• Tidak ada hasil yang ditemukan

Identifikasi Skema Optimum Ekstrasi Uap untuk Instalasi Desalinasi pada Sistem Kogenerasi Pltn Pwr

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Identifikasi Skema Optimum Ekstrasi Uap untuk Instalasi Desalinasi pada Sistem Kogenerasi Pltn Pwr"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

IDENTIFIKASI SKEMA OPTIMUM EKSTRASI UAP UNTUK

INSTALASI DESALINASI PADA

SISTEM KOGENERASI PLTN PWR

Dedy Priambodo, Erlan Dewita, Sudi Ariyanto Pusat Pengembangan Energi Nuklir (PPEN) BATAN Jl. Kuningan Barat, Mampang Prapatan, Jakarta 12710 Telp./Faks. (021) 5204243, Email : dedypriambodo@batan.go.id

Masuk: 8 April 2011 Direvisi: 11 Mei 2011 Diterima: 1 Juni 2011 ABSTRAK

IDENTIFIKASI SKEMA OPTIMUM EKSTRASI UAP UNTUK INSTALASI DESALINASI PADA

SISTEM KOGENERASI PLTN PWR. Menurut International Desalination Association 2009, terdapat

sekitar 14.400 instalasi desalinasi di seluruh dunia yang memproduksi air bersih 59,9 juta m3 per hari dan diperkirakan akan terus meningkat sebesar 12,3% per tahun. Pada umumnya, sebagai sumber penyedia panas digunakan bahan bakar fosil yang proses pembakarannya melepaskan emisi gas CO2 dan gas rumah kaca lainnya. Meningkatnya penggunaan bahan bakar fosil sebagai sumber energi proses seperti unit desalinasi skala besar merupakan opsi jangka panjang yang tidak berkelanjutan dipandang dari segi dampak terhadap lingkungan. PLTN merupakan salah satu sumber energi baru yang dapat memproduksi energi skala besar dan juga berpotensi untuk tujuan kogenerasi dimana selain diproduksi listrik, panas nuklir juga dimanfaatkan untuk panas proses, seperti : desalinasi. Reaktor tipe PWR adalah tipe PLTN yang paling banyak digunakan di dunia. Dalam pemanfaatan panas PLTN tipe PWR untuk desalinasi diperlukan suatu pemilihan sumber uap dari siklus sekunder PLTN. Pemilihan titik ekstraksi uap yang tepat akan menghasilkan skenario kogenerasi yang optimum dalam hal terpenuhinya kebutuhan panas untuk desalinasi dengan pengurangan produksi listrik seminimal mungkin. Pada dasarnya terdapat 4 skenario skema yang berdasarkan dua lokasi ekstrasi uap, yaitu crossover pipe and extraction line. Optimasi dilakukan menggunakan program Cycle Tempo. Hasil simulasi menunjukkan bahwa skema 3 dari titik ekstraksi uap crossover pipe adalah yang terbaik dengan daya terbangkitkan 1039,1 MWe, kebutuhan listrik internal 34,5 MWe, kehilangan daya karena kogenerasi 149 MWe dan daya yang bisa ditransmisikan 1004,6 MWe.

Kata kunci: fosil, kogenerasi, desalinasi, ekstraksi, uap, PLTN, PWR

ABSTRACT

IDENTIFICATION OF OPTIMUM STEAM EXTRACTION SCHEME FOR DESALINATION

PLANT ON COGENERATION PURPOSE PWR TYPE NPP

.

According toInternational Desalination

Association 2009, there are 14.400 desalination installations in the world which produced 59,9 million m3 per day and it was estimated to be increase continuesly about 12,3% per year. Generally, fossil fuel has used as heat source which its combustion process will emitte of CO2 gas and another greenhouse gases. Increasing of fossil fuel utilization as energy process source, in : large scale desalination plant is not sustainable longterm option in term of environmental impact viewpoint. Nuclear Power Plant (NPP) is one of energy source which can produce large scale energy and it is also potential for cogeneration purposes which it produce electricity, as well as nuclear heat is also used for heat process, such as : desalination. Among all NPP type, PWR is the most utilized. In the heat utilization of PWR type NPP for desalination is needed a steam source selection of NPP secondary cycle. The exact selection of steam extraction point will be resulting an optimum cogeneration system to fulfil heat requirement for desalination by reduction of electricity as minimal as possible. Basically, there are 4 scheme scenario which are based on 2 steam extraction points, namely crosspipe and extraction line. Optimization is conducted by using Cycle Tempo Programme. Result of this study showed that third scheme of crossover pipe of steam extraction point is the best scheme with 1039,1 MWe of power, 34,5 MWe of internal electricity needs and 149 MWe of power loss by cogeneration sistem and 1004,6 MWe of transmission power.

(2)

1.

