• Tidak ada hasil yang ditemukan

SEJARAH PERKEMBANGAN MAJELIS TAFSIR ALQURAN (MTA) DI BLORA JAWA TENGAH TAHUN 2000-2012.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "SEJARAH PERKEMBANGAN MAJELIS TAFSIR ALQURAN (MTA) DI BLORA JAWA TENGAH TAHUN 2000-2012."

Copied!
76
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Program Strata Satu (S-1)

Program Studi Sejarah dan Kebudayaan Islam

Oleh:

Affan Ismail

NIM: A0.22.12.030

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

UIN SUNAN AMPEL SURABAYA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

Skripsi ini berjudul “Sejarah Perkembangan Majelis Tafsir Al-Qur’an (MTA) di Blora Jawa Tengah (2000-2012)”. Adapun fokus penelitian yang dibahas dalam skripsi adalah (1) Bagaimana Sejarah Munculnya MTA di Blora ? (2) Bagaimana Perkembangan MTA di Blora tahun 2000-2015 ? (3) Bagaimana respon masyarakat terhadap munculnya MTA di Blora.

Dalam penelitian ini menggunakan metode sejarah dengan pendekatan sosiologi. Metode sejarah digunakan untuk mendeskripsikan peristiwa yang terjadi pada masa lampau. Pendekatan sosiologi digunakan untuk dapat menjelaskan perkembangan MTA. Untuk menganalisa peerkembangan tersebut digunakan teori konflik, teori ini digunakan karena pada dasarnya MTA di Blora berkembang karena konflik-konflik yang terjadi di masyarakat.

(7)

Blora, Central Java (2000-2012) “Sejarah Perkembangan Majelis Tafsir Al-Qu’ran (MTA) di Blora, Jawa Tengah (2000-2012)”. Focus of this are; (1) How is the historical appear of MTA in Blora? (2) How is the development of MTA in Blora since 2000 until 2015? (3) How is the responds of the society on the appearing of MTA in Blora.

Is this study the author uses historical method to the sociological approach. The history of the method used to describe events that occurred in the past. To analyze development of MTA, researcher use conflict theory, researcher chose this theory because MTA in Blora can develop because of conflicts in the society.

(8)

DAFTAR ISI

A.Latar Belakang Masukyna MTA di Blora... B.Tokoh-Tokoh Yang Berperan Terhadap Munculnya

(9)

MTA di Blora

1. Ustad Tumin... 2. Bapak Wakidi... 3. Ustad Suradi...

BAB III : PERKEMBANGAN MTA DI BLORA

A. Sarana Dakwah... B. Perkembangan Jamaah... C. Metode Dakwah...

BAB IV : TANGGAPAN MASYARAKAT TENTANG MTA

A.Tanggapan Para Pimpinan Organisasi Masyrakat Islam di Blora

1. Muhammadiyah... 2. Nahdlatul Ulama... B. Tanggapan Masyarakat Sekitar Pengajian MTA

(10)
(11)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Yayasan Majelis Tafsir AL-Qur’an atau yang selanjutnya disingkat MTA adalah sebuah lembaga pendidikan dan dakwah Islamiah yang berkedudukan di Surakarta Jawa Tengah.1 MTA sendiri didirikan oleh Ustad Abdullah Thufail Saputra pada tahun 1972. Abdullah Thufail adalah seorang saudagar yang sering berkeliling di berbagai wilayah di Indonesia. Dari situlah Abullah Thufail melihat dan mengamati kemrosotan umat Islam yang disebabkan oleh kurangnya memahami AL-Qur’an, dan kebanyakan umat Islam di Indonesia memiliki sikap sinkretis atau mencampurkan ajaran Islam dan tradisi bidah, yang menyebabkan mereka jauh dari Islam yang sebenarnya.2 Maka dari itu Abdullah Thufail mendirikan yayasan MTA pada tanggal 19 September 1972 dan mendapatkan pengakuan hukum 23 Januari 1974, yang bertujuan untuk mengajak umat Islam untuk kembali kepada AL-Qur’an. Pada dasarnya MTA adalah gerakan pemurnian Islam yang berpedoman kepada AL-Qur’an dan hadis, hal ini dikarenakan yang dijadikan dasar MTA adalah

1

Wikipedia,”Majelis Tafsir AL-Qur’an” dalam https://id.m.wikipedia.org/wiki/Majelis_Tafsir _Al_quran.com (01 Maret 2016)

2

(12)

sabda Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Malik yang berbunyi:

متكسمت م اولضت نل نيرمأ مكيف تكرت

امهب

هيبن ةنسو ه تك :

”Sungguh telah aku tinggalkan kepadamu dua perkara, apabila engkau berpegang teguh pada keduanya maka engkau akan selamat, yaitu Kitabullah dan Sunnah Nabi-Nya” (HR. Malik).3

Dalam berdakwah, MTA memiliki banyak metode, selain berdakwah secara langsung melalui pengajian rutin yang diadakan setiap ahad pagi, MTA juga menggunakan media elektronik seperti radio yang dalam hal ini MTA memiliki MTA FM dengan frekuensi 107,9, dan juga TV lewat MTA TV. Diantara kedua media elektronik tersebut yang paling memberikan peran besar untuk dakwah adalah MTA FM. Hal inilah yang membuat MTA banyak dikenal oleh masyarakat. Untuk saat ini MTA sudah tersebar di seluruh penjuru Indonesia, maka untuk mempermudah dakwah MTA didirikanlah stasiun-stasiun radio di berbagai cabang. Memang tidak semua cabang MTA memiliki sarana dakwah elektronik berupa radio, tapi setidaknya hal ini membuktikan bahwa MTA mulai di minati masyarkat indonesia, hal dibuktikan dengan makin banyaknya cabang MTA yang diresmikan oleh pengurus pusat MTA.

Bila dilihat dari kultur dan budayanya, Indonesia terkenal dengan banyak tradisi dan ritual-ritual yang diturunkan dari nenek moyang, dan sampai saat ini masyarkat Indonesia masih memegang teguh tradisi yang

3

(13)

ditinggalkan oleh nenek moyangnya. Mereka berdalih bahwa tradisi-tradisi dan rirual-ritual tersebut harus tetap dilestarikan agar tidak punah. Dalam pengajian MTA banyak tradisi yang diturunkan tersebut melenceng dari ajaran Islam, misalnya adalah sedekah bumi. Didalam tradisi sedekah bumi, ada ritual bancaan atau syukuran di sebuah sendang atau sebuah sumur yang dikramatkan. Hal tersebut menurut MTA sangat bertolak belakang dengan ajaran Islam. Karena kondisi tersebut, MTA berkeinginan untuk mengembalikan pada AL-Qur’an dan sunnah. Usaha MTA tersebut ditentang oleh masyarakat sekitar bahkan tidak sedikit masyarakat yang menilai MTA sebagai aliran sesat. Padahal kalau dilihat lebih lanjut banyak sekali masyarakat Indonesia yang mengaku Islam tapi tidak sholat, hal tersebut dapat kita lihat dari tempat ibadah seperti masjid dan mushola yang sepi ketika sholat lima waktu. Jadi dapat kita simpulkan, bahwa masyarakat muslim Indonesia lebih mengutamakan tradisi yang diturunkan oleh nenek moyang dari pada ajaran-ajaran Islam yang utama seperti sholat dan puasa.

Seperti masyarakat Indonesia pada umumnya, masyarakat Blora juga sangat memegang erat budaya dan tradisi yang diturunkan nenek moyang. Selain itu masyarakat Bloara agaknya juga lebih mengutamakan tradisi tersebut dari pada sholat lima waktu. Hal inilah yang membuat MTA untuk berdakwah sampai kabupaten Blora.

(14)

tahun 1987. Tokoh utama yang membawakan pengajian ini adalah ustad Tumin.4 Pada awalnya pengajian dapat diterima masyarakat dengan baik. Hal tersebut dikarenakan ustad Tumin dan kawan-kawan belum mengatasnamakan MTA dan masih memperbolehkan jamaahnya untuk mengikuti tradisi-tradisi yang bertentangan dengan Islam seperti yang disebutkan diatas. Akan tetapi pada tahun 2000 mulai ada konflik dengan masyarakat, hal ini bermula dari para jamaah MTA mulai meninggalkan tradisi yang bertentangan dengan Islam. Akhirnya pada 2001 ketika jamaah MTA ini mengadakan pengjian rutin warga sekitar menyerang dengan melempari rumah tempat pengajian dengan batu, hal ini terjadi karena para jamaah MTA menganggap tradisi yang selama ini dilakukan masyarakat bid’ah. Hal tersebutlah yang membuat masyarakat marah dan menganggap MTA sebagai aliran sesat. Dan akhirnya mereka mengusir jamaah MTA dari desa mereka. Karena hal tersebut akhirnya jamaah MTA hijrah ke MTA pusat.

Setelah lama di MTA pusat di Solo akhirnya para jamaah MTA kembali kekampunya pada tahun 2003, meskipun banyak sekali teror dan penolakan dari warga sekitar Hal itu berlangsung sampai tahun 2003.5 Setelah tahun 2003 sudah jarang sekali terjadi konflik, hanya saja sebagian jamaah masih di teror warga sekitar. Pada akhirnya pada tahun

4

Suradi, Wawancara, Kunduran-Blora, 27 April 2016

5

(15)

2005 MTA Perwakilan Blora di resmikan oleh Drs. KH Amidhan (Ketua MUI Pusat).6

Setelah 10 tahun tidak muncul konflik, akhirnya pada tahun 2012 terjadi konflik lagi antara warga dengan jamaah MTA. Konflik tersebut terjadi ketika persiapan peresmian tiga cabang MTA di Kabupaten Blora. Konflik tersebut berlangsung pada jumaat malam pukul 21.30 WIB di desa kamolan kecamatan Blora.7

Berawal dari paparan di atas, dan melihat usaha dakwah MTA yang tidak meredup meskipun banyak sekali terjadi konflik dengan masyarakat sekitar, penulis tertarik untuk melakukan penggalian yang lebih dalam dengan judul penelitian “Sejarah Perkembangan Majelis Tafsir

AL-Qur’an (MTA) di Blora Jawa Tengah Tahun 2000-2012”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan pada latar belakang di atas, Karena luasnya wilayah Blora dan tersebarnya dakwah MTA diberbagai kecamatan di Blora maka untuk perkembangan MTA di Blora hanya mengambil sampel di 3 tempat yaitu di Perwakilan Blora, Cabang Randublatung dan Cabang Cepu. Dan permasalahan yang akan ditulis dalam skripsi dengan judul Sejarah

6

Ibid.

