• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dapat hidup di dunia luar dari rahim melalui jalan lahir atau dengan jalan lain.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dapat hidup di dunia luar dari rahim melalui jalan lahir atau dengan jalan lain."

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Persalinan Prematur (kurang bulan)

Persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi (janin + uri) yang dapat hidup di dunia luar dari rahim melalui jalan lahir atau dengan jalan lain.

Beberapa istilah yang berhubungan dengan persalinan yaitu: 1. Menurut cara persalinan (Mochtar, 1998)

a. Partus biasa (normal), disebut juga partus spontan adalah proses lahirnya bayi dengan tenaga ibu sendiri, tanpa bantuan alat-alat serta tidak melukai ibu dan bayi yang umumnya berlangsung kurang dari 24 jam.

b. Partus luar biasa (abnormal) ialah persalinan pervaginam dengan bantuan alat alat atau melalui diding perut dengan operasi caesaria.

2. Menurut lamanya kehamilan (Sastrawinata, 2005)

a. Abortus (keguguran) adalah berakhirnya kehamilan sebelum janin dapat hidup di dunia luar, dengan lamanya kehamilan <20 minggu dan berat janin <500 gram.

b. Persalinan kurang bulan (preterm) adalah persalinan pada umur kehamilan 20 – 37 minggu dengan berat badan anak 500 – 2500 gram.

c. Persalinan cukup bulan (aterm) adalah persalinan pada umur kehamilan 37 – 42 minggu dengan berat badan anak >2500 gram.

d. Persalinan lewat waktu (postterm) adalah persalinan pada umur kehamilan >42 minggu.

(2)

2.2 Beberapa faktor risiko ibu yang berhubungan dengan kelahiran prematur 1. Umur

Usia yang dipandang memiliki risiko saat melahirkan adalah di bawah 20 tahun dan di atas 35 tahun. Sedangkan antara 20-35 tahun dari segi usia risiko melahirkannya nol. Untuk yang usia di bawah 20 tahun, risiko kehamilannya karena alat-alat atau organ reproduksinya belum siap untuk menerima kehamilan dan melahirkan. Alat-alat reproduksi yang belum siap itu antara lain organ luar seperti liang vagina, bibir kemaluan, muara saluran kencing dan perinium (batas antara liang vagina dan anus) tidak siap untuk bekerja mendukung persalinan. Begitu pula halnya dengan organ dalam seperti rahim, saluran rahim dan indung telur. Wanita muda yang umurnya di bawah 20 tahun terhitung masih dalam proses pertumbuhan. Memang mereka sudah mendapatkan haid (menstruasi), namun sebenarnya bukan berarti organ reproduksinya sudah matang seratus persen. Sedangkan untuk wanita dewasa berusia lebih dari 35 tahun ke atas, kondisi organ-organ reproduksinya berbanding terbalik dengan yang di bawah 20 tahun. Pada usia itu wanita mulai mengalami proses penuaan. Dengan kondisi seperti itu maka terjadi regresi atau kemunduran dimana alat reproduksi tidak sebagus layaknya normal, sehingga sangat berpengaruh pada penerimaan kehamilan dan proses melahirkan (Emon, 2007). Selain berpengaruh pada penerimaan kehamilan dan proses melahirkan, kehamilan pada usia kurang dari 20 tahun dan di atas 35 tahun juga berisiko untuk melahirkan bayi prematur (Manuaba, 1998).

(3)

2. Paritas

Jumlah paritas ibu merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya kelahiran prematur karena jumlah paritas dapat mempengaruhi keadaan kesehatan ibu dalam kehamilan (Nurdiana, 2008). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Agustina tahun 2006 menyatakan bahwa paritas dengan dengan kejadian partus prematur mempunyai hubungan yang bermakna dengan signifikansi (p=0,000), dimana pada wanita yang paritasnya lebih dari 3 ada kecenderungan mempunyai risiko sebesar 4 kali lebih besar untuk melahirkan bayi prematur bila dibandingkan dengan wanita yang paritasnya kurang dari 3 (Agustina, 2006).

