SKRIPSI
Oleh:
NIHAYATUN NAFISAH NIM: C02212070
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel
Fakultas Syariah dan Hukum
Jurusan Hukum Perdata Islam
Prodi Hukum Ekonomi Syariah (Muamalah)
SURABAYA
ABSTRAK
Skripsi yang berjudul analisis hukum islam terhadap perubahan harga jual beli sapi secara sepihak di desa Tlogorejo kecamatan Sukodadi kabupaten Lamongan. Penelitian ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan, Bagaimana pelaksanaan perubahan harga jual beli sapi secara sepihak di desa Tlogorejo Sukodadi Lamongan? Bagaimana analisis hukum Islam terhadap perubahan harga jual beli sapi secara sepihak di desa Tlogorejo Sukodadi Lamongan?
Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik observasi dan wawancara. Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis menggunakan metode deskriptif analisis yaitu mendeskripsikan data yang berkaitan dengan fakta tentang perubahan harga jual beli sapi secara sepihak dengan menggunakan pola pikir induktif yaitu dimulai dari mengungkapkan fakta-fakta mengenai perubahan harga jual beli sapi secara sepihak kemudian dianalisis berdasarkan teori hukum Islam untuk menemukan kesimpulan.
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa pelaksanaan perubahan harga jual beli sapi secara sepihak yang terjadi di desa Tlogorejo Sukodadi Lamongan ini adalah jual beli sapi dengan perubahan harga secara sepihak yang dikarenakan objek jual beli (sapi) cacat yang dilakukan oleh pembeli (belantik). Kecacatan tersebut terjadi saat sapi diambil oleh pembeli (belantik) dari kandangnya tanpa sepengetahuan peternak. Sapi tersebut kakinya terkilir hingga tidak bisa bangun. Harga sapi yang sehat awalnya telah disepakati dengan harga 14.000.000,- seketika turun menjadi 10.500.000,-. Peristiwa ini selain terjadi manipulasi harga, pembeli juga tidak memiliki etika sebagai pembeli dengan mengambil secara paksa sapi dari kandang tanpa sepengetahuan peternak. Hal ini membuat peternak merasa sangat dirugikan. Dalam hukum Islam, perubahan harga tersebut tidak dibenarkan oleh syara’ karena perubahan harga tersebut ditetapkan secara sepihak dan secara paksa. Jika terdapat unsur paksaan, maka jual beli batal demi hukum. Jika dilihat dari jual belinya, apabila dalam jual beli salah satu rukunnya tidak terpenuhi maka jual beli tersebut hukumnya batal, apabila dalam jual beli tersebut salah satu syaratnya tidak terpenuhi maka hukumnya menjadi fasid. Dan segala bentuk tindakan yang merugikan kedua belah pihak, baik terjadi sebelum maupun sesudah akad, menurut ulama fiqh, harus ditanggung resikonya oleh pihak yang menimbulkan kerugian. Dan yang seharusnya menanggung kerugiannya adalah pembeli bukan peternak.
Halaman
SAMPUL DALAM ... i
PERNYATAAN KEASLIAN... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING... iii
PENGESAHAN ... iv
PERSEMBAHAN ... v
ABSTRAK ... vi
KATA PENGANTAR ... vii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TRANSLITERASI... xii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi dan Batasan Masalah ... 5
C. Rumusan Masalah ... 5
D. Kajian Pustaka... 6
E. Tujuan Penelitian... 8
F. Kegunaan Hasil Penelitian ... 8
G. Definisi Operasional ... 9
H. Metode Penelitian ... 10
I. Sistematika Pembahasan ... 14
BAB II TEORI JUAL BELI DAN PERUBAHAN HARGA ... 16
A. Jual Beli 1. Pengertian Jual Beli ... 16
a) Secara Bahasa atau Lughah ... 16
b) Secara Istilah ... 16
2. Dasar Hukum Jual Beli ... 22
4. Syarat Sahnya Jual Beli ... 23
5. Macam-macam Jual Beli`... 25
A. Ketentuan Obyek Jual Beli ... 30
1. Syarat Barang ... 30
2. Syarat Harga ... 33
3. Pendapat Ulama’ Tentang Perubahan Perjanjian Secara Sepihak Dalam Jual Beli ... 35
BAB IIIPRAKTIK PERUBAHAN HARGA JUAL BELI SECARA SEPIHAK DI DESA TLOGOREJO SUKODADI LAMONGAN... 39
A. Gambaran Umum Objek Penelitian ... 39
1. Keadaan Geografis ... 39
2. Keadaan Demografis ... 40
3. Keadaan Pendidikan ... 41
4. Keadaan Keagamaan ... 43
5. Keadaan Ekonomi... 45
B. Praktik Perubahan Harga Jual Beli Sapi Secara Sepihak di Desa Tlogorejo Sukodadi Lamongan ... 47
1. Aplikasi Akad ... 47
2. Praktek Perubahan Harga Jual Beli Sapi Secara Sepihak ... 48
a. Latar Belakang Timbulnya Perubahan Harga Jual Beli Sapi Secara Sepihak di Desa Tlogorejo Sukodadi Lamongan... 52
b. Konsekuensi dari Perubahan Harga Jual Beli Sapi Secara Sepihak di Desa Tlogorejo Sukodadi Lamongan... 54
BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PERUBAHAN HARGA JUAL BELI SAPI SECARA SEPIHAK DI DESA TLOGOREJO KECAMATAN SUKODADI KABUPATEN LAMONGAN ... 56
A. Analisis Perubahan Harga Jual Beli Sapi Secara Sepihak di Desa Tlogorejo Sukodadi Lamongan ... 56
BAB V PENUTUP ... 67
A. Kesimpulan ... 67
B. Saran ... 68
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN DAFTAR ISI Halaman SAMPUL DALAM ... i
PERNYATAAN KEASLIAN... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING... iii
PENGESAHAN ... iv
PERSEMBAHAN ... v
ABSTRAK ... vi
KATA PENGANTAR ... vii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TRANSLITERASI... xii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
J. Latar Belakang Masalah ... 1
K. Identifikasi dan Batasan Masalah ... 5
L. Rumusan Masalah ... 5
M. Kajian Pustaka... 6
N. Tujuan Penelitian... 8
O. Kegunaan Hasil Penelitian ... 8
P. Definisi Operasional ... 9
Q. Metode Penelitian ... 10
R. Sistematika Pembahasan ... 14
B. Jual Beli
6. Pengertian Jual Beli ... 16
c) Secara Bahasa atau Lughah ... 16
d) Secara Istilah ... 16
7. Dasar Hukum Jual Beli ... 22
8. Rukun dan Syarat Jual Beli ... 21
9. Syarat Sahnya Jual Beli ... 23
10. ... Macam-macam Jual Beli` ... 25
B. Ketentuan Obyek Jual Beli ... 30
4. Syarat Barang ... 30
5. Syarat Harga ... 33
6. Pendapat Ulama’ Tentang Perubahan Perjanjian Secara Sepihak Dalam Jual Beli ... 35
BAB IIIPRAKTIK PERUBAHAN HARGA JUAL BELI SECARA SEPIHAK DI DESA TLOGOREJO SUKODADI LAMONGAN... 39
C. Gambaran Umum Objek Penelitian ... 39
6. Keadaan Geografis ... 39
7. Keadaan Demografis ... 40
8. Keadaan Pendidikan ... 41
9. Keadaan Keagamaan ... 43
10. Keadaan Ekonomi... 45
D. Praktik Perubahan Harga Jual Beli Sapi Secara Sepihak di Desa Tlogorejo Sukodadi Lamongan ... 47
3. Aplikasi Akad ... 47
4. Praktek Perubahan Harga Jual Beli Sapi Secara Sepihak ... 48
a. Latar Belakang Timbulnya Perubahan Harga Jual Beli Sapi Secara Sepihak di Desa Tlogorejo Sukodadi Lamongan... 52
SECARA SEPIHAK DI DESA TLOGOREJO KECAMATAN SUKODADI
KABUPATEN LAMONGAN ... 56
C. Analisis Perubahan Harga Jual Beli Sapi Secara Sepihak di Desa Tlogorejo Sukodadi Lamongan ... 56
D. Analisis Hukum Islam Terhadap Perubahan Harga Jual Beli Sapi Secara Sepihak di Desa Tlogorejo Sukodadi Lamongan ... 59
BAB V PENUTUP ... 67
C. Kesimpulan ... 67
D. Saran ... 68 DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia adalah makhluk sosial yang senantiasa membutuhkan
orang lain, makhluk yang tidak bisa dipisahkan oleh masyarakat. Manusia
lahir, hidup, berkembang dan meninggal dunia di masyarakat. Menurut
Aristoteles (Yunani, 384-322 SM), bahwa manusia itu adalah Zoon
Politicoon artinya bahwa manusia itu sebagai makhluk yang pada
dasarnya selalu ingin bergaul dengan sesama manusia lainnya. Pergaulan
yang dimaksud tidak sebatas dalam pertemanan. Pergaulan antar manusia
yang menciptakan kepentingan-kepentingan dalam segala bidang
kehidupan. Bidang pendidikan seperti guru dan murid, bidang agama
seperti tokoh agama dan masyarakat, bidang kesehatan seperti dokter,
perawat, dan pasien, bidang hukum seperti hubungan antara polisi, hakim,
dan pelaku kejahatan, termasuk pergaulan dalam bidang ekonomi seperti
penjual dan pembeli.
