• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan hukum Islam terhadap implementasi akad sewa website Kitabisa.com untuk penghimpunan donasi online.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Tinjauan hukum Islam terhadap implementasi akad sewa website Kitabisa.com untuk penghimpunan donasi online."

Copied!
87
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP IMPLEMENTASI AKAD

SEWA

WEBSITE

KITABISA.COM UNTUK PENGHIMPUNAN

DONASI

ONLINE

SKRIPSI

Oleh

Bachrudin Setiawan NIM C02213016

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel

Fakultas Syari

ah dan Hukum

Jurusan Hukum Perdata Islam

Prodi Hukum Ekonomi Syariah

SURABAYA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

Skripsi ini merupakan hasil penelitian lapangan yang berjudul “Tinjauan

Hukum Islam Terhadap Implementasi Akad Sewa Website Kitabisa.com Untuk

Penghimpunan Donasi Online”, yang bertujuan untuk menjawab rumusan masalah

mengenai bagaimana praktik akad sewa website di Kitabisa dan bagaimana

analisis hukum Islam terhadap implementasi akad sewa website untuk

penghimpunan donasi online di Kitabisa.

Data penelitian ini dihimpun melalui dokumentasi dan wawancara. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan metode analisis deskriptif, yaitu pembahasan yang dimulai dengan mengumpulkan

data yang diperoleh dari lapangan tentang sewa website di Kitabisa, kemudian

data dianalisis menggunakan hukum Islam, yaitu teori ija>rah.

Hasil penelitian menyimpulkan bahwa: pertama, sewa website di Kitabisa merupakan akad sewa-menyewa antara pemilik kampanye (pihak penyewa) dan Kitabisa (yang menyewakan). Kitabisa tidak menjelaskan jumlah nominal biaya sewa yang harus dibayarkan oleh pemilik kampanye dan tanpa dibatasi waktu. Pembayaran biaya jasa diambil dari uang donasi yang terkumpul sebesar 5% oleh

sistem Kitabisa sebelum masuk di campaign. Biaya jasa dibebankan kepada

donatur bukan kepada pemilik kampanye. Apabila campaign selama promosi tidak menghasilkan donasi, maka tidak akan dibebankan biaya jasa; kedua, pembayaran

biaya jasa dalam donasi online di Kitabisa diperbolehkan dalam hukum Islam,

karena pada dasarnya pembayaran jasa donasi termasuk dalam kategori akad ija>rah. Pembayaran biaya jasa donasi dirasa tidak menyalahi aturan hukum Islam dalam hal perolehannya, karena biaya jasa donasi tersebut telah terhindar dari gharar. Transaksi yang dilakukan juga telah sesuai dengan aturan hukum Islam. Dalam hal ini, kedua belah pihak juga tidak merasa dirugikan, sehingga dapat mencegah terjadinya permusuhan dan perselisihan.

(7)

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM ... i

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

MOTTO ... iv

PERSEMBA\HAN ... v

ABSTRAK ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR TRANSLITERASI ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi dan Batasan Masalah ... 7

C. Rumusan Masalah ... 8

I. Sistematika Pembahasan ... 17

BAB II SEWA MENYEWA (IJA>RAH) DALAM HUKUM ISLAM ... 19

A. Pengertian Akad Ija>rah ... 19

(8)

H. Pembagian dan Hukum Ija>rah ... 41

I. Pembatalan dan Berakhirnya Akad Ija>rah ... 42

BAB III IMPLEMENTASI SEWAWEBSITE KITABISA.COM UNTUK DONASI ONLINE ... 45

A. Profil Kitabisa ... 45

B. Sistem Kerja Kitabisa ... 50

1. Prosedur Mendaftar Sebagai Pengguna Kitabisa ... 50

2. Prosedur Penggalangan Dana di Kitabisa ... 53

3. Prosedur Donasi Online di Kitabisa ... 56

4. Prosedur Zakat Online di Kitabisa ... 60

5. Proses Pengambilan Biaya Sewa Website Kitabisa ... 62

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SEWAWEBSITE UNTUK PENGHIMPUNAN DONASI ONLINE ... 66

A. Analisis Implementasi Akad Sewa Website Kitabisa ... 66

B. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Implementasi Akad Sewa Website Kitabisa ... 69

BAB V PENUTUP ... 75

A. Kesimpulan ... 75

B. Saran ... 76

DAFTAR PUSTAKA ... 77

(9)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia sebagai khali>fah di muka bumi diciptakan untuk menjadi pemimpin

dan menjaga kelangsungan kehidupan di muka bumi. Pemaknaan pemimpin ini

senantiasa harus ada tatanan tugas untuk saling kerjasama dengan manusia yang

lain, karena manusia juga sebagai makhluk sosial yang saling membantu

menjalankan keseimbangan dalam segala bidang seperti alam, sosial, budaya,

ekonomi, dan yang lainnya.

“Makhluk sosial” dimaksudkan yaitu manusia yang saling membantu untuk

melengkapi kebutuhan mereka sehari-hari dengan proses hubungan sesama manusia

(hablu minan na>s) seperti kegiatan traksaksional (tija}ri) untuk memperoleh sebuah

keuntungan contohnya perdagangan, kerjasama bisnis, dan kegiatan komersiil

lainnya. Selain itu, manusia menjalankan fungsi kegiatan sosial (tabbaru’) untuk

saling tolong-menolong tanpa mengharapkan imbalan dari manusia dan diniatkan

untuk mencari pahala dari sisi Allah swt contohnya infa>q, hibah, sedekah, zakat, dan

wakaf.

Kegiatan sosial ditujukan kepada korban yang mengalami musibah atau

bencana yang menimpanya dengan menyebabkan kerugian harta, hilangnya nyawa

atau tempat tinggal, berbagai bencana sering menimpa bumi pertiwi karena negara

Indonesia terletak di wilayah tropis dengan dikelilingi cincin api dan palung laut

(10)

2

gunung meletus, angin kencang, dan bila gempa terjadi di dalam laut dapat

menimbulkan tsunami.

Bencana alam didefinisikan dalam Wikipedia.org berupa suatu peristiwa alam

yang mengakibatkan dampak besar bagi populasi manusia. Peristiwa alam dapat

berupa banjir, letusan gunung berapi, gempa bumi, tsunami, tanah longsor, badai

salju, kekeringan, hujan es, gelombang panas, hurikan, badai tropis, taifun, tornado,

kebakaran liar, dan wabah penyakit. Beberapa bencana alam terjadi tidak secara

alami, contohnya adalah kelaparan, yaitu kekurangan bahan pangan dalam, jumlah

besar yang disebabkan oleh kombinasi faktor manusia dan alam.1

Peran manusia di dalam terjadinya bencana yaitu untuk membantu

meringankan beban mereka dengan mengumpulkan sumbangan atau donasi dapat

berupa uang, baju, sembako, perlengkapan sekolah, perlengkapan rumah tangga,

selimut, dan yang lainnya. Praktiknya mereka koordinasikan untuk proses

sumbangan dari pengumpulan, perhitungan, pengelolaan hingga penyampaian

bantuan kepada para korban bencana, dengan kerjasama dari beberapa pihak untuk

melakukan kegiatan donasi tersebut.

Kemajuan teknologi di zaman sekarang membuat tugas dan pekerjaan

manusia semakin dimudahkan, semua menjadi praktis dan cepat termasuk didalam

penggalangan bantuan donasi untuk kegiatan sosial dengan menggunakan sistem

online. Bermula pembentukan donasi bersistem online di Indonesia dari inovasi

pemuda Indonesia yaitu Alfatih Timur dengan rekannya Vikra Ijas dibawah

bimbingan Prof. Rhenald Kasali Ph.D dari yayasan “Rumah Perubahan” melihat

(11)

3

fenomena sulitnya komunikasi antara pemilik kegiatan sosial dengan para donatur

yang akan menyumbangkan dana nya untuk ikut membantu kegiatan sosial, dan

sistem donasi yang ada sekarang kurang transparan sehingga menimbulkan

kecurigaan para donatur sosial yang telah menyumbangkan dana apakah sudah

disalurkan kepada yang berhak menerima.

Dengan berbagai alasan tersebut terfikir untuk membuat galang dana dan

donasi online berbasis open platform yang semua orang bisa menggunakan dan

mengakses website tersebut untuk kegiatan sosial mereka yang tidak melanggar

peraturan hukum, serta dengan sistem keuangan yang transparan dan dapat

dipertanggungjawabkan dengan para campaigner membuat resume atau laporan

ketika dana telah disumbangkan kepada target donasi. Sebuah website Kitabisa

untuk tempat crowdfunding (menggalang dana) dan donasi berbasis online yaitu

Kitabisa.com, website online tersebut sebagai tempat untuk mengumpulkan seluruh

kegiatan sosial dari komunitas masarakat baik itu yang mengadakan kegiatan sosial

perorangan atau kelompak organisasi yang bertujuan untuk mengajak para orang

baik di luar sana untuk turut membantu menyuksekan kegiatan sosial mereka

dengan cara berdonasi.

