• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis hukum Islam terhadap perubahan harga jual beli sapi secara sepihak di Desa Tlogorejo Kecamatan Sukodadi Kabupaten Lamongan.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis hukum Islam terhadap perubahan harga jual beli sapi secara sepihak di Desa Tlogorejo Kecamatan Sukodadi Kabupaten Lamongan."

Copied!
81
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Oleh:

NIHAYATUN NAFISAH NIM: C02212070

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel

Fakultas Syariah dan Hukum

Jurusan Hukum Perdata Islam

Prodi Hukum Ekonomi Syariah (Muamalah)

SURABAYA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

Skripsi yang berjudul analisis hukum islam terhadap perubahan harga jual beli sapi secara sepihak di desa Tlogorejo kecamatan Sukodadi kabupaten Lamongan. Penelitian ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan, Bagaimana pelaksanaan perubahan harga jual beli sapi secara sepihak di desa Tlogorejo Sukodadi Lamongan? Bagaimana analisis hukum Islam terhadap perubahan harga jual beli sapi secara sepihak di desa Tlogorejo Sukodadi Lamongan?

Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik observasi dan wawancara. Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis menggunakan metode deskriptif analisis yaitu mendeskripsikan data yang berkaitan dengan fakta tentang perubahan harga jual beli sapi secara sepihak dengan menggunakan pola pikir induktif yaitu dimulai dari mengungkapkan fakta-fakta mengenai perubahan harga jual beli sapi secara sepihak kemudian dianalisis berdasarkan teori hukum Islam untuk menemukan kesimpulan.

Hasil penelitian menyimpulkan bahwa pelaksanaan perubahan harga jual beli sapi secara sepihak yang terjadi di desa Tlogorejo Sukodadi Lamongan ini adalah jual beli sapi dengan perubahan harga secara sepihak yang dikarenakan objek jual beli (sapi) cacat yang dilakukan oleh pembeli (belantik). Kecacatan tersebut terjadi saat sapi diambil oleh pembeli (belantik) dari kandangnya tanpa sepengetahuan peternak. Sapi tersebut kakinya terkilir hingga tidak bisa bangun. Harga sapi yang sehat awalnya telah disepakati dengan harga 14.000.000,- seketika turun menjadi 10.500.000,-. Peristiwa ini selain terjadi manipulasi harga, pembeli juga tidak memiliki etika sebagai pembeli dengan mengambil secara paksa sapi dari kandang tanpa sepengetahuan peternak. Hal ini membuat peternak merasa sangat dirugikan. Dalam hukum Islam, perubahan harga tersebut tidak dibenarkan oleh syara’ karena perubahan harga tersebut ditetapkan secara sepihak dan secara paksa. Jika terdapat unsur paksaan, maka jual beli batal demi hukum. Jika dilihat dari jual belinya, apabila dalam jual beli salah satu rukunnya tidak terpenuhi maka jual beli tersebut hukumnya batal, apabila dalam jual beli tersebut salah satu syaratnya tidak terpenuhi maka hukumnya menjadi fasid. Dan segala bentuk tindakan yang merugikan kedua belah pihak, baik terjadi sebelum maupun sesudah akad, menurut ulama fiqh, harus ditanggung resikonya oleh pihak yang menimbulkan kerugian. Dan yang seharusnya menanggung kerugiannya adalah pembeli bukan peternak.

(7)

Halaman

SAMPUL DALAM ... i

PERNYATAAN KEASLIAN... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING... iii

PENGESAHAN ... iv

PERSEMBAHAN ... v

ABSTRAK ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TRANSLITERASI... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi dan Batasan Masalah ... 5

C. Rumusan Masalah ... 5

D. Kajian Pustaka... 6

E. Tujuan Penelitian... 8

F. Kegunaan Hasil Penelitian ... 8

G. Definisi Operasional ... 9

H. Metode Penelitian ... 10

I. Sistematika Pembahasan ... 14

BAB II TEORI JUAL BELI DAN PERUBAHAN HARGA ... 16

A. Jual Beli 1. Pengertian Jual Beli ... 16

a) Secara Bahasa atau Lughah ... 16

b) Secara Istilah ... 16

2. Dasar Hukum Jual Beli ... 22

(8)

4. Syarat Sahnya Jual Beli ... 23

5. Macam-macam Jual Beli`... 25

A. Ketentuan Obyek Jual Beli ... 30

1. Syarat Barang ... 30

2. Syarat Harga ... 33

3. Pendapat Ulama’ Tentang Perubahan Perjanjian Secara Sepihak Dalam Jual Beli ... 35

BAB IIIPRAKTIK PERUBAHAN HARGA JUAL BELI SECARA SEPIHAK DI DESA TLOGOREJO SUKODADI LAMONGAN... 39

A. Gambaran Umum Objek Penelitian ... 39

1. Keadaan Geografis ... 39

2. Keadaan Demografis ... 40

3. Keadaan Pendidikan ... 41

4. Keadaan Keagamaan ... 43

5. Keadaan Ekonomi... 45

B. Praktik Perubahan Harga Jual Beli Sapi Secara Sepihak di Desa Tlogorejo Sukodadi Lamongan ... 47

1. Aplikasi Akad ... 47

2. Praktek Perubahan Harga Jual Beli Sapi Secara Sepihak ... 48

a. Latar Belakang Timbulnya Perubahan Harga Jual Beli Sapi Secara Sepihak di Desa Tlogorejo Sukodadi Lamongan... 52

b. Konsekuensi dari Perubahan Harga Jual Beli Sapi Secara Sepihak di Desa Tlogorejo Sukodadi Lamongan... 54

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PERUBAHAN HARGA JUAL BELI SAPI SECARA SEPIHAK DI DESA TLOGOREJO KECAMATAN SUKODADI KABUPATEN LAMONGAN ... 56

A. Analisis Perubahan Harga Jual Beli Sapi Secara Sepihak di Desa Tlogorejo Sukodadi Lamongan ... 56

(9)

BAB V PENUTUP ... 67

A. Kesimpulan ... 67

B. Saran ... 68

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN DAFTAR ISI Halaman SAMPUL DALAM ... i

PERNYATAAN KEASLIAN... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING... iii

PENGESAHAN ... iv

PERSEMBAHAN ... v

ABSTRAK ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TRANSLITERASI... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

J. Latar Belakang Masalah ... 1

K. Identifikasi dan Batasan Masalah ... 5

L. Rumusan Masalah ... 5

M. Kajian Pustaka... 6

N. Tujuan Penelitian... 8

O. Kegunaan Hasil Penelitian ... 8

P. Definisi Operasional ... 9

Q. Metode Penelitian ... 10

R. Sistematika Pembahasan ... 14

(10)

B. Jual Beli

6. Pengertian Jual Beli ... 16

c) Secara Bahasa atau Lughah ... 16

d) Secara Istilah ... 16

7. Dasar Hukum Jual Beli ... 22

8. Rukun dan Syarat Jual Beli ... 21

9. Syarat Sahnya Jual Beli ... 23

10. ... Macam-macam Jual Beli` ... 25

B. Ketentuan Obyek Jual Beli ... 30

4. Syarat Barang ... 30

5. Syarat Harga ... 33

6. Pendapat Ulama’ Tentang Perubahan Perjanjian Secara Sepihak Dalam Jual Beli ... 35

BAB IIIPRAKTIK PERUBAHAN HARGA JUAL BELI SECARA SEPIHAK DI DESA TLOGOREJO SUKODADI LAMONGAN... 39

C. Gambaran Umum Objek Penelitian ... 39

6. Keadaan Geografis ... 39

7. Keadaan Demografis ... 40

8. Keadaan Pendidikan ... 41

9. Keadaan Keagamaan ... 43

10. Keadaan Ekonomi... 45

D. Praktik Perubahan Harga Jual Beli Sapi Secara Sepihak di Desa Tlogorejo Sukodadi Lamongan ... 47

3. Aplikasi Akad ... 47

4. Praktek Perubahan Harga Jual Beli Sapi Secara Sepihak ... 48

a. Latar Belakang Timbulnya Perubahan Harga Jual Beli Sapi Secara Sepihak di Desa Tlogorejo Sukodadi Lamongan... 52

(11)

SECARA SEPIHAK DI DESA TLOGOREJO KECAMATAN SUKODADI

KABUPATEN LAMONGAN ... 56

C. Analisis Perubahan Harga Jual Beli Sapi Secara Sepihak di Desa Tlogorejo Sukodadi Lamongan ... 56

D. Analisis Hukum Islam Terhadap Perubahan Harga Jual Beli Sapi Secara Sepihak di Desa Tlogorejo Sukodadi Lamongan ... 59

BAB V PENUTUP ... 67

C. Kesimpulan ... 67

D. Saran ... 68 DAFTAR PUSTAKA

(12)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia adalah makhluk sosial yang senantiasa membutuhkan

orang lain, makhluk yang tidak bisa dipisahkan oleh masyarakat. Manusia

lahir, hidup, berkembang dan meninggal dunia di masyarakat. Menurut

Aristoteles (Yunani, 384-322 SM), bahwa manusia itu adalah Zoon

Politicoon artinya bahwa manusia itu sebagai makhluk yang pada

dasarnya selalu ingin bergaul dengan sesama manusia lainnya. Pergaulan

yang dimaksud tidak sebatas dalam pertemanan. Pergaulan antar manusia

yang menciptakan kepentingan-kepentingan dalam segala bidang

kehidupan. Bidang pendidikan seperti guru dan murid, bidang agama

seperti tokoh agama dan masyarakat, bidang kesehatan seperti dokter,

perawat, dan pasien, bidang hukum seperti hubungan antara polisi, hakim,

dan pelaku kejahatan, termasuk pergaulan dalam bidang ekonomi seperti

penjual dan pembeli.