Manusia juga disebut makhluk ekonomi (homo economicus)
karena manusia selalu memikirkan upaya untuk memenuhi kebutuhannya.
Setiap manusia memiliki kebutuhan yang beraneka ragam. Manusia butuh
makan dan minum agar tetap bertahan hidup, manusia juga membutuhkan
yang diperlukan oleh manusia. Dan untuk memenuhi semua kebutuhan
tersebut, manusia harus berusaha dan bekerja. Ada berbagai macam usaha
dan pekerjaan yang dilakukan oleh manusia dalam memenuhi kebutuhan
tersebut, antara lain dengan cara berdagang atau jual beli.
Jual beli dalam istilah fiqh disebut dengan al bai’ yang berarti menjual, mengganti, dan menukar sesuatu dengan sesuatu yang lain.
Menurut istilah yang dimaksud dengan jual beli salah satunya
adalah menukar barang dengan barang atau barang dengan uang, dengan
jalan melepaskan hak milik dari yang satu kepada yang lain atas dasar
saling merelakan.1
Dalam hukum Islam, Islam tidak melarang segala bentuk jual beli
apapun selama tidak merugikan salah satu pihak dan sesuai dengan
syari’ah yakni sesuai aturan-aturan yang telah ditetapkan dalam Islam ,
termasuk diserukan agar tetap memelihara ukhuwah Isla>miyah. Bahkan
dalam hal pengembangan perekonomian yang mapan, Islam sangat
menganjurkannya. Dalam aturan hukum Islam manusia telah dilarang
memakan harta yang diperoleh dengan jalan (tidak sah).
Seperti halnya telah dijelaskan dalam firman Allah SWT dalam
surat an-Nisa’ ayat 29:
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan
jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.2
`
Berdasarkan ayat diatas, manusia diharapkan mampu
melaksanakan jual beli dengan benar, sesuai dengan aturan yang telah
ditetapkan dalam Islam. Manusia dilarang melakukan hal-hal yang dapat
menimbulkan kerusakan atau kericuhan. Sekarang ini, terdapat banyak
persoalan yang terjadi dimasyarakat, tidak jarang manusia yang
melakukan kecurangan dalam melakukan jual beli, seperti menipu, hingga
sampai mempermainkan harga pada barang dagangan.
Dalam menyelesaikan segala macam persoalan dalam jual beli dan
perdagangan jika dilaksanakan tanpa memperhatikan aturan yang telah
ditetapkan oleh syara’ pastinya akan menimbulkan kerusakan dalam
masyarakat, seperti peristiwa jual beli sapi yang terjadi di desa Tlogorejo
Sukodadi Lamongan. Dalam jual beli ini terdapat dua pihak, yakni
peternak sapi dan seorang blantik.
Masyarakat Desa Tlogorejo Kecamatan Sukodadi Kabupaten
Lamongan mayoritas mata pencaharaiannya adalah petani. Ada juga yang
Pegawai, Buruh, Pedagang, Pengusaha dan tidak sedikit pula yang
menjadi peternak. Peternak yang dimaksud disini adalah peternak sapi.
Kebiasaan para peternak sapi di desa ini setelah sapi itu dirawat hingga
besar kemudian dijual.
2
Masyarakat di desa Tlogorejo ini mayoritas beragama Islam. Akan
tetapi, dalam melakukan transaksi jual beli sapi ini sering kali
menimbulkan permasalahan. Seperti terjadinya praktek jual beli sapi
dengan perubahan harga secara sepihak yang pada akhirnya dapat
merugikan salah satu pihak yang bertransaksi. Jual beli sapi yang
dilakukan oleh blantik dengan menurunkan harga jual sapi pada sapi milik
penjual (peternak), karena sapi tersebut mengalami kecacatan, yakni
kakinya terkilir sehingga tidak bisa bangun. Kecacatan terjadi pada saat
pembeli mengambil sapi tersebut dari kandangnya tanpa sepengetahuan
peternak. Akibatnya, hal semacam ini akan menyebabkan turunnya harga
yang awalnya seorang blantik ini bersepakat akan membeli sapi tersebut
dengan harga 14.000.000,- . karena sapi tersebut mengalami kecacatan,
sapi tersebut harganya seketika turun menjadi 10.500.000,-. Peristiwa
semacam ini sangat mengecewakan dan merugikan pihak peternak sapi,
karena peristiwa seperti ini jika sering dibiarkan terjadi akan menjadi
kebiasaan buruk masyarakat desa Tlogorejo. Selain terjadi manipulasi
harga, pembeli juga tidak memiliki etika pembeli.
Berdasarkan itulah yang melatarbelakangi penulis melakukan
peneletian dengan judul Analisis Hukum Islam Terhadap Perubahan
Harga Jual Beli Sapi Secara Sepihak di Desa Tlogorejo Sukodadi
B. Identifikasi dan Pembatasan Masalah
Dari latar belakang yang telah penulis paparkan diatas, maka
dapat ditulis identifikasi masalah sebagai berikut :
1. Pelaksanaan jual beli sapi
2. Proses jual beli sapi menuju rumah potong melalui seorang belantik oleh
peternak di desa Tlogorejo Sukodadi Lamongan
3. Pelaksanaan perubahan harga jual beli sapi oleh peternak kepada seorang
belantik
4. Analisis Hukum Islam terhadap perubahan harga jual beli sapi di desa
Tlogorejo Sukodadi lamongan
Melihat luasnya pembahasan mengenai jual beli sapi di desa
Tlogorejo Sukodadi Lamongan dalam identifikasi masalah diatas, maka
penulis membatasi masalah dalam pembahasan ini, dengan :
1. Pelaksanaan perubahan harga jual beli sapi di Desa Tlogorejo Sukodadi
Lamongan
2. Analisis Hukum Islam terhadap perubahan harga jual beli sapi di desa
Tlogorejo Sukodadi lamongan
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, dapat dirumuskan
1. Bagaimana pelaksanaan perubahan harga jual beli sapi secara sepihak di
desa Tlogorejo Sukodadi Lamongan?
2. Bagaimana Analisis Hukum Islam terhadap perubahan harga jual beli sapi
secara sepihak di desa Tlogorejo Sukodadi lamongan?
D. Kajian Pustaka
Kajian pustaka adalah deskripsi ringkas tentang kajian atau
penelitian yang sudah pernah dilakukan diseputar masalah yang akan
diteliti sehingga terlihat jelas bahwa kajian yang akan dilakukan ini tidak
merupakan pengulangan atau duplikasi dari kajian atau penelitian yang
telah ada. 3
1. Skripsi ini disusun oleh Abdul Malik Mahasiswa Institut Agama Islam
Negeri Sunan Ampel Surabaya Fakultas syariah Angkatan 2011
dengan judul “Analisis hukum Islam terhadap perubahan harga jual
beli dari yang sudah disepakati karena adanya bencana alam (studi
kasus di desa Pangilen Sampang Madura)”, di dalamnya membahas
tentang perubahan harga jual beli yang sudah disepakati karena
adanya bencana alam dan di dalam hukum Islam membolehkan
3
perubahan harga tersebut karena adanya kesepakatan di kedua belah
pihak.4
2. Skripsi dengan judul “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Jual Beli Harga Sepihak (Study Kasus Dalam Jual Beli Daging Sapi Antara
Supplier dan Pedagang Pengecer di Desa Tanduk Kecamatan Ampel
Kabupaten Boyolali)”, ini disusun oleh Eka Tyas Lisatiana tahun
2011, Jurusan Muamalah Fakultas Syariah Institut Agama Islam
Negeri WaliSongo Semarang. Dalam penelitian tersebut dijelaskan
bahwa jual beli harga sepihak itu dibolehkan, dikarnakan pedagang
pengecer masih mempunyai khiya>r aib, yang disebabkan adanya cacat
pada barang yang diperjualbelikan. Dan harus mendapatkan kerelaan
dari pihak penjual. Karena jual beli yang ada unsur paksaan itu
termasuk fasid.5
3. Skripsi dengan judul “Tinjauan Sadd az|-Z>>|a>riah Terhadap Perubahan Harga Secara Sepihak Dalam Jual Beli Rak Antara Produsen dan
Pedagang Pengecer di Jalan Dupak No. 91 Surabaya”, ini disusun oleh Siti Nur Asia, tahun 2014, Institut Agama Islam Negeri Sunan Ampel
Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam Jurusan Ekonomi Islam Prodi
Muamalah Surabaya. Dalam penelitian tersebut dijelaskan bahwa jual
4Abdul Malik, “Analisis Hukum Islam Terhadap
Perubahan Harga Jual Beli Dari yang Disepakati
Karena Adanya Bencana Alam Di Desa Pangilen Sampang Madura”,(Skripsi—UIN Sunan Ampel, Surabaya, 2011).
