FENOMENA GADIS CABE-CABEAN DAN BALAP LIAR
( Studi Tentang Latar Belakang Munculnya dan Peran Gadis Cabe-cabeanDalam Ajang Balap Liar di Jalan Tol Desa Blimbing Kecamatan Kesamben Kabupaten Jombang )
SKRIPSI
Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu
Sosial (S. Sos) dalam Bidang Sosiologi
Oleh:
ULIL ALBAB
NIM. B05211067
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
J U R U S A N I L M U S O S I A L
PROGRAM STUDI SOSIOLOGI
ABSTRAK
Ulil Albab, 2015, Fenomena Gadis Cabe-cabean dan Balap Liar Studi Tentang
Latar Belakang Munculnya dan Peran Gadis Cabe-cabean dalam ajang Balap Liar ( di Jalan Tol Desa Blimbing Kecamatan Kesamben Kabupaten Jombang), Skripsi Program Studi Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UINSunan Ampel Surabaya.
Kata Kunci: Fenomena, Cabe-cabean dan Balap Liar
Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini hanya lah satu yakni
bagaimana fenomena cabe-cabean yang terjadi di arena balap liar di daerah sekitar
jalan tol segunung Desa Blimbing Kecamatan Kesamben Kabupaten Jombang.
Namun dari satu rumusan masalah tersebut terdapat sebuah sub pembahasan
didalamnya, antara lain pembahasan mengenai latar belakang dan peran gadis
cabe-cabean di arena balap liar tersebut.
Metode yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif dengan teknik
pengumpulan data observasi, wawancara, dan dokumentasi. Teori yang digunakan
dalam melihat fenomena yang terjadi pada maraknya gadis cabe-cabean, serta
munculnya aksi balap liar di kawasan tersebut. ini adalah teori Fenomenologi
Edmund Husserl dan Alfred Schutz .
Dari hasil penelitian ini ditemukan bahwa: (1) latar belakang munculnya gadis
cabe-cabean dan balap liar di karenakan pergaulan, pengaruh dari daerah pertama
munculnya istilah cabe-cabean di Jakarta pusat dan lemahnya pengawasan dari
orang tua, serta pihak berwajib yang kurang adanya pembinaan. (2) peran dari
gadis cabe-cabean yang melekat pada aksi balap liar tersebut. Peran-peran tersebut
akibat pengaruh dan kesepakatan yang terbentuk dengan sendirinya di dalam
lingkungan balap liar yang disepakati oleh kedua pihak, yakni gadis cabe-cabean
PERNYATAAN PERTANGGUNGJAWABAN PENULISAN SKRIPSI .. vi
ABSTRAK ... vii
E. Definisi Konseptual ... 14
F. Telaah Pustaka ... 8
G. Metode Penelitian ... 18
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian ... 18
2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 18
3. Pemilihan Subyek Penelitian ... 19
4. Tahap-Tahap Penelitian ... 19
5. Teknik Pengumpulan Data ... 21
6. Teknik Analisis Data ... 23
7. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data ... 25
H. Sistematika Pembahasan ... 26
BAB II : TEORI FENOMENOLOGY EDMUND HUSSERL ... 30
A. Asal Usul Teori Fenomenologi ... 30
B.Fenomenologi ... 36
C. Pendekatan Fenomenologi Husserl ... 40
D. Subkultur Pemuda ... 45
BAB III : LATAR BELAKANG MUNCULNYA DAN PERAN GADIS CABE-CABEAN DALAM AJANG BALAP LIAR A.Karakteristik Desa Blimbing Kecamatan Kesamben Kabupaten Jombang ... 47
1. Letak Geografis Desa Blimbing Kecamatan Kesamben Kabupaten Jombang ... 47
a. Struktur Pemerintahan Desa Blimbing ... 47
b. Luas Wilayah Desa Blimbing ... 49
d. Orbitasi Desa Blimbing ... 52
e. Kondisi Topografi ... 53
f. Kondisi Klimatologi ... 53
g. Kondisi Hidrologi ... 53
h. Geologi ... 54
i.Karakteristik Jalan ... 54
