• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Agency theory secara khusus membahas mengenai adanya hubungan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA. Agency theory secara khusus membahas mengenai adanya hubungan"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1.Landasan Teori 2.1.1.Agency Theory

Agency theory secara khusus membahas mengenai adanya hubungan keagenan, dimana suatu pihak tertentu (principal) mendelegasikan pekerjaan kepada pihak lain (agent) yang melakukan perkerjaan. Jensen dan Meckling (1976) mengemukakan bahwa teori keagenan mendefinisikan suatu hubungan kontrak yang melibatkan satu atau lebih orang (prinsipal) dengan orang lain (agen) untuk melakukan beberapa pelayanan atas nama prinsipal serta mendelegasikan otoritas pengambilan keputusan kepada agen. Perusahaan mempunyai banyak kontrak, misalnya kontrak kerja antara perusahaan dengan para manajernya dan kontrak pinjaman antara perusahaan dengan krediturnya. Untuk itulah dalam teori agensi dikenal adanya kontrak kerja, yang mengatur proporsi utilitas masing-masing pihak dengan tetap memperhitungkan kemanfaatan secara keseluruhan.

Agency theory ditekankan untuk mengatasi dua permasalahan yang dapat terjadi dalam hubungan keagenan (Eisenhardt, 1989). Pertama, adalah masalah keagenan yang timbul pada saat (a) keinginan-keinginan atau tujuan-tujuan dari prinsipal dan agen berlawanan dan (b) merupakan suatu hal yang sulit atau mahal bagi prinsipal untuk melakukan verifikasi tentang apa yang benar-benar dilakukan oleh agen. Permasalahannya adalah bahwa prinsipal tidak dapat memverifikasi

(2)

apakah agen telah melakukan sesuatu secara tepat. Kedua, adalah masalah pembagian risiko yang timbul pada saat prinsipal dan agen memiliki sikap yang berbeda terhadap resiko. Dengan demikian, prinsipal dan agen mungkin memiliki preferensi tindakan yang berbeda karena adanya perbedaan preferensi resiko. Prinsipal sebagai pemilik modal mempunyai hak akses pada informasi internal perusahaan, sedangkan agen yang menjalankan operasional perusahaan mempunyai informasi tentang operasi dan kinerja perusahaan secara riil dan menyeluruh. Manajemen sebagai agen, dalam konsep teori agensi seharusnya bertindak sesuai dengan keinginan prinsipal. Namun, tidak menutup kemungkinan manajemen hanya mengutamakan kepentingannya sendiri untuk memaksimalkan utilitasnya. Manajemen dapat melakukan tindakan-tindakan yang tidak menguntungkan perusahaan secara keseluruhan yang dalam jangka panjang dapat merugikan kepentingan perusahaan. Bahkan untuk mencapai kepentingannya sendiri, manajemen dapat bertindak menggunakan akuntansi sebagai alat untuk melakukan rekayasa.

Agency theory memberikan rerangka untuk menghubungkan perilaku pengungkapan sukarela terhadap tata kelola perusahaan, dimana mekanisme pengendalian dibuat untuk mengurangi permasalahan agensi yang muncul dari pemisahan kepemilikan dan manajemen (Welker, 1995). Pernyataan ini dapat diperluas menjadi pengungkapan modal intelektual, dimana manajemen dapat menentukan tingkat pengungkapan sehingga mengurangi ketidakpastian yang dihadapi investor yang berkaitan dengan dampak modal intelektual terhadap nilai perusahaan. Tingkat pengungkapan modal intelektual yang tinggi diharapkan

(3)

dapat menjadi alat pengawasan yang lebih intensif bagi perusahaan untuk mengurangi asimetri informasi dan perilaku-perilaku yang oportunis.