PENDAHULUAN

Sesuai dengan isi Perpres RI No.5 Tahun 2006, Pemerintah Indonesia telah menetapkan sasaran bauran energi primer optimal 2025 yang memberi kesempatan kepada sumber energi baru dan terbarukan (biomassa, nuklir, tenaga air, tenaga surya, tenaga angin) untuk berkontribusi lebih dari 5%. Kebijakan pemerintah tersebut memberi peluang dan tantangan terhadap penerapan dan pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) di Indonesia. PLTN bisa digunakan untuk pembangkit listrik, maupun sebagai sumber panas untuk aplikasi non-listrik yang dikenal dengan PLTN kogenerasi. Selain tingkat konsumsi energi dan kondisi infrastruktur jaringan listrik, pemilihan PLTN juga disesuaikan dengan tujuan aplikasinya seperti untuk proses dalam industri yang memerlukan temperatur tinggi, sedang atau rendah. Aplikasi panas nuklir untuk temperatur rendah adalah untuk proses desalinasi (~ 70°C), sehingga dengan kopling antara PLTN dan instalasi desalinasi akan diproduksi listrik dan air bersih secara simultan.

Desalinasi adalah proses untuk menghilangkan kandungan garam dari air laut sehingga dihasilkan air yang layak dikonsumsi (potable water). Proses desalinasi membutuhkan listrik dan/ atau panas yang dapat dipasok dari PLTN. Semua jenis reaktor nuklir mampu menyediakan panas proses untuk dikopel dengan instalasi desalinasi. Hingga saat ini jenis reaktor nuklir yang banyak digunakan sebagai pembangkit listrik adalah reaktor nuklir air bertekanan (Pressurized Water Reactor atau PWR). Reaktor ini menggunakan air (H2O) sebagai pendingin sekaligus sebagai moderator dengan suhu

pendingin keluar reaktor (~320°C). Panas yang dihasilkan oleh reaksi fisi pada bahan bakar uranium dioksida (UO2) dalam bejana reaktor (reactor vessel) dipakai untuk memanaskan air

pendingin primer bertekanan. Air pendingin primer selanjutnya dialirkan ke sistem pembangkit uap (steam generator) untuk memproses pertukaran panas dari sistem pendingin primer ke sistem pendingin sekunder, pertukaran panas ini menyebabkan air sistem pendingin sekunder mendidih dan menghasilkan uap panas yang selanjutnya dipakai untuk memutar turbin dan generator untuk menghasilkan tenaga listrik.[1]

Dalam sistem PLTN yang dikopling dengan instalasi desalinasi, panas yang dibutuhkan untuk proses desalinasi diambil dari siklus sekunder. Uap yang dibangkitkan pada siklus sekunder PLTN tipe PWR dalam kondisi temperatur berkisar 250O-285OC (40-70

bar), untuk alasan efisiensi pembangkit. Sementara itu, uap buangan pada kondensor kurang lebih 40OC (0,18 bar). Temperatur Brine Maximum untuk proses desalinasi termal

berkisar 70- 120O C, untuk alasan pencegahan scaling. Akibatnya, temperatur brine maximum

adalah jauh lebih tinggi dari temperatur normal uap buang pada kondensor, di sisi lain temperatur brine maximum jauh lebih rendah dari pada uap keluar pembangkit uap. Hal ini menyebabkan, penyediaan panas yang moderate untuk proses desalinasi dapat dilakukan dengan mencerat uap dari turbin ekstrasi maupun dari turbin tekanan balik. Namun demikian, cara ini akan mengakibatkan berkurangnya produksi listrik walaupun berakibat meningkatnya efisiensi penggunaan panas. Oleh karena itu, pemilihan skema ekstrasi/ekstrasi uap yang tepat dari siklus sekunder PLTN sangat penting bagi optimalisasi kinerja sistem kogenerasi.[2]

2.

METODOLOGI

2.1. Cycle Tempo

Untuk menemukan skema ekstrasi yang optimum pada PLTN PWR untuk kogenerasi ini digunakan program komputer Cycle Tempo. Program tersebut adalah program komputasi neraca massa dan energi yang dikembangkan oleh Delft University of Technology Belanda sebagai program analisis termodinamika dan optimasi sistem pembangkit listrik, panas proses dan pendingin.