5Listiana, “
beli harga sepihak itu tidak diperbolehkan karena banyak
menimbulkan kerusakan yang terjadi.6
Dari uraian judul skripsi di atas terdapat persamaan dan
perbedaan dengan penelitian sekarang. Persamaan penelitian di atas
dengan sekarang hanya sama-sama membahas tentang adanya
pemotongan harga dalam peraktik jual beli. Sedangkan yang
membedakan peneletian diatas dengan penelitian sekarang adalah
apabila dilihat dari obyek serta sebab permasalahan yang muncul juga
akan berbeda, dimana kajian pustaka diatas sebagai pelengkap dalam
penelitian kali ini.
E. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah, maka penelitian ini mempunyai
tujuan :
1. Untuk mengetahui tentang pelaksanaan perubahan harga jual beli sapi
secara sepihak di desa Tlogorejo Sukodadi Lamongan
2. Untuk mengetahui Analisis Hukum Islam terhadap perubahan harga
jual beli sapi secara sepihak di desa Tlogorejo Sukodadi lamongan
F. Kegunaan Hasil Penelitian
Dari hasil peneletian ini, peneliti berharap dapat bermanfaat dan
berguna bagi peneliti dan pembaca lainnya :
6Nur Asia, “
Kegunaan secara teoritis, dengan adanya penelitian ini diharapkan
dapat memberikan kontribusi terhadap perkembangan ilmu pengetahuan
khususnya ilmu Hukum Ekonomi Syariah (muamalah).
Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan solusi
dan manfaat bagi :
1. Peneliti
Sebagai persyaratan untuk menyelesaikan tugas akhir agar
mendapatkan gelar S-1 dan juga diharapkan dapat menambah
wawasan keilmuan khususnya dibidang Hukum Ekonomi Syariah.
2. Akademsi
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat pada
akademisi, yaitu berupa suumbangan dalam pengembangan ilmu
pengetahuan, khususnya dibidang Hukum Ekonomi Syariah.
3. Masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman
yang lebih mendalam kepada masyarakat dalam melakukan berbagai
macam kegiatan ekonomi yang sesuai dengan syariat Islam.
G. Definisi Operasional
Definisi operasional adalah deretan pengertian yang dipaparkan
secara gamblang untuk memudahkan dalam pembahasan ini diantaranya
1. Analisis hukum Islam : penyelidikan terhadap suatu peristiwa hukum
berlandaskan Al-Qur’an, sunnah Nabi serta ijtihad para Ulama’ yang
berkaitan dengan jual beli.
2. Perubahan harga : perubahan jumlah harga dari ketentuan awal yang
sudah disepakati oleh kedua belah pihak dalam jual beli sapi antara
peternak sapi dan belantik. Akan tetapi diwaktu pembayaran belantik
menjadikan harga lebih rendah dari kesepakatan yang ditetapkan
diawal atau pada waktu akad.
H. Metode Penelitian
Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian lapangan (field
research). Oleh karena itu, data yang dikumpulkan merupakan data yang
diperoleh dari lapangan sebagai obyek penelitian kualitatif. Agar
penulisan skripsi ini dapat tersusun dengan benar, maka penulis
memandang perlu untuk mengemukakan metode penulisan skripsi ini
yaitu sebagai berikut :
1. Data yang dikumpulkan
Data merupakan kumpulan dari keterangan/informasi yang benar
dan nyata yang diperoleh baik dari sumber primer maupun sumber
sekunder.7
a. Data yang berkaitan dengan pelaksanaan perubahan harga pada
jual beli sapi.
7
b. Data yang berkaitan dengan analisis Hukum Islam terhadap
pelaksanaan perubahan harga pada jual beli sapi.
2. Sumber Data
Berdasarkan data yang akan dihimpun diatas, maka yang menjadi
sumber data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Sumber data primer
Sumber data primer disini adalah sumber pertama dimana
sebuah data dihasilkan, yaitu sumber yang terkait secara
langsung.8 Yang meliputi:
1. Peternak sapi
2. Pembeli sapi (belantik)
b. Sumber data sekunder
Sumber data sekunder adalah data yang didapat dari
kepustakaan yang tidak berkenaan secara langsung yaitu dari
dokumen-dokumen resmi, buku-buku, hasil-hasil penelitian
yang sudah berbentuk laporan maupun yang lainnya yang
berkaitan dengan penelitian.9 Adapun buku-buku yang ada
kaitannya dengan masalah tersebut diantaranya:
1. Nasroen Haroen, Fiqh Muamalah
2. Rachmat Syafe’i, Fiqih Muamalah 3. Wahbah Az-Zuhaili, Fiqh Islam
8
Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Sosial, (Surabaya: Airlangga University Press, 2001), 129.
9
4. Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah jilid 5
5. Ahmad Wardi Muslich, Fiqih Muamalah
6. Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling
strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian
adalah mendapatkan data.10 Tanpa mengetahui teknik pengumpulan
data, maka peneliti tidak akan mendapatkan data yang memenuhi
standar data yang ditetapkan. Teknik pengumpulan data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah:
a. Observasi (Pengamatan)
Observasi atau pengamatan yakni suatu penggalian data
dengan cara mengamati gejala yang diteliti. Dalam hal ini
panca indera manusia (penglihatan dan pendengaran)
diperlukan untuk menangkap gejala atau hal yang diamati. Apa
yang ditangkap tadi, dicatat dan selanjutnnya catatan tersebut
dianalisis.11
b. Wawancara
Wawancara ini merupakan suatu kegiatan yang dilakukan
untuk mendapatkan informasi secara langsung dengan
menggunakan pertanyaan-pertanyaan kepada responden.12
10 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D, (Bandung: Alfabeta, 2011), 224. 11
Rianto Adi, Metodologi Penelitian Sosial dan Huk um, (Jakarta: Granit, 2004), 70.
12
Wawancara bertujuan untuk mendapatkan keterangan atau
untuk keperluan informasi maka individu yang menjadi sasaran
wawancara adalah informan. Pada wawancara ini yang penting
adalah memilih orang-orang yang tepat dan memiliki
pengetahuan tentang hal-hal yang ingin kita ketahui.13
4. Teknik Pengolahan Data
Tahapan-tahapan dalam pengelolaan data pada penelitian ini
adalah sebagai berikut:
a. Organizing adalah suatu proses yang sistematis dalam
pengumpulan, pencatatan, dan penyajian fakta untuk tujuan
penelitian.14
b. Editing adalah kegiatan pengeditan akan kebenaran dan
ketepatan data tersebut.15
c. Coding adalah kegiatan mengklasifikasi dan memeriksa data
yang relevan dengan tema penelitian agar lebih fungsional.16
5. Metode Analisis Data
Setelah penulis mengumpulkan data yang dihimpun, kemudian
menganalisisnya dengan menggunakan metode deskriptif analitis.
Deskriptif analitis yaitu menggambarkan atau menguraikan sesuatu
hal menurut apa adanya yang sesuai dengan kenyataannya.17
13
Burhan Ashsofa, Metode Penelitian Huk um, (Jakarta: Rineka Cipta, 1996), 97.
14 Sony Sumarsono, Metode Riset Sumber Daya Manusia, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2004), 89. 15 Ibid., 97.
16
Ibid., 99.
17
Dengan mengumpulkan data tentang jual beli sapi dengan
perubahan harga secara sepihak di desa Tlogorejo Sukodadi
Lamongan yang disertai analisa untuk mengambil kesimpulan.
Penulis menggunakan teknik ini karena ingin memaparkan,
menjelaskan dan menguraikan data yang terkumpul kemudian
disusun dan dianalisa untuk diambil kesimpulan.
Pola pikir yang dipakai adalah induktif yaitu merupakan metode
yang digunakan untuk mengemukakan fakta-fakta atau kenyataan
tentang perubahan harga jual beli sapi secara sepihak di desa
Tlogorejo Sukodadi Lamongan yang kemudian dianalisis dari segi
Hukum Islam.
I. Sistematika Pembahasan
Untuk mempermudah dalam memahami hasil penelitian ini, maka
penulis menganggap perlu untuk mensistematiskan pembahasan dalam
penelitian ini ini sebagai berikut:
Bab pertama: Pendahuluan dalam bab ini peneliti memaparkan
seluruh isi penelitian secara umum yang terdiri dari: latar belakang,
identifikasi masalah dan batasan masalah, rumusan masalah, kajian
pustaka, tujuan penelitian, kegunaan hasil penelitian, definisi operasional,
metode penelitian, sistematika pembahasan.
Bab kedua: merupakan landasan teori tentang jual beli menurut
syarat dan rukun jual beli, macam-macam jual beli, ketentuan objek jual
beli serta pendapat para ulama’ tentang perubahan harga pada jual beli.