7Sugie Rusyono, ” Warga Bentrok, Pengajian MTA Gagal digelar” dalam http//suaramerdeka.com

(15 Juli 2012)

(16)

Perkembangan Majelis Tafsir AL-Qur’an (MTA) di Blora Jawa Tengah

Tahun 2000-2012 adalah:

1. Bagaimana Sejarah Munculnya MTA di Blora ?

2. Bagaimana Perkembangan MTA di Blora tahun 2000-2015 ?

3. Bagaimana respon masyarakat terhadap munculnya MTA di Blora ?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui apa yang melatarbelakangi munculnya MTA di Blora dan bagaimana perjuangan jamaah MTA untuk mengembangkan MTA di Blora.

2. Untuk mengetahui seperti apa perkembangan MTA di Blora Jawa Tengah sejak tahun 2000-2015

3. Kita dapat mengetahui bagaimanakah respon masarakat terhadap pengajian MTA apakah negatif, positif, ataukah netral.

D. Kegunaan Penelitian

1. Untuk menambah koleksi perpustakaan UIN Sunan Ampel Surabaya dan Fakultas Adab dan Humaniora tentang tradisi Sedekah Bumi

(17)

E. Penelitian Terdahulu

Penelitian tentang MTA sudah banyak diteliti bahkan sudah banyak Mahasiswa dilingkungan kampus Perguruan Tinggi Keagaman Islam yang membahas tentang hal tersebut Cuma yang membedakan ruang lingkupnya atau tempatnya, memang juga ada yang meneliti MTA di Blora tapi hanya membahas respon masyarakata saja. Sejumlah skripsi yang akan saya jadikan acuan antara lain:

1. Ruswita Subekti mahsiswa IAIN Walisongo Fakultas Ushuluddin Jurusan Aqidah Filsafat dengan judul skripsi “Respon Masyarakat Terhadap Keberadaan Majlis Tafsir Al-Qur’an (MTA) di Desa Mendenrejo Kecamatan Kradenan Kabupaten Blora” Skripsi tersebut diajukan untuk mendapatkan gelar sarjana pada tahun 2014 skripsi tersebut menjelaskan tentang respon masyarakat Mendednrejo keradenan Blora Jawa Tengah terhadap pengajian MTA yang ada daerah tersebut.

2. Saefudin Amsa mahasiswa Pasca Sarjan Program Magister Ilmu Religi dan Budaya Universitas Sanata Dharama Yogyakarta dengan judul Tesis “Rekonstruksi Diri Dan Masyarakat Studi Tentang Anggota

(18)

3. Nur Aryanto mahasiswa Fakultas Dakwah Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam IAIN Walisongo Semarang dengan judul skripsi

“Strategi Dakwah Majelis Tafsir Al-Qur'an (MTA) Melalui Radio Mta

107,9 Fm Surakarta” Skripsi ini diajukan untuk memper oleh gelar sarjana tahun 2010 yang menjelaskan tentang media dakwah MTA dengan menggunakan radio MTA FM yang berpusat di Surakarta Jawa Tengah.

4. Iklila Afida mahasiswa Fakulta Syariah dan Hukum Jurusan Siyasah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dengan judul skripsi “Konflik Antara Majelis Tafsir AL-Qur’an (MTA) Dan Nahdlatul Ulama (NU) Dalam Proses Keagamaan di Bantul” Skripsi ini diajukan untuk memperoleh gelar sarjan pada tahun 2015 yang menjelaskan tentang konflik keagamaan antara anggota MTA dan anggota NU tentang berbagai macam praktek keagamaan yang ada di Bantul sepreti tahlilan, yasinan, dan berbagai preaktek keagamaan lain.

(19)

penelitiannya pun hanya satu desa saja. Sedangkan untuk Tesis yang berjudul “Rekonstruksi Diri Dan Masyarakat Studi Tentang Anggota Majelis Tafsir AL-Qur’an (MTA) di Blora Jawa Tengah” ini membahas tentang perubahan sosial agama anggota MTA yang ada di Masyarakat.

Jadi bisa kita simpulkan bahwa dua penelitian tersebut tidak membahas tentang Sejarah Perkembangan MTA di Blora.

F. Pendekatan dan Kerangka Teori.

Penelitian skripsi ini merupakan penelitian lapangan yang bersifat kualitatif. Pendekatan yang digunakan peneliti adalah pendekatan sosiologi. Pendakatan ini bertujuan untuk membantu mengungkap faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi perkembangan MTA yang ada di Blora.

Karena MTA sendiri adalah yayasan lembaga dakwah yang menyerukan umat Islam untuk kembali ke Al-Qur’an. Dalam perkembangannya pengajian MTA di Blora sering terjadi konflik dengan warga sekitar pengajian. Karena hal tersebutlah teori yang digunkan dalam penilitian ini adalah teori konflik, teori konflik sendiri adalah teori yang memandang bahwa perubahan sosial tidak terjadi melalui proses penyesuaian nilai-nilai yang membawa perubahan, tetapai terjadi akibat adanya konflik yang menghasilkan kompromi-kompromi yang berbeda dengan kondisi semula.8

8Wikipedia, “Teori Konflik” dalam http//:wikipedia.o

(20)

Menurut Lewis A. Coser Konflik dapat merupakan proses yang bersifat instrumental dalam pembentukan, penyatuan dan pemeliharaan struktur sosial. Konflik dapat menempatkan dan menjaga garis batas antara dua atau lebih kelompok. Konflik dengan kelompok lain dapat memperkuat kembali identitas kelompok dan melindunginya agar tidak lebur ke dalam dunia sosial sekelilingnya.9

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa teori konflik dipilih kareana memang sesuai dengan pokok-pokok bahasan yang akan dibahas pada Skripsi ini. Karena bisa kita lihat sendiri dalam mengembangkan dakwahnya jamaah MTA sering terlibat konflik dengan warga sekitar, ormas, bahkan ada sebagian aparat keamanan yang tidak suk. Akan tetapi dengan kondisi itu lah MTA dapat terus berbenah untuk tetap berkembang, hal itu dibuktikan dari semakin banyak peresmian cabang di sejumlah kabupaten di Blora bahkan di Indonesia.

Hal ini membuktikan bahwa pengusiran dan respon dari masyarakat yang tidak suka dengan MTA, tidak akan menyurutkan para anggotanya untuk tetap menyebarkan syariat Islam lewat AL-Qur’an dan hadis yang juga diserukan MTA. Justru karena hal itulah MTA semakin lama semakin berkembang dan masyarakat pun mulai menerima bahkan tak sedikit orang yang dahulunya sangat melawan MTA saat ini malah berbalik mendukung MTA.

9

(21)

G. Metode Penelitian

Untuk melakukan penlitian tentang perkembangan MTA di Blora tersebut maka kita harus memiliki metode atau cara untuk melakukan penlitian ada banyak sekali cara yang digunakan untuk melakukan penelitian tapi dalam penelitian karena penelitian ini adalah penelitian sejarah maka metode yang digunakan adalah metode sejarah. Metode sejarah sendiri adalah seperangkat kaidah yang membantu peneliti untuk mengumpulkan sumber sejarah.10 Agar peneliti lebih praktis untuk meneliti sejarah terdapat langkah-langkah yang harus dilalui sebagi berikut:

1. Heuristik

Heuristik bisa diartikan pengumpulan sumber, pengumpulan sumber sendiri adalah suatu proses yang dilakuakan peneliti untuk melakukan sumber-sumber, data-data, atau jejak sejarah.11 Sumber sejarah sendiri diklasifikasikan menjadi tiga:

a. Sumber primer adalah sumber yang dihasilkan atau ditulis oleh pihak-pihak yang secara langsung terlibat dan atau menjadi saksi mata dalam peristiwa sejarah.12 Sumber primer yang dipakai adalah wawancara karena tokoh atau pelaku sejarah masih hidup. Diantara tokoh yang akan diwawancarai adalah ustad Suradi. Ustad Suradi saat ini menjabat sebagai ketua 1 MTA Perwwakilan Blora, selain itu

10

Lilik Zulaicha, Metodologi Sejarah I (Fakultas Adab IAIN Sunan Ampel Surabaya 2005), 15.

11

Ibid., 16.

12

(22)

ustad Suradi juga sering menjadi pembicara dalam pengajian-pengajian MTA yang ada di Blora, selain ustad Suradi ada bapak Wakidi sebagai saksi sejarah masuknya MTA di Blora.

b. Sumber sekunder adalah sumber yang dihasilkan oleh orang yang hidup sejaman, namun tidak terlibat atau menyaksikan secara langsung peristiwa yang ditulis.13 Sumber sekunder yang digunakan adalah buku-buku yang ada kaitanya dengan MTA dan juga informasi-informasi yang terdapat di internet.

