• Tidak ada hasil yang ditemukan

Newsletter Archives - Jaringan Pemantau Independen Kehutanan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Newsletter Archives - Jaringan Pemantau Independen Kehutanan"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

Edisi:

Agustus - Desember 2015

Jl. Sempur Kaler No. 62 Bogor Jawa Barat, 16129

(2)

Perkembangan Peraturan terkait Implementasi Sistem Verifikasi Legalitas Kayu

Pelonggaran Peraturan Skema Legalitas Kayu Melemahkan Reformasi Tata Kelola Kehutanan, Mengancam Akses Pasar Uni Eropa bagi Ekspor Furnitur Indonesia, dan Merugikan Merk Indonesia

Ketidakpatuhan SVLK,

Pengingkaran Kebijakan Perlindungan Hutan Alam & Gambut

JPIK dalam Konferensi Perubahan Iklim dalam COP21 UNFCCC: Peran Penting & Tantangan Pemantauan Independen dalam Memperkuat SVLK

Publikasi Pelaksanaan Sertifikasi SVLK Belum Terlaksana Penuh

Respon Pasif Kepolisian Terhadap Pengaduan Indikasi Illegal Logging di Kalimantan Tengah

Tindak Pemalsuan Sertifikat Legalitas Kayu (S-LK) di Jawa Timur

Pertemuan Nasional JPIK 2015

Daftar Isi

(3)

SVLK sebagai Prakarsa

Indonesia

Sistem Veriikasi Legalitas Kayu (SVLK) merupakan instrumen pembenahan tata kelola (good governance) melalui veriikasi kepastian hanya kayu legal yang dipanen, diangkut, diolah, serta dipasarkan oleh unit usaha kehutanan Indonesia. Penerapan sistem ini sejalan dengan tujuan untuk pemberantasan ‘illegal logging’ dan ‘illegal timber trade’, yang juga diupayakan melalui pendekatan penegakkan hukum. SVLK dibangun Indonesia melalui prakarsa dan proses multipihak sejak 2001 -LSM serta kelompok masyarakat sipil termasuk masyarakat adat, pengusaha/sektor privat, kalangan akademisi/perguruan tinggi, Pemerintah, serta para pihak yang peduli kelestarian hutan- hingga dituangkan dalam bentuk regulasi yakni Peraturan Menteri

Perkembangan Peraturan terkait Implementasi

Sistem Veriikasi Legalitas Kayu

Oleh : Arbi Valentinus (FLEGT-VPA National Expert)

Kehutanan (Permenhut) P.38/2009 di tahun 2009.

Untuk tujuan ekspor, Dokumen V-Legal merupakan komponen dari penerapan penuh SVLK sebagai pelengkap kepabeanan yang menjelaskan kepastian legalitas produk kehutanan yang diperdagangkan dari Indonesia. Dokumen V-Legal diterbitkan oleh Lembaga Veriikasi Legalitas Kayu (LVLK) sebagai bagian dalam sertiikasi legalitas kayu (S-LK). Catatan: Terminologi ‘V-Legal’ berarti telah diveriikasi legalitasnya (‘Veriied Legal’), baik berupa Dokumen V-Legal (sebagai dokumen ‘lisensi’ ekspor) maupun dicerminkan dengan Tanda V-Legal (diterakan pada produk, kemasan, dan/atau dokumen angkutan).

(4)

Peraturan yang berlaku saat ini terkait implementasi SVLK adalah Permenhut 43/2014 juncto ( jo) PermenLHK 95/2014 mengenai SVLK yang diterbitkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (red: sebelumnya adalah Kementerian Kehutanan), Permandag 89/2015 -menggantikan Permendag 97/2014 jo 66/2015- mengenai ketentuan ekspor produk industri kehutanan dan Permendag 97/2015 -menggantikan Permendag 78/2014 jo 63/2015- mengenai ketentuan impor produk industri kehutanan yang diterbitkan oleh Kementerian

Perdagangan, serta Peraturan Presiden 21/2014 mengenai ratiikasi FLEGT-VPA. Aturan pelaksana dari Permenhut 43/2014 jo PermenLHK 95/2014 (SVLK) dan

ketentuan ekspor sebagaimana Permendag 97/2014 adalah Perdirjen BUK P.14/2014 jo P.1/2015 (catatan: mengenai Dokumen V-Legal, lihat Lampiran 7 Perdirjen BUK tersebut), disertai Surat Edaran Dirjen BUK SE.14/2014 mengenai kewajiban penerapan SVLK. Sementara untuk impor, aturan pelaksana dari Permendag 78/2014 adalah Perdirjen PHPL P.7/2015 mengenai tata cara pelaksanaan uji tuntas, penerbitan deklarasi impor dan rekomendasi impor produk kehutanan.

Keberterimaan dan Dukungan

Internasional

Pemerintah juga mengupayakan

keberterimaan dan dukungan internasional terhadap SVLK. Pada tahun yang sama dengan diterbitkannya Permenhut P.38/2009, Indonesia dan Uni Eropa (European Union/EU) tengah berada dalam babak negosiasi kerjasama terkait tata kelola, penegakkan hukum, serta perdagangan produk kehutanan (Forest Law Enforcement, Governance, and Trade/ FLEGT). Kedua pihak akhirnya bersepakat mengikat Persetujuan Kerjasama Sukarela (Voluntary Partnership Agreement/VPA) pada 30 September 2013.

(5)

suatu inovasi dalam pencegahan pembalakan liar dan perdagangan ilegal (http://silk.dephut.go.id/app/Upload/ hukum/20140715/4113c610651757feb3347a29f3bdb38c. pdf). VPA telah diratiikasi oleh kedua belah pihak, Indonesia dan EU, pada April 2014 –Indonesia: melalui Peraturan Presiden 21/2014– dan mulai diimplementasikan pada 1 Mei 2014; saat ini tengah dalam tahap akhir asesmen implementasi penuh SVLK untuk keputusan penerapan lisensi FLEGT sebagai wujud nyata dari pengakuan internasional dan dukungan secara berkelanjutan untuk pembenahan tata kelola (‘good governance’).

Kesepakatan/perjanjian dengan negara pasar penting lainnya juga Pemerintah, antara lain dengan Australia, Jepang, Amerika Serikat, Korea Selatan, dan China. Dengan Australia telah disepakati ‘Country Speciic Guideline’/CSG berdasarkan SVLK (http://silk. dephut.go.id/app/Upload/informasisvlk/20150225/ e515d2065415391cd964319b97d28090.pdf).

Ketentuan Terbaru dalam Aturan

yang Berlaku

Hal utama terbaru (update) yang diatur dalam Permenhut 43/2014 jo PermenLHK 95/2014 serta Perdirjen BUK P.14/2014 jo P.1/2015 adalah ketentuan tata laksana mengenai Deklarasi Kesesuaian Pemasok serta Deklarasi Ekspor.