Bab ketiga: berisikan tentang perubahan harga jual beli sapi di
desa Tlogorejo Sukodadi Lamongan yang meliputi deskripsi lokasi
penelitian, seperti keadaan geografis, demografis, keagamaan, pendidikan,
dan ekonomi. Serta gambaran mengenai praktik pelaksanaan perubahan
harga dalam jual beli sapi secara sepihak di desa Tlogorejo Sukodadi
Lamongan yang meliputi aplikasi akad, praktik perubahan harga jual beli
sapi secara sepihak, latar belakang dan konsekuensi dari perubahan harga
jual beli sapi secara sepihak.
Bab keempat: berisikan tentang analisis praktek perubahan harga
jual beli sapi secara sepihak dan analisis hukum Islam terhadap perubahan
harga jual beli sapi secara sepihak di desa Tlogorejo Sukodadi Lamongan.
Bab kelima: penutup yang terdiri dari kesimpulan yang menjawab
rumusan masalah dan dilengkapi dengan saran. Selain itu bab terakhir ini
dilengkapi dengan daftar pustaka dan lampiran-lampiran yang dianggap
BAB II
TEORI JUAL BELI DAN PERUBAHAN H ARGA
A. Jual Beli
1. Pengertian Jual Beli
a) Secara Bahasa atau Lughah
Jual beli secara bahasa berasal dari kata ٌع ْويب jama’nya ٌعْيب yang
artinya menukar harta dengan harta.1 Sedangkan menurut kitab
al-fiqh al-Minhaji karangan Mustofa al-Bigha, jual beli menurut
bahasa dalam pandangan mazhab Syafi’i adalah ٌئْيشب ٌئْيش ٌةلباقم artinya “pertukaran barang dengan barang lainnya”.2 Dalam buku
terjemahan dari kitab Fath Al-Qorib, Bai’ secara etimologis
berarti penukaran sesuatu dengan yang lain.
b) Secara Istilah
Secara istilah atau terminologi, jual beli terdapat banyak
definisi yang telah dikemukakan oleh para ulama’ dengan tujuan dan substansi yang sama.
1
Ahmad Ibrahim, Jawahiru al-Naqiyah (Fii Fiqh al-Sa>dati al-Syafi’iyah), (Da>r al-Minhaj), 240.
Beberapa ulama’ yang mendefinisikan jual beli :
ْلا ىَلَع ٍلْوُ بَ قَو ٍبَاِْْإِب ِفرَصتِل َِْْلِبَاق ٍلَام ُةَلَ بَاَقُم
ِْجَو
ِْيِف ِنْوُذْأَمْلا
Artinya : “Saling tukar harta, saling menerima, dapat dikelola, (tasharruf) dengan ijab dan qabul, dengan cara yang sesuai dengan syara”. 3
Menurut ulama’ Hanafiyah :
َام ُةَلَدَابُم
ُصََْ ٍْجَو ىَلَع ٍلَاِِ ٍل
ٍصْو
Artinya : “Saling menukar harta dengan harta melalui cara tertentu” atau
ُم
ْيِف ٍبْوُغْرَم ٍئْيَش ُةَلَدَاب
ٍصْوُصََْ ٍدْيِفُم ٍْجَو ىَلَع ٍلْثِِِ ِ
Artinya : “Tukar menukar sesuatu yang diinginkan dengan yang sepadan melalui cara tertentu yang bermanfaat”. 4
Definisi menurut ulama Hanafiyah diatas menjelaskan bahwa jual
beli dengan “cara tertentu” adalah saling menukarkan barang atau harta yang dimiliki dengan syarat harta yang diperjualbelikan harus bermanfaat
bagi manusia. Sehingga minuman keras, daging babi, darah tidak
termasuk barang yang tidak boleh diperjualbelikan, karena semuanya itu
tidak bermanfaat bagi muslim. Apabila barang-barang tersebut masih
3
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005), 68.
4
diperjualbelikan, maka menurut ulama’ Hanafiyah jual beli yang demikian
itu tidak sah.
Sayyid Sabiq mendefinisakan jual beli dengan :
ِم ُلْقَ ن ْوَا ،ىِضاَر تلا ِلْيِبَس ىَلَع ٍلاَِِ ٍلاَم ٌةَلَداَبُم
.ِْيِف ِنْوُدْأَمْلا ِْجَوْلا ىَلَع ٍضَوِعِب ٍكْل
Artinya : “Jual beli ialah pertukaran harta dengan harta atas dasar saling merelakan, atau memindahkan milik dengan ganti yang dapat dibenarkan”.5
Definisi menurut Sayyid Sabiq diatas menjelaskan bahwa jual
beli adalah saling menukarkan barang atau harta yang dimiliki atas
dasar saling rela (suka sama suka) atau memindahkan hak kepemilikan
dengan ganti (harga) yang telah disepakati.
2. Dasar Hukum Jual Beli
Jual beli sebagai sarana tolong menolong antara sesama
manusia mempunyai landasan yang kuat dalam al-Qur’an dan
as-Sunnah. Terdapat beberapa ayat al-Qur’an dan as-Sunnah tentang jual
beli diantaranya :
a) Surat al-Baqarah ayat 275 :
َعْيَ بْلا ُه لَحَأَو
َابِّرلا َمرَحَو
...
Artinya : “Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”6
b) Surat al-Baqarah ayat 198 :
َسْيَل
ْمُكْيَلَع
ٌحَانُج
ْنَأ
ْوُغَ تْبَ ت
ا
ًلْضَف
ْنِم
ْمُكِّبَر
Artinya : “Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezeki hasil perniagaan) dari Tuhanmu”7
c) Surat an-Nisaa ayat 29 :
ٍضاَرَ ت ْنَع ًةَرَا ِِ َنْوُكَت ْنَأ ّآِإ ِلِطَابْلاِب ْمُكَنْ يَ ب ْمُكَلاَوْمَأ آوُلُكْأتَا اْوُ نَمآ َنْيِذلااهيَأَاي
ًامْيِحَر ْمُكِب َناَك َه نِإ ْمُكَسُفْ نَأ آوُلُ تْقَ ت َاَو ْمُكْنِم
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu”8Dan dasar hukum jual beli berdasarkan sunnah Rasulullah, antara lain :
1) Hadith yang diriwayatkan oleh Al-Hakim yang bersumber pada
Rifa’ah ibn Rafi’ :
6
Departemen Agama R.I., Al-Qur’an dan terjemahannya, (Bandung: Sygma Publishing,2011), 141.
7
Ibid., 48.
8
يَا : ملسو يلع ه ىلص ِِنلا َلِئُس
ِلُجرلا ُلَمَع : َلاَقَ ف ؟ُبَيْطَا ِبْسَكْلا
َمكاحاو رازبا اورُ .ٍرْوُرْ بَم ٍعْيَ ب لُكَو ِِدَيِب
Artinya : “Rasulullah SAW. ditanya salah seorang sahabat mengenai pekerjaan (profesi) apa yang paling baik. Rasullah saw. Menjawab: usaha tangan manusia sendiri dan setiap jual beli yang diberkati” (HR. Al-Bazzar dan Al-Hakim).92) Hadits yang diriwayatkan al-Tirmizi, Rasulullah saw bersabda :
َم ُِْْمَاا ُقْوُدَصلا ُر ِجَاتلا
َيذمرلا اورُ ِءاَدَهشلاَو َِْْقْيِّدِّصلاَو َِّْْيِبنلا َع
Artinya : “Pedagang yang jujur dan terpercaya sejajar (tempatnya di surga) dengan para nabi, shaddqin, dan syuhada”.10
Kaidah hukum asal-usul fiqh muamalah :
Pada dasarnya segala bentuk atau transaksi muamalah itu boleh
atau mubah kecuali ada dalil-dalil yang mengharamkannya. Jadi
sebenarnya segala bentuk macam muamalah itu boleh asalkan tetap
diperbolehkan oleh syara’ terutama tentang jual beli dan lain-lainnya. Sesuai dengan kaidah fiqh :
9
Al-Hakim, al-Adabul Mufrad juz iv, (Kairo: Darwa Mathba Asy-Sya’biy), 166.
10
َاهِِْْرََْ ىلَع لِدَي ْنَأ اإ ُةَحَابِاا ِةَلَمَاعُمْلا ِِ ُلْصَأَا
Artinya : “ Hukum asal dari muamalah adalah boleh atau mubah kecuali ada dalil yang melarangnya (mengharamkannya)”.11
3. Rukun dan Syarat Jual Beli
Jual beli mempunyai rukun dan syarat yang harus dipenuhi,
sehingga jual beli itu dapat dikatakan oleh syara’. Dalam menentukan rukun jual beli, jumhur ulama menyatakan bahwa rukun jual beli itu
ada empat, yaitu : 12
1) Ada orang yang berakad atau al-muta’aqidain (penjual dan
pembeli).