3. Pendidikan

Pendidikan pada hakekatnya merupakan usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan luar sekolah seumur hidup sehingga semakin makin matang dalam menghadapi dan memecahkan berbagai problem termasuk problem kesehatan dalam rangka menekan risiko kematian. Pendidikan ibu sangat erat kaitannya dengan reaksi serta pembuatan keputusan rumah tangga terhadap penyakit. Ini terlihat bahwa kematian balita yang rendah dijumpai pada golongan wanita yang mempunyai pendidikan yang tinggi. Menurut Utomo (1984) tinggi rendahnya tingkat pendidikan ibu erat kaitannya dengan tingkat pengertian terhadap perawatan kesehatan, higiene, dan perlunya pemeriksaan kehamilan (Santiyasa, 2004). Rendahnya tingkat pendidikan dan kurangnya informasi yang menyebabkan masih banyaknya ibu-ibu yang kurang menyadari pentingnya pemeriksaan kehamilan menyebabkan tidak terdeteksinya faktor-faktor risiko tinggi

(4)

yang mungkin dialami oleh mereka. Risiko ini baru diketahui pada saat persalinan yang sering kali karena kasusnya sudah terlambat sehingga dapat membawa akibat fatal. (Maas, 2004). Sebagai akibat dari kurangnya kesadaran akan pentingnya pemeriksaan kehamilan dapat berdampak pada terjadinya persalinan prematur karena tidak terdeteksinya berbagai masalah kesehatan pada ibu (Husnina, 2006).

4. Jarak Kehamilan

Jarak kehamilan yang terlalu dekat yaitu kurang dari 24 bulan merupakan jarak kehamilan yang berisiko tinggi sewaktu melahirkan (Tukiran, 2008). Pada wanita yang melahirkan anak dengan jarak yang sangat berdekatan (di bawah dua tahun), akan mengalami peningkatan risiko terhadap terjadinya perdarahan pada trimester ke tiga, termasuk karena alasan plasenta previa, anemia atau kurang darah, ketuban pecah awal, endometriosis masa nifas serta yang terburuk yakni kematian saat melahirkan (Dian, 2004). Selain itu wanita yang hamil dengan jarak terlalu dekat berisiko tinggi mengalami komplikasi di antaranya kelahiran prematur, bayi dengan berat badan rendah, bahkan bayi lahir mati. Meningkatnya risiko ini tidak berkaitan dengan faktor risiko lain, seperti komplikasi pada kehamilan pertama, usia ibu waktu melahirkan, dan status ekonomi ibu. jarak kehamilan terlalu dekat menyebabkan ibu punya waktu yang terlalu singkat untuk memulihkan kondisi rahimnya. Setelah rahim kembali ke kondisi semula, barulah merencanakan punya anak lagi (Ros, 2003).

(5)

5. Antenatal Care

Antenatal care adalah metode pendeteksian yang melibatkan pemeriksaan rutin sejak masa kehamilan dini. Sebuah tes yang dapat membantu calon orangtua untuk mendapatkan mendiagnosa kecenderungan bayi lahir cacat atau normal. Sehingga jika ada kemungkinan ketidaknormalan pada janin calon orangtua serta dokter yang menangani dapat segera mengambil tindakan. Pemeriksaan antenatal (antenatal care) memberikan manfaat dengan ditemukannya berbagai kelainan yang menyertai selama hamil secara dini. Sehingga dapat diperhitungkan dan dipersiapkan langkah-langkah dalam pertolongan persalinan. Diketahui bahwa janin dalam rahim dan ibunya merupakan satu kesatuan yang saling mempengaruhi, sehingga kesehatan ibu yang optimal akan meningkatkan kesehatan, pertumbuhan dan perkembangan janin. Ibu hamil dianjurkan untuk melakukan pengawasan antenatal sebanyak empat kali yaitu pada setiap trimester, sedangkan trimester terakhir sebanyak dua kali (Manuaba, 1998).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Husnina tahun 2006 menyatakan bahwa salah satu pencegahan terjadinya persalinan prematur bagi ibu hamil adalah menggunakan kesempatan periksa hamil dan memperoleh pelayanan antenatal yang baik. Diharapkan dengan pemeriksaan antenatal yang teratur maka kehamilan dan persalinan dapat berjalan dengan aman. Karena sebagai kontrol terhadap jalannya kehamilan, antenatal care berfungsi untuk mendeteksi terjadinya tanda-tanda pre eklamsia dini sebagai salah satu kondisi yang salah satu komplikasinya adalah terjadinya prematuritas (Husnina, 2006).