(3)

Program ini sesuai untuk pemodelan siklus turbin uap, unit STAG, siklus turbin gas, sistem pembakaran dan penukar panas, siklus kombinasi gasifikasi batubara dan biomassa, sistem fuel cell, siklus rankine organik, sistem pendingin dan heat pump. Dengan program ini hampir semua sistem yang telah ada ataupun yang masih desain dapat di modelkan, sehingga cycle tempo sangat cocok untuk mengevaluasi sistem kombinasi yang kompleks. Evaluasi dari sistem kombinasi panas dan listrik (Combined Heat and Power CHP) menjadi mudah dengan fitur-fitur yang ada dalam program ini.[3]

2.2. Asumsi

Studi dilakukan terhadap skema ekstrasi uap yang mampu menyediakan uap tekanan rendah untuk proses desalinasi termal. Skenario skema ekstrasi uap disimulasikan terhadap PLTN PWR AP 1000 dikarenakan kelengkapan data siklus sekunder yang tersedia. Data siklus sekunder PLTN PWR AP 1000 dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Data Sistem Konversi Uap dan Listrik AP 1000 Sistem Konversi Uap dan Listrik [4]

Parameter Nilai

Laju panas pembangkit uap (MWth) 3.415

Tekanan uap keluar pembangkit uap (psig) 823 Temperatur air umpan pembangkit uap (OF) 440

Temperatur uap keluar pembangkit uap (OF) 523

Produksi listrik (kW) 1.199.500

Kecepatan turbin (rpm) 1.800

Selain itu, data tambahan lain adalah pada sistem sekunder AP 1000 memiliki sebuah pengering uap (moisture separator), dua unit pemanas ulang (reheat), dan enam unit regenerasi/pemanas air umpan (lima unit pemanas tertutup dan satu unit pemanas terbuka/deaerator). Sedangkan kebutuhan uap untuk proses desalinasi termal diinginkan pada kondisi uap jenuh dengan tekanan 1,9 bar, temperatur 118OC ( diasumsikan condenser

approach 8OC sehingga tempertur maksimum brine 110OC) dan laju panas yang diinginkan

adalah 250, 500, dan 1000 MWth.

Dalam penelitian ini identifikasi dilakukan terhadap empat skenario skema yang berdasarkan dua lokasi ekstrasi uap yaitu:

a. Ekstrasi uap dari turbin tekanan rendah

Skenario skema ekstrasi ini dipilih karena kondisi uap ekstrasi turbin tekanan rendah sesuai dengan kondisi uap yang diperlukan oleh proses desalinasi termal. Skenario skema untuk lokasi ekstrasi tersebut adalah:

 Skema 1

Uap diekstrasi dari aliran pipa ekstrasi turbin tekanan rendah untuk pemanas air umpan pembangkit uap. Uap yang diekstrasi kemudian dikirim ke instalasi desalinasi, memberikan panas latennya dan terkondensasi. Kondensat kemudian dikirim kembali ke PLTN dan bercampur dengan kondensat dari kondensor.  Skema 2

Uap diekstrasi langsung dari turbin tekanan rendah, dan dikirm ke instalasi desalinasi. Kondensat dikirim kembali ke PLTN dan bercampur dengan kondensat dari kondensor. Pada skema ini satu buah pemanas air umpan pembangkit uap di hilangkan.

(4)

b. Ekstrasi uap dari keluaran turbin tekanan tinggi

Skenario skema ekstrasi ini dipilih karena kondisi uap keluaran crossover pipe mempunyai tekanan dan temperatur yang tinggi sehingga memungkinkan untuk menyediakan uap yang diperlukan oleh proses desalinasi termal. Skenario skema sebagai berikut:

 Skema 3

Uap diekstrasi dari aliran pipa keluaran turbin tekanan tinggi (crossover pipe) kemudian gunakan untuk memutar turbin tekanan balik. Kemudian uap tekanan rendah yang keluar dari turbin tekanan balik dikirim ke instalasi desalinasi dengan terlebih dahulu dikeringkan dalam pengering uap. Kondensat dikirim kembali ke PLTN dan bercampur dengan kondensat dari kondensor. Pada skema ini sebuah turbin tekanan balik ditambahkan dalam siklus sekunder PLTN.

 Skema 4

Uap diekstrasi dari crossover pipe kemudian diturunkan tekanannya hingga sesuai dengan kondisi tekanan uap yang dibutuhkan untuk proses desalinasi termal. Uap kemudian dimanfaatkan sebagai media pemanas pada pemanas air umpan tambahan pembangkit uap. Uap keluar pemanas air umpan tambahan pada temperatur dan tekanan yang sesuai dengan kondisi yang dibutuhkan proses desalinasi termal.

3.

