PERSEPSI MASYARAKAT TENTANG CALON BUPATI MANTAN KORUPTOR DI DESA CANGKRINGSARI KECAMATAN SUKODONO
KABUPATEN SIDOARJO
SKRIPSI
Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana
Ilmu Sosial (S.Sos) Dalam Bidang Sosiologi
Oleh: Lailatul Muniroh
B05212025
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
JURUSAN ILMU SOSIAL PROGAM STUDI SOSIOLOGI
ABSTRAK
Lailatul Muniroh, 2015. Persepsi Masyarakat tentang Calon Bupati Mantan Koruptor di Desa Cangkringsari Kecamatan Sukodono Kabupaten Sidoarjo. Skripsi program studi Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu politik UIN Sunan Ampel Surabaya.
Kata Kunci: Persepsi Masyarakat, Kepercayaan Masyarakat.
Ada dua latar belakang yang hendak dikaji dalam skripsi ini, yaitu: pertama bagaimana persepsi masyarakat tentang adanya calon bupati mantan koruptor di Desa Cangkringsari Kecamatan Sukodono Kabupaten Sidoarjo?. Kedua bagaimana reaksi masyarakat ketika ada calon bupati mantan koruptor di Desa Cangkringsari Kecamatan Sukodono Kabupaten Sidoarjo?.
Untuk menjawab permasalahan tersebut, peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif dan jenis penelitian fenomenologi,. Dalam hal ini, peneliti menggunakan teori tindakan sosial Max Weber. Data yang diperoleh kemudian disajikan secara deskriptif dan dianalisis menggunakan teori tindakan sosial Max Weber.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iii
MOTTO ... iv
PERSEMBAHAN ... v
PERNYATAAN PERTANGGUNGJAWABAN PENULISAN SKRIPSI .... vi
ABSTRAK ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR GAMBAR ... xii
DAFTAR GRAFIK ... xiii
BAB 1 : PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 5
C. Tujuan Penelitian ... 6
D. Manfaat Penelitian ... 6
E. Penelitian Terdahulu ... 6
F. Definisi konseptual ... 8
G. Kerangka Teoritik ... 10
1. Pendekatan dan Jenis penelitian ... 12
2. Lokasi dan Waktu penelitian ... 14
3. Pemilihan Subyek Penelitian ... 14
4. Tahap-tahap Penelitian ... 14
5. Teknik Pengumpulan Data ... 18
6. Teknik Analisi Data ... 20
7. Teknik Keabsaan Data ... 21
I. Sistematika Pembahasan ... 21
BAB II : KAJIAN TEORITIK A. Tindakan Sosial Max Weber ... 22
1. Rasionalitas Instrumental ... 25
2. Rasional yang Berorientasi Nilai ... 26
3. Tindakan Afektif ... 27
4. Tindakan Tradisonal ... 27
BAB III : ANALISIS DATA A. Subjek Penelitian ... 31
B. Deskripsi Hasil Penelitian ... 33
1. Masyarakat Desa Cangkringsari ... 36
a. Partisipasi Masyarakat Desa Cangkringsari pada Pilkada 2015 ... 36
c. Reaksi Masyarakat Desa Cangkringsari pada Calon Bupati Mantan
Koruptor ... 42
d. Kriteria calon Bupati yang Baik Menurut Masyarakat Desa Cangkringsari ... 43
e. Kredibilitas Masyarakat Desa Cangkringsari pada Calon Bupati Mantan Koruptor ... 45
f. Peran Masyarakat Desa Cangkringsari Dalam Mengetahui Calon Bupati Mantan Koruptor ... 47
g. Calon Bupati Yang Diharapkan Masyarakat Desa Cangkringsari untuk Sidoarjo Lebih baik ... 50
h. Visi Koruptor dalam Pembangunan Kota Sidoarjo ... 51
2. Aktivis Politik ... 53
a. Persepsi Ormas Tentang Calon Bupati Mantan Koruptor ... 53
b. Sikap Apatis pada Calon Bupati Mantan Koruptor ... 55
c. Factor yang menjadikan KPU meloloskan mantan koruptor menjadi calon bupati ... 56
d. Faktor Keberanian Mantan Koruptor Mencalonkan diri ... 56
e. Kriteria Calon Bupati yang Baik di Sidoarjo ... 57
f. Calon Bupati yang Ideal untuk Kabupaten Sidoarjo ... 58
C. Analisis Data ... 64
1. Partisipasi Warga Cangkringsari dalam Pilkada 2015 di Kabupaten Sidoarjo ... 66
Sidoarjo ... 66
2. Persepsi Masyarakat Desa Cangkringsari pada Calon Bupati Mantan
Koruptor Di Sidoarjo ... 66
a. Tidak masalah dengan adanya calon bupati mantan koruptor 66
b. Adanya calon bupati mantan koruptor, dihimbau masyarakat tidak
memilihnya ... 67
3. Reaksi masyarakat pada calon bupati mantan koruptor ... 67
a. Kaget ketika mengetahui ada calon bupati mantan koruptor .. 67
b. Tidak memilih calon bupati mantan koruptor ... 68
4. Kriteria Calon Bupati yang Baik menurut masyarakat ... 68
a. Pemimpin yang Pro rakyat ... 68
b. Calon bupati yang mempertanggungjawabkan visi misinya ... 69
5. Kredibilitas masyarakat pada calon bupati mantan koruptor ... 69
a. Percaya dengan kinerja calon bupati mantan koruptor ... 69
b. Tidak percaya dengan calon bupati mantan koruptor ... 69
6. Peran Masyarakat Desa Cangkringsari Dalam Mengetahui Calon
Bupati Mantan Koruptor ... 70
a. Peran masyarakat untuk tidak memilih calon bupati mantan
koruptor ... 70
b. Berpikir terbuka tentang calon bupati mantan koruptor ... 70
c. Masyarakat hanya ikut-ikutan saja ... 70
7. Calon Bupati Yang Diharapkan Masyarakat Desa Cangkringsari untuk
a. Meningkatkan pendapatan daerah serta berkomitmen ... 71
b. Meningkatkan pelayanan public ... 71
c. Berintegrasi dan bersih dari korupsi ... 71
8. Visi Koruptor dalam Pembangunan Kota Sidoarjo ... 71
a. Mungkin mampu untuk membangun Sidoarjo lebih baik ... 71
b. Tidak mampu karena seorang mantan koruptor ... 71
D. Konfirmasi Temuan dengan Data ... 74
a. Kaitan tidak tahu profil dan track record dengan teori tindakan social ... 71
b. Kaitanya tidak masalah dengan adanya calon bupati mantan koruptor ... 75
c. Kaitanya reaksi kaget dengan calon bupati mantan koruptor ... 76
d. Kaitanya pemimpin yang pro rakyat untuk calon bupati yang baik ... 76
e. Kaitanya percaya dengan kinerja calon bupati mantan koruptor .. 77
f. Kaitanya pada berpikir terbuka tentang calon bupati mantan koruptor ... 78
g. Kaitanya pada meningkatkan pendapatan daerah dan meningkatkan pelayanan public ... 78
h. Kaitanya ketidak percayaan masyarakat pada calon bupati mantan koruptor dalam membangun Sidoarjo lebih baik ... 79
j. Kaitanya tentang trend calon bupati mantan koruptor yang menurun
dikalangan masyarakat ... 80
k. Kaitanya dukungan parlemen kepada calon bupati mantan
koruptor ... 80
l. Kaitanya pada calon bupati mantan koruptor yang berani mencalonkan
diri karena berpengalaman dan mempunyai uang ... 80
m. Kaitanya pada memilih calon bupati yang baik dengan cara
bertanggung jawab dan mempunyai filter ... 81
n. Kaitannya pada idealnya calon bupati sidoarjo yang bisa mengatur
dana APBD ... 81
BAB IV : PENUTUP
A. Kesimpulan ... 82
B. Saran ... 84
DAFTAR PUSTAKA ... 86
LAMPIRAN-LAMPIRAN
1. Pedoman wawancara
2. Dikumen lain yang relevan
3. Jadwal penelitian
4. Surat keterangan (bukti penelitian)
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pilkada merupakan program paling penting dalam menghasilkan
pemimpin diberbagai negara di dunia salah satunya Indonesia. Pilkada di
indonesia adalah program yang digunakan untuk menyeleksi pemimpin di
daerah-daerah di wilayah indonesia dalam sebuah daerah pilkada merupakan
faktor penting untuk menghasilkan pemimpin dan maju tidaknya daerah
tersebut. Dan salah satu faktor penunjang majunya suatu daerah juga tak lepas
dari peran penting proses Pilkada. Pilkada merupakan bagian dari proses
demokrasi pemilihan umum yang berada didaerah-daerah di Indonesia untuk
menghasilkan pemimpin yang bisanya dilaksanakan lima tahun sekali.
