an.

(2)

82 Al-Muaddib, Volume. II Nomor 2, Oktober 2020

Abstract

The rise of moral degradation that occurred in Indonesia until now is still a fetter for the community, especially among young people who are the nation's successors. Various kinds of criminal acts experienced a rapid increase. Promiscuity among adolescents, even at the elementary school level that is still underage, drug abuse and illegal drugs, bullying in schools, corruption, collusion and nepotism are increasingly rampant, domestic violence (domestic violence), human trafficking online , theft and even kidnapping and so on. One of the main factors in the occurrence of various kinds of criminal acts is moral degradation caused by the negative influence of Western culture and mindset that is too vulgar and not in accordance with prevailing norms. Indonesia, the majority of the population embraces Islam, the author will answer two problems, the first is to understand character education, and second is how the concept of character education in the perspective of the Qur'an. Keyword: Character Education, Perspective Al-Qur’an.

Pendahuluan

Pendidikan karakter di dunia telah dikenalkan oleh gagasan dari Dr. Thomas Lickona, seorang professor dari Cortland University tahun 1991. Sedangkan dalam Islam, pendidikan karakter sendiri telah diajarkan Allah kepada manusia melalui Nabi Muhammad SAW dalam kitab sucinya yakni Al-Qur’an, serta telah banyak dicontohkan oleh Nabi Muhammad, baik dalam perkataan, perbuatan, sikap, sifat maupun dalam pola berpikir. Segala perilaku, perbuatan, perkataan Nabi Muhammad menjadi acuan serta pandangan dari para sahabat, tabi’it tabi’in dan umat Islam dalam melakukan segala hal di kehidupannya. Dalam penerapan amalan-amalan yang telah diajarkan mengacu tidak jauh dari Al-Qur’an dan sunnah Nabi Muhammad SAW.

Fajar berpendapat “Setelah Islam mulai menyebar luas ke seluruh bagian dunia, pendidikan karakter malah dipelopori oleh negara-negara yang penduduknya minoritas Islam. Namun, untuk terus mempertahankan generasi Qur’ani harus melalui pendidikan formal dan non formal, karena ajaran yang telah diajarkan oleh

(3)

Al-Muaddib, Volume. II Nomor 2, Oktober 2020 83 Rasulullah tidak mudah serta telah menghadapi berbagai macam rintangan dalam perjalanannya. Pendidikan formal yang dimaksud adalah pendidikan yang diperoleh dari lingkungan akademik, sedangkan pendidikan non formal adalah pendidikan yang diperoleh dari lingkungan masyarakat, seperti pendidikan dari keluarga, pendidikan dari masyarakat serta lingkungan sekitar. Dalam pengembangannya, pendidikan karakter yang diterima tidak serta merta langsung terbentuk dengan sendirinya, melainkan masih melalui proses yang sesuai dengan tingkat perkembangannya. Alangkah lebih baik apabila pendidikan karakter telah diajarkan sejak di usia dini.”(Fajar, 2013).

Dalam era globalisasi saat ini, perkembangan serta kemajuan yang terjadi mengakibatkan beberapa dampak yang baik dan buruk bagi kehidupan masyarakat Indonesia, baik perkembangan dalam bidang teknologi, informasi, maupun industri. Dampak positif dari perkembangan serta kemajuan yang terjadi diantaranya adalah meningkatnya industri dan ekonomi masyarakat, mempermudah manusia dalam melakukan berbagai aktivitas dalam kehidupan sehari-harinya, meningkatkan efisiensi waktu, meminimalisir kemacetan dan sampah. Disamping itu,dampak yang dikhawatirkan disini adalah dampak negatif yang terjadi, diantaranya maraknya tindak kriminalitas, meningkatnya pergaulan seks bebas, penyalahgunaan akun-akun dan situs-situs untuk kepentingan pribadi yang merugikan orang lain, degradasi atau pengikisan moral dikalangan pemuda dan pelajar, menurunnya rasa hormat terhadap orang yang lebih tua, munculnya rasa ingin bersaing dan menjatuhkan orang lain, serta banyaknya budaya asing yang tidak sesuai dengan ajaran agama, nilai-nilat serta norma budaya yang ada. Dampak negatif juga terpengaruh oleh banyaknya budaya dari barat yang berbasis modern dan terbuka, sehingga banyak tingkah laku maupun cara berpakaian dan pemikiran yang menyimpang dari norma, nilai dan agama. Menurut Prasetya “Terjadinya degradasi nilai-nilai di Indonesia, baik dalam bidang ekonomi, budaya, sosial, maupun agama adalah faktor terbesar yang mempengaruhi proses pendidikan karakter. Degradasi moral mengalami peningkatan serta penyebaran yang cukup cepat dan luas mengikis ajaran agama dan nilai-nilai budaya luhur bangsa Indonesia.”(Prasetiya, 2018)

Banyaknya tindak kriminalitas yang terjadi saat ini mulai menurunkan integritas, moralitas, religiusitas serta kualitas dan

(4)

84 Al-Muaddib, Volume. II Nomor 2, Oktober 2020

kuantitas sumber daya manusia yang ada. Tindak kriminal yang terjadi di masyarakat Indonesia tidak hanya di kalangan remaja dan orang dewasa saja, bahkan telah menyebar ke kalangan anak-anak. Perdagangan manusia, pekerja seks komersial via online, penjualan organ dalam manusia, perdagangan bayi dan tindak kriminalitas lainnya seakan sudah lumrah dan banyak diberitakan di kalangan masyarakat Indonesia. Karena peningkatan tindak kriminal tersebut, kini telah banyak tingkah laku, perkataan dan pola pikir yang tidak baik, bahkan di usia yang masih dini.

Dalam penanganan dampak negatif ini, pendidikan karakter adalah salah satu pendidikan yang penting dan utama bagi manusia untuk dapat memilah serta memilih segala sesuatu yang mereka terima. Seperti pendapat dari Permana, “Dalam Islam, pendidikan karakter atau biasa disebut pendidikan akhlak adalah pendidikan yang melatih mental dan fisik manusia untuk menjalankan berbagai aktivitas kesehariannya yang sesuai dengan ajaran agama, nilai serta norma yang berlaku. Pendidikan ini juga melatih rasa tanggung jawab serta menumbuhkan kepribadian seseorang.”(Permana, 2019). Dalam pendidikan memiliki berbagai aspek di dalamnya, seperti tujuan, metode pembelajaran, pendidik, peserta didik, dan pembelajaran yang senantiasa mengalami perubahan, baik kemajuan maupun kemunduran dalam pemikiran dan pengaplikasiannya.”(Prasetiya, 2018)

Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa pendidikan karakter adalah faktor utama dalam pengaturan kehidupan manusia yang dapat mempengaruhi perkembangan kepribadian, rasa tanggung jawab, maupun pemikiran. Pendidikan sendiri memiliki berbagai aspek di dalamnya, seperti tujuan, metode, pendidik, peserta didik, dan pembelajaran yang berhubungan satu sama lain. Aspek-aspek tersebut dapat mengalami perubahan, baik itu berupa kemajuan maupun kemunduran dalam pemikiran dan pengaplikasiannya. Disini kita harus mengetahui serta memahami ilmu pendidikan yang tepat untuk dapat mengendalikan perkembangan aspek-aspek pendidikan tersebut dengan tepat dan sesuai, sehingga dapat meminimalisir dampak negatif yang ada.

Menurut Kosim, “Dalam 20 tahun terakhir, telah banyak kelakuan masyarakat yang menyimpang dari nilai-nilai yang berlaku, seperti korupsi, kolusi, nepotisme, mencela dan mengadu domba, bertindak kriminalitas, dan tindakan melanggar hukum

(5)

Al-Muaddib, Volume. II Nomor 2, Oktober 2020 85 lainnya.”(Kosim, 2011). Menurut Prasetya, DKK, “Bimbingan dari orang tua yang sesuai dengan norma-norma yang ada akan meminimalisir bahkan menghilangkan hal-hal negatif tersebut dalam kehidupan. Ajaran atau pendidikan yang dapat diterapkan diantaranya adalah disiplin dan tanggung jawab. Pendidikan ini dapat diberikan oleh orang tua, keluarga, teman, maupun masyarakat sekitar. Rasa disiplin dan tanggung jawab yang terbentuk dari awal akan membuat seseorang ragu bahkan tidak memikirkan hal-hal yang menyimpang dari norma-norma maupun hukum yang berlaku.”(Prasetiya;, 2019)

Pendidikan karakter adalah pendidikan yang tepat dalam membentuk kepribadian serta pemikiran seseorang. Dalam pendidikan karakter ini, pola asuh keluarga merupakan dorongan dan faktor terbesar dalam pembentukan karakter seseorang. Hal ini selaras dengan pendapat dari Prasetya, DKK, “Pola asuh yang tepat dari keluarga adalah salah satu cara pengendalian dari dampak degradasi moral yang ada. Degradasi moral sendiri yang berkembang pesat di kalangan pelajar mengundang banyak perhatian dari berbagai kalangan masyarakat, khususnya di akademisi. Peran keluarga merupakan gerakan terbesar yang dapat membangun kepribadian seseorang, baik dalam segi tanggung jawab, kasih sayang, kebersamaan, maupun kebudayaan agama yang dianut.”(Prasetiya;, 2019).