Deklarasi Kesesuaian Pemasok (DKP), merupakan bagian dari SVLK, dapat diberlakukan bagi kayu dan produk kayu yang berasal dari hutan hak (bukan jenis kayu alam), serta bagi peredaran lanjutan atas kayu tanaman yang berasal dari pemegang hak pengelolaan (Perhutani) yang telah memiliki S-LK. Hal ini mempertimbangkan peredaran kayu dan produk kayu yang bersifat ‘low risk’

© FWI.or

(6)

atau beresiko rendah, yang dapat diaplikasikan oleh pemilik Hutan Hak, Tempat Penampungan Terdaftar (TPT), industri rumah tangga, serta IKM ataupun industri yang sepenuhnya memproduksi atau

menggunakan bahan baku yang bersifat ‘low risk’ atau beresiko rendah tersebut. Penerima ‘kayu atau produk kayu yang menggunakan DKP’ diwajibkan melakukan pengecheckan/pemeriksaan guna memastikan

kebenaran dan validitas informasi dalam jaminan legalitas kayu yang diedarkan menggunakan DKP tersebut. Untuk titik ekspor dari produk kayu, tetap menggunakan Dokumen V-Legal untuk eksportir yang telah memiliki S-LK (baik berupa industri pengolahan ataupun berupa unit usaha perdagangan/ eksportir-non-produsen), dengan kepastian jaminan legalitas melalui veriikasi oleh Lembaga Veriikasi Legalitas Kayu (LVLK). Deklarasi Ekspor (DE), bukan merupakan bagian dari SVLK, sebagai pelengkap kepabeanan yang merupakan ‘pengganti’ (atau ‘alternatif’) atas

Dokumen V-Legal. Hal ini dituangkan dari hasil kesepakatan 3 menteri – Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (MenLHK), Menteri Perdagangan (Mendag), dan Menteri Perindustrian (Menprin)– sebagai mekanisme temporal di luar SVLK, yang diberlakukan 1 Januari hingga 31 Desember 2015. Mekanisme ini berlaku bagi IKM mebel dan kerajinan (15 pos tarif dalam daftar

Kelompok B) yang belum memiliki sertiikat legalitas kayu (S-LK), dalam hal keperluan ekspor, dengan mensyaratkan berasal dari sumber yang telah memiliki S-PHPL (sertiikat pengelolaan hutan

produksi lestari)/S-LK/DKP. Mekanisme temporal DE ini ditujukan untuk transisi ke penerapan penuh SVLK, yakni dalam wujud berupa Dokumen V-Legal. Mekanisme temporal DE ini kini telah ‘berakhir’ dengan berlakunya Permendag 89/2015 sebagai ketentuan ekspor produk industri kehutanan.

Dalam Permendag 89/2015 mengenai ketentuan ekspor produk industri kehutanan, hal terbaru (update) antara lain berupa dihapuskannya ketentuan mengenai ‘persyaratan’ eksportir terdaftar produk industri kehutanan (ETPIK) serta dihapusnya mekanisme temporal Deklarasi Ekspor (DE); sebelumnya adalah hingga 31 Desember 2015, berganti dengan ketentuan Pasal 4 ayat 2. Catatan: Permendag 89/2015 ditetapkan tanggal 19 Oktober 2015 dan mulai berlaku 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal diundangkan. Pasal 4 ayat 1 dan 2

(7)

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) yang termasuk dalam Kelompok B tanpa dilengkapi Dokumen V-Legal tetapi harus disertai dengan dokumen yang dapat membuktikan bahwa bahan bakunya berasal dari kayu yang diperoleh dari penyedia bahan baku yang sudah memiliki S-LK atau sesuai dengan ketentuan penatausahaan hasil hutan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. Wujud penerapan saat ini dalam tataran lanjutan untuk kejelasan wujud penerapannya (termasuk bagi Pabean Indonesia) dan kemungkinan pembahasan lanjutan terkait implikasi/ kejelasan lanjutan, antara lain ketersambungan dengan Peraturan Presiden

21/2014 yang juga berlaku (berkenaan dengan ‘cakupan produk’ pada Lampiran I untuk VPA). Lanjutan untuk kejelasan wujud penerapan Pasal 4 ayat (2) Permendag 89/2015 antara lain sejauh ini melalui semacam ‘Surat Edaran’/Penjelasan Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag, antara lain yaitu Penjelasan atas Ketentuan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor

89/M-DAG/PER/10/2015 dengan Nomor: 1912/ DAGLU/SD/11/2015 tanggal 18 Nopember 2015 serta Nomor: 1920/DAGLU/ SD/11/2015 tanggal 20 Nopember 2015 (Catatan: Surat Edaran/Penjelasan Nomor: 1920/DAGLU/ SD/11/2015 dapat diunduh/

dilihat melalui http://silk. dephut.go.id/index.php/ article/vnews/135). Hal ini kini menjadi perhatian banyak pihak, terutama lintas kementerian, terkait dengan kesepakatan 3 menteri serta rencana implementasi penuh SVLK dalam bentuk Dokumen V-Legal (atau sama dengan lisensi FLEGT sebagai wujud pemberlakuan dalam hal kerangka kerja sama VPA) dalam waktu dekat (2016). Catatan: Berdasarkan tata waktu dalam PermenLHK 95/2014, Dokumen V-Legal akan berlaku penuh per 1 Januari 2016, termasuk bagi 15 pos tarif untuk produk kehutanan berupa mebel dan kerajinan dari kayu yang tadinya tercakup dalam Lampiran 1B Permendag

(8)

97/2014 (kini merujuk ke Lampiran 1B Permendag 89/2015).

Dalam Permendag 97/2015 -menggantikan Permendag 78/2014 jo 63/2015- dan Perdirjen PHPL P.7/2015 mengenai impor produk kehutanan, hal utama pembaruan adalah (i) ‘waktu pemberlakuan’ menjadi 1 Januari 2016 (menimbang kesiapan aturan pelaksanaan dan kesiapan pelaku usaha untuk menerapkannya), serta (ii) kejelasan tata cara pelaksanaan uji tuntas (‘due diligence’) sebagai dasar penerbitan deklarasi impor (importir) dan rekomendasi impor (KLHK), untuk kemudian sebagai dasar persetujuan impor (Kemendag). Impor

produk kehutanan dijamin dengan DKP (untuk

pengangkutan kayu dari titik masuk/pelabuhan ke titik industri atau titik Tempat Penampungan Terdaftar/ TPT ataupun penguasaan gudang), yang sesuai dengan data dan informasi hasil uji tuntas yang menjadi landasan dari Deklarasi Impor, Rekomendasi Impor, serta Persetujuan Impor. Untuk ketersambungan/ sinergisitas dengan Permendag 97/2015 mengenai ketentuan impor ini, direncanakan akan dikeluarkan Surat Edaran dari Dirjen Pengelolaan Hutan Produksi Lestari KemenLHK.