2. Kritik Sumber

Kritik sumber adalah sebuah kegiatan untuk meneliti sumber-sumber yang diperoleh agar memperoleh kejelasan apakah sumber-sumber tersebut kridibel atau tidak dan autentik atau tidak .14 Dalam proses tersebut peneliti harus lebih dahulu mencari sumber yang ada kaitannya dengan bahasan yang diteliti kemudian mulai kita teliti apakah sumber tersebut autentik atau tidak dan kridibel atau tidak. Kritik sumber sendiri dibagi menjadi dua yaitu:

a. Kritik Ekstern adalah proses untuk melihat apakah sumber yang didapatkan otentik atau asli. Apakah Sumber yang diperoleh penulis merupakan relevan, karna penulis mendapatkan sumber tersebut langsung dari tokoh yang sedang di teliti melalui wawancara. Dari kritik ekstern ini penulis mendapati bahwa kualitas yang penulis dapati keautektikannya dapat dipercaya, karena beberapa sumber

13

Ibid.

14

(23)

yang penulis dapati berasal dari pihak MTA sendiri. Dalam hal ini data yang didapatkan adalah data dari salah seorang tokoh MTA yang pada waktu itu terlibat sebagai pelaku sejarah yaitu bapak Wakidi yang ketika itu menjabat sebagai ketua kelompok jamaah MTA yang pertama kali muncul di Blora dan juga Ustad Suradi, meskipun ketika kejadian berlangsung ia masih berusia remaja tapi ia juga salah satu tokoh rermaja MTA, bahkan saat ini ustad Suradi menjabat sebagai ketua 1 MTA Perwakilan Blora.

b. Kritik Intern adalah upaya yang dilakukan untuk melihat apakah isi sumber tersebut cukup layak untuk dipercaya kebenarannya. Dalam proses ini penulis membutuhkan beberapa narasumber untuk diwawancarai untuk membuktikan dan membandingkan narasumber mana yang paling tepat. Dalam kejadian ini penulis mewawancarai kedua pihak yaitu dari pihak MTA yang diwakili pengurus MTA Perwakilan Blora dan juga pihak masyarakat yang diwakili Kepala Desa Balong. Ketika wawancara dengan kedua pihak tersebut didapati info yang sama tentang kejadian konflik antara jamaah MTA dengan warga.

3. Interpretasi Penelitian atau penafsiran.

(24)

harus mengkaji kembali sumber-sumber yang telah diperoleh kemudian dibandingkan antar sumber satu dengan sumber yang lain.

Interprestasi yang dikemukakan disini ada dua macam, yaitu analisis dan sintesis. Analisis berarti menguraikan, sedangkan sintesis adalah menyatukan. Jadi bisa disimpulkan yang harus penulis lakukan dalam penulisan skripsi ini adalah menguraikan sejumlah fakta yang diperoleh, kemudian menyatukan fakta-fakta dari beberapa sumber yang ditemukan kedalam suatu interprestasi yang menyeluruh.

Dalam hal ini penulis merasa analisa yang telah lakukan terhadap sumber yang didapatkan, seluruhnya dapat menghubungkan pada satu kesimpulan yang saling berkesinambungan antara sumber satu dengan sumber lainnya untuk menjelaskan perkembangan MTA di Kabupaten Blora Jawa Tengah.

4. Historiografi

Historiografi adalah proses menyusun fakta yang telah tersusun dan didapatkan dari penafsiran sejarahwan terhadap sumber-sumber dalam bentuk tulisan. Dalam langkah ini penulis dituntut untuk menyajikan dengan bahasa yang baik, yang dapat dipahami oleh orang lain dan dituntut untuk menguasai teknik penulisan karya ilmiah. Oleh karena itu harus dibarengi oleh latihan-latihan yang intensif.

(25)

Skripsi Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam, Fakultas Adab dan Humaniora, UIN Sunan Ampel Surabaya.

Dalam penyajian penulisan ini, penuli menekankan penulisan pada sisi MTA baik dalam segi latar belakang masuknya MTA, perkembangan pengajian MTA, serta respon masyarakat terhadap pengajian MTA di Blora.

H.Sistematika Pembahasan

Alur untuk menemukan pembahasan yang sistematis, deskripsi berikut sebagai arahan pokok peta pemikiran dan analisa yang dikembangkan dari semua data yang dikumpulkan dari lapangan. Berdasarkan kepada pokok pembahasan yang diajukan dalam tema khusus skripsi ini, yakni “Sejarah Perkembangan Majelis Tafsir AL-Qur’an (MTA) di Blora Jawa Tengah Tahun 2000-2012”, maka ia menempati sebuah rancangan pembahasan yang cukup luas dan perlu untuk dibatasi kedalam beberapa rancangan yang terarah. Membatasi atas rancangan pembahasan di dalam penelitian ini dapat mengemudikan analisa yang dibangun menuju titik pokok tema yang dipermasalahkan. Adapun rincian pembahasan tersebut sebagaimana tersistematisasikan pada susunan redaksional berikut:

(26)

dilanjutkan dengan rumusan masalah sebagai pola khusus dari pembahasan penulis agar tidak menjauh dari maksud awal pembahasannya, kemudian pembahasan dilanjutkan pada tujuan penelitian yang akan penulis angkat disertakan juga pembahasan berikutnya pada kegunaan penelitian, dilanjutkan dengan metode penelitian sebagai metode analisis penulis dalam mendapatkan hasil yang maksimal dari pembahasannya, dan terakhir bab ini memuat sistematika pembahasan sebagai gambaran umum isi dari skripsi ini.

Bab Kedua dalam bab ini pembahasan akan difokuskan pada konsep kondisi masyarakat muslim di Blora yang melatar belakangi munculnya pengajian MTA, selain itu di bab ini juga akan dijelaskan tokoh-tokoh yang memperkenalkan pengajian ini pada masyarakat sekitar dan bagaiman peran dari tokoh-tokoh tersebut.

Bab Ketiga dalam bab ini pembahasan akan difokuskan pada perkembangan MTA saat ini seperti sarana dakwah yang dimiliki bagaimana proses mereka memiliki sarana tersebut, bagaiman perkembangan jamaahna, dan metode dakwah MTA itu sendiri seperti apa.

Bab Keempat dalam bab ini difokuskan pada respon para ulama Islam dan juga tokoh masyarakat sekitar pengajian tentang pengajian MTA di Blora. Selain itu di bab ini juga akan dicantumkan beberapa konflik yang muncul di Blora.

(27)
(28)

BAB II

SEJARAH MTA DI BLORA

A. Latar Belakang Berdirinya MTA di Blora

Majelis Tafsir Alquran atau lebih dikenal dengan MTA di Blora mulai dirintis pada tahun 1987 di dusun Bangkerep desa Balong kecamatan Kunduran Kabupaten Blotra tokoh yang berpengaruh adalah ustad Ahmad Tumin. Dimana ketika itu ustad Tumin menelai bahwa masyarakat disitu banyak yang beragama islam tapi jarang yang melaksanakan sholat.1

Pada awalnya Ustad Tumin beserta temannya bapak Wakidi membuat pengajian di Masjid. Respon masyarakat sangat bagus sekali karena pada waktu itu MTA belum setenar sekarang dan masih mengikuti adat istiadat dan budaya sekitar.

Ustad Tumin dan bapak Wakidi pun mengajak warga sekitar untuk mengikuti pengajian di masjid tersebut dimana pada waktu itu banyak sekali remaja dan anak-anak yang ikut ngaji di Masjid. Disitulah ustad Tumin mulai menularkan ilmunya yang di dapat dari ngaji di MTA. Untuk anak-anak diajari ngaji mulai dai iqra sampai Alquran, untuk remaja diajarkan aqidah dan hukum-hukum islam dan untuk bapak-bapak diajarkan cara sholat.

1

(29)

Pada tahun 1989 pengajian tersebut sempat terhenti, hal ini disebabkab karena ada perbedaan antara warga yang mengikuti ngaji dan juga ustad Tumin.2 Perbedaan tersebut antara lain masalah Qunut (doa setelah shola Subuh). Warga yang mengikuti ngaji menilai bahwa Qunut adalah sunah Nabi Muahmmad SAW, sedangkan menurut ustad Tumin Qunut tidak ada ajarannya dalam Islam. Selain tentang Qunut ada pula hal

yang lain yaitu masalah sholat Tarawih dimana warga pada umunya melaksanakan Tarawih ketika bulan Ramadhan dengan jumlah 23 rekaat, sementara ustad Tumin menganjurkan untuk melaksanakan 11 rekaat. Beberapa perbedaan itulah yang membuat banyak warga yang keluar dari pengajian yang dilaksanakan ustad Tumin. Tapi perbedaan itu tidak membuat gejolak dan konflik antara warga dan juga ustad Tumin. Tapi karena hal tersebut pada tahun 1990 pengajian tersebut sempat vakum atau berhenti untuk sementara waktu.3

Meskipun pengajian berhenti untuk sementara waktu tapi ustad Tumin dan jamah pengajian yang masih aktif sering berangkat ke Solo untuk mengikuti pengajian rutin Ahad pagi. Hal ini dilakuakan supaya ilmu yang didapatkan makin bertambah.

2 Saefudin Amsa, “Rekonstruksi Identitas Diri dan Masyarakat Studi Tentang Anggota Majelis

Tafsir Al-Qur’an di Blora Jawa Tengah”, (Tesis, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta, 2014), 111.

3

(30)

Setelah vakum selama 4 tahun, akhirnya pada tahun 1994 pengajian tersebut dimulai lagi. Dan pada tahun inilah masyarakat mulai mengenal istilah MTA (Majelis Tafsir Al-Qur’an).4

Pengajian berlangsung seperti biasanya dan para jamaah MTA masih mengikuti tradisi yang ada di Masyarakat. Tapi pada tahun 1999, para pemuda yang dulunya juga ikut ngaji memutuskan untuk mengamalkan amalan-amalan dari hasil ngaji di MTA, hal itu dibuktikan dengan tidak mengikuti adat istiadat dan tradisi yang ilakukan masyarakat sekitar yang menurut mereka menyimpang, misalnya tahlilan, yasinan, megengan.5

Berawal dari hal tersebutlah pada tahun 2000 masarakat mulai menunjukkan ketidaksenanganya terhadap jamaah MTA karena dinilai ajarannya tidak sesuai dengan masyarakat sekitar.6 Masyarakat menganggap bahwa pengajian MTA adalah aliran sesat. Akan tetapi hal tersebut tidak membuat nyali mereka ciut, tapi justru sebaliknya mereka makin gencar untuk mendakwahkan hasil dari ngajinya di MTA, mereka bersikap seperti itu karena Allah pernah berfirman dalam surat Muhammad ayat 7 yang artinya:

“Hai orang-orang mukmin, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu” (Q.S

Suradi, Wawancara, Kunduran-Blora, 27 April 2016

6

Ibid.