2. Sejarah Desa Blimbing Kecamatan Kesamben Jombang... 55
3. Karakteristik Arena Balap ... 58
4. Kajian Sosial Terhadap Pembangunan Jalan Tol ... 58
B. Latar Belakang Munculnya dan Peran Gadis Cabe-cabean dalam Ajang Balap Liar ... 59
1. Latar Belakang Munculnya Gadis Cabe-cabean di Jalan Tol Non Aktif Desa Blimbing Kecamatan Kesamben Jombang ... 59
2. Ciri-ciri Gadis Cabe-cabean di Arena Balap Liar ... 67
3. Peran Gadis Cabe-cabean dalam Ajang Balap Liar... 72
4. Potret Perlakuan Gadis Cabe-cabean di Arena Balap Liar ... 77
5. Proses Balap Liar ... 78
6. Upaya yang Dilakukan Oleh Pihak Berwajib ... 79
C. Fenomena Gadis Cabe-cabean dalam Ajang Balap Liar Analisis Teori Fenomenologi Edmund Husserl ... 83
1. Identitas dan Temporalitas ... 85
2. Simbolis dan Intuitif ... 87
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Kehidupan yang berada pada setiap tatanan masyarakat tentunya akan
mengalami suatu perubahan. Perubahan itu sendiri bertujuan untuk
memberikan nilai-nilai baru dan mengubah kehidupan serta tatanan
masyarakat. Menurut Ginsberg, “perubahan sosial itu sendiri sebagai suatu
perubahan penting dalam struktur sosial, pola perilaku, dan sistem interaksi
sosial, termasuk didalamnya perubahan norma, nilai, dan kultur budaya”.1
Sangatlah alamiah bahwa di setiap daerah akan mengalami proses perubahan
sosial. Karena proses perubahan sosial itu sendiri bisa terjadi kapan saja.
Proses perubahan sosial ada yang bersifat dinamis (Cepat) dan statis (Lambat).
Perubahan sosial bisa meliputi perubahan didalam bidang perekonomian,
pendidikan, budaya, pembangunan, pola pikir masyarakat.
Manusia adalah makhluk sosial yang selalu berinteraksi dengan
sesamanya. dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak dapat hidup sendiri atau
mencukupi kebutuhan sendiri. Setiap manusia cenderung untuk berkomunikasi,
berinteraksi, dan bersosialisasi dengan manusia lainnya. Dapat dikatakan
bahwa sejak lahir, manusia sudah disebut dengan makhluk sosial, di dalam
kehidupannya manusia tidak dapat hidup dalam kesendirian. salah satu kodrat
manusia adalah selalu ingin berhubungan dengan manusia lain yang tentunya
dengan cara berkomunikasi.
1
2
Sebutan Cabe-cabean tidak asing lagi di kalangan masyarakat,
Cabe-cabean ini dapat pula disebut profesi yang terbentuk karena pergaulan bebas
khususnya perempuan di bawah umur yang bisa dikatakan telah mengenal
bisnis prostitusi khususnya di tempat balap liar. Tak terelakan fenomena
cabe-cabean ini merupakan dampak dari tidak berfungsinya atau penyimpangan
fungsi (disfungsi) oleh agen-agen sosialisasi yang berperan sebagai agen untuk
proses sosialisasi. Malinowski memandang bahwa di setiap aspek dalam
kehidupan masyarakat itu,satu sama lain saling berhubungan dan menjadi
penggerak bagi perkembangan masyarakat dan kebudayaannya, dalam rangka
berbagai pemenuhan kebutuhan kelompok dan individu yang ada di
mayarakat.2
Pergantian tahun 2013 menuju 2014 remaja Indonesia kedatangan istilah
baru. Setelah istilah “alay” dan “lebay” telah mulai surut kini istilah “cabe
-cabean” yang mulai ramai diperbincangkan tidak hanya di kalangan ABG atau
remaja tetapi juga di kalangan seluruh masyarakat. Istilah cabe-cabean ini
sangat cepat dikenal oleh masyarakat luas karena dianggap mencerminkan
perilaku sejumlah remaja zaman sekarang.