Manusia juga disebut makhluk ekonomi (homo economicus)

karena manusia selalu memikirkan upaya untuk memenuhi kebutuhannya.

Setiap manusia memiliki kebutuhan yang beraneka ragam. Manusia butuh

makan dan minum agar tetap bertahan hidup, manusia juga membutuhkan

(13)

yang diperlukan oleh manusia. Dan untuk memenuhi semua kebutuhan

tersebut, manusia harus berusaha dan bekerja. Ada berbagai macam usaha

dan pekerjaan yang dilakukan oleh manusia dalam memenuhi kebutuhan

tersebut, antara lain dengan cara berdagang atau jual beli.

Jual beli dalam istilah fiqh disebut dengan al bai’ yang berarti menjual, mengganti, dan menukar sesuatu dengan sesuatu yang lain.

Menurut istilah yang dimaksud dengan jual beli salah satunya

adalah menukar barang dengan barang atau barang dengan uang, dengan

jalan melepaskan hak milik dari yang satu kepada yang lain atas dasar

saling merelakan.1

Dalam hukum Islam, Islam tidak melarang segala bentuk jual beli

apapun selama tidak merugikan salah satu pihak dan sesuai dengan

syari’ah yakni sesuai aturan-aturan yang telah ditetapkan dalam Islam ,

termasuk diserukan agar tetap memelihara ukhuwah Isla>miyah. Bahkan

dalam hal pengembangan perekonomian yang mapan, Islam sangat

menganjurkannya. Dalam aturan hukum Islam manusia telah dilarang

memakan harta yang diperoleh dengan jalan (tidak sah).

Seperti halnya telah dijelaskan dalam firman Allah SWT dalam

surat an-Nisa’ ayat 29:

                                         

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan

(14)

jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.2

`

Berdasarkan ayat diatas, manusia diharapkan mampu

melaksanakan jual beli dengan benar, sesuai dengan aturan yang telah

ditetapkan dalam Islam. Manusia dilarang melakukan hal-hal yang dapat

menimbulkan kerusakan atau kericuhan. Sekarang ini, terdapat banyak

persoalan yang terjadi dimasyarakat, tidak jarang manusia yang

melakukan kecurangan dalam melakukan jual beli, seperti menipu, hingga

sampai mempermainkan harga pada barang dagangan.

Dalam menyelesaikan segala macam persoalan dalam jual beli dan

perdagangan jika dilaksanakan tanpa memperhatikan aturan yang telah

ditetapkan oleh syara’ pastinya akan menimbulkan kerusakan dalam

masyarakat, seperti peristiwa jual beli sapi yang terjadi di desa Tlogorejo

Sukodadi Lamongan. Dalam jual beli ini terdapat dua pihak, yakni

peternak sapi dan seorang blantik.

Masyarakat Desa Tlogorejo Kecamatan Sukodadi Kabupaten

Lamongan mayoritas mata pencaharaiannya adalah petani. Ada juga yang

Pegawai, Buruh, Pedagang, Pengusaha dan tidak sedikit pula yang

menjadi peternak. Peternak yang dimaksud disini adalah peternak sapi.

Kebiasaan para peternak sapi di desa ini setelah sapi itu dirawat hingga

besar kemudian dijual.

2

(15)

Masyarakat di desa Tlogorejo ini mayoritas beragama Islam. Akan

tetapi, dalam melakukan transaksi jual beli sapi ini sering kali

menimbulkan permasalahan. Seperti terjadinya praktek jual beli sapi

dengan perubahan harga secara sepihak yang pada akhirnya dapat

merugikan salah satu pihak yang bertransaksi. Jual beli sapi yang

dilakukan oleh blantik dengan menurunkan harga jual sapi pada sapi milik

penjual (peternak), karena sapi tersebut mengalami kecacatan, yakni

kakinya terkilir sehingga tidak bisa bangun. Kecacatan terjadi pada saat

pembeli mengambil sapi tersebut dari kandangnya tanpa sepengetahuan

peternak. Akibatnya, hal semacam ini akan menyebabkan turunnya harga

yang awalnya seorang blantik ini bersepakat akan membeli sapi tersebut

dengan harga 14.000.000,- . karena sapi tersebut mengalami kecacatan,

sapi tersebut harganya seketika turun menjadi 10.500.000,-. Peristiwa

semacam ini sangat mengecewakan dan merugikan pihak peternak sapi,

karena peristiwa seperti ini jika sering dibiarkan terjadi akan menjadi

kebiasaan buruk masyarakat desa Tlogorejo. Selain terjadi manipulasi

harga, pembeli juga tidak memiliki etika pembeli.

Berdasarkan itulah yang melatarbelakangi penulis melakukan

peneletian dengan judul Analisis Hukum Islam Terhadap Perubahan

Harga Jual Beli Sapi Secara Sepihak di Desa Tlogorejo Sukodadi

(16)

B. Identifikasi dan Pembatasan Masalah

Dari latar belakang yang telah penulis paparkan diatas, maka

dapat ditulis identifikasi masalah sebagai berikut :

1. Pelaksanaan jual beli sapi

2. Proses jual beli sapi menuju rumah potong melalui seorang belantik oleh

peternak di desa Tlogorejo Sukodadi Lamongan

3. Pelaksanaan perubahan harga jual beli sapi oleh peternak kepada seorang

belantik

4. Analisis Hukum Islam terhadap perubahan harga jual beli sapi di desa

Tlogorejo Sukodadi lamongan

Melihat luasnya pembahasan mengenai jual beli sapi di desa

Tlogorejo Sukodadi Lamongan dalam identifikasi masalah diatas, maka

penulis membatasi masalah dalam pembahasan ini, dengan :

1. Pelaksanaan perubahan harga jual beli sapi di Desa Tlogorejo Sukodadi

Lamongan

2. Analisis Hukum Islam terhadap perubahan harga jual beli sapi di desa

Tlogorejo Sukodadi lamongan

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, dapat dirumuskan

(17)

1. Bagaimana pelaksanaan perubahan harga jual beli sapi secara sepihak di

desa Tlogorejo Sukodadi Lamongan?

2. Bagaimana Analisis Hukum Islam terhadap perubahan harga jual beli sapi

secara sepihak di desa Tlogorejo Sukodadi lamongan?

D. Kajian Pustaka

Kajian pustaka adalah deskripsi ringkas tentang kajian atau

penelitian yang sudah pernah dilakukan diseputar masalah yang akan

diteliti sehingga terlihat jelas bahwa kajian yang akan dilakukan ini tidak

merupakan pengulangan atau duplikasi dari kajian atau penelitian yang

telah ada. 3

1. Skripsi ini disusun oleh Abdul Malik Mahasiswa Institut Agama Islam

Negeri Sunan Ampel Surabaya Fakultas syariah Angkatan 2011

dengan judul “Analisis hukum Islam terhadap perubahan harga jual

beli dari yang sudah disepakati karena adanya bencana alam (studi

kasus di desa Pangilen Sampang Madura)”, di dalamnya membahas

tentang perubahan harga jual beli yang sudah disepakati karena

adanya bencana alam dan di dalam hukum Islam membolehkan

3

(18)

perubahan harga tersebut karena adanya kesepakatan di kedua belah

pihak.4

2. Skripsi dengan judul “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Jual Beli Harga Sepihak (Study Kasus Dalam Jual Beli Daging Sapi Antara

Supplier dan Pedagang Pengecer di Desa Tanduk Kecamatan Ampel

Kabupaten Boyolali)”, ini disusun oleh Eka Tyas Lisatiana tahun

2011, Jurusan Muamalah Fakultas Syariah Institut Agama Islam

Negeri WaliSongo Semarang. Dalam penelitian tersebut dijelaskan

bahwa jual beli harga sepihak itu dibolehkan, dikarnakan pedagang

pengecer masih mempunyai khiya>r aib, yang disebabkan adanya cacat

pada barang yang diperjualbelikan. Dan harus mendapatkan kerelaan

dari pihak penjual. Karena jual beli yang ada unsur paksaan itu

termasuk fasid.5

3. Skripsi dengan judul “Tinjauan Sadd az|-Z>>|a>riah Terhadap Perubahan Harga Secara Sepihak Dalam Jual Beli Rak Antara Produsen dan

Pedagang Pengecer di Jalan Dupak No. 91 Surabaya”, ini disusun oleh Siti Nur Asia, tahun 2014, Institut Agama Islam Negeri Sunan Ampel

Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam Jurusan Ekonomi Islam Prodi

Muamalah Surabaya. Dalam penelitian tersebut dijelaskan bahwa jual

4Abdul Malik, “Analisis Hukum Islam Terhadap

Perubahan Harga Jual Beli Dari yang Disepakati

Karena Adanya Bencana Alam Di Desa Pangilen Sampang Madura”,(Skripsi—UIN Sunan Ampel, Surabaya, 2011).