7

(31)

Konflik dengan warga pun memuncak pada tahun 2001. Berawal dari pengajian rutin dimana ketika itu pengajian rutin dilaksanakan di rumah bapak Wakidi, ketika pengajian rutin berlangsung masyarakat yang merasa tidak senang dengan adanya pengajian MTA melempari tempat pengajian derngan batu. Tapi para jamaah MTA tetap melaksanakan pengajian tersebut sampai selesai. Tapi hal tersebut membuat ke khawatiran sendiri bagi para jamaah MTA, akhirnya tempat pengajianpun di pindah di rumah bapak Sudipo, alasan mereka memindah pengajian dirumah bapak Sudipo dikarenakan bapak Sudipo termasuk perangkat desa dan tokoh masyarakat, dari alasan tersebutlah mereka beranggapan bahwa masyarakat tidak mungkin melempari rumah tersebut dengan batu lagi.8

Pengajian pun dipindah ditempat bapak Sudipo, akan tetapi masyarakat yang tidak suka dengan pengajian tersebut tetap bersi keras untuk membubarkan pengajian MTA. Ketika para jamaah MTA mengadakan pengajian rutin di rumah bapak Sudipo ada seorang jamaah yang memberikan info bahwa masyarakat sudah berkumpul dipinggir jalan. Mendangar informasi tersebut pengajian pun langsung diakhiri. Pengajian pun diakhiri tapi diluar masyarakat sudah siap menghadang para jamaah. Memang tidaj semua jamaah yang diincar masyarakat tapi yang jadi incaran masyarakat pada waktu itu adalah bapak Wakidi. Bapak Wakidi diincar karena bapak Wakidi lah yang dianggap sebagai tokoh utama perkembangan MTA yang ada di desa tersebut. Bentrok pun tidak

8

(32)

terhindarkan para jamaah MTA yabng terlibat bentrokpun lari kerumah jamaah MTA yang ada disamping tempat bentrokan. Setelah jamaah yang terlibat bentrokan sudah masuk rumah, masyarakat sekitar melempari rumah tersebut dengan batu. Akhirnya pada keesokan harinya pihak kepolisian sektor kunduran datang untuk mengevakuasi jamaah MTA. Melihat kejadian tersebut akhirnya pihak kepolisian mempertemukan tokoh masyarakat sekitar dan juga perwakilan dari jamaah MTA, pertemuan tersebut memutuskan bahwa jamaah MTA dilarang ngaji dan harus mengikuti keumuman masyarakat.9

Pada tahun 2002 beberapa jamaah MTA memutuskan untuk hijrah ke Solo hal dikarenakan mereka sudah dilarang mengadakan pengajian. Pada tahun 2003 dan 2004 sebagian jamaah kembali ke Blora, akan tetapi masyarakat masih tidak mau menerima kedatangan mereka, hal ini membuat pemerintah Kabupaten Blora dengan didampingi Polres Blora berusaha untuk mendamaikan dua kubu tersebut. Walaupun masih banyak masyarakat yang masih tidak terima dengan pengajian MTA tapi pada akhirnya pada tanggal 24 April 2005 MTA perwakilan Blora diresmikan diresmikan oleh Drs. KH Amidhan (Ketua MUI Pusat). Hadir pula pada peresmian tersebut sekaligus memberi sambutan dan apresiasi positif terhadap MTA Blora yaitu; Kapolda Jawa Tengah Irjenpol Drs. Cairul

(33)

B. Tokoh- tokoh

1. Ustad Tumin

Ustad Tumin berasal dari Sragen Jawa Tengah hanya saja ia dibesarkan di Blora. Menginjak dewasa kedua orang tua nya bekerja di Solo dan akhirnya ia pun ikut ke Solo. Di Solo inilah Ustad Tumin mulai mengenal pengajian MTA dan ia merasa bahwa inilah ajaran Islam yang sesungguhnya. Berawal dari hal tersebutlah Ustad Tumin mulai menularkan ilmu dari ngaji di MTA kepada teman-temannya yang ada di Blora, meskipun Ustad Tumin berada di Solo tapi sesekali ia berkunjung ke Blora dan menyampaikan ilmu-ilmu yang di dapatkan ketika ia mengikuti pengajian MTA di Solo.11

Dari hasil ngajinya itulah akhirnya ia bersama temannya semasa kecil yaitu bapak Wakidi membuat sebuah pengajian di Mushola. Hal ini di karenakan pada waktu itu masyarakat sekitar jarang ada yang sholat. Karena alasan tersebutlah ustad Tumin membuat pengajian yang awalnya mengajak para masyarakat sekitar untuk sholat, meskipun ustad Tumin pada waktu itu sudah bertempat di Solo, tapi beliau selalu menyempatkan hadir. Sayangnya sejak pengajian tersebut vakum ustad Tumin sangat jarang datang ke Blora.

Tapi ketika ada kerusuhan antara jamaah MTA dengan warga sekitar pengajian ustad Tumin juga mendengar informasi tersebut, karena pada waktu itu ada seorang jamaah MTA Blora yang datang

11

(34)

menemuinya. Ustad Tumin pun mengantarkan jamaah MTA Blora tersebut untuk menghadap ketua MTA pusat di Solo, dan dari pertemuan itulah akhirnya sebagian jamaah MTA Blora hijrah ke Solo agar bisa tetap ngaji di MTA.

2. Bapak Wakidi

Bapak Wakidi adalah teman ustad Tumin sejak kecil. Dan bapak Wakidi inilah yang pertama kali diberi info ustad Tumin tentang pengajian yang diikutinya. Bapak Wakidi pun juga sependapat dengan pengajian yang diikuti oleh ustad Tumin.

Memang pangajian tersebut sempat terhenti sejenak tapi karena usaha dari bapak Wakidilah pengajian yang semula sempat vakum akhirnya dapat berjalan lagi. Selain itu bapak Wakidi juga termasuk tokoh yang paling berpengaruh terhadap perkembangan MTA yang ada di Blora pada waktu itu.12

Karena hal tersebutlah ketika terjadi kerusuhan yang jadi sasaran utama masyarakat adalah bapak Wakidi. Karena pada waktu itu selain menjadi ketua pengajian bapak Wakidi juga sebagai tokoh yang paling berpengaruh terhadap perkembangan MTA di tempat mereka, masyarakat pun menganggap kalau masyarakat mampu menurunkan mental bapak Wakidi maka hal tersebut akan berpengaruh pada jamaah yang lain.

12

(35)

3. Ustad Suradi

Ustad suradi sudah mulai ikut ngaji di MTA sejak kelas 2 SD (Sekolah Dasar) diajak oleh pamannya yaitu adalah bapak Wakidi. Karena sejak ustad Suradi masih kecil sudah mengikuti pengajian MTA ketika ia beranjak remaja, ustad Suradi dikirim ketempat ustad Tumin di Solo untuk menambah ilmu tentang pengajian MTA. Ustad Suradi pula yang mengajak para jamaah MTA untuk mengamalkan hasil dari ngajinya. Karena ketika itu ustad Suradi menganggap bahwa mengapa ngaji jika hasil yang didapat dari ngaji tersebut tidak diamalkan dan dipraktekan. Memang pada awalnya tersebut sempat ditentang oleh orang tua Ustad Suradi sendiri tapi karena hal tersebutlah orang tua ustad Suradi juga paham dan akhirnya ikut ngaji dan menjadi jamaah MTA.

Ustad suradi pun menjadi motor para remaja MTA untuk mendakwahkan hasil dari ngajinya secara terang-terangan. Ketika jamaah MTA tidak boleh melakukan pengajian pun, ustad Suradi lah yang pada waktu mengusulkan untuk melakukan hijrah ke Solo, ustad Suradi berpendapat seperti itu setelah ia bertemu dengan ketua MTA pusat. Disana pun selain ngaji ia dengan tteman-teman lainnya mencari pekerjaan.

(36)

pusat sedang membangun asrama putra dan membutuhkan tenaga kuli. Karena peran dan kegigihan ustad Suradi itulah bapak Sukadi atau paman dari ustad Suradi mengusulkan kalau keponakannya saja yang dijadikan ketua MTA perwakilan Blora.13

13

(37)

BAB III

PERKEMBANGAN MTA DI BLORA

Karena luasnya wilayah Blora dalam penelitian perkembangan MTA di Kabupaten Blora hanya mengambil tiga sampel yaitu di MTA Perwakilan Blora di kecamatan Kunduran, MTA Cabang Randublatung, dan MTA Cabang Cepu. MTA Perwakilan Blora dipilih karen ditempat tersebut pengajian MTA pertama kali muncul, sedangkan untuk Cabang Randublatung dan Cepu dipilih karena dua Cabang tersebut adalah Cabang MTA yang diresmikan pertamakali.

A. Sarana Dakwah

Pada awal gerakannya jamaah MTA melakukan pengajian rutin di rumah salah satu jamaah atau tempat ibadah seperti masjid ataupun mushola. Namun dengan bertambahya jamaah yang mengikuti pengajian rutin, jamaah MTA di beberapa tempat berusaha untuk membuat sarana dakwah berupa gedung pengajian. Hal tersebut dikarenkan tempat yang digunkan untuk pengajian terlalu sempit bahkan sudah mulai tidak muat lagi. Memang dari tiga belas cabang MTA yang ada di Blora tidak semua cabang yang memiliki gedung pengajian. Setidaknya dari beberapa cabang telah memiliki gedung pengajian contohnya MTA cabang Cepu dan Randublatung.

