TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP IMPLEMENTASI AKAD
SEWA
WEBSITE
KITABISA.COM UNTUK PENGHIMPUNAN
DONASI
ONLINE
SKRIPSI
Oleh
Bachrudin Setiawan NIM C02213016
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel
Fakultas Syari
’
ah dan Hukum
Jurusan Hukum Perdata Islam
Prodi Hukum Ekonomi Syariah
SURABAYA
ABSTRAK
Skripsi ini merupakan hasil penelitian lapangan yang berjudul “Tinjauan
Hukum Islam Terhadap Implementasi Akad Sewa Website Kitabisa.com Untuk
Penghimpunan Donasi Online”, yang bertujuan untuk menjawab rumusan masalah
mengenai bagaimana praktik akad sewa website di Kitabisa dan bagaimana
analisis hukum Islam terhadap implementasi akad sewa website untuk
penghimpunan donasi online di Kitabisa.
Data penelitian ini dihimpun melalui dokumentasi dan wawancara. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan metode analisis deskriptif, yaitu pembahasan yang dimulai dengan mengumpulkan
data yang diperoleh dari lapangan tentang sewa website di Kitabisa, kemudian
data dianalisis menggunakan hukum Islam, yaitu teori ija>rah.
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa: pertama, sewa website di Kitabisa merupakan akad sewa-menyewa antara pemilik kampanye (pihak penyewa) dan Kitabisa (yang menyewakan). Kitabisa tidak menjelaskan jumlah nominal biaya sewa yang harus dibayarkan oleh pemilik kampanye dan tanpa dibatasi waktu. Pembayaran biaya jasa diambil dari uang donasi yang terkumpul sebesar 5% oleh
sistem Kitabisa sebelum masuk di campaign. Biaya jasa dibebankan kepada
donatur bukan kepada pemilik kampanye. Apabila campaign selama promosi tidak menghasilkan donasi, maka tidak akan dibebankan biaya jasa; kedua, pembayaran
biaya jasa dalam donasi online di Kitabisa diperbolehkan dalam hukum Islam,
karena pada dasarnya pembayaran jasa donasi termasuk dalam kategori akad ija>rah. Pembayaran biaya jasa donasi dirasa tidak menyalahi aturan hukum Islam dalam hal perolehannya, karena biaya jasa donasi tersebut telah terhindar dari gharar. Transaksi yang dilakukan juga telah sesuai dengan aturan hukum Islam. Dalam hal ini, kedua belah pihak juga tidak merasa dirugikan, sehingga dapat mencegah terjadinya permusuhan dan perselisihan.
DAFTAR ISI
SAMPUL DALAM ... i
PERNYATAAN KEASLIAN ... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
MOTTO ... iv
PERSEMBA\HAN ... v
ABSTRAK ... vi
KATA PENGANTAR ... vii
DAFTAR TRANSLITERASI ... ix
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR GAMBAR ... xiii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi dan Batasan Masalah ... 7
C. Rumusan Masalah ... 8
I. Sistematika Pembahasan ... 17
BAB II SEWA MENYEWA (IJA>RAH) DALAM HUKUM ISLAM ... 19
A. Pengertian Akad Ija>rah ... 19
H. Pembagian dan Hukum Ija>rah ... 41
I. Pembatalan dan Berakhirnya Akad Ija>rah ... 42
BAB III IMPLEMENTASI SEWAWEBSITE KITABISA.COM UNTUK DONASI ONLINE ... 45
A. Profil Kitabisa ... 45
B. Sistem Kerja Kitabisa ... 50
1. Prosedur Mendaftar Sebagai Pengguna Kitabisa ... 50
2. Prosedur Penggalangan Dana di Kitabisa ... 53
3. Prosedur Donasi Online di Kitabisa ... 56
4. Prosedur Zakat Online di Kitabisa ... 60
5. Proses Pengambilan Biaya Sewa Website Kitabisa ... 62
BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SEWAWEBSITE UNTUK PENGHIMPUNAN DONASI ONLINE ... 66
A. Analisis Implementasi Akad Sewa Website Kitabisa ... 66
B. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Implementasi Akad Sewa Website Kitabisa ... 69
BAB V PENUTUP ... 75
A. Kesimpulan ... 75
B. Saran ... 76
DAFTAR PUSTAKA ... 77
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia sebagai khali>fah di muka bumi diciptakan untuk menjadi pemimpin
dan menjaga kelangsungan kehidupan di muka bumi. Pemaknaan pemimpin ini
senantiasa harus ada tatanan tugas untuk saling kerjasama dengan manusia yang
lain, karena manusia juga sebagai makhluk sosial yang saling membantu
menjalankan keseimbangan dalam segala bidang seperti alam, sosial, budaya,
ekonomi, dan yang lainnya.
“Makhluk sosial” dimaksudkan yaitu manusia yang saling membantu untuk
melengkapi kebutuhan mereka sehari-hari dengan proses hubungan sesama manusia
(hablu minan na>s) seperti kegiatan traksaksional (tija}ri) untuk memperoleh sebuah
keuntungan contohnya perdagangan, kerjasama bisnis, dan kegiatan komersiil
lainnya. Selain itu, manusia menjalankan fungsi kegiatan sosial (tabbaru’) untuk
saling tolong-menolong tanpa mengharapkan imbalan dari manusia dan diniatkan
untuk mencari pahala dari sisi Allah swt contohnya infa>q, hibah, sedekah, zakat, dan
wakaf.
Kegiatan sosial ditujukan kepada korban yang mengalami musibah atau
bencana yang menimpanya dengan menyebabkan kerugian harta, hilangnya nyawa
atau tempat tinggal, berbagai bencana sering menimpa bumi pertiwi karena negara
Indonesia terletak di wilayah tropis dengan dikelilingi cincin api dan palung laut
2
gunung meletus, angin kencang, dan bila gempa terjadi di dalam laut dapat
menimbulkan tsunami.
Bencana alam didefinisikan dalam Wikipedia.org berupa suatu peristiwa alam
yang mengakibatkan dampak besar bagi populasi manusia. Peristiwa alam dapat
berupa banjir, letusan gunung berapi, gempa bumi, tsunami, tanah longsor, badai
salju, kekeringan, hujan es, gelombang panas, hurikan, badai tropis, taifun, tornado,
kebakaran liar, dan wabah penyakit. Beberapa bencana alam terjadi tidak secara
alami, contohnya adalah kelaparan, yaitu kekurangan bahan pangan dalam, jumlah
besar yang disebabkan oleh kombinasi faktor manusia dan alam.1
Peran manusia di dalam terjadinya bencana yaitu untuk membantu
meringankan beban mereka dengan mengumpulkan sumbangan atau donasi dapat
berupa uang, baju, sembako, perlengkapan sekolah, perlengkapan rumah tangga,
selimut, dan yang lainnya. Praktiknya mereka koordinasikan untuk proses
sumbangan dari pengumpulan, perhitungan, pengelolaan hingga penyampaian
bantuan kepada para korban bencana, dengan kerjasama dari beberapa pihak untuk
melakukan kegiatan donasi tersebut.
Kemajuan teknologi di zaman sekarang membuat tugas dan pekerjaan
manusia semakin dimudahkan, semua menjadi praktis dan cepat termasuk didalam
penggalangan bantuan donasi untuk kegiatan sosial dengan menggunakan sistem
online. Bermula pembentukan donasi bersistem online di Indonesia dari inovasi
pemuda Indonesia yaitu Alfatih Timur dengan rekannya Vikra Ijas dibawah
bimbingan Prof. Rhenald Kasali Ph.D dari yayasan “Rumah Perubahan” melihat
3
fenomena sulitnya komunikasi antara pemilik kegiatan sosial dengan para donatur
yang akan menyumbangkan dana nya untuk ikut membantu kegiatan sosial, dan
sistem donasi yang ada sekarang kurang transparan sehingga menimbulkan
kecurigaan para donatur sosial yang telah menyumbangkan dana apakah sudah
disalurkan kepada yang berhak menerima.
Dengan berbagai alasan tersebut terfikir untuk membuat galang dana dan
donasi online berbasis open platform yang semua orang bisa menggunakan dan
mengakses website tersebut untuk kegiatan sosial mereka yang tidak melanggar
peraturan hukum, serta dengan sistem keuangan yang transparan dan dapat
dipertanggungjawabkan dengan para campaigner membuat resume atau laporan
ketika dana telah disumbangkan kepada target donasi. Sebuah website Kitabisa
untuk tempat crowdfunding (menggalang dana) dan donasi berbasis online yaitu
Kitabisa.com, website online tersebut sebagai tempat untuk mengumpulkan seluruh
kegiatan sosial dari komunitas masarakat baik itu yang mengadakan kegiatan sosial
perorangan atau kelompak organisasi yang bertujuan untuk mengajak para orang
baik di luar sana untuk turut membantu menyuksekan kegiatan sosial mereka
dengan cara berdonasi.