5Listiana, “

(19)

beli harga sepihak itu tidak diperbolehkan karena banyak

menimbulkan kerusakan yang terjadi.6

Dari uraian judul skripsi di atas terdapat persamaan dan

perbedaan dengan penelitian sekarang. Persamaan penelitian di atas

dengan sekarang hanya sama-sama membahas tentang adanya

pemotongan harga dalam peraktik jual beli. Sedangkan yang

membedakan peneletian diatas dengan penelitian sekarang adalah

apabila dilihat dari obyek serta sebab permasalahan yang muncul juga

akan berbeda, dimana kajian pustaka diatas sebagai pelengkap dalam

penelitian kali ini.

E. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah, maka penelitian ini mempunyai

tujuan :

1. Untuk mengetahui tentang pelaksanaan perubahan harga jual beli sapi

secara sepihak di desa Tlogorejo Sukodadi Lamongan

2. Untuk mengetahui Analisis Hukum Islam terhadap perubahan harga

jual beli sapi secara sepihak di desa Tlogorejo Sukodadi lamongan

F. Kegunaan Hasil Penelitian

Dari hasil peneletian ini, peneliti berharap dapat bermanfaat dan

berguna bagi peneliti dan pembaca lainnya :

6Nur Asia, “

(20)

Kegunaan secara teoritis, dengan adanya penelitian ini diharapkan

dapat memberikan kontribusi terhadap perkembangan ilmu pengetahuan

khususnya ilmu Hukum Ekonomi Syariah (muamalah).

Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan solusi

dan manfaat bagi :

1. Peneliti

Sebagai persyaratan untuk menyelesaikan tugas akhir agar

mendapatkan gelar S-1 dan juga diharapkan dapat menambah

wawasan keilmuan khususnya dibidang Hukum Ekonomi Syariah.

2. Akademsi

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat pada

akademisi, yaitu berupa suumbangan dalam pengembangan ilmu

pengetahuan, khususnya dibidang Hukum Ekonomi Syariah.

3. Masyarakat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman

yang lebih mendalam kepada masyarakat dalam melakukan berbagai

macam kegiatan ekonomi yang sesuai dengan syariat Islam.

G. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah deretan pengertian yang dipaparkan

secara gamblang untuk memudahkan dalam pembahasan ini diantaranya

(21)

1. Analisis hukum Islam : penyelidikan terhadap suatu peristiwa hukum

berlandaskan Al-Qur’an, sunnah Nabi serta ijtihad para Ulama’ yang

berkaitan dengan jual beli.

2. Perubahan harga : perubahan jumlah harga dari ketentuan awal yang

sudah disepakati oleh kedua belah pihak dalam jual beli sapi antara

peternak sapi dan belantik. Akan tetapi diwaktu pembayaran belantik

menjadikan harga lebih rendah dari kesepakatan yang ditetapkan

diawal atau pada waktu akad.

H. Metode Penelitian

Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian lapangan (field

research). Oleh karena itu, data yang dikumpulkan merupakan data yang

diperoleh dari lapangan sebagai obyek penelitian kualitatif. Agar

penulisan skripsi ini dapat tersusun dengan benar, maka penulis

memandang perlu untuk mengemukakan metode penulisan skripsi ini

yaitu sebagai berikut :

1. Data yang dikumpulkan

Data merupakan kumpulan dari keterangan/informasi yang benar

dan nyata yang diperoleh baik dari sumber primer maupun sumber

sekunder.7

a. Data yang berkaitan dengan pelaksanaan perubahan harga pada

jual beli sapi.

7

(22)

b. Data yang berkaitan dengan analisis Hukum Islam terhadap

pelaksanaan perubahan harga pada jual beli sapi.

2. Sumber Data

Berdasarkan data yang akan dihimpun diatas, maka yang menjadi

sumber data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Sumber data primer

Sumber data primer disini adalah sumber pertama dimana

sebuah data dihasilkan, yaitu sumber yang terkait secara

langsung.8 Yang meliputi:

1. Peternak sapi

2. Pembeli sapi (belantik)

b. Sumber data sekunder

Sumber data sekunder adalah data yang didapat dari

kepustakaan yang tidak berkenaan secara langsung yaitu dari

dokumen-dokumen resmi, buku-buku, hasil-hasil penelitian

yang sudah berbentuk laporan maupun yang lainnya yang

berkaitan dengan penelitian.9 Adapun buku-buku yang ada

kaitannya dengan masalah tersebut diantaranya:

1. Nasroen Haroen, Fiqh Muamalah

2. Rachmat Syafe’i, Fiqih Muamalah 3. Wahbah Az-Zuhaili, Fiqh Islam

8

Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Sosial, (Surabaya: Airlangga University Press, 2001), 129.

9

(23)

4. Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah jilid 5

5. Ahmad Wardi Muslich, Fiqih Muamalah

6. Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling

strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian

adalah mendapatkan data.10 Tanpa mengetahui teknik pengumpulan

data, maka peneliti tidak akan mendapatkan data yang memenuhi

standar data yang ditetapkan. Teknik pengumpulan data yang

digunakan dalam penelitian ini adalah:

a. Observasi (Pengamatan)

Observasi atau pengamatan yakni suatu penggalian data

dengan cara mengamati gejala yang diteliti. Dalam hal ini

panca indera manusia (penglihatan dan pendengaran)

diperlukan untuk menangkap gejala atau hal yang diamati. Apa

yang ditangkap tadi, dicatat dan selanjutnnya catatan tersebut

dianalisis.11

b. Wawancara

Wawancara ini merupakan suatu kegiatan yang dilakukan

untuk mendapatkan informasi secara langsung dengan

menggunakan pertanyaan-pertanyaan kepada responden.12

10 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D, (Bandung: Alfabeta, 2011), 224. 11

Rianto Adi, Metodologi Penelitian Sosial dan Huk um, (Jakarta: Granit, 2004), 70.

12

(24)

Wawancara bertujuan untuk mendapatkan keterangan atau

untuk keperluan informasi maka individu yang menjadi sasaran

wawancara adalah informan. Pada wawancara ini yang penting

adalah memilih orang-orang yang tepat dan memiliki

pengetahuan tentang hal-hal yang ingin kita ketahui.13

4. Teknik Pengolahan Data

Tahapan-tahapan dalam pengelolaan data pada penelitian ini

adalah sebagai berikut:

a. Organizing adalah suatu proses yang sistematis dalam

pengumpulan, pencatatan, dan penyajian fakta untuk tujuan

penelitian.14

b. Editing adalah kegiatan pengeditan akan kebenaran dan

ketepatan data tersebut.15

c. Coding adalah kegiatan mengklasifikasi dan memeriksa data

yang relevan dengan tema penelitian agar lebih fungsional.16

5. Metode Analisis Data

Setelah penulis mengumpulkan data yang dihimpun, kemudian

menganalisisnya dengan menggunakan metode deskriptif analitis.

Deskriptif analitis yaitu menggambarkan atau menguraikan sesuatu

hal menurut apa adanya yang sesuai dengan kenyataannya.17

13

Burhan Ashsofa, Metode Penelitian Huk um, (Jakarta: Rineka Cipta, 1996), 97.

14 Sony Sumarsono, Metode Riset Sumber Daya Manusia, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2004), 89. 15 Ibid., 97.

16

Ibid., 99.

17

(25)

Dengan mengumpulkan data tentang jual beli sapi dengan

perubahan harga secara sepihak di desa Tlogorejo Sukodadi

Lamongan yang disertai analisa untuk mengambil kesimpulan.

Penulis menggunakan teknik ini karena ingin memaparkan,

menjelaskan dan menguraikan data yang terkumpul kemudian

disusun dan dianalisa untuk diambil kesimpulan.

Pola pikir yang dipakai adalah induktif yaitu merupakan metode

yang digunakan untuk mengemukakan fakta-fakta atau kenyataan

tentang perubahan harga jual beli sapi secara sepihak di desa

Tlogorejo Sukodadi Lamongan yang kemudian dianalisis dari segi

Hukum Islam.

I. Sistematika Pembahasan

Untuk mempermudah dalam memahami hasil penelitian ini, maka

penulis menganggap perlu untuk mensistematiskan pembahasan dalam

penelitian ini ini sebagai berikut:

Bab pertama: Pendahuluan dalam bab ini peneliti memaparkan

seluruh isi penelitian secara umum yang terdiri dari: latar belakang,

identifikasi masalah dan batasan masalah, rumusan masalah, kajian

pustaka, tujuan penelitian, kegunaan hasil penelitian, definisi operasional,

metode penelitian, sistematika pembahasan.

Bab kedua: merupakan landasan teori tentang jual beli menurut

(26)

syarat dan rukun jual beli, macam-macam jual beli, ketentuan objek jual

beli serta pendapat para ulama’ tentang perubahan harga pada jual beli.