SIKLUS RANKINE PLTN PWR

Siklus Rankine adalah siklus yang digunakan sebagai standar untuk instalasi pembangkit daya yang menggunakan air sebagai fluida kerja. Siklus ini merupakan faktor utama dalam perancangan setiap instalasi daya yang menggunakan fluida uap (Gambar 1) dengan diagram siklus pada Gambar 2, terdiri atas proses-proses sebagai berikut:

1—2 : proses pemompaan secara adiabatic reversible dalam pompa 2—3 : proses perpindahan panas pada tekanan tetap di ketel

3—4 : proses ekspandi yang berlangsung secara adiabatic reversible dalam turbin 4—1 : proses perpindahan panas pada tekanan tetap di ketel di kondensor

Reaktor Pembangkit uap Pompa Pendingin Sekunder Daya Listrik Kondensor Generator Turbin Atmosfer Wp

(5)

Kurva Jenuh Enthropi, s T em p er a tu r, T 5 b 6 a 3 2 2a 1 4s 4

Gambar 2. Diagram T-S Siklus Rankine PLTN PWR[6]

Persamaan-persamaan yang berlaku sesuai dengan proses-proses yang terjadi di dalam siklus tersebut adalah sebagai berikut[6,7]:

dengan h1 dan h2 adalah enthalpy keluar dan enthalpy masuk pompa, kerja pompa yang diperlukan per satuan massa fluida kerja (Wpompa):

1 _ 2 h

h

Wpompa (1)

Kondisi setelah keluar pompa secara berurutan dengan pertimbangan volume jenis (v1) cairan yang konstan dan tekanan (p) pada proses isothermal enthalpy pada titik 2 (h2) dapat dievaluasi sebagai berikut:

p p p v h h  1 _ 2 1 2 2   ( 2)

Panas yang dimasukkan ke dalam sistem per satuan massa fluida kerja (qmasuk): 2

_ 3 =h h

qmasuk (3)

Kerja yang dihasilkan per satuan massa uap air dalam turbin (Wturbin): 4

_ 3 =h h

Wturbin (4)

Proses yang berlangsung di dalam turbin adalah entropi tetap (s3 = s4s) fraksi uap (x4s) yang terjadi pada proses entropi tetap diperoleh dengan menggunakan persamaan:

fg f s s s s s x _ 4 4 = (5)

(6)

Nilai entropi pada keadaan isentropik (h4s) diperoleh dengan menggunakan persamaan: g s f s h x h h4 = _ 4 (6)

dengan menggunakan hasil dari persamaan tersebut dapat diperoleh nilai entalpi pada kondisi 4 (h4) yaitu: ) ( = 3_ 3_ 4 4 h ηT h h s h (7)

Panas yang dilepas oleh kondensor (qkeluar): 1

_ 4

=h h

qkeluar (8)

Efisiensi termal siklus rankine (η):

) ( ) ( ) ( = = 2 _ 3 1 _ 2 _ 4 _ 3 _ h h h h h h q W W η masuk pompa turbin (9)

Untuk memperbaiki efisiensi pada siklus Rankine sederhana, pembangkit uap pada PLTN umumnya menerapkan sistem regenerasi dan reheat/pemanasan ulang. Pokok pemikiran regenerasi ialah pemberian panas dilakukan secara isotermis (garis 2-3), dan pembuangan panas juga secara isotermis (garis 4-1), sehingga siklus berlangsung diantara 2 isotermis dan 2 isentropis. Siklus ini dikenal dengan siklus Carnot, dimana telah diketahui bahwa siklus Carnot merupakan siklus dengan efisiensi tertinggi yang mungkin dicapai. Ini dilakukan dengan mengeluarkan steam sedikit dari turbin pada titik-titik yang berbeda. Uap ini digunakan untuk memanaskan air umpan 1 – 2. Sedangkan pembangkit uap hanya memberikan panas pada garis 2 – 3.

Sedangkan reheat dilakukan dengan mengekspansi uap menggunakan dua turbin, yang diantara dua turbin tersebut uap dipanaskan hingga temperatur meningkat (bahkan hingga kondisi lewat jenuh). Tahapannya adalah uap masuk turbin diekspansikan pertama kali (turbin tekanan tinggi, sampai tekanannya menengah), uap keluar turbin dipanaskan ulang (menggunakan uap dari pembangkit uap, pada tekanan tetap) kemudian diekspansikan terakhir kali (turbin tekanan rendah).

4.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dalam rangka untuk mendapatkan efisiensi panas dari sistem kogenerasi, maka perlu dilakukan analisis terhadap titik ekstraksi uap yang terbaik terkait dengan kehilangan daya dalam sistem kogenerasi. Dalam studi ini dilakukan analisis terhadap 4 skenario skema dari 2 titik ekstraksi uap yaitu turbin tekanan rendah dan crossover pipe. Dengan menggunakan program cycle tempo masing-masing skenario skema ekstrasi uap disimulasikan dengan hasil seperti yang ditunjukkan pada Gambar 5 – 8.