2.1.2.Corporate Governance

Cadbury Committee menyatakan corporate governance sebagai seperangkat aturan yang merumuskan hubungan antara para pemegang saham, manajer, kreditor, pemerintah, karyawan, dan pihak-pihak yang berkepentingan lainnya baik internal maupun eksternal sehubungan dengan hak-hak dan tanggung jawab mereka. Corporate governance secara definitif merupakan sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan yang menciptakan nilai tambah (value added) untuk semua stakeholder (Monks, 2002). Ada dua hal yang ditekankan dalam konsep ini. Pertama, pentingnya hak pemegang saham untuk memperoleh informasi dengan benar dan tepat waktu dan kedua, kewajiban perusahaan untuk melakukan pengungkapan (disclosure) secara akurat, tepat waktu, transparan terhadap semua informasi kinerja perusahaan, kepemilikan dan stakeholder. Haniffa dan Cooke (2005) menyatakan bahwa semakin banyak komisaris indepeden dalam dewan, maka mereka semakin berperan dalam mempengaruhi pengungkapan. Komisaris independen berarti anggota dari dewan komisaris yang tidak terafiliasi dengan direksi, anggota dewan komisaris lainnya dan pemegang saham pengendali, serta bebas dari hubungan bisnis atau hubungan lainnya yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak independen. Keahlian dan pengalaman komisaris independen lebih dapat mendorong manajemen untuk melakukan pengungkapan lebih luas dalam rangka penciptaan nilai yang relevan dari modal intelektual bagi stakeholder. Komisaris independen dapat mendorong

(4)

terjadinya iklim yang lebih objektif dan menempatkan kesetaraan di antara kepentingan perusahaan dan kepentingan stakeholder. Komisaris independen bertanggungjawab untuk mendorong diterapkannya prinsip tata kelola perusahaan yang baik di dalam perusahaan. Pemberdayaan dewan komisaris oleh komisaris independen dilakukan supaya dapat melakukan tugas pengawasan terhadap direksi secara efektif dan lebih memberikan nilai tambah bagi perusahaan. Komisaris independen harus mengupayakan agar dewan komisaris melakukan pengawasan dan memberikan nasihat kepada direksi.

Pada hubungan keagenan, pemegang saham mayoritas (konsentrasi kepemilikan) sangat berperan penting dalam perusahaan. Hal ini dikarenakan pemegang saham mayoritas dapat mengendalikan manajemen atau bahkan menjadi bagian dari manajemen itu sendiri. Akibatnya pemegang saham mayoritas memiliki kendali mutlak dibanding pemegang saham minoritas, sehingga pemegang saham mayoritas sangat berkepentingan untuk menjaga reputasi perusahaan dan dirinya sebagai pemegang saham pengendali. Hal tersebut diwujudkan dengan adanya pengungkapan informasi mengenai kondisi perusahaan, walaupun memiliki konsekuensi terhadap biaya yang dikeluarkan untuk menyediakan informasi bagi publik (cost of equity capital). Konsentrasi kepemilikan juga dikatakan dapat menjadi mekanisme internal pendisiplinan manajemen, sebagai salah satu mekanisme yang dapat digunakan untuk meningkatkan efektivitas monitoring, karena dengan kepemilikan yang besar menjadikan pemegang saham memiliki akses informasi yang cukup signifikan

(5)

untuk mengimbangi keuntungan informasional yang dimiliki manajemen (Ooghe dan Langhe, 2002).

Penerapan dari alat pengendalian internal, seperti komite audit berperan untuk menguasai sumber-sumber daya dan ahli konsultasi dengan kaitannya terhadap kebutuhan untuk menunjukkan tanggung jawabnya. Peran dari komite audit telah berkembang dari tahun ke tahun dalam rangka memenuhi tantangan dari dunia bisnis, sosial dan lingkungan yang terus berubah. Banyak di antara komite audit yang juga melakukan pengamatan menyeluruh mengenai ketaatan terhadap peraturan dan aktivitas manajemen risiko. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Waterhouse (1993) disarankan sebaiknya komite audit melakukan setidaknya tiga atau empat kali pertemuan selama setahun dan pertemuan khusus saat dibutuhkan. Berkaitan dengan modal intelektual, diharapkan pertemuan audit yang lebih sering, akan memiliki pengaruh yang lebih besar terhadap pengawasan atas praktik pengungkapan modal intelektual perusahaan. Hal ini sebagai bentuk dari penerapan alat pengendalian internal, seperti komite audit dan komisaris independen, serta pemisahan dari peran pemilik perusahaan dan direktur perusahaan yang diharapkan dapat meningkatkan kualitas pengawasan dalam proses pengambilan keputusan mengenai investasi dan kinerja modal intelektual. Selain itu, dapat mengurangi tindakan oportunistik manajemen dan mengurangi manfaat-manfaat dari menyembunyikan informasi, sehingga pengungkapan modal intelektual dalam laporan tahunan harus ditingkatkan. (Keenan dan Aggestam, 2001).