Website Kitabisa.com sendiri mulai diluncurkan pada 6 Juli 2013 di Jakarta,
yang pertama kali masih dalam bentuk badan hukum yayasan kemudian di bulan
April tahun 2017 berganti badan hukum menjadi PT. Kitabisa Indonesia yang telah
terdaftar dengan Nomor. 002/10.2031.74.05.1002/-1.848/2017. Dalam perjalanan
selama 3 tahun ini PT. Kitabisa Indonesia telah sukses mendanai 4.924 campaign
(kegiatan sosial), mengumpulkan donasi sebanyak Rp 105.793.967.637 dan
4
Secara definisi crowdfunding merujuk pada kegiatan pengumpulan dukungan
dan pendanaan untuk suatu inisiatif proyek maupun organisasi, yang berasal dari
banyak orang berupa kontribusi finansial yang biasanya dilakukan melalui internet.2
Di negara Indonesia sudah tidak asing dengan adanya konsep crowdfunding,
nilai-nilai yang bersifat patungan dan iuran untuk membantu orang lain, seperti
penggalangan dana secara individu atau kelompok/massal. Contohnya, seperti “koin
untuk Prita Mulyasari” dan penggalangan untuk korban bencana tanah longsor di
Jawa Timur. Sehingga, crowdfunding memiliki konsep serta nilai-nilai yang sama
dengan budaya Indonesia, yaitu nilai saling bergotong-royong membantu orang lain,
dan nilai tersebut yang telah mengakar pada kehidupan bangsa Indonesia.
Website Kitabisa.com dalam menjalankan penggalangan dana menggunakan
akad sewa jasa, yaitu berupa jasa penyewaan website sebagai wadah pengumpulan
donasi dan sewa jasa untuk pengelolaan keuangan donasi yang telah terkumpul di
Kitabisa.com. Adapun untuk imbal jasa setiap campaign (kegiatan sosial) yang
dibuka di website Kitabisa.com akan dikenakan biaya 5% dari donasi yang
terkumpul ke campaign sosial tersebut. Pengambilan biaya tersebut ditinjau dari
hukum Islam mengenai akad sewa dengan keuntungan berupa persentase dilarang di
dalam syari’at, karena dalam salah satu syarat ija>rah (sewa) harus diketahui oleh
penyewa mengenai jumlah upah atau sewa dari suatu pekerjaan, seperti
dikemukakan dalam Hadis Nabi dari Ibn>u Abu Sulaiman.
َْنعَ ِاحَِنْبَِريِرجَْنع
2 Admin Wikipedia, dalam http://en.Wikipedia.org/wiki/Crowndfunding, diakses pada 17 April 2017.
5
Dari Jarir bin Hazim dari Hammad -yaitu Ibnu Abu Sulaiman-, bahwa ia pernah ditanya mengenai seseorang yang menyewa orang upahan dengan upah makanannya, maka ia menjawab, "Tidak boleh, hingga ia
memberitahukan jumlahnya." (HR. Nasa’i No. 4671)4
Hadis Nabi dalam Musnad Abdurrazzaq dari Abu Said Al-Khud}ri.
َِّمسي لَفاًَريِجَأَرجَ أتْساَِنمَ:ََلاَقَمَلس َِهْيَلعَُهاَىَلصَىِْنلاََ َأَهْنعَُهااَىِضرَِّ ِر لاَدْيِعسَىِبَأَْنع
5
هترْجُأَهَل
Dari Abu Said Al Khudri ra. Bahwasannya Nabi saw bersabda: “Barangsiapa memperkerjakan pekerja, maka tentukanlah upahnya.” (HR. Abdurrazzaq
dalam hadits ini terdapat Inqitha’ Baihaqi me-maunshul-kannya dari jalur
Abu Hanifah)6
Dalam menyewakan website, Kitabisa.com menentukan dengan tidak jelas
berapa biaya sewa dan itu menyalahi salah satu syarat dalam akad ija>rah. Selain itu,
penentuan biaya sewa berbentuk persentase yang mengandung unsur gharar yaitu
tidak diketahui berapa biaya sewa (ujrah) yang harus dibayar, pemilik donasi baru
bisa mengetahui biaya ketika donasi sudah terkumpul baik itu memenuhi target
donasi maupun tidak mencapai target. Sistem sewa seperti itu dilarang oleh
syari’at, dulu nabi pernah melarang menyewakan tanah yang penghasilan
pekerja/penggarap tanah menunggu dari hasil panen yang dikerjakannya, upah
penghasilannya belum jelas bisa saja tanah itu menghasilkan atau tidak. Rasulullah
juga bersabda menentukan upah dengan jumlah yang diketahui.
َ انلاََ اَكَامنِإَِهِبَ أبَاَلََلاَقَفَِ ِرو لا َِب َ لاِبَِضْرَأ لاَِءارِكَْنعَجيِدخَنْبَعِفارَت لَأس
4 Fachrurazi, Terjemah Sunan An-Nasa’i, jilid 3 (Jakarta: Pustaka Azzam, 2006), 455.
5Abdurrazzaaq Ash-Shan’ani, Musnaf Abdurrazzaq, jilid 1 (Beirut: Al-Maktab Al-Islami, t.t.), 289.
6 Ibnu Hajar al-‘Asqolani, Bulughul Maram, jilid 2 (Irfan Maulana Hakim), (Bandung: PT Mizan Pustaka),
6
َ وُلْعمَمءْيشَامَأَفَهْنعَرِج َكِلَ ِلَفَاَ َاَلِإَمءارِكَِ انلِلَْنُ يَْمَلَفَاَ َكِلْ ي َاَ َمَلْسي َاَ َمَلْسي
7
ِهِبَ أبَاَلَفٌَ ومْضم
Handlalah bin Qais Al Anshari dia berkata; "Saya bertanya kepada Rafi' bin Khadij mengenai menyewakan tanah perkebunan dengan bayaran emas dan perak." Maka dia menjawab; "Hal itu tidak mengapa. Dulu pada masa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, banyak para sahabat yang menyewakan tanahnya dengan imbalan memperoleh hasil panen dari tanaman yang tumbuh di sekitar parit atau saluran air atau sejumlah tanaman itu sendiri, apabila suatu ketika pemilik tanah itu rugi, justru pemilik tanah itu merasa diuntungkan, atau pemilik tanah mendapatkan keuntungan dan penyewa yang merasa dirugikan, tetapi anehnya banyak dari orang-orang yang melakukan penyewaan seperti itu. Oleh karena itu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melarang penyewaan tanah seperti di atas. Sedangkan penyewaan tanah dengan pembayaran yang telah diketahui dan dapat dipertanggung jawabkan, maka hal itu tidaklah
dilarang." (HR. Muslim No. 2887).8
Penentuan biaya sewa dalam akad ija>rah berupa persentase juga dilarang
dalam fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) Majelis Ulama Indonesia memberi
penjelasan lebih detail mengenai sistem ija>rah. Fatwa DSN MUI Nomor
44/DSN-MUI/VIII/2004 tentang pembiayaan multijasa, bahwa dalam ketentuan umum
“dalam akad ija>rah besar ujrah atau fee harus disepakati di awal dan dinyatakan
dalam bentuk nominal bukan dalam persentase.”9
Penjelasan proses pengambilan biaya juga tidak ditentukan apakah dari
setelah seluruh donasi terkumpul atau dari setiap donasi donatur yang masuk ke
rekening Kitabisa.com, karena itu tidak memenuhi syarat perikatan Islam yaitu
harus jelas dari Ijab Kabul (sighat al-‘aqd) dan tidak memenuhi syarat dari akad
ija>rah itu sendiri.
7Abu Husain Muslim, Shahih Muslim, (Beirut: Dar Al-Fikr, t.t), 145.
8 Abd. Mufid Ihsan, Terjemah Shahih Muslim Jilid 2, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2006), 690.
7
Ditinjau dari segi hukum Islam, praktik jasa sewa yang dilakukan oleh
Kitabisa.com bisa saja merupakan transaksi yang sah dan halal untuk dikerjakan jika
memenuhi syarat dan rukun sewa. Ketika terdapat unsur yang tidak sesuai dalam
praktik sewa bisa menggeser konsep kehalalan dari transaksi yang dilakukan.
Padahal Rasulullah pernah bersabda bahwa sedekah adalah perbuatan mulia yang
mendatangkan keberkahan dan ketentraman hidup. Dengan demikian, aktivitas
sedekah yang baik juga harus dengan cara yang benar yaitu sesuai dengan hukum
Islam.
Berdasarkan uraian permasalahan tersebut, penulis merasa bahwa masalah ini
perlu untuk diteliti. Dari beberapa permasalahan untuk mengkaji lebih lanjut terkait
sistem sewa yang terjadi dalam judul “Tinjauan Hukum Islam Terhadap
Implementasi Akad Sewa Website Kitabisa.com untuk Penghimpunan Donasi
Online”.
B. Identifikasi dan Batasan Masalah
1. Identifikasi Masalah
Berdasarkan pemaparan yang ada pada latar belakang masalah di atas,
penulis mengidentifikasikan beberapa masalah yang muncul dari kegiatan sewa
website kitabisa.com adalah sebagai berikut:
a. Pengertian donasi online yang diterapkan dalam kegiatan PT Kitabisa
Indonesia.
b. Akad sewa yang digunakan website Kitabisa.com antara PT. Kitabisa
Indonesia dan pemilik kegiatan sosial dan fasilitas yang didapatkan pemilik
8
c. Fasilitas pengelolaan keuangan donasi oleh PT. Kitabisa sebelum dicairkan
oleh pemilik kegiatan sosial.
d. Multijasa yang diapakai dalam satu akad perjanjian oleh PT. Kitabisa
Indonesia.
e. Pengambilan biaya sewa website yang tidak dijelaskan kapan di dalam
kontrak akad.
f. Masa waktu sewa yang tidak dibatasi dan sewa website Kitabisa.
g. Analisis hukum Islam terhadap implementasi akad sewa website
Kitabisa.com.