(38)

milik ustad Suradi. Ustad Suradi sekarang menjabat sebagai Ketua 1 MTA perwakilan Blora. Untuk pendanaan pembangunan gedung pengajian MTA Perwakilan Blora mendapatkan dana dari Kapolda Jawa Tengah yang saat itu dijabat oleh Irjenpol Drs. Chairul Rasjid, SH sebesar Rp. 22.500.000,00 (dua puluh dua juta lima ratus ribu rupiah).1 Dana tersebut diberikan oleh Kapolda Jawa Tengah pada saat peresmian MTA Perwakilan Blora pada tahun 2005. Gedung pengajian tersebut selesai dibangun pada tanggal 16 Desember 2005 dan diresmikan langsung oleh Kapolda sendiri.2 (lihat gambar 1.1 dan 1.2).

Gambar 1.1 gedung pengajian MTA Perwakilan Blora

1

Suradi, Wawancara, Kunduran-Blora, 13 Juni 2016

2

(39)

Gambar 1.2 bukti peresmian gedung pengajian MTA Perwakilan Blora

(40)

Gambar 1.3 Masjid AL-Furqon

Gambar 1.4 Bukti peresmian Masjid

(41)

pada tahun 2007.3 Untuk MTA Cabang Cepu, sebelum memiliki gedung, pengajian rutin MTA Cabang Cepu dilakukan diirumah Ketua MTA Cabang Cepu yaitu Bapak Joko, tapi lama-kelamaan tempat tersebut tidak muat, dikarenakan makin banyaknya jamaah MTA yang ikut ngaji.4

Karena hal tersebutlah akhirnya jamaah MTA Cabang Cepu berinisiatif untuk membuat gedung pengajian. Inisiatif tersebut akhirnya terealisasi dengan membuat gedung pengajian MTA di sekitar komplek Muhammadiyah. Disebut komplek Muhammadiyah karena di komplek tersebut terdapat PKU Muhammadiyah, SMP dan SMK Muhammadiyah, selain itu juga ada Pondok Pesantren Modern AL-Hikmah. Gedung tersebut selesai dibangun pada tahun 2013.5 Didalam gedung tersebut terdapat banyak bebrapa fasilitas contohnya gedung pengajian, ruang transit, mushola, dan lain-lain. (lihat gambar 1.5, 1.6, 1.7, 1.8).

Gambar 1.5 Gedung MTA Cabang Cepu

3

Apri, Wawancara, Randublatung-Blora, 12 Juni 2016

4

Muarifin, Wawancara, Cepu-Blora, 09 Juni 2016

5

(42)

Gambar 1.6 Ruang pengajian

Gambar 1.7 Ruang transit

Gambar 1.8 Mushola dan Kamar mandi

(43)

terealisasi karena masyarakat sekitar menolak.6 Tanpa berpikir panjang mereka akhirnya mencari tanah di tempat lain dan akhirnya mendapat tempat di komplek Muhammadiyah. Untuk dana pembangunannya didapat dari infaq yang terkumpul dari jamaah MTA Cabang Cepu sendiri.

Sementara untuk MTA Cabang Randublatung, pada awal pengajian mereka bertempat di Mushola milik Pimpinan Ranting Muhammadiyah Wulung Utara, kenapa disitu karena banyak dari jamaah MTA Cabang Randublatung pada waktu itu adalah kader dari Muhammadiyah, selain itu banyak dari pendengar radio MTA juga berasal dari daerah wulung utara. Karena hal tersebutlah pada awal-awal pengajian tidak ada penolakan dari Pengurus Ranting Muhammadiyah Wulung Utara.7 (lihat gambar 1.9).

Gamabar 1.9 Mushola milik Pimpinan Ranting Muhammadiyah Randublatung

6

Ibid.

7

(44)

Karena makin bertambahnya jamaah yang ikut akhirnya ikut, gedung pengajian pun dipindahkan ke rumah wakaf milik bapak Apri Sukoco.(Lihat gambar 2.0 dan 2.1). Selama kurang lebih sembilan tahun tempat tersebut dipakai dan selama itulah jamaah MTA Cabang Randublatung makin bertambah banyak dan dirasa tempat tersebut sudah terlalu sempit untuk jamaah pengajian MTA yang semakin banyak. Akhirnya jamaah MTA memiliki inisiatif untuk membuat gedung pengajian. Gedung pengajian tersebut mulai dibangun pada tahun 2014 di atas tanah milik bapak Sujito.8 Bapak Sujito sendiri sudah lama mengikuti pengajian MTA. Beliau adalah Ayah dari bapak Apri Sukoco.

Gambar 2.0 Gedung pengajian MTA Cabang Randublatung lama bagian depan

8

(45)

Gambar 2.1 Gedung pengajian MTA Cabang Randublatung lama bagian samping

Gedung pengajian MTA Cabang Randublatung tempat berada di samping gedung pengajian yang lama. Proses pembangunannya dilakukan dengan gotong royong dari jamaah MTA Cabang Randublatung sendiri, sebagian jamaah MTA ada yang menyumbang kayu, lalu ada yang menyumbang semen, ada yang menyumbang kramik, dan lain-lain. Selain berupa barang, ada juga bantuan berupa uang dari jamaah pengajian sendiri, ada pula dana yang disumbangkan dari orang-orang pendengar radio MTA FM, dan juga berupa pinjaman dari koperasi MTA Pusat.9

Saat ini gedung tersebut masih dalam proses pembangunan dan dari pengurus sendiri belum bisa memperkirakan kapan akan selesai pembangunan gedung tersebut. Hal ini dikarenakan untuk pembangunan dalam proses pembangunan gedung tersebut masih bertahap dan menunggu bantuan dana yang terkumpul. Untuk gedung pengajian yang

9

(46)

baru rencananya didalamnya terdapat ruang pengajian, dapur, kamar mandi, ruang transit. (Lihat gambar 2.2, 2.3, 2.4, 2.5).

Gambar 2.2 gedung pengajian MTA Cabang Randublatung baru

Gambar 2.3 ruang pengajian MTA Cabang Randublatung

(47)

Gambar 2.5 renacana kamar mandi

B. Perkembangan Jamaah

Kabupaten Blora terdapat 15 kecamatan.(Lihat gambar 2.6) Dari 15 kecamatan di Blora samapai tahun 2016 terdapat 13 cabang MTA yang tersebar di 11 kecamatan di kabupatenn Blora, cabang-cabang tersebut adalah:

1. Cabang Cepu

(48)

12. Cabang Japah 13. Cabang Ngawen

Gambar 2.6 Peta wilayah kabupaten Blora

Perkembangan MTA di Blora terbagi menjadi tiga yang pertama MTA Perwakilan Blora di kecamatan Kunduran, disinilah MTA pertama kali muncul. Awal diresmikan tahun 2005 MTA Perwakilan Blora memiliki 37 orang jamaah, tapi setelah itu banyak sekali orang-orang yang datang untuk mengikuti pengajian tersebut.10

Mereka dapat informasi tentang tempat pengajian tersebut dari radio MTA FM, karena rata-rata jamaah MTA tersebut berasal dari lain kecamatan, semisal Todanan, Blora Kota, Ngawen, Japah, dan Jepon. Setelah jamaah berkembang pesat dan makin bannyak jamaah dari kecamatan-kecamatan tersebut, akhirnya dari pimpinan Perwakilan MTA Blora membuat pengajian MTA di kecamatan-kecamatan tersebut,

10

(49)

diharapkan dengan dibagi ke kecamatan-kecamatan, makin banyak warga yang mengikuti pengajian MTA. Dan setelah dari binaan di kecamatan-kecamatan itu mulai banyak jamaahnya, akhirnya dari binaan-binaan tersebut mengajukan untuk direamikan menjadi cabang. Karena sudah banyak jamaah MTA di wilayah Perwkilan Blora yang pindah ke cabang-cabang yang dekat dengan rumah mereka pada tahun 2015 jumlah jamaah MTA Perwakilan Blora hanya 70 orang saja.11

Di Blora sendiri cabang yang pertama kali diresmikan adalah Cabang Cepu, Cabang Randublatung, dan Cabang Todanan.12 Selain perkembangan melalui Perwakilan Blora yang berada di kecamatan kunduran, MTA juga berekmbang di dua kecamatan lainnya yaitu kecamatan Cepu dan Randublatung. Dua kecamatan ini berkembang bukan dari Perwakilan Blora tapi karena bermula dari beberapa pendengar radio.

Contohnya di kecamtan Randublatung awalnya ada tiga orang pendengar radio MTA dan mereka bertetangga, mereka juga merasakan bahwa pengajian dari radio tersebut bagus sekali.13 Hal tersebut membuat mereka penasaran. Karena rasa penasaran tersebut akhirnya mereka berangkat ke MTA Pusat untuk menjawab rasa penasaran mereka. Di

(50)

Randublatung diambilkan dari Ngawi sedangkan Cepu langsung dari Solo.14

Di Randublatung sendiri, setelah diadakan pengajian rutin setelah enam bulan berjalan dan perkembangannya sangat pesat, akhirnya diajukan peresmian cabang. Setelah diresmikan makin banyak orang-orang yang bergabung dengan pengajian MTA Cabang Randublatung, bukan hanya dari kecamatan Randublatung tapi juga dri kecamatan tetangga seperti Jati, Keradenan, Kedungtuban, bahkan kecamatan dari luar kabupaten yaitu Sulur yang ikut kabupaten Grobogan. Sampai saat ini MTA Cabang Randublatung sampai tahun 2015 memiliki jamaah sebanyak 153 orang dengan rincian 81 laki-laki dan 72 perempuan.