Alay atau "anak layangan" atau "anak lebay" adalah sebuah istilah yang
menggambarkan suatu fenomena perilaku remaja di Indonesia yang
menggambarkan anak-anak ABG atau remaja yang terlihat dengan dandanan
yang berlebihan dan mencolok. Selain itu alay merujuk pada gaya yang
dianggap berlebihan dan selalu berusaha memaksa untuk menarik perhatian
orang lain. Sedangkan “cabe-cabean” semula digambarkan untuk anak-anak
2
3
ABG yang tergabung dalam kelompok balapan liar dan pemenang balapan bisa
mengencani si gadis “cabe-cabean”, Kini arti “cabe-cabean” sudah semakin
meluas mencakup perilaku remaja perempuan yang masih duduk di bangku
SMP ataupun SMA bisa saja dijadikan "mainan".
Pada era globalisasi dan modern sekarang ini, gaya hidup atau life style
merupakan hal yang sangat penting dan kerap menjadi ajang untuk
menunjukkan identitas diri. Modernisasi secara signifikan membawa begitu
banyak perubahan dalam berbagai bidang kehidupan. apalagi pembangunan
perkotaan merupakan upaya mempercepat proses kemajuan yang semakin
pesat, antara lain ditandai dengan semakin canggihnya teknologi informasi dan
transformasi sebagaimana ditunjukkan dalam perkembangan dan kemajuan di
daerah mojokerto dan jombang
Di Kota Jombang dan Mojokerto sekarang ini semakin banyak
masyarakat yang menggunakan sepeda motor dalam melakukan aktifitas
sehari-hari. Penggunaan sepeda motor di Indonesia sangat populer karena
harganya yang relatif murah, terjangkau untuk beberapa kalangan dan
penggunaan bahan bakarnya irit serta biaya operasionalnya juga sangat rendah.
Setiap sudut kota dipadati oleh kendaraan ini dari pagi hingga malam hari.
Pertumbuhan kepemilikan warga kota terhadap kendaraan roda dua sangat
tinggi, baik kalangan muda dan dewasa.
Sebuah organisasi, kelompok, atau komunitas – komunitas terbentuk
karena dipengaruhi oleh beberapa aspek seperti penyatuan visi dan misi serta
4
terhadap masyarakat. Berawal dari kesamaan aktivitas dan kecintaan terhadap
gaya hidup glamour mendorong munculnya komunitas-komunitas yang
mengatasnamakan dirinya sebagai kelompok-kelompok gadis cabe-cabean dan
kelompok balap liar.
Fenomena “cabe-cabean” yang berkembang saat ini sudah banyak menyita
perhatian masyarakat luas terutama masyarakat kota Jombang dan Mojokerto.
Karena selain Jakarta, kota Mojokerto menjadi kota yang termasuk cepat atau
“up to date”dalam menanggapi maupun menerima hal-hal yang baru termasuk
istilah dan fenomena “cabe-cabean” ini terutama bagi kalangan remaja. Remaja
yang umumnya masih duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan
Sekolah Menengah Atas (SMA) yang berusia 13-19 tahun. Pada usia-usia
tersebut setiap manusia sedang mengalami masa-masa mencari jati diri yang
jika tidak diarahkan maka hidupnya bisa terjerumus ke dalam hal yang tidak
baik.
Balapan liar adalah kegiatan beradu cepat kendaraan, baik sepeda motor
maupun mobil, yang dilakukan di atas lintasan umum. Artinya kegiatan ini
sama sekali tidak digelar di lintasan balap resmi, melainkan di jalan raya.
Biasanya kegiatan ini dilakukan pada tengah malam sampai menjelang pagi
saat suasana jalan raya sudah mulai lenggang. Lomba balap sepeda motor tidak
hanya bisa kita saksikan melalui siaran televisi, tetapi aktivitas sejenis juga
banyak digemari remaja di daerah perkotaan. Salah satu di antaranya adalah
aktivitas balap liar yang terdapat di beberapa tempat di Kota Mojokerto,
Jombang dan sekitarnya. Tulisan ini akan mengulas seputar balapan liar yang
5
timur khususnya di Mojokerto - Jombang. Di sebut balap liar karena kegiatan
tersebut tidak memiliki izin dari aparat yang berwenang. Meskipun tergolong
masih sangat amatiran dibanding perlombaan balap motor yang kita tonton di
TV, namun jika dilihat lebih dekat lagi, mungkin kita akan terkesima, karena
ternyata banyak kesamaan antara balap yang berlabel “Moto GP“ dengan yang
berlabel “Balap Liar“. Mungkin kalau ditanya mengenai perbedaan, pasti
kebanyakan kita sudah tahu, karena yang ditayangkan di TV adalah pembalap
profesional, bergaji, dikontrak dan lain sebagainya, sedangkan pembalap liar
tentu kebalikannya. namun siring berjalanya waktu, balap liar kini pun dihiasi
oleh wajah-wajah cantik para gadis- gadis malam yang liar seperti balab liar
yaitu cabe-cabean .