2. Batasan Masalah
Agar pembahasan tidak menyimpang dari pokok permasalahan yang
sebenarnya, maka penulis memberi pembatasan masalah. Berdasarkan latar
belakang masalah di atas, maka penulis memberikan batasan yaitu:
1. Praktik perjanjian akad sewa jasa donasi online Kitabisa.com.
2. Analisis hukum Islam terhadap implementasi akad sewa website
Kitabisa.com untuk menghimpun donasi online.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, dapat dirumuskan beberapa rumusan
masalah dalam penelitian ini:
1. Bagaimana implementasi perjanjian donasi online di Kitabisa.com ?
2. Bagaimana analisis hukum Islam terhadap implementasi akad sewa website
9
D. Kajian Pustaka
Kajian pustaka ini bertujuan untuk memperoleh suatu gambaran yang
memiliki hubungan topik yang akan diteliti dari beberapa penelitian terdahulu
yang sejenis atau memiliki keterkaitan, sehingga tidak ada pengulangan penelitian
dan duplikasi. Dalam penelusuran awal, sampai saat ini penulis menemukan
beberapa penelitian terkait kegiatan sewa dan bisnis online, yaitu:
Pertama penelitian yang dilakukan oleh saudara Afif Rahman, Muamalah
UIN Sunan Ampel Surabaya 2013. Yang menuliskan penelitiannya dengan judul‚
“Tinjauan Hukum Islam Terhadap Sistem Sewa Tanah Lahan Pertanian di Desa
Golokan Kecamatan Sidayu Kabupaten Gresik” dalam kajian penelitian ini
membahas tentang ketentuan sewa tanah pertanian yang perjanjian tidak dibuat
secara tertulis sehingga menimbulkan kerugian apabila ada salah satu pihak yang
meninggal maka akad itu berakhir, selanjutnya agar perjanjian dibuat tertulis
untuk memperkuat kontrak dan bukti apabila ada pihak yang melanggar
(wanprestasi).10
Kedua penelitian yang dilakukan oleh saudari Juliana Niswah Qonita,
Muamalah 2014. Yang menuliskan penelitiannya dengan judul, “Bisnis Investasi
Online di www.profitclicking.com dalam Perspektif Hukum Islam” dalam kajian
penelitian ini membahas sistem penyertaan modal dengan persentase profit yang
ditentukan dan sistem migration dan restart system feature yang cenderung
merugikan member. Investasi online dengan penyertaan modal yang terdapat
10 Afif Rahman, “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Sistem Sewa Tanah Lahan Pertanian di Desa Golokan
10
unsur gharar dalam pembagian keuntungan yang didapat, serta tidak ada
penjaminan simpanan investasi nasabah membuat akad kerjasamanya batal karena
salah satu pihak ada yang dirugikan.11
Ketiga penelitian yang dilakukan oleh saudara Achmad Fatchul Bari,
Muamalah 2016. Yang menuliskan penelitiannya dengan judul, “Tinjauan Hukum
Islam Terhadap Penetapan Perpanjangan Sewa Menyewa Secara Sepihak Dari
Pihak Rental Di Rental Mobil Semut Jalan Stasiun Kota Surabaya”. Perpanjangan
sewa yang ditetapkan sepihak oleh pemilik rental mobil ketika peminjam
terlambat mengembalikan lebih dari 3 jam, ini tidak diperbolehkan karena tidak
ada pemberitahuan di perjanjian mengenai sanksi keterlambatan pengembalian
barang dan belum ada kerelaan dari perpanjangan sewa itu.12
Dengan adanya kajian pustaka di atas, penulis melakukan penelitian ini
dengan variabel yang berbeda. Penelitian dengan judul “Tinjauan Hukum Islam
Terhadap Implementasi Sewa Website Kitabisa.com Untuk Penghimpunan Donasi
Online” ini lebih memfokuskan pada perjanjian sewa jasa di website Kitabisa.com
dengan persentase biaya dalam hukum Islam.
E>. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka dalam melakukan penelitian
ini penulis memiliki tujuan:
1. Mengetahui praktik perjanjian sewa jasa donasi online Kitabisa.com.
11 Juliana Niswah Qonita, “Bisnis Investasi Online di www.profitclicking.com dalam Perspektif Hukum
Islam” (Skripsi--UIN Sunan Ampel, Surabaya, 2014), 70.
12 Achmad Fatchul Bari, “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Penetapan Perpanjangan Sewa Menyewa
11
2. Mengetahui analisis hukum Islam terhadap implementasi akad sewa website
Kitabisa.com.
F. Kegunaan dan Hasil Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan memiliki kegunanaan, baik secara teoritis
maupun secara praktis. Secara umum, kegunaan penelitian yang dilakukan penulis
ini dapat ditinjau dari dua aspek, yaitu:
1. Dari Tinjauan Teoritis – Akademis
Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat memperluas
wawasan ilmu pengetahuan di bidang hukum Islam terutama pada bidang
muamalah terkait dengan transaksi sewa website dalam donasi online.
2. Kegunaan Praktis
Sebagai upaya menyelesaikan permasalahan dalam bermuamalat
seperti sewa website untuk donasi secara online.
G. Definisi Operasional
Agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam memahami beberapa istilah yang
ada di dalam penelitian ini, maka penulis memberikan penjelasan atau definisi dari
beberapa istilah sebagai berikut:
1. Hukum Islam seperangkat aturan yang bersumber dari
al-Qur’an, hadis, dan kitab-kitab Fikih
12
2. Akad sewa akad sewa antara PT. Kitabisa Indonesia
dengan pemilik kegiatan sosial, dimana
pemilik kegiatan sosial menghubungi dan
daftar ke Kitabisa untuk menyewa website
Kitabisa untuk kegiatan sosialnya,
kemudian Kitabisa memberikan hosting
website sesuai nama kegiatan sosial yang
kita miliki yaitu link seperti
Kitabisa.com/longsorponorogo dan
membantu proses administrasi keuangan,
kemudian menetapkan biaya sewa sebesar
5% dari donasi yang terkumpul.
3. Website Kitabisa.com perusahaan jasa pengumpulan donasi
sosial untuk beragam kategori kegiatan
sosial, dan menyediakan fasilitas
pembayaran zakat ma{al dan penghasilan,
dengan menggunakan sistem online yang
berkantor pusat di Jakarta dan cabang di
Surabaya.
4. Donasi Online bentuk pengumpulan dana untuk kegiatan
sosial secara online melalui website dan
pembayaran dana dengan transfer via
13
H. Metode Penelitian
Aspek-aspek yang digunakan dalam sub bab “Metode Penelitian” ini
berkenaan dengan lokasi penelitian, data yang dikumpulkan, sumber data,
pengumpulan data, pengolahan data dan analisis data sebagai berikut:
1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di PT. Kitabisa Indonesia di Surabaya yang
beralamat di jalan Kedinding II No. 10 Surabaya.
2. Data yang Dikumpulkan
Dalam rangka menjawab rumusan masalah yang pertama, dalam
penelitian ini akan dikumpulkan data tentang:
a. Konsep jasa sewa website yang ada dalam perjanjian.
b. Pengambilan biaya sewa dari donasi yang terkumpul di tiap pengambilan.
c. Jangka waktu sewa dalam perjanjian sewa website Kitabisa.
d. Implementasi akad sewa dalam perjanjian sewa website Kitabisa.com.
Untuk menjawab rumusan masalah yang kedua, data yang dikumpulkan
dalam penelitian ini adalah:
a. Ayat suci Al-Quran tentang norma akad ija>rah (sewa menyewa).
b. Hadis tentang norma akad ija>rah (sewa menyewa).
c. Kitab Fiqh tentang norma akad ija>rah (sewa menyewa).
3. Sumber Data
14
Sumber data primer ialah sumber data yang berkaitan langsung
dengan objek penelitian.13 Adapun yang menjadi sumber data primer dalam
penelitian ini adalah:
1) Pihak manajemen PT. Kitabisa Indonesia di Surabaya
2) Pemilik kegiatan sosial Kitabisa di Surabaya.
b. Sumber Data Sekunder
Sumber data sekunder adalah data yang didapatkan dari sumber secara
tidak langsung dari pengumpulan data14, yaitu dari pustaka yang berkaitan
dengan norma akad dalam hukum Islam mengenai akad ija>rah (sewa
menyewa) terhadap implementasi akad sewa website antara PT. Kitabisa
Indonesia dengan pemilik kegiatan sosial tersebut, yaitu:
1) Kitab suci Al-Qur’an
2) Terjemah kitab Al-Qur’an Tim Lajnaj Pentashihan Mushaf Al-Qur’an
(LPMQ) Kementrian Agama Republik Indonesia, diketuai oleh
Muhammad Shohib.
3) Kitab Hadis:
a) Shahih Bukhari, karya Imam Bukhari.
b) Shahih Muslim, karya Imam Muslim.
c) Sunan Nasa’i, karya Imam Nasa’i.