Oleh karena itu, sebagai keluarga harus senantiasa menjaga, mengontrol, serta mengajarkan hal-hal yang sesuai dengan ajaran agama, nilai-nilai serta norma budaya yang berlaku. Dalam sebuah keluarga, peran orang tua adalah peran yang terpenting dan paling utama dalam mengajarkan pendidikan terhadap anak-anak mereka, karena pendekatan yang dilakukan akan lebih berdampak untuk ditiru dan dijadikan pedoman dalam pemikirannya. Tidak hanya perkataan dan perilaku yang senantiasa dilakukan setiap hari yang akan ditiru, bahkan dijadikan kebiasaan oleh anak-anak yang melihatya, pemikiran orang tua juga dapat mempengaruhi sifat dan karakter anak-anak itu sendiri dalam pertumbuhan dan perkembangan yang mereka jalani. Orang tua sebagai guru dan panutan atau contoh yang utama dalam keluarga harus selalu memikirkan, memilah serta menelaah lebih saat akan melakukan hal-hal di hadapan anak-anak mereka.

(6)

86 Al-Muaddib, Volume. II Nomor 2, Oktober 2020

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia atau KBBI disebutkan bahwa pendidikan adalah proses perubahan sikap dan tingkah laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Sedangkan karakter adalah sifat kejiwaan atau akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain.(KBBI, 2019). Dari pengertian tersebut dapat diartikan bahwa pendidikan karakter adalah proses perubahan sikap atau tingkah laku seseorang dalam segi pengembangan sifat kejiwaan atau budi pekerti yang menjadikan perbedaan sikap maupun sifat antara manusia.

Menurut pendapat Kosim, “Ditinjau dari makna pendidikan dan karakter, pendidikan karakter adalah sebuah upaya pengembangan potensi peserta didik untuk melakukan berbagai kegiatan dalam kesehariannya yang sesuai dengan nilai-nilai budaya serta karakter bangsa yang berlaku.”(Kosim, 2011). Sedangkan menurut Fathurrochman “Pendidikan Karakter adalah pendidikan yang membangun sifat dan perilaku seseorang yang berkaitan dengan nilai-nilai antara diri sendiri, sesama manusia, maupun Tuhan Yang Maha Esa.”(Fathurrochman & Apriani, 2017). Dari kedua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa pendidikan karakter adalah sebuah pendidikan yang membangun karakter seseorang dalam segala aspek, baik sikap, sifat, perilaku, perkataan, mupun pola pikir yang sesuai dengan ajaran agama, nilai-nilai serta norma budaya yang berlaku.

Wardoyo berpendapat “Perilaku baik yang dilakukan seseorang harus menjadi pengalaman yang dilakukan sehingga menjadi kebiasaan, karena itu pendidikan karakter dan kebiasaan dalam melaksanakannya disarankan untuk diajarkan mulai usia dini untuk membiasakannya menjadi individu yang berkarakter baik.”(Wardoyo, 2015). Menurut Ainiyah “Pendidikan yang mengembangkan karakter dan budaya bangsa dalam diri peserta didik dan menjadikannya sebagai warga negara yang nasionalis, kreatif, produktif dan religius adalah arti secara luas dari pendidikan karakter.”(Ainiyah, 2013). Sedangkan menurut Fajar “Pendidikan karakter adalah salah satu usaha pemerintah dalam melindungi dan memperkuat karakter serta watak peserta didik dari dampak negatif era globalisasi saat ini yang memicu banyak tindak kriminal seperti pergaulan seks bebas, penyalahgunaan narkotika dan obat-obatan terlarang, perdagangan manusia, banyaknya budaya dan pola pemikiran dari barat yang terlalu

(7)

Al-Muaddib, Volume. II Nomor 2, Oktober 2020 87 vulgar ditiru oleh kebanyakan generasi muda, degradasi moral, maraknya demonstrasi dan hal-hal tindak kriminal lain semacamnya.”(Fajar, 2013).

Permana berpendapat “Dalam Islam, pendidikan karakter atau biasa disebut pendidikan akhlak adalah pendidikan yang melatih mental dan fisik manusia untuk menjalankan berbagai aktivitas kesehariannya yang sesuai dengan ajaran agama, nilai serta norma yang berlaku. Pendidikan ini juga melatih rasa tanggung jawab serta menumbuhkan kepribadian seseorang.” (Permana, 2019) Begitu juga pendapat Manullang yang mengatakan“Pendidikan karakter adalah sebuah pendidikan yang mengajarkan tentang roh kehidupan, yang merupakan keutamaan dari manusia yang berkualitas, memiliki kemampuan yang dapat dimanfaatkan sesuai dengan norma kebangsaan. Pendidikan karakter dalam satuan pendidikan lebih menitik beratkan pada sikap, pola pikir, komitmen dan kompetensi yang berbasis kecerdasan (Intelektual Quetion, Emosional Quetion, Spiritual Quetion) yang dalam pembangunan karakter, seluruh kegiatan baik itu ektra kulikuler maupun intra kulikuler dan kelembagaan juga turut serta didalamnya. Segala interaksi di lembaga pendidikan, baik kepala sekolah, guru, pegawai dan peserta didik memiliki peran masing-masing dalam pembangunan karakter” (Manullang, 2013).

Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan pendidikan karakter merupakan pendidikan yang membentuk perkembangan berbagai aspek dalam diri seseorang peserta didik yang bersangkutan dengan sikap, sifat, perkataan, perbuatan dan pola pikir. Seseorang harus menyelaraskan berbagai aspek tersebut dengan ajaran agama, nilai-nilai serta norma budaya yang berlaku dengan menjadikannaya sebagai pengalaman sehingga menjadi kebiasaan dalam kehidupannya. Pendidikan karakter dalam lingkungan akademik memadukan segala interaksi yang terjadi, baik kepala akademik, guru, karyawan maupun peserta didik dalam proses perkembangan karakter tersebut. Di lingkungan akademik, pendidikan karakter juga mengalami perkembangan dari tahun ke tahun. Sebagaimana proses pembelajaran yang selalu mengikuti alur dari kurikulum yang berlaku. Pendidikan karakter lebih ditekankan penerapannya dalam kurikulum 2013 yang digunakan saat ini. Selain peserta didik yang dituntut untuk lebih aktif dalam proses pembelajaran, pendidikan karakter juga ditekankan dalam

(8)

88 Al-Muaddib, Volume. II Nomor 2, Oktober 2020

berinteraksi di lingkungan akademik. Sedangkan pendidikan karakter dalam lingkungan non akademik, yakni pendidikan karakter yang diperoleh lewat orang tua, keluarga, masyarakat dan lingkungan seseorang dslsm membangun rasa tanggung jawab, kemandirian, kedisiplinan, serta sikap, sifat, perilaku dan perkataan lainnya yang sesuai dengan nilai-nilai, ajaran agama dan norma budaya yang ada.

Pengertian Karakter, Akhlak, Moral, Dan Etika

Pendidikan karakter yang syarat dengan pendidikan nilai merupakan bagian integral kegiatan pendidikan pada umumnya adalah upaya sadar dan terencana membantu anak didik mengenal, menyadari, menghargai, dan menghayati nilai-nilai yang seharusnya dijadikan panduan bagi sikap dan perilaku sebagai manusia dalam hidup perorangandan bermasyarakat. Pendidikan nilai akan membuat anak didik tumbuh menjadi pribadi yang tahu sopan-santun, memiliki cita rasa seni, sastra, dan keindahan pada umumnya, mampu menghargai diri sendiri dan orang lain, bersikap hormat terhadap keluhuran martabat manusia, memiliki cita rasa moral dan rohani (Prasetiya, benny; Rofi, 2018)

Pendidikan karakter sangat penting diajarkan bagi setiap individu, terutama pendidikan karakter dalam Islam yang dicontohkan dan diajarkan lansung oleh Rasulullah. Pendidikan karakter yang menjadi teladan serta panutan bagi seluruh umat manusia, bahkan dianjurkan dan diharuskan di dalam ajaran Islam, karena itu sangatlah pentin mengajarkan dan menerapkannya mulai dari usia dini untuk membentuk karakter diri yang baik dan kuat.”(Yati, 2016). Menurut Zaini, pendidikan karakter bangsa sangat diperlukan karena:

a) Menurunnya solidaritas antarmasyarakat; b) Nilai-nilai Pancasila yang tidak dihayati;

c) Menyimpangnya nilai-nilai etika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara;

d) Menurunnya tanggung jawab masyarakat; e) Maraknya tindak kriminalitas;

f) Meningkatnya dampak negatif dari perkembangan IT dan era globalisasi;

g) Menurunnya fokus masyarakat.(Zaini, 2013)

Sedangkan menurut Anisah “Pendidikan karakter penting untuk dilaksanakan sebagai proses pembentukan seseorang dalam

(9)