Balap liar kali ini pun semakin ramai dan seru dengan adanya gadis
cabe-cabean. Cabe-cabean memiliki makna konotasi negatif. Ia dikenal sebagai
remaja perempuan yang sering keluar malam dan ikut atau sekedar lihat acara
balapan liar dengan mengenakan pakaian ketat dan minim. Terkadang mereka
digoda dan diajak berbuat sebagai taruhan seks oleh para pria atau
pemuda-pemuda pengemar balap liar.3
Kebiasaan lain yang sering dilakukan cabe-cabean adalah bonceng tiga,
keluar malam, ikut menyaksikan bahkan menjadi taruhan pada acara balapan.
Dengan menggunakan celana pendek dan mengeakan kaos yang menggoda
pria dan remaja yang melihatnya. Selain itu, cabe-cabean juga sering diartikan
sebagai Anak Baru Gede (ABG) yang labil dan masih belum mempunyai
pendirian, yang masih terpengaruh oleh teman-temanya.Gadis cabe-cabean
3
6
sering menjadi bahan taruhan dalam balapan liar atau hanya menjadi pemanis
di dalam acara balap liar tersebut, terkadang menjadi penyemangat joki balap
sehingga menjadi bersemangat untuk memenangkan balapan tersebut.
Berbagai konotasi negatif ini membuat sebagian dari mereka enggan
mengaku sebagai cabe-cabean karena biasanya mereka menyembunyikan
identitasnya sebagai gadis cabe-cabean. Dari berbagai ciri cabe-cabean yang
ditulis, saya melihat dua ciri utama yang menjadi sorot akan hadirnya
fenomena ini. Yakni menjadi bahan taruhan dan sering ikut serta dalam acara
balap liar tersebut. Bahkan hal lain yang baru baru ini muncul joki balap liar
wanita yang gaya balapannya tidak kalah dengan para remaja laki-laki.
Adapun dasar hukum dari aksi tersebut hanya diatur secara umum pada
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan
jalan, yakni pada pasal 115 huruf b yang menyatakan: 4
“Pengemudi Kendaraan Bermotor di Jalan dilarang berbalapan dengan Kendaraan Bermotor Lain.”
Pengertian Jalan pada pasal 115 di atas, diatur pada pasal 1 ayat (12) yang
menyatakan:
“Jalan adalah seluruh bagian Jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi Lalu Lintas umum, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan / atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan rel dan jalan kabel.”
4
7
Selanjutnya dipertegas lagi dengan adanya ancaman pidana bagi yang
melanggar pasal 115 huruf b, yakni pada pasal 297 undang-undang tersebut,
yang menyebutkan:
“Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor berbalapan di Jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 115 huruf b dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp. 3.000.000,00 (tiga juta rupiah).”
Balap liar dan Cabe-cabean memang 2 hal yang tidak dapat dari
dipisahkan dari anak-anak racing atau pemuda pemuda yang menyukai balap
liar tersebut. Dasar hukum dari pihak berwajib sudah sangat tegas untuk
mengatasi balap liar dan gadis cabe-cabean tersebut. Namun berbagai macam
aturan dan tindakan tegas dari pihak berwajib tersebut tidak membuat jera
remaja-remaja itu untuk meninggalkan atau membuat jera untuk tidak
melakukan balapan liar .
B.Rumusan Masalah
Bertitik tolak dari fokus berbagai macam fakta dan masalah agar
nantinya lebih terarah dalam hal penulisan maka penulis mengidentifikasikan
masalah sebagai berikut:
1. Apakah yang melatarbelakangi munculnya Gadis cabe-cabean dalam ajang
balap liar di jalan tol segunung Desa Blimbing Kecamatan Kesamben
Jombang?