4) Terjemah Kitab Hadis:
a) Shahih Bukhari, karya Imam Bukhari, diterjemahkan oleh Achmad
Sunarto.
13 Chalid Narbuko dan Abu Acmadi, Metodelogi Penelitian (Jakarta: Bumi Aksara, 1997), 62.
15
b) Shahih Muslim, karya Imam Muslim, diterjemahkan oleh Subhan dan
Imran Rosadi.
c) Sunan Nasa’i, karya Imam Nasa’I, diterjemahkan oleh Abu Syuhbah.
5) Bulughul Maram, karya Imam Ibn Hajar Al-Asqalani.
6) Ensiklopedi Hukum Islam, karya Abdul Azis Dahlan.
7) Fiqih Sunnah, karya Sayyid Sabiq, diterjemahkan oleh Nor Hasanuddin.
8) Fiqih Islami Wa Adillatuhu, karya Wahbah az-Zuahaily, diterjemahkan
oleh Abdul Hayyie Al-Kattani.
9) Fiqh Muamalah, karya Nasrun Haroen.
10)Fiqh Muamalah, Karya Muhammad Yazid.
11)Fiqh Muamalat, karya Abdul Aziz Muhammad Azzam.
4. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data yang diperlukan dalam penelitian ini dilakukan
dengan teknik:
a. Wawancara (Interview), yakni teknik pengumpulan data dengan cara
bertanya langsung kepada pihak yang berkaitan dengan permasalahan yang
akan dibahas. Dalam hal ini, wawancara langsung dilakukan dengan pihak
manajemen PT. Kitabisa Indonesia di Surabaya dan pemilik kampanye
sosialnya. Wawancara dengan pihak manajemen Kitabisa dilakukan untuk
mengumpulkan data tentang:
1) Fasilitas apa saja yang didapat pemilik kegaiatan sosial dari sewa
website Kitabisa.
16
3) Pengenaan tarif sewa dari donasi yang terkumpul dan cara pembayaran
biaya sewa kepada pihak Kitabisa.
4) Batas masa sewa website yang terdapat di Kitabisa.
Adapun wawancara yang dilakukan dengan pihak pemilik
kampanye/kegiatan sosial dilakukan untuk mengumpulkan data
tentang:
1) Praktik pengenaan biaya sewa yang dikenakan kepada pemilik
kampanye sosial.
2) Pengambilan donasi yang terkumpul apabila sudah sesuai target maupun
tidak.
3) Praktik promosi kegiatan sosial yang dilakukan terhadap jumlah donatur
yang menyumbang.
b. Studi Pustaka
Pengumpulan data dengan menggali bahan pustaka dari literatur yang
berkaitan dengan masalah yang dibahas. Adapun bahan pustaka literatur
yang akan digali adalah Al-Qur’an, kitab-kitab Hadis dan kitab-kitab Fiqh
Muamalah.
5. Teknik Pengolahan Data
Untuk mengolah data-data dalam penelitian ini, penulis melakukan
hal-hal berikut:
a. Editing, ialah memeriksa kelengkapan data. Teknik ini digunakan untuk
17
b. Organizing, yaitu menyusun data-data hasil editing sedemikian rupa
sehingga menghasilkan data yang baik dan mudah dipahami.15
6. Teknik Analisis Data
Proses analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode analisis
data deskriptif dalam menjabarkan data-data tentang akad sewa dan
implementasinya di dalam sewa website antara PT. Kitabisa Indonesia dengan
pemilik kampanye sosial.
Kemudian untuk tinjauan hukum Islam-nya menggunakan analisis
kualitatif dengan memaparkan dalil-dalil umum yang berkaitan dengan akad
ija>rah (sewa-menyewa) dalam hukum Islam yang dipakai dalam praktik donasi
online.
I. Sistematika Pembahasan
Dari hasil penelitian ini akan dituangkan dalam laporan berbentuk karya
ilmiah skripsi yang sistematika pembahasannya terdiri dari lima bab, sebagaimana
berikut:
Bab pertama memuat hal-hal yang berkenaan dengan rencana pelaksanaan
penelitian. Hal-hal tersebut dituangkan dalam Sembilan sub bab yang terdiri dari:
latar belakang masalah, identifikasi dan batasan massalah, rumusan masalah, kajian
pustaka, tujuan penelitian, kegunaan hasil penelitian, definisi operasional, metode
penelitian, dan sistematika pembahasan.
15 Andi Praswoto, Metodelogi Penelitian Kualitatif dalam Perspektif Rancangan Penelitian (Yogyakarta:
18
Bab kedua tentang norma akad sewa menyewa dalam hukum Islam yan
dijadikan pijakan analisis dalam penelitian ini dituangkan dalam bab kedua dengan
tajuk “Akad Ija>rah dalam Hukum Islam”. Uraian dalam bab kedua ini berisi uraian
tentang pengertian dan dasar hukum akad ija>rah, rukun dan syarat ija>rah,
bentuk-bentuk ija>rah, dan prinsip-prinsip ija>rah.
Bab ketiga menyajikan deksripsi hasil penelitian dengan tajuk “Sewa Website
Kitabisa.com Untuk Donaasi Online” deskripsi yaitu mengenai gambaran tentang
PT. Kitabisa Indonesia dari aspek sejarah singkat, latar belakang pembentukan dan
deskripsi umum website Kitabisa.com. Kemudian, memuat deskripsi tetang akad
sewa antara Kitabisa dan pemilik kampanye sosial meliputi syarat dan ketentuan
menjadi pemilik kampanye sosial (campaigner), klausul akad sewa website dan
pengolahan keuangan donasi serta biaya sewa yang dibayarkan kepada Kitabisa.
Bab keempat merupakan hasil penelitian implementasi akad sewa website
antara PT. Kitabisa Indonesia dengan pemilik kampanye sosial yang telah
dideskripsikan tersebut akan dianalisis dengan perspektif hukum Islam. Bab yang
bertajuk “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Sewa Website Untuk Penghimpunan
Donasi Online Di Kitabisa”.
Bab kelima menyajikan kesimpulan dan saran kepada para pihak yang terkait
BAB II
IJA>RAH (SEWA MENYEWA) DALAM HUKUM ISLAM
A. Pengertian Akad Ija>rah
Ija>rah secara etimologis, berasal dari kata: 1
راجإ َ–َارجاَ–َرجايَ–َرجا
Al- ija>rah berasal dari kata al-ajru yang berarti al-‘iwad{u (ganti). Oleh sebab
itu, al-s{awa>b (pahala) dinamai al-ajru (upah).2 Ijara>h juga berarti upah, sewa,
atau imbalan.3 Secara istilah pengertian ija>rah adalah suatu kontrak
pertukaran antara suatu manfaat dengan ganjaran atau bayaran tertentu.4
Lafadz ija>rah mempunyai pengertian umum yang meliputi upah atas
pemanfaatan suatu benda atau imbalan suatu kegiatan, atau upah melakukan
sesuatu aktifitas. Ija>rah bermakna suatu akad yang berisi penukaran manfaat
sesuatu dengan memberikan imbalan dengan jumlah tertentu dalam waktu
tertentu. Hal ini, sama artinya dengan menjual manfaat sesuatu benda, bukan
menjual dari benda itu sendiri.5
Dalam fiqh muamalah, ija>rah mempunyai dua pengertian yaitu:
1. Perjanjian sewa menyewa barang
2. Perjanjian sewa menyewa jasa atau tenaga (perburuan).6
1 Ahmad Warson Munawwir, Kamus al-Munnawwir Arab-Indonesia Terlengkap, Edisi Kedua
(Surabaya: Pustaka Progressif, 1994), 9.
2 Sayyid Sabiq, Fiqih al-Sunnah, Jilid 3 (Kairo: Dar al-Fath li al-I’lam ak-Arabiy, 1410 H./1990
M.), 283.
3 Abd. Aziz Dahlan, Ensiklopedia Hukum Islam (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1997), 660.
4 Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah (Jakarta: Kencana, 2013), 247.
5 Helmi Karim, Fiqh Islam (Jakarta: PT> Raja Grafindo Persada, 1997), 29.
20
Secara umum ija>rah mempunyai definisi bahwa akad sewa menyewa
antara pemilik objek sewa (ma’jur) dan penyewa (musta’jir) untuk
mendapatkan imbalan atas objek yang telah disewakan.7 Perjanjian antara
penyewa dan orang yang menyewakan untuk menjual manfaat atas suatu objek
berupa jasa maupun barang dengan menentukan biaya sewa yang disepakati
oleh pihak penyewa dan pihak yang menyewa dengan jumlah dan batas
tertentu yang telah disepakati kedua belah pihak.
Definisi ija>rah menurut pendapat beberapa ulama fiqih berbeda dari segi
lafadz tetapi sama dari segi makna:
1. Ulama Hanafiyah
عِفانمَىَلعَ د قع
َِب
ضوِع
Akad atas suatu manfaat dengan suatu imbalan.