Al-Muaddib, Volume. II Nomor 2, Oktober 2020 89 meningkatkan sikap, sifat, pola pikir, tingkat laku maupun perkataannya. Di tingkat pendidikan formal, yaitu di lingkungan akademik, sekolah merupakan salah satu tempat yang memiliki peran penting bagi seseorang dalam proses pembelajaran pendidikan karakter ini, baik dalam segi meningkatkan penguasaan informasi, teknologi, maupun tanggung jawab seseorang.”(Anisah, 2011)

Dari pendapat tersebut dapat dilihat betapa pentingnya pendidikan karakter bagi manusia, terutama bangsa Indonesia. Disamping itu, pendidikan karakter juga memiliki berbagai manfaat bagi kehidupan, diantaranya:

a) Meningkatkan pemahaman tentang karakter, akhlak, moral, serta etika;

b) Meminimalisir degradasi moral yang terjadi;

c) Menjadi acuan untuk mengurangi tindak kriminalitas;

d) Membangun sikap, sifat, perkataan, perbuatan serta pola pikir yang baik dan bijak;

e) Mengukuhkan rasa tanggung jawab; f) Melatih interaksi sosial antar sesama; Pengertian Karakter

Secara etimologi, istilah karakter berasal dari bahasa latin character yang berarti watak, tabiat, sifat-sifat kejiwaan, budi pekerti, kepribadian dan akhlak.(Pendidikan2, 2020). Karakter merupakan watak, sifat, akhlak maupun kepribadian yang membedakan seorang individu lainnya atau dapat juga dikatakan sebagai keadaan yang sebenarnya dari dalam diri seorang individu, yang membedakan antara dirinya dengan individu lain.(S. Setiawan, 2020). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia atau KBBI disebutkan bahwa karakter adalah sifat kejiwaan atau akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain.(KBBI, 2019).

Menurut Mukhid “Karakter adalah sesuatu yang secara alami ada dalam diri seseorang untuk dapat melakukan perbuatan baik, seperti jujur, suka menolong dan berkelakuan baik.”(Mukhid, 2016). Anisa berpendapat “Karakter adalah semua yang bersangkutan dengan nilai-nilai perilaku manusia dalam kegiatan sehari-harinya, baik dalam hubungan dengan Tuhan, dengan diri sendiri, dengan sesama manusia, maupun dengan lingkungannya. Hal ini dapat berwujud pola pikir, sikap, perasaan, perkataan, dan

(10)

90 Al-Muaddib, Volume. II Nomor 2, Oktober 2020

perbuatan yang sesuai dengan nilai-nilai, ajaran agama, tata krama, maupun norma budaya yang berlaku.”(Anisah, 2011). Menurut Wardoyo “Karakter adalah perilaku baik, jujur, kasih sayang, berlaku adil, menjaga pandangan, menjaga kemaluan dan semacamnya yang terdapat dari seorang individu.”(Wardoyo, 2015). Sedangkan menurut Setiawan “Pengertian dari karakter sama dengan pengertian dari akhlak yang merupakan sifat dasar dari manusia dalam mengahadapi segala hal yang terjadi dalam kehidupannya sehingga menimbulkan reaksi-reaksi yang dapat mempengaruhi karakter.”(A. Setiawan, 2014). Menurut Idris “Dalam perspektif Islam, karakter atau akhlak mulia adalah hasil dari proses penerapan syari’at yang didasari oleh aqidah yang kuat dan bersandar pada Al-Qur’an dan As-Sunnah (Hadits).”(Idris, 2018)

Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan karakter tidak jauh berbeda dari akhlak, yaitu sesuatu yang ada dalam diri seseorang yang membuat seseorang tersebut dapat melakukan tindakan reaksi terhadap segala hal yang dijumpainya serta dapat mengendalikan reaksi-reaksi tersebut, baik itu berperilaku kebajikan, seperti memiliki kasih sayang, jujur, berlaku adil, bertanggung jawab, disiplin, dan hal-hal baik semacamnya. Karakter sendiri dapat terbentuk oleh faktor pembiasaan diri dalam melakukan hal-hal tertentu, baik dalam bentuk pikiran, perkataan, maupun perbuatan. Sedangkan dalam perspektif Islam, karakter atau biasa dikenal sebagai akhlak merupakan hasil dari proses penerapan hukum syari’at, baik dalam ibadah maupun mu’amalah yang memiliki dasar aqidah yang kuat dan berdasarkan pada ketetapan dalam Al-Qur’an dan Hadits.

Pengertian Akhlak

Yusron berpendapat “Akhlak merupakan landasan nilai dan norma bagi manusia dalam menyesuaikan seluruh sikap, tingkah laku maupun cara berpikirnya. Ajaran Islam adalah bentuk dari nilai tersebut yang berpedoman pada Al-Qur’an dan cara berpikirnya menggunakan ijtihad.”(Yusron, 2019). Menurut Kurniawan “Akhlak berasal dari bahasa Arab Al-Khulk yang berarti tabiat, perangai, tingkah laku, kebiasaan, kelakuan. Menurut istilah, akhlak adalah sifat yang ada dalam diri seorang manusia yang dapat melakukan suatu hal dengan bahagia tanpa adanya suatu pemikiran dan paksaan.”(Kurniawan, 2019). Dalam Kamus

(11)

Al-Muaddib, Volume. II Nomor 2, Oktober 2020 91 Besar Bahasa Indonesia, akhlak memiliki arti budi pekerti, kelakuan atau tingkah laku.(KBBI, 2019)

Menurut Zaini “Secara terminologi, para ulama akhak mengemukakan beberapa pendapat mengenai pengertian akhlak, diantaranya: pertama, akhak merupakan suatu ilmu pengetahuan tentang acuan nilai, maupun baik dan buruknya hal-hal yang dilakukan oleh manusia. Kedua, akhlak adalah ilmu pengetahuan yang memberikan pengertian, mengajarkan pergaulan, serta memberi arahan tentang tujuan dari hal-hal yang dilakukan manusia dalam kehidupannya.”(Zaini, 2013). Begitu juga pendapat dari Anisa “Kata akhlak yang berasal dari bahasa Arab banyak ditemukan dalam hadits Nabi Muhammad SAW, seperti di salah satu haditsnya yang artinya “Sesungguhnya aku diutus hanya untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.” (HR. Ahmad). Pengertian akhlak sama dengan pengertian karakter, yaitu nilai atau norma perilaku manusia dalam segala jenis hubungan dan aktivitasnya, baik hubungan antara sesama manusia, hubungan dengan diri sendiri, hubungan dengan lingkungan, maupun hubungan dengan Tuhan yang terwujud dalam sikap, perasaan, perkataan, perbuatan, dan pikiran mereka yang sesuai dengan nilai-nilai, tata krama, ajaran agama, dan norma budaya yang berlaku.”(Anisah, 2011)

Kesimpulan dari beberapa pendapat tersebut, akhlak adalah sesuatu yang telah ada dalam diri seorang manusia, yang dapat dibentuk sesuai dengan proses pembentukan dari masing-masing individu. Hal tersebut merupakan sistem nilai atau norma yang harus dikembangkan dengan baik sehingga dapat membentuk sifat, sikap, perilaku, perkataan, dan pola pikir yang baik pula, tidak menyimpang dari nilai-nilai, ajaran agama, serta norma budaya yang berlaku. Akhlak sendiri dapat dibentuk dan dikembangkan dengan ilmu pengetahuan yang sesuai pula, sehingga tidak membentuk akhlak yang buruk dan tercela.

Konsep Pendidikan Karakter Dalam Perspektif Al-Qur’an Dalam kehidupan kita, pendidikan sangatlah penting demi keberlangsungan kehidupan yang baik. Sebagai manusia, kita termasuk makhluk yang lebih mulia dari pada makhluk ciptaan Allah yang lain. Manusia memiliki potensi dapat dididik dan dapat mendidik. Selain memiliki hawa nafsu, manusia juga memiliki akal pikiran dan perasaan yang dapat diisi dengan berbagai macam kecakapan dan keterampilan, merupakan fitrah yang telah Allah

(12)

92 Al-Muaddib, Volume. II Nomor 2, Oktober 2020

berikan. Sebagai makhluk Allah yang memiliki fitrah serta berbagai potensi, manusia wajib mengerjakan segala hal yang telah Allah perintahkan dan menjauhi segala hal yang telah Allah larang dalam kehidupannya.