Peraturan Presiden 21/2014 mengenai ratiikasi FLEGT-VPA, mencakup pokok-pokok kesepakatan FLEGT-VPA. Hal-hal yang dicakup termasuk cakupan produk yang akan dicakup dalam lisensi FLEGT (Lampiran I VPA), deinisi legalitas berisi cakupan standar veriikasi legalitas untuk tiap unit usaha (Lampiran II VPA), terkait penerapan lisensi FLEGT (Lampiran III dan IV VPA), jabaran sistem jaminan legalitas dan peran masing-masing elemennya (pemerintah, lembaga akreditasi, lembaga penilai/veriikasi legalitas, auditi/unit usaha kehutanan, dan pemantau independen) serta

rekonsiliasi pada setiap rantai pasokan (Lampiran V VPA), serta mengenai asesmen penerapan penuh SVLK sebagai dasar untuk penerapan lisensi FLEGT (Lampiran VIII VPA). Lampiran VI VPA mengenai

Penilaian Berkala (Periodic Evaluation/PE), Lampiran VII VPA mengenai Pemantauan Pasar Independen

(Independent Market Monitoring/IMM), serta ‘Social Safeguard’ yang melandasi ‘Monitoring Dampak’ (dalam Pasal atau ‘Article’ 12 VPA). Lampiran IX VPA mengenai Keterbukaan Informasi Publik (yang juga menjadi acuan informasi bagi pemantauan implementasi SVLK sebagai komponen utama VPA, serta implementasi dari instrumen VPA lainnya seperti Record of Discussion/RoD dari Joint Implementation Committee/ JIC dan laporan tahunan/ Annual Report).

Sebagai catatan: Lampiran I VPA mengenai cakupan produk telah sesuai/

(9)

Rancangan Pembaruan Aturan

Implementasi SVLK (Drafting)

Sejalan dengan pembenahan tata kelola secara berkelanjutan, saat ini tengah berlangsung proses multipihak dalam merumuskan rancangan pembaruan aturan mengenai SVLK (masih dalam proses drafting), khususnya untuk perubahan/revisi Permenhut 43/2014 jo PermenLHK 95/2014 serta perubahan/revisi Perdirjen sebagai aturan pelaksananya. Rencana pembaruan tersebut meliputi pembaruan (update) aturan konsideran, serta ketentuan dalam batang tubuh antara lain terkait subyek/ auditi, pemantauan, Veriikasi Legalitas Bahan Baku (VLBB), kejelasan tindak lanjut atas ketidaksesuaian berdasarkan hasil veriikasi legalitas kayu, serta tata laksana sertiikasi multilokasi dan sertiikasi kelompok.

Rancangan konsideran dalam pembaruan (update) aturan tersebut akan mencakup antara lain: UU 13/2006 jo 31/2014

mengenai Perlindungan Saksi dan Korban, UU 14/2008 mengenai Keterbukaan Informasi Publik, UU 32/2009 mengenai Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU 18/2013 mengenai Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, serta Peraturan Presiden 21/2014 mengenai

Pengesahan FLEGT-VPA. Terkait subyek/auditi, rancangan pembaruan akan termasuk cakupan izin pemungutan hasil hutan kayu (IPHHK), kesatuan pemangkuan hutan (KPH), pemanfaatan kayu melalui ijin pertambangan (IPPKH), hutan milik Desa, serta industri pengolahan kayu rakyat (IPKR).

Berkenaan dengan Veriikasi Legalitas Bahan Baku (VLBB), dirancang akan diterapkan sebagai mekanisme yang bersifat temporal atau transisi. VLBB diterapkan dalam hal pemasok yg belum S-LK/ DKP, dengan jaminan kayu benar dapat dipastikan berasal dari sumber yang telah memiliki S-PHPL/S-LK/DKP, melalui veriikasi oleh Lembaga Veriikasi Legalitas Kayu (LVLK). Hal ini antara lain sesuai dengan pembahasan di tingkat teknis, yang juga

(10)

mempertimbangkan upaya untuk kesiapan penerapan lisensi FLEGT dalam waktu dekat (dalam kerangka VPA). Berkenaan dengan

‘ketidakpemenuhan’ dalam veriikasi legalitas kayu, auditi wajib menyelesaikan temuan ketidaksesuaian tersebut, untuk kemudian auditi dapat mengajukan kembali permohonan sertiikasi, baik kepada lembaga penilai/veriikasi sebelumnya maupun kepada lembaga penilai/ veriikasi lainnya.

Terkait sertiikasi multilokasi dan sertiikasi kelompok: Sertiikasi multilokasi dapat diterapkan bagi Pemilik Hutan Hak serta Pemegang Hak Pengelolaan. Sertiikasi multilokasi dilaksanakan secara sampling terhadap ‘anggota’ dari sertiikasi multilokasi, dengan konsekuensi apabila ada yang gagal/gugur ataupun dalam hal terdapat

ketidakpenuhan dari ‘anggota’ dari sertiikasi multilokasi (termasuk tindak lanjut atas laporan keluhan) maka seluruh sertiikasi menjadi batal/gugur. Sertiikasi kelompok dapat diterapkan bagi Pemilik Hutan Hak serta Pemegang Izin. Sertiikasi kelompok dilaksanakan secara sensus terhadap seluruh ‘anggota’ dari sertiikasi kelompok, dengan konsekuensi apabila ada yang gagal/gugur maka dikeluarkan dari kelompok

Penutup

Demikian ringkas perkembangan aturan

terkait implementasi SVLK, menuju penguatan

pelaksanaan dan pemberlakuan implementasi

penuh, sebagai titik kelanjutan dari upaya

pembenahan tata kelola (‘good governance’)

serta dalam hal keberterimaan dan

pengakuan internasional, untuk mendukung

tujuan pemberantasan ‘illegal logging’ dan

‘illegal timber trade’.

sertiikasi sehingga sertiikat tetap berlaku (setelah dikeluarkannya anggota kelompok yang gagal/ gugur).

Terkait pemantauan: rancangan pembaruan/ penyempurnaan antara lain akan mencakup hal-hal yang berkenaan dengan akses informasi, jaminan/dukungan terkait keamanan, serta dukungan pendanaan.

(11)

Jakarta & London. Berbagai organisasi non-pemerintah menyatakan bahwa keputusan mendadak untuk membebaskan 15 kelompok produk dari sistem veriikasi legalitas kayu (SVLK) Indonesia dapat mengakibatkan tertutupnya akses produk-produk kayu Indonesia ke pasar Uni Eropa, menunda atau menyabotase kesepakatan perdagangan kayu Uni Eropa-Indonesia yang telah dirundingkan cukup lama, serta merugikan reputasi industri kehutanan Indonesia.

Peringatan ini antara lain berasal dari Jaringan Pemantau Independen Kehutanan (JPIK) serta Environmental Investigation Agency (EIA) yang berbasis di London, menyusul disahkannya Peraturan Menteri Perdagangan No. 89/M-DAG/PER/10/2015 pada 19 Oktober lalu, yang berdampak memperlemah SVLK.