Menurut Hanafiyah bahwa maksud dari akad perjanjian adalah ija>b
dan qa>bul. Misalnya, seseorang menyewa mobil selama dua hari, maka
setelah dua hari masanya telah habis, pemilik mobil berhak meminta mobil
tersebut. Jika orang yang menyewa mobil tersebut belum mengembalikan
barang yang disewa maka baginya setiap hari sejak masa habis ada
ongkosnya tiap hari sampai dia mengembalikan barang tersebut. Maksud
dari mahzab Hanafiyah ini adalah yang menyewakan berhak mendapatkan
7 Ivan Rahmawan A., Kamus Istilah Akuntasi Syariah (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004),
21
uang ganti rugi atau denda apabila si penyewa mangkir dalam membayar
sewa tersebut.
2. Ulama Syafi’iyah
َد قع
عَْنمَىَلع
َِل ْ لِلَ َلِباَقَ حاْمَ مْوُلْعمَ ْو قمَِ
ْوُلْعمَضْوعِبَِحابِإا
Akad atas suatu kemanfaatan yang mengandung maksud tertentu dan mubah, serta menerima pengganti atau kebolehan dengan pengganti tertentu.
Menurut Syafi’iyah bahwa maksud dari akad perjanjian adalah
manfaat yang bisa diambil dari barang ataupun jasa yang dijual. Maksudnya
hanya mengambil kemanfaatannya tidak untuk dimiliki dengan penerima
imblan sebagai ganti, transaksi ini dibolehkan menurut Syafi’iyah.
Misalnya, seseorang menyewa gedung pernikahan selama 12 jam denga
biaya Rp. 8.000.000, maka setelah 12 jam telah habis, penyewa gedung
tersebut harus menyelesaikan pada waktu yang telah disepakati dan
pemilik gedung berhak meminta imbalan tersebut. Jadi si penyewa hanya
mengambil kemanfaatan dari gedung tersebut dan memberi imbalan atas
manfaat tersebut.
3. Ulama Malikiyah dan Hanabilah
ْوعِبًَمْوُلْعمًَدمَ حاْمٍَءْيشَِعِفانمَكْيِلْمت
ض
Menjadikan milik suatu kemanfaatan yang mubah dalam waktu
tertentu dengan pengganti.8
Malikiyah menjelaskan ija>rah dan al-kira mempunyai kata yang
semakna, hanya saja kata ija>rah mengatur dalam pemberian nama dari
21
perjanjian atas manfaat manusia dan benda bergerak selain kapal laut dan
binatang. Menamakan perjanjian persewaan atas benda tetap, yaitu secara
khusus dengan istilah “al-kira”, meskipun keduanya termasuk barang yang
bisa dipindahkan.9 Maksudnya, ija>rah adalah akad-akad yang penggunaan
manfaatnya bersifat manusiawi yang merupakan kebutuhan primer dalam
kehidupan sehari-hari.
Menurut Hanabilah bahwa dibolehkan atas menjual kemanfaatan
suatu barang maupun jasa dengan waktu tertentu dengan imbalan yang
disepakati kedua belah pihak.
Menurut Wahbah Azuhaili ija>rah adalah akad yang berisi pemberian
suatu manfaat berkompensasi dengan syarat-syarat tertentu. Ija>rah bisa
juga didefinisikan sebagai akad atas manfaat yang dikehendaki, diketahui,
dapat diserahkan, dan bersifat mubah dengan kompensasi yang diketahui.10
Berdasarkan definisi-definisi di atas, dapat dipahami bahwa ija>rah
adalah menjual kemanfaatan atas barang atau jasa bukan bendanya. Dapat
diterjemahkan, berarti sewa menyewa dan upah mengupah yaitu:
1. Sewa menyewa adalah menjual manfaat suatu benda
2. Upah mengupah adalah menjual tenaga atau kekuatan
Adapun menurut Fatwa Dewan Syariah Nasional bahwa ija>rah adalah
akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang atau jasa dalam waktu
tertentu melalui pembayaran sewa atau upah, tanpa diikuti dengan
9 Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002), 114-115.
10 Wahbah Zuhaili, Fiqh Imam Syafi’i, Penerjemah Muhammad Afifi dan Abdul Hafiz, Judul Asli:
22
pemindahan kepemilikan barang itu sendiri. Dengan demikian, akad ija>rah
tidak ada perubahan kepemilikan, tetapi hanya perpindahan hak guna saja dari
yang menyewakan kepada penyewa.
Di dalam teknis perbankan ija>rah adalah akad atau perjanjian antara
bank dengan nasabah untuk menyewa suatu barang atau cek milik bank,
dimana bank mendapatkan imbalan atas barang yang disewakannya, dan
diakhir periode nasabah membeli barang atau objek yang disewakan.
Pengalihan pemilikan akad yang diakadkan di awal, hanya semata-mata untuk
memudahkan bank dalam pemeliharaan aset itu sendiri baik sebelum dan
sesudah berakhirnya sewa.
Ija>rah dalam konteks perbankan Islam adalah suatu lease contract bahwa
suatu bank atau lembaga keuangan menyewakan peralatan (equipment),
sebuah bangunan atau barang-barang seperti mesin-mesin, dan lain-lain
kepada salah satu nasabahnya berdasarkan beban biaya yang sudah ditentukan
secara pasti sebelumnya.11
Dalam transaksi ija>rah, bank menyewakan suatu aset yang sebelumnya
telah dibeli oleh bank kepada nasabahnya untuk jangka waktu tertentu dengan
jumlah sewa yang telah disetujui dimuka. Dalam pelaksanaanya, bank atau
lembaga keuangan membeli barang dari pemasok barang dan pada akhirnya
perjanjian ija>rah barang yang disewa kembali pada pihak yang menyewakan
barang yaitu bank atau lembaga keuangan syariah. Pada perjanjian ija>rah
11 Sutan Remi Sjahdeini, Perbankan Syariah dan Kedudukan Dalam Tata Hukum Perbankan
23
sepanjang masa perjanjian ija>rah tersebut kepemilikan atas barang tetap
berada pada bank. Setelah barang kembali, bank dapat menyewakan barang
tersebut kepada pihak lain atau menjualnya kembali dengan status barang
bekas (second hand) karena sudah hak dari kepemilikan bank itu sendiri.
Menurut jumhur ulama fiqih ija>rah adalah menjual manfaat dan yang
boleh disewakan adalah manfaatnya bukan bendanya.12 Ija>rah ialah suatu jenis
akad untuk mengambil manfaat dengan jalan penggantian. Sedangkan dalam
kamus hukum, ija>rah adalah perjanjian dalam upah-mengupah dan sewa
menyewa.13
Sewa menyewa sebagaimana perjanjian lainnya adalah pernjanjian yang
bersifat konsensual, perjanjian ini mempunyai kekuatan hukum yaitu saat
sewa menyewa berlangsung (akad sedang berlangsung), maka pihak yang
menyewakan berkewajiban untuk menyerahkan barang kepada pihak
penyewa. Lalu pihak penyewa berkewajiban untuk menyerahkan uang
sewanya (ujrah) kepada pihak yang menyewakan.14 Apabila akad sewa
dilaksanakan, penyewa sudah memiliki hak atas manfaat dan pihak yang
menyewakan berhak mengambil kompensasi sebab sewa adalah suatu akad
timbal balik.15
Dari definisi-definisi di atas, dapat disimpulkan ija>rah adalah suatu akad
sewa menyewa barang yang pada hakikatnya mengambil suatu manfaat atas
12 Ibid., 122.
13 Sudarsono, Kamus Hukum (Jakarta: Rineka Cipta, 1992), 176.
14 H. Chairuman Pasaribu dan Suhrawardi K. Lubis, Hukum Perjanjian dalam Islam (Jakarta: Sinar
Grafika, 1994), 52.
24
barang yang telah kita sewa dengan ganti upah (pembayaran). Dengan
demikian, sewa menyewa mengandung unsur-unsur sebagai berikut:
1. Adanya pihak penyewa dan yang menyewakan.
2. Adanya akad antara kedua belah pihak.
3. Adanya objek sewa yang dapat dipergunakan manfaatnya.
4. Adanya imbalan/harga yang jelas terhadap pemanfaatan objek sewa
tersebut.
5. Manfaat objek sewa diketahui dengan jelas.
6. Dilaksanakan dalam periode tertentu.
B. Dasar Hukum Ija>rah
Sewa menyewa disyariatkan dalam Islam berdasarkan dalil-dalil
berdasarkan dari Al-Qur’an dan Hadis serta ijma’ (kesepakatan para ulama).
1. Al-Qur’an
Al-Qur’an membolehkannya praktik sewa menyewa. Hal tersebut
diatur dengan jelas dalam Al-Qur’an
Al-Baqarah ayat 233:
Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayawan menurut kamu yang patut.
25
orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya.
Ath-Thalaq ayat 6:
Jika mereka menyusukan (anak-anakmu) untukmu, maka berikanlah
mereka upahnya.16
2. Hadis
َاوُطْعٌاَ:َمَلس َِهْيَلعَُهاََلصَُهاَُلْوسرََلأَقََلاَقَام ْنعَُهاَيِضرَرمعَِنْباَْنع
اَُا ر(َهُقرعَفِجيَ َاََلَْْقَُرْجَاَرْيِجَأا
َهجامَنب
Dari Ibnu Umar RA, berkata bahwa Rasulullah saw telah bersabda: berikanlah upah pekerjaan sebelum keringatnya kering. (riwayat
Ibnu Majah).17
Hadis diatas menjelaskan bahwa, dalam persoalan
sewa-menyewa terutama yang memakai jasa manusia untuk mengerjakan
suatu pekerjaan, upah atau pembayaran harus segera diberikan sebelum
keringatnya kering, maksudnya, dalam hal pembayaran upah harus
disegerakan dan langsung, tidak boleh ditunda-tunda pembayarannya.