Seperti pendapat Fathurrochman & Apriani, “Alam semesta dan seluruh isinya tidak terjadi dan terbentuk dengan sendirinya, melainkan diciptakan oleh Allah. Disini manusia memiliki kedudukan makhluk yang lebih mulia dibandingkan dengan makhluk ciptaan Allah yang lainnya.Manusia mulia karena Allah mengkaruniakan mereka dengan akal pikiran disamping juga memiliki nafsu.Karena inilah, manusia sebagai makhluk yang berakal pikiran, berperasaan, serta bernafsu, mereka adalah makhluk yang dapat mengambil keputusan dalam melakukan hal-hal yang telah Allah siapkan dalam kehidupannya.Manusia adalah makhluk pedagogik, yaitu makhluk Allah yang terlahir dengan potensi dapat dididik dan dapat mendidik.Dengan potensi tersebut, manusia mampu menjadi khalifah di bumi, dapat dipimpin dan juga dapat menjadi pemimpin, mampu menjadi pendukung, serta pengembang budaya.Manusia memperoleh fitrah dari Allah, yaitu sebuah wadah yang dapat diisi dengan berbagai macam kecakapan dan ketrampilan yang dapat dikembangkan dengan potensi yang mereka miliki.Oleh karena itu, manusia wajib mematuhi segala sesuatu yang telah diperintahkan dan dilarang oleh Allah dalam kehidupan mereka. Dalam hal memenuhi kewajiban, manusia membutuhkan pendidikan dalam menjalankan hal-hal tersebut.”(Fathurrochman & Apriani, 2017)

Dalam Islam, pendidikan atau biasa dikenal sebagai at-tarbiyah adalah sebuah upaya dalam melakukan proses perkembangan potensi serta kemampuan yang dimiliki oleh manusia untuk menjadi sebuah subyek yang melakukan segala sesuatu berdasarkan dengan agama dan budaya setempat. Manusia yang dapat mengkombinasikan keduanya, yaitu agama dan budaya adalah manusia yang memiliki potensi serta kemampuan yang dapat menjadi pemimpin, contohnya seperti para wali songo.Namun dalam pengkombinasian keduanya, hal-hal yang dihasilkan tetap tidak melanggar dari ketentuan yang telah ditetapkan dalam A-Qur’an maupun As-Sunnah. Pengkombinasian antara budaya dengan agama merupakan salah satu cara seorang pemimpin untuk dapat menggiring orang-orang yang mereka pimpin menuju ke jalan yang benar dan sesuai.

(13)

Al-Muaddib, Volume. II Nomor 2, Oktober 2020 93 Pendidikan dalam Islam bertujuan untuk membentuk manusia yang memiliki karakter, moral, akhlak dan etika yang kuat sehingga tidak mudah dihasut serta diruntuhkan oleh hal-hal asing apapun yang tidak sesuai dengan ajarannya. Oleh karena itu pentingnya pendidikan karakter sangat berpengaruh dalam pembangunan diri seseorang. Pendidikan karakter sendiri sebenarnya telah diajarkan sejak lama dalam Islam. Pendidikan ini basa dikenal sebagai akhlak, selain diajarkan, Nabi Muhammad SAW juga mencontohkan bagaimana akhlak yang baik sesuai dengan apa yang Allah tetapkan.

1) Dalam Al-Qur’an surat Al-Hujurat (49) ayat 11-13, yang artinya:

 Ayat ke 11: “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diperolok-olokan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok) dan jangan pula perempuan-perempuan (mengolok-olokkan) perempuan lain (karena) boleh jadi perempuan (yang diperolokkan) lebih baik dari perempuan (yang mengolok-olok). Janganlah kamu saling mencela satu sama lain dan janganlah saling memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk (fasik) setelah beriman. Dan barang siapa tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.”(Al-Qur’an Perkata dan Tafsir, 2017

a) Tafsir Kemenag RI

Dalam ayat ini, Allah mengingatkan kaum Mukminin supaya jangan ada suatu kaum mengolok-olokkan kaum yang lain karena boleh jadi, mereka yang diolok-olokkan itu pada sisi Allah jauh lebih mulia dan terhormat dari mereka yang mengolok-olokkan. Demikian pula di kalangan wanita, jangan ada segolongan wanita yang mengolok-olokkan wanita yang lain karena boleh jadi, mereka yang diolok-olokkan itu pada sisi Allah lebih baik dan lebih terhormat dari wanita-wanita yang mengolok-olokkan. Allah melarang kaum mukminin mencela kaum mereka sendiri karena kaum Mukminin semuanya harus dipandang satu tubuh yang diikat dengan kesatuan dan persatuan. Allah melarang pula memanggil dengan panggilan yang buruk seperti panggilan kepada

(14)

94 Al-Muaddib, Volume. II Nomor 2, Oktober 2020

seseorang yang sudah beriman dengan kata-kata: hai fasik, hai kafir, dan sebagainya.(Al-Qur’an Perkata dan Tafsir, 2017)

Tersebut dalam sebuah hadis riwayat Bukhari dan Muslim dari an-Nu'man bin Basyir: “Perumpamaan orang-orang mukmin dalam kasih-mengasihi dan sayang-menyayangi antara mereka seperti tubuh yang satu; bila salah satu anggota badannya sakit demam, maka badan yang lain merasa demam dan terganggu pula.” (Riwayat Muslim dan Ahmad dari an-Nu'man bin Basyir)(Al-Qur’an Perkata dan Tafsir, 2017)

“Sesungguhnya Allah tidak memandang kepada rupamu dan harta kekayaanmu, akan tetapi Ia memandang kepada hatimu dan perbuatanmu.” (Riwayat Muslim dari Abu Hurairah)(Al-Qur’an Perkata dan Tafsir, 2017)

Hadis ini mengandung isyarat bahwa seorang hamba Allah jangan memastikan kebaikan atau keburukan seseorang semata-mata karena melihat kepada amal perbuatannya saja, sebab ada kemungkinan seseorang tampak mengerjakan amal kebajikan, padahal Allah melihat di dalam hatinya ada sifat yang tercela. Sebaliknya pula mungkin ada orang yang kelihatan melakukan suatu yang tampak buruk, akan tetapi Allah melihat dalam hatinya ada rasa penyesalan yang besar yang mendorongnya bertobat dari dosanya. Maka amal perbuatan yang tampak di luar itu, hanya merupakan tanda-tanda saja yang menimbulkan sangkaan yang kuat, tetapi belum sampai ke tingkat meyakinkan. Allah melarang kaum Mukminin memanggil orang dengan panggilan-panggilan yang buruk setelah mereka beriman.(Al-Qur’an Perkata dan Tafsir, 2017)

Ibnu Jarir meriwayatkan bahwa Ibnu 'Abbas dalam menafsirkan ayat ini, menerangkan bahwa ada seorang laki-laki yang pernah di masa mudanya mengerjakan suatu perbuatan yang buruk, lalu ia bertobat dari dosanya, maka Allah melarang siapa saja yang menyebut-nyebut lagi keburukannya di masa yang lalu, karena hal itu dapat membangkitkan perasaan yang tidak baik. Itu sebabnya Allah melarang memanggil dengan panggilan dan gelar yang buruk. Adapun panggilan yang mengandung penghormatan tidak dilarang, seperti sebutan kepada Abu Bakar dengan as-shiddiq, kepada 'Umar dengan al-Faruq, kepada 'Utsman dengan sebutan dzu an-Nurain, kepada 'Ali dengan Abu Turab, dan kepada

(15)

Al-Muaddib, Volume. II Nomor 2, Oktober 2020 95 Khalid bin al-Walid dengan sebutan Saifullah (pedang Allah). Panggilan yang buruk dilarang untuk diucapkan setelah orangnya beriman karena gelar-gelar untuk itu mengingatkan kepada kedurhakaan yang sudah lewat, dan sudah tidak pantas lagi dilontarkan. Barang siapa tidak bertobat, bahkan terus pula memanggil-manggil dengan gelar-gelar yang buruk itu, maka mereka dicap oleh Allah sebagai orang-orang yang zalim terhadap diri sendiri dan pasti akan menerima konsekuensinya berupa azab dari Allah pada hari Kiamat.(Al-Qur’an Perkata dan Tafsir, 2017) b) Tafsir Al Muyassar

Wahai orang-orang yang membenarkan Allah dan rasul-Nya serta orang-orang yang mengamalkan syariat-Nya, janganlah satu kaum beriman memperolok-olokan kaum beriman lainnya. Boleh jadi yang diolok-olok lebih baik keadaannya dari pada orang yang olok. Janganlah pula perempuan beriman mengolok-olok perempuan beriman lainnya. Boleh jadi yang dimengolok-olok-mengolok-olok lebih baik keadaannya dari pada orang yang mengolok-olok. Janganlah sebagian kalian mencela sebagian lainnya. Janganlah saling memanggil dengan panggilan yang tidak disukainya. Sejelek-jeleknya sifat dan nama yang fasik adalah hinaan, cemoohan, menggelari nama jelek, setelah kalian masuk Islam dan memahaminya. Barang siapa yang ridak bertobat dari sikap ini, mereka itulah orang-orang yang berlaku zalim terhadap dirinya sendiri dengan melakukan hal yang dilarang.(Al-Qur’an Perkata dan Tafsir, 2017)

c) Tafsir Jalalayn

(Hai orang-orang yang beriman, janganlah berolok-olokan) dan seterusnya, ayat ini diturunkan berkenaan dengan delegasi dari Bani Tamim sewaktu mereka mengejek orang-orang muslim yang miskin, seperti Ammar bin Yasir dan Shuhaib Ar-Rumi. As-Sukhriyah artinya merendahkan dan menghina (suatu kaum) yakni sebagian di antara kalian (kepada kaum yang lain karena boleh jadi mereka yang diolok-olokkan lebih baik dari mereka yang mengolok-olokkan) di sisi Allah (dan jangan pula wanita-wanita) di antara kalian mengolok-olokkan (wanita-wanita lain karena boleh jadi wanita-wanita yang diperolok-olokkan lebih baik dari wanita-wanita yang mengolok-olokkan dan janganlah kalian mencela diri kalian sendiri) artinya, janganlah kalian mencela,