Di bawah Sistem Veriikasi Legalitas Kayu (SVLK), seluruh operasi eksportir produk kayu harus diaudit untuk menjamin

Press Release Bersama :

JPIK dan EIA

Pelonggaran Peraturan Skema Legalitas Kayu

Melemahkan Reformasi Tata Kelola Kehutanan,

Mengancam Akses Pasar Uni Eropa bagi Ekspor Furnitur

Indonesia, dan Merugikan Merk Indonesia

(12)

kepatuhan terhadap standar legalitas yang mencakup pasokan bahan mentah, serta pabrik atau praktik dagang. Jika hasil audit positif, eksportir akan diberikan Sertiikat Legalitas Kayu (S-LK) dapat digunakan untuk mendapatkan “Dokumen V-Legal”, yaitu suatu izin ekspor yang disyaratkan secara hukum untuk mengekspor produk kayu. Selain memang berlaku untuk ekspor ke seluruh pasar, sistem ini juga merupakan dasar dari Voluntary Partnership Agreement (VPA) yang telah dirundingkan sejak lama antara Indonesia dengan Uni Eropa. Begitu VPA aktif, produk kayu yang tidak memiliki Dokumen V-Legal akan ditolak di pelabuhan-pelabuhan Uni Eropa, dan tidak dapat dijual di pasar Uni Eropa. Sebaliknya, produk-produk yang memiliki Dokumen V-Legal juga akan dibebaskan dari EU

Timber Regulation (EUTR), yang melarang kayu ilegal diperjual-belikan di Uni Eropa dan mewajibkan perusahaan-perusahaan Uni Eropa untuk melakukan uji tuntas terhadap pembelian produk-produk kayu yang mereka lakukan. Dengan demikian, Dokumen V-Legal menjadi faktor penting bagi para eksportir Indonesia yang ingin mengakses pasar Eropa.

Peraturan baru tersebut secara permanen membebaskan seluruh eksportir produk kayu dengan 15 pos tarif (HS Codes) dari kewajiban menjalani audit SVLK untuk mengekspor. Meskipun perusahaan-perusahaan yang dibebaskan tersebut, yang banyak diantaranya telah melakukan ekspor bernilai jutaan dollar, masih harus menggunakan kayu bersertiikasi SVLK, tidak ada pemeriksaan yang akan dilakukan untuk

menjamin perusahaan-perusahaan tersebut benar-benar melakukan kewajibannya, dan hal ini membuka peluang besar untuk memasukkan kayu tak bersertiikat atau ilegal ke dalam rantai pasok. Pembebasan yang diberlakukan Kementerian Perdagangan tersebut ditentang keras oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dan telah mendorong Duta Besar Uni Eropa untuk Indonesia untuk menulis surat kepada Menteri Perdagangan pada 23 Oktober.

“Peraturan Menteri Perdagangan tersebut menunjukkan adanya inkonsistensi struktural pada upaya yang sudah lama dijalankan Indonesia untuk memperbaiki tata kelola kehutanan melalui penerapan Sistem Veriikasi Legalitas Kayu (SVLK), dan akan mengganggu cakupan dan kerangka

(13)

Catatan editor: 

JPIK (Jaringan Pemantau Independen Kehutanan) adalah sebuah jaringan independen yang didirikan pada 23 September 2010 oleh 29 LSM dari Aceh hingga Papua. Mandat utama JPIK adalah memantau dan memperkuat SVLK dan pelaksanaannya,

sebagai alat utama untuk meningkatkan tata kelola kehutanan dan perdagangan.

EIA (Environmental Investigation Agency) adalah sebuah organisasi pengkampanye independen yang berbasis di Inggris yang berkomitmen untuk membuat perubahan yang dapat melindungi lingkungan hidup dari kejahatan dan perusakan lingkungan.

SVLK (Sistem Veriikasi Legalitas Kayu) adalah persyaratan wajib bagi seluruh produsen, pemroses dan eksportir kayu untuk menjalani audit secara independen untuk memastikan kepatuhan mereka terhadap standar Veriikasi Legalitas yang mencakup kriteria, indikator, veriier, metode veriikasi, dan norma-norma penilaian yang dikembangkan melalui suatu proses negosiasi multistakeholder.

Dokumen-dokumen V-Legal menyatakan bahwa suatu produk kayu untuk diekspor telah memenuhi standar veriikasi legalitas kayu yang ditetapkan dalam SVLK.

Lembaga Veriikasi Legalitas Kayu adalah lembaga-lembaga berbadan hukum independen yang memveriikasi legalitas kayu berdasarkan SVLK dan menerbitkan dokumen-dokumen V-Legal atas izin dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Voluntary Partnership Agreement (VPA) adalah salah satu komponen utama dalam 2003 EU

Forest Law Enforcement, Governance and Trade

(FLEGT) Action Plan. VPA Indonesia-Uni Eropa telah dirundingkan oleh Pemerintah Indonesia dengan Uni Eropa sejak 2008, dan telah ditandatangani pada 30 September 2013 dan diratiikasi oleh kedua belah pihak pada 2014.

waktu yang diusulkan untuk pelaksanaan Indonesia-EU Voluntary Partnership Agreement (VPA),” Zainuri Hasyim, Dinamisator Nasional JPIK, menjelaskan. Faith Doherty, Forest Campaign Leader EIA juga sepakat dan mengatakan “Peraturan Kementerian Perdagangan tersebut semacam memberikan ‘pintu belakang’ bagi sekelompok perusahaan elit yang memiliki koneksi tingkat tinggi. Peraturan tersebut melanggar tujuan dan mekanisme yang mendasari SVLK dan VPA. Hal ini akan menyebabkan VPA harus dirundingkan ulang, atau harus didesainnya kembali sistem perizinan SVLK, atau pemblokiran struktural atas perusahaan-perusahaan yang

dibebaskan tersebut dari pasar Uni Eropa. Peraturan buruk yang ironisnya dibuat untuk mempercepat deregulasi ini harus segera diamandemen.”

(14)

Ketidakpatuhan terhadap pelaksanaan SVLK dan pengingkaran kebijakan terkait perlindungan hutan alam masih ditemukan di lapangan. Pemerintah harus memperketat pengawasan dan memberikan sanksi tegas bagi perusahaan yang terbukti melakukan pelanggaran terhadap pelaksanaan SVLK. Sistem Veriikasi Legalitas Kayu atau yang dikenal dengan SVLK adalah upaya yang dibangun oleh pemerintah untuk memerangi pembalakan liar dan perdagangan kayu illegal. Penerapan SVLK juga merupakan upaya perwujudan good forest governance atau tata kelola hutan yang baik di Indonesia. SVLK bersifat wajib (mandatory) bagi seluruh perusahaan di bidang kehutanan baik di hulu maupun hilir. Penerapan SVLK mewajibkan perusahaan menaati aturan-aturan yang belaku, diantaranya menghindari konlik sosial dengan masyarakat sekitar konsesi, tidak memanfaatkan kayu dari kawasan lindung yang ditetapkan oleh perusahaan, dan bagi industri kayu tidak menggunakan

Ketidakpatuhan SVLK,

Pengingkaran Kebijakan

Perlindungan Hutan Alam

& Gambut

bahan baku kayu tanpa sertiikat SVLK. Ketiga aspek ini merupakan beberapa prasyarat untuk sebuah kelulusan dalam proses veriikasi.