(6)

Di Indonesia, perusahaan yang berbentuk Perseroan Terbatas (PT) dan terdaftar di BEI diwajibkan untuk mematuhi Undang-undang (UU) nomor 40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas dan keputusan ketua Bapepam-LK nomor: Kep-134/BL/2006 tentang kewajiban penyampaian laporan tahunan bagi emiten atau perusahaan publik. UU tersebut mengatur tentang struktur dan organ perseroan terbatas maupun praktik tata kelola perusahaan. Di dalam keputusan ketua Bapepam-LK tersebut terdapat kewajiban perusahaan untuk menyampaikan laporan tahunan yang di antaranya wajib memuat uraian singkat mengenai penerapan tata kelola perusahaan yang telah dan akan dilaksanakan oleh perusahaan dalam periode laporan keuangan tahunan terakhir. Laporan tahunan adalah laporan keuangan yang wajib memuat ikhtisar data keuangan penting, laporan dewan komisaris, laporan direksi, profil perusahaan, analisis dan pembahasan manajemen, tata kelola perusahaan, tanggung jawab direksi atas laporan keuangan, dan laporan keuangan yang telah diaudit. Berdasarkan kedua peraturan itu maka setiap emiten diharuskan untuk melaksanakan tata kelola perusahaan yang baik dan melaporkannya dalam laporan tahunan.

2.1.3.Modal Intelektual (Intellectual Capital)

Modal inteletual dapat didefinisikan sebagai jumlah dari apa yang dihasilkan oleh tiga elemen utama organisasi (human capital, structural capital, costumer capital) yang berkaitan dengan pengetahuan dan teknologi serta dapat memberikan nilai lebih bagi perusahaan berupa keunggulan bersaing dari suatu perusahaan. Ketiga kategori tersebut membentuk suatu intellectual capital bagi perusahaan Boekestein (2006). Intellectual capital sering didefinisikan sebagai

(7)

sumber daya pengetahuan dalam bentuk karyawan, pelanggan, proses atau teknologi yang dapat digunakan perusahaan dalam proses penciptaan nilai bagi perusahaan Bukh, et al (2005). Namun, definisi intellectual capital yang diadopsi oleh suatu perusahaan belum tentu juga akan sama dengan yang digunakan oleh perusahaan lain, karena intellectual capital berhubungan erat dengan spesifikasi industri dan jasa perusahaan tersebut menurut Upton (dalam Abdolmohammadi, 2005). Aset tak berwujud dan intellectual capital sering dianggap mempunyai kemiripan. Baik aset tak berwujud maupun intellectual capital sama-sama memiliki pengaruh dalam menciptakan nilai suatu perusahaan. Aset tak berwujud oleh Edvinsson (1997), dianggap sebagai bagian dari intellectual capital. Sedangkan Stewart (1994), menyatakan bahwa intellectual capital dibentuk oleh aset tak berwujud dari pengetahuan, keahlian, dan sistem informasi. Lain halnya dengan pendapat Bukh dan Johanson (2003), bahwa intellectual capital sama dengan aset tak berwujud.