(16)

96 Al-Muaddib, Volume. II Nomor 2, Oktober 2020

maka karenanya kalian akan dicela, makna yang dimaksud ialah, janganlah sebagian dari kalian mencela sebagian yang lain (dan janganlah kalian panggil-memanggil dengan gelar-gelar yang buruk) yaitu janganlah sebagian di antara kalian memanggil sebagian yang lain dengan nama julukan yang tidak disukainya, antara lain seperti, hai orang fasik, atau hai orang kafir. (Seburuk-buruk nama) panggilan yang telah disebutkan di atas, yaitu memperolok-olokkan orang lain mencela dan memanggil dengan nama julukan yang buruk (ialah nama yang buruk sesudah iman) lafal Al-Fusuuq merupakan Badal dari lafal Al-Ismu, karena nama panggilan yang dimaksud memberikan pengertian fasik dan juga karena nama panggilan itu biasanya diulang-ulang (dan barang siapa yang tidak bertobat) dari perbuatan tersebut (maka mereka itulah orang-orang yang lalim.)(Al-Qur’an Perkata dan Tafsir, 2017)  Ayat ke 12, yang artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah ada diantara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat, Maha Penyayang.”(Al-Qur’an Perkata dan Tafsir, 2017)

a) Tafsir Kemenag RI

Ayat tersebut di atas menyebutkan bahwa Allah memberi peringatan kepada orang-orang beriman supaya mereka menjauhkan diri dari prasangka buruk terhadap orang-orang beriman. Jika mereka mendengar sebuah ucapan yang keluar dari mulut saudaranya yang mukmin, maka ucapan itu harus mendapat tanggapan yang baik, dengan ungkapan yang lebih baik, sehingga tidak menimbulkan salah faham, apalagi menyalahgunakan sehingga menimbulkan fitnah dan prasangka.(Al-Qur’an Perkata dan Tafsir, 2017)

Umar radhiallahu anhu berkata: "Jangan sekali-kali kamu menerima ucapan yang keluar dari mulut saudaramu, melainkan dengan maksud dan pengertian yang baik, sedangkan kamu sendiri menemukan arah pengertian yang baik itu."

(17)

Al-Muaddib, Volume. II Nomor 2, Oktober 2020 97

Diriwayatkan dari Rasulullah ﷺ “sesungguhnya Allah mengharamkan diri orang mukmin darah dan kehormatanya sehingga dilarang berburuk sangka di antara mereka. Adapun orang yang secara terang-terangan berbuat maksiat, atau sering dijumpai berada di tempat orang yang biasa minum-minaman keras hingga mabuk, maka buruk sangka terhadap mereka itu tidak di larang. Kemudian Allah menerangkan bahwa orang-orang mukmin wajib menjauhkan diri dari prasangka, karena prasangka itu mengandung dosa. Berburuk sangka terhadap orang mukmin termasuk dosa besar karena Allah telah melarangnya. Selanjutnya Allah melarang orang mukmin mencari-cari kesalahan, kejelekan, dan dosa orang lain. Allah melarang pula bergunjing atau mengumpat orang lain. Yang dinamakan ghibah atau bergunjing itu adalah menyebut-nyebut suatu kejelekan orang lain yang tidak disukainya sedangkan ia tidak berada di tempat itu, baik dengan ucapan ataupun isyarat karena demikian itu menyakiti orang yang diumpat. Umpatan yang menyakitkan itu ada yang terkait dengan cacat tubuh, budi pekerti, anak istri, saudaranya, atau apapun yang berhubungan dengan dirinya.”(Al-Qur’an Perkata dan Tafsir, 2017)

Hasan, cucu Nabi ﷺ, berkata bahwa bergunjing itu ada tiga macam. Ketiganyalah yang disebutkan dalam Al-Qur'an, yaitu ghibah, ifk, dan buhtan. Ghibah atau bergunjing adalah menyebut-nyebut keburukan kepada orang lain. Adahpun ifki adalah menyebut-nyebut seseorang mengenai berita-berita yang sampai kepada orang lain, dan buhtan atau tuduhan palsu adalah bahwa menyebutkan kejelekan seseorang yang tidak ada padanya. Allah menyuruh kaum mukmin supaya tetap bertakwa kepada-Nya karena sesungguhnya Allah Maha Pengampun terhadap orang yang mau bertaubat dan mengakui kesalahanya. Sesungguhnya Allah Maha Penyayang, tidak akan mengazab seseorang setelah ia bertaubat.(Al-Qur’an Perkata dan Tafsir, 2017)

b) Tafsir Al Muyassar

Wahai orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan mengerjakan ajaran-ajaran-Nya, jauhilah oleh kalian kebanyakan prasangka buruk terhadap orang mukmin karena sebagian dari prasangka itu adalah dosa. Janganlah kalian mencari aib kesalahan orang muslim. Janganlah sebagian di antara kalian

(18)

98 Al-Muaddib, Volume. II Nomor 2, Oktober 2020

menggunjingkan dengan sembunyi-sembunyi sesuatu yang tidak disukainya. Apakah ada salah seorang di antara kalian yang suka memakan daging bangkai saudaranya? Pasti kalian merasa jijik (tidak mau) akan hal itu, maka bencilah kalian terhadap perbuatan ghibah (menggunjing orang lain). Dan takutlah kalian kepada Allah atas perintah dan larangan-Nya. Sesunguhnya Allah Maha Perima Tobat dari hamba-Nya yang beriman, Maha Penyayang kepada mereka.(Al-Qur’an Perkata dan Tafsir, 2017)

c) Tafsir Jalalayn

(Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa) artinya, menjerumuskan kepada dosa, jenis prasangka itu cukup banyak, antara lain ialah berburuk sangka kepada orang mukmin yang selalu berbuat baik. Orang-orang mukmin yang selalu berbuat baik itu cukup banyak, berbeda keadaannya dengan orang-orang fasik dari kalangan kaum muslimin, maka tiada dosa bila kita berburuk sangka terhadapnya menyangkut masalah keburukan yang tampak dari mereka (dan janganlah kalian mencari-cari kesalahan orang lain) lafal Tajassasuu pada asalnya adalah Tatajassasuu, lalu salah satu dari kedua huruf Ta dibuang sehingga jadilah Tajassasuu, artinya janganlah kalian mencari-cari aurat dan keaiban mereka dengan cara menyelidikinya (dan janganlah sebagian kalian menggunjing sebagian yang lain) artinya, janganlah kamu mempergunjingkan dia dengan sesuatu yang tidak diakuinya, sekalipun hal itu benar ada padanya. (Sukakah salah seorang di antara kalian memakan daging saudaranya yang sudah mati?) lafal Maytan dapat pula dibaca Mayyitan, maksudnya tentu saja hal ini tidak layak kalian lakukan. (Maka tentulah kalian merasa jijik kepadanya) maksudnya, mempergunjingkan orang semasa hidupnya sama saja artinya dengan memakan dagingnya sesudah ia mati. Kalian jelas tidak akan menyukainya, oleh karena itu janganlah kalian melakukan hal ini. (Dan bertakwalah kepada Allah) yakni takutlah akan azab-Nya bila kalian hendak mempergunjingkan orang lain, maka dari itu bertobatlah kalian dari perbuatan ini (sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat) yakni selalu menerima tobat orang-orang yang bertobat (lagi Maha Penyayang) kepada mereka yang bertobat.(Al-Qur’an Perkata dan Tafsir, 2017)

(19)

Al-Muaddib, Volume. II Nomor 2, Oktober 2020 99  Ayat ke 13, yang artinya: “Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahateliti.”(Al-Qur’an Perkata dan Tafsir, 2017)

a) Tafsir Kemenag RI

Dalam ayat ini, dijelaskan bahwa Allah menciptakan manusia dari seorang laki-laki (Adam) dan seorang perempuan (Hawa) dan menjadikannya berbangsa-bangsa, bersuku-suku, dan berbeda-beda warna kulit bukan untuk saling mencemoohkan, tetapi supaya saling mengenal dan menolong. Allah tidak menyukai orang-orang yang memperlihatkan kesombongan dengan keturunan, kepangkatan, atau kekayaannya karena yang paling mulia di antara manusia pada sisi Allah hanyalah orang yang paling bertakwa kepada-Nya. Kebiasaan manusia memandang kemuliaan itu selalu ada sangkut-pautnya dengan kebangsaan dan kekayaan. Padahal menurut pandangan Allah, orang yang paling mulia itu adalah orang yang paling takwa kepada-Nya.(Al-Qur’an Perkata dan Tafsir, 2017)