Hal yang sama juga terjadi di MTA Cabang Cepu, karena Cepu adalah kecamatan yang berbatasan langsung dengan profinsi Jawa Timur, maka di MTA Cabang Cepu sendiri jamaahnya ada yang dari luar profinsi yaitu dari kecamatan Padangan dan Kasiman kabupaten Bojonegoro Jawa Timur tapi selain dari Bojonegoro juga terdapat dari kecamatan lain seperti kecamnatan Sambong, jiken, dan juga sebagian warga kedungtuban juga ada yang imut di pengajian MTA Cabang Cepu.15 Untuk cepu sendiri saat ini dari data yang diberikan terdapat 200 orang jamaah yang terdiri dari laki-laki 96 dari cabang lain 10 orang mustamik atau yang baru ikut 36 orang dan ibu-ibu sebanyak 68 orang.

14

Suradi, Wawancara, Kunduran-Blora, 13 Juni 2016

15

(51)

Sama seperti pengajian di Perwakilan Blora karena banyaknya jamaah MTA yang berada di luar kecamatan, dua cabang tersebut akhirnya membuat binaan di masing-masing kecamatan dan akhirnya semua binaan itu menjadi cabang.

Sampai saat ini di Blora perkiraan jamaah MTA yang sudah terdaftar di 13 cabang yang ada di Blora ada sekitar 1.200 orang.16 Tapi diperkirakan masih ada banyak pendengar-pendengar radio MTA FM yang tersebar di seluruh penjuru Blora. Karena pada umumnya perkembangan MTA di Blora bahkan seluruh Indnesia rata-rata bukan karena peran tokoh yang ada di daerah tersebut tapi karena media elektronik terutama radio MTA FM yang membuat MTA ini banyak dikenal orang.

C. Metode Dakwah

Di Blora sendiri pada awal munculnya MTA, kegiatan dakwah MTA dilakukan di Musahola dusun Bangkerep desa Balong Kunduran Blora, ditempat tersebutlah pengajian MTA dilaksanakan. Untuk penceramah atau yang memberikan materi langsung dari Ustad Tumin. Ustad Tumin sendiri tak jarang mengajak teman-temannya yang ngaji di Solo untuk memberikan materi tentang pengajian tersebut. Pada awalnya warga menyambut positif dengan diadakannya pengajian, hal ini dikarenakan para jamaah belum berani untuk menyampaikan dan mempraktekan hasil ngajinya di MTA. Ustad Tumin dan kawan-kawan

16

(52)

takut jika hasil dari pengajian di MTA langsung disampaikan dan dipraktekan di Masyarakat masyarakat tidak akan menerima pengajian tersebut. Meskipun pengajian tersebut sempat terhenti beberapa tahun, para pemuda yang dulunya mengikuti pengajian ingin memulai kembali. Pengajian pun di mulai kembali di rumah bapak Wakidi yang saat itu menjadi ketua pengajian. Meskipun sempat ada pengusiran dari masyarakat sekitar pengajian karena ketika itu para pemuda berkeinginan untuk mempraktekan hasil ngaji mereka secara terang-terangan. Meskipun sempat ada permasalahan dengan masyarakat tapi pada akhirnya MTA perwakilan Blora resmi di dirikan pada tahun 2005. Setelah diresmikan MTA di Blora sedikit-sedikit mulai berkembang. Kegiatan dakwah MTA di Blora pun tidak hanya pengajian rutin saja, hal itu dibuktikan dengan banyaknya agenda pengajian seperti pengajian ibu-ibu, pengajian pemuda, dan juga pengajian rutin. (Lihat gambar 2.7)

(53)

Pembahasnya pun berbeda-beda. Kalau pengajian umum lebih ke ilmu-ilmu yang didapatka guru daerah dari pusat biasanya berupa tafsiran-tafsiran ayat-ayat Alquran atau Hadis , dan juga pembahsan brosur yang setiap minggu diterbtkan oleh MTA Pusat. Sedangkan untuk ibu-ibu lebih kepada pembahsan keluarga Islami, sedangkan untuk pemuda lebih ke pembacaan Alquran seperti tajwid, dan juga doa-doa pendek.

(54)

BAB IV

TANGGAPAN MASYARAKAT BLORA

TENTANG MTA DI BLORA

A. Tanggapan Organisasi Masyarakat Islam di Wilayah Blora

1. Muhammadiyah

Muhammadiyah adalah organisasi masyarakat Islam yang diinterpretasikan masyarakat sebagai kalangan modernis. Hal ini dikarenakan pendiri Muhammadiyah yaitu KH. Ahmad Dahlan termasuk tokoh pemurnian Islam di Indonesia. Dimana pada intinya KH. Ahmad Dahlan memiliki tujuan untuk memberantas praktek-praktek bid’ah, khurafat, dan tahayul. Karena hal tersebutlah KH.

Ahmad Dahlan termasuk salah satu tokoh pembaruan pemikiran Islam murni sebagaimana yang dilakukan tokoh-tokoh sebelumnya seperti Ibnu Taimiyah, Muhammad bin Abdul Wahab, Jamalluddin Al-Afghani, Muhammad Abduh dan lain-lainnya.1

Secara budaya Muhammadiyah termasuk dalam budaya Islam puritan. Menurut istilah Islam puritan yaitu sistem budaya yang menginginkan kembalinya sistem beragama Islam yang serba otentik

1

(55)

atau asli dengan berpedoman pada sistem budaya yang berasal dari teks suci berupa Alquran dan hadis Nabi.2

Sementara itu Majelis Tafsir Alquran (MTA) yang didirikan Abdullah Thufail, beliau memiliki intelektualisme yang ketat sehingga sedikit agak puritan.3 Hal tersebut tergambar dari ia ingin menghapuskan tradisi-tradisi jawa yang bersifat supranatural seperti slametan, pemberian sesaji pada roh da Ratu Kidul, dan juga kepercayaan terhadap pusaka-pusaka yang dianggap sakral.4

Memang kalau kita lihat dari penjelasan di atas ada kesamaan antara Muhammadiyah dan juga MTA. Karena hal tersebutlah kader-kader Muhammadiyah yang ada di Indonesia terutama di Blora sangat menyambut baik dengan hadirnya MTA di Blora.5

Pada awal munculnya MTA di Blora mungkin tidak banyak yang tahu tentang MTA itu seperti apa. tapi sebelum munculnya pengajian MTA bapak Wakidi salah satu tokoh MTA di Blora sudah mengikuti pengajian di Muhammadiyah. Karena hal tersebutlah ketika ustad Tumin kembali ke kampung dan menyampaikan hasil ngajinya di Solo bapak Wakidi merasa cocok dengan apa yang disampaikan ustad Tumin. Hal ini dikarenakan apa yang didapat ustad Tumin sejalan dengan hasil ngaji bapak Wakidi di Muhammadiyah.6

2

Sutiyono, Benturan Budaya Islam: Puritan & Sinkretis(Jakarta: PT Kompas Media Nusantara, 2010),8.

3

M.C. Ricklefs, Mengislamkan Jawa(Jakarta: Serambi, 2013),305.

4

Ibid.

5

Sopyan, Wawancara, Blora, 11 Juni 2016

6

(56)

Selain itu Muhammadiyah menganggap MTA juga membantu Muhammadiyah dalam proses pemurnian Islam dan juga pemberantasan tahayul, bid’ah, khurafat yang saat ini masih banyak

dipraktekan oleh masyarakat indonesia.7

Selain itu jika kita lihat lebih lanjut banyak sekali kader-kader Muhammadiyah yang ikut dalam pengajian MTA. Hal ini dikarenakan MTA sering mengadakan pengajian rutin yang diadakan setiap minggu dan hal tersebut belum bisa ditiru oleh Muhammadiyah. Muhammadiyah sendiri juga menilai bahwa mereka harus belajar dari MTA dalam pembuatan pengajian.8

Meskipun banyak sekali persamaan tapi ada beberapa perbedaan antara Muhammadiyah dan MTA, yang pertama adalah dari sisi pemikiran, Muhammadiyah membebaskan kader-kadernya untuk berfikir bebas dalam memandang tafsiran-tafsiran Alquran atau sunnah Nabi, tapi pemikiran bebas tersebut juga ada batasan, sedangkan MTA sendiri menginginkan jamaahnya untuk memiliki pemikiran yang sama tentang penafsiran terhadap Alquran dan sunah. Jika ada salah satu jamaah yang berbeda pendapat, maka pendapat tersebut harus disampaikan pada ahli tafsir MTA pusat tetapi jika masih ngotot terhadap pendaptnya, maka dipersilakan untuk mencari

7

Ibid.

8

(57)

tempat pengajian lain.9 Hal ini dilakukan MTA karena ditakutkan jika ada pendapat yang berbeda, ditakutkan organisasi ini akan pecah.10

Yang kedua yang membedakan antara Muhammadiyah dan MTA adalah adanya beberapa tafsiran tentang hadis yang berbeda. Conthnya tentang takbir di hari raya untuk lafadz takbir kedua kelmpok ini memiliki kesamaan cuma perbedaan adalah pada waktu. Muhammadiyah sendiri menganggap bahwa takbir hari raya bisa dilaksanakan pada malam hari raya setelah sholat magrib, sedangkan MTA menganggap hadis tentang waktu takbir yang digunakan Muhammadiyah itu daif. Tetapi perbadaan tersebut tidak mengakibatkan konflik.11 Karena hal tersebutlah pengajian-pengajian MTA yang berada di lingkungan komplek Muhammadiyah seperti MTA cabang Cepu Perwakilan Blora, dan Juga Cabang Randublatung Perwakilan Blora sama sekali tidak terjadi konflik baik berupa adu mulut ataupun bentrok fisik secara langsung.

2. Nahdlatul Ulama

Dalam konteks masyarakat muslim terdapat dua kelompok muslim, dimana kedua kelompok tersebut sering terjadi perbedaan pendapat yang berakibat konflik dan adu mulut. Kedua kelompok muslim tersebut adalah muslim puritan dan kultural atau sinkritis.12

9

Ibid.