Website Kitabisa.com sendiri mulai diluncurkan pada 6 Juli 2013 di Jakarta,

yang pertama kali masih dalam bentuk badan hukum yayasan kemudian di bulan

April tahun 2017 berganti badan hukum menjadi PT. Kitabisa Indonesia yang telah

terdaftar dengan Nomor. 002/10.2031.74.05.1002/-1.848/2017. Dalam perjalanan

selama 3 tahun ini PT. Kitabisa Indonesia telah sukses mendanai 4.924 campaign

(kegiatan sosial), mengumpulkan donasi sebanyak Rp 105.793.967.637 dan

(12)

4

Secara definisi crowdfunding merujuk pada kegiatan pengumpulan dukungan

dan pendanaan untuk suatu inisiatif proyek maupun organisasi, yang berasal dari

banyak orang berupa kontribusi finansial yang biasanya dilakukan melalui internet.2

Di negara Indonesia sudah tidak asing dengan adanya konsep crowdfunding,

nilai-nilai yang bersifat patungan dan iuran untuk membantu orang lain, seperti

penggalangan dana secara individu atau kelompok/massal. Contohnya, seperti “koin

untuk Prita Mulyasari” dan penggalangan untuk korban bencana tanah longsor di

Jawa Timur. Sehingga, crowdfunding memiliki konsep serta nilai-nilai yang sama

dengan budaya Indonesia, yaitu nilai saling bergotong-royong membantu orang lain,

dan nilai tersebut yang telah mengakar pada kehidupan bangsa Indonesia.

Website Kitabisa.com dalam menjalankan penggalangan dana menggunakan

akad sewa jasa, yaitu berupa jasa penyewaan website sebagai wadah pengumpulan

donasi dan sewa jasa untuk pengelolaan keuangan donasi yang telah terkumpul di

Kitabisa.com. Adapun untuk imbal jasa setiap campaign (kegiatan sosial) yang

dibuka di website Kitabisa.com akan dikenakan biaya 5% dari donasi yang

terkumpul ke campaign sosial tersebut. Pengambilan biaya tersebut ditinjau dari

hukum Islam mengenai akad sewa dengan keuntungan berupa persentase dilarang di

dalam syari’at, karena dalam salah satu syarat ija>rah (sewa) harus diketahui oleh

penyewa mengenai jumlah upah atau sewa dari suatu pekerjaan, seperti

dikemukakan dalam Hadis Nabi dari Ibn>u Abu Sulaiman.

َْنعَ ِاحَِنْبَِريِرجَْنع

2 Admin Wikipedia, dalam http://en.Wikipedia.org/wiki/Crowndfunding, diakses pada 17 April 2017.

(13)

5

Dari Jarir bin Hazim dari Hammad -yaitu Ibnu Abu Sulaiman-, bahwa ia pernah ditanya mengenai seseorang yang menyewa orang upahan dengan upah makanannya, maka ia menjawab, "Tidak boleh, hingga ia

memberitahukan jumlahnya." (HR. Nasa’i No. 4671)4

Hadis Nabi dalam Musnad Abdurrazzaq dari Abu Said Al-Khud}ri.

َِّمسي لَفاًَريِجَأَرجَ أتْساَِنمَ:ََلاَقَمَلس َِهْيَلعَُهاَىَلصَىِْنلاََ َأَهْنعَُهااَىِضرَِّ ِر لاَدْيِعسَىِبَأَْنع

5

هترْجُأَهَل

Dari Abu Said Al Khudri ra. Bahwasannya Nabi saw bersabda: “Barangsiapa memperkerjakan pekerja, maka tentukanlah upahnya.” (HR. Abdurrazzaq

dalam hadits ini terdapat Inqitha’ Baihaqi me-maunshul-kannya dari jalur

Abu Hanifah)6

Dalam menyewakan website, Kitabisa.com menentukan dengan tidak jelas

berapa biaya sewa dan itu menyalahi salah satu syarat dalam akad ija>rah. Selain itu,

penentuan biaya sewa berbentuk persentase yang mengandung unsur gharar yaitu

tidak diketahui berapa biaya sewa (ujrah) yang harus dibayar, pemilik donasi baru

bisa mengetahui biaya ketika donasi sudah terkumpul baik itu memenuhi target

donasi maupun tidak mencapai target. Sistem sewa seperti itu dilarang oleh

syari’at, dulu nabi pernah melarang menyewakan tanah yang penghasilan

pekerja/penggarap tanah menunggu dari hasil panen yang dikerjakannya, upah

penghasilannya belum jelas bisa saja tanah itu menghasilkan atau tidak. Rasulullah

juga bersabda menentukan upah dengan jumlah yang diketahui.

َ انلاََ اَكَامنِإَِهِبَ أبَاَلََلاَقَفَِ ِرو لا َِب َ لاِبَِضْرَأ لاَِءارِكَْنعَجيِدخَنْبَعِفارَت لَأس

4 Fachrurazi, Terjemah Sunan An-Nasa’i, jilid 3 (Jakarta: Pustaka Azzam, 2006), 455.

5Abdurrazzaaq Ash-Shan’ani, Musnaf Abdurrazzaq, jilid 1 (Beirut: Al-Maktab Al-Islami, t.t.), 289.

6 Ibnu Hajar al-‘Asqolani, Bulughul Maram, jilid 2 (Irfan Maulana Hakim), (Bandung: PT Mizan Pustaka),

(14)

6

َ وُلْعمَمءْيشَامَأَفَهْنعَرِج َكِلَ ِلَفَاَ َاَلِإَمءارِكَِ انلِلَْنُ يَْمَلَفَاَ َكِلْ ي َاَ َمَلْسي َاَ َمَلْسي

7

ِهِبَ أبَاَلَفٌَ ومْضم

Handlalah bin Qais Al Anshari dia berkata; "Saya bertanya kepada Rafi' bin Khadij mengenai menyewakan tanah perkebunan dengan bayaran emas dan perak." Maka dia menjawab; "Hal itu tidak mengapa. Dulu pada masa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, banyak para sahabat yang menyewakan tanahnya dengan imbalan memperoleh hasil panen dari tanaman yang tumbuh di sekitar parit atau saluran air atau sejumlah tanaman itu sendiri, apabila suatu ketika pemilik tanah itu rugi, justru pemilik tanah itu merasa diuntungkan, atau pemilik tanah mendapatkan keuntungan dan penyewa yang merasa dirugikan, tetapi anehnya banyak dari orang-orang yang melakukan penyewaan seperti itu. Oleh karena itu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melarang penyewaan tanah seperti di atas. Sedangkan penyewaan tanah dengan pembayaran yang telah diketahui dan dapat dipertanggung jawabkan, maka hal itu tidaklah

dilarang." (HR. Muslim No. 2887).8

Penentuan biaya sewa dalam akad ija>rah berupa persentase juga dilarang

dalam fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) Majelis Ulama Indonesia memberi

penjelasan lebih detail mengenai sistem ija>rah. Fatwa DSN MUI Nomor

44/DSN-MUI/VIII/2004 tentang pembiayaan multijasa, bahwa dalam ketentuan umum

“dalam akad ija>rah besar ujrah atau fee harus disepakati di awal dan dinyatakan

dalam bentuk nominal bukan dalam persentase.”9

Penjelasan proses pengambilan biaya juga tidak ditentukan apakah dari

setelah seluruh donasi terkumpul atau dari setiap donasi donatur yang masuk ke

rekening Kitabisa.com, karena itu tidak memenuhi syarat perikatan Islam yaitu

harus jelas dari Ijab Kabul (sighat al-‘aqd) dan tidak memenuhi syarat dari akad

ija>rah itu sendiri.

7Abu Husain Muslim, Shahih Muslim, (Beirut: Dar Al-Fikr, t.t), 145.

8 Abd. Mufid Ihsan, Terjemah Shahih Muslim Jilid 2, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2006), 690.

(15)

7

Ditinjau dari segi hukum Islam, praktik jasa sewa yang dilakukan oleh

Kitabisa.com bisa saja merupakan transaksi yang sah dan halal untuk dikerjakan jika

memenuhi syarat dan rukun sewa. Ketika terdapat unsur yang tidak sesuai dalam

praktik sewa bisa menggeser konsep kehalalan dari transaksi yang dilakukan.

Padahal Rasulullah pernah bersabda bahwa sedekah adalah perbuatan mulia yang

mendatangkan keberkahan dan ketentraman hidup. Dengan demikian, aktivitas

sedekah yang baik juga harus dengan cara yang benar yaitu sesuai dengan hukum

Islam.

Berdasarkan uraian permasalahan tersebut, penulis merasa bahwa masalah ini

perlu untuk diteliti. Dari beberapa permasalahan untuk mengkaji lebih lanjut terkait

sistem sewa yang terjadi dalam judul “Tinjauan Hukum Islam Terhadap

Implementasi Akad Sewa Website Kitabisa.com untuk Penghimpunan Donasi

Online”.

B. Identifikasi dan Batasan Masalah

1. Identifikasi Masalah

Berdasarkan pemaparan yang ada pada latar belakang masalah di atas,

penulis mengidentifikasikan beberapa masalah yang muncul dari kegiatan sewa

website kitabisa.com adalah sebagai berikut:

a. Pengertian donasi online yang diterapkan dalam kegiatan PT Kitabisa

Indonesia.

b. Akad sewa yang digunakan website Kitabisa.com antara PT. Kitabisa

Indonesia dan pemilik kegiatan sosial dan fasilitas yang didapatkan pemilik

(16)

8

c. Fasilitas pengelolaan keuangan donasi oleh PT. Kitabisa sebelum dicairkan

oleh pemilik kegiatan sosial.

d. Multijasa yang diapakai dalam satu akad perjanjian oleh PT. Kitabisa

Indonesia.

e. Pengambilan biaya sewa website yang tidak dijelaskan kapan di dalam

kontrak akad.

f. Masa waktu sewa yang tidak dibatasi dan sewa website Kitabisa.

g. Analisis hukum Islam terhadap implementasi akad sewa website

Kitabisa.com.