PSAK Nomor 19 (Revisi 2012) tentang aktiva tidak berwujud, menyebutkan bahwa komponen intellectual capital merupakan bagian dari kategori intangible asset. Oleh karena itu, pengungkapan informasi mengenai intellectual capital bersifat sukarela, mengingat PSAK Nomor 19 belum mengatur tentang intellectual capital baik dari cara pengidentifikasiannya maupun dari segi pengukurannya. Sedangkan kriteria untuk memenuhi definisi intangible asset antara lain adanya keteridentifikasinya, pengendalian sumber daya, dan manfaat ekonomis masa depan. Pengelolaan intellectual capital oleh perusahaan akan

(8)

mengakibatkan perusahaan tersebut memiliki keunggulan kompetitif. Selain itu, pengelolaan intellectual capital juga memberikan manfaat sebagai berikut:

1) memberikan informasi mengenai kemampuan perusahaan dan bagaimana perusahaan tersebut mampu melakukan aktivitas dengan baik.

2) memberikan informasi untuk bisa mengenali usaha-usaha manajemen dalam pengembangan kondisi pengetahuan yang dimiliki perusahaan.

3) memberikan informasi mengenai pengembangan sumber pengetahuan yang dimiliki oleh perusahaan.

Secara umum, elemen-elemen dalam modal intelektual terdiri dari human capital, structural capital, dan customer capital (Bontis et al, 2000). Definisi dari masing-masing komponen modal intelektual yaitu:

1) Human Capital (HC) adalah keahlian dan kompetensi yang dimiliki karyawan dalam memproduksi barang dan jasa serta kemampuannya untuk dapat berhubungan baik dengan pelanggan. Termasuk dalam human capital yaitu pendidikan, pengalaman, keterampilan, kreatifitas dan attitude. Menurut Bontis (2004) human capital adalah kombinasi dari pengetahuan, skill, kemampuan melakukan inovasi dan kemampuan menyelesaikan tugas, meliputi nilai perusahaan, kultur dan filsafatnya. Jika perusahaan berhasil dalam mengelola pengetahuan karyawannya, maka hal itu dapat meningkatkan human capital. Sehingga human capital merupakan kekayaan yang dimiliki oleh suatu perusahaan yang terdapat dalam tiap individu yang ada di dalamnya. Human capital ini yang nantinya akan mendukung structural capital dan customer capital.

(9)

2) Structural Capital (SC) adalah infrastruktur yang dimiliki oleh suatu perusahaan dalam memenuhi kebutuhan pasar. Termasuk dalam structural capital yaitu sistem teknologi, sistem operasional perusahaan, paten, merk dagang dan kursus pelatihan. Structural capital atau organizational capital adalah kekayaan potensial perusahaan yang tersimpan dalam organisasi dan manajemen perusahaan. Structural capital merupakan infrastruktur pendukung dari human capital sebagai sarana dan prasarana pendukung kinerja karyawan. Sehingga walaupun karyawan memiliki pengetahuan yang tinggi namun bila tidak didukung oleh sarana dan prasarana yang memadai, maka kemampuan karyawan tersebut tidak akan menghasilkan modal intelektual.

3) Customer Capital (CC) adalah orang-orang yang berhubungan dengan perusahaan, yang menerima pelayanan yang diberikan oleh perusahaan tersebut. Menurut Sawarjuwono dan Kadir (2003) elemen customer capital merupakan komponen modal intelektual yang memberikan nilai secara nyata. Customer capital membahas mengenai hubungan perusahaan dengan pihak di luar perusahaan seperti pemerintah, pasar, pemasok dan pelanggan, bagaimana loyalitas pelanggan terhadap perusahaan. Customer capital juga dapat diartikan kemampuan perusahaan untuk mengidentifikasi kebutuhan dan keinginan pasar sehingga menghasilkan hubungan baik dengan pihak luar.

2.1.4.Pengungkapan Modal Intelektual

Pengungkapan modal intelektual telah menjadi suatu bentuk komunikasi baru yang mengendalikan ”kontrak” antara manajemen dan pekerja untuk membuat strategi untuk memenuhi permintaan stakeholder serta meyakinkan stakeholder

(10)

atas keunggulan kebijakan perusahaan. Jensen dan Meckling (1976) mengungkapkan bahwa pengungkapan yang lebih luas mengurangi ketidakpastian yang dihadapi oleh investor dan akhirnya mengurangi cost of capital perusahaan. Manajer diharapkan akan dapat mengungkapkan informasi modal intelektual untuk meningkatkan nilai perusahaan dengan menyediakan informasi yang lebih baik mengenai posisi keuangan perusahaan dan mengurangi ketidakpastian yang dihadapi oleh investor.