2) Ada shighat (lafal ijab dan kabul).
3) Ada barang yang dibeli.
4) Ada nilai tukar pengganti barang.
Adapun syarat-syarat jual beli sesuai dengan rukun jual beli
yang dikemukakan jumhur ulama diatas adalah sebagai berikut :13
1. Syarat orang yang berakad
Para ulama fiqh sepakat menyatakan bahwa orang yang
melakukan akad jual beli itu harus memenuhi syarat :
11
Ibid., 70
12Haroen Nasrun,
Fiqh Muamalah cetakan ke-2, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007), 115.
13
a. Berakal. Oleh sebab itu jual beli yang dilakukan anak kecil
yang belum berakal dan orang gila hukumnya tidak sah.
b. Yang melakukan akad itu adalah orang yang berbeda. Artinya,
seseorang tidak dapat bertindak dalam waktu yang bersamaan
sebagai penjual, sekaligus pembeli. Misalnya, Ahmad menjual
sekaligus membeli barangnya sendiri. Jual beli seperti ini
adalah tidak sah.
2. Syarat yang terkait dengan ijab Kabul
Untuk itu, para ulama fiqh mengemukakan bahwa syarat
ijab dan kabul itu adalah sebagai berikut :
a. Orang yang mengucapkannya telah baligh dan berakal.
b. Kabul sesuai dengan ijab. Misalnya, penjual mengatakan:
“Saya jual buku ini seharga Rp. 15.000,-“. Lalu pembeli menjawab: “Saya beli dengan harga Rp. 15.000,-“. Apabila antara ijab dan kabul tidak sesuai, maka jual beli tidak sah.
c. Ijab dan kabul itu dilakukan dalam satu majelis. Artinya,
kedua belah pihak yang melakukan jual beli hadir dan
membicarakan topik yang sama.
3. Syarat barang yang diperjualbelikan
Syarat-syarat yang terkait dengan barang yang
diperjualbelikan adalah :
a. Barang itu ada.
c. Milik seseorang. Barang yang sifatnya belum dimiliki
seseorang tidak boleh dijualbelikan, seperti
memeperjualbelikan ikan dilaut.
d. Boleh diserahkan saat akad berlangsung.
4. Syarat-syarat Nilai Tukar (Harga Barang)
Termasuk unsur terpenting dalam jual beli adalah nilai
tukar dari barang yang dijual (untuk zaman sekarang adalah
uang). Terkait dengan masalah nilai tukar ini, para ulama fiqh
membedakan ats-tsaman dengan as-si’ir . menurut mereka,
ats-tsaman adalah harga pasar yang berlaku ditengah-tengah
masyarakat secara actual, sedangkan as-si’ir adalah modal
barang yang seharusnya diterima para pedagang sebelum dijual ke
konsumen. Dengan demikian, harga barang itu ada dua, yaitu
harga antar pedagang dan harga antara pedagang dengan
konsumen (harga jual dipasar).
4. Syarat Sahnya Jual Beli
Suatu jual beli tidak sah bila tidak terpenuhi dalam suatu akad
tujuh syarat, yaitu :
a. Saling rela antara kedua belah pihak. Kerelaan antara kedua belah
pihak untuk melakukan transaksi syarat mutlak keabsahannya,
Hadits Nabi Riwayat Ibnu Majah : “ Jual beli haruslah atas dasar
kerelaan (suka sama suka).”
b. Pelaku akad adalah orang yang dibolehkan melakukan akad, yaitu
orang yang baligh, berakal, dan mengerti. Maka, akad yang
dilakukan oleh anak dibawah umur, orang gila, atau idiot tidak sah
kecuali dengan seizin walinya, kecuali akad yang bernilai rendah
seperti membeli kembang gula, korek api dan lain-lain.
c. Harta yang menjadi objek transaksi telah dimiliki sebelumnya oleh
kedua belah pihak. Maka, tidak sah jual beli barang yang belum
dimiliki tanpa seizin pemiliknya.
d. Objek transaksi adalah barang yang dibolehkan agama. Maka,
tidak boleh menjual barang haram seperti khamr (minuman keras)
dan lain-lain.
e. Objek transaksi adalah barang yang biasa diserahterimakan. Maka
tidak sah jual beli mobil hilang, burung diangkasa karena tidak
dapat diserahterimakan.
f. Objek jual beli diketahui oleh kedua belah pihak saat akad. Maka
tidak sah menjual barang yang tidak jelas. Misalnya, pembeli harus
melihat terlebih dahulu barang tersebut dan/atau spesifikasi barang
g. Harga harus jelas saat transaksi. Maka tidak sah jual beli dimana
penjual mengatakan : “Aku jual mobil ini kepadamu dengan harga yang akan kita sepakati nantinya.”
5. Macam-macam Jual Beli
a. Macam-macam Jual Beli
Dilihat dari segi hukum jual beli dibedakan menjadi tiga
macam yaitu :14
1. Jual beli benda yang kelihatan, maka hukumnya boleh.
2. Jual beli benda yang disebutkan sifatnya saja dalam
perjanjian. Maka hukumnya adalah boleh, jika didapati sifat
tersebut sesuai dengan apa yang telah disebut.
3. Jual beli yang tidak ada (gaib) serta tidak dapat dilihat, maka
tidak boleh.
Menurut Wahbah Zuhaili dalam kitabnya, Fiqh Islam
Wa Adillatuhu membagi jual beli dari segi sah atau tidaknya
menjadi tiga macam bentuk :15
14Ibnu Rusyd,
Bidayatul Mujtahid, (Jakarta: Pustaka Amani, 2007), 779.
15Wahbah Zuhaili,
1)Jual beli yang sahih, yaitu apabila jual beli itu disyariatkan
memenuhi rukun dan syarat yang ditentukan. Barang yang
diperjualbelikan bukan milik orang lain dan tidak terkait
dengan khiyar. Jual beli seperti ini dikatakan jual beli sahih.
2)Jual beli yang batil, yaitu apabila jual beli itu salah satu atau
seluruh rukunnya tidak terpenuhi atau jual beli yang dilakukan
anak-anak, barang yang dijual itu barang-barang yang
diharamkan syara’ ( seperti babi, bangkai, khamr, dan darah). Jenis jual beli yang batil adalah sebagai berikut :
a. Jual beli sesuatu yang tidak ada. Jual beli seperti ini sah atau
batil. Misal memperjualbelikan buah-buahan yang putiknya
belum muncul dipohon.
b. Jual beli yang mengandung unsur penipuan, yang pada
lahirnya baik, tetapi ternyata dibalik itu terdapat
unsur-unsur tipuan. Misal : menjual belikan buah yang ditumpuk,
diatasnya bagus dan manis tetapi ternyata didalam
tumpukan itu banyak terdapat yang busuk dan masal.
c. Menjual barang yang tidak bisa diserahkan kepada pembeli.
Misal : menjual barang yang hilang.
d. Jual beli benda najis, hukumnya tidak sah. Misal: menjual
memabukkan). Karena semua itu dalam pandang hukum
Islam adalah najis dan tidak mengndung makna harta.
e. Jual beli uang muka, yaitu jual beli yang berbentuknya
dilakukan melalui perjanjian, jika seseorang membeli sesuatu
dengan memberikan sebagai harta kepadanya dengan syarat,
apabila jual beli tersebut terjadi antara keduanya, maka
sebagian harta yang diberikan itu termasu dalam harta
keduanya dan sebaian harta yang di berikan itu termasuk
dalam harta seluruh. Sedang jika jual beli itu tidak terjadi,
maka sebgaian harta dari uang panjar menjadi milik penjual
dan tidak bisa dituntut lagi.
f. Jual beli air sungai, air danau, air laut, dan air yang tidak
boleh dimiliki seseorang karena air yang tidak dimiliki
seseorang merupakan hak bersama umat manusia dan tidak
boleh diperjualbelikan.