(7)

H,trans = 1.81943e+06 kW H = -3415000.00 kW Pel = 1109009.38 kW 10.60 118.41 497.66 227.413 46 46 4545 10.60 114.22 479.88 1271.368 44 44 1.882 118.30 99.63(X) 227.413 43 43 1.882 118.30 2695.22 26.136 42 42 41 41 4.792 191.90 2839.60 76.211 40 40 10.60 113.30 476.01 1043.955 39 39 38 38 1.882 118.30 2695.22 253.549 3737 10.60 97.90 410.98 1043.955 36 36 35 35 1.124 102.90 2622.61 44.134 34 34 10.60 74.32 311.95 1043.955 33 33 32 32 31 31 0.4613 79.32 2505.09 56.827 30 30 10.60 42.70 179.74 1043.955 29 29 10.60 182.43 930.44 548.964 28 28 11.20 184.87 784.75 179.676 27 27 29.20 232.36 1098.24 155.005 26 26 25 25 29.20 232.36 0.00(X) 369.288 24 24 10.70 268.04 100.00(X) 1271.368 23 23 58.00 227.36 978.55 1888.353 22 22 58.00 183.33 780.25 1888.353 21 21 29.20 232.36 93.10(X) 214.283 20 20 19 19 10.60 182.43 2535.40 68.021 18 18 17 17 11.20 184.87 2781.32 1271.368 16 16 57.70 273.05 0.00(X) 65.248 15 15 0.08481 42.62 88.64(X) 840.648 14 14 57.70 273.05 2787.01 65.248 13 13 31.80 237.11 0.00(X) 89.756 12 12 11 11 57.70 273.05 2787.01 1823.104 10 10 10.60 182.43 773.95 1888.353 99 10.60 145.24 612.14 1271.368 88 5.000 28.93 121.71 54576.457 77 4.000 36.93 155.04 54576.457 66 55 31.80 237.11 2692.14 89.756 44 33 22 57.70 273.05 2787.01 1888.353 11 28 27 26 25 24 F 23 F 22 F 21 20 F 19 18 17 16 F 15 F 14 13 12 11 10 F 9 8 7 6 5 4 3 2 1 AP1000 pT hm p = Pressure [bar] T = Temperature [°C] h = Enthalpy [kJ/kg] m = Mass flow [kg/s]

H,trans = Transmitted heat flow [kW]

X = Vapour quality [%] Pel = Electrical Pow er [kW] H = Heat output [kW] Desalination Plant

Unit

Desalinasi

Gambar 5. Skenario Skema 1

H,trans = 1.82297e+06 kW H = -3415000.00 kW Pel = 1105491.50 kW 10.60 118.41 497.64 229.833 42 42 41 41 4.792 179.77 2813.26 109.454 40 40 10.60 101.58 426.48 1285.213 10.60 101.58 426.48 1285.213 39 39 10.60 97.90 410.98 1055.379 38 38 37 37 1.882 118.30 2672.05 229.833 36 36 35 35 1.124 102.90 2600.21 37.998 34 34 10.60 74.32 311.95 1055.379 33 33 32 32 31 31 0.4613 79.32 2483.86 58.044 30 30 10.60 42.70 179.74 1055.379 29 29 10.60 182.43 927.29 531.331 28 28 11.20 184.87 784.75 181.632 27 27 29.20 232.36 1079.68 132.657 26 26 25 25 29.20 232.36 0.00(X) 349.699 24 24 10.70 254.60 100.00(X) 1285.213 23 23 58.00 227.36 978.55 1888.353 22 22 58.00 183.33 780.25 1888.353 21 21 29.20 232.36 2678.80 217.042 20 20 19 19 10.60 182.43 2535.40 71.809 18 18 17 17 11.20 184.87 2781.32 1285.213 16 16 57.70 273.05 0.00(X) 41.923 15 15 0.08481 42.62 87.84(X) 849.883 14 14 57.70 273.05 2787.01 41.923 13 13 31.80 237.11 0.00(X) 90.734 12 12 11 11 57.70 273.05 2787.01 1846.429 10 10 10.60 182.43 773.95 1888.353 99 10.60 145.24 612.14 1285.213 88 5.000 28.93 121.71 54682.508 77 4.000 36.93 155.04 54682.508 66 55 31.80 237.11 2692.14 90.734 44 33 22 57.70 273.05 2787.01 1888.353 11 26 25 24 F 23 22 F 21 20 F 19 18 17 16 F 15 F 14 13 12 11 10 F 9 8 7 6 5 4 3 2 1

AP1000

p T hm p = Pressure [bar] T = Temperature [°C] h = Enthalpy [kJ/kg] m = Mass flow [kg/s]

H,trans = Transmitted heat flow [kW]

X = Vapour quality [%] Pel = Electrical Pow er [kW]

H = Heat output [kW]

Unit

Desalinasi

(8)