Gibbins, et al (1990) mengungkapkan bahwa proses pengungkapan sukarela meningkatkan output pengungkapan. Sementara itu, mekanisme tata kelola perusahaan tidak diidentifikasi secara spesifik walaupun demikian fungsi pengungkapan dalam suatu perusahaan memiliki relevansi terhadap struktur dimana tata kelola perusahaan berperan dalam merumuskan kebijakan yang jelas. Menurut Abeysekera (2006) pengungkapan intellectual capital adalah suatu laporan yang dikeluarkan perusahaan yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan informasi bagi pihak-pihak yang tidak terlibat dalam pembuatan laporan tersebut sehingga dapat memenuhi kebutuhan pihak-pihak tersebut akan informasi. Penelitian Guthrie dan Petty (2000) juga mengungkapkan bahwa:

1) Pengungkapan intellectual capital lebih sering disajikan secara terpisah dan tidak ada yang disajikan dalam angka atau kuantitatif.

2) Pengungkapan mengenai intellectual capital lebih sering dilakukan oleh perusahaan, dan tidak terdapat pola tertentu dalam laporan-laporan tersebut. 3) Hal-hal yang banyak diungkapkan menyebar diantara ketiga elemen

(11)

4) Pelaporan dan pengungkapan intellectual capital masih belum menyeluruh. 5) Secara keseluruhan perusahaan menekankan bahwa intellectual capital

merupakan hal penting untuk menuju sukses dalam menghadapi persaingan masa depan.

Pengungkapan intellectual capital dalam laporan tahunan perusahaan tidak dimasukkan sebagai salah satu elemen dalam neraca walaupun intellectual capital lebih diidentikkan dengan aset tak berwujud karena elemen-elemen pembentuk intellectual capital sulit dikuantifikasikan (Mouritsen et al, 2001). Di dalam PSAK Nomor 19 belum mengatur mengenai identifikasi maupun pengukuran intellectual capital. Maka dari itu, pengungkapan informasi mengenai intellectual capital oleh perusahaan masih bersifat sukarela.

2.2.Penelitian Sebelumnya

Penelitan tentang modal intelektual telah semakin populer sejak tahun 1990an. Saat ini, modal intelektual merupakan salah satu faktor penting bagi keberhasilan sebuah organisasi yang mendapat perhatian perkembangan strategis organisasi. Pada abad ini, komunitas bisnis di seluruh dunia sepakat terhadap pentingnya modal intelektual untuk penciptaan nilai perusahaan dibandingkan produksi fisik (Saleh et al, 2007).

Penelitian tentang modal intelektual mulai berkembang sejalan dengan kebutuhan perusahaan dalam meningkatkan pemberdayaan intangible asset sebagai salah satu faktor peningkatan daya saing perusahaan. Penelitian yang dilakukan oleh Barako, et al (2006) terhadap 43 perusahaan yang terdaftar di Nairobi Stock Exchange (Kenya) tahun 1992-2001 menunjukkan hasil bahwa

(12)

proporsi dewan komisaris dan komite audit berpengaruh negatif terhadap tingkat pengungkapan sukarela sedangkan struktur kepemimpinan ganda tidak berpengaruh terhadap tingkat pengungkapan sukarela.

White, et al (2007) menyelidiki key drivers dan tingkat pengungkapan sukarela dalam laporan tahunan pada perusahaan bioteknologi. Sampel yang digunakan adalah 96 perusahaan yang terdaftar di Australia tahun 2005. Variabel penelitiannya yaitu ukuran perusahaan, konsentrasi kepemilikan, independensi dewan, umur perusahaan, leverage dan pengungkapan sukarela modal intelektual. Hasil penelitian menunjukkan variabel independensi dewan, umur perusahaan, ukuran perusahaan dan leverage berpengaruh positif terhadap pengungkapan modal intelektual sukarela sedangkan konsentrasi kepemilikan tidak berpengaruh terhadap praktik pengungkapan modal intelektual.