(6)

6. Riwayat Obstetrik

Riwayat obstetrik seorang ibu yang melahirkan akan berpengaruh pada kehamilan berikutnya dimana seorang wanita yang pernah melahirkan bayi prematur, memiliki risiko yang lebih tinggi untuk melahirkan bayi prematur pada kehamilan berikutnya. Seorang wanita yang pernah melahirkan bayi dengan berat badan kurang dari 1,5 kg, memiliki risiko sebesar 50% untuk melahirkan bayi prematur pada kehamilan berikutnya. Seorang wanita yang 3 kali berturut-turut mengalami keguguran pada trimester pertama, memiliki risiko sebesar 35% untuk mengalami keguguran lagi. keguguran juga lebih mungkin terjadi pada wanita yang pernah melahirkan bayi yang sudah meninggal pada usia kehamilan 4-8 minggu atau pernah melahirkan bayi prematur (Medikastore, 2008).

Kejadian abortus diduga mempunyai efek terhadap kehamilan berikutnya, baik pada timbulnya penyulit kehamilan maupun pada hasil kehamilan itu sendiri. Wanita dengan riwayat abortus mempunyai risiko yang lebih tinggi untuk terjadinya persalinan prematur, abortus berulang dan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) (Ningrum dkk, 2004).

7. Kehamilan Kembar

Kehamilan kembar adalah kehamilan dengan dua janin atau lebih. Kehamilan kembar dapat memberikan risiko yang lebih tinggi terhadap bayi dan ibu. Oleh karena itu, dalam menghadapi kehamilan kembar harus dilakukan pengawasan hamil yang lebih intensif. Kebutuhan untuk pertumbuhan hamil kembar lebih besar sehingga apabila terjadi difisiensi nutrisi seperti anemia hamil dapat mengganggu pertumbuhan

(7)

janin dalam rahim. Pada kehamilan kembar umumnya sering mengalami berbagai keluhan seperti terasa sesak nafas, sering ingin kencing, edema tungkai, pembesaran pembuluh darah (varises). Pertumbuhan janin pada kehamilan kembar tergantung dari faktor plasenta apakah menjadi satu atau bagaimana lokasi implantasi plasentanya yang mempengaruhi pertumbuhan pada janin. Pada kehamilan kembar dengan distensi uterus yang berlebihan dapat menyebabkan terjadinya persalinan prematur (Manuaba, 1998).

8. Ketuban Pecah Dini (KPD )

Ketuban pecah dini adalah pecahnya selaput ketuban sebelum tanda-tanda persalinan. Insidens ketuban pecah dini masih cukup tinggi; ± 10% persalinan didahului oleh KPD. Hal ini dapat meningkatkan komplikasi kehamilan pada ibu maupun bayi, terutama infeksi (Budayasa dkk, 2006).