10

Suradi, Wawancara, Kunduran-Blora, 13 Juni 2016

11

Sopyan, Wawancara, Blora, 11 Juni 2016

12 Ikila Nur Afida, “Konflik antara Majelis Tafsir Al-Qur’an (MTA) dan Nahdlatul Ulama (NU)

(58)

Masyarakat muslim puritan sebagaimana yang telah dijelaskan di atas. Yang termasuk organisasi Islam puritan adalah Muhammadiyah, Persatuan Islam (PERSIS), MTA, Jamaah Salafi, Jamaah Tabligh. Sementara itu kelompok muslim kulutural adalah kelompok muslim yang memandang bahwa budaya adalah sarana transformasi agama. Organisasi yang bercorak keagamaan adalah NU.13

Dalam kegiatan keagamaannya muslim sinkeretis atau kultural mencampurkan budaya Islam dan budaya lokal yang telah lestari didalam kehidupan masyarakat.14 Sebagai contoh budaya sinkretis yang diwujudkan dalam bedntuk tradisi slametan, tahlilan, yasinan, ziarah, metik, tedun, wayangan, golek dina, sesaji, dan lain-lain. Tradisi-tradisi tersebut lambat laun men galami tahap perubahan. Dalam artian sebelumnya tradisi-tradisi tersebut adalah tradisi tersebut adalah warisan dari agama Hindu dan Budha, tapi setelah masuknya Islam ada beberapa hal yang dirubah dari tradisi tersebut. Contohnya slametan, dulu slametan sering dilakukan ditempat-tempat yang dianggap kramat, dan doa-doanya pun berupa mantra. Tapi dengan datangnya Islam poin-poin dalam tradisi tersebut mulai dirubah tanpa menghilangkan tradisi tersebut.

13

Ibid.

14

(59)

NU termasuk organisasi masyarakat Islam yang bercorak kultural. Karena hal tersebutlah NU masyarakat banyak yang menganggap NU sebagai kelompok Islam tradisional.

Karena NU adalah organisasi yang bercorak kultural maka anggota NU sendiri sering terjadi perbedaan pendapat dengan masyarakat muslim puritan terutama MTA. Di beberapa tempat anggota NU entah itu Gerakan Pemuda Anshor, dan juga Satuan Tugas (SATGAS) Barisan Ansor Serbaguna (BANSER) sering terlibat dalam penolakan pengajian MTA diberbagai tempat tidak terkecuali di Blora.

Meskipun pada awal munculnya MTA di Blora NU tidak ada reaksi apapun hal itu dikarenakan dakwah MTA pada awal-awalnya tidak frontal seperti saat ini.

Secara umum, konflik teologis antara warga MTA dan NU di Blora (dan juga di daerahdaerah lain) dilatarbelakangi oleh perbedaan teologis (khilafiyah) menyangkut praktik keagamaan. Konflik semacam ini sesungguhnya telah lama dan kerap terjadi di Indonesia terutama di daerah-daerah berbasis Islam tradisional.15

Hal tersebut disebabkan karena MTA mendakwahkan ajaranya secara frontal atau terang-terangan. Hal ini berbeda dengan prinsip dakwah NU yang dilakukan dengan jalan damai seperti yang

15Ahmad Asroni, “Islam Puritan

Vis A Vis Tradisi Lokal: Meneropong Model Resolusi

Konflik Majelis Tafsir Al-qur’an dan Nahdlatul Ulama di kabupaten Purworejo,”

Conference Proceddings Anual International Conference on Islamic Studies (AICIS XII),

(60)

dilakukan walisongo ketika mendakwahkan Islam. Hal ini dilakukan karena NU melihat sejerah peradaban Islam yang yang ada di Eropa terutama di Andalusia. Dimana ketika itu dakwah Islam dilakukan secara peperangan.

Memang pada saat itu Islam mengalami zaman kejayaan akan tetapi ada pihak-pihak tetrtentu yang tidak suka dengan hal tersebut. Dan akhirnya ketika Islam mulai goyah kerajaan Kristen di Spanyolpun mulai memikirkan strategi untuk merebut seluruh kekuasaan Islam yang ada di Spanyol. Pada akhirnya Islampun kalah dan seluruh kekuasaan Islam di Spanyol diberikan pada Kerajaan Spanyol yang ketika itu dipimpin Ratu Isabella. Dibawah pimpinan Ratu Isabella, masyarakat yang masih beragama Islam diberi pilihan, masuk dalam agama Kristen atau pergi dari Spanyol. Dari hal tersebutlah maka NU memandang dakwah secara damai dipandang sangat cocok sekali jika disampaikan di Indonesia.

(61)

NU di Blora sebenarnya tidak masalah dengan adanya pengajian MTA di Blora, selama apa yang di dakwahkan tidak membuat resah masyarakat dan juga apa yang di dakwahkan sesuai dengan kitab Fiqh yang menjadi pedoman NU.16

Kenapa NU menggunakan fiqh dalam mendakwahkan ajarannya, hal tersebut dikrenakan menurut pandangan NU sendiri kembali langsung ke Alquran dan Assunnah tanpa melaluai ijtihad imam mazhab adalah tidak mungkin. Menafsirkan Alquran dan Hadis secara langsung tanpa mempelajari kitab-kitab para ulama besar dan Imam Mazhab akan menghasilkan pemahaman yang keliru tentang ajaran Islam.17

Sedangkan MTA sendiri langsung menafsirkan Alquran dan hadis tersebut tanpa adanya ijtihad. Mungkin karena perbedaan inilah yang membuat perbedaan NU dan MTA sangat mencolok terutama dalam bidang aqidah.

Meskipun sering terjadi konflik antara NU dan MTA di Blora, akan tetapi sampai saat ini selama dakwah MTA tidak meresahkan masyarakat, NU tidak akan bereakasi.

16

M. Fatah, Wawancara, Blora, 11 Juni 2016

17

(62)

B. TANGGAPAN MASYARAKAT

1. Aparat Pemerintahan

Keberadaan MTA di Blora mengundang banyak sekali respon dari masyarakat Blora tidak terkecuali aparatur pemerintahan. Memang pada awal munculnya MTA di Blora aparatur pemerintah sangat menyambut baik dengan adanya pengajian tersebut. Aparat pemerintah menilai pengajian tersebut sangat positif sekali untuk warga, terutama warga yang hanya menyandang status islam KTP. Masyarakat pun mulai dikenal masyarakat dengan aliran sesat, bahkan masyarakatpun mengecam dan mengadukan hal tersebut ke aparatur desa, tapi aparatur desa tetap merespon hal tersebut secara netral. Karena aparat pemerintah terutama diwilayah desa tidak boleh memihak salah satu kelompok dan harus menengahi dan menyelasaikan konflik antara warga dan juga jamaah MTA.18

Aparatur pemerintahan ditingkat desa yang selama ini bersinggungan langsung dengan konflik antara MTA dengan masyarakat pada umumnya menanggapi bahwa selama MTA tidak membuat resah warga lainnya, mereka tidak keberatan dengan adanya MTA wilayah mereka. Karena antara warga MTA atau sama-sama beragama Islam, sama-sama beriman kepada Allah SWT, dan juga berpendoman pada Al-Qur’an dan hadis.

18Ta’at Mahmudi,

(63)

Tapi mereka juga menghimbau pada jamaah MTA supaya tidak mengajak masyarakat awam untuk mengikuti ajarannya, biarlah masyarakat bebas memilih keyakinannya masing-masing. Hal tersebut dilakukan agar tidak menimbulkan kesalah pahaman antara keduanya. Terutama bagi masyarakat yang buta akan ajaran Islam, yang sekiranya mudah untuk dipengaruhi.19

2. Mayarakat Umum

Indonesia terkenal akan keanekaragaman ras, suku bangsa, budaya, etnis, dan juga agama.20 Selain itu Islam di Indonesiapun juga memiliki keanekargaman tersendiri dikalangan masyarakat, ada Islam puritan yang dianggap kelompok-kelompok yang ingin mengembalikan Islam pada ajaran sebenarnya sesuai dengan Alquran dan hadis, ada pula Islam sinkretis yang mencampurkan budaya Islam dan budaya lokal yang telah lestari di masyarakat.21 Akan tetapi keanekaragaman tersebut sering kali terjadi benturan budaya sehingga membuat kedua kelompok terlibat bentrok baik berupa fisik maupun adu mulut.

Memang kalau kita lihat mayoritas penduduk Indonesia tidak terkecuali di Blora beragama Islam, namun demikian budaya leluhur masih belum mereka tinggalkan. Perpaduan antara ajaran agama Islam dengan tradisi Jawa masih tampak dalam corak

19Ruswita Subekti,”Respon Masyarakat Terhadapa Kebgeradaan Majelis

Tafsir Al-Qur’an (MTA) di Desa Mendenrejo Kecamatan Keradenan Kabupaten Blora”, (Skripsi, IAIN Walisongo Fakultas Ushuluddin, Semarang, 2014), 70.

20

Suyitno, Benturan Budaya Islam: Puritan &Sinkretis, 9.

21

(64)

kehidupan masyarakat. Ritual-ritual khusus yang bernuansakan tradisi budaya Jawa masih sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari seperti slametan yang dikombinasikan dengan tradisi Islam berupa pengajian dan tahlilan yang juga seringkali diadakan di rumah-rumah penduduk.22

Walaupun demikian ada juga penduduk yang mengamalkan Islam sebagaimana ajaran yang seharusnya dan menanggalkan tradisi-tradisi yang dianggap bertentangan dengan ajaran Islam, dan yang ada di Blora salah satunya yang saat ini seadang gempar di masyrakat yaitu aliran Majlis Tafsir Alquran (MTA).