H,trans = 1.81487e+06 kW H = -3415000.00 kW Pel = 1047937.88 kW Pel = 65649.97 kW 52 52 51 51 1.900 118.60 100.00(X) 226.648 50 50 10.60 118.71 498.91 247.7124949 48 48 10.60 114.34 480.41 1289.969 47 47 10.60 182.43 784.75 182.304 46 46 1.900 118.60 91.50(X) 247.712 45 45 44 44 43 43 42 42 4.792 150.24 633.29 77.020 41 41 4.792 191.90 2839.60 77.020 40 40 10.60 113.30 476.01 1042.257 39 39 1.882 118.30 496.58 103.055 38 38 1.882 118.30 2695.22 26.035 37 37 10.60 97.90 410.98 1042.257 36 36 1.124 102.90 431.35 147.091 35 35 1.124 102.90 2622.61 44.036 34 34 10.60 74.32 311.95 1042.257 33 33 32 32 0.4613 79.32 332.10 203.787 31 31 0.4613 79.32 2505.09 56.695 30 30 10.60 42.70 179.74 1042.257 29 29 10.60 182.43 926.16 525.273 28 28 27 27 29.20 232.36 1098.24 127.071 26 26 25 25 24 24 10.70 268.04 100.00(X) 1042.257 23 23 58.00 227.36 978.55 1888.353 22 22 58.00 183.33 780.25 1888.353 21 21 29.20 232.36 2678.80 215.897 20 20 10.95 232.11 2899.10 1042.257 19 19 10.60 182.43 2535.40 73.111 18 18 17 17 11.20 184.87 2781.32 1289.969 16 16 15 15 0.08481 42.62 88.64(X) 838.470 14 14 57.70 273.05 2787.01 53.490 13 13 12 12 11 11 57.70 273.05 2787.01 1834.863 10 10 10.60 182.43 773.95 1888.353 99 10.60 145.24 612.14 1289.969 88 77 4.000 38.03 159.64 54441.801 66 55 31.80 237.11 2692.14 73.581 44 33 11.30 185.27 2535.40 73.111 22 57.70 273.05 2787.01 1888.353 11 33 32 31 30 29 28 27 26 25 24 F 23 F 22 F 21 20 F 19 18 17 16 F 15 F 14 13 12 11 10 F 9 8 7 6 5 4 3 2 1 AP1000 p T hm p = Pressure [bar] T = Temperature [°C] h = Enthalpy [kJ/kg] m = Mass flow [kg/s]

H,trans = Transmitted heat flow [kW]

X = Vapour quality [%] Pel = Electrical Pow er [kW]

H = Heat output [kW]

Unit

Desalinasi

Gambar 7. Skenario Skema 3

H,trans = 1.86481e+06 kW H = -3415000.00 kW Pel = 1063652.50 kW 10.60 118.71 498.91 228.796 51 51 10.60 118.30 497.19 1059.753 50 50 1.900 118.60 99.06(X) 228.796 49 49 1.882 155.52 2781.32 228.796 48 48 10.60 118.38 497.50 1288.549 47 47 11.20 184.87 784.75 182.104 46 46 45 45 11.20 184.87 2781.32 228.796 44 44 43 43 42 42 4.792 150.24 633.29 66.952 41 41 4.792 191.90 2839.60 66.952 40 40 10.60 113.30 476.01 1059.753 39 39 38 38 1.882 118.30 2695.22 27.179 37 37 10.60 97.90 410.98 1059.753 36 36 35 35 1.124 102.90 2622.61 45.092 34 34 33 33 32 32 31 31 0.4613 79.32 2505.09 58.119 30 30 10.60 42.70 179.74 1059.753 29 29 10.60 182.43 926.50 527.082 28 28 27 27 29.20 232.36 1098.24 129.205 26 26 25 25 24 24 10.70 268.04 100.00(X) 1059.753 23 23 58.00 227.36 978.55 1888.353 22 22 58.00 183.33 780.25 1888.353 21 21 29.20 232.36 2678.80 215.774 20 20 19 19 10.60 182.43 2535.40 72.722 18 18 17 17 16 16 15 15 0.08481 42.62 88.64(X) 862.410 14 14 57.70 273.05 2787.01 54.388 13 13 12 12 11 11 57.70 273.05 2787.01 1833.965 10 10 10.60 182.43 773.95 1888.353 99 10.60 145.24 612.14 1288.549 88 77 66 55 31.80 237.11 2692.14 74.817 44 33 22 57.70 273.05 2787.01 1888.353 11 32 H 31 30 29 28 27 26 25 24 F 23 F 22 F 21 20 F 19 18 17 16 F 15 F 14 13 12 11 10 F 9 8 7 6 5 4 3 2 1 p T hm p = Pressure [bar] T = Temperature [°C] h = Enthalpy [kJ/kg] m = Mass flow [kg/s]

H,trans = Transmitted heat flow [kW]

X = Vapour quality [%] Pel = Electrical Pow er [kW]