َىَطْعَأ َمَلس َِهْيَلعَهاَىَلصَِهاَُلوسرَمحتْجِاَهْنعَهاَيِضرَسْعَِنبِاَْنِمَُا ر
َ را ْلاَحيحصَُا ر(َِهِطْعيَْمَلَاًمارحَاناَكْوَل َُرْجَأَهمجحَ ِ َلا
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra, beliau berkata: Rasulullah pernah berbekam dan beliau memberikan upah kepada orang yang membekamnya itu. Seandainya berbekam itu haram niscaya beliautidak akan memberinya upah. (riwayat Bukhari)18
16 Departemen Agama RI, Al Qur’an dan Terjemah (Bandung: PT Penerbit J-ART, 2005), 559.
17 Sohari Sahrani, Fikih Muamalah Untuk Mahasiswa dan Umum (Bogor: Ghalia Indonesia, 2011),
167.
18 Ibnu Hajar Al-Asqolani, Bulughul Maram terj. Irfan Maulana Hakim, Cet. 1 (Surabaya: Sinar
26
3. Ijma’ (kesepakatan para ulama)
Umat Islam pada masa sahabat telah beijma’ bahwa ija>rah
dibolehkan sebab bermanfaat bagi manusia.19 Tujuan dibolehkannya
ija>rah adalah untuk memberikan keringanan kepada umat dalam
pergaulan hidup. Seseorang mempunyai uang tetapi tidak dapat
bekerja, di pihak lain ada yang punya tenaga dan membutuhkan uang,
sehingga dengan ija>rah keduanya saling mendapat keuntungan dan
mendatangkan manfaat.20
Mengenai disyariatkan ija>rah, para ulama keilmuan dan
cendekiawan bersepakat tentang keabsahan ija>rah, sekalipun ada
hanya sebagian kecil diantara mereka yang berbeda pendapat tetapi itu
tidak dianggap.21 Dari ayat-ayat al-Qur’an dan beberapa hadis
Rasulullah tersebut jelaslah bahwa akad ija>rah atau sewa menyewa
hukumnya dibolehkan, karena memang akad tersebut dibutuhkan oleh
masyarakat.
Di samping al-Qur’an dan sunah, dasar hukum ija>rah adalah
ijma’. Sejak zaman sahabat sampai sekarang ija>rah telah disepakati
oleh para ahli hukum Islam. Dalam kenyataan kehidupa sehari-hari,
ada orang kaya yang memiliki tempat tinggal, di sisi lain ada orang
yang tidak memiliki tempat tinggal. Dengan dibolehkannya ija>rah
19 Rachmad Syafe’i, Fiqih Muamalah (Bandung: Pustaka Setia, 2014), 124.
20 Abrur Rahman Ghazaly, et al, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Kencana, 2010), 278.
21 Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah 13, terj. Kamaluddin A. Marzuki (Bandung: PT. Al-Ma’arif, 1987),
27
maka orang yang tidak memiliki tempat tinggal bisa menempati rumah
orang lain yang tidak digunakan untuk beberapa waktu tertentu dengan
memberikan imbalan berupa uang sewa yang disepakati bersama tanpa
harus membeli rumah tersebut.
C. Jenis Akad Ija>rah
Jenis ija>rah secara umum dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Al-Ija>rah ‘Ala> al-Mana>fi’. Ija<rah atas manfaat, disebut juga sewa
menyewa, dalam ija>rah bagian pertama ini, objek akadnya adalah manfaat
dari suatu benda.
2. Ija>rah al-Dzimmah. Ija>rah atas pekerjaan, disebut juga upah-mengupah.
Dalam ija>rah bagian kedua ini objek akadnya amal atau pekerjaan
seseorang.
Secara global jenis-jenis ija>rah dapat dibagi menjadi beberapa
bentuk:22
1. Ija>rah Mutlaqah, adalah proses sewa menyewa yang memberikan
kesempatan bagi penyewa untuk pemanfaatan dari barang sewa untuk
jangka waktu tertentu dengan imbalan yang besarnya telah disepakati
bersama.
2. Ba>i’ at-Takjiri, adalah suatu kontrak sewa yang diakhiri dengan penjualan.
Dalam kontrak ini pembayaran sewa telah diperhitungkan sehingga
pembelian terhadap barang secara angsuran. Jenis ija>rah ini dapat
28
dikombinasikan dengan ba>i’ al-murabaha>h untuk tujuan pengadaan
barang dan pembiayaan impor. Bentuk kombinasi ini telah banyak
disepakati oleh bank-bank syariah di luar negeri dengan sukses, proses
tersebut yaitu setelah bank membiayai pengimporan barang sesuai dengan
pesanan nasabah untuk jangka waktu tertentu dan pada akhir pembiayaan
nasabah memiliki aset tersebut.
D. Rukun Akad Ija>rah
Menurut ulama Hanafiyah, rukun ija>rah itu hanya satu, yaitu i>ja>b
(ungkapkan menyewakan) dan qabu>l (persetujuan terhadap sewa
menyewa). Ulama Hanafiyah menyatakan bahwa orang yang berakad,
sewa/imbalan dan manfaat, termasuk syarat-syarat ija>rah, bukan
rukun-rukunnya. Jumhur ulama menyebutkan rukun-rukun ija>rah ada empat yaitu:
1. Pihak yang berakad
2. Shighat akad
3. Upah (ujra>h)
4. Manfaat
E. Syarat Akad Ija>rah
Syarat-syarat ija>rah yang harus dipenuhi untuk melakukan akad ija>rah
telah disepakati oleh ulama, yaitu: 23
1. Syarat orang yang berakad
29
Orang yang berakad yaitu mu’jir (pihak yang menyewakan atau
memberi upah) dan musta’jir (pihak penyewa atau pemberi upah). Ulama
berbeda-beda dalam menentukan syarat orang dalam melakukan akad:
a. Menurut ulama Hanafiyah, orang yang melakukan akad disyaratkan
harus berakal dan mumayyiz (minimal 7 tahun), serta tidak disyaratkan
harus baligh. Akan tetapi, jika barang bukan miliknya sendiri akad ija>rah
anak mumayyiz, dipandang sah apabila telah diizinkan walinya.
b. Ulama Malikiyah berpendapat bahwa tamyiz adalah syarat ija>rah,
sedangkan baligh adalah syarat penyerahan. Dengan demikian anak
mumayyiz adalah sah tetapibergantung atas ridha dari walinya.
c. Ulama Hanabilah dan Syafi’iyah mensyaratkan orang yang akad harus
mekallaf, yaitu baligh dan berakal, sedangkan anak mumayyiz belum
dapat dikategorikan ahli akad
2. Syarat shighat (i>ja>b dan qabu>l)
Akad menurut bahasa berasal dari bahasa Arab “Al-‘Aqdu” yang
berarti perikatan, perjanjian, dan pemufakatan. Sedangkan menurut istilah,
akad adalah pertalian i>ja>b (pernyataan melakukan ikatan) dan qabu>l
(pernyataan menerima ikatan), sesuai dengan kehendak aturan hukum
Islam yang berpengaruh pada objek perikatan.24
I<ja<b dan qabu>l adalah suatu ungkapan antara dua pihak dalam sewa
menyewa suatu barang atau jasa. I>ja>b adalah permulaan penjelasan yang
24 M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
30
keluar dari salah seorang yang berakad dengan menggambarkan kemauanya
dalam mengadakan akad. Sedangkan qabu>l adalah kata yang keluar dari
pihak lain sesudah adanya i>ja>b untuk menerangkan suatu persetujuan.25
Syarat-syarat shighat antara lain:
a. Harus jelas atau terang pengertiannya, dalam artian bahwa lafaz yang
dipakai dalam i>ja>b dan qabu>l harus jelas maksud dan tujuannya menurut
kebiasaan yang berlaku.
b. Harus ada kesesuaian antara i>ja>b dan qabu>l dalam semua segi perjanjian,
untuk menghindari terjadinya kesalah-pahaman diantara kedua belah
pihak yang melakukan perjanjian di kemudian hari.
c. Harus memperlihatkan kesungguhan dan keridhaan (tidak ada paksaan)
dari pihak lain untuk melaksanakan isi perjanjian yang telah dibuat,
sehingga mempunyai kekuatan hukum yang penuh. Kesepakatan
merupakan adanya rasa ikhlas atau saling memberi dan menerima
diantara pihak-pihak yang melaksanakan perjanjian. Kesepakatan tidak
dapat terwujud apabila dilakukan atas dasar paksaan, penipuan, atau
kekhilafan.26
Sewa menyewa terjadi dan sah apabila ada suatu akad, baik dalam
bentuk perkataan, tulisan, maupun dalam bentuk pernyataan lain yang
menunjukkan adanya persetujuan antara kedua belah pihak untuk
melakukan sewa menyewa.