Hasil penelusuran yang dilakukan oleh JPIK, FWI, KSPPM, dan PW. AMAN wilayah Maluku Utara menemukan masih terjadi ketidakpatuhan perusahaan pemegang ijin terhadap pelaksanaan SVLK, khususnya di provinsi Sumatera Utara, Kalimantan Utara, dan Maluku Utara. “Pemberian sanksi tegas terhadap perusahaan-perusahaan yang melanggar aturan SVLK mutlak diterapkan pemerintah, baik perusahaan yang bergerak di hulu maupun di tingkatan hilir”, ujar Muhamad Kosar, Dinamisator JPIK. Sampai saat ini konlik masih terjadi antara masyarakat dan perusahaan HTI PT. Toba Pulp Lestari (PT. TPL) di Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara. Penebangan dan perampasan Hutan Kemenyan milik masyarakat adat oleh perusahaan TPL menjadi penyebab konlik

Jakarta, 22 Desember 2015.

Press Release Bersama : JPIK dan FWI

(15)

dan menghilangkan sumber-sumber kehidupan masyarakat. Temuan lain dari hasil pemantauan lapangan, bahwa PT. TPL juga melakukan penebangan di sepadan sungai dan area lindung di dalam konsesinya.

“Pemberian sanksi tegas terhadap

perusahaan-perusahaan yang melanggar aturan SVLK mutlak

diterapkan pemerintah, baik perusahaan yang

bergerak di hulu maupun di tingkatan hilir”

Muhamad Kosar, Dinamisator JPIK.

Pelanggaran terhadap aturan SVLK juga dilakukan oleh perusahaan HTI PT. Adindo Hutani Lestari, yang berada di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara. Di dalam konsesi PT. Adindo Hutani Lestari, ditemukan penebangan

dan pembukaan lahan yang merupakan wilayah gambut dalam. “Pembukaan lahan pada wilayah gambut dalam dan praktik penebangan pada areal yang dilindung jelas melanggar aturan SVLK”, ujar Kosar di dalam siaran pers. Tidak hanya itu,

(16)

perusahaan ini diindikasikan telah melakukan penyerobotan lahan masyarakat akibat ketidakjelasan tata batas dan tidak melalui FPIC (free prior and informed consent). Indikasi pelanggaran ditemukan juga dalam rantai peredaran dan pasokan kayu ke tingkatan hilir, yaitu industri kayu primer. Salah satu perusahaan yang diidentiikasi adalah PT. Panca Usaha Palopo Plywood yang berada di Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan. Perusahaan industri kayu terbesar di Sulawesi ini diduga kuat menerima pasokan kayu dari sumber yang tidak memiliki legalitas. Sumber kayu tersebut berasal dari perusahaan HPH PT. Mohtra Agung Persada di Kabupaten Halmahera Tengah, Maluku Utara. Data realisasi Rencana Pemenuhan Bahan Baku Industri (RPBBI) sampai dengan bulan November 2015 memperlihatkan bahwa PT. Panca Usaha Palopo Plywood masih menerima kayu dari PT. Mohtra Agung Persada sebanyak 10.155,11 m3. Ini tentu saja menunjukkan lemahnya sistem pengawasan terkait peredaran kayu bulat yang diterapkan pemerintah. “Seharusnya dokumen RPBBI yang dimiliki KLHK mampu menjaga bahwa hanya kayu-kayu dari sumber legal yang wajib dikonsumsi oleh industri”, ujar Mufti Barri, Juru Kampanye FWI. “Konversi hutan alam tanpa adanya SVLK yang dilakukan oleh PT. Mohtra Agung Persada akan menimbulkan konlik dan dampak buruk terhadap daya dukung lingkungan di Halmahera Tengah. Sulitnya akses informasi terkait aktiitas perusahaan menjadi kendala utama pengawasan dari masyarakat. Keterbukaan informasi dalam pengelolaan hutan menjadi kunci agar masyarakat mengetahui

a a akiitas perusahaa ya g legal da ilegal”, tutup Muti dala siara pers ya.

(17)

Catatan Editor:

Forest Watch Indonesia (FWI) merupakan jaringan pemantau hutan independen yang terdiri dari individu-individu yang memiliki komitmen untuk mewujudkan proses pengelolaan data dan informasi kehutanan di Indonesia yang terbuka sehingga dapat menjamin pengelolaan sumberdaya hutan yang adil dan berkelanjutan.

JPIK merupakan Jaringan Pemantau Independen Kehutanan berdiri pada tanggal 23 September 2010 yang disepakati dan di deklarasikan oleh 29 LSM dan jaringan LSM dari Aceh sampai Papua yang aktif dalam memantau implementasi Sistem Veriikasi Legalitas Kayu (SVLK) di Indonesia.

Aliansi Masyarakat Adat Nusantara disingkat AMAN adalah organisasi kemasyarakatan (ORMAS)

independen yang anggotanya terdiri dari komunitas-komunitas masyarakat adat dari berbagai pelosok

Nusantara.

Kelompok Studi dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat (KSPPM) adalah Pusat studi dan advokasi gerakan rakyat di Sumatera Utara

Kebijakan Internal tentang Zero Deforestation diterapkan oleh group perusahaan Asia Paciic Resources Internatioan Ltd (APRIL), Kelompok Raja Garuda Mas (RGM). Seluruh anak perusahaan, serti PT. Adindo Hutani Lestari maupun perusahaan yang berailiasi (PT. Toba Pulp Lestari) harus mengikuti kebijakan tersebut.

Perlindungan hutan alam dan

gambut yang merupakan bagian dari kebijakan Zero Deforestation.

PT. Panca Usaha Palopo merupakan industri hilir pengelolaan kayu. Perusahaan tersebut mendapatkan Sertiikat Legalitas Kayu (S-LK) dari lembaga sertiikasi PT Mutu Agung Lestari, dengan nomor sertiikat LVLK-003/MUTU/LK-031.

PT. Toba Pulp Lestari memiliki sertiikat SVLK/Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (PHPL) yang diterbitkan oleh PT Ayamaru Sertiikasi.

PT. Adindo Hutani Lestari telah mendapat sertiikat Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (PHPL) dari PT. Sarbi International Certiication pada tangal 21 Oktober 2013 yang berlaku hingga 20 Oktober 2018

(18)

JPIK dalam Konferensi Perubahan

Iklim dalam COP21 UNFCCC:

Peran Penting & Tantangan

Pemantauan Independen dalam

Memperkuat SVLK

Gelaran Konferensi Perubahan Iklim dalam COP21 UNFCCC yang berlangsung di Paris 23 November-12 Desember 2015 lalu turut membahas tentang Sistem Veriikasi Legalitas Kayu (SVLK) sebagai instrumen perbaikan tata kelola kehutanan yang berdampak pada upaya pengurangan emisi gas rumah kaca. Sebuah sesi diskusi panel bertemakan ‘Sistem Legalitas Kayu untuk Perbaikan Lingkungan Hidup’ berlangsung di Paviliun Indonesia pada 5 Desember 2015. Zainuri Hasyim, Dinamisator Jaringan Pemantau Independen Kehutanan (JPIK) turut menjadi

pembicara bersama Putera

Oleh : Zainuri Hasyim

Menekankan kontribusi SVLK

terhadap pengurangan emisi gas

rumah kaca melalui pengurangan

pembalakan liar.  Sedangkan, para

pelaku industri mengklaim banyak

keuntungan yang diterima dengan

diimplementasikannya SVLK.