Bab ketiga: berisikan tentang perubahan harga jual beli sapi di

desa Tlogorejo Sukodadi Lamongan yang meliputi deskripsi lokasi

penelitian, seperti keadaan geografis, demografis, keagamaan, pendidikan,

dan ekonomi. Serta gambaran mengenai praktik pelaksanaan perubahan

harga dalam jual beli sapi secara sepihak di desa Tlogorejo Sukodadi

Lamongan yang meliputi aplikasi akad, praktik perubahan harga jual beli

sapi secara sepihak, latar belakang dan konsekuensi dari perubahan harga

jual beli sapi secara sepihak.

Bab keempat: berisikan tentang analisis praktek perubahan harga

jual beli sapi secara sepihak dan analisis hukum Islam terhadap perubahan

harga jual beli sapi secara sepihak di desa Tlogorejo Sukodadi Lamongan.

Bab kelima: penutup yang terdiri dari kesimpulan yang menjawab

rumusan masalah dan dilengkapi dengan saran. Selain itu bab terakhir ini

dilengkapi dengan daftar pustaka dan lampiran-lampiran yang dianggap

(27)

BAB II

TEORI JUAL BELI DAN PERUBAHAN H ARGA

A. Jual Beli

1. Pengertian Jual Beli

a) Secara Bahasa atau Lughah

Jual beli secara bahasa berasal dari kata ٌع ْويب jama’nya ٌعْيب yang

artinya menukar harta dengan harta.1 Sedangkan menurut kitab

al-fiqh al-Minhaji karangan Mustofa al-Bigha, jual beli menurut

bahasa dalam pandangan mazhab Syafi’i adalah ٌئْيشب ٌئْيش ٌةلباقم artinya “pertukaran barang dengan barang lainnya”.2 Dalam buku

terjemahan dari kitab Fath Al-Qorib, Bai’ secara etimologis

berarti penukaran sesuatu dengan yang lain.

b) Secara Istilah

Secara istilah atau terminologi, jual beli terdapat banyak

definisi yang telah dikemukakan oleh para ulama’ dengan tujuan dan substansi yang sama.

1

Ahmad Ibrahim, Jawahiru al-Naqiyah (Fii Fiqh al-Sa>dati al-Syafi’iyah), (Da>r al-Minhaj), 240.

(28)

Beberapa ulama’ yang mendefinisikan jual beli :

ْلا ىَلَع ٍلْوُ بَ قَو ٍبَاِْْإِب ِفرَصتِل َِْْلِبَاق ٍلَام ُةَلَ بَاَقُم

ِْجَو

ِْيِف ِنْوُذْأَمْلا

Artinya : “Saling tukar harta, saling menerima, dapat dikelola, (tasharruf) dengan ijab dan qabul, dengan cara yang sesuai dengan syara”. 3

Menurut ulama’ Hanafiyah :

َام ُةَلَدَابُم

ُصََْ ٍْجَو ىَلَع ٍلَاِِ ٍل

ٍصْو

Artinya : “Saling menukar harta dengan harta melalui cara tertentu” atau

ُم

ْيِف ٍبْوُغْرَم ٍئْيَش ُةَلَدَاب

ٍصْوُصََْ ٍدْيِفُم ٍْجَو ىَلَع ٍلْثِِِ ِ

Artinya : “Tukar menukar sesuatu yang diinginkan dengan yang sepadan melalui cara tertentu yang bermanfaat”. 4

Definisi menurut ulama Hanafiyah diatas menjelaskan bahwa jual

beli dengan “cara tertentu” adalah saling menukarkan barang atau harta yang dimiliki dengan syarat harta yang diperjualbelikan harus bermanfaat

bagi manusia. Sehingga minuman keras, daging babi, darah tidak

termasuk barang yang tidak boleh diperjualbelikan, karena semuanya itu

tidak bermanfaat bagi muslim. Apabila barang-barang tersebut masih

3

Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005), 68.

4

(29)

diperjualbelikan, maka menurut ulama’ Hanafiyah jual beli yang demikian

itu tidak sah.

Sayyid Sabiq mendefinisakan jual beli dengan :

ِم ُلْقَ ن ْوَا ،ىِضاَر تلا ِلْيِبَس ىَلَع ٍلاَِِ ٍلاَم ٌةَلَداَبُم

.ِْيِف ِنْوُدْأَمْلا ِْجَوْلا ىَلَع ٍضَوِعِب ٍكْل

Artinya : “Jual beli ialah pertukaran harta dengan harta atas dasar saling merelakan, atau memindahkan milik dengan ganti yang dapat dibenarkan”.5

Definisi menurut Sayyid Sabiq diatas menjelaskan bahwa jual

beli adalah saling menukarkan barang atau harta yang dimiliki atas

dasar saling rela (suka sama suka) atau memindahkan hak kepemilikan

dengan ganti (harga) yang telah disepakati.

2. Dasar Hukum Jual Beli

Jual beli sebagai sarana tolong menolong antara sesama

manusia mempunyai landasan yang kuat dalam al-Qur’an dan

as-Sunnah. Terdapat beberapa ayat al-Qur’an dan as-Sunnah tentang jual

beli diantaranya :

(30)

a) Surat al-Baqarah ayat 275 :

َعْيَ بْلا ُه لَحَأَو

َابِّرلا َمرَحَو

...

Artinya : “Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”6

b) Surat al-Baqarah ayat 198 :

َسْيَل

ْمُكْيَلَع

ٌحَانُج

ْنَأ

ْوُغَ تْبَ ت

ا

ًلْضَف

ْنِم

ْمُكِّبَر

Artinya : “Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezeki hasil perniagaan) dari Tuhanmu”7

c) Surat an-Nisaa ayat 29 :

ٍضاَرَ ت ْنَع ًةَرَا ِِ َنْوُكَت ْنَأ ّآِإ ِلِطَابْلاِب ْمُكَنْ يَ ب ْمُكَلاَوْمَأ آوُلُكْأتَا اْوُ نَمآ َنْيِذلااهيَأَاي

ًامْيِحَر ْمُكِب َناَك َه نِإ ْمُكَسُفْ نَأ آوُلُ تْقَ ت َاَو ْمُكْنِم

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu”8

Dan dasar hukum jual beli berdasarkan sunnah Rasulullah, antara lain :

1) Hadith yang diriwayatkan oleh Al-Hakim yang bersumber pada

Rifa’ah ibn Rafi’ :

6

Departemen Agama R.I., Al-Qur’an dan terjemahannya, (Bandung: Sygma Publishing,2011), 141.

7

Ibid., 48.

8

(31)

يَا : ملسو يلع ه ىلص ِِنلا َلِئُس

ِلُجرلا ُلَمَع : َلاَقَ ف ؟ُبَيْطَا ِبْسَكْلا

َمكاحاو رازبا اورُ .ٍرْوُرْ بَم ٍعْيَ ب لُكَو ِِدَيِب

Artinya : “Rasulullah SAW. ditanya salah seorang sahabat mengenai pekerjaan (profesi) apa yang paling baik. Rasullah saw. Menjawab: usaha tangan manusia sendiri dan setiap jual beli yang diberkati” (HR. Al-Bazzar dan Al-Hakim).9

2) Hadits yang diriwayatkan al-Tirmizi, Rasulullah saw bersabda :

َم ُِْْمَاا ُقْوُدَصلا ُر ِجَاتلا

َيذمرلا اورُ ِءاَدَهشلاَو َِْْقْيِّدِّصلاَو َِّْْيِبنلا َع

Artinya : “Pedagang yang jujur dan terpercaya sejajar (tempatnya di surga) dengan para nabi, shaddqin, dan syuhada”.10

Kaidah hukum asal-usul fiqh muamalah :

Pada dasarnya segala bentuk atau transaksi muamalah itu boleh

atau mubah kecuali ada dalil-dalil yang mengharamkannya. Jadi

sebenarnya segala bentuk macam muamalah itu boleh asalkan tetap

diperbolehkan oleh syara’ terutama tentang jual beli dan lain-lainnya. Sesuai dengan kaidah fiqh :

9

Al-Hakim, al-Adabul Mufrad juz iv, (Kairo: Darwa Mathba Asy-Sya’biy), 166.

10

(32)

َاهِِْْرََْ ىلَع لِدَي ْنَأ اإ ُةَحَابِاا ِةَلَمَاعُمْلا ِِ ُلْصَأَا

Artinya : “ Hukum asal dari muamalah adalah boleh atau mubah kecuali ada dalil yang melarangnya (mengharamkannya)”.11

3. Rukun dan Syarat Jual Beli

Jual beli mempunyai rukun dan syarat yang harus dipenuhi,

sehingga jual beli itu dapat dikatakan oleh syara’. Dalam menentukan rukun jual beli, jumhur ulama menyatakan bahwa rukun jual beli itu

ada empat, yaitu : 12

1) Ada orang yang berakad atau al-muta’aqidain (penjual dan

pembeli).

2) Ada shighat (lafal ijab dan kabul).

3) Ada barang yang dibeli.

4) Ada nilai tukar pengganti barang.

Adapun syarat-syarat jual beli sesuai dengan rukun jual beli

yang dikemukakan jumhur ulama diatas adalah sebagai berikut :13

1. Syarat orang yang berakad

Para ulama fiqh sepakat menyatakan bahwa orang yang

melakukan akad jual beli itu harus memenuhi syarat :

11

Ibid., 70

12Haroen Nasrun,

Fiqh Muamalah cetakan ke-2, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007), 115.