Penyebab ketuban pecah dini antara lain ; serviks inkompeten, ketegangan rahim berlebihan yang disebabkan oleh kehamilan ganda, kelainan letak janin (letak sungsang, letak lintang), panggul yang sempit, kelainan bawaan dari selaput ketuban, infeksi yang menyebabkan terjadi proses biomekanik pada selaput ketuban dalam bentuk proteolitik sehingga memudahkan ketuban pecah. Pecahnya selaput ketuban disebabkan karena selaput ketuban tidak kuat akibat kurangnya jaringan ikat dan vaskularisasi. Akibatnya selaput ketuban yang berfungsi melindungi atau menjadi pembatas dunia luar dan ruangan dalam rahim pecah dan mengeluarkan air ketuban menyebabkan hubungan langsung antara dunia luar dan ruangan dalam rahim yang memudahkan terjadinya infeksi asenden. Semakin lama periode laten maka semakin

(8)

besar kemungkinan infeksi dalam rahim, persalinan prematur dan selanjutnya meningkatkan kejadian kesakitan dan kematian ibu dan bayi atau janin dalam rahim (Manuaba, 1998).

9. Plasenta Previa

Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim meliputi bagian serviks yang terlibat pendataran dan pembukaan, dengan demikian dapat menutupi seluruh atau sebagian dari osteum uteri internum, dan oleh karenanya bagian terdepan janin sering sekali terkendala memasuki bagian atas panggul. sehingga mengganggu kehamilan proses persalinan dengan terjadinya perdarahan. Terdapat tiga komplikasi yang bisa terjadi dan dapat menimbulkan pendarahan yang cukup bayak pada ibu. Pertama, oleh karena pembentukan segmen rahim secara ritmik terjadilah pelepasan tapak plasenta dari tempat insersinya lalu terjadi pendarahan yang tidak dapat di cegah yang terjadi berulang kali sehingga penderita menjadi anemia bahkan syok. Kedua, karena plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim dan sifat segmen ini yang tipis maka jaringan trofoblas dengan invasinya dengan mudah menerobos ke dalam miometrium bahkan ke perimetrium dan menjadi sebab dari kejadian plasenta akreta dan bahkan inkreta. Ketiga, serviks dan leher bawah rahim yang rapuh dan kaya pembuluh darah sangat potensial untuk robek dengan disetai pendarahan yang bayak. Selain itu sering juga terjadi kesalahan letak anak pada plasenta previa dimana hal ini memaksa diambilnya tindakan operasi dengan segala konsekuensinya. Komplikasi terhadap bayi baru lahir adalah prematur dan kegawatan karena hipoksia (Chalik, 1998).

(9)

10. Solutio Plasenta

Solutio plasenta adalah terlepasnya plasenta yang letaknya normal pada korpus uteri yang terjadi setelah kehamilan 20 minggu dan sebelum janin dilahirkan (Suyono dkk, 2007). Terlepasnya plasenta sebelum waktunya menyebabkan timbunan darah antara plasenta dan dinding rahim yang dapat menimbulkan gangguan penyulit terhadap ibu maupun janin seperti ; berkurangnya darah dalam sirkulasi darah umum, terjadinya penurunan tekanan darah, peningkatan nadi dan pernapasan, gangguaan pembekuan darah karena terjadi pembekuan intravaskuler yang diikuti hemolisis darah sehingga fibrinogen makin berkurang sehingga memudahkan terjadinya perdarahan, gangguan fungsi ginjal dan terjadi emboli yang menimbulkan komplikasi sekunder, peningkatan timbunan darah di belakang plasenta sehingga menimbulkan rahim kaku, oligouria yang menyebabkan terjadinya sumbatan glomelurus ginjal dan dapat menimbulkan produksi urin semakin berkurang, infiltrasi darah ke otot rahim sehingga mengganggu kontraksi dan menimbulkan perdarahan karena antonia uteri (Manuaba, 1998). Selain itu, terjadinya solutio plasenta dapat menimbulkan

11. Mioma Uteri

Komplikasi pada janin berupa asfiksi, berat bayi lahir rendah, prematuritas dan infeksi (Yoseph, 1996).

Mioma uteri merupakan tumor jinak otot rahim, disertai jaringan ikatnya, sehingga dapat dalam bentuk padat karena jaringan ikatnya yang dominan dan bentuk lunak jika otot rahimnya dominan. Kejadian mioma uteri sukar ditetapkan karena tidak semua mioma uteri memberikan keluhan dan memerlukan tindakan operasi.