Cara masyarakat Desa mendefinisikan Pilkada biasanya hanya melihat
dari kejadian-kejadian di dalam Pilkada misalnya yang ikut mencalonkan diri
menjadi bupati di Pilkada hanya orang-orang kaya dan berpengaruh di
pemerintahan. Dan Pilkada dianggap hanya formalitas dalam proses pencarian
seorang pemimpin disuatu daerah. Masyarakat sendiri tidak begitu mengetahui
Pilkada sendiri itu seperti apa, mereka hanya mendefiniskan melalui
kejadian-kejadian di dalam proses Pilkada.
Pilkada 2015 kali ini diikuti oleh banyak kalangan, tidak terkecuali
mantan pejabat daerah yang tersandung kasus korupsi. Berbicara mengenai
2
untuk keuntungan pribadi atau orang lain1. Hal itu ditandai oleh banyaknya
daerah yang memiliki calon bupati atau calon walikota seorang mantan
koruptor, itu dilihat dari suatu media yang menayangkan berita tentang
banyaknya mantan koruptor mencalonkan diri di pilkada ada 6 daerah dan hal
tersebut terjadi di Sidoarjo. Salah satu calon bupati yang akan mengikuti
pilkada kali ini ialah seorang mantan koruptor yang dulu pernah menjabat
menjadi ketua DPRD sidoarjo tahun 1999 – 2004. Pada saat itu beliau diusung
oleh partai PKB Dapil Gedangan dan pendiri DPC PKB Sidoarjo era Gus Dur.
Dari maraknya calon bupati atau walikota yang terjerat kasus korupsi
membuat masyarakat atau beberapa kalangan bertanya perihal pencalonanya.
Sebagian kalangan yang berpendapat bahwa ketika mantan koruptor
mencalonkan diri di Pilkada akan membuat peluang korupsi terulang kembali.
Hal ini menyebabkan banyak lembaga-lembaga untuk menyarankan agar
masyarakat tidak memilih calon yang memiliki track record buruk dalam
pemerintahan. Masyarakat harus peduli dengan kelanjutan daerah
masing-masing, akan tetapi banyak masyarakat yang masih belum mengetahui
mengenai fenomena yang ada saat ini.
Fenomena yang terjadi saat ini ialah kurangnya pengetahuan
masyarakat mengenai bakal calon pemimpin daerah mereka. Tidak hanya itu,
banyaknya masyarakat yang tidak peduli dengan pencalonan kader-kader
partai karena sebagian orang jengah dengan pemerintahan. Hal ini terutama
terjadi di kabupaten Sidoarjo dan di kecamatan Sukodono yaitu Cangkringsari.
1
3
Dimana banyak dari warganya yang mayoritas petani dan buruh pabrik, dan
banyak pemudanya hanya lulusan SMK membuat desa ini memiliki warga
yang tidak tahu dan terlihat apatis dengan pemerintahan apalagi dengan
calon-calon kader partai yang akan ikut serta dipilkada Sidoarjo 2015.
Banyak orang yang bersikap “barang siapa calon yang memberikan
uang terbanyak dia yang dipilih”. Mereka tidak melihat asal-usulnya ataupun
kinerjanya. Mereka beralasan bahwa siapapun dan dari manapun
pemimpinnya sama saja, sama-sama tidak berpihak pada rakyat ketika
menjadi pemimpin. Masyarakat Cangkringsari sendiri mayoritas penduduknya
pendidikanya lulusan SMA atau SMK ada juga yang lulusan perguruan tinggi
namun itu hanya sedikit, kebanyakan hanya lulusan SD, SMP, SMA. Di desa
Cangkringsari juga banyak pemuda-pemuda akan tetapi pemuda-pemuda
disini mayoritas sama lulusanya dengan yang lain, hanya sedikit yang
melanjutkan kuliah. Itu terjadi karena himpitan ekonomi dan kurangnya
sosialisasi tentang pendidikan tinggi.
Cara masyarakat untuk mengetahui bagaimana calon kader yang ikut
pilkada di Sidoarjo sangat minim karena masyarakat mayoritasnya hanya
mengandalkan televisi dan pembicaraan dari mulut ke mulut. Sehingga banyak
yang tidak tahu tentang calon pemimpinya, mereka hanya melihat ketika para
calon kampanye dikampung mereka dan melihat bagaimana orangnya
seberapa meriah acara kampanya dan berapa calon memberikan uang kepada
mereka. Dari situ masyarakat langsung menilai memilih siapa bukan dari
4
karena mereka kurang informasi tentang calon bupatinya. Apalagi di desa
Cangkringsari yang banyak pemuda-pemuda tetapi mayoritas tidak mengerti
calon pemimpinya bisa dikatakan antara pemuda dan orang tua disini sama.
Sama-sama apatis dan tidak peduli dengan proses bagaimana calon
pemimpinya. Menurut Parsons, sistem nilai masyarakat adalah perangkat nilai
normatif yang dianut oleh para anggota suatu masyarakat yang menetapkan
dengan acuan khas kepada masyarakat mereka sendiri, apa yang baik bagi
mereka merupakan bentuk masyarakat yang baik.2
Apalagi banyak di desa Cangkringsari yang dipilih oleh para calon
bupati untuk menjadi tim sukses, mereka biasanya hanya menghasut dengan
uang tanpa memikirkan bagaimana yg dipilih. Itu membuat keadaan semakin
buruk dan membuat masyarakat disini di desa Cangkringsari semakin apatis
dan memilih sembarangan. Banyak warga yang semakin berlomba-lomba
menjadi tim sukses karena di beri imbalan dengan banyak uang dan di
pandang wah ketika menjadi tim sukses.
Dari semua itu karena kurangnya pengetahuan dan minimnya
informasi para calon bupati serta mereka hanya berpikir pendek tanpa berpikir
apa yang terjadi setelahnya. Pada pilkada banyak juga dijumpai masyarakat
Cangkringsari golput karena alasan tidak ada uangnya dan mereka berpikir
ketika dia memilih dan meluangkan waktu untuk nyoblos hanya sia-sia karena
para calon sama saja ketika ada di pemerintahan. Semua itu dikuatkan dengan
adanya temuan lapangan, yaitu penyebab rendahnya partisipasi dalam pemilu,
2
5
antara lain: delegitimasi parpol akibat kinerja partai yang kurang beroreintasi
pada pelayanan publik, perilaku pilitisi yang buruk, tidak jujur, korup dan
kurang kapabel, kinerja KPU yang kurang profesional dan kejenuhan
masyarakat kepada aktivitas politik karena politik tidak membawa kearah
perbaikan kualitas hidup baik secara ekonomi, social maupun politik.3
Golput sendiri yaitu bentuk pembangkangan kepada gerakan elit pusat
dimana puncaknya pada pemilu 2004. Ia merpakan gerakan elit yang
merupakan bentuk perlawanan terhadap proses demokrasi elit. Gerakan ini
dipelopori oleh Amin Rais dan Gus Dur, golongan putih yang muncul akibat
adanya sikap apatis terhadap politik dari rakyat. Di era reformasi ada
kecenderungan bahwa gerakan golput dipandang sebagai gerakan yang
menghendaki kebaikan dan perubahan dalam politik. Rasionalitas rakyat
terhadap perilaku politik semakin tinggi sehingga mereka akan berhitung
tentang keuntungan riil yang didapat jika berafiliasi terhadap salah satu partai
politik.4
B. Rumusan Masalah
Dari paparan diatas mengenai Presepsi Masyarakat calon bupati
mantan koruptor, maka rumusan masalah yang akan diteliti adalah
1. Bagaimana persepsi masyarakat tentang adanya calon bupati mantan
koruptor di desa Cangkringsari Kecamatan Sukodono Kabupaten
Sidoarjo?
3
Gulput Apatisme Masyarakat, dan Delegitimasi Elite dalam Pemilu 2009.
4
6
2. Bagaimana reaksi masyarakat ketika ada calon bupati mantan koruptor di
desa Cangkringsari Kecamatan Sukodono Kabupaten Sidoarjo?
C. Tujuan Penelitian
Sehubungan dengan rumusan masaah diatas, maka tujuan dari
penelitian ini adalah
1. Untuk mengetahui persepsi masyarakat tentang calon Bupati mantan
koruptor di desa Cangkringsari.
2. Untuk mengetahui reaksi masyarakat ketika mengetahui adanya calon
Bupati mantan koruptor.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini, diharapkan dapat memenuhi,
antara lain:
1. Penelitian ini akan memberikan pengalaman kepada mahasiswa
bagaimana cara peneliti dan bagaimana cara menggunakan teori sebagai
kacamata untuk melakukan penelitian.
2. Penelitian ini juga merupakan kesempatan bagi penulis untuk belajar
mengaplikasikan teori-teori yang telah penulis dapatkan selama ini
dibangku perkuliahan, khususnya prodi Sosiologi.