Diriwayatkan oleh Ibnu hibban dan at-Tirmidzi dari Ibnu 'Umar bahwa ia berkata: Rasulullah ﷺ melakukan tawaf di atas untanya yang telinganya tidak sempurna (terputus sebagian) pada hari Fath Makkah (Pembebasan Mekah). Lalu beliau menyentuh tiang Ka'bah dengan tongkat yang bengkok ujungnya. Beliau tidak mendapatkan tempat untuk menderumkan untanya di masjid sehingga unta itu dibawa keluar menuju lembah lalu menderumkannya di sana. Kemudian Rasulullah memuji Allah dan mengagungkan-Nya, kemudian berkata, "Wahai manusia, sesungguhnya Allah telah menghilangkan pada kalian keburukan perilaku Jahiliah. Wahai manusia, sesungguhnya manusia itu ada dua macam: orang yang berbuat kebajikan, bertakwa, dan mulia di sisi Tuhannya. Dan orang yang durhaka, celaka, dan hina di sisi Tuhannya.” Kemudian Rasulullah membaca ayat: ya ayyuhan-nas inna khalaqnakum min dhakarin wa untsa Beliau membaca sampai akhir ayat, lalu berkata, "Inilah yang aku katakan, dan aku memohon ampun kepada Allah untukku dan untuk kalian.” (Riwayat

(20)

100 Al-Muaddib, Volume. II Nomor 2, Oktober 2020

Ibnu hibban dan at-Tirmidzi dari Ibnu 'Umar).(Al-Qur’an Perkata dan Tafsir, 2017)

Sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat lagi Maha Mengetahui tentang apa yang tersembunyi dalam jiwa dan pikiran manusia. Pada akhir ayat, Allah menyatakan bahwa Dia Maha Mengetahui tentang segala yang tersembunyi di dalam hati manusia dan mengetahui segala perbuatan mereka.(Al-Qur’an Perkata dan Tafsir, 2017)

b) Tafsir Al Muyassar

Wahai manusia, sesungguhnya kami telah menciptakan kalian dari satu ayah yaitu Adam dan satu ibu yaitu Hawa. Maka janganlah kalian merasa punya keturunan lebih unggul dari yang lain. Dan kami jadikan kalian dengan keturunan itu bersuku-suku dan berbangsa-bangsa dengan jumlah yang banyak, supaya sebagian kalian terhadap sebagian lagi, bisa saling berkenalan. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui terhadap orang yang bertakwa.(Al-Qur’an Perkata dan Tafsir, 2017)

c) Tafsir Jalalayn

(Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kalian dari seorang laki-laki dan seorang perempuan) yakni dari Adam dan Hawa (dan Kami menjadikan kalian berbangsa-bangsa) lafal Syu'uuban adalah bentuk jamak dari lafal Sya'bun, yang artinya tingkatan nasab keturunan yang paling tinggi (dan bersuku-suku) kedudukan suku berada di bawah bangsa, setelah suku atau kabilah disebut Imarah, lalu Bathn, sesudah Bathn adalah Fakhdz dan yang paling bawah adalah Fashilah. Contohnya ialah Khuzaimah adalah nama suatu bangsa, Kinanah adalah nama suatu kabilah atau suku, Quraisy adalah nama suatu Imarah, Qushay adalah nama suatu Bathn, Hasyim adalah nama suatu Fakhdz, dan Al-Abbas adalah nama suatu Fashilah (supaya kalian saling kenal-mengenal) lafal Ta'aarafuu asalnya adalah Tata'aarafuu, kemudian salah satu dari kedua huruf Ta dibuang sehingga jadilah Ta'aarafuu, maksudnya supaya sebagian dari kalian saling mengenal sebagian yang lain bukan untuk saling membanggakan ketinggian nasab atau keturunan, karena sesungguhnya kebanggaan itu hanya dinilai dari

(21)

Al-Muaddib, Volume. II Nomor 2, Oktober 2020 101 segi ketakwaan. (Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui) tentang kalian (lagi Maha Mengenal) apa yang tersimpan di dalam batin kalian.(Al-Qur’an Perkata dan Tafsir, 2017)

Azamiya berpendapat “Dalam tafsir durah Al-Hujurat ayat 11-13 terdapat kontektualisasi pendidikan karakter tentang pentingnya kehidupan sosial yang damai, rukun, tentram, dan sejahtera sehingga menciptakan muslim yang berintelektual, bertanggung jawab, berkasih sayang, kuat, dan berakhlakul karimah.”(Azamiyah, 2017)

Dalam surat al-Hujurat (49) ayat 11-13 menjelaskan tentang larangan mencaci maki, mencari-cari kesalahan dan mengumbar aib orang lain. Hal tersebut merupakan contoh dari akhlak atau karakter yang buruk. Ayat ini mengajarkan manusia untuk menjauhi karakter-karakter buruk yang termasuk larangan-larangan Allah yang diajarkan dalam Al-Qur’an, karena manusia yang dinilai mempunyai karakter atau akhlak yang baik merupakan manusia yang mulia.

2) Dalam Al-Qur’an surat Al-Isra’ (17) ayat 23, yang artinya: “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan ‘ah’ dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.”(“Al-’Aliyy Al-Qur’an Al-Karim,” 2003). a) Tafsir Kemenag RI

Dalam ayat ini, Allah memerintahkan kepada seluruh manusia, agar mereka memperhatikan beberapa faktor yang terkait dengan keimanan. Faktor-faktor itu ialah:

Pertama, agar manusia tidak menyembah tuhan selain Allah. Termasuk pada pengertian menyembah tuhan selain Allah ialah mempercayai adanya kekuatan lain yang dapat mempengaruhi jiwa dan raga selain yang datang dari Allah. Semua benda yang ada, yang kelihatan ataupun yang tidak, adalah makhluk Allah. Oleh sebab itu, yang berhak mendapat

(22)

102 Al-Muaddib, Volume. II Nomor 2, Oktober 2020

penghormatan tertinggi hanyalah Zat yang menciptakan alam dan semua isinya. Dialah yang memberikan kehidupan dan kenikmatan kepada seluruh makhluk-Nya. Maka apabila ada manusia yang memuja benda ataupun kekuatan gaib selain Allah, berarti ia telah sesat, karena semua benda-benda itu adalah makhluk-Nya, yang tak berkuasa memberikan manfaat dan tak berdaya untuk menolak kemudaratan, sehingga tak berhak disembah.(Al-Qur’an Perkata dan Tafsir, 2017)

Kedua, agar manusia berbuat baik kepada kedua ibu bapak mereka. Penyebutan perintah ini sesudah perintah beribadah hanya kepada Allah mempunyai maksud agar manusia memahami betapa pentingnya berbuat baik terhadap ibu bapak. Juga bermaksud agar mereka mensyukuri kebaikan kedua ibu bapak, betapa beratnya penderitaan yang telah mereka rasakan, baik pada saat melahirkan maupun ketika kesulitan dalam mencari nafkah, mengasuh, dan mendidik anak-anak dengan penuh kasih sayang. Maka pantaslah apabila berbuat baik kepada kedua ibu bapak dijadikan sebagai kewajiban yang paling penting di antara kewajiban-kewajiban yang lain, dan diletakkan Allah dalam urutan kedua sesudah kewajiban manusia beribadah hanya kepada-Nya. Allah berfirman:

“Dan sembahlah Allah dan janganlah kamu

mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua.” (an-Nisa' [4]: 36)(Al-Qur’an Perkata dan Tafsir, 2017)

Sebaliknya, anak yang durhaka kepada kedua orang tuanya dinyatakan sebagai orang yang berbuat maksiat, yang dosanya diletakkan pada urutan kedua, sesudah dosa orang yang mempersekutukan Allah dengan tuhan-tuhan yang lain. Allah berfirman:

“Katakanlah (Muhammad), "Marilah aku bacakan apa yang diharamkan Tuhan kepadamu. Jangan mempersekutukan-Nya dengan apa pun, dan berbuat baik kepada ibu bapak.” (al-An'am [6]: 151)(Al-Qur’an Perkata dan Tafsir, 2017)

Allah memerintahkan kepada manusia agar berbuat baik kepada kedua orang tua karena beberapa alasan berikut:

1. Kasih sayang dan usaha kedua ibu bapak telah dicurahkan kepada anak-anaknya agar mereka menjadi anak-anak yang

(23)

Al-Muaddib, Volume. II Nomor 2, Oktober 2020 103 saleh, dan terhindar dari jalan yang sesat. Maka sepantasnyalah apabila kasih sayang yang tiada taranya itu, dan usaha yang tak mengenal susah payah itu mendapat balasan dari anak-anak mereka dengan memperlakukan mereka dengan baik dan mensyukuri jasa baik mereka. 2. Anak-anak adalah belahan jiwa dari kedua ibu bapak. 3. Sejak masih bayi hingga dewasa, pertumbuhan dan

pendidikan anak-anak menjadi tanggung jawab kedua orang tuanya, maka seharusnyalah anak-anak menghormati dan berbuat baik kepada orang tuanya.(Al-Qur’an Perkata dan Tafsir, 2017)