(10)

Sebagian penderita mioma uteri tidak memberikan keluhan apapun dan ditemukan kebetulan saat pemeriksaan. Sebagian besar mioma uteri ditemukan pada masa reproduksi karena adanya rangsangan estrogen. Dengan demikian mioma uteri tidak dijumpai sebelum datang haid (menarche) dan mengalami pengecilan setelah mati haid (menopause). Bila pada masa menopause tumor yang berasal dari mioma uteri masih tetap besar atau bertambah besar, kemungkinan degenerasi ganas menjadi sarkoma uteri. Mioma uteri ini dapat menyebabkan berbagai gangguan pertumbuhan dan perkembangan kehamilan sehingga kehamilan dapat menyebabkan keguguran, persalinan prematur, gangguan proses persalinan, tertutupnya saluran indung telur menimbulkan infertilitas, dan pada kala ketiga dapat terjadi gangguan pelepasan plasenta dan perdarahan (Manuaba, 1998).

12. Diabetes Mellitus

Diabetes mellitus (penyakit gula) merupakan kelainan herediter dengan ciri insufiensi atau absennya insulin dalam sirkulasi darah, konsentrasi gula darah tinggi, dan berkurangnya glikogenesis. Penyakit ini akan menyebabkan perubahan-perubahan metabolik dan hormonal pada penderita yang juga dipengaruhi oleh kehamilan, sebaliknya diabetes akan mempengaruhi kehamilan dan persalinan (Mochtar, 1998).

Sekitar 40-60% ibu yang mengalami diabetes mellitus pada kehamilan dapat berlanjut mengidap diabetes mellitus setelah persalinan. Karena itu disarankan agar setelah persalinan pemeriksaan gula darah di ulang secara berkala misalnya setiap enam bulan sekali. Komplikasi pada ibu dan bayi pada penderita diabetes akan

(11)

meningkat karena adanya perubahan metabolik. Bila kadar gula darah ibu tidak terkendali, maka akan terjadi keadaan gula darah ibu hamil yang tinggi (hiperglikemia) yang dapat menimbulkan risiko pada ibu hamil tersebut dan janin yang dikandungnya. Risiko pada janin dapat terjadi pertumbuhan janin yang terhambat, oleh karena timbul kelainan pada pembuluh darah ibu dan perubahan metabolik selama masa kehamilan. Sebaliknya dapat pula terjadi makrosomia yaitu bayi pada waktu lahir besar akibat penumpukkan lemak di bawah kulit. Juga pernah dilaporkan terjadinya cacat bawaan karena diabetes mellitus yang tidak diobati pada waktu kehamilan serta juga dapat terjadi kelainan neurologik dan psikologik di kemudian hari dan bahkan dapat terjadi kematian janin di dalam kandungan. Risiko lain adalah meningkatnya kadar bilirubin bayi serta sindroma gangguan nafas dan kelainan jantung. Pada ibu hamil dengan diabetes mellitus yang tidak diobati juga dapat menimbulkan risiko terjadinya penyulit pada kehamilan berupa preeklampsia, lahir prematur, kelainan letak pada janin, cairan ketuban yang berlebihan (hidramnion) dan infeksi pada saluran kemih (Sriwijaya Post, 2004).

13. Pre-eklamsi

Pre-eklamsi adalah tekanan darah 140/90 mmHg setelah kehamilan 20 minggu disertai dengan protein uria ≥ 300 mg/24 jam atau pemeriksaan dengan dipstick ≥ 1 + (Roeshadi, 2006). Pre-eklamsi terjadi pada 5% kehamilan dan lebih sering ditemukan pada kehamilan pertama dan pada wanita yang sebelumnya menderita tekanan darah tinggi atau penyakit pembuluh darah. Bayi yang dilahirkan dari ibu yang menderita pre-eklamsi, 4-5 kali lebih rentan terhadap kelainan yang

(12)

timbul segera setelah lahir. Bayi yang dilahirkan juga mungkin kecil karena adanya kelainan fungsi plasenta atau karena lahir prematur. (Medikastore, 2004).