25 Hasbi Ash-Shiddieqy, Pengantar Fiqh Muamalah (Semarang: PT Pustaka Rizki Putra, 1999), 27.
26 Sandrina, Wijaya, Surat Perjanjian Bisnis Langsung Deal (Yogyakarta: Pustaka Grahatama,
31
3. Syarat objek ija>rah
Barang yang disewakan harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a. Barang yang disewakan dapat diambil manfaatnya dan sesuai dengan
kegunaannya.
b. Barang yang disewakan dapat diserah-terimakan.
c. Barang yang disewakan adalah perkara yang mubah menurut aturan
hukum Islam dan bukan yang dilarang.
d. Barang yang disewakan bukan yang dilarang.
Ketentuan objek ija>rah menurut Fatwa DSN No.
44/DSN-MUI/VII/2004 adalah sebagai berikut:27
a. Objek ija>rah adalah manfaat dari penggunaan barang dan/atau jasa.
b. Manfaat barang harus bisa dinilai dan dapat dilaksanakan dalam
kontrak.
c. Pemenuhan manfaat harus yang bersifat diperbolehkan.
d. Kesanggupan memenuhi manfaat harus nyata dan sesuai dengan syariah.
e. Manfaat harus dikenali secara spesifik sedemikian rupa untuk
mengilangkan jahalah (ketidaktahuan) yang akan mengakibatkan
sengketa.
f. Spesifikasi manfaat harus dinyatakan dengan jelas, termasuk jangka
waktunya dan biayanya. Bisa juga dikenali dengan spesifikasi atau
identifikasi fisik.
32
g. Sewa adalah sesuatu yang dijanjikan dan dibayar nasabah kepada LKS
sebagai pembayaran manfaat. Sesuatu yang dapat dijadikan harga dalam
jual beli dapat pula dijadikan sewa dalam ija>rah.
h. Pembayaran sewa boleh berbentuk jasa (manfaat lain) dari jenis yang
sama dengan objek kontrak.
i. Kelenturan (flexibility) dalam menentukan sewa dapat diwujudkan
dalam ukuran waktu, tempat, dan jarak.
Syarat objek akad adalah jelas manfaatnya, ada pembatasan waktu
atau menjelaskan jenis pekerjaan, jika ija>rah atas pekerjaan atau jasa
seseorang. Semua harta benda boleh diakadkan ija>rah atasnya, kecuali yang
memenuhi persyaratan sebagai berikut yaitu:
a. Manfaat dari objek akad sewa menyewa harus diketahui secara jelas. Hal
ini dapat dilakukan, misalnya, dengan memeriksa, atau pemilik
memberikan infromasi secara transparan tentang kualitas manfaat
barang.
b. Objek ija>rah dapat diserah terimakan dan dimanfaatkan secara langsung
dan tidak mengandung cacat yang menghalangi fungsinya. Tidak
dibenarkan transaksi ija>rah atas benda yang masih dalam penguasaan
pihak ketiga.
c. Objek ija>rah dan manfaatnya harus tidak bertentangan dengan hukum
syara’, seperti menyewakan VCD porno dan menyewakan rumah untuk
33
d. Objek yang disewakan manfaat langsung dari sebuah benda. Misalnya
sewa rumah untuk ditempati, mobil untuk dikendarai dan sebagainya.
e. Harta benda yang menjadi objek ija>rah haruslah harta benda yang dapat
dimanfaatkan berulang kali tanpa mengakibatkan kerusakan zat dan
pengurangan sifatnya, seperti rumah, mobil. Sedangkan harta benda
yang dapat rusak atau berkurang sifatnya dilarang untuk disewakan,
seperti makanan, buku tulis tidak sah ija>rah diatasnya.28
Keharusan adanya kejelasan pada barang agar menghilangkan
pertetangan diantara kedua belah pihak. Di antara cara untuk mengetahui
barang adalah dengan: 29
1. Penjelasan manfaat
Penjelasan dilakukan agar benda atau jasa sewa benar-benar
jelas, yakni menfaat harus digunakan untuk keperluan yang dibolehkan
dalam Islam.30 Manfaat benda boleh diketahui dengan melihat benda
itu sendiri atau mengetahui sifat-sifatnya.
2. Penjelasan waktu
Jumhur ulama tidak memberikan batasan maksimal atau
minimal. Jadi, dibolehkan selamanya dengan syarat asalnya masih
tetap ada. Menurut Sudarsono, lamanya waktu perjanjiaan kerja harus
dijelaskan, apabila tidak dijelaskan maka perjanjian dianggap tidak
sah. Ulama Syafi’iyah mengharuskan adanya kejelasan jatuh tempo
28 Ghufran A. Mas’adi, Fikih Muamalah Kontekstual (Jakarta: Grafindo Persada, 2002), 183.
29 Ibid., 126.
34
terhadap benda yang disewakan, apabila jatuh tempo tidak ditentukan
di awal akad maka ija>rah tersebut menjadi batal.
3. Penjelasan harga sewa
Harga sewa sangat penting untuk membedakan harga sewa
sesuai dengan waktunya, misalnya per bulan, per tahun, atau per hari.
4. Penjelasan jenis pekerjaan
Penjelasan jenis pekerjaan yaitu pihak yang menyewakan
menjelaskan jasa yang dibutuhkan penyewa dan orang yang dapat
memberikan jasanya. Barang yang disewakan atau jasa yang
diburuhkan merupakan barang yang suci dan merupakan pekerjaan
yang halal serta lazim sifatnya, seperti menyewakan kerbau untuk
menggarap sawah. Pemanfaatan barang dibenarkan oleh syariat Islam.
Penjelasan jenis pekerjaan sangat penting dan diharuskan ketika
menyewa seseorang untuk bekerja sehingga tidak terjadi kesalahan dan
pertetangan di kemudian hari.
Dalam hal perjanjian sewa menyewa, risiko mengenai barang yang
dijadikan objek perjanjian sewa menyewa dipikul oleh pihak pemilik
barang (yang menyewakan), sebab pihak penyewa hanya menguasai untuk
mengambil manfaat dari barang yang disewakan, atau dengan kata lain
pihak penyewa hanya berhak atas manfaat dari barang/benda saja,
sedangkan hak atas bendanya masih tetap berada pada pihak yang
menyewakan. Jadi apabila terjadi kerusakan terhadap barang yang menjadi
35
sepenuhnya, pihak penyewa tidak mempunyai kewajiban untuk
memperbaikinya, kecuali apabila kerusakan barang yang disewanya akibat
tidak ada pemeliharaan (sebagaimana lazimnya pemeliharaan barang
seperti itu).31
4. Syarat manfaat
Manfaat adalah faedah yang dikehendaki dari suatu benda. Manfaat
termasuklah tenaga dan ilmu pengetahuan, tempat kediaman yang ada pada
sebuah rumah, ruang untuk menjalankan aktivitas perniagaan, alat
pengangkutan yang ada pada sebuah bangunan, alat pengangkutan yang ada
pada kereta api, alat perhubungan yang ada pada telepon, alat penyampai
informasi yang ada pada computer, pembuatan dan pemrosesan yang ada
pada mesin, dan lain-lain.32
Ulama Syafi’iyah dan Malikiyah berpendapat bahwa manfaat
mempunyai fungsi yang sama dengan benda karena faktor-faktor sebagai
berikut:
a. Nilai suatu benda terletak pada manfaat benda itu sendiri.
b. Masyarakat umum pada umumnya telah menerima manfaat dari suatu
benda, sehingga dapat diperdagangkan secara luas.
c. Aturan hukum Islam menganggap menfaat sebagai benda karena
manfaat dijadikan sebagai mahar.
31 Ibid., 232.
32 Mohd Sabri Abdul Ghafar dan Abdul Mukmin Ab Ghani. “Manfaat Al-Ija>rah
36
d. Jaminan diberikan kepada manfaat sebagai suatu perlindungan
sebagaimana perlindungan atas benda.
e. Manfaat tidak boleh karena sifatnya tidak berwujud, namun ia
diperbolehkan karena benda itu sesungguhnya dapat mendatangkan
manfaat.
Jumhur ulama berbeda pendapat dalam menentukan kategori
manfaat. Syarat manfaat yang disepakati oleh jumhur ulama adalah:33
a. Sesuatu yang dibolehkan dalam Islam
Tiga kategori manfaat yang dibolehkan dalam Islam yaitu,
pertama, manfaat untuk memenuhi keperluan seperti, pengeluaran
bahan makanan, kediaman, air bersih dan kemudahan peribadatan.