Secara singkat dapat dikatakan bahwa nikmat yang paling banyak diterima oleh manusia ialah nikmat Allah, sesudah itu nikmat yang diterima dari kedua ibu bapak. Mereka juga penyebab kedua adanya anak, sedangkan Allah adalah penyebab pertama (hakiki). Itulah sebabnya maka Allah meletakkan kewajiban berbuat baik kepada ibu bapak pada urutan kedua sesudah kewajiban manusia beribadah hanya kepada Allah. Sesudah itu Allah menetapkan bahwa apabila salah seorang di antara kedua ibu bapak atau kedua-duanya telah berumur lanjut, sehingga mengalami kelemahan jasmani, dan tak mungkin lagi berusaha mencari nafkah, mereka harus hidup bersama dengan anak-anaknya, agar mendapatkan nafkah dan perlindungan. Menjadi kewajiban bagi anak-anaknya untuk memperlakukan mereka dengan penuh kasih sayang dan kesabaran, serta menghormati mereka sebagai rasa syukur terhadap nikmat yang pernah diterima dari keduanya. Dalam ayat ini terdapat beberapa ketentuan dan sopan santun yang harus diperhatikan anak terhadap kedua ibu bapaknya, antara lain:

1. Seorang anak tidak boleh mengucapkan kata kotor dan kasar meskipun hanya berupa kata "ah" kepada kedua ibu bapaknya, karena sikap atau perbuatan mereka yang kurang disenangi. Keadaan seperti itu seharusnya disikapi dengan sabar, sebagaimana perlakuan kedua ibu bapaknya ketika merawat dan mendidiknya di waktu masih kecil.

2. Seorang anak tidak boleh menghardik atau membentak kedua ibu bapaknya, sebab bentakan itu akan melukai perasaan keduanya. Menghardik kedua ibu bapak ialah mengeluarkan kata-kata kasar pada saat si anak menolak atau menyalahkan pendapat mereka, sebab tidak sesuai

(24)

104 Al-Muaddib, Volume. II Nomor 2, Oktober 2020

dengan pendapatnya. Larangan menghardik dalam ayat ini adalah sebagai penguat dari larangan mengatakan "ah" yang biasanya diucapkan oleh seorang anak terhadap kedua ibu bapaknya pada saat ia tidak menyetujui pendapat mereka. 3. Hendaklah anak mengucapkan kata-kata yang mulia kepada

kedua ibu bapak. Kata-kata yang mulia ialah kata-kata yang baik dan diucapkan dengan penuh hormat, yang menggambarkan adab sopan santun dan penghargaan penuh terhadap orang lain. Oleh karena itu, jika seorang anak berbeda pendapat dengan kedua ibu bapaknya, hendaklah ia tetap menunjukkan sikap yang sopan dan penuh rasa hormat.(Al-Qur’an Perkata dan Tafsir, 2017) b) Tafsir Al Muyassar

Rabb-mu, wahai manusia, telah memerintahkan, mengharuskan dan mewajibkan agar Dia semata yang diesakan dengan peribadatan, dan dia memerintahkan agar berbuat baik kepada bapak ibu, terutama ketika sudah tua. Karena itu, janganlah kesal dan jangan menganggap berat sesuatu yang kamu lihat dari salah satunya atau keduanya. Janganlah memperdengarkan kata-kata yang jelek kepada keduanya, bahkan jangan pula mengatakan kata 'ah' (ta'fif) yang merupakan tingkatan terendah dari kata-kata yang buruk. Jangan sampai muncul darimu perbuatan buruk kepada keduanya, tetapi belaskasihlah kepada keduanya, dan katakanlah selalu kepada keduanya dengan kata-kata yang lemah lembut.(Al-Qur’an Perkata dan Tafsir, 2017)

c) Tafsir Jalalayn

(Dan telah memutuskan) telah memerintahkan (Rabbmu supaya janganlah) lafal allaa berasal dari gabungan antara an dan laa (kalian menyembah selain Dia dan) hendaklah kalian berbuat baik (pada ibu bapak kalian dengan sebaik-baiknya) yaitu dengan berbakti kepada keduanya. (Jika salah seorang di antara keduanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu) lafal ahaduhumaa adalah fa`il (atau kedua-duanya) dan menurut suatu qiraat lafal yablughanna dibaca yablughaani dengan demikian maka lafal ahaduhumaa menjadi badal daripada alif lafal yablughaani (maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan ah kepada keduanya) dapat dibaca uffin dan uffan, atau uffi dan uffa, lafal ini adalah mashdar yang artinya adalah celaka dan sial (dan janganlah kamu

(25)

Al-Muaddib, Volume. II Nomor 2, Oktober 2020 105 membentak mereka) jangan kamu menghardik keduanya (dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia) perkataan yang baik dan sopan.(Al-Qur’an Perkata dan Tafsir, 2017)

Dalam surat al-Isra’ (17) ayat 23 menjelaskan larangan menyekutukan Allah dan melakukan hal-hal buruk terhadap orang tua. Allah mengajarkan manusia untuk menghormati, memberikan kasih sayang, serta membalas budi atas segala sesuatu yang telah diberikan oleh kedua orang tuanya. Ayat ini mengajarkan manusia untuk memiliki karakter sikap yang baik, seperti memiliki kasih sayang, menghormati dan bersikap santun kepada sesama, terutama kedua orang tuanya.

3) Dalam Al-Qur’an surat Al-Ahzab (33) ayat 21, yang artinya: “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.”(“Al-’Aliyy Al-Qur’an Al-Karim,” 2003)

a) Tafsir Kemenag RI

Pada ayat ini, Allah memperingatkan orang-orang munafik bahwa sebenarnya mereka dapat memperoleh teladan yang baik dari Nabi ﷺ. Rasulullah ﷺ adalah seorang yang kuat imannya, berani, sabar, dan tabah menghadapi segala macam cobaan, percaya sepenuhnya kepada segala ketentuan Allah, dan mempunyai akhlak yang mulia. Jika mereka bercita-cita ingin menjadi manusia yang baik, berbahagia hidup di dunia dan di akhirat, tentulah mereka akan mencontoh dan mengikutinya. Akan tetapi, perbuatan dan tingkah laku mereka menunjukkan bahwa mereka tidak mengharapkan keridaan Allah dan segala macam bentuk kebahagiaan hakiki itu.(Al-Qur’an Perkata dan Tafsir, 2017)

b) Tafsir Al Muyassar

Sungguh telah ada pada diri Rasul, pada sabdanya, perbuatannya dan keadaannya suri tauladan yang baik bagi kalian wahai orang-orang mukmin, kalian mencontohnya, maka peganglah sunnahnya. Karena sunnahnya dipegang dan dijalani oleh orang-orang yang berharap Alah dan kehidupan akhirat, memperbanyak mengingat Allah dan beristigfar kepada-Nya, serta mensyukurinya dalam setiap keadaan.(Al-Qur’an Perkata dan Tafsir, 2017)

(26)

106 Al-Muaddib, Volume. II Nomor 2, Oktober 2020

c) Tafsir Jalalayn

(Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri teladan bagi kalian) dapat dibaca iswatun dan uswatun (yang baik) untuk diikuti dalam hal berperang dan keteguhan serta kesabarannya, yang masing-masing diterapkan pada tempat-tempatnya (bagi orang) lafal ayat ini berkedudukan menjadi badal dari lafal lakum (yang mengharap rahmat Allah) yakni takut kepada-Nya (dan hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah) berbeda halnya dengan orang-orang yang selain mereka.(Al-Qur’an Perkata dan Tafsir, 2017)

Dalam surat al-Ahzab (33) ayat 21 mengajarkan manusia untuk mencontoh segala sesuatu yang ada pada diri Rasulullah SAW, baik dalam sikap, sifat, tingkah laku maupun cara berpikir beliau yang telah Allah jaga dan jamin. Ayat ini menjelaskan tentang karakter-karakter yang baik dan patut dicontoh oleh manusia di dunia ini melalui segala hal yang telah ada dan telah dilakukan oleh Rasulullah SAW, seperti sifat jujur, selalu berkata benar, menjaga kepercayaan, cerdas dalam memilih dan melakukan segala hal dalam kehidupannya. Karakter yang telah diajarkan oleh Rasulullah SAW ini juga dipaparkan dalam hadits atau sunnah.

PENUTUP

Dewasa ini telah banyak terjadi tindak kriminalitas, pergaulan menyimpang, dan penyalahgunaan wewenang akibat dari pengaruh negatif perkembangan yang ada, baik di bidang teknologi, informasi, maupun industri. Indonesia yang merupakan negara berkembang memiliki resiko yang cukup besar oleh dampak perkembangan yang terjadi. Diantara dampak buruk yang terjadi di Indonesia saat ini, seperti korupsi, kolusi, nepotisme, tindak asusila, penyebaran berita palsu atau hoax, pergaulan seks bebas di kalangan remaja, bullying, dan tindak kriminalitas lainnya yang semakin marak mengikuti arus globalisasi modern. Semakin maraknya dampak negatif tersebut membuat pemerintahan dan masyarakat menjadi risau. Banyak para pemuda-pemudi yang harusnya menjadi penerus bangsa malah terjerumus dalam dampak negatif tersebut.