(19)

Parthama (Dirjen PHPL KemenLHK), Agus Sarsito (MFP), dan pengusaha industri dan mebel. Luca Perez, Policy Oicer DG Environment European Commission turut hadir dalam diskusi yang digelar oleh KLHK dan MFP ini.

Putera menekankan kontribusi SVLK terhadap pengurangan emisi gas rumah kaca melalui pengurangan pembalakan liar.  Sedangkan, para pelaku industri mengklaim banyak keuntungan yang diterima dengan diimplementasikannya SVLK. Sementara itu, Luca Perez, sebagai wakil EU menyatakan pujiannya terhadap kemajuan besar yang telah dicapai Indonesia dalam mengembangkan dan menyempurnakan SVLK dengan melibatkan pihak swasta dan masyarakat sipil. EU menyatakan harapannya agar FLEGT License sebagai titik inal dapat segera dicapai.

JPIK menekankan pentingnya peran pemantauan independen dalam memperkuat akuntabilitas SVLK. JPIK menyatakan, beberapa tantangan utama

dalam pelaksanaan pemantauan adalah akses terhadap informasi, perlindungan keamanan bagi pemantau, kurangnya koordinasi antara pusat dan daerah, serta perlunya peningkatan level peraturan. Tantangan utama di atas merupakan kenyataan yang dihadapi JPIK sebagai pemantau independan dalam SVLK.

Termasuk perbedaan sikap dua kementerian terhadap SVLK yang berlangsung saat ini harus segera diselesaikan. Menaikkan level peraturan SVLK (dari Peraturan Menteri menjadi Peraturan Pemerintah) merupakan solusi yang dimungkinkan.

JPIK berharap agar berbagai tantangan dapat terus dibenahi seiring dengan upaya pelaksanaan SVLK secara utuh dalam skema kerjasama Indonesia dengan Uni Eropa. Keseriusan pemerintah dalam membenahi SVLK, baik dalam aspek regulasi maupun pelaksanaanya di tingkat lapangan, merupakan bukti kuat atas upaya perbaikan tata kelola kehutanan di Indonesia.

(20)

Berdasarkan hasil temuan lapangan, meskipun HTI PT Toba Pulp Lestari dan PT Adindo Hutani Lestari memiliki sertiikat PHPL dan VLK, namun sertiikasi tersebut tidak secara penuh menjamin tidak adanya aktivitas illegal yang dilakukan oleh perusahaan tersebut. Di lapangan masih ditemukan aktivitas yang menyebabkan terjadinya konversi hutan alam, konlik sosial dan tenurial, menurunnya daya dukung lahan dan kualitas air yang disebabkan oleh ekspansi kedua HTI tersebut.

Selain itu, dibulan yang sama JPIK melakukan pemantauan pada IUPHHK-HA PT Mohtra Agung Persada di Maluku Utara. Kegiatan ini bekerjasama denga Pengurus Wilayah Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Maluku Utara. Kayu bulat hasil tebangan PT Mohtra Agung Persada diangkut untuk dijadikan bahan baku industri primer kayu dengan tujuan Palopo, Buru, Kuala Kapuas, Banda Luwu, Tidore, Lampung, Surabaya, Gresik, dan Tanjung Priok. Tidak ditemukan tanda V-Legal pada penampang kayu maupun pada dokumen Surat Keterangan Sahnya Kayu Bulat (SKSKB), bahkan belum ada dokumen yang ditemukan terkait dengan proses sertiikasi perusahaan tersebut.

Dalam rangka memastikan kinerja

Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (PHPL), JPIK melakukan pemantauan pada IUPHHK-HTI PT Toba Pulp Lestari di Sumatera Utara dan PT Adindo Hutani Lestari di Kalimantan Utara. Pemantauan dilaksanakan pada bulan Agustus – September 2015, di Sumatera Utara JPIK bekerjasama dengan Kelompok Studi dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat (KSPPM) sebagai salah satu lembaga yang aktif melakukan pendampingan masyarakat disekitar konsesi PT Toba Pulp Lestari dan Yayasan Leuser Lestari (YLL) sebagai Focal Point JPIK Sumatera Utara.

JPIK Pantau

Implementasi SVLK

di Sumatera Utara,

Kalimantan Utara, dan

Maluku Utara

Oleh : Muhammad Kosar

© FWI.or.id

(21)

penguatan SVLK adalah dilakukannya pemantauan pelaksanaan Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (PK-PHPL) dan Veriikasi Legalitas Kayu (VLK) yang dilakukan oleh Lembaga Penilai Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (LPPHPL) atau Lembaga Veriikasi Legalitas Kayu (LVLK) sebagaimana tertuang dalam Permenhut 43/2014 jo PermenLHK 95/2014. Dalam upaya penguatan SVLK, salah satu yang terpenting adalah keterbukaan akses dan informasi yang terbuka bagi publik. LPPHPL dan LVLK berperan penting menyediakan akses dan informasi terhadap suatu unit manajamen yang akan dilakukan penilaian. Ketersediaan akses dan informasi merupakan aspek penting dalam pemantauan Penilaian Kinerja PHPL dan VLK yang dilakukan JPIK, sebagaimana tertuang dalam Lampiran 4 Perdirjen BUK P.14/2014 tentang Pedoman Pemantauan Independen bahwa Pemantau Independen mempunyai hak mengakses dokumen atau informasi publik yang diperlukan dalam kegiatan pemantauan.

Wujud kontribusi aktif JPIK dalam mendorong tata kepemerintahan kehutanan yang baik, adalah dengan turut serta dalam memastikan kredibilitas dan akuntabilitas implementasi SVLK. Salah satu bentuk partisipasi dalam upaya

Publikasi Pelaksanaan

Sertifikasi SVLK

Belum Terlaksana

Penuh

Oleh : Dhio Teguh Ferdyan

(22)

Namun dalam prakteknya LPPHPL dan LVLK lalai menyediakan akses terhadap dokumen atau informasi publik yang dibutuhkan Pemantau Independen. JPIK sebagai lembaga Pemantau

Independen menyampaikan keluhan kepada

LPPHPL dan LVLK dalam menyediakan akses dan informasi. Salah satu bentuk informasi yang dimaksud dalam penyampaian keluhan oleh JPIK adalah ketiadaan pengumuman rencana penilaian atau hasil penilaian yang tidak dipublikasikan melalui portal Sisitem Informasi Legalitas Kayu (SILK) dan Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Dari hasil pantauan JPIK pada website SILK dan Kementerian KLHK masih terdapat LPPHPL dan LVLK yang tidak mencantumkan rencana penilaian

ataupun hasil penilaian, sebagiamana ketentuan Lampiran 3.1 Perdirjen BUK P.14/2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari:

F.8. Pengumuman hasil keputusan penilaian disertai dengan resume hasil penilaian dilakukan melalui website Kementerian (www. dephut.go.id dan www.silk.dephut. go.id) dan website LPPHPL.