E. Penelitian Terdahulu
1. Pemilu dan Praktik Politik Uang Dalam Pemilu Legislatif 2014 di
7
Penelitian yang berjudul Pemilu dan Praktik Politik Uang Dalam
Pemilu Legislatif 2014 di Desa Sukorejo Kecamatan Umbulsari
Kabupaten Jember. Ini adalah penelitian yang di tulis oleh Khalimatus
Sa’Diyah, NIM B05211024 beliau adalah salah satu mahasiswa Program
Sarjana Strata Satu UIN Sunan Ampel Surabaya tahun 2015. Penelitian
yang beliau lakukan yaitu tentang Praktik Politik Uang di Pemilu
Legislatif di Kabupaten Jember. Hal ini menjadikan pertimbangan peneliti
tentang fokus serta tujuan penelitian. Dalam penelitianya Khalimatus
Sa’diyah membahas tentang bentuk-bentuk politik uang dan penyebab
politik uang.5
2. Politik Uang dalam Pemilihan Kepala Desa Tahun 2014 (Studi tentang
Pemahaman Masyarakat Terhadap Politik uang di Desa Poreh Kecamatan
Lenteng Kabupaten Sumenep).
Penelitian yang berjudul Politik Uang dalam Pemilihan Kepala
Desa Tahun 2014 (Studi tentang Pemahaman Masyarakat Terhadap Politik
uang di Desa Poreh Kecamatan Lenteng Kabupaten Sumenep) di tulis oleh
Khoirul Yahya. Fokus penelitian ini yaitu tentang pemahaman masyarakat
tentang politik uang dan faktor yang melatarbelakangi terjadinya politik
uang.6
5
Khalimatus Sa’diyah, Pemilu dan Praktik Politik Uang dalam Pemilu Legislatif 2014 di Desa Sukorejo Kecamatan Umbulsari Kabupaten Jember, 2015.
6
8
F. Definisi Konseptual
Penjelasan konsep yang mendasari pengambilan judul di atas sebagai
bahan penguat sekaligus spesifikasi mengenai penelitian yang akan dilakukan.
1. Persepsi
Persepsi dalam pengertian psikologi proses pencarian informasi
untuk dipahami. Alat untuk memperoleh informasi tersebut adalah
pengindraan (pengelihatan, pendengaran, peraba dan sebagainya).
Sebaliknya, alat untuk memahaminya adalah kesadaran atau kognisi.
Dalam hal persepsi mengenai orang itu atau orang-orang lain dan untuk
memahami orang dan orang lain, persepsi itu dinamakan persepsi sosial
dan kognisinya pun dinamakan kognisi sosial.
Dalam persepsi sosial ada dua hal yang ingin diketahui yaitu
keadaan dan perasaan orang lain saat ini, di tempat ini melalui komunikasi
non lisan (kontak mata, busana, gerak tubuh, dan sebagainya) yang
diperkirakan menjadi penyebab dari kondisi saat ini. Hal yang terakhir ini
bersumber pada kecenderungan manusia untuk selalu berupaya guna
mengetahui apa yang di balik gejala yang ditangkapnya dengan indra.
Dalam hal persepsi sosial, penjelasan yang ada dibalik perilaku itu
dinamakan atribusi.7
2. Masyarakat,
Masyarakat dalam istilah bahasa Inggris adalah society yang
berasal dari kata Latin sociusyang berarti (kawan). Istilah masyarakat
7
9
berasal dari kata bahasa Arab syarakayang berarti (ikut serta adan
berpartisipasi). Masyarakat adalah sekumpulan manusia yang saling
bergaul, dalam istilah ilmiah adalah saling berinteraksi. Suatu kesatuan
manusia dapat mempunyai prasarana melalui warga-warganya dapat saling
berinteraksi. Semua warga masyarakat merupakan manusia yang hidup
bersama,hidup bersama dapat diartikan sama dengan hidup dalam suatu
tatanan pergaulan dan keadaan ini akan tercipta apabila manusia
melakukan hubungan, Mac lver dan Page memaparkan bahwa masyarakat
adalah suatu sistem dari kebiasaan, tata cara, dari wewenang dan kerja
sama antara berbagai kelompok, penggolongan, dan pengawasan tingkah
laku serta kebiasaan-kebiasaan manusia.
Sedangkan masyarakat menurut Selo Soemardjan adalah
orang-orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan dan mereka
mempunyai kesamaan wilayah, identitas, mempunyai kebiasaan, tradisi,
sikap, dan perasaan persatuan yang diikat oleh kesamaan.8
3. Calon Bupati
Adalah bakal kandidat pemimpin di suatu daerah yang proses
pemilihanya bernama pilkada yang diselengarakan pada lima tahun sekali.
Pemimpin daerah yang biasanya disebut bupati, bupati yaitu sebutan atau
pangkat kepala daerah bagian langsung dari kepresidenan.9
8
Soerjono Soekanto, 1990. ”Sosiologi Suatu Pengantar”. Jakarta: Raja Grafindo Persada), hal.22
9
10
4. Mantan Koruptor
Mantan koruptor yaitu mantan pegawai pemerintahan yang
melakukan tindakan korupsi di lingkungan pemerintahan, koruptor sendiri
adalah orang yang melakukan korupsi atau orang yang menyelewengkan
uang Negara ditempat kerjanya.10 Koruptor biasanya diberikan kepada
pegawai pemerintahan yang mencuri atau mengelapkan uang Negara.
G. Kerangka Teoritik
Teori tindakan sosial di kemukakan oleh Max Weber, tindakan sosial
adalah tindakan individu sepanjang tindakanya mempunyai makna atau arti
subyektif bagi dirinya dan diarahkan kepada tindakan orang lain. Tindakan
sosial menurut Weber dapat berupa tindakan yang nyata – nyata diarahkan
kepada orang lain. Juga dapat berupa tindakan yang bersifat “ membatin” atau
bersifat subyektif yang mungkin terjadi karena pengaruh positif dari situasi
tertentu. Atau merupakan tindakan perulangan dengan sengaja sebagai akibat
pengaruh situasi yang serupa. Atau berupa persetujuan secara pasif dalam
situasi tertentu.
Tindakan sosial dapat pula dibedakan dari sudut waktu sehingga ada
tindakan yang diarahkan kepada waktu sekarang, waktu lalu dan waktu yang
akan datang. Dilihat dari segi sasaranya, maka pihak sana yang menjadi
sasaran tindakan sosial si aktor dapat berupa seorang individu atau
sekumpulan orang. Dengan membatasi suatu perbuatan sebagai suatu tindakan
sosial.
10
11
Atas dasar rasionalitas tindakan sosial, Max Weber membedakan 4
tipe. Semakin rasional tindakan sosial itu semakin mudah dipahami, antara
lain:
1. Zwerek Rational
Yakni tindakan sosial murni. Dalam tindakan ini aktor tidak hanya
sekedar menilai cara yang baik untuk mencapai tujuanya tapi juga
menentukan nilai dari tujuan itu sendiri. Tujuan dalam zwerk rational atau
tidak absolut. Ia dapat juga menjadi cara dari tujuan lain berikutnya. Bila
aktor berkelakuan dengan cara yang paling rasional maka mudah
memahami tindakanya itu.
2. Werktrational Action
Dalam tindakan tipe ini aktor tidak dapat menilai apakah cara –
cara yang dipilihnya itu merupakan yang paling tepat ataukah lebih tepat
untuk mencapai tujuan yang lain. Ini menunjukan kepada tujuan itu
sendiri. Dalam tindakan ini memang antara tujuan dan cara – cara dan
mencapainya cenderung menjadi sukar untuk dibedakan. Namun tindakan
ini rasional, karena pilihan terhadap cara-cara kiranya sudah menentukan
tujuan yang diinginkan. Tindakan tipe kedua ini masi rasional meski tidak
serasional yang pertama. Karena ini dapat dipertanggung jawabkan untuk
12
3. Affectual Action
Tindakan yang dibuat-buat. Dipengaruhi oleh perasaan emosi dan
kepura-puraan si aktor. Tindakan ini sukar dipahami. Kurang atau tidak
rasional.
4. Traditional Action
Tindakan yang didasarkan atas kebiasaan-kebiasaan dalam
mengerjakan sesuatu dimasa lalu.
Kedua tipe tindakan terakhir sering hanya tanggapan secara
otomatis terhadap rangsangan dari luar. Karena itu tidak termasuk ke
dalam jenis tindakan yang penuh arti yang menjadi sasaran peneliti
sosiologi. Namun kedua tipe ini pada waktu tertentu dapat berubah
menjadi tindakan yang penuh arti sehingga dapat dipertanggung jawabkan
untuk dipahami.11
H. Metode Penelitian
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang
berupa gambaran-gambaran, kata-kata, dan bukan merupakan
angka-angka. Hal ini juga berusaha menggambarkan dari suatu gejala social yang
telah terjadi, dalam metode kualitatif yang diambil dengan cara
menemukan data secara mendalam mengenai realitas yang akan diteliti.
11
13
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian fenomenologi,
fenomenologi adalah salah satu dari banyak jenis metode penelitian
kualitatif yang digunakan untuk meneliti pengalaman hidup manusia.