2. Batasan Masalah

Agar pembahasan tidak menyimpang dari pokok permasalahan yang

sebenarnya, maka penulis memberi pembatasan masalah. Berdasarkan latar

belakang masalah di atas, maka penulis memberikan batasan yaitu:

1. Praktik perjanjian akad sewa jasa donasi online Kitabisa.com.

2. Analisis hukum Islam terhadap implementasi akad sewa website

Kitabisa.com untuk menghimpun donasi online.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, dapat dirumuskan beberapa rumusan

masalah dalam penelitian ini:

1. Bagaimana implementasi perjanjian donasi online di Kitabisa.com ?

2. Bagaimana analisis hukum Islam terhadap implementasi akad sewa website

(17)

9

D. Kajian Pustaka

Kajian pustaka ini bertujuan untuk memperoleh suatu gambaran yang

memiliki hubungan topik yang akan diteliti dari beberapa penelitian terdahulu

yang sejenis atau memiliki keterkaitan, sehingga tidak ada pengulangan penelitian

dan duplikasi. Dalam penelusuran awal, sampai saat ini penulis menemukan

beberapa penelitian terkait kegiatan sewa dan bisnis online, yaitu:

Pertama penelitian yang dilakukan oleh saudara Afif Rahman, Muamalah

UIN Sunan Ampel Surabaya 2013. Yang menuliskan penelitiannya dengan judul‚

“Tinjauan Hukum Islam Terhadap Sistem Sewa Tanah Lahan Pertanian di Desa

Golokan Kecamatan Sidayu Kabupaten Gresik” dalam kajian penelitian ini

membahas tentang ketentuan sewa tanah pertanian yang perjanjian tidak dibuat

secara tertulis sehingga menimbulkan kerugian apabila ada salah satu pihak yang

meninggal maka akad itu berakhir, selanjutnya agar perjanjian dibuat tertulis

untuk memperkuat kontrak dan bukti apabila ada pihak yang melanggar

(wanprestasi).10

Kedua penelitian yang dilakukan oleh saudari Juliana Niswah Qonita,

Muamalah 2014. Yang menuliskan penelitiannya dengan judul, “Bisnis Investasi

Online di www.profitclicking.com dalam Perspektif Hukum Islam” dalam kajian

penelitian ini membahas sistem penyertaan modal dengan persentase profit yang

ditentukan dan sistem migration dan restart system feature yang cenderung

merugikan member. Investasi online dengan penyertaan modal yang terdapat

10 Afif Rahman, “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Sistem Sewa Tanah Lahan Pertanian di Desa Golokan

(18)

10

unsur gharar dalam pembagian keuntungan yang didapat, serta tidak ada

penjaminan simpanan investasi nasabah membuat akad kerjasamanya batal karena

salah satu pihak ada yang dirugikan.11

Ketiga penelitian yang dilakukan oleh saudara Achmad Fatchul Bari,

Muamalah 2016. Yang menuliskan penelitiannya dengan judul, “Tinjauan Hukum

Islam Terhadap Penetapan Perpanjangan Sewa Menyewa Secara Sepihak Dari

Pihak Rental Di Rental Mobil Semut Jalan Stasiun Kota Surabaya”. Perpanjangan

sewa yang ditetapkan sepihak oleh pemilik rental mobil ketika peminjam

terlambat mengembalikan lebih dari 3 jam, ini tidak diperbolehkan karena tidak

ada pemberitahuan di perjanjian mengenai sanksi keterlambatan pengembalian

barang dan belum ada kerelaan dari perpanjangan sewa itu.12

Dengan adanya kajian pustaka di atas, penulis melakukan penelitian ini

dengan variabel yang berbeda. Penelitian dengan judul “Tinjauan Hukum Islam

Terhadap Implementasi Sewa Website Kitabisa.com Untuk Penghimpunan Donasi

Online” ini lebih memfokuskan pada perjanjian sewa jasa di website Kitabisa.com

dengan persentase biaya dalam hukum Islam.

E>. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka dalam melakukan penelitian

ini penulis memiliki tujuan:

1. Mengetahui praktik perjanjian sewa jasa donasi online Kitabisa.com.

11 Juliana Niswah Qonita, “Bisnis Investasi Online di www.profitclicking.com dalam Perspektif Hukum

Islam” (Skripsi--UIN Sunan Ampel, Surabaya, 2014), 70.

12 Achmad Fatchul Bari, “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Penetapan Perpanjangan Sewa Menyewa

(19)

11

2. Mengetahui analisis hukum Islam terhadap implementasi akad sewa website

Kitabisa.com.

F. Kegunaan dan Hasil Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan memiliki kegunanaan, baik secara teoritis

maupun secara praktis. Secara umum, kegunaan penelitian yang dilakukan penulis

ini dapat ditinjau dari dua aspek, yaitu:

1. Dari Tinjauan Teoritis – Akademis

Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat memperluas

wawasan ilmu pengetahuan di bidang hukum Islam terutama pada bidang

muamalah terkait dengan transaksi sewa website dalam donasi online.

2. Kegunaan Praktis

Sebagai upaya menyelesaikan permasalahan dalam bermuamalat

seperti sewa website untuk donasi secara online.

G. Definisi Operasional

Agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam memahami beberapa istilah yang

ada di dalam penelitian ini, maka penulis memberikan penjelasan atau definisi dari

beberapa istilah sebagai berikut:

1. Hukum Islam seperangkat aturan yang bersumber dari

al-Qur’an, hadis, dan kitab-kitab Fikih

(20)

12

2. Akad sewa akad sewa antara PT. Kitabisa Indonesia

dengan pemilik kegiatan sosial, dimana

pemilik kegiatan sosial menghubungi dan

daftar ke Kitabisa untuk menyewa website

Kitabisa untuk kegiatan sosialnya,

kemudian Kitabisa memberikan hosting

website sesuai nama kegiatan sosial yang

kita miliki yaitu link seperti

Kitabisa.com/longsorponorogo dan

membantu proses administrasi keuangan,

kemudian menetapkan biaya sewa sebesar

5% dari donasi yang terkumpul.

3. Website Kitabisa.com perusahaan jasa pengumpulan donasi

sosial untuk beragam kategori kegiatan

sosial, dan menyediakan fasilitas

pembayaran zakat ma{al dan penghasilan,

dengan menggunakan sistem online yang

berkantor pusat di Jakarta dan cabang di

Surabaya.

4. Donasi Online bentuk pengumpulan dana untuk kegiatan

sosial secara online melalui website dan

pembayaran dana dengan transfer via

(21)

13

H. Metode Penelitian

Aspek-aspek yang digunakan dalam sub bab “Metode Penelitian” ini

berkenaan dengan lokasi penelitian, data yang dikumpulkan, sumber data,

pengumpulan data, pengolahan data dan analisis data sebagai berikut:

1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di PT. Kitabisa Indonesia di Surabaya yang

beralamat di jalan Kedinding II No. 10 Surabaya.

2. Data yang Dikumpulkan

Dalam rangka menjawab rumusan masalah yang pertama, dalam

penelitian ini akan dikumpulkan data tentang:

a. Konsep jasa sewa website yang ada dalam perjanjian.

b. Pengambilan biaya sewa dari donasi yang terkumpul di tiap pengambilan.

c. Jangka waktu sewa dalam perjanjian sewa website Kitabisa.

d. Implementasi akad sewa dalam perjanjian sewa website Kitabisa.com.

Untuk menjawab rumusan masalah yang kedua, data yang dikumpulkan

dalam penelitian ini adalah:

a. Ayat suci Al-Quran tentang norma akad ija>rah (sewa menyewa).

b. Hadis tentang norma akad ija>rah (sewa menyewa).

c. Kitab Fiqh tentang norma akad ija>rah (sewa menyewa).

3. Sumber Data

(22)

14

Sumber data primer ialah sumber data yang berkaitan langsung

dengan objek penelitian.13 Adapun yang menjadi sumber data primer dalam

penelitian ini adalah:

1) Pihak manajemen PT. Kitabisa Indonesia di Surabaya

2) Pemilik kegiatan sosial Kitabisa di Surabaya.

b. Sumber Data Sekunder

Sumber data sekunder adalah data yang didapatkan dari sumber secara

tidak langsung dari pengumpulan data14, yaitu dari pustaka yang berkaitan

dengan norma akad dalam hukum Islam mengenai akad ija>rah (sewa

menyewa) terhadap implementasi akad sewa website antara PT. Kitabisa

Indonesia dengan pemilik kegiatan sosial tersebut, yaitu:

1) Kitab suci Al-Qur’an

2) Terjemah kitab Al-Qur’an Tim Lajnaj Pentashihan Mushaf Al-Qur’an

(LPMQ) Kementrian Agama Republik Indonesia, diketuai oleh

Muhammad Shohib.

3) Kitab Hadis:

a) Shahih Bukhari, karya Imam Bukhari.

b) Shahih Muslim, karya Imam Muslim.

c) Sunan Nasa’i, karya Imam Nasa’i.

4) Terjemah Kitab Hadis:

a) Shahih Bukhari, karya Imam Bukhari, diterjemahkan oleh Achmad

Sunarto.

13 Chalid Narbuko dan Abu Acmadi, Metodelogi Penelitian (Jakarta: Bumi Aksara, 1997), 62.

(23)

15

b) Shahih Muslim, karya Imam Muslim, diterjemahkan oleh Subhan dan

Imran Rosadi.

c) Sunan Nasa’i, karya Imam Nasa’I, diterjemahkan oleh Abu Syuhbah.