14. Penyakit Jantung

Kehamilan yang disertai penyakit jantung selalu saling mempengaruhi karena kehamilan memberatkan penyakit jantung dan penyakit jantung dapat pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim. Jantung yang normal dapat menyesuaikan diri terhadap segala perubahan sistem jantung dan pembuluh darah yang disebabkan oleh kehamilan, yaitu dorongan diafragma oleh besarnya hamil sehingga dapat mengubah posisi jantung dan pembuluh darah dan terjadi perubahan dari kerja jantung. Pada kehamilan terdapat peningkatan denyut jantung ibu untuk mengimbangi pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim sekitar 10 denyut setiap menit sehingga selama hamil akan terjadi peningkatan sebanyak 41.172.000 denyutan. Bagi jantung yang normal, peningkatan tersebut dapat diimbangi sehingga tidak mengganggu pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim. Pada penyakit jantung yang disertai kehamilan, pertambahan denyut jantung dapat menguras cadangan kekuatan jantung sehingga terjadi keadaan payah jantung. Akibatnya dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim sehingga dapat menyebabkan terjadinya keguguran, persalinan prematur atau berat badan lahir rendah, kematian perinatal dan pertumbuhan dan perkembangan bayi mengalami hambatan intelegensia atau fisik (Manuaba, 1998).

(13)

15. Anemia

Anemia pada kehamilan adalah anemia karena kekurangan zat besi. Wanita memerlukan zat besi lebih tinggi dari laki laki karena terjadi menstruasi dengan perdarahan sebanyak 50 sampai 80 cc setiap bulan dan kehilangan zat besi sebesar 30 sampai 40 miligram. Disamping itu kehamilan memerlukan tambahan zat besi untuk meningkatkan jumlah sel darah merah dan membentuk sel darah merah janin dan plasenta. Semakin sering seorang wanita mengalami kehamilan dan melahirkan akan makin banyak kehilangan zat besi dan menjadi makin anemis. Pengaruh anemia pada masa kehamilan terutama pada janin dapat mengurangi kemampuan metabolisme tubuh ibu sehingga mengganggu pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim, akibatnya dapat terjadi abortus, kematian intrauterine, persalinan prematur, berat badan lahir rendah, kelahiran dengan anemia, terjadi cacat bawaan, bayi mudah mendapat infeksi dan intelegensi rendah (Manuaba, 1998).

2.3 Beberapa Gangguan Kesehatan yang Dialami Bayi Prematur

Gangguan kesehatan pada bayi prematur antara lain (Manuaba, 2007) : 1. Termoregulator

• Masih prematur, sehingga fungsinya masih belum optimal sebagai pengatur kehilangan panas badan

• Sedikitnya timbunan lemak di bawah kulit dan luas permukaan badan relatif besar sehingga bayi prematur mudah kehilangan panas dalam waktu singkat.

(14)

2. Masalah Paru

• Pusat pengaturan paru di medulla oblongata masih belum sepenuhnya dapat mengatur pernapasan

• Tumbuh kembang paru masih belum matur sehingga sulit berkembang dengan baik

• Otot pernafasan masih lemah, sehingga tangis bayi prematur terdengar lemah dan merintih

3. Gastrointestinal

• Belum sempurna sehingga tidak mampu menyerap makanan ASI yang sesuai dengan kemampuannya

• Pengosongan lambung terlambat sehingga menimbulkan desistensi lambung dan usus

4. Hati

• Belum matur sehingga kurang dapat berfungsi untuk mendukung metabolisme

• Cadangan glikogen rendah

Metabolisme bilirubin rendah menimbulkan hiperbilirubinema yang selanjutnya akan menyebabkan ikterus sampai terjadi timbunan bilirubin dalam otak “kem ikterus”

• Tidak mampu mengolah vitamin K dan faktor pembekuan darah 5. Ginjal

(15)