13

(33)

a. Berakal. Oleh sebab itu jual beli yang dilakukan anak kecil

yang belum berakal dan orang gila hukumnya tidak sah.

b. Yang melakukan akad itu adalah orang yang berbeda. Artinya,

seseorang tidak dapat bertindak dalam waktu yang bersamaan

sebagai penjual, sekaligus pembeli. Misalnya, Ahmad menjual

sekaligus membeli barangnya sendiri. Jual beli seperti ini

adalah tidak sah.

2. Syarat yang terkait dengan ijab Kabul

Untuk itu, para ulama fiqh mengemukakan bahwa syarat

ijab dan kabul itu adalah sebagai berikut :

a. Orang yang mengucapkannya telah baligh dan berakal.

b. Kabul sesuai dengan ijab. Misalnya, penjual mengatakan:

“Saya jual buku ini seharga Rp. 15.000,-“. Lalu pembeli menjawab: “Saya beli dengan harga Rp. 15.000,-“. Apabila antara ijab dan kabul tidak sesuai, maka jual beli tidak sah.

c. Ijab dan kabul itu dilakukan dalam satu majelis. Artinya,

kedua belah pihak yang melakukan jual beli hadir dan

membicarakan topik yang sama.

3. Syarat barang yang diperjualbelikan

Syarat-syarat yang terkait dengan barang yang

diperjualbelikan adalah :

a. Barang itu ada.

(34)

c. Milik seseorang. Barang yang sifatnya belum dimiliki

seseorang tidak boleh dijualbelikan, seperti

memeperjualbelikan ikan dilaut.

d. Boleh diserahkan saat akad berlangsung.

4. Syarat-syarat Nilai Tukar (Harga Barang)

Termasuk unsur terpenting dalam jual beli adalah nilai

tukar dari barang yang dijual (untuk zaman sekarang adalah

uang). Terkait dengan masalah nilai tukar ini, para ulama fiqh

membedakan ats-tsaman dengan as-si’ir . menurut mereka,

ats-tsaman adalah harga pasar yang berlaku ditengah-tengah

masyarakat secara actual, sedangkan as-si’ir adalah modal

barang yang seharusnya diterima para pedagang sebelum dijual ke

konsumen. Dengan demikian, harga barang itu ada dua, yaitu

harga antar pedagang dan harga antara pedagang dengan

konsumen (harga jual dipasar).

4. Syarat Sahnya Jual Beli

Suatu jual beli tidak sah bila tidak terpenuhi dalam suatu akad

tujuh syarat, yaitu :

a. Saling rela antara kedua belah pihak. Kerelaan antara kedua belah

pihak untuk melakukan transaksi syarat mutlak keabsahannya,

(35)

Hadits Nabi Riwayat Ibnu Majah : “ Jual beli haruslah atas dasar

kerelaan (suka sama suka).”

b. Pelaku akad adalah orang yang dibolehkan melakukan akad, yaitu

orang yang baligh, berakal, dan mengerti. Maka, akad yang

dilakukan oleh anak dibawah umur, orang gila, atau idiot tidak sah

kecuali dengan seizin walinya, kecuali akad yang bernilai rendah

seperti membeli kembang gula, korek api dan lain-lain.

c. Harta yang menjadi objek transaksi telah dimiliki sebelumnya oleh

kedua belah pihak. Maka, tidak sah jual beli barang yang belum

dimiliki tanpa seizin pemiliknya.

d. Objek transaksi adalah barang yang dibolehkan agama. Maka,

tidak boleh menjual barang haram seperti khamr (minuman keras)

dan lain-lain.

e. Objek transaksi adalah barang yang biasa diserahterimakan. Maka

tidak sah jual beli mobil hilang, burung diangkasa karena tidak

dapat diserahterimakan.

f. Objek jual beli diketahui oleh kedua belah pihak saat akad. Maka

tidak sah menjual barang yang tidak jelas. Misalnya, pembeli harus

melihat terlebih dahulu barang tersebut dan/atau spesifikasi barang

(36)

g. Harga harus jelas saat transaksi. Maka tidak sah jual beli dimana

penjual mengatakan : “Aku jual mobil ini kepadamu dengan harga yang akan kita sepakati nantinya.”

5. Macam-macam Jual Beli

a. Macam-macam Jual Beli

Dilihat dari segi hukum jual beli dibedakan menjadi tiga

macam yaitu :14

1. Jual beli benda yang kelihatan, maka hukumnya boleh.

2. Jual beli benda yang disebutkan sifatnya saja dalam

perjanjian. Maka hukumnya adalah boleh, jika didapati sifat

tersebut sesuai dengan apa yang telah disebut.

3. Jual beli yang tidak ada (gaib) serta tidak dapat dilihat, maka

tidak boleh.

Menurut Wahbah Zuhaili dalam kitabnya, Fiqh Islam

Wa Adillatuhu membagi jual beli dari segi sah atau tidaknya

menjadi tiga macam bentuk :15

14Ibnu Rusyd,

Bidayatul Mujtahid, (Jakarta: Pustaka Amani, 2007), 779.

15Wahbah Zuhaili,

(37)

1)Jual beli yang sahih, yaitu apabila jual beli itu disyariatkan

memenuhi rukun dan syarat yang ditentukan. Barang yang

diperjualbelikan bukan milik orang lain dan tidak terkait

dengan khiyar. Jual beli seperti ini dikatakan jual beli sahih.

2)Jual beli yang batil, yaitu apabila jual beli itu salah satu atau

seluruh rukunnya tidak terpenuhi atau jual beli yang dilakukan

anak-anak, barang yang dijual itu barang-barang yang

diharamkan syara’ ( seperti babi, bangkai, khamr, dan darah). Jenis jual beli yang batil adalah sebagai berikut :

a. Jual beli sesuatu yang tidak ada. Jual beli seperti ini sah atau

batil. Misal memperjualbelikan buah-buahan yang putiknya

belum muncul dipohon.

b. Jual beli yang mengandung unsur penipuan, yang pada

lahirnya baik, tetapi ternyata dibalik itu terdapat

unsur-unsur tipuan. Misal : menjual belikan buah yang ditumpuk,

diatasnya bagus dan manis tetapi ternyata didalam

tumpukan itu banyak terdapat yang busuk dan masal.

c. Menjual barang yang tidak bisa diserahkan kepada pembeli.

Misal : menjual barang yang hilang.

d. Jual beli benda najis, hukumnya tidak sah. Misal: menjual

(38)

memabukkan). Karena semua itu dalam pandang hukum

Islam adalah najis dan tidak mengndung makna harta.

e. Jual beli uang muka, yaitu jual beli yang berbentuknya

dilakukan melalui perjanjian, jika seseorang membeli sesuatu

dengan memberikan sebagai harta kepadanya dengan syarat,

apabila jual beli tersebut terjadi antara keduanya, maka

sebagian harta yang diberikan itu termasu dalam harta

keduanya dan sebaian harta yang di berikan itu termasuk

dalam harta seluruh. Sedang jika jual beli itu tidak terjadi,

maka sebgaian harta dari uang panjar menjadi milik penjual

dan tidak bisa dituntut lagi.

f. Jual beli air sungai, air danau, air laut, dan air yang tidak

boleh dimiliki seseorang karena air yang tidak dimiliki

seseorang merupakan hak bersama umat manusia dan tidak

boleh diperjualbelikan.

3)Jual beli rusak (fasid)

Apabila kerusakan dalam jual beli itu terkait barang yang

diperjualbelikan itu hukumnya batil (batal). Sedangkan apabila

kerusakan pada jual beli itu dinamakan fasid. Harga yang dapat

dipermainkan pedagang adalah ats-tsaman, para ulama

menyangkut harga barang dan bisa diperbaiki. Maka jual beli

(39)

Jual beli yang merusak (fasid) sebagai berikut :16

a) Jual beli yang berkaitan dengan suatu syarat, seperti ucapan

penjual kepada pembeli.

b) Jual beli al majhl, yaitu barangnya secara global tidak

diketahui dengan syarat ke majhl-lannya (ketidakjelasannya)

itu bersifat menyeluruh. Namun, apabila ke majhl-lannya

sedikit, jual belinya sah karena hal tersebut tidak akan

membawa kepada perselisihan.

c) Menjual barang yang gaib yang tidak dapat dihadirkan saat

jual beli sehingga tidak dapat dilihat oleh pembeli.

d) Jual beli yang dilakukan oleh orang buta. Para Jumhur

Ulama mengatakan bahwa jual beli yang dilakukan orang

buta sah apabila orang buta tersebut memiliki hak khiyar,

sedangkan menurut mazhab Syafi’i tidak boleh menjual

seperti ini kecuali jika barang yang dibeli tersebut tidak

dilihatnya sebelum matanya buta.

e) Jual beli al-Ajl, jual beli dikatakan rusak (fasid) karena

menyerupai dan menjurus pada riba, tetapi apabila unsur

yang membuat jual beli ini menjadi rusak, dihilangkan, maka

hukumnya sah.