5) Bulughul Maram, karya Imam Ibn Hajar Al-Asqalani.

6) Ensiklopedi Hukum Islam, karya Abdul Azis Dahlan.

7) Fiqih Sunnah, karya Sayyid Sabiq, diterjemahkan oleh Nor Hasanuddin.

8) Fiqih Islami Wa Adillatuhu, karya Wahbah az-Zuahaily, diterjemahkan

oleh Abdul Hayyie Al-Kattani.

9) Fiqh Muamalah, karya Nasrun Haroen.

10)Fiqh Muamalah, Karya Muhammad Yazid.

11)Fiqh Muamalat, karya Abdul Aziz Muhammad Azzam.

4. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data yang diperlukan dalam penelitian ini dilakukan

dengan teknik:

a. Wawancara (Interview), yakni teknik pengumpulan data dengan cara

bertanya langsung kepada pihak yang berkaitan dengan permasalahan yang

akan dibahas. Dalam hal ini, wawancara langsung dilakukan dengan pihak

manajemen PT. Kitabisa Indonesia di Surabaya dan pemilik kampanye

sosialnya. Wawancara dengan pihak manajemen Kitabisa dilakukan untuk

mengumpulkan data tentang:

1) Fasilitas apa saja yang didapat pemilik kegaiatan sosial dari sewa

website Kitabisa.

(24)

16

3) Pengenaan tarif sewa dari donasi yang terkumpul dan cara pembayaran

biaya sewa kepada pihak Kitabisa.

4) Batas masa sewa website yang terdapat di Kitabisa.

Adapun wawancara yang dilakukan dengan pihak pemilik

kampanye/kegiatan sosial dilakukan untuk mengumpulkan data

tentang:

1) Praktik pengenaan biaya sewa yang dikenakan kepada pemilik

kampanye sosial.

2) Pengambilan donasi yang terkumpul apabila sudah sesuai target maupun

tidak.

3) Praktik promosi kegiatan sosial yang dilakukan terhadap jumlah donatur

yang menyumbang.

b. Studi Pustaka

Pengumpulan data dengan menggali bahan pustaka dari literatur yang

berkaitan dengan masalah yang dibahas. Adapun bahan pustaka literatur

yang akan digali adalah Al-Qur’an, kitab-kitab Hadis dan kitab-kitab Fiqh

Muamalah.

5. Teknik Pengolahan Data

Untuk mengolah data-data dalam penelitian ini, penulis melakukan

hal-hal berikut:

a. Editing, ialah memeriksa kelengkapan data. Teknik ini digunakan untuk

(25)

17

b. Organizing, yaitu menyusun data-data hasil editing sedemikian rupa

sehingga menghasilkan data yang baik dan mudah dipahami.15

6. Teknik Analisis Data

Proses analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode analisis

data deskriptif dalam menjabarkan data-data tentang akad sewa dan

implementasinya di dalam sewa website antara PT. Kitabisa Indonesia dengan

pemilik kampanye sosial.

Kemudian untuk tinjauan hukum Islam-nya menggunakan analisis

kualitatif dengan memaparkan dalil-dalil umum yang berkaitan dengan akad

ija>rah (sewa-menyewa) dalam hukum Islam yang dipakai dalam praktik donasi

online.

I. Sistematika Pembahasan

Dari hasil penelitian ini akan dituangkan dalam laporan berbentuk karya

ilmiah skripsi yang sistematika pembahasannya terdiri dari lima bab, sebagaimana

berikut:

Bab pertama memuat hal-hal yang berkenaan dengan rencana pelaksanaan

penelitian. Hal-hal tersebut dituangkan dalam Sembilan sub bab yang terdiri dari:

latar belakang masalah, identifikasi dan batasan massalah, rumusan masalah, kajian

pustaka, tujuan penelitian, kegunaan hasil penelitian, definisi operasional, metode

penelitian, dan sistematika pembahasan.

15 Andi Praswoto, Metodelogi Penelitian Kualitatif dalam Perspektif Rancangan Penelitian (Yogyakarta:

(26)

18

Bab kedua tentang norma akad sewa menyewa dalam hukum Islam yan

dijadikan pijakan analisis dalam penelitian ini dituangkan dalam bab kedua dengan

tajuk “Akad Ija>rah dalam Hukum Islam”. Uraian dalam bab kedua ini berisi uraian

tentang pengertian dan dasar hukum akad ija>rah, rukun dan syarat ija>rah,

bentuk-bentuk ija>rah, dan prinsip-prinsip ija>rah.

Bab ketiga menyajikan deksripsi hasil penelitian dengan tajuk “Sewa Website

Kitabisa.com Untuk Donaasi Online” deskripsi yaitu mengenai gambaran tentang

PT. Kitabisa Indonesia dari aspek sejarah singkat, latar belakang pembentukan dan

deskripsi umum website Kitabisa.com. Kemudian, memuat deskripsi tetang akad

sewa antara Kitabisa dan pemilik kampanye sosial meliputi syarat dan ketentuan

menjadi pemilik kampanye sosial (campaigner), klausul akad sewa website dan

pengolahan keuangan donasi serta biaya sewa yang dibayarkan kepada Kitabisa.

Bab keempat merupakan hasil penelitian implementasi akad sewa website

antara PT. Kitabisa Indonesia dengan pemilik kampanye sosial yang telah

dideskripsikan tersebut akan dianalisis dengan perspektif hukum Islam. Bab yang

bertajuk “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Sewa Website Untuk Penghimpunan

Donasi Online Di Kitabisa”.

Bab kelima menyajikan kesimpulan dan saran kepada para pihak yang terkait

(27)

BAB II

IJA>RAH (SEWA MENYEWA) DALAM HUKUM ISLAM

A. Pengertian Akad Ija>rah

Ija>rah secara etimologis, berasal dari kata: 1

راجإ َ–َارجاَ–َرجايَ–َرجا

Al- ija>rah berasal dari kata al-ajru yang berarti al-‘iwad{u (ganti). Oleh sebab

itu, al-s{awa>b (pahala) dinamai al-ajru (upah).2 Ijara>h juga berarti upah, sewa,

atau imbalan.3 Secara istilah pengertian ija>rah adalah suatu kontrak

pertukaran antara suatu manfaat dengan ganjaran atau bayaran tertentu.4

Lafadz ija>rah mempunyai pengertian umum yang meliputi upah atas

pemanfaatan suatu benda atau imbalan suatu kegiatan, atau upah melakukan

sesuatu aktifitas. Ija>rah bermakna suatu akad yang berisi penukaran manfaat

sesuatu dengan memberikan imbalan dengan jumlah tertentu dalam waktu

tertentu. Hal ini, sama artinya dengan menjual manfaat sesuatu benda, bukan

menjual dari benda itu sendiri.5

Dalam fiqh muamalah, ija>rah mempunyai dua pengertian yaitu:

1. Perjanjian sewa menyewa barang

2. Perjanjian sewa menyewa jasa atau tenaga (perburuan).6

1 Ahmad Warson Munawwir, Kamus al-Munnawwir Arab-Indonesia Terlengkap, Edisi Kedua

(Surabaya: Pustaka Progressif, 1994), 9.

2 Sayyid Sabiq, Fiqih al-Sunnah, Jilid 3 (Kairo: Dar al-Fath li al-I’lam ak-Arabiy, 1410 H./1990

M.), 283.

3 Abd. Aziz Dahlan, Ensiklopedia Hukum Islam (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1997), 660.

4 Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah (Jakarta: Kencana, 2013), 247.

5 Helmi Karim, Fiqh Islam (Jakarta: PT> Raja Grafindo Persada, 1997), 29.

(28)

20

Secara umum ija>rah mempunyai definisi bahwa akad sewa menyewa

antara pemilik objek sewa (ma’jur) dan penyewa (musta’jir) untuk

mendapatkan imbalan atas objek yang telah disewakan.7 Perjanjian antara

penyewa dan orang yang menyewakan untuk menjual manfaat atas suatu objek

berupa jasa maupun barang dengan menentukan biaya sewa yang disepakati

oleh pihak penyewa dan pihak yang menyewa dengan jumlah dan batas

tertentu yang telah disepakati kedua belah pihak.

Definisi ija>rah menurut pendapat beberapa ulama fiqih berbeda dari segi

lafadz tetapi sama dari segi makna:

1. Ulama Hanafiyah

عِفانمَىَلعَ د قع

َِب

ضوِع

Akad atas suatu manfaat dengan suatu imbalan.

Menurut Hanafiyah bahwa maksud dari akad perjanjian adalah ija>b

dan qa>bul. Misalnya, seseorang menyewa mobil selama dua hari, maka

setelah dua hari masanya telah habis, pemilik mobil berhak meminta mobil

tersebut. Jika orang yang menyewa mobil tersebut belum mengembalikan

barang yang disewa maka baginya setiap hari sejak masa habis ada

ongkosnya tiap hari sampai dia mengembalikan barang tersebut. Maksud

dari mahzab Hanafiyah ini adalah yang menyewakan berhak mendapatkan

7 Ivan Rahmawan A., Kamus Istilah Akuntasi Syariah (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004),

(29)

21

uang ganti rugi atau denda apabila si penyewa mangkir dalam membayar

sewa tersebut.

2. Ulama Syafi’iyah

َد قع

عَْنمَىَلع

َِل ْ لِلَ َلِباَقَ حاْمَ مْوُلْعمَ ْو قمَِ

ْوُلْعمَضْوعِبَِحابِإا

Akad atas suatu kemanfaatan yang mengandung maksud tertentu dan mubah, serta menerima pengganti atau kebolehan dengan pengganti tertentu.