Peneliti berharap untuk memperoleh pemahaman tentang kebenaran yang
essensial dari pengalaman hidup. Menurut Alferd Schutz dalam karyanya
yang berjudul the fenomenology of social word adalah Schutz memusatkan
perhatianya pada cara orang memahami kesadaran orang lain, sementara
mereka hidup dalam aliran kesadaran mereka sendiri. Schutz
menggunakan prespektif intersubyektivitas dalam pengertian yang lebih
luas untuk memahami kehidupan sosial, terutama mengenai ciri sosial
pengetahuan. Bagi Schutz, intersubyektivitas adalah ketentuan dunia nyata
dan tidak memerlukan eksplikasi fundamental. Yakni menanggapi dan
hidup didalam sebuah dunia yang sudah terbentuk dengan komunitas. Oleh
karena itu, ilmu-ilmu sosial konkret berhadapan dengan langsung dengan
ranah duniawi yang telah dikurung oleh fenomenologi transendental.
Sosiologis fenomenologis adalah memepoleh wawasan mengenai karakter
pengalaman sosial yang nyata yang diinterpresentasikan secara
konvensional. Schutz menerangkan bahwa baik konsep ilmiah maupun
pengalaman sehari-hari terbentuk lewat kategori-kategori terpisah dari
segala sesuatu yang serta-merta ditentukan dalam kesadaran.12
Fenomenologi lebih memfokuskan diri pada konsep suatu
fenomena tertentu dan bentuk dari studinya adalah untuk melihat dan
12
14
memahami arti dari suatu pengalaman individu yang berkaitan dengan
suatu fenomena tertentu. Polkinghorne mendefinisikan fenomenologi
sebagai sebuah studi untuk memberikan gambaran tentang arti dari
pengalaman-pengalaman beberapa individu mengenai suatu konsep
tertentu.13
2. Lokasi dan Waktu Penelitian
a. Lokasi yang digunakan dalam penelitian ini di Desa Cangkringsari
Kecamatan Sukodono. Dimana kecamatan tersebut akan dilaksanakan
Pilkada Sidoarjo. Alasan memilih tempat tersebut adalah dikarenakan
Desa Cangkringsari Kecamatan Sukodono Kabupaten Sidoarjo karena
kecenderungan partisipasi warga dalam Pilkada Sidoarjo mudah
diidentifikasi dalam perilaku pilihan politik.
b. Waktu Penelitian
Adapun waktu penelitian ini sejak proposal di lakukan selama
satu bulan mulai 01 Desember sampai 31 Desember 2015.
3. Pemilihan Subyek Penelitian
Berdasarkan ruang lingkup bahasan kualitatif yang diambil oleh
peneliti maka dalam menentukan informan yaitu masyarakat yang
berpartisipasi dalam Pilkada 2015 di Sidoarjo. Adapun masyarakat yang
berpartisipasi sebagai berikut:
a. Aktivis partai politik
b. Lsm PPI (Perhimpunan Pergerakan Indonesia)
13
Haris Herdiansyah, 2010, Metodologi Penelitian Kualitatif Untuk Ilmu-ilmu sosial,
15
c. Calon Bupati Sidoarjo
d. Warga Desa Cangkringsari
No. Nama Status
1. Yulia Mahasiswa
2 Eva Ibu rumah tangga
3 Khoirun Anisa Pns
4 Mashita Mahasiswa
5 Khoirul Buruh
6 Nisak TU
7 Rohmanul Buruh
8 Sholikah Ibu rumah tangga
9 Nur Saidah Mahasiswa
10 Tri Ketua PPI
11 M Alfa Roby Ketua Depra PKS Perak Timur
12 Subhan Hadudu Ketua DPC PKS Pabean Cantingan
4. Tahap-Tahap Penelitian
Untuk melakukan sebuah penelitian kualitatif, perlu mengetahui
tahap-tahap yang akan dilalui dalam proses penelitian. Tahapan ini disusun
secara sistematis agar diperoleh data secara sistematis. Ada empat tahap
yang bisa dikerjakan dalam suatu penelitian, yaitu :14
14
16
a. Tahap Pra-lapangan
Pada tahap pra-lapangan merupakan tahap penjajakan
lapangan. Ada enam langkah yang dilakukan oleh peneliti yaitu :
1) Menyusun rancangan penelitian
Pada tahap ini, peneliti membuat usulan penelitian atau
proposal penelitian yang sebelumnya didiskusikan dengan dosen
pembimbing dan beberapa dosen lain serta mahasiswa. Pembuatan
proposal ini berlangsung sekitar satu bulan melalui diskusi yang
terus-menerus dengan beberapa dosen dan mahasiswa.
2) Memilih lapangan penelitian
Peneliti memilih di Desa Cangkringsari Kecamatan
Sukodono Kabupaten Sidoarjo.
3) Mengurus Perizinan
Yakni mengurus perizinan di Bangkesbang Provinsi
dilanjutkan di Bangkesbang Sidoarjo kemudian di balai desa
Cangkringsari kecamatan Sukodono kabupaten Sidoarjo.
4) Menjajaki dan Menilai Lapangan
Tahap ini dilakukan untuk memperoleh gambaran umum
tentang Pilkada 2015 Sidoarjo masyarakat di Desa Cangkringsari.
Agar peneliti lebih siap terjun ke lapangan serta untuk menilai
keadaan, situasi, latar belakang dan konteksnya sehingga dapat
17
5) Memilih dan Memanfaatkan Informan
Tahap ini peneliti memilih seorang informan yang
merupakan orang yang benar-benar tahu dan terlibat dalam
kegiatan. Kemudian memanfaatkan informan tersebut untuk
melancarkan penelitian.
6) Menyiapkan Perlengkapan Penelitian
Pada tahap ini peneliti mempersiapkan segala sesuatu atau
kebutuhanyang akan dipergunakan dalam penelitian ini.
b. Tahap Lapangan
Dalam tahap ini dibagi atas tiga bagian yaitu:
1) Memahami latar penelitian dan persiapan diri
Tahap ini selain mempersiapkan diri, peneliti harus
memahami latar penelitian agar dapat menentukan model
pengumpulan datanya.
2) Memasuki Lapangan
Pada saat sudah masuk ke lapangan peneliti menjalin
hubungan yang baik dan akrab dengan subyek penelitian dengan
menggunakan tutur bahasa yang baik. serta bergaul dengan mereka
dan tetap menjaga etika pergulan dan norma-norma yang berlaku
di dalam lapangan penelitian tersebut.
18
Dalam tahap ini peneliti mencatat data yang diperolehnya ke
dalam fieldnotes, baik data yang diperoleh dari wawancara,
pengamatan atau menyaksikan sendiri kejadian tersebut.
c. Tahap Analisa Data
Analisa data merupakan suatu tahap mengorganisasikan dan
mengurutkan data ke dalam pola, kategori dan satuan uraian dasar agar
dapat memudahkan dalam menentukan tema dan dapat merumuskan
hipotesa kerja yang sesuai dengan data.15 Pada tahap ini data yang
diperoleh dari berbagai sumber, dikumpulkan, diklasifikasikan dan
analisa dengan komparasi konstan.
d. Tahap Penulisan Laporan
Penulisan laporan merupakan hasil akhir dari suatu penelitian,
sehingga dalam tahap akhir ini peneliti mempunyai pengaruh terhadap
hasil penulisan laporan. Penulisan laporan yang sesuai dengan
prosedur penulisan yang baik karena menghasilkan kualitas syang baik
pula terhadap hasil penelitian.
5. Teknik Pengumpulan Data
a. Observasi
Observasi yang dilakukan peneliti adalah pada saat penentuan
informan dimana peneliti mengamati secara visual menggunakan
indera mata dan telinga sendiri untuk mengetahui karakteristik
masyarakat Desa Cangkringsari yang akan dijadikan sebagai informan
15
19
penelitian. Karakteristik yang dimaksud adalah bagaimana
pengetahuan dan pengaruh masyarakat dalam kehidupan sosial
sehari-hari.
b. Wawancara
Proses menggali data terhadap informan dengan menggunakan
pedoman wawancara terbuka dan disertai dengan wawancara lebih
mendalam terhadap informan (indepth interview). Wawancara yang
dilakukan lebih menyerupai suatu dialog antara peneliti dan subyek
penelitian yang dilakukan dengan suasana keakraban dan santai
dengan menggunakan pedoman wawancara atau guide interview.
Dimana, dalam proses wawancara peneliti menyesuaikan lokasi
wawancara sesuai keinginan informan. Dengan cara ini dapat menggali
sebanyak mungkin informasi sehingga memperoleh gambaran yang
sejelas-jelasnya dan lebih memungkinkan mendapatkan info yang unik
dan jujur. Dalam proses wawancara peneliti tidak terpaku pada
pedoman wawancara yang baku tetapi juga mengikuti alur
pembicaraan subyek penelitian dan memungkinkan peneliti untuk
mengembangkan pertanyaan. Pada saat melakukan percakapan,
peneliti berusaha untuk memberi kebebasan kepada informan apapun
pendapatnya dan tidak untuk memotong atau menyela perkataan
informan. Untuk memudahkan proses wawancara peneliti
menggunakan media handphone dan kamera digital sebagai media
20
yang terjadi di lapangan sehingga hasil wawancara dapat terekam
dengan baik, dan peneliti memiliki bukti telah melakukan wawancara
kepada informan.