3)Jual beli rusak (fasid)
Apabila kerusakan dalam jual beli itu terkait barang yang
diperjualbelikan itu hukumnya batil (batal). Sedangkan apabila
kerusakan pada jual beli itu dinamakan fasid. Harga yang dapat
dipermainkan pedagang adalah ats-tsaman, para ulama
menyangkut harga barang dan bisa diperbaiki. Maka jual beli
Jual beli yang merusak (fasid) sebagai berikut :16
a) Jual beli yang berkaitan dengan suatu syarat, seperti ucapan
penjual kepada pembeli.
b) Jual beli al majhl, yaitu barangnya secara global tidak
diketahui dengan syarat ke majhl-lannya (ketidakjelasannya)
itu bersifat menyeluruh. Namun, apabila ke majhl-lannya
sedikit, jual belinya sah karena hal tersebut tidak akan
membawa kepada perselisihan.
c) Menjual barang yang gaib yang tidak dapat dihadirkan saat
jual beli sehingga tidak dapat dilihat oleh pembeli.
d) Jual beli yang dilakukan oleh orang buta. Para Jumhur
Ulama mengatakan bahwa jual beli yang dilakukan orang
buta sah apabila orang buta tersebut memiliki hak khiyar,
sedangkan menurut mazhab Syafi’i tidak boleh menjual
seperti ini kecuali jika barang yang dibeli tersebut tidak
dilihatnya sebelum matanya buta.
e) Jual beli al-Ajl, jual beli dikatakan rusak (fasid) karena
menyerupai dan menjurus pada riba, tetapi apabila unsur
yang membuat jual beli ini menjadi rusak, dihilangkan, maka
hukumnya sah.
f) Jual beli anggur dan buah-buahan lain untuk pembuatan
khamr, apabila penjual anggur itu mengetahui bahwa
pembeli tersebut adalah produsen khamr.
g) Barter dengan barang yang diharamkan, umpamanya
menjadikan barang-barang yang diharamkan sebagai harga,
seperti babi, darah dan bangkai.
h) Jual beli sebagai barang yang sama sekali tidak dapat
dipisahkan dari satuannya. Misal menjual daging kambing
yang diambilkan dari kambing yang masih hidup.
i) Jual beli bergantung pada syarat. Misal : ucapan dagang, jika
kontan harganya Rp. 500,- dan jika beruntung harganya Rp.
600,- jual beli ini fasad.
j) Jual beli padi-padian yang belum sempurna matanya untuk
panen. Para Jumhur Ulama berpendapat, bahwa menjual
padi-padian yang belum layak dipanen, hukumnya batil.
Bahkan di masyarakat banyak kita jumpai suatu kekeliruan
hal seperti itu.
Para Ulama Fiqh sepakat menyatakan bahwa suatu jual beli
itu hukumnya mengikat, baik penjual maupun pembeli. Namun
maka jual beli itu belum mengikat, masih bisa dilanjutkan atau
dibatalkan.
B. Ketentuan Obyek Jual Beli
1. Syarat obyek jual beli
a. Syarat barang (mabi’)
Benda yang dijadikan obyek jual beli ini haruslah
memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :17
1. Bersih barangnya
Adapun yang dimaksud dengan bersih barangnya,
yakni barang yang diperjualbelikan bukanlah benda yang
dikualifikasikan sebagai benda najis atau digolongkan sebagai
benda yang diharamkan.
Hal ini didasarkan kepada ketentuan yang
dikemukakan Rasulullah SAW :18
َع ُه َىِضَر ِهِدْبَع نْب ِرِباَج ْنَع
ْوُسَر َعََِ ُنَأ , اَمُهْ ن
ِْيَلَع ُه لَص ِه َل
ُلْوُقَ ي َملَسَو
َع
ِةَتْيَمْلاَو ِرْمَْْا َعْيَ بْلا َمرَح َُلْوُسَرَو َه نِإ ُُ : َةكَِِ َوُ َو ِحْتَفْلا َما
ََ ِماَنْصَْااَو ِرْيِزْنِْْاَو
17 Chairuman Pasaribu dan Suhrawardi K. Lubis, Hukum Perjanjian Dalam Islam, (Jakarta: Sinar
Grafika, 1994), 37-41.
18 Muhammad Fuad Abdul Baqi, Terjemahan Lu’lu’ wal Marjan, (Semarang: PT. Pustaka Rizki
Artinya : “Bahwasanya Jabir bin Abdullah r.a bahwasanya ia mendengar Nabi Saw, bersabda pada tahun Fathu (penaklukan) kota Mekkah, sedang beliau berada di kota Mekkah, ” Sesungguhnya Allah telah mengharamkan jual beli khamr (minuman keras/segala sesuatu yang memabukkan), bangkai, babi dan berhala (patung-patung)...”.
2. Dapat dimanfaatkan
Pada hakikatnya seluruh barang yang dijadikan sebagai
obyek jual beli adalah merupakan barang yang dapat
dimanfaatkan, seperti untuk dikonsumsi (beras, buah-buahan,
ikan, dan lain-lain). Jadi, yang dimaksud dengan barang yang
bermanfaat adalah bahwa kemanfaatan barang tersebut sesuai
dengan ketentuan hukum Islam, maksudnya pemanfaatan
barang tersebut tidak bertentangan dengan norma-norma yang
ada.
3. Milik orang yang melakukan akad
Maksudnya, bahwa orang yang melakukan perjanjian
jual beli atas suatu barang adalah pemilik sah barang tersebut
atau telah mendapatkan izin dari pemilik sah barang tersebut.
4. Mampu menyerahkannya
Yang dimaksud dengan mampu menyerahkan, yaitu
pihak penjual (baik sebagai pemilik maupun sebagai kuasa)
beli sesuai dengan bentuk dan jumlah yang diperjanjikan pada
waktu penyerahan barang kepada pihak pembeli. Rasulullah
SAW bersabda : 19
َلاَق َلاَق ٍدْوُعْسَم ِنْبا ِنَع
ِه َلْوُسَر
َملَسَو ِْيَلَع ُه لَص
َ تْشَت َاُ
َكَمسلا اوُر
دمأ اور ٌَرَرَغ ُنِإَف ِءاَمْلا ِِ
Artinya : “ Dan dari Ibnu Mas’ud bahwa Nabi Saw bersabda :“janganlah kamu membeli ikan didalam air, karena yang demikian itu termasuk gharar”.
Dari ketentuan hukum diatas dapat dikemukakan
bahwa wujud barang yang dijual itu harus nyata, dapat
diketahui jumlahnya (baik ukuran maupun besarnya).
5. Mengetahui
Apabila dalam suatu jual beli keadaan barang dan
jumlah harganya tidak diketahui, maka perjanjian jual beli
tersebut tidak sah, sebab bisa jadi perjanjian tersebut
mengandung unsur penipuan.
6. Barang yang diakadkan ada ditangan (dikuasai penjual)
Menyangkut perjanjian jual beli atas sesuatu barang
yang belum ditangan (tidak berada dalam penguasaan penjual)
1919
adalah dilarang, sebab bisa jadi barang sudah rusak atau tidak
dapat diserahkan sebagaimana telah diperjanjikan.
b. Syarat Harga (thaman)
Termasuk unsur terpenting dalam jual beli adalah nilai
tukar dari barang yang dijual (untuk zaman sekarang adalah uang).
Terkait dengan masalah nilai tukar ini, para ulama’ fiqh membedakan ats-Thaman dengan as-si’r. Menurut mereka,
ath-Thaman adalah harga pasar yang berlaku ditengah-tengah
masyarakat secara aktual, sedangkan as-si’r adalah modal barang
yang seharusnya diterima para pedagang sebelum dijual ke
konsumen (consumption). Dengan demikian, harga barang itu ada
2, yaitu harga antara pedagang dan harga antara pedagang dan
konsumen (harga jual dipasar).20
Harga yang dapat dipermainkan para pedagang adalah
ath-thaman, bukan harga as-Si’r. Ulama fiqh mengemukakan
syarat ast-thaman sebagai berikut :21
20
Nasrun aroen, Fiqh Muamalah, Cetakan ke-2, (jakarta: Gaya Media Pratama, 2007), 118.
21
1. Harga yang disepakati kedua belah pihak harus jelas
jumlahnya.
2. Dapat diserahkan pada waktu akad (transaksi), sekalipun
secara hukum, seperti pembayaran dengan cek dan kartu
kredit. Apabila barang itu dibayar kemudian (berhutang),
maka waktu pembayarannya pun harus jelas waktunya.
3. Apabila jual beli itu dilakukan secara berter, maka barang yang
dijadikan nilai tukar, bukan barang yang diharamkan oleh
syara’ seperti babi dan khamr, karena kedua jenis benda itu tidak bernilai dalam pandangan syara’.
Menurut pasal 76 dalam KHES (Kompilasi Hukum Ekonomi
Syariah) syarat obyek yang diperjualbelikan adalah :
a. Barang yang dijualbelikan harus sudah ada.
b. Barang yang dijualbelikan harus dapat diserahkan.
c. Barang yang dijualbelikan harus berupa barang yang memiliki
nilai/harga tertentu.
d. Barang yang dijualbelikan harus halal.
e. Barang yang dijualbelikan harus diketahui oleh pembeli.
g. Penunjukkan dianggap memenuhi syarat kekhususan barang yang
dijualbelikan jika barang itu ada di tempat jual beli.
h. Sifat barang yang dapat diketahui secara langsung oleh pembeli tidak
memerlukan penjelasan lebih lanjut.
i. Barang yang dijual harus ditentukan secara pasti pada waktu akad.