Menurut Syafi’iyah bahwa maksud dari akad perjanjian adalah

manfaat yang bisa diambil dari barang ataupun jasa yang dijual. Maksudnya

hanya mengambil kemanfaatannya tidak untuk dimiliki dengan penerima

imblan sebagai ganti, transaksi ini dibolehkan menurut Syafi’iyah.

Misalnya, seseorang menyewa gedung pernikahan selama 12 jam denga

biaya Rp. 8.000.000, maka setelah 12 jam telah habis, penyewa gedung

tersebut harus menyelesaikan pada waktu yang telah disepakati dan

pemilik gedung berhak meminta imbalan tersebut. Jadi si penyewa hanya

mengambil kemanfaatan dari gedung tersebut dan memberi imbalan atas

manfaat tersebut.

3. Ulama Malikiyah dan Hanabilah

ْوعِبًَمْوُلْعمًَدمَ حاْمٍَءْيشَِعِفانمَكْيِلْمت

ض

Menjadikan milik suatu kemanfaatan yang mubah dalam waktu

tertentu dengan pengganti.8

Malikiyah menjelaskan ija>rah dan al-kira mempunyai kata yang

semakna, hanya saja kata ija>rah mengatur dalam pemberian nama dari

(30)

21

perjanjian atas manfaat manusia dan benda bergerak selain kapal laut dan

binatang. Menamakan perjanjian persewaan atas benda tetap, yaitu secara

khusus dengan istilah “al-kira”, meskipun keduanya termasuk barang yang

bisa dipindahkan.9 Maksudnya, ija>rah adalah akad-akad yang penggunaan

manfaatnya bersifat manusiawi yang merupakan kebutuhan primer dalam

kehidupan sehari-hari.

Menurut Hanabilah bahwa dibolehkan atas menjual kemanfaatan

suatu barang maupun jasa dengan waktu tertentu dengan imbalan yang

disepakati kedua belah pihak.

Menurut Wahbah Azuhaili ija>rah adalah akad yang berisi pemberian

suatu manfaat berkompensasi dengan syarat-syarat tertentu. Ija>rah bisa

juga didefinisikan sebagai akad atas manfaat yang dikehendaki, diketahui,

dapat diserahkan, dan bersifat mubah dengan kompensasi yang diketahui.10

Berdasarkan definisi-definisi di atas, dapat dipahami bahwa ija>rah

adalah menjual kemanfaatan atas barang atau jasa bukan bendanya. Dapat

diterjemahkan, berarti sewa menyewa dan upah mengupah yaitu:

1. Sewa menyewa adalah menjual manfaat suatu benda

2. Upah mengupah adalah menjual tenaga atau kekuatan

Adapun menurut Fatwa Dewan Syariah Nasional bahwa ija>rah adalah

akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang atau jasa dalam waktu

tertentu melalui pembayaran sewa atau upah, tanpa diikuti dengan

9 Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002), 114-115.

10 Wahbah Zuhaili, Fiqh Imam Syafi’i, Penerjemah Muhammad Afifi dan Abdul Hafiz, Judul Asli:

(31)

22

pemindahan kepemilikan barang itu sendiri. Dengan demikian, akad ija>rah

tidak ada perubahan kepemilikan, tetapi hanya perpindahan hak guna saja dari

yang menyewakan kepada penyewa.

Di dalam teknis perbankan ija>rah adalah akad atau perjanjian antara

bank dengan nasabah untuk menyewa suatu barang atau cek milik bank,

dimana bank mendapatkan imbalan atas barang yang disewakannya, dan

diakhir periode nasabah membeli barang atau objek yang disewakan.

Pengalihan pemilikan akad yang diakadkan di awal, hanya semata-mata untuk

memudahkan bank dalam pemeliharaan aset itu sendiri baik sebelum dan

sesudah berakhirnya sewa.

Ija>rah dalam konteks perbankan Islam adalah suatu lease contract bahwa

suatu bank atau lembaga keuangan menyewakan peralatan (equipment),

sebuah bangunan atau barang-barang seperti mesin-mesin, dan lain-lain

kepada salah satu nasabahnya berdasarkan beban biaya yang sudah ditentukan

secara pasti sebelumnya.11

Dalam transaksi ija>rah, bank menyewakan suatu aset yang sebelumnya

telah dibeli oleh bank kepada nasabahnya untuk jangka waktu tertentu dengan

jumlah sewa yang telah disetujui dimuka. Dalam pelaksanaanya, bank atau

lembaga keuangan membeli barang dari pemasok barang dan pada akhirnya

perjanjian ija>rah barang yang disewa kembali pada pihak yang menyewakan

barang yaitu bank atau lembaga keuangan syariah. Pada perjanjian ija>rah

11 Sutan Remi Sjahdeini, Perbankan Syariah dan Kedudukan Dalam Tata Hukum Perbankan

(32)

23

sepanjang masa perjanjian ija>rah tersebut kepemilikan atas barang tetap

berada pada bank. Setelah barang kembali, bank dapat menyewakan barang

tersebut kepada pihak lain atau menjualnya kembali dengan status barang

bekas (second hand) karena sudah hak dari kepemilikan bank itu sendiri.

Menurut jumhur ulama fiqih ija>rah adalah menjual manfaat dan yang

boleh disewakan adalah manfaatnya bukan bendanya.12 Ija>rah ialah suatu jenis

akad untuk mengambil manfaat dengan jalan penggantian. Sedangkan dalam

kamus hukum, ija>rah adalah perjanjian dalam upah-mengupah dan sewa

menyewa.13

Sewa menyewa sebagaimana perjanjian lainnya adalah pernjanjian yang

bersifat konsensual, perjanjian ini mempunyai kekuatan hukum yaitu saat

sewa menyewa berlangsung (akad sedang berlangsung), maka pihak yang

menyewakan berkewajiban untuk menyerahkan barang kepada pihak

penyewa. Lalu pihak penyewa berkewajiban untuk menyerahkan uang

sewanya (ujrah) kepada pihak yang menyewakan.14 Apabila akad sewa

dilaksanakan, penyewa sudah memiliki hak atas manfaat dan pihak yang

menyewakan berhak mengambil kompensasi sebab sewa adalah suatu akad

timbal balik.15

Dari definisi-definisi di atas, dapat disimpulkan ija>rah adalah suatu akad

sewa menyewa barang yang pada hakikatnya mengambil suatu manfaat atas

12 Ibid., 122.

13 Sudarsono, Kamus Hukum (Jakarta: Rineka Cipta, 1992), 176.

14 H. Chairuman Pasaribu dan Suhrawardi K. Lubis, Hukum Perjanjian dalam Islam (Jakarta: Sinar

Grafika, 1994), 52.

(33)

24

barang yang telah kita sewa dengan ganti upah (pembayaran). Dengan

demikian, sewa menyewa mengandung unsur-unsur sebagai berikut:

1. Adanya pihak penyewa dan yang menyewakan.

2. Adanya akad antara kedua belah pihak.

3. Adanya objek sewa yang dapat dipergunakan manfaatnya.

4. Adanya imbalan/harga yang jelas terhadap pemanfaatan objek sewa

tersebut.

5. Manfaat objek sewa diketahui dengan jelas.

6. Dilaksanakan dalam periode tertentu.

B. Dasar Hukum Ija>rah

Sewa menyewa disyariatkan dalam Islam berdasarkan dalil-dalil

berdasarkan dari Al-Qur’an dan Hadis serta ijma’ (kesepakatan para ulama).

1. Al-Qur’an

Al-Qur’an membolehkannya praktik sewa menyewa. Hal tersebut

diatur dengan jelas dalam Al-Qur’an

Al-Baqarah ayat 233:

Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayawan menurut kamu yang patut.

(34)

25

orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya.

Ath-Thalaq ayat 6:

Jika mereka menyusukan (anak-anakmu) untukmu, maka berikanlah

mereka upahnya.16

2. Hadis

َاوُطْعٌاَ:َمَلس َِهْيَلعَُهاََلصَُهاَُلْوسرََلأَقََلاَقَام ْنعَُهاَيِضرَرمعَِنْباَْنع

اَُا ر(َهُقرعَفِجيَ َاََلَْْقَُرْجَاَرْيِجَأا

َهجامَنب

Dari Ibnu Umar RA, berkata bahwa Rasulullah saw telah bersabda: berikanlah upah pekerjaan sebelum keringatnya kering. (riwayat

Ibnu Majah).17

Hadis diatas menjelaskan bahwa, dalam persoalan

sewa-menyewa terutama yang memakai jasa manusia untuk mengerjakan

suatu pekerjaan, upah atau pembayaran harus segera diberikan sebelum

keringatnya kering, maksudnya, dalam hal pembayaran upah harus

disegerakan dan langsung, tidak boleh ditunda-tunda pembayarannya.

َىَطْعَأ َمَلس َِهْيَلعَهاَىَلصَِهاَُلوسرَمحتْجِاَهْنعَهاَيِضرَسْعَِنبِاَْنِمَُا ر

َ را ْلاَحيحصَُا ر(َِهِطْعيَْمَلَاًمارحَاناَكْوَل َُرْجَأَهمجحَ ِ َلا

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra, beliau berkata: Rasulullah pernah berbekam dan beliau memberikan upah kepada orang yang membekamnya itu. Seandainya berbekam itu haram niscaya beliau

tidak akan memberinya upah. (riwayat Bukhari)18

16 Departemen Agama RI, Al Qur’an dan Terjemah (Bandung: PT Penerbit J-ART, 2005), 559.

17 Sohari Sahrani, Fikih Muamalah Untuk Mahasiswa dan Umum (Bogor: Ghalia Indonesia, 2011),

167.