H = Heat output [kW]

Unit

Desalinasi

(9)

Selanjutnya masing-masing skema mempunyai unjuk kerja kogenerasi seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2, 3, dan 4:

Tabel 2. Unjuk Kerja Reaktor Kogenerasi dengan Daya 250 MWth untuk Desalinasi

Parameter Satuan Skema

Acuan 1 2 3 4

Laju panas pembangkit uap MWth 3415,0

Daya terbangkitkan MWe 1188,1 1148,5 1144,6 1150,8 1125,5

Kebutuhan listrik internal MWe 47,1 44,0 44,1 44,0 44,4

Daya hilang karena kogenerasi MWe 0,0 39,5 43,5 37,2 62,5

Daya yang bisa ditransmisikan MWe 1140,9 1104,5 1100,5 1106,8 1081,2

Tabel 3. Unjuk Kerja Reaktor Kogenerasi dengan Daya 500 MWth untuk Desalinasi

Parameter Satuan Skema

Acuan 1 2 3 4

Laju panas pembangkit uap MWth 3415,0

Daya terbangkitkan MWe 1188,1 1109,0 1105,5 1113,6 1063,7

Kebutuhan listrik internal MWe 47,1 40,9 40,9 40,8 41,6

Daya hilang karena kogenerasi MWe 0,0 79,1 82,6 74,5 124,4

Daya yang bisa ditransmisikan MWe 1140,9 1068,1 1064,5 1072,8 1022,1

Tabel 4. Unjuk Kerja Reaktor Kogenerasi dengan Daya 1000 MWth untuk Desalinasi

Parameter Satuan Skema

Acuan 1 2 3 4

Laju panas pembangkit uap MWth 3415,0

Daya terbangkitkan MWe 1188,1 1029,9 1027,3 1039,1 939,9

Kebutuhan listrik internal MWe 47,1 34,6 34,7 34,5 36

Daya hilang karena kogenerasi MWe 0,0 158,1 160,8 149,0 248,2

Daya yang bisa ditransmisikan MWe 1140,9 995,3 992,6 1004,6 903,9

Dari skema hasil simulasi (Gambar 4 – 7) dan tabel 2 – 4 yang menggambarkan unjuk kerja kogenerasi terlihat bahwa skema sistem kogenerasi menyebabkan produksi listrik berkurang. Hal ini dikarenakan pada skema sistem kogenerasi sebagian uap yang harusnya dimanfaatkan untuk memutar turbin dialirkan untuk memenuhi kebutuhan panas proses desalinasi. Sesuai dengan persamaan 4 (kerja turbin persatuan massa) dengan berkurangnya massa uap maka kerja turbin pun akan berkurang. Selain itu temperatur uap juga berpengaruh terhadap kerja turbin karena akan menentukan nilai entalpi dari uap tersebut.

Skema 3 dimana uap diekstrasi dari aliran pipa keluaran turbin tekanan tinggi (crossover pipe), menunjukkan hasil yang terbaik dibanding dengan skema 1, 2 dan 4. Pada skema 3 uap yang diekstraksi dari crossoverpipe dimanfaatkan terlebih dahulu energinya untuk memutar turbin tekanan balik yang mana kondisi keluaran turbin tersebut disesuaikan dengan kondisi yang diinginkan instalasi desalinasi. Hal ini berbeda dengan skema lainnya (1, 2 dan 4) yang mana uap yang diekstraksi energinya tidak dimanfaatkan (skema 4) ataupun tidak mungkin dimanfaatkan (skema 1 dan 2). Pemanfaatan katup ekspansi pada skema 4, berakibat pada terbuangnya energi uap berenergi tinggi (live steam) yang diekstrak dari crossoverpipe. Sementara ekstraksi uap pada skema 1 dan 2 tidak memungkinkan untuk dimanfaatkan energinya karena kondisi uap pada skema tersebut sudah mendekati kondisi yang diinginkan pada instalsi desalinasi. Ekstraksi skema 1 dan 2 berpengaruh pada berkurangnya massa uap yang digunakan untuk memutar kisi-kisi turbin pada tahap selanjutnya.

(10)

Dari skema kogenerasi di atas juga terlihat bahwa kebutuhan listrik internal PLTN lebih rendah dari skema acuan. Hal ini dikarenakan jumlah kondensat dari kondensor pada skema kogenerasi lebih kecil dari skema acuan, sehingga kebutuhan daya pompa skema kogenerasi lebih rendah dari skema acuan.