G.12. LPPHPL mempublikasikan setiap penerbitan, perubahan, pembekuan dan pencabutan S-PHPL

(maupun terhadap S-LK) di website LPPHPL dan website Kementerian (www. dephut.go.id dan silk.dephut.go.id) selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kalender setelah penetapan keputusan.

G.13. Publikasi penerbitan S-PHPL (maupun terhadap S-LK) dilengkapi resume

hasil audit, yang memuat informasi mengenai identitas LPPHPL, identitas auditee dan hasil penilaian yang merupakan ringkasan justiikasi setiap indikator PHPL serta setiap veriier LK, mengacu pada pedoman pelaporan sebagaimana ketentuan.

(23)

Upaya JPIK dalam mengawasi kredibilitas SVLK terus dilakukan untuk menjaga kesesuian implementasi SVLK dilapangan. Salah satu bentuk pengawasan JPIK adalah melakukan pemantauan terhadap unit manajemen kehutanan yang terindikasi melakukan penyimpangan. Tindak lanjut dari hasil pemantauan tersebut direalisasikan dalam bentuk laporan hasil pemantauan maupun laporan langsung kepada para pihak, seperti kementerian dan dinas terkait maupun kepolisian apabila ditemukan sebuah tindak kriminal dari hasil pemantauan.

(24)

JPIK Kalimantan Tengah melakukan studi kasus mendalam terkait berbagai penyimpangan yang terang-terangan dilakukan terhadap berbagai sektor perizinan dan peraturan di Kalimantan Tengah – zona utama kejahatan hutan – dijelaskan dalam laporan ini, antara lain:

• Pelanggaran terhadap peraturan-peraturan terkait perizinan perkebunan, kayu dan lingkungan yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan yang melakukan

pembukaan hutan di beberapa wilayah di Kalimantan Tengah yang memiliki hutan tropis terkaya di Indonesia.

• Adanya keterkaitan yang jelas terlihat antara serangkaian konsesi kelapa sawit, kepala daerah yang korup

dan salah satu kasus suap politik ternama dalam beberapa tahun belakangan.

• Berbagai upaya yang dilakukan oleh suatu perusahaan kelapa sawit untuk menyuap pihak berwajib dengan sejumlah uang ratusan juta untuk menghentikan investigasi terhadap kegiatan ilegal yang dilakukan perusahaan tersebut.

• Pemerintah lokal yang mengkhianati masyarakat adat dan memfasilitasi pengalihan sumber daya milik masyarakat adat dalam jumlah besar kepada perusahaan-perusahaan swasta. Hasil pemantauan yang dilakukan oleh JPIK Kalimantan Tengah ditemukan modus baru illegal logging yang

dilakukan secara koorporasi melalui konversi hutan dalam konsesi perkebunan kelapa sawit, serta

IUIPHHK-HA yang sudah tidak terkendali. Hal ini menimbulkan konlik tenurial baik secara vertikal maupun horizontal yang melibatkan masyarakat pengusaha, dan pemerintah. Munculnya konlik ini menjadi

salah satu penyebab tertutupnya akses publik oleh pemerintah terutama dalam proses perizinan yang tidak transparan sehingga merampas hak-hak masyarakat adat. Merunut pada hasil pemantauan tersebut, JPIK Kalimantan Tengah mengajukan laporan polisi ke Polres Gunung Mas dan Polres Lamandau untuk menindaklanjuti hasil pemantauan JPIK Kalimantan Tengah terhadap perusahaan kelapa

(25)

Tindak Pemalsuan

Sertifikat Legalitas

Kayu (S-LK)

di Jawa Timur

Oleh : Muhammad Ichwan (JPIK Jawa Timur)

beralamat di Desa Catak Gayam Kecamatan Mojoagung Kabupaten Jombang.

Dugaan pemalsuan sertiikat ini ditemukan ketika LVLK Sucoindo melakukan proses re-sertiikasi pada PT Usaha Loka yang beralamat di Malang pada September 2015, dimana UD Narda Jati Jaya adalah salah satu pemasok PT Usaha Loka. Pemalsuan yang dilakukan oleh UD Narda Jati Jaya adalah dengan melampirkan sertiikat VLK Asosiasi Pengusaha Industri Kayu Jombang (APIK Jombang) No. 072/LVLK-009/XI/2014 yang diterbitkan oleh LVLK Transtra Permada pada 24 November 2014, di mana dalam sertiikat tersebut tercantum anggota APIK Jombang adalah UD Ika Jati, UD Barokah, UD Rimba Asri, UD PK Mojopahit dan UD Narda Jati Jaya. Sementara sertiikat asli VLK APIK Jombang No. 072/LVLK-009/XI/2014 diterbitkan pada 6 Januari 2015 oleh LVLK Transtra Permada dimana anggota APIK Jombang terdiri dari UD Ika Jati, UD Barokah, UD Rimba Asri dan UD Yani Indah Jaya.

Terkuaknya indikasi pemalsuan terjadi ketika salah satu pemasok PT Usaha Loka, Sejak awal SVLK diimplementasikan masih

ada oknum yang memanfaatkan celah SVLK untuk tetap menjual dan memperdagangkan kayu ilegal baik kayu dari Hutan Alam maupun Hutan Tanaman. Seperti yang terjadi di Jawa Timur September 2015, LVLK Sucoindo menemukan upaya pemanfaatan SVLK dengan melakukan pemalsuan sertiikat VLK oleh UD Narda Jati Jaya yang

(26)

yaitu UD Ika Jati juga melampirkan sertiikat VLK APIK Jombang, yang berbeda dengan sertiikat VLK APIK Jombang yang dilampirkan oleh UD Narda Jati Jaya. Melihat adanya perbedaan sertiikat VLK antara kedua perusahaan tersebut menyebabkan LVLK Sucoindo melakukan konirmasi kepada LVLK Transtra Permada selaku penerbit sertiikat yang menyatakan UD Narda Jati

Jaya bukan anggota dari APIK Jombang.

Pemalsuan Sertiikat VLK yang dilakukan oleh UD Narda Jati Jaya merupakan pelanggaran hukum dan sebagai salah satu bentuk upaya melemahkan SVLK yang harus menjadi perhatian banyak pihak agar memperkecil peluang bagi kayu ilegal dengan mudah masuk dalam sistem SVLK. JPIK Provinsi

Jawa Timur memandang penting untuk memperkuat kebijakan terkait

“Standar dan Pedoman Pelaksanaan Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (PHPL) dan Veriikasi Legalitas Kayu (VLK), guna memperkuat pelaksanaan SVLK dan menutup kemungkinan peluang oknum yang ingin melemahkan SVLK. Gambar 3 Sertiikat Palsu APIK Jombang

Sejak awal SVLK diimplementasikan

masih ada oknum yang memanfaatkan

(27)

Pertemuan Nasional (Pernas) pada tanggal 16-17 September 2015 yang merupakan forum tertinggi dalam JPIK diselenggarakan oleh Dinamisator Nasional setiap tahun sekali dengan mengundang Focal Point dan perwakilan anggota dari masing-masing Focal Point. Tujuan Pernas ini selain untuk melakukan konsolidasi dan koordinasi jaringan, serta evaluasi dan menyusun rencana strategis, adalah menetapkan Dinamisator Nasional, Dewan Kehormatan, dan Focal Point JPIK.