MTA selalu dipandang aneh bagi masyarakat Jawa yang masih menggunakan tradisi-tradisi Jawa tersebut, karena bagi warga MTA, slametan, tahlilan, dan tradisi-tradisi Jawa lainnya semua itu adalah bid’ah dan dilarang oleh agama.23

Keberadaan manusia dalam suatu komunitas tidak bisa dilepaskan dari keberadaan orang lain yang berada di sekitarnya. Hal ini mengingat bahwa manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri, dan selalu membutuhkan orang lain untuk mencukupi kebutuhannya. Namun di sisi lain, terkadang keberadaan sekelompok orang tidak dikehendaki oleh kelompok yang lain.24

24 Ruswita Subekti,”Respon Masyarakat Terhadapa Kebgeradaan Majelis Tafsir Al-Qur’an (MTA)

(65)

Keberadaan pengajian MTA di lingkungan masyarakat Blora telah menerima berbagai tanggapan. Meskipun pada awal munculnya MTA di Blora menuai respon positif bahkan banyak dari masyarakat yang mengikuti pengajian. Masyarakat pun mulai meninggalkan pengajian ketika ada beberapa hal terutama masalah aqidah yang di sampaikan di pengajian tidak cocok dengan kebiasaan masyarakat contohnya doa qunut. Karena perbedaan itulah masyarakat mulai meninggalkan pengajian, tapi perbedaan tersebut tidak membuat konflik antara jamaah MTA dengan warga sekitar. Barulah setelah MTA Blora mulai mempraktekan dan menampaikan hasil ngajinya mulai banyak respon dari masyarakat. Respon tersebut muncul karena masyarakat melihat adanya sesuatu yang berbeda dan menilai ada sesuatu yang terlihat asing dari apa yang mereka dengar dari pengajian MTA. Sedangkan respon masyarakat sendiri berbeda-beda ada yang merespon positif, ada yang negatif, dan ada pula yang bersikap netral.

(66)

lain seperti tahlilan, yasinan, megengan, dan lain-lain dianggap sebagai amalan bid’ah dan syirik.25

Masyarakat yang mayoritas dari kaum nahdliyin (anggota NU) menialai bahwa bid’ah ada 2 bagian, yaitu bid’ah hasanah (baik) dan bid’ah sayyi’ah (buruk), dan amalan-amalan yang selama

ini di amalkan oleh masyrakat merupakan bid’ah hasanah, yang

boleh untuk diikuti dan tidak menjadikan seseorang menjadi syirik.26

Perbedaan pandangan inilah yang membuat masyarakat menganggap

MTA adalah aliran sesat.

Memang awal-awal munculnya MTA di Blora tepatnya di kecamatan Kunduran pada tahun 1987 masyarakat menyambut baik. Tapi respon masyarakat mulai berbeda pada tahun 2000 ketika jamaah MTA mulai mengamalkan hasil pengajiannya. Dimana para jamaah MTA sudah mulai meninggalkan tradisi-tradisi yang dilakukan masyarakat seperti tahlilan, yasinan, megengan, dan lain-lain. Karena hal tersebutlah pada tahun 2001 pengajian MTA di kecamatan Kunduran di bubarkan masyarakat sekitar karena dianggap sesat.27 Konflik tersebut selesai pada tahun 2003. Dan pada akhirnya pada tahun 2005 MTA Perwakilan Blora diresmikan.

27 Saefudin Amsa, “Rekonstruksi Diri Dan Masyarakat Studi Tentang Anggota Majelis Tafsir

(67)

Tapi konflik tersebut tidak selesai disitu pada tahun 2008 masyarakat melarang MTA untuk sholat di masjid yang ada di dusun tempat MTA melakukan pengajian. Karena hal tersebut MTA Perwakilan Blora membuat Masjid pribadi yang letaknya tidak jauh dari masjid tempat ibadah warga.

Tapi setelah terjadi konflik tersebut lama-lama warga mulai terbiasa dengan adanya MTA di lingkungan mereka, bahkan tak jarang waraga dan jamaah MTA sekitar melakukan gotong royong untuk kegiatan bakti, seperti bersih-bersih desa, yang terpenting kegiatan yang dilakukan tidak bertentangan dengan amalan-amalan yang dilakukan jamaah MTA.28

Setelah lama tidak terdengar kabar tentang konflik antara MTA Blora dengan warga akhirnya pada tahun 2012, ketika itu MTA akan melakukan pengajian akbar untuk meresmikan beberapa cabang. Akan tetapi pengajian tersbut dibubarkan oleh warga dikarenakan Warga tidak sepaham dengan ajaran MTA yang tidak membenarkan adanya tahlil dan ziarah kubur. Padahal, tradisi ziarah kubur selama ini sangat melekat bagi masyarakat.29

28 Ta’at Mahmudi,

Wawancara, Kunduran-Blora, 18 Mei 2016

29Liputan 6,”Bentrokan Berlanjut antar Warga dan Jamaah MTA”, dalam

(68)

Kejadian tersebut terjadi pada hari Jum’at 13 Juli 2012 di

desa Kamolan kecamatan Blora, Kabupaten Blora Jawa Tengah.30 Sejak sore warga sudah menghadang para jamaah MTA yang akan memasuki wilayah pengajian, bahkan bis-bis yang mengangkut jamaah MTA dari luar daerah Blorapun dilarang masuk daerah tersebut. Puncaknya pada malam hari pukul 21.30 wib keributan yang berujung pada robohnya panggung. Selain itu, mobil yang ada di lokasi menjadi amukan kemarahan warga, hal ini dikarenakan panitia tidak segera membubarkan kegiatan tersebut. Selain mobil beberapa sepeda motor juga tidak luput dari amukan warga yang sejak siang berada di lokasi.31

Aksi keributan tersebut mengakibatkan dua satgas (Satuan Tugas) MTA terluka di bagian pipi sehingga mendapatkan perawatan dari tim medis Polres Blora. Selain itu warga yang terlanjur marah membakar bendera-bendera MTA yang dipasang di pinggir lokasi. 32

Dari kejadian pembubaran tersbut akhirnya panitia pengajian akbar dan peresmian cabang MTA memutuskan untuk

30Tim Muslim Daily,” Penyerangan Pengajian M

(69)

http://www.muslimdaily.net/berita/nasional/penyerangan-menunda acara peresmian dan juga membatalkan pengajian akbar yang akan dilaksanakan.

Dan akhirnya peresmian cabang MTA Blora diadakan didaerah lain diluar kabupaten Blora, ditempat yang aman dari pendemo dan juga masyarakat yang tidak suka dengan MTA.

Tapi dengan banyaknya konflik dan kecaman dari masyarakat tidak membuat MTA untuk mendakwahkan hasil dari pengajian surut, malah sebaliknya jamaah MTA makin kuat dan masyarakat pun sampai saat ini mulai terbiasa dengan para jamaah MTA yang ada di sekitar wilayah mereka. Bahkan tidak jarang antara masyarakat umum dan jamaah MTA melakukan kerja bakti bersama.

Gambar Mobil milik jamaah yang dirusak oleh warga

(70)

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang penulis lakukan selama ini, penulis menemukan beberapa data yang berguna untuk mengungkap masalah perkembangan Majelis Tafsir AL-Qur’an (MTA) Blora. Dari data yang didapatkan dari penelitian yang dilakukan, penulis dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ada pada rumusan masalah. Berikut ini merupakan uraian kesimpulan dalam penelitian skripsi ini:

1. MTA pertama kali masuk di Blora pada tahun 1987 di Dusun Bangkerep Desa Balong Kecamatan Kunduran Blora Jawa Tengah. Tokoh pertama yang membawakan adalah ustad Tumin. Yang melatar belakangi berdirinya MTA di Blora adalah mayoritas masyarakat Islam di Bangkerep waktu itu jarang yang melaksanakan sholat. Karena hal itulah ustad Tumin yang pernah mengaji di MTA bersama teman-temannya membuat sebuah pengajian yang didalamnya mengajak masyarakat untuk melaksanakan sholat dan mengajarkan membaca Alquran.

(71)

Blora. Selain itu dibeberapa cabang juga sudah memiliki gedung pengajian sendiri contohnya di perwakilan Blora, cabang Randublatung, dan cabang Cepu. Sampai saat ini jamaah MTA di Blora, dari 13 cabang MTA di Kabupaten Blora ada sekitar 1.200. Selain itu terdapat simpatisan yang aktif mendengarkan radio.

Gambar

Gambar 1.1 gedung pengajian MTA Perwakilan Blora
Gambar 1.2 bukti peresmian gedung pengajian MTA Perwakilan Blora
Gambar 1.3 Masjid AL-Furqon
Gambar 1.5 Gedung MTA
+7

Referensi

Dokumen terkait

Batasan wasiat dalam suatu testament terletak dalam Pasal 931 KUHPerdata yaitu tentang legitieme portie yang menyatakan bahwa legitieme portie atau bagian

Untuk data yang diperoleh dari hasil wawancara terhadap 3 orang siswa adalah (1) Pembelajaran yang dilaksanakan dengan menggunakan video tutorial sangat membantu dalam

Tingginya efisiensi penyisihan padatan pada proses start-up dapat diartikan bahwa bakteri anaerob telah mampu memanfaatkan limbah sludge pulp and paper sebagai substrat

Berdasarkan hasil uji litmus tes, strategi pengembangan pasar tradisional dengan skor tertinggi yaitu Optimalisasi Pembangunan dan revitalisasi pasar tradisional dengan

Hasil pengolahan sistem informasi online nilai sekolah ini dapat memberikan penyelesaian permasalahan agar lebih efektif dan efisien, data tersimpan dengan aman karena

Hal ini menunjukkan bahwa teh kompos dapat menekan perkembangan penyakit pustul bakteri pada tanaman kedelai dan kemampuan penekanannya lebih tinggi dibandinkan

Dalam hal ini SIG mempunyai manfaat yang dapat digunakan untuk menganalisis dalam proses penentuan lokasi bandara yang sesuai dengan parameter yang telah ditentukan, yaitu

Name and Adress of the College Composite Remarks Contact