Dalam melakukan wawancara dengan in depth interview
diperlukan tahapan-tahapan yang harus dilalui sebelumnya mulai dari
proses getting in sebagai bentuk pendekatan seperti peneliti ikut
beradaptasi atau bersosialisasi dengan informan atau masyarakat
terlebih dahulu saat akan melakukan wawancara terutamanya in depth
interview kemudian didukung dengan terciptanya trust (kepercayaan)
yang melibatkan peneliti dengan informan begitupun sebaliknya yang
mempermudah peneliti untuk menggali data semaksimal mungkin dari
informan.
6. Teknik Analisi Data
Menurut Barger dan Luckman, langkah-langkah analisis data pada
studi fenomenologi, yaitu:
a. Memusatkan perhatian observasi dan kajian pada praktik sosial dari
fenomena yang terjadi.
b. Menggali lebih dalam berbagai aspek dan informasi historis dari para
pelaku serta memperhatikan dimensi struktural maupun kultural yang
ada.
c. Memanfaatkan semaksimal mungkin data trianggulasi maupun
investigator trianggulasi.16
16
21
7. Teknik Pemeriksaan Data
Salah satu syarat bagi analisis data adalah dimilikinya data yang
valid dan reliabel. Untuk melihat kevalidan dari hasil penelitian, dilakukan
dengan cara trianggulasi yang merupakan usaha dari penulis untuk melihat
keabsahan data. Untuk melihat keabsahan data tersebut diperlukan untuk
menggunakan sumber lebih dari satu/ganda. Ketika jawaban dari
trianggulasi subjek konsisten tetap sama. pada saat itulah cukup alasan
bagi penulis untuk menghentikan proses pengumpulan datanya.17
I. Sistematika Pembahasan
Penelitian ini akan dilaporkan dalam sistematika pembahasan sebagai
berikut:
BAB I: PENDAHULUAN
Berisi: latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penulisan,
definisi konsep dan sistematika pembahasan
BAB II: KAJIAN PUSTAKA
Menjelaskan tujuan khusus-umum penelitian, dan juga memaparkan
penelitian-penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan persepsi masyarakat
dan juga masalah yang berkaitan dengan pilkada Sidoarjo.
BAB III: PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA
Menjelaskan tentang deskripsi umum obyek penelitian dan juga berisi
tentang deskripsi hasil penelitian. Menjelaskan temuan data dan juga
konfirmasi temuan dengan teori
17
22
BAB IV: PENUTUP
BAB II
KAJIAN TEORITIK
A. Tindakan Sosial Max Weber
Dalam hal ini kaitanya antara teori tindakan sosial dengan persepsi
masyarakat tentang calon bupati mantan koruptor adalah termasuk relevan.
Yang mana persepsi mengarah pada tindakan sosial, dimana masyarakat disitu
berpendapat tentang adanya calon bupati mantan koruptor. Dari pendapat
tentang calon bupati mantan koruptor tersebut akan memunculkan tindakan
masyarakat pada calon bupati mantan koruptor tersebut. Masyarakat bisa saja
berpendapat setuju atau tidak setuju dengan calon bupati mantan koruptor
serta bisa saja masyarakat memilih dan tidak memilih calon bupati mantan
koruptor. Biasanya dari pendapat serta tindakan masyarakat akan berpengaruh
kepada lingkunganya dalam menyikapi adanya calon bupati mantan koruptor.
Dari berbagai tindakan masyarakat tersebut termasuk dalam tindakan
sosial karena tindakan sosial adalah tindakan individu sepanjang tindakanya
itu mempunyai makna atau arti subyektif bagi dirinya dan diarahkan kepada
tindakan orang lain. Sebaliknya tindakan individu yang diarahkan kepada
benda mati atau objek fisik semata tanpa dihubungkanya dengan tindakan
orang lain bukan merupakan tindakan sosial.
Secara definitif Weber memusatkan sosiologi sebagai ilmu yang
berusaha menafsirkan dan memahami tindakan sosial serta antara hubungan
23
adalah suatu ilmu pengetahuan yang berusaha memperoleh pemahaman
interpretatif mengenai tindakan sosial agar dengan demikian bisa sampai
kesuatu penjelasan kausal mengenai arah dan akibatnya. Dengan tindakan
yang dimaksud semua perilaku manusia, apabila atau sepanjang individu yang
bertindak itu memberikan arti subyektif kepada tindakan itu. Tindakan itu
disebut sosial karena arti subyektif tadi di hubungkan oleh individu-individu
yang bertindak memperhitungkan perilaku orang lain dan karena itu diarahkan
ketujuanya.18
Tindakan sosial yang dimaksudkan Weber dapat berupa tindakan yang
nyata-nyata diarahkan kepada orang lain. Bisa dikatakan tindakan yang
“membatin” atau bersifat subyektif yang mungkin terjadi karena pengaruh
positif dari situasi tertentu. Atau berupa tindakan pengulangan dengan sengaja
sebagai akibat dari pengaruh situasi yang serupa. Atau berupa persetujuan
secara pasif dalam situasi tertentu. Sifat subyektif berusaha untuk
memperhatikan gejala-gejala yang sukar ditangkap dan tidak diamati seperti
perasaan individu, pikiranya dan motif-motifnya.
Tindakan sosial yang dimaksud adalah tindakan masyarakat yang
diarahkan kepada calon bupati mantan koruptor. Yang bersifat negatif dari
situasi pilkada, bisa saja tindakanya mengulang tindakan orang lain yang
berdampak dari pilkada. tindakanya yang subyektif dari situasi tersebut.
Cara untuk melihat pengalaman subyektif adalah pribadi seseorang
dimiliki bersama oleh suatu kelompok sosial. Suatu pengalaman subyektif
18
Max Weber, the theory of social and economic organization, edited by Talcott Parsons
24
yang dapat dimengerti karena dialami bersama secara meluas, dapat dilihat
sebagai “obyektif”. Suatu pengalaman subyektif yang tidak dapat
dikomunikasikan atau dimengerti, tetapi tidak dapat ditangkap sebagai suatu
pengalaman pribadi yang benar-benar subyektif, meskipun sangat rill bagi
orang yang bersangkutan.
Rasionalitas dan peraturan yang biasa mengenai logika merupakan
suatu kerangka acuan bersama secara luas dimana aspek-aspek subyektif
perilaku dapat dinilai secara obyektif. Tidak semua perilaku dapat dimengerti
sebagai sesuatu manifestasi rasionalitas. Penderitaan-penderitaan seperti
kemarahan, cinta atau ketakutan mungkin diungkapkan dalam perilaku yang
nyata dalam bentuk yang sepintas lalu kelihatanya tidak rasional. Tetapi orang
dapat mengerti perilaku seperti itu kalau orang tahu emosi yang mendasar
yang sedang diungkapkan.
Rasionalitas merupakan konsep dasar yang digunakan Weber dalam
klasifikasinya mengenai tipe-tipe tindakan rasional, pembedaan pokok yang
diberikan adalah antara tindakan rasional dan nonrasional. Yaitu tindakan
rasional berhubungan dengan pertimbangan yang sadar dan pilihan bahwa
tidaknya itu dinyatakan. Didalam kategori utama mengenai tindakan rasional
dan nonrasional itu ada dua bagian yang berbeda satu sama lain.
Bertolak dari konsep pertama tentang tindakan sosial dan antara
hubungan sosial itu Weber mengemukakan lima ciri pokok yang menjadi
25
1. Tindakan manusia yang menurut si aktor mengandung makna yang
subyektif. Ini meliputi berbagai tindakan nyata.
2. Tindakan nyata yang bersifat membatin sepenuhnya dan bersifat subyektif.
3. Tindakan yang memiliki pengaruh positif dari suatu situasi, tindakan yang
sengaja diulang serta tindakan dalam bentuk persetujuan secara
diam-diam.
4. Tindakan itu diarahkan kepada seseorang atau beberapa individu.
5. Tindakan yang memperhatikan tindakan orang lain dan terarah kepada
orang lain itu.
Peneliti sosiologi harus mencoba menginterpretasikan tindakan aktor.
Dalam artian yang mendasar, sosiolog harus memahami motif dari tindakan
sosial. Atas dasar rasionalitas tindakan sosial. Weber membedakannya
kedalam empat tipe, antara lain :
1. Rasionalitas Instrumental
Tingkat rasionalitas yang paling tinggi ini meliputi pertimbangan
dan pilihan yang sadar yang berhubungan dengan tujuan tindakan itu dan
alat yang dipergunakan untuk mencapainya. Individu dilihat sebagai
individu yang memiliki berbagai tujuan yang mungkin diinginkanya. Dan
atas suatu dasar kriterium menentukan suatu pilihan. Diantara
tujuan-tujuan yang saling bersaing ini individu itu lalu menilai alat menilai alat
yang mungkin dapat dipergunakan untuk mencapai tujuanyang dipilih tadi.