(40)

f) Jual beli anggur dan buah-buahan lain untuk pembuatan

khamr, apabila penjual anggur itu mengetahui bahwa

pembeli tersebut adalah produsen khamr.

g) Barter dengan barang yang diharamkan, umpamanya

menjadikan barang-barang yang diharamkan sebagai harga,

seperti babi, darah dan bangkai.

h) Jual beli sebagai barang yang sama sekali tidak dapat

dipisahkan dari satuannya. Misal menjual daging kambing

yang diambilkan dari kambing yang masih hidup.

i) Jual beli bergantung pada syarat. Misal : ucapan dagang, jika

kontan harganya Rp. 500,- dan jika beruntung harganya Rp.

600,- jual beli ini fasad.

j) Jual beli padi-padian yang belum sempurna matanya untuk

panen. Para Jumhur Ulama berpendapat, bahwa menjual

padi-padian yang belum layak dipanen, hukumnya batil.

Bahkan di masyarakat banyak kita jumpai suatu kekeliruan

hal seperti itu.

Para Ulama Fiqh sepakat menyatakan bahwa suatu jual beli

itu hukumnya mengikat, baik penjual maupun pembeli. Namun

(41)

maka jual beli itu belum mengikat, masih bisa dilanjutkan atau

dibatalkan.

B. Ketentuan Obyek Jual Beli

1. Syarat obyek jual beli

a. Syarat barang (mabi’)

Benda yang dijadikan obyek jual beli ini haruslah

memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :17

1. Bersih barangnya

Adapun yang dimaksud dengan bersih barangnya,

yakni barang yang diperjualbelikan bukanlah benda yang

dikualifikasikan sebagai benda najis atau digolongkan sebagai

benda yang diharamkan.

Hal ini didasarkan kepada ketentuan yang

dikemukakan Rasulullah SAW :18

َع ُه َىِضَر ِهِدْبَع نْب ِرِباَج ْنَع

ْوُسَر َعََِ ُنَأ , اَمُهْ ن

ِْيَلَع ُه لَص ِه َل

ُلْوُقَ ي َملَسَو

َع

ِةَتْيَمْلاَو ِرْمَْْا َعْيَ بْلا َمرَح َُلْوُسَرَو َه نِإ ُُ : َةكَِِ َوُ َو ِحْتَفْلا َما

ََ ِماَنْصَْااَو ِرْيِزْنِْْاَو

17 Chairuman Pasaribu dan Suhrawardi K. Lubis, Hukum Perjanjian Dalam Islam, (Jakarta: Sinar

Grafika, 1994), 37-41.

18 Muhammad Fuad Abdul Baqi, Terjemahan Lu’lu’ wal Marjan, (Semarang: PT. Pustaka Rizki

(42)

Artinya : “Bahwasanya Jabir bin Abdullah r.a bahwasanya ia mendengar Nabi Saw, bersabda pada tahun Fathu (penaklukan) kota Mekkah, sedang beliau berada di kota Mekkah, ” Sesungguhnya Allah telah mengharamkan jual beli khamr (minuman keras/segala sesuatu yang memabukkan), bangkai, babi dan berhala (patung-patung)...”.

2. Dapat dimanfaatkan

Pada hakikatnya seluruh barang yang dijadikan sebagai

obyek jual beli adalah merupakan barang yang dapat

dimanfaatkan, seperti untuk dikonsumsi (beras, buah-buahan,

ikan, dan lain-lain). Jadi, yang dimaksud dengan barang yang

bermanfaat adalah bahwa kemanfaatan barang tersebut sesuai

dengan ketentuan hukum Islam, maksudnya pemanfaatan

barang tersebut tidak bertentangan dengan norma-norma yang

ada.

3. Milik orang yang melakukan akad

Maksudnya, bahwa orang yang melakukan perjanjian

jual beli atas suatu barang adalah pemilik sah barang tersebut

atau telah mendapatkan izin dari pemilik sah barang tersebut.

4. Mampu menyerahkannya

Yang dimaksud dengan mampu menyerahkan, yaitu

pihak penjual (baik sebagai pemilik maupun sebagai kuasa)

(43)

beli sesuai dengan bentuk dan jumlah yang diperjanjikan pada

waktu penyerahan barang kepada pihak pembeli. Rasulullah

SAW bersabda : 19

َلاَق َلاَق ٍدْوُعْسَم ِنْبا ِنَع

ِه َلْوُسَر

َملَسَو ِْيَلَع ُه لَص

َ تْشَت َاُ

َكَمسلا اوُر

دمأ اور ٌَرَرَغ ُنِإَف ِءاَمْلا ِِ

Artinya : “ Dan dari Ibnu Mas’ud bahwa Nabi Saw bersabda :

“janganlah kamu membeli ikan didalam air, karena yang demikian itu termasuk gharar”.

Dari ketentuan hukum diatas dapat dikemukakan

bahwa wujud barang yang dijual itu harus nyata, dapat

diketahui jumlahnya (baik ukuran maupun besarnya).

5. Mengetahui

Apabila dalam suatu jual beli keadaan barang dan

jumlah harganya tidak diketahui, maka perjanjian jual beli

tersebut tidak sah, sebab bisa jadi perjanjian tersebut

mengandung unsur penipuan.

6. Barang yang diakadkan ada ditangan (dikuasai penjual)

Menyangkut perjanjian jual beli atas sesuatu barang

yang belum ditangan (tidak berada dalam penguasaan penjual)

1919

(44)

adalah dilarang, sebab bisa jadi barang sudah rusak atau tidak

dapat diserahkan sebagaimana telah diperjanjikan.

b. Syarat Harga (thaman)

Termasuk unsur terpenting dalam jual beli adalah nilai

tukar dari barang yang dijual (untuk zaman sekarang adalah uang).

Terkait dengan masalah nilai tukar ini, para ulama’ fiqh membedakan ats-Thaman dengan as-si’r. Menurut mereka,

ath-Thaman adalah harga pasar yang berlaku ditengah-tengah

masyarakat secara aktual, sedangkan as-si’r adalah modal barang

yang seharusnya diterima para pedagang sebelum dijual ke

konsumen (consumption). Dengan demikian, harga barang itu ada

2, yaitu harga antara pedagang dan harga antara pedagang dan

konsumen (harga jual dipasar).20

Harga yang dapat dipermainkan para pedagang adalah

ath-thaman, bukan harga as-Si’r. Ulama fiqh mengemukakan

syarat ast-thaman sebagai berikut :21

20

Nasrun aroen, Fiqh Muamalah, Cetakan ke-2, (jakarta: Gaya Media Pratama, 2007), 118.

21

(45)

1. Harga yang disepakati kedua belah pihak harus jelas

jumlahnya.

2. Dapat diserahkan pada waktu akad (transaksi), sekalipun

secara hukum, seperti pembayaran dengan cek dan kartu

kredit. Apabila barang itu dibayar kemudian (berhutang),

maka waktu pembayarannya pun harus jelas waktunya.

3. Apabila jual beli itu dilakukan secara berter, maka barang yang

dijadikan nilai tukar, bukan barang yang diharamkan oleh

syara’ seperti babi dan khamr, karena kedua jenis benda itu tidak bernilai dalam pandangan syara’.

Menurut pasal 76 dalam KHES (Kompilasi Hukum Ekonomi

Syariah) syarat obyek yang diperjualbelikan adalah :

a. Barang yang dijualbelikan harus sudah ada.

b. Barang yang dijualbelikan harus dapat diserahkan.

c. Barang yang dijualbelikan harus berupa barang yang memiliki

nilai/harga tertentu.

d. Barang yang dijualbelikan harus halal.

e. Barang yang dijualbelikan harus diketahui oleh pembeli.

(46)

g. Penunjukkan dianggap memenuhi syarat kekhususan barang yang

dijualbelikan jika barang itu ada di tempat jual beli.

h. Sifat barang yang dapat diketahui secara langsung oleh pembeli tidak

memerlukan penjelasan lebih lanjut.

i. Barang yang dijual harus ditentukan secara pasti pada waktu akad.

C. Pendapat Ulama’ Tentang Perubahan Perjanjian Secara Sepihak Dalam Jual Beli

Mayoritas Ulama fiqh sepakat bahwa keridhaan (kerelaan)

merupakan dasar berdirinya sebuah akad (kontrak). Allah SWT melarang

kaum muslimin untuk memakan harta orang lain secara bathil. Secara

bathil dalam konteks ini memiliki arti yang luas. Diantaranya melakukan

transaksi ekonomi yang bertentangan dengan syara’, seperti halnya

melakukan transaksi berbasis riba, transaksi yang bersifat spekulatif

(maisir), ataupun transaksi yang mengandung unsur gharar (adanya

uncertainty/resiko dalam transaksi), serta hal-hal lain yang bisa

dipersamakan dengan itu. Dalam hal ini juga memberikan pemahaman

bahwa supaya untuk mendapatkan harta tersebut harus dilakukan dengan

adanya kerelaan semua pihak dalam transaksi, seperti kerelaan antara

penjual dan pembeli.22

22

(47)

Menurut abu Hanifah, menjual barang yang ghaib tanpa

menyebutkan sifatnya dibolehkan. Kemudian si pembeli dibolehkan

melakukan khiyar (pilihan) sesudah melihatnya. Jika suka, ia boleh

meneruskan pembeliannya. Dan jika tidak suka, ia boleh menolaknya.

Begitu pula pendapatnya terhadap barang yang dijual berdasarkan

sifat-sifat tertentu dengan syarat dilakukan khiyar ru’yah (pilihan sesudah melihat) meskipun barang tersebut sesuai dengan sifat-sifat yang

disebutkan itu.