18 Ibnu Hajar Al-Asqolani, Bulughul Maram terj. Irfan Maulana Hakim, Cet. 1 (Surabaya: Sinar

(35)

26

3. Ijma’ (kesepakatan para ulama)

Umat Islam pada masa sahabat telah beijma’ bahwa ija>rah

dibolehkan sebab bermanfaat bagi manusia.19 Tujuan dibolehkannya

ija>rah adalah untuk memberikan keringanan kepada umat dalam

pergaulan hidup. Seseorang mempunyai uang tetapi tidak dapat

bekerja, di pihak lain ada yang punya tenaga dan membutuhkan uang,

sehingga dengan ija>rah keduanya saling mendapat keuntungan dan

mendatangkan manfaat.20

Mengenai disyariatkan ija>rah, para ulama keilmuan dan

cendekiawan bersepakat tentang keabsahan ija>rah, sekalipun ada

hanya sebagian kecil diantara mereka yang berbeda pendapat tetapi itu

tidak dianggap.21 Dari ayat-ayat al-Qur’an dan beberapa hadis

Rasulullah tersebut jelaslah bahwa akad ija>rah atau sewa menyewa

hukumnya dibolehkan, karena memang akad tersebut dibutuhkan oleh

masyarakat.

Di samping al-Qur’an dan sunah, dasar hukum ija>rah adalah

ijma’. Sejak zaman sahabat sampai sekarang ija>rah telah disepakati

oleh para ahli hukum Islam. Dalam kenyataan kehidupa sehari-hari,

ada orang kaya yang memiliki tempat tinggal, di sisi lain ada orang

yang tidak memiliki tempat tinggal. Dengan dibolehkannya ija>rah

19 Rachmad Syafe’i, Fiqih Muamalah (Bandung: Pustaka Setia, 2014), 124.

20 Abrur Rahman Ghazaly, et al, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Kencana, 2010), 278.

21 Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah 13, terj. Kamaluddin A. Marzuki (Bandung: PT. Al-Ma’arif, 1987),

(36)

27

maka orang yang tidak memiliki tempat tinggal bisa menempati rumah

orang lain yang tidak digunakan untuk beberapa waktu tertentu dengan

memberikan imbalan berupa uang sewa yang disepakati bersama tanpa

harus membeli rumah tersebut.

C. Jenis Akad Ija>rah

Jenis ija>rah secara umum dibagi menjadi dua, yaitu:

1. Al-Ija>rah ‘Ala> al-Mana>fi’. Ija<rah atas manfaat, disebut juga sewa

menyewa, dalam ija>rah bagian pertama ini, objek akadnya adalah manfaat

dari suatu benda.

2. Ija>rah al-Dzimmah. Ija>rah atas pekerjaan, disebut juga upah-mengupah.

Dalam ija>rah bagian kedua ini objek akadnya amal atau pekerjaan

seseorang.

Secara global jenis-jenis ija>rah dapat dibagi menjadi beberapa

bentuk:22

1. Ija>rah Mutlaqah, adalah proses sewa menyewa yang memberikan

kesempatan bagi penyewa untuk pemanfaatan dari barang sewa untuk

jangka waktu tertentu dengan imbalan yang besarnya telah disepakati

bersama.

2. Ba>i’ at-Takjiri, adalah suatu kontrak sewa yang diakhiri dengan penjualan.

Dalam kontrak ini pembayaran sewa telah diperhitungkan sehingga

pembelian terhadap barang secara angsuran. Jenis ija>rah ini dapat

(37)

28

dikombinasikan dengan ba>i’ al-murabaha>h untuk tujuan pengadaan

barang dan pembiayaan impor. Bentuk kombinasi ini telah banyak

disepakati oleh bank-bank syariah di luar negeri dengan sukses, proses

tersebut yaitu setelah bank membiayai pengimporan barang sesuai dengan

pesanan nasabah untuk jangka waktu tertentu dan pada akhir pembiayaan

nasabah memiliki aset tersebut.

D. Rukun Akad Ija>rah

Menurut ulama Hanafiyah, rukun ija>rah itu hanya satu, yaitu i>ja>b

(ungkapkan menyewakan) dan qabu>l (persetujuan terhadap sewa

menyewa). Ulama Hanafiyah menyatakan bahwa orang yang berakad,

sewa/imbalan dan manfaat, termasuk syarat-syarat ija>rah, bukan

rukun-rukunnya. Jumhur ulama menyebutkan rukun-rukun ija>rah ada empat yaitu:

1. Pihak yang berakad

2. Shighat akad

3. Upah (ujra>h)

4. Manfaat

E. Syarat Akad Ija>rah

Syarat-syarat ija>rah yang harus dipenuhi untuk melakukan akad ija>rah

telah disepakati oleh ulama, yaitu: 23

1. Syarat orang yang berakad

(38)

29

Orang yang berakad yaitu mu’jir (pihak yang menyewakan atau

memberi upah) dan musta’jir (pihak penyewa atau pemberi upah). Ulama

berbeda-beda dalam menentukan syarat orang dalam melakukan akad:

a. Menurut ulama Hanafiyah, orang yang melakukan akad disyaratkan

harus berakal dan mumayyiz (minimal 7 tahun), serta tidak disyaratkan

harus baligh. Akan tetapi, jika barang bukan miliknya sendiri akad ija>rah

anak mumayyiz, dipandang sah apabila telah diizinkan walinya.

b. Ulama Malikiyah berpendapat bahwa tamyiz adalah syarat ija>rah,

sedangkan baligh adalah syarat penyerahan. Dengan demikian anak

mumayyiz adalah sah tetapibergantung atas ridha dari walinya.

c. Ulama Hanabilah dan Syafi’iyah mensyaratkan orang yang akad harus

mekallaf, yaitu baligh dan berakal, sedangkan anak mumayyiz belum

dapat dikategorikan ahli akad

2. Syarat shighat (i>ja>b dan qabu>l)

Akad menurut bahasa berasal dari bahasa Arab “Al-‘Aqdu” yang

berarti perikatan, perjanjian, dan pemufakatan. Sedangkan menurut istilah,

akad adalah pertalian i>ja>b (pernyataan melakukan ikatan) dan qabu>l

(pernyataan menerima ikatan), sesuai dengan kehendak aturan hukum

Islam yang berpengaruh pada objek perikatan.24

I<ja<b dan qabu>l adalah suatu ungkapan antara dua pihak dalam sewa

menyewa suatu barang atau jasa. I>ja>b adalah permulaan penjelasan yang

24 M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,

(39)

30

keluar dari salah seorang yang berakad dengan menggambarkan kemauanya

dalam mengadakan akad. Sedangkan qabu>l adalah kata yang keluar dari

pihak lain sesudah adanya i>ja>b untuk menerangkan suatu persetujuan.25

Syarat-syarat shighat antara lain:

a. Harus jelas atau terang pengertiannya, dalam artian bahwa lafaz yang

dipakai dalam i>ja>b dan qabu>l harus jelas maksud dan tujuannya menurut

kebiasaan yang berlaku.

b. Harus ada kesesuaian antara i>ja>b dan qabu>l dalam semua segi perjanjian,

untuk menghindari terjadinya kesalah-pahaman diantara kedua belah

pihak yang melakukan perjanjian di kemudian hari.

c. Harus memperlihatkan kesungguhan dan keridhaan (tidak ada paksaan)

dari pihak lain untuk melaksanakan isi perjanjian yang telah dibuat,

sehingga mempunyai kekuatan hukum yang penuh. Kesepakatan

merupakan adanya rasa ikhlas atau saling memberi dan menerima

diantara pihak-pihak yang melaksanakan perjanjian. Kesepakatan tidak

dapat terwujud apabila dilakukan atas dasar paksaan, penipuan, atau

kekhilafan.26

Sewa menyewa terjadi dan sah apabila ada suatu akad, baik dalam

bentuk perkataan, tulisan, maupun dalam bentuk pernyataan lain yang

menunjukkan adanya persetujuan antara kedua belah pihak untuk

melakukan sewa menyewa.

25 Hasbi Ash-Shiddieqy, Pengantar Fiqh Muamalah (Semarang: PT Pustaka Rizki Putra, 1999), 27.

26 Sandrina, Wijaya, Surat Perjanjian Bisnis Langsung Deal (Yogyakarta: Pustaka Grahatama,

(40)

31

3. Syarat objek ija>rah

Barang yang disewakan harus memenuhi syarat sebagai berikut:

a. Barang yang disewakan dapat diambil manfaatnya dan sesuai dengan

kegunaannya.

b. Barang yang disewakan dapat diserah-terimakan.

c. Barang yang disewakan adalah perkara yang mubah menurut aturan

hukum Islam dan bukan yang dilarang.

d. Barang yang disewakan bukan yang dilarang.

Ketentuan objek ija>rah menurut Fatwa DSN No.

44/DSN-MUI/VII/2004 adalah sebagai berikut:27

a. Objek ija>rah adalah manfaat dari penggunaan barang dan/atau jasa.

b. Manfaat barang harus bisa dinilai dan dapat dilaksanakan dalam

kontrak.

c. Pemenuhan manfaat harus yang bersifat diperbolehkan.

d. Kesanggupan memenuhi manfaat harus nyata dan sesuai dengan syariah.

e. Manfaat harus dikenali secara spesifik sedemikian rupa untuk

mengilangkan jahalah (ketidaktahuan) yang akan mengakibatkan

sengketa.

f. Spesifikasi manfaat harus dinyatakan dengan jelas, termasuk jangka

waktunya dan biayanya. Bisa juga dikenali dengan spesifikasi atau

identifikasi fisik.