Li dan Qi (2008) menguji pengaruh corporate governance terhadap pengungkapan sukarela pada perusahaan di Cina. Variabel yang diuji yaitu kepemilikan manajemen, konsentrasi kepemilikan dan pengungkapan sukarela. Objek penelitian yang digunakan adalah perusahaan non-keuangan yang terdaftar di Shanghai and Shenzhen Stock Exchanges (Cina) tahun 2003-2005. Sampel yang diteliti adalah 100 perusahaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepemilikan manajemen dan konsentrasi kepemilikan berpengaruh positif terhadap tingkat pengungkapan sukarela.

Penelitian yang dilakukan oleh Suhardjanto dan Wardhani (2010) mengenai praktik intellectual capital disclosure perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dengan menggunakan sampel sebanyak 80 perusahaan

(13)

pelayanan, keuangan, dan manufaktur pada tahun 2008 yang menunjukkan hasil bahwa ROA berpengaruh positif terhadap intellectual capital disclosure, namun leverage dan umur listing tidak berpengaruh terhadap tingkat intelectual capital disclosure, sedangkan umur perusahaan tidak bisa dijadikan acuan dalam memprediksi tingkat pelaporan intellectual capital.

Penelitian oleh Istanti (2010) menguji faktor-faktor yang mempengaruhi pengungkapan sukarela modal intelektual. Sampel yang digunakan yaitu 90 perusahaan non keuangan yang terdaftar di BEI. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap pengungkapan sukarela modal intelektual, tetapi konsentrasi kepemilikan, leverage, komisaris independen dan umur perusahaan tidak berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan modal intelektual.

Rouf dan Al-Harun (2011) melakukan penelitian mengenai struktur kepemilikan, pengungkapan sukarela dalam laporan tahunan pada 94 perusahaan industri yang terdaftar di Dhaka Stock Exchange (DSE) Bangladesh tahun 2007. Hasil penelitian menunjukkan kepemilikan manajemen berpengaruh negatif pada tingkat pengungkapan sukarela sedangkan kepemilikan institusi yang tinggi mampu meningkatkan pengungkapan sukarela.

Penelitian See dan Rashid (2011) terhadap 112 perusahaan Real Estate Investment Trusts (REITs), sektor Keuangan dan Closed-end funds yang terdaftar di Bursa Malaysia tahun 2004-2008 menunjukkan hasil bahwa ukuran perusahaan, dewan independen, leverage dan listing IPO berpengaruh signifikan pada luas non-disclosure intellectual capital pada prospektus IPO sedangkan diversitas

(14)

dewan, umur perusahaan, ukuran perusahaan, underwritter dan tipe auditor tidak berpengaruh signifikan pada luas non-disclosure intellectual capital.

Yuniasih dkk. (2011) menguji mengenai pengaruh diversitas dewan pada luas pengungkapan modal intelektual. Penelitian ini menggunakan 198 perusahaan sektor keuangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama tahun 2005-2009. Teknik analisis yang digunakan adalah regresi linear berganda diversitas dewan secara umum berpengaruh positif pada pengungkapan modal intelektual terutama dari aspek diversitas gender dan kebangsaan. Namun, diversitas pendidikan dan keberadaan komisaris independen tidak mampu menjelaskan luas pengungkapan modal intelektual secara memadai. Variabel kontrol ukuran perusahaan berpengaruh positif pada luas pengungkapan modal intelektual.