C. Pendapat Ulama’ Tentang Perubahan Perjanjian Secara Sepihak Dalam Jual Beli
Mayoritas Ulama fiqh sepakat bahwa keridhaan (kerelaan)
merupakan dasar berdirinya sebuah akad (kontrak). Allah SWT melarang
kaum muslimin untuk memakan harta orang lain secara bathil. Secara
bathil dalam konteks ini memiliki arti yang luas. Diantaranya melakukan
transaksi ekonomi yang bertentangan dengan syara’, seperti halnya
melakukan transaksi berbasis riba, transaksi yang bersifat spekulatif
(maisir), ataupun transaksi yang mengandung unsur gharar (adanya
uncertainty/resiko dalam transaksi), serta hal-hal lain yang bisa
dipersamakan dengan itu. Dalam hal ini juga memberikan pemahaman
bahwa supaya untuk mendapatkan harta tersebut harus dilakukan dengan
adanya kerelaan semua pihak dalam transaksi, seperti kerelaan antara
penjual dan pembeli.22
22
Menurut abu Hanifah, menjual barang yang ghaib tanpa
menyebutkan sifatnya dibolehkan. Kemudian si pembeli dibolehkan
melakukan khiyar (pilihan) sesudah melihatnya. Jika suka, ia boleh
meneruskan pembeliannya. Dan jika tidak suka, ia boleh menolaknya.
Begitu pula pendapatnya terhadap barang yang dijual berdasarkan
sifat-sifat tertentu dengan syarat dilakukan khiyar ru’yah (pilihan sesudah melihat) meskipun barang tersebut sesuai dengan sifat-sifat yang
disebutkan itu.
Syekh Ahmad Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di ditanya
bagaimana hukumnya jika ada perselisihan antara penjual dan pembeli.
Beliau menjawab : perselisihan antara penjual dan pembeli dapat terjadi
disebabkan beberapa hal, antara lain :23
1. Perselisihan tentang harga barang, misalnya penjual berkata bahwa
barang tersebut dia jual seharga 100 sedangkan pembeli berkata
bahwa barang tersebut harganya 80, dan masing-masing menguatkan
pengakuannya dengan sumpah, maka keduanya harus membatalkan
akad jika tidak ada kesepakatan. Apabila barang yang diakadkan
mengalami kerusakan, maka harus diganti.
2. Perselisihan tentang bentuk atau ukuran barang. Menurut pendapat
yang shahih hukumnya seperti perselisihan tentang harga. Karena
tidak ada perbedaan antara perselisihan dalam harga atau barang yang
23
diperjualbelikan. Maka dalam hal ini yang dijadikan pegangan adalah
ucapan penjual.
3. Apabila kedua pihak telah bersepakat melakukan akad, kemudian
salah satu pihak mengakui (menuduh) rusaknya akad karena syaratnya
masih diperselisihkan atau adanya sesuatu yang mencegah sahnya
akad, sedangkan pihak lain mengingkarinya dan mengatakan bahwa
akad tersebut telah sah. Maka yang dijadikan pegangan adalah ucapan
pihak yang mengakui sahnya akad. Karena hukum asalnya akad
tersebut selamat dari pengingkaran. Adanya kesepakatan untuk
melakukan akad dari kedua belah pihak sebelumnya menunjukkan
bahwa hal itu telah sesuai dengan syara’. Karena itu, adanya pengingkaran salah satu pihak berarti pengingkaran terhadap
kesepakatan yang telah mereka buat.
4. Apabila barang yang diakadkan telah diketahui sifat maupun
keadannya, kemudian pembeli mengatakan bahwa barang yang dia
dapatkan tidak sesuai dengan keadaan pada saat akad. Maka menurut
pendapat madzhab yang dipegang adalah ucapan pembeli, karena
hukum asalnya adalah tidak adanya kewajiban dari pembeli untuk
membayar (tanpa adanya barang). Menurut pendapat lain yang
dijadikan pegangan adalah pengakuan penjual karena hukum asalnya
Apabila kedua pihak telah bersepakat melakukan transaksi,
kemudian salah satu pihak mengakui (menuduh) rusaknya akad karena
syaratnya masih diperselisihkan atau adanya sesuatu yang mencegah
sahnya akad. Sedangkan pihak lain mengingkarinya dan mengatakan
bahwa akad tersebut telah sah. Maka yang dijadikan pegangan adalah
ucapan pihak yang mengakui sahnya akad.
Karena hukum asalnya akad tersebut adalah selamat dari
pengingkaran. Adanya kesepakatan melakukan akad dari kedua belah
pihak sebelumnya menunjukkan bahwa hal itu telah sesuai syara’.
Karena itu, adanya pengingkaran salah satu pihak berarti
pengingkaran terhadap kesepakatan yang telah mereka buat.24
24
BAB III
PRAKTIK PERUBAHAN HARGA JUAL BELI SAPI SECARA SEPIHAK DI DESA TLOGOREJO KECAMATAN SUKODADI KABUPATEN
LAMONGAN
A. Gambaran Umum Objek Penelitian
Pada bab ini akan diuraikan tentang objek penelitian dengan maksud
untuk menggambarkan objek penelitian secara global dimana objek yang
Penulis amati adalah jual beli sapi dengan harga sepihak di Desa
Tlogorejo Kecamatan Sukodadi Kabupaten Lamongan.
Dalam memperoleh data tentang objek penelitian, Penulis
mengadakan pengamatan secara langsung di lapangan terhadap situasi
dan kondisi di Desa Tlogorejo disertai dengan wawancara untuk
mengetahui kegiatan apa saja yang dilaksanakan di Desa tersebut. Untuk
lebih jelasnya data yang diperoleh akan diuraikan sebagai berikut:1
1. Keadaan Geografis
Desa Tlogorejo merupakan salah satu desa yang ada di Kecamatan
Sukodadi, letaknya kurang lebih km ke arah timur dari Kecamatan
1Aspan , Sekretaris Desa,
Sukodadi. Luas Desa Tlogorejo adalah 127 ha yang terdiri dari 3
dusun yaitu :2
a. Dusun Ringin
b. Dusun Belok
c. Dusun Tlogo
Dengan batas-batas wilayah sebagai berikut:
a. Barat : Desa Plumpang
b. Timur : Desa Karang Langit
c. Selatan : Desa Bandung Sari
d. Utara : Desa Surabayan
2. Keadaan Demografis
Berdasarkan data terakhir tahun 2016 mengenai keadaan
demografis Desa Tlogorejo Kecematan Sukodadi Kabupaten
Lamongan, jumlah penduduknya adalah 1.359 jiwa dengan rincian
sebagai berikut :3
Jumlah penduduk laki-laki : 696 jiwa.
Jumlah penduduk perempuan : 663 jiwa.
2Ibid, 2.
3
Sebagian besar penduduk Desa Tlogorejo mata pencahariannya
adalah di bagian pertanian, peternak, buruh, dengan pendapatan
perkapita yang masih rendah dan ada juga berusaha di bidang
perdagangan dan jasa.
Lahan pertanian di Desa Tlogorejo pada umumnya bisa
dimanfaatkan pada saat musim kemarau maupun musim penghujan.
Pada saat musim penghujan para petani biasa menanami beberapa
jenis ikan, seperti ikan mujaer, bandeng, bader, sombro maupun
panami. Sedangkan pada saat musim kemarau, lahan pertanian para
petani biasa ditanami padi. Dan sebagian kecil dari lahan pertanian
bisa dimanfaatkan untuk beberapa tanaman seperti jagung, singkong,
mentimun, tomat, lombok dan lain-lain.
3. Keadaan Pendidikan
Maju tidaknya suatu bangsa dan Negara ditentukan oleh kondisi
pendidikan. Keadaan sosial pendidikan di desa tlogorejo sekarang ini
dapat dikatakan cukup maju. Karena hal ini terbukti bahwa tidak ada
orang yang tidak sekolah. Zaman dahulu berbeda dengan zaman
sekarang, Dulu memang pendidikan banyak orang terakhir hanya
lulus sampai tingkat SD saja. Ada juga yang sampai lulus pada
tingkat SMP/SLTA, itu sudah dianggap sangat bagus. Sekarang
banyak orang yang bahkan pendidikannya sampai ke perguruan
baik guru sekolah maupun guru spiritual (ngaji). Di desa ini juga
didirikan lembaga TPA (taman pendidikan anak) dan TPQ (taman
pendidikan al-Qur’an) untuk menunjang kebutuhan hidup
spiritualnya. Pendidikan di desa Tlogorejo paling rendah
pendidikannya adalah tamatan SD dan pendidikan tertinggi adalah
strata 2. Oleh karena itu untuk menunjang peningkatan pendidikan di
Desa Tlogorejo ini, di dalam desa ini juga membangun 1 (satu)
Sekolah Dasar Negeri (SDN) dan 3 Taman Kanak-Kanak (TK). Dan
selebihnya mereka melanjutkan pendidikan seperti SMP/SMA diluar
lingkup desa.4
Data lembaga pendidikan di Desa Tlogorejo sebagai berikut:5
No Tingkat Pendidikan Laki-laki
(orang)
Perempuan
(orang)
Jumlah
(orang)
1 TK/Play group 22 29 51
2 Yang sedang sekolah 117 118 235
3 Tamat SD/sederajat 228 241 469
4 Tamat SMP/sederajat 9 9 18
5 Tamat SMA/sederajat 20 40 60
6 Tamat D-1/sederajat 2 - 2
7 Tamat S-1/sederajat 6 12 18
8 Tamat S-2/sederajat 2 - 2
4Wawancara salah seorang guru di desa Tlogorejo yang bernama Duwi Windu, pada tanggal 05
Agustus 2016. 5
4. Keadaan Keagamaan
Berdasarkan data yang ada dalam buku profil desa, seluruh warga
masyarakat desa Tlogorejo kecamatan Sukodadi kabupaten Lamongan
adalah beragama Islam. Setelah melakukan aktifitas sehari-hari dalam
rangka untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga juga ternyata
mereka cukup aktif melakukan kegiatan keagamaan, kegiatan
keagamaan ditujukan untuk menyeimbangkan antara kebutuhan
jasmaniyah dan rohaniyah.