(41)

32

g. Sewa adalah sesuatu yang dijanjikan dan dibayar nasabah kepada LKS

sebagai pembayaran manfaat. Sesuatu yang dapat dijadikan harga dalam

jual beli dapat pula dijadikan sewa dalam ija>rah.

h. Pembayaran sewa boleh berbentuk jasa (manfaat lain) dari jenis yang

sama dengan objek kontrak.

i. Kelenturan (flexibility) dalam menentukan sewa dapat diwujudkan

dalam ukuran waktu, tempat, dan jarak.

Syarat objek akad adalah jelas manfaatnya, ada pembatasan waktu

atau menjelaskan jenis pekerjaan, jika ija>rah atas pekerjaan atau jasa

seseorang. Semua harta benda boleh diakadkan ija>rah atasnya, kecuali yang

memenuhi persyaratan sebagai berikut yaitu:

a. Manfaat dari objek akad sewa menyewa harus diketahui secara jelas. Hal

ini dapat dilakukan, misalnya, dengan memeriksa, atau pemilik

memberikan infromasi secara transparan tentang kualitas manfaat

barang.

b. Objek ija>rah dapat diserah terimakan dan dimanfaatkan secara langsung

dan tidak mengandung cacat yang menghalangi fungsinya. Tidak

dibenarkan transaksi ija>rah atas benda yang masih dalam penguasaan

pihak ketiga.

c. Objek ija>rah dan manfaatnya harus tidak bertentangan dengan hukum

syara’, seperti menyewakan VCD porno dan menyewakan rumah untuk

(42)

33

d. Objek yang disewakan manfaat langsung dari sebuah benda. Misalnya

sewa rumah untuk ditempati, mobil untuk dikendarai dan sebagainya.

e. Harta benda yang menjadi objek ija>rah haruslah harta benda yang dapat

dimanfaatkan berulang kali tanpa mengakibatkan kerusakan zat dan

pengurangan sifatnya, seperti rumah, mobil. Sedangkan harta benda

yang dapat rusak atau berkurang sifatnya dilarang untuk disewakan,

seperti makanan, buku tulis tidak sah ija>rah diatasnya.28

Keharusan adanya kejelasan pada barang agar menghilangkan

pertetangan diantara kedua belah pihak. Di antara cara untuk mengetahui

barang adalah dengan: 29

1. Penjelasan manfaat

Penjelasan dilakukan agar benda atau jasa sewa benar-benar

jelas, yakni menfaat harus digunakan untuk keperluan yang dibolehkan

dalam Islam.30 Manfaat benda boleh diketahui dengan melihat benda

itu sendiri atau mengetahui sifat-sifatnya.

2. Penjelasan waktu

Jumhur ulama tidak memberikan batasan maksimal atau

minimal. Jadi, dibolehkan selamanya dengan syarat asalnya masih

tetap ada. Menurut Sudarsono, lamanya waktu perjanjiaan kerja harus

dijelaskan, apabila tidak dijelaskan maka perjanjian dianggap tidak

sah. Ulama Syafi’iyah mengharuskan adanya kejelasan jatuh tempo

28 Ghufran A. Mas’adi, Fikih Muamalah Kontekstual (Jakarta: Grafindo Persada, 2002), 183.

29 Ibid., 126.

(43)

34

terhadap benda yang disewakan, apabila jatuh tempo tidak ditentukan

di awal akad maka ija>rah tersebut menjadi batal.

3. Penjelasan harga sewa

Harga sewa sangat penting untuk membedakan harga sewa

sesuai dengan waktunya, misalnya per bulan, per tahun, atau per hari.

4. Penjelasan jenis pekerjaan

Penjelasan jenis pekerjaan yaitu pihak yang menyewakan

menjelaskan jasa yang dibutuhkan penyewa dan orang yang dapat

memberikan jasanya. Barang yang disewakan atau jasa yang

diburuhkan merupakan barang yang suci dan merupakan pekerjaan

yang halal serta lazim sifatnya, seperti menyewakan kerbau untuk

menggarap sawah. Pemanfaatan barang dibenarkan oleh syariat Islam.

Penjelasan jenis pekerjaan sangat penting dan diharuskan ketika

menyewa seseorang untuk bekerja sehingga tidak terjadi kesalahan dan

pertetangan di kemudian hari.

Dalam hal perjanjian sewa menyewa, risiko mengenai barang yang

dijadikan objek perjanjian sewa menyewa dipikul oleh pihak pemilik

barang (yang menyewakan), sebab pihak penyewa hanya menguasai untuk

mengambil manfaat dari barang yang disewakan, atau dengan kata lain

pihak penyewa hanya berhak atas manfaat dari barang/benda saja,

sedangkan hak atas bendanya masih tetap berada pada pihak yang

menyewakan. Jadi apabila terjadi kerusakan terhadap barang yang menjadi

(44)

35

sepenuhnya, pihak penyewa tidak mempunyai kewajiban untuk

memperbaikinya, kecuali apabila kerusakan barang yang disewanya akibat

tidak ada pemeliharaan (sebagaimana lazimnya pemeliharaan barang

seperti itu).31

4. Syarat manfaat

Manfaat adalah faedah yang dikehendaki dari suatu benda. Manfaat

termasuklah tenaga dan ilmu pengetahuan, tempat kediaman yang ada pada

sebuah rumah, ruang untuk menjalankan aktivitas perniagaan, alat

pengangkutan yang ada pada sebuah bangunan, alat pengangkutan yang ada

pada kereta api, alat perhubungan yang ada pada telepon, alat penyampai

informasi yang ada pada computer, pembuatan dan pemrosesan yang ada

pada mesin, dan lain-lain.32

Ulama Syafi’iyah dan Malikiyah berpendapat bahwa manfaat

mempunyai fungsi yang sama dengan benda karena faktor-faktor sebagai

berikut:

a. Nilai suatu benda terletak pada manfaat benda itu sendiri.

b. Masyarakat umum pada umumnya telah menerima manfaat dari suatu

benda, sehingga dapat diperdagangkan secara luas.

c. Aturan hukum Islam menganggap menfaat sebagai benda karena

manfaat dijadikan sebagai mahar.

31 Ibid., 232.

32 Mohd Sabri Abdul Ghafar dan Abdul Mukmin Ab Ghani. “Manfaat Al-Ija>rah

(45)

36

d. Jaminan diberikan kepada manfaat sebagai suatu perlindungan

sebagaimana perlindungan atas benda.

e. Manfaat tidak boleh karena sifatnya tidak berwujud, namun ia

diperbolehkan karena benda itu sesungguhnya dapat mendatangkan

manfaat.

Jumhur ulama berbeda pendapat dalam menentukan kategori

manfaat. Syarat manfaat yang disepakati oleh jumhur ulama adalah:33

a. Sesuatu yang dibolehkan dalam Islam

Tiga kategori manfaat yang dibolehkan dalam Islam yaitu,

pertama, manfaat untuk memenuhi keperluan seperti, pengeluaran

bahan makanan, kediaman, air bersih dan kemudahan peribadatan.

Kedua, manfaat untuk memenuhi keperluan sekunder seperti alat

media, teknologi, perbankan dan keuangan, pengurusan perniagaan dan

pemasaran. Ketiga, manfaat untuk memenuhi keselarasan tambahan

yang dibenarkan dalam Islam seperti, salon kecantikan, aktivitas

kesenian, dan lain-lain. Ulama telah sepakat bahwa ija>rah untuk

perkara-perkara maksiat adalah terlarang, diantaranya membunuh

tanpa hak, zina, mengedarkan arak, hiburan yang melalaikan,

menyebarkan sihir, dan lain-lain.34

b. Sesuatu yang bernilai dan berharga

33 Ibid., 4.

(46)

37

Berdasarkan hukum Islam dan u>rf suatu manfaat yang boeh

dijadikan ija>rah apabila sudah menjadi amalan biasa yang tidak

bertentangan dengan aturan hukum Islam. Manfaat ija>rah harus benda

yang kekal dan tidak mudah habis.

c. Diketahui jenis, sifat, dan jatuh tempo suatu manfaat

Pihak pemberi ija>rah harus menjelaskan tentang jatuh tempo

ija>rah, sifat dan ciri-ciri manfaat yang akan diberikan kepada penerima

ija>rah supaya tidak ada perselisihan dikemudian hari. Bagi pihak

penerima ija>rah harus mengetahui tentang jenis, ciri-ciri, dan sifat yang

ada pada manfaat itu supaya dalam membuat pilihan sesuai dengan

kehendak dan keperluannya. Dengan itu dapat terwujudlah kerelaan

antara pihak pemberi ija>rah dan pihak penerima ija>rah yang menjadi

asas kontrak pertukaran dan terhindarlah perselisihan antara kedua

belah pihak. Sebelum kontrak ija>rah ditentukan hendaklah mengetahui

kekuarang yang dapat merusak kontrak tersebut.

d. Untuk kepentingan penerima ija>rah

e. Dimiliki oleh pemberi ija>rah maksudnya keadaan mutlak dapat

diberikan oleh orang yang menyewakan.