Azman dan Kamaluddin (2012) melakukan penelitian mengenai mekanisme corporate governance dan pengungkapan modal intelektual pada 26 GLCs Malaysia yang terdaftar di Kuala Lumpur Composite Index (KLCI) pada tahun 2007-2009. Variabel yang diteliti adalah struktur kepemilikan, dewan direksi dan jumlah pertemuan komite audit. Hasil penelitian menunjukkan saham yang terkonsentrasi secara signifikan berkontribusi pada pengungkapan IC sebagai pemegang saham dominan. Selain itu, dewan direksi memiliki hubungan positif dengan pengungkapan IC yang berarti direktur silang yang besar akan memudahkan akses informasi yang lebih baik sehingga dapat meningkatkan kinerja perusahaan. Penelitian ini juga menemukan bukti bahwa pertemuan

(15)

komite audit yang lebih sering akan berkontribusi pada komunikasi IC yang lebih baik.

Meizaroh dan Lucyanda (2012) melakukan penelitian mengenai pengaruh corporate governance, kinerja perusahaan, dan umur perusahaan terhadap pengungkapan modal intelektual. Sampel yang digunakan yaitu data sekunder dari Bursa Efek Indonesia (BEI) yaitu laporan tahunan perusahaan yang terdaftar pada tahun 2007-2009. Jumlah sampel keseluruhan adalah 84 laporan tahunan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa corporate governance berpengaruh signifikan positif terhadap pengungkapan modal intelektual, kinerja perusahaan menunjukkan signifikansi negatif terhadap pengungkapan modal intelektual sedangkan umur perusahaan tidak berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan modal intelektual.

Penelitian Wahid, et al (2013) menguji persepsi akademisi terhadap modal intelektual (IC) dan praktik Corporate Governance pada dua universitas yaitu universitas negeri dan swasta. Penelitian ini juga meneliti faktor-faktor yang memungkinkan perguruan tinggi untuk mempertahankan akademisi yang berkualitas dan hubungan antara IC dan Corporate Governance. Penelitian dilakukan terhadap 287 responden dari kedua universitas. Teknik analisis yang digunakan berupa teknik analisis statistik deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tata kelola yang baik merupakan faktor sekunder mempengaruhi daya tarik dan retensi modal intelektual. Universitas A harus lebih berupaya meningkatkan transparansi terkait dengan informasi yang relevan, sistem evaluasi, alokasi keuangan dan penyediaan fasilitas, sedangkan Universitas

(16)

B memberikan lebih banyak dukungan dan pelatihan untuk karir pembangunan, serta ide-ide baru bermanfaat, kreativitas dan inovasi. Para akademisi di Universitas B juga merasakan bahwa universitas mereka tidak memiliki dukungan yang cukup untuk melakukan kegiatan penelitian dan sumber daya yang diperlukan untuk mencapai hal tersebut.

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil penelitian tentang kontribusi pembiayaan Murᾱbaḥah (IB Kepemilikan) terhadap perkembangan usaha dan peningkatan taraf hidup nasabah, maka dapat

a) Bagi ULP Kabupaten Badung penelitian ini berguna untuk mengetahui faktor apa saja yang mempengaruhi tingkat kematangan (maturity level) serta berada di tingkat mana

1) Potensi pohon damar mata kucing ( Shorea javanica ) berdasarkan analisis vegetasi struktur umur di petak penelitian seluas 2 hektar ditemukan fase pohon berjumlah

1) Indeks Berita, berisi berita-berita umum terkini. 2) Pengumuman, berisi pengumuman-pengumuman terkini yang terkait dengan kegiatan perkuliahan. 3) Agenda STMIK-AMIK,

Untuk mengatasi permasalahan yang telah penulis uraikan diatas, ada beberapa hal yang harus dilakukan sehingga terdapat pengendalian intern yang baik dalam piutang simpan pinjam

Memenuhi PT Sarana Piranti Utama telah memiliki dokumen RKUPHHK-HA dan RKTUPHHK- HA yang sah dan dilengkapi dengan peta penataan areal kerja yang dibuat dan

masyarakat dan pelaku usaha mikro kecil menengah (UMKM) yang memerlukan tambahan modal untuk menjalankan usahanya dan tidak memenuhi syarat untuk mendapatkan

Penelitian tindakan kelas ini bertujuan untuk mendeskrifsikan upaya guru dalam meningkatkan sikap kerja sama dan hasil belajar IPS model pembelajaran kooperatif tipe teams game