Syekh Ahmad Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di ditanya

bagaimana hukumnya jika ada perselisihan antara penjual dan pembeli.

Beliau menjawab : perselisihan antara penjual dan pembeli dapat terjadi

disebabkan beberapa hal, antara lain :23

1. Perselisihan tentang harga barang, misalnya penjual berkata bahwa

barang tersebut dia jual seharga 100 sedangkan pembeli berkata

bahwa barang tersebut harganya 80, dan masing-masing menguatkan

pengakuannya dengan sumpah, maka keduanya harus membatalkan

akad jika tidak ada kesepakatan. Apabila barang yang diakadkan

mengalami kerusakan, maka harus diganti.

2. Perselisihan tentang bentuk atau ukuran barang. Menurut pendapat

yang shahih hukumnya seperti perselisihan tentang harga. Karena

tidak ada perbedaan antara perselisihan dalam harga atau barang yang

23

(48)

diperjualbelikan. Maka dalam hal ini yang dijadikan pegangan adalah

ucapan penjual.

3. Apabila kedua pihak telah bersepakat melakukan akad, kemudian

salah satu pihak mengakui (menuduh) rusaknya akad karena syaratnya

masih diperselisihkan atau adanya sesuatu yang mencegah sahnya

akad, sedangkan pihak lain mengingkarinya dan mengatakan bahwa

akad tersebut telah sah. Maka yang dijadikan pegangan adalah ucapan

pihak yang mengakui sahnya akad. Karena hukum asalnya akad

tersebut selamat dari pengingkaran. Adanya kesepakatan untuk

melakukan akad dari kedua belah pihak sebelumnya menunjukkan

bahwa hal itu telah sesuai dengan syara’. Karena itu, adanya pengingkaran salah satu pihak berarti pengingkaran terhadap

kesepakatan yang telah mereka buat.

4. Apabila barang yang diakadkan telah diketahui sifat maupun

keadannya, kemudian pembeli mengatakan bahwa barang yang dia

dapatkan tidak sesuai dengan keadaan pada saat akad. Maka menurut

pendapat madzhab yang dipegang adalah ucapan pembeli, karena

hukum asalnya adalah tidak adanya kewajiban dari pembeli untuk

membayar (tanpa adanya barang). Menurut pendapat lain yang

dijadikan pegangan adalah pengakuan penjual karena hukum asalnya

(49)

Apabila kedua pihak telah bersepakat melakukan transaksi,

kemudian salah satu pihak mengakui (menuduh) rusaknya akad karena

syaratnya masih diperselisihkan atau adanya sesuatu yang mencegah

sahnya akad. Sedangkan pihak lain mengingkarinya dan mengatakan

bahwa akad tersebut telah sah. Maka yang dijadikan pegangan adalah

ucapan pihak yang mengakui sahnya akad.

Karena hukum asalnya akad tersebut adalah selamat dari

pengingkaran. Adanya kesepakatan melakukan akad dari kedua belah

pihak sebelumnya menunjukkan bahwa hal itu telah sesuai syara’.

Karena itu, adanya pengingkaran salah satu pihak berarti

pengingkaran terhadap kesepakatan yang telah mereka buat.24

24

(50)

BAB III

PRAKTIK PERUBAHAN HARGA JUAL BELI SAPI SECARA SEPIHAK DI DESA TLOGOREJO KECAMATAN SUKODADI KABUPATEN

LAMONGAN

A. Gambaran Umum Objek Penelitian

Pada bab ini akan diuraikan tentang objek penelitian dengan maksud

untuk menggambarkan objek penelitian secara global dimana objek yang

Penulis amati adalah jual beli sapi dengan harga sepihak di Desa

Tlogorejo Kecamatan Sukodadi Kabupaten Lamongan.

Dalam memperoleh data tentang objek penelitian, Penulis

mengadakan pengamatan secara langsung di lapangan terhadap situasi

dan kondisi di Desa Tlogorejo disertai dengan wawancara untuk

mengetahui kegiatan apa saja yang dilaksanakan di Desa tersebut. Untuk

lebih jelasnya data yang diperoleh akan diuraikan sebagai berikut:1

1. Keadaan Geografis

Desa Tlogorejo merupakan salah satu desa yang ada di Kecamatan

Sukodadi, letaknya kurang lebih km ke arah timur dari Kecamatan

1Aspan , Sekretaris Desa,

(51)

Sukodadi. Luas Desa Tlogorejo adalah 127 ha yang terdiri dari 3

dusun yaitu :2

a. Dusun Ringin

b. Dusun Belok

c. Dusun Tlogo

Dengan batas-batas wilayah sebagai berikut:

a. Barat : Desa Plumpang

b. Timur : Desa Karang Langit

c. Selatan : Desa Bandung Sari

d. Utara : Desa Surabayan

2. Keadaan Demografis

Berdasarkan data terakhir tahun 2016 mengenai keadaan

demografis Desa Tlogorejo Kecematan Sukodadi Kabupaten

Lamongan, jumlah penduduknya adalah 1.359 jiwa dengan rincian

sebagai berikut :3

Jumlah penduduk laki-laki : 696 jiwa.

Jumlah penduduk perempuan : 663 jiwa.

2Ibid, 2.

3

(52)

Sebagian besar penduduk Desa Tlogorejo mata pencahariannya

adalah di bagian pertanian, peternak, buruh, dengan pendapatan

perkapita yang masih rendah dan ada juga berusaha di bidang

perdagangan dan jasa.

Lahan pertanian di Desa Tlogorejo pada umumnya bisa

dimanfaatkan pada saat musim kemarau maupun musim penghujan.

Pada saat musim penghujan para petani biasa menanami beberapa

jenis ikan, seperti ikan mujaer, bandeng, bader, sombro maupun

panami. Sedangkan pada saat musim kemarau, lahan pertanian para

petani biasa ditanami padi. Dan sebagian kecil dari lahan pertanian

bisa dimanfaatkan untuk beberapa tanaman seperti jagung, singkong,

mentimun, tomat, lombok dan lain-lain.

3. Keadaan Pendidikan

Maju tidaknya suatu bangsa dan Negara ditentukan oleh kondisi

pendidikan. Keadaan sosial pendidikan di desa tlogorejo sekarang ini

dapat dikatakan cukup maju. Karena hal ini terbukti bahwa tidak ada

orang yang tidak sekolah. Zaman dahulu berbeda dengan zaman

sekarang, Dulu memang pendidikan banyak orang terakhir hanya

lulus sampai tingkat SD saja. Ada juga yang sampai lulus pada

tingkat SMP/SLTA, itu sudah dianggap sangat bagus. Sekarang

banyak orang yang bahkan pendidikannya sampai ke perguruan

(53)

baik guru sekolah maupun guru spiritual (ngaji). Di desa ini juga

didirikan lembaga TPA (taman pendidikan anak) dan TPQ (taman

pendidikan al-Qur’an) untuk menunjang kebutuhan hidup

spiritualnya. Pendidikan di desa Tlogorejo paling rendah

pendidikannya adalah tamatan SD dan pendidikan tertinggi adalah

strata 2. Oleh karena itu untuk menunjang peningkatan pendidikan di

Desa Tlogorejo ini, di dalam desa ini juga membangun 1 (satu)

Sekolah Dasar Negeri (SDN) dan 3 Taman Kanak-Kanak (TK). Dan

selebihnya mereka melanjutkan pendidikan seperti SMP/SMA diluar

lingkup desa.4

Data lembaga pendidikan di Desa Tlogorejo sebagai berikut:5

No Tingkat Pendidikan Laki-laki

(orang)

Perempuan

(orang)

Jumlah

(orang)

1 TK/Play group 22 29 51

2 Yang sedang sekolah 117 118 235

3 Tamat SD/sederajat 228 241 469

4 Tamat SMP/sederajat 9 9 18

5 Tamat SMA/sederajat 20 40 60

6 Tamat D-1/sederajat 2 - 2

7 Tamat S-1/sederajat 6 12 18

8 Tamat S-2/sederajat 2 - 2

4Wawancara salah seorang guru di desa Tlogorejo yang bernama Duwi Windu, pada tanggal 05

Agustus 2016. 5

(54)

4. Keadaan Keagamaan

Berdasarkan data yang ada dalam buku profil desa, seluruh warga

masyarakat desa Tlogorejo kecamatan Sukodadi kabupaten Lamongan

adalah beragama Islam. Setelah melakukan aktifitas sehari-hari dalam

rangka untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga juga ternyata

mereka cukup aktif melakukan kegiatan keagamaan, kegiatan

keagamaan ditujukan untuk menyeimbangkan antara kebutuhan

jasmaniyah dan rohaniyah.

Di desa Tlogorejo ini juga ada beberapa lulusan dari pondok

pesantren, antara lain pondok pesantren Darul Ulum Jombang, pondok

langitan, dan pondok pesantren Matholi’ul Anwar. Meskipun demikian, kepedulian masyarakat di desa Tlogorejo mengenai

keagamaan ini sangatlah kurang, karena hal ini terbukti sedikit orang

yang mengikuti semua kegiatan keagamaan yang ada di desa.