Kedua, manfaat untuk memenuhi keperluan sekunder seperti alat
media, teknologi, perbankan dan keuangan, pengurusan perniagaan dan
pemasaran. Ketiga, manfaat untuk memenuhi keselarasan tambahan
yang dibenarkan dalam Islam seperti, salon kecantikan, aktivitas
kesenian, dan lain-lain. Ulama telah sepakat bahwa ija>rah untuk
perkara-perkara maksiat adalah terlarang, diantaranya membunuh
tanpa hak, zina, mengedarkan arak, hiburan yang melalaikan,
menyebarkan sihir, dan lain-lain.34
b. Sesuatu yang bernilai dan berharga
33 Ibid., 4.
37
Berdasarkan hukum Islam dan u>rf suatu manfaat yang boeh
dijadikan ija>rah apabila sudah menjadi amalan biasa yang tidak
bertentangan dengan aturan hukum Islam. Manfaat ija>rah harus benda
yang kekal dan tidak mudah habis.
c. Diketahui jenis, sifat, dan jatuh tempo suatu manfaat
Pihak pemberi ija>rah harus menjelaskan tentang jatuh tempo
ija>rah, sifat dan ciri-ciri manfaat yang akan diberikan kepada penerima
ija>rah supaya tidak ada perselisihan dikemudian hari. Bagi pihak
penerima ija>rah harus mengetahui tentang jenis, ciri-ciri, dan sifat yang
ada pada manfaat itu supaya dalam membuat pilihan sesuai dengan
kehendak dan keperluannya. Dengan itu dapat terwujudlah kerelaan
antara pihak pemberi ija>rah dan pihak penerima ija>rah yang menjadi
asas kontrak pertukaran dan terhindarlah perselisihan antara kedua
belah pihak. Sebelum kontrak ija>rah ditentukan hendaklah mengetahui
kekuarang yang dapat merusak kontrak tersebut.
d. Untuk kepentingan penerima ija>rah
e. Dimiliki oleh pemberi ija>rah maksudnya keadaan mutlak dapat
diberikan oleh orang yang menyewakan.
Ulama Hanafiyah menyebutkan dua macam manfaat, manfaat
atas benda dan manfaat kerja. Ulama Malikiyah menyebutkan manfaat
kepada manfaat benda yang berwujud dan manfaat benda yang tidak
38
manfaat kepada manfaat benda dan manfaat kerja yang wujud, manfaat
benda atau kerja yang tidak berwujud (yang ditentukan sifatnya).35
5. Syarat upah (ujrah)
Ujrah (harga sewa) yaitu nilai harta yang dikeluarkan sebagai
pengganti manfaat dari barang. Uang sewa harus diserahkan bersamaan
dengan penerimaan barang yang disewa. Jika lengkap menfaat yang disewa.
Maka uang sewanya harus lengkap. Karena ija>rah adalah akad timbal balik,
oleh karena itu ija>rah tidak sah dengan upah yang belum diketahui.
Ulama Hanafiyah menyebutkan apabila ija>rah adalah suatu pekerjaan
maka kewajiban pembayaran upahnya pada waktu berakhirnya pekerjaan
tersebut. Jika akad sudah berlangsung dan tidak ada ketentuan pembayaran
upah, maka pemberi upah wajib menyerahkan pembayarannya secara
berangsur-angsur sesuai dengan manfaat yang telah diterimanya.
Para ulama telah menetapkan syarat upah, yaitu:
a. Berupa harta tetap dan dapat diketahui.
b. Tidak boleh sejenis dengan barang manfaat dari ija>rah.
c. Upah harus jelas dan sesuatu yang bernilai ekonomis.36
Hak menerima upah bagi musta’jir adalah sebagai berikut:37
a. Ketika pekerjaan selesai dikerjakan maka pembayaran harus diberikan
oleh pemberi upah.
35 Ibid., 5.
36 Nasrun Haroen, Fiqih Muamalah (Jakarta: Raya Media Pratama, 2000), 232.
39
b. Apabila menyewa barang, uang sewa dibayar ketika akad sewa, kecuali
bila dalam akad ditentukan lain, manfaat barang yang disewakan
mengalir selama penyewaan berlangsung.
F. Prinsip Akad Ija>rah
Sewa menyewa sebagaimana perjanjian lainnya adalah perjanjian sewa
antara pihak yang menyewakan dan pihak penyewa, yaitu pihak penyewa harus
membayar sewa sesuai dengan perjanjian, dan barang yang disewa harus
dikembalikan kepada pihak yang menyewakan apabila batas waktu/ jatuh
tempo benda yang disewa telah habis masa sewanya.
Transaksi ija>rah dilandasi adanya perpindahan manfaat (hak guna), bukan
pemindahan kepemilikan (hak milik). Jadi pada dasarnya prinsip ija>rah sama
saja dengan prinsip jual beli tapi perbedaanya terletak pada objek transaksinya.
Apabila pada jual beli objek transaksinya adalah barang, sedangkan pada ija>rah
objek transaksinya adalah manfaat barang maupun jasa.38
G.Sifat Ija>rah
Para ulama fiqih berbeda pendapat tentan sifat ija>rah, ulama Hanafiyah
menyebutkan bahwa ija<rah bersifat mengikat kedua belah pihak, tetapi boleh
dibatalkan secara sepihak apabila terdapat uzur dari salah satu pihak yang
melakukan akad, seperti salah satu pihak meninggal dunia atau kehilangan
kecakapan bertindak hukum. Jumhur ulama menyatakan bahwa ija>rah bersifat
40
mengikat, kecuali ada cacat atau barang yang menajdi objek sewa tidak boleh
dimanfaatkan. Akibat perbedaan pendapat tersebut, apabila salah seorang yang
berakad meninggal dunia maka ija>rah menjadi batal menurut pendapat ulama
Hanafiyah karena suatu manfaat tidak boleh diwariskan. Menurut jumhur ulama
apabila salah seorang yang berakad meninggal dunia maka ija>rah tidak berakhir
sebab menfaat boleh diwariskan karena termasuk harta.
H.Pembagian dan Hukum Ija>rah
Ketetapan hukum ija>rah menurut ulama Hanafiyah adalah kemanfaatan
yang sifatnya mubah. Sedangkan menurut ulama Malikiyah, hukum ija>rah
sesuai dengan keberadaan manfaat. Menurut ulama Hanabilah dan Syafi’iyah
hukum ija>rah tetap pada keadaannya dan hukum tersebut menjadikan masa
sewa seperti benda yang tampak.39
Ija>rah terbagi menjadi dua yaitu ija>rah terhadap benda atau sewa
menyewa dan ija>rah atas pekerjaan atau upah mengupah. Perbedaan antara jasa
dan sewa adalah pada jasa tenaga kerja, disyaratkan kejelasan karakteristik jasa
yang diakadkan. Sedangkan pada barang, selain persyaratan yang sama, juga
disyaratkan bisa dilihat (dihadirkan) pada waktu akad dilangsungkan, sama
seperti persyaratan barang yang diperjual belikan.
1. Hukum sewa menyewa
Dibolehkan ija>rah atas barang mubah seperti, rumah, kamar, dan
lain-lain. Tetapi ija>rah dilarang terhadap benda-benda yang diharamkan.
41
2. Hukum upah-mengupah
Upah mengupah atau ija>rah ‘ala al-a’mal, yakni jual beli jasa.
Biasanya berlaku dalam beberapa hal, seperti menjahitkan pakaian,
membangun rumah, dan lain-lain. Ija>rah ‘ala al-a’mal terbagi menjadi dua
bagian yaitu:
a. Ija>rah khusus
Ija>rah khusus adalah ija>rah yang dilakukan oleh seorang pekerja.
Hukumnya orang yang bekerja tidak boleh bekerja selain dengan orang
yang telah memberikan upah.
b. Ija>rah musytarik
Ija>rah musytarik adalah ija>rah yang dilakukan secara
bersama-sama atau melalui kerja bersama-sama hukumnya diperbolehkan bekerja bersama-sama
dengan orang lain, misalnya para pekerja pabrik.40
I. Pembatalan dan Berakhirnya Akad Ija>rah
Adapun hal-hal yang menyebabkan batalnya perjanjian sewa-menyewa
adalah disebabkan sebagai berikut:41
1. Rusaknya benda yang disewakan, seperti menyewakan binatang
tunggangan lalu binatang tersebut mati, menyewakan rumah lalu rumah
terseebut hancur, atau menyewakan tanah untuk ditanami lalu airnya
berhenti.
40 Ibid., 131.
42
2. Hilangnya tujuan yang diinginkan dari ija>rah tersebut. Misalnya, seseorang
menyewa dokter untuk mengobatinya, namun ia sembuh sebelum sang
dokter memulai tugasnya. Dengan demikian, penyewa tidak dapat
mengambil apa yang diinginkan dari akad ija>rah tersebut.
3. Terjadinya aib pada barang sewaan yang kejadiannya ditangan penyewa
atau terlihat aib lama padanya
4. Terpenuhinya manfaat yang diakadkan, atau selesainya pekerjaan, atau
berakhirnya masa. Masa ija>rah pada tanah pertanian telah berakhir sebelum
tanaman dipanen, maka ia tetap berada di tangan penyewa sampai masa
selesai diketam, sekalipun terjadi pemaksaan, hal ini dimaksudkan untuk
mnecegah terjadinya bahaya (kerugian) pada pihak penyewa, yaitu dengan
mencabut tanaman sebelum waktunya.
Ija>rah yang telah berakhir masa sewanya, maka penyewa
berkewajiban mengembalikan barang sewaan. Apabila barang itu
berbentuk barang yang dapay dipindahkan, maka penyewa wajib
menyerahkan kepada pemiliknya. Apabila barangnya tidak bergerak,
penyewa berkewajiban menyerahkan kepada pemiliknya dalam keadaan
kosong (tidak ada) harta milik penyewa. Akad ija>rah akan berakhir apabila
tidak memenuhi beberapa kriteria diantaranya:
1. Objek hilang atau musnah, seperti rumah terbakar atau baju yang