Di desa Tlogorejo ini juga ada beberapa lulusan dari pondok
pesantren, antara lain pondok pesantren Darul Ulum Jombang, pondok
langitan, dan pondok pesantren Matholi’ul Anwar. Meskipun demikian, kepedulian masyarakat di desa Tlogorejo mengenai
keagamaan ini sangatlah kurang, karena hal ini terbukti sedikit orang
yang mengikuti semua kegiatan keagamaan yang ada di desa.
Mayoritas yang mengikuti semua kegiatan keagamaan adalah
orang-oran dewasa (sepuh) . semua anak muda di desa ini baik laki-laki
maupun perempuan tidak begitu aktif mengikuti semua kegiatan
Banyak anak muda , khusunya laki-laki suka nongkrong di warung
kopi, dan hanya ada segilintir anak muda yang pergi ke masjid. 6
Kegiatan keagamaan yang diselenggarakan di desa ini disamping
untuk mempertebal rasa keimanan dan syi’ar agama juga bertujuan untuk saling memelihara ukhuwah Isla>miyyah, agar selalu hidup rukun
antar sesama muslim.
Berdasarkan wawancara yang dilakukan, terdapat berbagai macam
kegiatan keagamaan yang dijalankan oleh masyarakat desa Togorejo
kecamatan Sukodadi kabupaten Lamongan baik itu kegiatan untuk
laki-laki maupun perempuan diantaranya adalah :7
a. Khataman Al-Qur’an, yang diadakan sebulan sekali setiap minggu
terakhir pada akhir bulan.
b. Jam’iyah tahlil untuk laki-laki yang diselenggarakan setiap hari kamis setelah maghrib di rumah para warga yang dilakukan secara
bergiliran.
c. Jam’iyah yasinan untuk ibu-ibu yang diselenggarakan setiap tanggal 1 dan 15 setelah maghrib.
d. Dzibaan, yang dilaksanakan oleh remaja masjid setiap hari minggu
setelah isya’.
6
Abu Sofyan, tokoh masyarakat, pada tanggal 25 Juni 2016.
7
e. Istighosah untuk laki-laki dan perempuan setiap dua minggu sekali
pada hari senin.
f. Rutinan fatayat muslimat setiap malam jum’at kliwon.
Adapun sarana peribadatan yang ada di desa Tlogorejo adalah
sebagai berikut :8
No Sarana Peribadatan Jumlah
1 Masjid 3
2 Musholla 5
Total 8
5. Keadaan Ekonomi
Sebagaimana daerah-daerah pada umumnya, penduduk di desa
Tlogorejo ini mengandalkan pertanian sebagai mata pencaharian
pokok dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Mengingat wilayah
desa ini sebaghian besar merupakan lahan pertanian yang digunakan
untuk bercocok tanam baik berupa sawah, tambak, maupun tegalan.
Maka tidak mustahil apabila sebagian besar pendapatan ekonomi
masyarakat desa Tlogorejo ini berasal dari hasil pertanian, seperti
padi, jagung, tomat, lombok, terong dan sebagainya.
8
Disamping itu, ada sebagian penduduk yang mempunyai usaha
sampingan yang berupa ternak, seperti ayam, bebek, sapi, lele,
kambing atau yang lainnya. Ada juga beberapa orang yang bekerja
sebagai PNS (Pegawai Negeri Sipil), seperti guru dan pegawai PT
KAI. Selain itu ada juga yang bekerja sebagai buruh, dan karyawan
pabrik.
Secara rinci keadaan ekonomi masyarakat Tlogorejo dapat dilihat
pada tabel mata pencaharian penduduk sebagai berikut: 9
No Jenis Mata Pencaharian Jumlah
1 Petani 450 orang
2 Buruh Tani 35 orang
3 PNS 14 orang
4 Peternak 12 orang
5 Pedagang Keliling 8 orang
6 Perawat Swasta 4 orang
7 Pembantu Rumah Tangga 2 orang
8 Polisi 1 orang
12 Dosen Swasta 1 orang
13 Karyawan Perusahaan 285 orang
Total 819 orang
9
B. Praktik Perubahan Harga Jual Beli Sapi Secara Sepihak di Desa Tlogorejo Kecamatan Sukodadi Kabupaten Lamongan
1. Aplikasi Akad
Setelah penulis mengulas mengenai definisi akad diatas, bahwa
akad adalah ikatan kata antara penjual dan pembeli. Jual beli belum
dikatakan sah sebelum ijab kabul dilakukan, sebab ijab kabul ini
menunjukkan adanya kerelaan diantara pihak yang bertransaksi.
Pada prakteknya, jual beli yang terjadi di desa Tlogorejo
kecamatan Sukodadi kabupaten Lamongan ini merupakan jual beli
yang dilakukan oleh peternak sapi (penjual) dan pembeli (blantik)
dengan datang langsung kepada peternak. Layaknya dalam jual beli
secara umum, antara pembeli (blantik) dengan peternak sapi
melakukan negosiasi.10
Dalam hal ini antara pembeli (blantik) dan peternak sapi
melakukan tawar menawar dengan harga tertentu sesuai dengan
kesepakatan. Akad yang digunakan oleh pembeli (blantik) dan
peternak sapi adalah akad jual beli secara umum dimana diantara
kedua belah pihak sama-sama telah menyatakan ijab dan kabul.
10
Akadnya sebagai berikut : pembeli “pak, sapimu ga mok dol ta? (pak, apakah sapi anda tidak dijual?) penjual menjawab : “iyo, sakjange iki
wayahe ngedol (iya, memang sudah waktunya sapi ini saya jual).
Setelah itu pembeli (blantik) melihat sapinya terlebih dahulu.
Sapinya sehat, besar dan gemuk. Setelah mengetahui hal tersebut,
pembeli setuju dan akan membelinya. Pembeli berkata : pak, sapine
tak tuku rego 14 juta , yeopo? (pak, sapi anda saya beli dengan harga
14 juta rupiah, bagaimana?) penjual menjawab :iyo wes, sapiku tak
dol nang awakmu rego sakmunu. (iya, sapi saya jual kepadamu
dengan harga tersebut).
Setelah terjadi kesepakatan antara penjual (peternak) dan
pembeli (blantik) kemudian pembeli memberikan panjar atau uang
muka sebagai tanda jadi atas kesepakatan harga antara pembeli dan
penjual.
2. Praktek Perubahan Harga Jual Beli Sapi Secara Sepihak
Jual beli yang dilakukan ini adalah jual beli sapi yang dilakukan
oleh seorang peternak sapi dengan seorang blantik. Pada awalnya,
pembeli (blantik) ini datang kepada penjual hendak membeli sapi.
Setelah bertemu, kedua belah pihak tersebut melakukan negosiasi.
Dalam hal ini antara penjual dan pembeli melakukan tawar menawar
Pada awalnya seorang pembeli (blantik) ini bertemu secara
langsung dengan datang ke kediaman penjual (peternak). Pembeli
hendak membeli sapi kepada peternak. Jenis sapi yang dijual oleh
peternak ini adalah sapi potong. Setelah pembeli ini menemukan sapi
yang cocok, antara kedua belah pihak melakukan negosiasi. Dalam hal
ini antara kedua belah pihak melakukan tawar menawar untuk
menentukan harga sapi yang akan dibelinya sesuai dengan
kesepakatan. Kedua belah pihak sepakat bahwa sapi tersebut akan
dibeli dengan harga 14.000.000,- (empat belas juta rupiah) dengan
kondisi fisik sapi sempurna, berwarna coklat, besar, dan tidak cacat.
Setalah harga telah disepakati, pembeli ini memberikan panjar
sebesar 200.000,- (dua ratus ribu rupiah) sebagai tanda jadi bahwa
pembeli ini akan membeli sapi milik peternak, kemudian pembeli
pulang. Dua hari setelahnya, pembeli datang kembali ke rumah
peternak untuk mengambil sapinya. Sesampainya pembeli dirumah
peternak, pembeli tersebut langsung mengambil sapi di kandangnya
tanpa sepengetahuan peternak, karena pada waktu itu peternak masih
keluar untuk membeli rokok. 11
Sete