Dari hasil Pernas tersebut, ditetapkan Dinamisator Nasional, Dewan Kehormatan,

Pertemuan Nasional

JPIK 2015

dan 24 Focal Point. Berikut hasil keputusan berdasarkan Pernas 2015:

Dinamisator Nasional 1. Zainuri Hasyim 2. Christian Bob Purba 3. Muhamad Kosar Dewan Kehormatan 1. Arbi Valentinus 2. Mahir Takaka 3. Mardi Minangsari 4. Wirendro Sumargo 5. Ery Damayanti

Focal Point

Focal Point Nama Focal Point Lembaga Email

(28)

Focal Point Nama Focal Point Lembaga Email

Kalimantan Timur Ahmad SJA (Among) PADI amonglumut@gmail.com among_lumut@yahoo.com Kalimantan Utara Kamirudin GAPETA BORNEO gami18@ymail.com Sulawesi Selatan Mustam Arif Jurnal Celebes mustamarif@gmail.com

Sulawesi Tenggara Imanche Al Rahman Komnas-Desa imanche_alrahman@yahoo.com Sulawesi Tengah Rizal Evergreen rizalcadas@yahoo.com

Sulawesi Barat M. Ikhsan Welly Walhi Sulawesi

Barat yanmarindo_sulbar@yahoo.co.id Gorontalo Hasyim* Sekretariat Nasional

JPIK jpikmail@gmail.com Papua Barat Pietsau Amafnini Jasoil menawi2001@yahoo.com Papua Lyndon Pangkali* Sekretariat Nasional

JPIK jpikmail@gmail.com Maluku Jean Hendry Souisa* Sekretariat Nasional

JPIK jpikmail@gmail.com

* Masih dalam konirmasi keaktifan sebagai Focal Point JPIK

PROFIL DINAMISATOR NASIONAL

JARINGAN PEMANTAU INDEPENDEN KEHUTANAN (JPIK)

Zainuri Hasyim.

Akrab dengan sapaan Zen, dilahirkan di Sumenep pada tahun 1974. Laki-laki lulusan Universitas Riau yang juga menjabat sebagai Direktur Yayasan Mitra Insani (YMI) ini sudah terlibat aktif dalam JPIK sejak 2010. Sejak saat itu pula, Zen ditunjuk sebagai Focal Point JPIK untuk Provinsi Riau. Kecakapan dan kapasitas Zen yang mumpuni dalam isue SVLK menjadikannya sebagai Dinamisator Nasional JPIK pada tahun 2014, dan posisi ini masih didudukinya hingga saat ini. “Sampaikan atau diam sama sekali” adalah motto hidupnya. Zainuri Hasyim dapat dihubungi melalui email: zainurihasyim@gmail.com; dan Tel: +62-811-754-409.

(29)

Muhamad Kosar, akrab dengan sapaan Kosar, dilahirkan di Sukabumi pada tahun 1982. Kosar mulai terlibat di dunia LSM sejak tahun 2000 sebagai pendiri ABSOLUTE, LSM lingkungan di Kabupaten Sukabumi. Keterlibatannya dengan LSM nasional dimulai dengan Telapak sebagai volunteer pada tahun 2002. Kemudian pada tahun 2010, Kosar mengemban tugas sebagai Focal Point JPIK untuk provinsi Jawa Bagian Barat. Keterlibatan aktif Kosar dalam isue SVLK, membuatnya dipercaya untuk mengemban tugas sebagai Dinamisator Nasional JPIK sejak September 2015. “Masa lalu adalah cermin, masa kini adalah tantangan, masa depan adalah peluang” adalah motto hidupnya. Muhammad Kosar dapat dihubungin melalui

email: mkosar@fwi.or.id : dan Telp: +62-813-1872-6321

“Masa lalu adalah cermin, masa kini

adalah tantangan, masa depan adalah

peluang”

Christian P. P. Purba, akrab dengan sapaan Bob, dilahirkan di Pematang Siantar pada tahun 1972. Laki-laki lulusan Institut Pertanian Bogor (IPB) ini memulai karirnya di dunia LSM sebagai volunteer di Telapak pada pertengahan 1998 hingga akhirnya menjabat sebagai Wakil Direktur Telapak peridoe 2008-2012. Kecakapan dan kepeduliannya terhadap lingkungan, membuatnya dipercaya untuk menduduki posisi Direktur Eksekutif Forest Watch Indonesia (FWI) pada 2004 -2008, dan 2013 hingga sekarang. Sebagai anggota aktif JPIK, Bob juga dipercaya untuk menjabat sebagai Dinamisator Nasional JPIK sejak September 2015 untuk membawa JPIK sebagai lembaga Pemantau Independen Kehutanan yang kredible. “Dengan bekerja keras, pasti ada sesuatu yang bisa dihasilkan” adalah motto hidupnya. Christian ‘Bob’ Purba dapat dihubungi melalui Email: bob@ fwi.or.id dan Tel: +62-812-110-5172.

Gambar

Gambar 2 Sertiikat Asli APIK Jombang
Gambar 3 Sertiikat Palsu APIK Jombang

Referensi

Dokumen terkait

Dari generasi ke generasi komputer selalu mengalami perubahan-perubahan mulai dari pemakaian vacuum tube (generasi pertama), resistor (generasi kedua), Integrated Circuit

Penulisan Tesis ini dengan Judul “PENYELESAIAN PERSELISIHAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA GURU TIDAK TETAP YANG BEKERJA DI SEKOLAH SWASTA DALAM HUBUNGAN INDUSTRIAL (Studi Perkara

Bila pada akhir tahap intensif pengobatan penderita baru BTA posiitif dengan kategori 1 atau penderita BTA positif pengobatan ulang dengan kategori 2 hasil

Memberikan informasi bahwa pemberian susu bebas laktosa memberikan hasil yang lebih baik dalam pengelolaan diare akut dehidrasi tidak berat pada anak dibandingkan dengan susu

Eksperimentasi bentuk heksagonal yang diambil dari sarang lebah merupakan bagian yang paling penting dari karya yang tidak terpisahkan dengan penggunaan teknik lukis dan teknik

Pemberi kerja pada perusahaan kecil, mungkin akan memulai dengan system manajemen sumber daya manual, biasannya dalam mendapatkan dan mengorganisasi satu set standar

Skripsi ini memuat tentang konsep prinsipil dari prinsip pembangunan berkelanjutan secara umum dan penerapannya dalam suatu deklarasi bersama yakni Deklarasi Rio Branco yang

Proses pengolahan data BPS selalu mengakomodir perkembangan teknologi dan informasi untuk menjawab tantangan kebutuhan data yang makin beragam serta peningkatan cakupan