Hal ini mungkin mencakup informasi, mencatat
26
mencoba untuk meramalkan konsekuensi-konsekuensi yang mungkin dari
beberapa alternatif tindakan itu. Akhirnya suatu pilihan dibuat atas dasar
alat yang dipergunakan yang kiranya mencerminkan pertimbang individu
atas efisiensi dan efektivitasnya. Sesudah tindakan itu dilaksanakan, orang
itu dapat menentukan secara obyektif sesuatu yang berhubungan dengan
tujuan yang dicapai.
Tindakan yang diarahkan secara rasional ke suatu sistem dari
tujuan-tujuan individu yang memiliki sifat-sifat sendiri apabila tujuan itu,
alat dan akibat-akibat sekundernya diperhitungkan dan dipertimbangkan
semua secara rasional. Hal ini mencakup pertimbangan rasional atas alat
alternatif untuk mencapai tujuan itu, pertimbangan mengenai tujuan-tujuan
dengan hasil-hasil yang mungkin dari pengunaan alat tertentu apa saja dan
akhirnya pertimbangan mengenai pentingnya tujuan-tujuan yang mungkin
berbeda secara alternatif.
2. Rasional yang Berorentasi Nilai
Dalam tindakan tipe ini aktor tidak dapat menilai apakah cara-cara
yang dipilihnya itu merupakan yang paling tepat ataukah lebih tepat untuk
mencapai tujuan yang lain. Ini menjukan kepada tujuan itu sendiri dalam
tindakan ini memang antara tujuan dan cara-cara mencapainya cenderung
menjadi sukar untuk dibedakan. Namun tindakan ini rasional, karena
pilihan terhadap cara-cara kiranya sudah menentukan tujuan yang
diinginkan. Tindakan ini masih rasional meski tidak serasional yang
27
3. Tindakan Afektif
Tindakan yang dibuat-buat dipengaruhi oleh perasaan emosi dan
kepura-puraan si aktor. Tindakan ini sukar dipahami kurang atau tidak
rasional. Tindakan tipe ini ditandai oleh dominasi perasaan atau emosi
tanpa refleksi intelektual atau kepercayaan yang sadar. Seseorang yang
sedang mengalami persaan meluap-luap seperti cinta, kemarahan,
ketakutan atau kegembiraan dan secara spontan mengungkapkan perasaan
itu tanpa refleksi, berarti sedang memperlihatkan tindakan afektif.
Tindakan ini benar-benar tidak rasional karena kurangnya pertimbangan
logis, ideologis, atau kriteria rasionalitas lainya.
4. Tindakan Tradisional
Tindakan yang didasarkan atas kebiasaan-kebiasaan dalam
mengerjakan sesuatu dimasa lalu. Tindakan tipe ini merupakan tindakan
sosial yang bukan rasional kalau seorang individu memperlihatkan
perilaku karena kebiasaan, tanpa refleksasi yang sadar atas perencanaan,
perilaku seperti itu dapat digolongkan sebagai tindakan tradisonal.
Individu itu akan membenarkan atau menjelaskan tindakan itu kalau
diminta dengan hanya mengatakan bahwa dia selalu bertindak dengan cara
seperti itu atau perilaku seperti itu merupakan kebiasaan baginya.
Salah satu pembenaran yang perlu adalah bahwa “inilah cara yang
sudah dilaksanakan oleh nenek moyang kami dan demikian nenek moyang
28
Tindakan ini sudah hilang lenyap karena meningkatnya rasional
instrumental.
Keempat tipe tindakan sosial diatas ini harus dilihat sebagai
tipe-tipe ideal. Pola perilaku khusus yang sama mungkin bisa sesuai dengan
kategori-kategori tindakan sosial yang berbeda dalam situasi-situasi yang
berbeda, tergantung pada orientasi subyektif dari individu yang terlibat.
Tindakan sosial dapat dimengerti hanya menurut arti subyektif dan
pola-pola motivasional yang berkaitan dengan itu. Untuk tindakan rasional arti
subyektif dapat ditangkap dengan skema alat tujuan.
Konsep kedua dari Weber adalah konsep tentang antar hubungan
sosial. Didefinisikan sebagai tindakan yang beberapa orang aktor yang
berbeda-beda. Sejauh tindakan itu mengandung makna dan dihubungkan
serta diarahkan kepada tindakan orang lain. Tidak semua kehidupan
kolektif memenuhi syarat sebagai antar hubungan sosial. Dimana tidak ada
saling penyesuaian antara orang yang satu dengan orang yang lain maka
disitu tidak ada antara hubungan sosia. Meskipun ada sekumpulan orang
yang diketemukan bersama.
Titik tolak bagi teori Weber adalah individuyang bertindak yang
tindakan-tindakanya dapat dimengerti menurut arti subyektifnya.
Kenyataan sosial bagi Weber pada dasarnya terdiri dari tindakan-tindakan
sosial individu yang berarti secara subyektif. Analisa yang diberikan
Weber adalah terutama tindakan individu sebagai kenyataan sosial
29
individual mengingatkan kita bahwa struktur sosial atau sistem budaya
tidak dapat dipikirkan sebagai sesuatu yang berbeda secara terlepas dari
individu yang didalamnya struktur sosial yang terdiri pola-pola tindakan
sosial tertentu dan interaksi (yang didefinisikan Weber sebagai istilah
probabilistik), dan sistem budaya kerja dalam kehidupan sosial kalau
sistem itu mempengaruhi orientasi subyektif dan orientasi individu.
Pendekatan Weber melihatkan secara meyakinkan bahwa melihat individu
sebagai satuan utama dalam analisis sosiologi sama sekali tidak
mengesampingkan sistem sosial yang besar.19
19
30
Bagan 2.1
Peta Alur Berpikir Teori
Rasionalitas yang paling tinggi dimana individu
merasionalitaskan
sesuatu dengan
pertimbangan tujuan,
keinginan untuk
menentukan suatu
pilihan. Untuk
menentukan pilihan biasanya individu
menggunakan alat
untuk mencapai tujuan tersebut. Alat yang dipergunakan biasanya cenderung
mempertimbangan untung dan rugi ketika memilih tujuan atau keinginan tersebut.
Individu dalam
rasionalitas nilai ini
cenderung tidak
memikirkan cara-cara yang dilakukan untuk mencapai tujuanya itu baik atau tidak, tepat atau tidak.
Tindakan individu yang disebabkan unsur emosi, pura-pura. Karena seseorang yang
dipercayai atau
kepercayaan individu tersebut di usik,
sehingga membuat
individu tersebut bertindak emosi tanpa sadar yang bertujuan
membela orang
kepercayaanya.
Tindakan individu yang didasari pada kebiasaan, dimana
individu ketika
bertindak selalu
beorientasikan pada tindakan-tindakan dahulu. Tindakan ini tanpa refleksi tapi
sadar untuk di
rencanakan.
MAX WEBER
BAB III ANALISIS DATA
PERSEPSI MASYARAKAT TENTANG CALON BUPATI MANTAN KORUPTOR
A. Subjek Penelitian
1. Masyarakat Desa Cangkringsari Kecamatan Sukodono Kabupaten Sidoarjo.
Desa Cangkringsari terletak di Kabupaten Sidoarjo Kecamatan
Sukodono, mengenai alasan peneliti memilih Desa Cangkringsari untuk
diteliti adalah karena pertama, Desa Cangkringsari berpartisipasi dalam
pilkada Sidoarjo 2015. Kedua masyarakat Desa Cangkringsari yang
cenderung apatis dan pragmatis dalam pilkada 2015 ini. Ketiga Kabupaten
Sidoarjo yang salah satu calonya mantan koruptor. Desa Cangkringsari
yang memiliki penduduk sebesar 4.817 jiwa, yang terbagi dari tiga Dusun
dan 26 Rt serta 6 Rw. Dimana penduduk 4.817 jiwa yang meliputi:
a. Laki-laki sebesar 2487 jiwa dan
b. Perempuan sebesar 2330 jiwa
Desa Cangkringsari Kecamatan Sukodono Kabupaten Sidoarjo
yang memiliki 3 Dusun serta batasanya yang terbagi atas:
a. Sebelah timur Dusun Keben yang berbatasan dengan Desa Pademo
dan Sambungrejo.
b. Sebelah utara yaitu Dusun Kesemen yang berbatasan dengan Desa
32
c. Sebelah barat Dusun Jebug yang berbatasan dengan Desa Jogosatru
dan Karangpuri.
d. Sebelah selatan Dusun Cangkringan yang berbatasan dengan Desa
beciro dan Karangpuri.
Berbicara mengenai pilkada 2015 di Sidoarjo, Desa Cangkringsari
terdapat 3.648 daftar pemilih tetap yang terbagi 6 tps yang tersebar di 3
Dusun yang ada di Desa Cangkringsari. Lokasi dan jumlah pemilih tetap
[image:44.595.140.518.277.667.2]Desa cangkringsari dapat dilihat pada tabel 3.1 dibawah ini:
TABEL 3.1
LOKASI DAN JUMLAH PEMILIH DESA CANGKRINGSARI
(
S
S
S
(Sumber: Hasil Pilkada 2015 Desa Cangkringsari) NO.