Ulama Hanafiyah menyebutkan dua macam manfaat, manfaat

atas benda dan manfaat kerja. Ulama Malikiyah menyebutkan manfaat

kepada manfaat benda yang berwujud dan manfaat benda yang tidak

(47)

38

manfaat kepada manfaat benda dan manfaat kerja yang wujud, manfaat

benda atau kerja yang tidak berwujud (yang ditentukan sifatnya).35

5. Syarat upah (ujrah)

Ujrah (harga sewa) yaitu nilai harta yang dikeluarkan sebagai

pengganti manfaat dari barang. Uang sewa harus diserahkan bersamaan

dengan penerimaan barang yang disewa. Jika lengkap menfaat yang disewa.

Maka uang sewanya harus lengkap. Karena ija>rah adalah akad timbal balik,

oleh karena itu ija>rah tidak sah dengan upah yang belum diketahui.

Ulama Hanafiyah menyebutkan apabila ija>rah adalah suatu pekerjaan

maka kewajiban pembayaran upahnya pada waktu berakhirnya pekerjaan

tersebut. Jika akad sudah berlangsung dan tidak ada ketentuan pembayaran

upah, maka pemberi upah wajib menyerahkan pembayarannya secara

berangsur-angsur sesuai dengan manfaat yang telah diterimanya.

Para ulama telah menetapkan syarat upah, yaitu:

a. Berupa harta tetap dan dapat diketahui.

b. Tidak boleh sejenis dengan barang manfaat dari ija>rah.

c. Upah harus jelas dan sesuatu yang bernilai ekonomis.36

Hak menerima upah bagi musta’jir adalah sebagai berikut:37

a. Ketika pekerjaan selesai dikerjakan maka pembayaran harus diberikan

oleh pemberi upah.

35 Ibid., 5.

36 Nasrun Haroen, Fiqih Muamalah (Jakarta: Raya Media Pratama, 2000), 232.

(48)

39

b. Apabila menyewa barang, uang sewa dibayar ketika akad sewa, kecuali

bila dalam akad ditentukan lain, manfaat barang yang disewakan

mengalir selama penyewaan berlangsung.

F. Prinsip Akad Ija>rah

Sewa menyewa sebagaimana perjanjian lainnya adalah perjanjian sewa

antara pihak yang menyewakan dan pihak penyewa, yaitu pihak penyewa harus

membayar sewa sesuai dengan perjanjian, dan barang yang disewa harus

dikembalikan kepada pihak yang menyewakan apabila batas waktu/ jatuh

tempo benda yang disewa telah habis masa sewanya.

Transaksi ija>rah dilandasi adanya perpindahan manfaat (hak guna), bukan

pemindahan kepemilikan (hak milik). Jadi pada dasarnya prinsip ija>rah sama

saja dengan prinsip jual beli tapi perbedaanya terletak pada objek transaksinya.

Apabila pada jual beli objek transaksinya adalah barang, sedangkan pada ija>rah

objek transaksinya adalah manfaat barang maupun jasa.38

G.Sifat Ija>rah

Para ulama fiqih berbeda pendapat tentan sifat ija>rah, ulama Hanafiyah

menyebutkan bahwa ija<rah bersifat mengikat kedua belah pihak, tetapi boleh

dibatalkan secara sepihak apabila terdapat uzur dari salah satu pihak yang

melakukan akad, seperti salah satu pihak meninggal dunia atau kehilangan

kecakapan bertindak hukum. Jumhur ulama menyatakan bahwa ija>rah bersifat

(49)

40

mengikat, kecuali ada cacat atau barang yang menajdi objek sewa tidak boleh

dimanfaatkan. Akibat perbedaan pendapat tersebut, apabila salah seorang yang

berakad meninggal dunia maka ija>rah menjadi batal menurut pendapat ulama

Hanafiyah karena suatu manfaat tidak boleh diwariskan. Menurut jumhur ulama

apabila salah seorang yang berakad meninggal dunia maka ija>rah tidak berakhir

sebab menfaat boleh diwariskan karena termasuk harta.

H.Pembagian dan Hukum Ija>rah

Ketetapan hukum ija>rah menurut ulama Hanafiyah adalah kemanfaatan

yang sifatnya mubah. Sedangkan menurut ulama Malikiyah, hukum ija>rah

sesuai dengan keberadaan manfaat. Menurut ulama Hanabilah dan Syafi’iyah

hukum ija>rah tetap pada keadaannya dan hukum tersebut menjadikan masa

sewa seperti benda yang tampak.39

Ija>rah terbagi menjadi dua yaitu ija>rah terhadap benda atau sewa

menyewa dan ija>rah atas pekerjaan atau upah mengupah. Perbedaan antara jasa

dan sewa adalah pada jasa tenaga kerja, disyaratkan kejelasan karakteristik jasa

yang diakadkan. Sedangkan pada barang, selain persyaratan yang sama, juga

disyaratkan bisa dilihat (dihadirkan) pada waktu akad dilangsungkan, sama

seperti persyaratan barang yang diperjual belikan.

1. Hukum sewa menyewa

Dibolehkan ija>rah atas barang mubah seperti, rumah, kamar, dan

lain-lain. Tetapi ija>rah dilarang terhadap benda-benda yang diharamkan.

(50)

41

2. Hukum upah-mengupah

Upah mengupah atau ija>rah ‘ala al-a’mal, yakni jual beli jasa.

Biasanya berlaku dalam beberapa hal, seperti menjahitkan pakaian,

membangun rumah, dan lain-lain. Ija>rah ‘ala al-a’mal terbagi menjadi dua

bagian yaitu:

a. Ija>rah khusus

Ija>rah khusus adalah ija>rah yang dilakukan oleh seorang pekerja.

Hukumnya orang yang bekerja tidak boleh bekerja selain dengan orang

yang telah memberikan upah.

b. Ija>rah musytarik

Ija>rah musytarik adalah ija>rah yang dilakukan secara

bersama-sama atau melalui kerja bersama-sama hukumnya diperbolehkan bekerja bersama-sama

dengan orang lain, misalnya para pekerja pabrik.40

I. Pembatalan dan Berakhirnya Akad Ija>rah

Adapun hal-hal yang menyebabkan batalnya perjanjian sewa-menyewa

adalah disebabkan sebagai berikut:41

1. Rusaknya benda yang disewakan, seperti menyewakan binatang

tunggangan lalu binatang tersebut mati, menyewakan rumah lalu rumah

terseebut hancur, atau menyewakan tanah untuk ditanami lalu airnya

berhenti.

40 Ibid., 131.

(51)

42

2. Hilangnya tujuan yang diinginkan dari ija>rah tersebut. Misalnya, seseorang

menyewa dokter untuk mengobatinya, namun ia sembuh sebelum sang

dokter memulai tugasnya. Dengan demikian, penyewa tidak dapat

mengambil apa yang diinginkan dari akad ija>rah tersebut.

3. Terjadinya aib pada barang sewaan yang kejadiannya ditangan penyewa

atau terlihat aib lama padanya

4. Terpenuhinya manfaat yang diakadkan, atau selesainya pekerjaan, atau

berakhirnya masa. Masa ija>rah pada tanah pertanian telah berakhir sebelum

tanaman dipanen, maka ia tetap berada di tangan penyewa sampai masa

selesai diketam, sekalipun terjadi pemaksaan, hal ini dimaksudkan untuk

mnecegah terjadinya bahaya (kerugian) pada pihak penyewa, yaitu dengan

mencabut tanaman sebelum waktunya.

Ija>rah yang telah berakhir masa sewanya, maka penyewa

berkewajiban mengembalikan barang sewaan. Apabila barang itu

berbentuk barang yang dapay dipindahkan, maka penyewa wajib

menyerahkan kepada pemiliknya. Apabila barangnya tidak bergerak,

penyewa berkewajiban menyerahkan kepada pemiliknya dalam keadaan

kosong (tidak ada) harta milik penyewa. Akad ija>rah akan berakhir apabila

tidak memenuhi beberapa kriteria diantaranya:

1. Objek hilang atau musnah, seperti rumah terbakar atau baju yang

Gambar

  Gambar 1.1 Halaman awal situs Kitabisa
Gambar 1.5 Email balasan dari Kitabisa
Gambar 2.1 Halaman akun Kitabisa pengguna
  Gambar 2.3 Formulir untuk buka galang dana di Kitabisa
+7

Referensi

Dokumen terkait

E-book: Kemendiknas Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Kurikulum Dan Perbukuan, Panduan Pelaksanaan Pendidikan Karakter, 2011, hlm 7.. komponen pendidikan itu

Gunung Sibuatan adalah 16 jenis, dimana dengan jenis tumbuhan obat yang men- dominasi adalah jenis Calamus diepen- horstii Miq dan yang paling sedikit adalah jenis

meningkatnya aktivitas guru dan siswa juga diiringi oleh meningkatnya hasil belajar dari nilai rerata 59,28 menjadi 79,76 dengan persentase peningkatan sebesar

Hal yang sama juga dilakukan oleh masyarakat di Desa Cijulang tabel (b), dimana terdapat 36% rumah tangga yang memiliki lahan dan mereka ini dalam memperoleh bahan pangan

are not only intended to research subjects but also to others who have additional information 

dapat menambah wacana pengetahuan tentang pengaruh independensi, good corporate governance (kepemilikan institusi, kepemilikan manajerial, komite audit, dan komisaris

Pencahayaan alami yang diterapkan dalam bangunan ini berasal dari sinar terang langit, dengan tujuan untuk menghemat energi listrik pada lampu. Hal ini

Pengembangan karir di tempat kerja sebagai bagian dari aspek pengembangan sumber daya manusia di lingkungan birokrasi hendaknya diarahkan pada upaya untuk menghargai kualitas