• Pengaturan protein darah masih kurang sehingga mungkin dapat terjadi hipoproteinemia

6. Tendensi

• Pembuluh darah masih rapuh, sehingga permeabilitasnya tinggi, yang memudahkan terjadinya ekstravasasi cairan dan mudah terjadi edema

• Gangguan keseimbangan faktor pembekuan darah sehingga terjadi perdarahan

• Dalam keadaan gawat, misalnya terjadi trauma persalinan yang dapat menimbulkan syok sehingga terjadi perubahan hemodinamik sirkulasi dengan mengutamakan sirkulasi organ vital jantung dan susunan saraf pusat

• Gangguan sirkulasi darah akan mengubah distrbusi 02

2.4 Sebab-Sebab Kematian Bayi Prematur

ke jaringan, vasokontriksi nekrosis, ekstravasasi cairan dan menambah gangguan fungsi alat vital

Kematian perinatal sebagian besar (70%) terjadi akibat persalinan prematur, terutama disebabkan oleh (Manuaba, 2007) :

1. Prematuritas alat vital

2. Gangguan tumbuh kembang paru-paru sehingga tidak mampu beradaptasi dengan dunia di luar kandungan

3. Perdarahan intrakranial

4. Kemungkinan infeksi karena daya tahan tubuh yang rendah 5. Gangguan adaptasi dengan nutrisi yang diberikan

(16)

2.5 Upaya Menurunkan Angka Kematian Karena Prematuritas

Untuk menurunkan angka kelahiran prematur perlu dilakukan beberapa upaya antara lain (Manuaba, 2001) :

1. Melakukan antenatal care intensif

• Menemukan dan pengobatan penyakit sistemik-infeksi ibu hamil

• Meningkatkan gizi dan mengurangi anemia ibu hamil

• Kehamilan direncanakan (jarak kehamilan, jumlah anak dan usia hamil yang optimal).

• Hamil tua banyak istirahat dan mengurangi stress 2. Meningkatkan efek hormone progesteron

• Dengan pemberian Duphaston, Gestanon, Premaston dan pemberian Depoperovera 300 kali per minggu sehingga kontraksi tak berlanjut

(17)

Kelahiran Prematur 2.6 Kerangka Konsep

Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah :

Variabel Independen Variabel Dependen

Karakteristik Ibu Hamil

• Umur • Paritas • Pendidikan • Jarak kehamilan • Antenatal care • Riwayat obstetrik • Kehamilan kembar • Penyakit ibu

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian air 21 mm/2 hari, setara dengan curah hujan 3.780 mm per tahun dengan pemberian pupuk 400 g NPKMg 12-12-17-2 per tanaman per tahun

Permasalahan yang akan dikaji terkait dengan pengaruh curah hujan terhadap arus kunjungan kapal di Pelabuhan Tanjung Intan Cilacap..Tujuan yang akan dicapai dalam

Hasil diskusi pada 9 Oktober 2015 menyatakan bahwa tentunya pada batik hasil transformasi ter- dapat pengulangan, karena justru terlihat indah jika ada pengulangan. Tanggapan

Kajian Museum Jembatan sebagai Bangunan ikonik Pulau Madura didahului dengan mengetahui pengertian dan ciri-ciri bangunan ikonik, diperoleh bahwa bangunan

Pada game ini terdapat button main menu di layar map selection yang digunakan untuk membawa pemain kembali kepada layar main menu. Selain itu, button close pada

Diklat ini dimaksudkan untuk membekali Widyaiswara yang akan memfasilitasi proses pembelajaran pada Diklat MTAK IV Kesekretariatan Kehutanan. Materi yang akan

Jika ada barang yang rusak atau tidak baik maka bagian pembelian akan mengembalikan barang tersebut ke supplier sesuai dengan bukti pembelian yang terdiri barang yang

sesuatu. Reliabel artinya dapat dipercaya, jadi dapat diandalkan. Untuk menguji instrumen penelitian ini dengan menggunakan bantuan. program SPSS Versi 22.0