Berbagai tindak kriminalitas yang terjadi juga disebabkan oleh kurangnya pengetahuan dalam penanganan dan pemfilteran

(27)

Al-Muaddib, Volume. II Nomor 2, Oktober 2020 107 perkembangan yang ada. Hal ini menyebabkan bobroknya karakter, moral atau akhlak seseorang yang dapat mempengaruhi sekitarnya. Dalam menyikapi keadaan ini, pendidikan tentang karakter merupakan salah satu solusi untuk mengikis dampak negatif yang terjadi di Indonesia. Untuk menangani dampak negatif yang terjadi, sebagai rakyat Indonesia, kita harus meminimalisir dampak yang terjadi dengan melakukan beberapa hal, diantaranya adalah:

1. Memperbanyak ilmu pengetahuan, tidak hanya dari satu sumber saja.

2. Meningkatkan pemahaman tentang karakter, akhlak, moral, serta etika;

3. Memfilter segala sesuatu yang akan diterima.

4. Menerapkan nilai, norma, serta ajaran agama yang berlaku; 5. Membangun sikap, sifat, perkataan, perbuatan serta pola

pikir yang baik dan bijak;

6. Mengukuhkan rasa tanggung jawab; 7. Melatih interaksi sosial antar sesama;

Nurdin mengemukakan “Salah satu solusi yang diambil pemerintah Indonesia saat ini adalah dengan menggulirkan pendidikan karakter. Sejak pertama kali dicanangkan oleh Menteri Pendidikan Nasional pada peringatan hari pendidikan Nasional pada 2010 lalu, pendidikan karakter diharapkan mampu menyeimbangkan antara pemenuhan kebutuhan kognitif dengan kebutuhan lain sebagaimana diamanatkan UU Sisdiknas tahun 2003.(Nurdin, 2015)

Dalam Islam pendidikan karakter biasa disebut dengan pendidikan akhlak. Pendidikan karakter atau akhlak sebenarnya telah diajarkan sejak masa Rasulullah SAW, baik dalam sikap, sifat, maupun pola berpikirnya. Segala sesuatu yang telah diajarkan dalam Islam tercermin dalam diri Rasulullah SAW serta tertulis dalam ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits-hadits masyhur. Allah mengajarkan berbagai macam pendidikan karakter dalam Al-Qur’an, seperti memiliki rasa kasih sayang, menghormati, sopan santun, jujur, cerdas, menjaga kepercayaan, selalu berkata benar. Selain itu, Allah juga memberikan contoh karakter yang buruk, seperti mencaci maki, berprasangka buruk, mengumbar aib orang lain, dan hal buruk lainnya yang dilarang untuk dilakukan oleh manusia.

(28)

108 Al-Muaddib, Volume. II Nomor 2, Oktober 2020

DAFTAR RUJUKAN

Ainiyah, N. (2013). Pembentukan Karakter Melalui Pendidikan Agama Islam. Al-Ulum: Jurnal Studi Islam, 13(1), 25–38.

Al-’Aliyy Al-Qur’an Al-Karim. (2003). In CV Penerbit Diponegoro (3rd ed.). Bandung.

Al-Qur’an Perkata dan Tafsir. (2017). Kalimantan Timur: Muslim Media.

Anisah, A. S. (2011). Pola Asuh Orang Tua Dan Implikasinya Terhadap Pembentukan Karakter Anak. Jurnal Pendidikan Universitas Garut, 05(01), 70–84.

Azamiyah. (2017). KONSEP PENDIDIKAN KARAKTER DALAM AL-QUR’AN SURAH AL- HUJURAT; 11-13. Tadarus: Jurnal Pendiidkan Islam, 6(1).

Fajar, I. (2013). Pendidikan Karakter Dalam Al-Qur’an. Ar-Risalah,

XVII(2), 144–158.

https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004

Fathurrochman, I., & Apriani, E. (2017). Pendidikan Karakter Prespektif Pendidikan Islam Dalam Upaya Deradikalisasi Paham Radikal. POTENSIA: Jurnal Kependidikan Islam, 3(1), 122–142.

Idris, M. (2018). Pendidikan Karakter: Perspektif Islam Dan Thomas Lickona. Ta’dibi: Jurnal Manajemen Pendidikan Islam, VII(1), 77–102.

KBBI. (2019). Pengertian Pendidikan, Karakter, Akhlak, Moral, Dan Etika.

Kosim, M. (2011). Urgensi Pendidikan Karakter. KARSA: Journal of

Social and Islamic Culture, IXI(1), 85–92.

https://doi.org/http://dx.doi.org/10.19105/karsa.v19i1.78

Kurniawan, A. (2019). Moral adalah-16 Pengertian Moral Menurut Para Ahli, Fungsi, Tujuan & Tahap.

Manullang, B. (2013). Grand Desain Pendidikan Karakter Generasi Emas 2045. Jurnal Pendidikan Karakter, III(1), 1–14. https://doi.org/10.21831/jpk.v0i1.1283

Mukhid, A. (2016). Konsep Pendidikan Karakter Dalam Al-Qur’an. Nuansa, 13(2), 309–328.

Nurdin, I. F. (2015). Perbandingan Konsep Adab Menurut Ibn Hajar Al-’Asqalany dengan Konsep Pendidikan Karakter di Indonesia. Jurnal Pendidikan Islam, IV(1), 159–187. https://doi.org/10.14421/jpi.2015.41.159-187

(29)

Al-Muaddib, Volume. II Nomor 2, Oktober 2020 109 Permana, A. (2019). Konsep Pendidikan Akhlak Menurut Imam

Al-Ghazali Dalam Kitab Bidayatul Hidayah. 1–19.

Prasetiya, benny; Rofi, S. (2018). Pendidikan Nilai: Konsep Dan Implementasinya Dalam Dunia PendidikaN. Jurnal Imtiyaz, 2(1), 15–33.

Prasetiya;, B. A. D. S. H. (2019). Bimbingan Orang Tua, Kedisiplinan dan Kosntribusinya Terhadap Pencegahan Perilaku Menyimpang. Shautut Tarbiyah, 25(2), 221–238.

Prasetiya, B. (2018). Dialektika Pendidikan Akhlak dalam Pandangan Ibnu Miskawaih dan Al-Gazāl. INTIQAD: JURNAL AGAMA DAN PENDIDIKAN ISLAM, 10(02), 249–267.

Setiawan, A. (2014). Prinsip Pendidikan Karakter Dalam Islam. Dinamika Ilmu, 14(1), 1–12. https://doi.org/10.1101/112268

Setiawan, S. (2020). “Karakter” Pengertian & (Pendidikan-Nilai Karakter).

Wardoyo, S. M. (2015). Pendidikan Karakter: Membangun Jatidiri Bangsa Menuju Generasi Emas 2045 Yang Religius. TADRIS:

Jurnal Pendidikan Islam, 10(1), 90–103.

https://doi.org/10.19105/jpi.v10i1.640

Yati, P. (2016). Pendidikan Karakter Anak Usia Dini Melalui Metode Pembelajaran Field Trip. Lentera, XVIII(1), 123–139.

Yusron. (2019). Pengertian Akhlak.

Zaini, H. (2013). Perspektif Alqur’an Tentang Pendidikan Karakter (Pendekatan Tafsir Maudhu’I). Ta’dib, 16(1), 1–17. https://doi.org/10.31958/jt.v16i1.233

Referensi

Dokumen terkait

Pengujian keamanan secara klinis dilakukan dengan metode Uji Tempel Terbuka Berulang (UTTB) dan Uji Tempel Tertutup Tunggal (UTTT) pada lebih dari 50 relawan. Sifat iritasinya

Hasil dari penelitian ini adalah media pembelajaran yang menarik dengan cara menampilkan data berupa teks, gambar dan suara yang terdapat pada aplikasi ini

Salah satu upaya yang ditempuh oleh guru bimbingan dan konseling MAN 1 Bawu Jepara sebagai seorang pembimbing di sekolah untuk meningkatkan kedisiplinan peserta

Data Surat Berharga dalam pos penyaluran dana Data surat berharga yang ditampilkan merupakan surat berharga yang diterbitkan oleh pihak ketiga bukan bank.. Data yang ditampilkan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, disimpulkan bahwa debu dapat menyebabkan penurunan fungsi paru baik secara obstruktif (penurunan FEV1) dan restriktif (penurunan FVC)

Tujuan penulisan karya ilmiah ini adalah merancang dan membuat alat bantu penyiram tanaman, menuangkan pengetahuan teori dan praktek hasil pembelajaran dalam

Kecuali apabila ditentukan lain oleh Pengekspor Data, Data Pribadi yang ditransfer berhubungan dengan kategori subjek data berikut: pegawai, kontraktor, mitra bisnis atau

ANGGOTA KELOMPOK SEMUA PESERTA DLM KELAS SETIAP KELOMPOK RB MELAKUKAN DISKUSI BERPASANGAN UNTUK PEMECAHAN MASALAH WAKTU BERDISKUSI RELATIF PENDEK 3 - 6 MENIT PENGAJAR SEBAGAI