TPS
LOKASI TPS JUMLAH PEMILIH
(termasuk RT/RW) L P L+P
1 Rmh.Imam Suhadi RT 01 RW 01 311 295 606
2 Rmh.Sekdes RT 02 RW 02 291 270 561
3 Rmh.Hj.Supini RT 10 RW 03 258 245 503
4 Rmh.Mahroji RT 15 RW 04 308 274 582
5 Rmh.P.Yahya RT 19 RW 05 326 303 629
6 Rmh.H.Abd.Hadi RT 25 RW 06 289 298 587
33
Hasil pilkada 2015 Kabupaten Sidoarjo di Desa Cangkringsari
Kecamatan Sukodono Kabupaten Sidoarjo dapat dilihat pada tabel 3.2
[image:45.595.135.518.226.539.2]dibawah ini:
Tabel 3.2
Hasil Pilkada 2015 Desa Cangkringsari
(
Sumber: Hasil Pilkada 2015, Desa Cangkringsari)
B. Deskripsi Hasil Penelitian
Pada sub bab ini penulis akan memaparkan hasil observasi dan
wawancara serta profil dan visi misi calon bupati mantan koruptor yang telah
dilakukan pada saat penelitian berlangsung. Observasi dan wawancara
dilakukan terhadap 9 informan yang dilangsukan pada 26 November sampai
26 Desember 2015. Bertempat di Desa Cangkringsari Kecamatan Sukodono
Kabupaten Sidoarjo.
No. NAMA CALON SUARA
SAH
1 H. MG. Hadi Sutjipto, S.H., M.M.
dan H. Abdul Kolik, S.E.
700
2 H. Utsman Ikhsan dan Ida Astuti,
S.H.
144
3 H. Saiful Ilah, S.H., M.Hum. dan H.
Nur Ahmad Syaifuddin, S.H.
1.145
4 Warih Andono, S.H. dan H. Imam
Sugiri, S.T., M.M.
105
JUMLAH SELURUH SUARA SAH 2.094
34
Pilkada Kabupaten Sidoarjo 2015 diikuti oleh empat kandidat calon
Bupati, empat kandidat calon Bupati Sidoarjo antara lain sebagai berikut
1. H. MG. Hadi Sudtjipto, S.H., M.M. dan H. Abdul Kolik, S.E. yang
diusung oleh partai PDIP, partai Demokrat, partai Nasdem dan partai PBB.
2. H. Utsman Ikhsan dan Ida Astuti, S.H. yang diusung oleh partai PKS dan
Partai Gerindra.
3. H. Saiful Ilah, S.H., M.Hum. dan H. Nur Ahmad Syaifuddin, S.H. yang
diusung oleh partai PKB.
4. Warih Andono, S.H. dan H. Imam Sugiri, S.T., M.M. yang diusung oleh
partai PAN dan partai Golkar.
Dari empat calon Bupati Kabupaten Sidoarjo salah satu yang berstatus
mantan koruptor adalah nomer urut 2 yaitu H. Utsman Ikhsan dan Ida Astuti
atau lebih dikenal dengan Tan Mei Wha, dimana Utsman Ikhsan adalah
seorang mantan koruptor yang dulu pernah berkorupsi dana pos peningkatan
kualitas sumber daya anggota DPRD periode 1999-2005 senilai Rp. 2,1 milyar
pada saat itu Utsman menjabat sebagai ketua DPRD Sidoarjo20. Berikut profil
[image:46.595.112.502.587.737.2]dan visi misinya dapat dilihat pada tabel 3.3 dan 3.4 dibawah ini:
Tabel 3.3
Profil calon Bupati mantan koruptor
H. UTSMAN IKHSAN IDA ASTUTI, S.H
TTL : Surabaya, 03-03-1953
Usia : 62 tahun
TTL : Tulungagung, 13-07-1968
Usia : 52 tahun
20
35
Agama : Islam
Alamat : Jl. Raya 137 Seruni Gedangan Sidoarjo
Agama : Islam
Alamat : Perum Griya Citra Asri RM 29/14 Sememi Benowo, Surabaya
[image:47.595.142.497.110.759.2](Sumber: data KPU, diolah oleh peneliti tahun 2015)
Tabel 3.4
Visi dan Misi Calon Bupati Mantan Koruptor
VISI MISI
Menjadikan Kabupaten Sidoarjo yang mandiri, adil dan sejahtera
1. Meningkatkan kualitas hidup masyarakat melalui penyediaan sarana
pendidikan, peningkatan pelayanan serta perbaikan sarana dan prasarana kesehatan. 2. Mengutamakan pembangunan infrastruktur guna mendorong peningkatan pembangunan yang proposional, berwawasan lingkungan yang berkelanjutan.
3. Mendorong pembangunan
perekonomian daerah pada semua sector, dengan memprioritaskan pada sector usaha mikro kecil menengah (UKMK) guna meningkatkan taraf hidup masyarakat secara layak serta peningkatan
pendapatan perkapita guna meningkatkan
kesejahteraan rakyat.
4. Memberikan pelayanan
36
pelayanan prima.
5. Mewujudkan kondisi
masyakat dan lingkungan yang aman, tentram, dan tenggang rasa guna terciptanya situasi dan kondisi masyarakat yang kondusif.
(Sumber: data KPU, diolah oleh peneliti tahun 2015)
1. Masyarakat Desa Cangkringsari.
Dari hasil wawancara pada 27 November sampai 26 Desember
2015 di Desa Cangkringsari Kecamatan Sukodono Kabupaten Sidoarjo.
Menurut peneliti masyarakatnya Desa cankringsari yang mayoritas apatis
dengan pilkada dan pemerintahan, dan rata-rata pendidikanya hanya
sampai SMA dan hanya minoritas yang melanjutkan ke perguruan tinggi
negeri. Beberapa informan ketika di wawancarai berpendapat bahwa:
a. Partisipasi Masyarakat Desa Cangkringsari pada Pilkada 2015
Partisipasi masyarakat Desa Cangkringsari pada Pilkada 2015
ini banyak masyarakat kurang tahu tentang profil dan track record
calon Bupati Sidoarjo, itu di tandai dengan hasil wawancara pada
beberapa masyarakat Desa Cangkringsari. Beberapa masyarakat
mengatakan tidak tahu profil atau track record calon bupatinya itu
dikarenakan masyarakat terlihat tidak peduli dan apatis dalam
pemilihan calon Bupati Sidoarjo hal ini disebabkan karena menurut
mereka semua yang mencalonkan diri sebagai calon Bupati hanya
mengejar kekuasan dan hanya mengumbar janji-janji pada rakyat yang
37
menderita dan sengsara oleh kebijak-kebijakanya. Berikut hasil
wawancara pada Narasumber antara lain.
Yulia 21 tahun, Khoirul 26 tahun, Eva 25 tahun dan Khoirun
Anisa 20 tahun sama-sama mengatakan
“Aku gak ngerti soale aku gak tau ndelok tivi, gak tau ngurusi
ngunu iku seng penting budal nyoblos oleh sangu seng tak
coblos yo seng ngekei sangu”21
Maksudnya adalah “sama-sama tidak mengetahui profil atau track record calon Bupati Sidoarjo karena mereka sebenarnya tidak mau tahu, mereka hanya berpikir siapa yang memberikan uang ketika dia memilih calon bupati ya itu yang dia pilih. Sudah tidak mau untuk melihat calon bupatinya seperti apa karena bagi mereka semua calon ketika menjadi pemimpin
pasti tidak akan memihak pada rakyat.”
Jadi masyarakat Desa Cangkringsari pada umunya apatis dan
pragmatis dengan pilkada maupun calon bupatinya itu dikuatkan
dengan adanya artikel yang menyebutkan cara masyarakat
mendefinisikan pilkada ditentukan oleh beberapa faktor yang berkaitan
dengan konteks sejarah, sosial ekonomi dan politik masyarakat tempat
pilkada yang dilangsungkan. Karena itu faktor-faktor seperti basis
identitas kelompok, derajat dan sifat konflik, jumlah dan ukuran
kelompok kepentingan serta pola-pola persebaran kelompok jelas
mempengaruhi hasil dan konsekuensi pilkada.
Melihat basis identitas kelompok masyarakat yang plural,
penyelengaraan pilkada pun menimbulkan respon yang beragam.
Masyarakat dengan basis identitas kelas menengah rata-rata
21
38
pesismistis bahwa pilkada akan bisa melahirkan pemerintahan yang
diinginkan. Pemerintahan yang bersih dan efektif. Mereka bersikap
evaluatif dengan melihat secara kritis, mulai dengan dasar formal yang
di jadikan dasar pelaksanaan hingga proses penyelenggaran pilkada.
Cara masyarakat menengah kebawah mendefinisikan pilkada
jika dilihat dari fenomena yang ada, rata-rata memiliki harapan yang
lebih besar, dalam jumlah polling, mereka bahkan sudah memiliki
pilihan. Itu tidak terlepas dari cara mereka mendefinisikan pilihan.