Hasil simulasi dari skema 3 pada kebutuhan panas desalinasi 1000 MWth

menunjukkan daya terbangkitkan 1039,1 MWe, kebutuhan listrik internal 34,5 MWe, kehilangan daya karena kogenerasi 149 MWe dan daya yang bisa ditransmisikan 1004,6 MWe. Skema ini memberikan pengurangan produksi listrik yang paling kecil dibandingkan dengn skema yang lain. Selain itu hasil simulasi juga menunjukkan bahwa makin tinggi daya reaktor kogenerasi, maka makin rendah daya terbangkitkan dan makin besar daya yang hilang karena kogenerasi.

5.

KESIMPULAN

Hasil identifikasi skema optimum ekstraksi uap pada sistem kogenerasi PLTN tipe PWR menunjukkan bahwa skema 3 dimana uap diekstrasi dari aliran pipa keluaran turbin tekanan tinggi (crossover pipe), menunjukkan hasil yang terbaik dibanding dengan skema 1, 2 dan 4. Hasil simulasi terhadap skema 3 pada pada kebutuhan panas desalinasi 1000 MWth

menunjukkan daya terbangkitkan 1039,1 MWe, kebutuhan listrik internal 34,5 MWe, kehilangan daya karena kogenerasi 149 MWe dan daya yang bisa ditransmisikan 1004,6 MWe. Selain itu hasil simulasi juga menunjukkan bahwa makin tinggi daya reaktor kogenerasi, maka makin rendah daya terbangkitkan dan makin besar daya yang hilang karena kogenerasi.

UCAPAN TERIMA KASIH

Tim Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ahli IAEA bidang Non-Electrical Application Dr. Ibrahim Khamis dan Konsultan IAEA Konstantinos C. Kavvadias dan Ignacio Garcia Sanchez-Cervera yang telah membimbing dan memberikan hand on training software untuk menunjang analisis terhadap sistem kogenerasi.

DAFTAR PUSTAKA

[1]. _______, ”Nuclear Power Plants in the World”, www.icjt.org/an/tech/jesvet/jesvet.htm, diakses tanggal 24 Maret 2011.

[2]. INTERNATIONAL ATOMIC ENERGY AGENCY, “Status of Nuclear Desalination in

IAEA Member States”, TECDOC 1524, INTERNATIONAL ATOMIC ENERGY

AGENCY, Vienna, 2007.

[3]. _______, “Cycle-Tempo: Introduction”, Delft University of Technology (TU Delft), Faculty of Mechanical, Maritime and Materials Engineering (3MSE), Energy Technology Section, The Netherlands, 2007

[4]. _______, “AP 1000 Design Control Document”, Westinghouse AP1000, Westinghouse, 2004.

[5]. _______, “Nuclear Energy: Myth or Future”, www.coms 363 nuclear.weebly.com/, diakses tanggal 24 Maret 2011.

[6]. TODRES, N. and KAZMI, M.S., “Nuclear System 1, Thermal Hydraulic Fundamentals”, McGraw Hill, Inc., New York, 1990.

[7]. SMITH, J.M., VAN NESS, H.C. and ABBOTT, M.M., “Introduction to Chemical Engginering Thermodynamics”, McGraw Hill International Editions, 1996.

Gambar

Gambar 1.  Skema Sederhana PLTN PWR [6]
Gambar 2.  Diagram T-S Siklus Rankine PLTN PWR [6]
Gambar 6. Skenario Skema 2
Gambar 8. Skenario Skema 4
+2

Referensi

Dokumen terkait

Kemudian pada 1907, Tirto Adhi Soerjo mendirikan Medan Prijaji yang kemudian dijadikan Tirto Adhi Soerjo sebagai alat untuk memajukan bangsanya. Keluhan-keluhan dan

〔商法四二六〕 株主代表訴訟係属中に株式移転により取締役の属す

Berdasarkan hasil analisis dan uji hipotesa maka dapat dibuat simpulan penelitian ini, adalah bahwa ada pengaruh yang signifikan variabel lingkungan kerja, self

tentang faktor-faktor risiko yang dapat diubah terhadap kejadian katarak pada DM tipe 2 yaitu kadar trigliserida ≥150 mg/dl; semakin lama mengidap DM, maka risiko

Kedua, meskipun buku ini cukup baik dalam menjelaskan penggunaan pengukuran jaringan untuk ketiga level analisis seperti individu, kelompok dan sistem namun pada

Di antara mudharat yang timbul jika seseorang tidak minta izin kepada penghuni rumah adalah bahwa hal itu akan menimbulkan kecurigaan dari tuan rumah, bahkan bisa-bisa

Struktur Kepemilikan Tanah di Kelurahan Balige III yang dimiliki oleh perseorangan, kepemilikan komunal, kepemilikan Organisasi Kemasyarakatan (tidak termasuk tanah

PURWOREJO, FP – Dalam rangka Hari Kesatuan Gerak Bhayangkari ke-64 serta memperingati Hari Kesehatan Gigi dan Mulut Nasional tahun 2016, Bhayangkari Polres Purworejo