Mayoritas yang mengikuti semua kegiatan keagamaan adalah

orang-oran dewasa (sepuh) . semua anak muda di desa ini baik laki-laki

maupun perempuan tidak begitu aktif mengikuti semua kegiatan

(55)

Banyak anak muda , khusunya laki-laki suka nongkrong di warung

kopi, dan hanya ada segilintir anak muda yang pergi ke masjid. 6

Kegiatan keagamaan yang diselenggarakan di desa ini disamping

untuk mempertebal rasa keimanan dan syi’ar agama juga bertujuan untuk saling memelihara ukhuwah Isla>miyyah, agar selalu hidup rukun

antar sesama muslim.

Berdasarkan wawancara yang dilakukan, terdapat berbagai macam

kegiatan keagamaan yang dijalankan oleh masyarakat desa Togorejo

kecamatan Sukodadi kabupaten Lamongan baik itu kegiatan untuk

laki-laki maupun perempuan diantaranya adalah :7

a. Khataman Al-Qur’an, yang diadakan sebulan sekali setiap minggu

terakhir pada akhir bulan.

b. Jam’iyah tahlil untuk laki-laki yang diselenggarakan setiap hari kamis setelah maghrib di rumah para warga yang dilakukan secara

bergiliran.

c. Jam’iyah yasinan untuk ibu-ibu yang diselenggarakan setiap tanggal 1 dan 15 setelah maghrib.

d. Dzibaan, yang dilaksanakan oleh remaja masjid setiap hari minggu

setelah isya’.

6

Abu Sofyan, tokoh masyarakat, pada tanggal 25 Juni 2016.

7

(56)

e. Istighosah untuk laki-laki dan perempuan setiap dua minggu sekali

pada hari senin.

f. Rutinan fatayat muslimat setiap malam jum’at kliwon.

Adapun sarana peribadatan yang ada di desa Tlogorejo adalah

sebagai berikut :8

No Sarana Peribadatan Jumlah

1 Masjid 3

2 Musholla 5

Total 8

5. Keadaan Ekonomi

Sebagaimana daerah-daerah pada umumnya, penduduk di desa

Tlogorejo ini mengandalkan pertanian sebagai mata pencaharian

pokok dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Mengingat wilayah

desa ini sebaghian besar merupakan lahan pertanian yang digunakan

untuk bercocok tanam baik berupa sawah, tambak, maupun tegalan.

Maka tidak mustahil apabila sebagian besar pendapatan ekonomi

masyarakat desa Tlogorejo ini berasal dari hasil pertanian, seperti

padi, jagung, tomat, lombok, terong dan sebagainya.

8

(57)

Disamping itu, ada sebagian penduduk yang mempunyai usaha

sampingan yang berupa ternak, seperti ayam, bebek, sapi, lele,

kambing atau yang lainnya. Ada juga beberapa orang yang bekerja

sebagai PNS (Pegawai Negeri Sipil), seperti guru dan pegawai PT

KAI. Selain itu ada juga yang bekerja sebagai buruh, dan karyawan

pabrik.

Secara rinci keadaan ekonomi masyarakat Tlogorejo dapat dilihat

pada tabel mata pencaharian penduduk sebagai berikut: 9

No Jenis Mata Pencaharian Jumlah

1 Petani 450 orang

2 Buruh Tani 35 orang

3 PNS 14 orang

4 Peternak 12 orang

5 Pedagang Keliling 8 orang

6 Perawat Swasta 4 orang

7 Pembantu Rumah Tangga 2 orang

8 Polisi 1 orang

12 Dosen Swasta 1 orang

13 Karyawan Perusahaan 285 orang

Total 819 orang

9

(58)

B. Praktik Perubahan Harga Jual Beli Sapi Secara Sepihak di Desa Tlogorejo Kecamatan Sukodadi Kabupaten Lamongan

1. Aplikasi Akad

Setelah penulis mengulas mengenai definisi akad diatas, bahwa

akad adalah ikatan kata antara penjual dan pembeli. Jual beli belum

dikatakan sah sebelum ijab kabul dilakukan, sebab ijab kabul ini

menunjukkan adanya kerelaan diantara pihak yang bertransaksi.

Pada prakteknya, jual beli yang terjadi di desa Tlogorejo

kecamatan Sukodadi kabupaten Lamongan ini merupakan jual beli

yang dilakukan oleh peternak sapi (penjual) dan pembeli (blantik)

dengan datang langsung kepada peternak. Layaknya dalam jual beli

secara umum, antara pembeli (blantik) dengan peternak sapi

melakukan negosiasi.10

Dalam hal ini antara pembeli (blantik) dan peternak sapi

melakukan tawar menawar dengan harga tertentu sesuai dengan

kesepakatan. Akad yang digunakan oleh pembeli (blantik) dan

peternak sapi adalah akad jual beli secara umum dimana diantara

kedua belah pihak sama-sama telah menyatakan ijab dan kabul.

10

(59)

Akadnya sebagai berikut : pembeli “pak, sapimu ga mok dol ta? (pak, apakah sapi anda tidak dijual?) penjual menjawab : “iyo, sakjange iki

wayahe ngedol (iya, memang sudah waktunya sapi ini saya jual).

Setelah itu pembeli (blantik) melihat sapinya terlebih dahulu.

Sapinya sehat, besar dan gemuk. Setelah mengetahui hal tersebut,

pembeli setuju dan akan membelinya. Pembeli berkata : pak, sapine

tak tuku rego 14 juta , yeopo? (pak, sapi anda saya beli dengan harga

14 juta rupiah, bagaimana?) penjual menjawab :iyo wes, sapiku tak

dol nang awakmu rego sakmunu. (iya, sapi saya jual kepadamu

dengan harga tersebut).

Setelah terjadi kesepakatan antara penjual (peternak) dan

pembeli (blantik) kemudian pembeli memberikan panjar atau uang

muka sebagai tanda jadi atas kesepakatan harga antara pembeli dan

penjual.

2. Praktek Perubahan Harga Jual Beli Sapi Secara Sepihak

Jual beli yang dilakukan ini adalah jual beli sapi yang dilakukan

oleh seorang peternak sapi dengan seorang blantik. Pada awalnya,

pembeli (blantik) ini datang kepada penjual hendak membeli sapi.

Setelah bertemu, kedua belah pihak tersebut melakukan negosiasi.

Dalam hal ini antara penjual dan pembeli melakukan tawar menawar

(60)

Pada awalnya seorang pembeli (blantik) ini bertemu secara

langsung dengan datang ke kediaman penjual (peternak). Pembeli

hendak membeli sapi kepada peternak. Jenis sapi yang dijual oleh

peternak ini adalah sapi potong. Setelah pembeli ini menemukan sapi

yang cocok, antara kedua belah pihak melakukan negosiasi. Dalam hal

ini antara kedua belah pihak melakukan tawar menawar untuk

menentukan harga sapi yang akan dibelinya sesuai dengan

kesepakatan. Kedua belah pihak sepakat bahwa sapi tersebut akan

dibeli dengan harga 14.000.000,- (empat belas juta rupiah) dengan

kondisi fisik sapi sempurna, berwarna coklat, besar, dan tidak cacat.

Setalah harga telah disepakati, pembeli ini memberikan panjar

sebesar 200.000,- (dua ratus ribu rupiah) sebagai tanda jadi bahwa

pembeli ini akan membeli sapi milik peternak, kemudian pembeli

pulang. Dua hari setelahnya, pembeli datang kembali ke rumah

peternak untuk mengambil sapinya. Sesampainya pembeli dirumah

peternak, pembeli tersebut langsung mengambil sapi di kandangnya

tanpa sepengetahuan peternak, karena pada waktu itu peternak masih

keluar untuk membeli rokok. 11

Sete

Referensi

Dokumen terkait

menunjukkan adanya suatu tenaga yang amat dahsyat dalam diri manusia, yang berusaha mendorong dan menggerakkan jiwa individu dalam menetapkan sistem kepercayaan,

Metode untuk menilai kepatuhan menghasilkan analisis gap yang kemudian diteruskan dengan analisis resiko untuk setiap gap yang ada, hasil dari analisis resiko dikembalikan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui manajemen pembelajaran Biologi di SMP Muhammadiyah 1 Kartasura, yang meliputi (1) proses perencanaan pembelajaran, (2) proses

Lakukan pengkajian terhadap aspek finansial dalam hal ini analisis yang tidak memperhitungkan faktor waktu terhadap suatu jenis usaha agribisnis yang sudah dipilih. Data

normal pada ibu dalam masa nifas karena rahim yang berkontraksi dalam proses pemulihan. Ibu mengerti dengan informasi yang diberikan. Mengingatkan ibu cara menilai

Berdasarkan penjelasan yang telah diuraikan di atas, peneliti terdorong untuk melakukan penelitian dengan judul: Pengaruh Skema Kompensasi Denda terhadap Kinerja

Berdasarkan hasil pembahasan sebelumnya, maka dapat disimpulkan dari hasil analisis, perancangan dan pengujian sistem aplikasi Game Pengenalan nahwu diantaranya

Hal ini menunjukkan bahwa hipotesis kedua (H 2 ) dalam penelitian ini dapat ditolak, yaitu variabel Compliance tidak mempunyai pengaruh positif dan signifikan