Pilihan yang mereka tetapkan atas dasar pertimbangan-pertimbangan
praktis, pilihan rasional dan juga bukan ideologis, tidak sedikit
diantara mereka yang bersedia memberikan dukungan kalau jalan
dikampungnya diperbaiki sebelum pilkada22 dan itu terbukti pada saat
ini yang terjadi di Kabupaten Sidoarjo dimana terbukti sungai-sungai
diperbaiki dan jalan-jalan umum serta jalan-jalan desa diperbaiki
semua.
b. Persepsi Masyarakat Desa Cangkringsari pada Calon Bupati Mantan Koruptor Di Sidoarjo
Persepsi masyarakat Desa Cangkringsari tentang adanya calon
Bupati mantan koruptor, beberapa masyarakat Desa Cangkringsari
berpendapat antara lain:
Seperti yang diutarakan Yulia berumur 21 thn “Menurutku sih nggak masalah nek ada calon bupati mantan koruptor,
22
39
koruptore kan bien sopo ngerti wes tobat kan menunggso
gaonok seng ngerti”23
jadi maksud saudara yulia yaitu “menurut pendapatnya tidak
ada masalah ketika salah satu kandidat calon bupati Kabupaten Sidoarjo ada yang mantan koruptor, menurutnya manusiakan tempatnya salah jadi ketika dia mencalonkan diri kembali mungkin saja beliau sudah menjadi baik dengan proses yang
pernah dilaluinya dahulu” sama halnya dengan Yulia,
Mashita 21 thn, juga berpendapat bahwa “Justru lebih baik karena beliau sudah melalui proses buruk, berbuat dosa dari tindakan beliau mencalonkan diri menjadi bupati berarti dia berproses menjadi baik dan jika terpilih berati siap akan tanggung jawab yang diemban sebagai bupati. Patut dikasi kesempatan karena tidak selamanya yang jelek akan tetap jelek
siapa tahu dengan masalalunya beliau menjadi lebih baik”24
Maksudnya yaitu” ketika ada calon bupati mantan koruptor
lebih baik karena beliau sudah pernah melalui proses buruk yakni korupsi, dari tindakan beliau mencalonkan diri menjadi calon bupati itu berati beliau berproses untuk mejadi baik dan jika terpilih sebagai bupati Kabupaten Sidoarjo berarti beliau siap bertanggung jawab dengan baik dalam pemerintahanya karena tidak selalu yang buruk akan terus buruk oleh karena itu
beliau patut diberi kesempatan dalam pilkada ini”
Menurut Khoirul 23 tahun, juga sama dengan beberapa narasumber diatas “Menurutku yo biasa aelah kabeh kandidat calon bupatikan wes diseleksi KPU tapi nek onok salah sijine seng mantan koruptor berarti KPU kurang tegas ambek selektif, tapi nek dilolosno kyk ngene yo berarti wonge wes
lolos teko syarat-syarat calon bupati versi KPU “25
Maksud dari khoirul adalah “ menurut pendapatnya ketika ada calon bupati mantan koruptor di Kabupaten Sidoarjo itu biasa saja dalam artian beliau ketika mencalonkan diri menjadi calon bupati sudah daftar ke KPU ketika KPU meloloskan seorang mantan koruptor untuk mencalonkan diri menjadi Bupati berati beliau sudah lulus persyaratan calon bupati di KPU tetapi menurutnya ketika seorang mantan koruptor lolos dari
23
Wawancara pada 27 November 2015, dengan Yulia di Desa Cangkringsari, pukul 18:30 Wib.
24
Wawancara pada 27 November 2015, dengan mashita di Desa Cangkringsari, pukul 19:00 Wib.
25
40
persyaratan berati KPU kurang tegas dan selektif dalam
memilih calon bupati kabupaten Sidoarjo”
Namun ada juga beberapa persepi masyarakat Desa Cangkringsari
tentang calon bupati mantan koruptor di Kabupaten Sidoarjo.
Seperti Nisak 21 tahun, menurutnya “Gak seneng nek onok bupati mantan koruptor, wong westau korupsi nang lingkungan sidoarjo kok kate nyalono maneh berati ikukan kate onok korupsi maneh nang pemerintahane nek dee kepeleh dadi
bupati”26
Jadi maksunya yaitu “tidak suka ketika ada calon bupati
Kabupaten Sidoarjo yang seorang mantan koruptor menurutnya seorang mantan koruptor tidak bisa dipercaya ketika beliau memimpin pemerintahan Kabupaten Sidoarjo karena dulunya beliau sudah pernah tersandung kasus korupsi pada saat menjabat di Pemerintahan Kabupaten Sidoarjo dan itu akan keulang lagi seandainya beliau terpilih menjadi bupati
Kabupaten Sidoarjo”
Dan itu juga terjadi pada narasumber yang lain Rohmanul 22
tahun, Sholikah 45 tahun, Nur Saidah 21 tahun dan Khoirun Anisa 20
tahun. Dimana mereka sama-sama berpendapat
“Gak suka gausah dipilih, jamgan sampai dipilih nanti korupsi
lagi semakin merugikan rakyat onoke calon bupati mantan koruptor ngarai koruptor-koruptor leluasa gak kapok-kapok
nek dikei kesempatan”27
Maksudnya yaitu “ketika ada calon bupati mantan koruptor itu
tidak patut dipilih karena kalau dipilih itu sama saja masayarakat memberikan kesempatan untuk beliau korupsi lagi dan akan semakin merugikan masyarakat, mantan koruptor harus diberikan efek jera yaitu sangsi masyarakat kepadanya agar tidak mengulanginya lagi sakgsi jera yang dimaksud
adalah masyarakat yang tidak memilihnya dan
mempercayainya lagi”
26
Wawancara pada 28 November 2015, dengan Nisak, di Desa Cangkringsari, Pukul 15:00 Wib.
27
41
Dengan demikian masyarakat Desa Cangkringsari Kecamatan
Sukodono Kabupaten Sidoarjo. Berpendapat bahwa sebagian ada yang
biasa saja dan sah-sah saja ada calon bupati mantan koruptor, karena
menurut beberapa narasumber semua orang pernag berbuat salah apa
salanya memberikan kesempatan lagi siapa tahu, dengan calon yang
berpengalaman dipemerintahan akan membangun Kabupaten Sidoarjo
lebih baik lagi. Ada pula yang tidak setuju karena ketika ada calon
bupati mantan koruptor berarti sama saja memberikan kesempatan
untuk korupsi lagi. Seharusnya para koruptor itu harus ditindak agar
jera dan tidak mengulangi perbuatan yang merugikan masyarakat.
Padahal untuk membangun pemerintahan yang baik ada beberapa asas
yaitu:
1) Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia
Nomor XI/MPR/1998 tentang penyelenggaraan Negara yang bersih
dan bebas korupsi, kolusi dan nepotisme.
2) Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia
Nomor VIII/MPR/2001 tentang rekomendasi arah kebijakan
pemberantasan dan pencegahan korupsi, kolusi dan nepotisme.
3) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 28 tahun 1999 tentang
penyelenggaran yang bersih dan bebas korupsi, kolusi dan
nepotisme.
Tentang asas umum pemerintahan yang baik telah diatur
42
28 tahun 1999 “asas umum pemerintahan negara yang baik adalah asas
yang menjunjung tinggi norma kesusilaan, kepatutan dan norma
hukum untuk mewujudkan penyelenggaraan negara yang bersih dan
bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme”28
c. Reaksi Masyarakat Desa Cangkringsari pada Calon Bupati Mantan Koruptor.
Banyak beragam reaksi dari masyarakat Desa Cangkringsari
yang sebagaian menjadi naearsumber yang rata-rata menolak,
penolakan beberapa masyarakat yang di wawancarai adalah
1) Tidak memilih calon Bupati mantan koruptor
2) Lebih memilih calon Bupati yang masih berkompeten dan bersih
dari kasus korupsi.
Dengan adanya reaksi penolakan calon bupati mantan koruptor
hal itu dikuatkan dengan wawancara beberapa narasumber antara lain:
Seperti yang diutarakan Yulia 21 tahun, reaksi ketika
mengetahui calon Bupati mantan koruptor.
“Reaksiku yo syok nek negrti onok mantan koruptor seng mencalonkan dadi bupati, nek aku wes ngerti ngunu yo
mending gak tak pilih milih seng lebih berkompeten ae” 29
Jadi maksudnya “reaksi saya ketika ada calon bupati mantan
koruptor itu kaget kok mantan koruptor mencalonkan diri. Tapi kalo memang benar seperti itu yang lebuh baik memilih kandidat lain yang berkompeten kan kandidatnya masih
banyak”
28
Ermansyah Djaja, Meberantas Korupsi Bersama KPK, Jakarta: Sinar Grafika, 2009, hlm. 83
29
43
Reaksi seperti itu juga diungkapkan oleh beberapa narausber
lainya yaitu Nisak 21 tahun, Eva 25 tahun, Khoirul 23 tahun, Nur
Saidah 21 tahun,
“Mending milih calon bupati yang laine seng gak tau kenek kasus k