8
C.Tujuan penelitian
Sehubungan dengan tujuan penelitian ini yang terkait dengan
“Fenomena Gadis Cabe-cabean dan Balap Liar Studi Tentang Latar Belakang
Munculnya dan Peran Gadis Cabe-cabean dalam Ajang Balap Liar di Jalan
Tol Desa Blimbing Kecamatan Kesamben Kabupaten Jombang.” peneliti
mempunyai beberapa tujuan yang berhubungan dengan diadakannya penelitian
ini diantaranya.
1. Untuk mengetahui peran dan latar belakang munculnya fenomena balab
liar dan gadis cabe-cabean di jalan tol non aktif desa blimbing yang
seringkali mebuat para remaja menjadi tak terkontrol,melawan hukum
dan keluarga.
2 . Untuk mempelajari dan menganalisis upaya yang dilakukan oleh pihak
Kepolisian dalam mencegah dan menanggulangi kenakalan yang
dilakukan oleh remaja.
D. Manfaat Penelitian
Dengan dilakukannya penelitian yang berjudul “Fenomena Gadis
Cabe-cabean dan Balap Liar Studi Tentang Latar Belakang Munculnya dan
Peran Gadis Cabe-cabean dalam Ajang Balap Liar di Jalan Tol Desa
Blimbing Kecamatan Kesamben Kabupaten Jombang”. Peneliti juga memiliki
manfaat dari penelitian yang telah dilakukan. Sebagaimana peneliti berharap
bahwa hasil dari penelitian tersebut dapat menjadikan masukan dan dapat
9
Adapun kegunaan penelitian dari penelitian yang dilakukan ini
dimaksudkan sebagai berikut :
1. Secara Teoritik :
Diharapkan agar dapat menjadi salah satu bahan referensi dan
kepustakaan bagi rekan mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik dan kalangan yang berminat mengkaji lebih lanjut, khusunya
menambah khasanah perpustakaan Fakultas Ilmu Sosial Universitas
Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya.
2. Secara praktis
a. Bagi Peneliti
Peneliti dapat memahami fenomena sosial yang telah terjadi di
dalam masyarakat dan dapat meningkatkan kewaspadaan di dalam
kontrol terhadap pemuda.
b. Bagi Masyarakat
Dapat mengetahui akan fenomena yang telah terjadi sebagaimana
fenomena sosial yang berada di arena balap liar dan berkumpulnya
gadis cabe-cabean yang mana dapat memberikan kewaspadaan bagi
masyarakat sekitar untuk menjadi lebih berkembang.
c. Bagi Pemerintah
Dapat meningkatkan kontrol terhadap munculnya gadis
cabe-cabean dan balap liar yang telah terjadi di arena balap jalan tol non aktif
10
d. Bagi Program Studi Sosiologi
Dapat dijadikan sebagai kontribusi dalam bidang ilmu pengetahuan
khusunya dalam fenomena sosial yang berada di dalam tatanan
masyarakat.
E. Definisi konseptual
Dalam definisi konseptual yang mana merupakan penjelasan dari setiap
kata dalam judul penelitian yang membutuhkan sebuah penjelasan yang lebih
lanjut. Definisi konsep itu sendiri berguna untuk menjelaskan kepada setiap
pembaca. Yang mana tujuannya adalah menghindari kesalahpahaman dalam
mengartikan maksud dari judul penelitian tersebut.
Untuk menghindari adanya kesalahan pengertian dalam memahami
judul. Maka perlu dijelaskan beberapa istilah yang telah terdapat dalam judul
penelitian itu sendiri. Oleh sebab itu peneliti akan memberikan definisi yang
ada di dalam setiap kata yang digunakan dalam judul tersebut. Dan agar
diketahui makna nya. Dengan judul “Fenomena Gadis Cabe-cabean dan
Balap Liar Studi Tentang Latar Belakang Munculnya dan Peran Gadis
Cabe-cabean dalam Ajang Balap Liar di Jalan Tol Desa Blimbing Kecamatan
Kesamben Kabupaten Jombang”. Adapun definisi konseptualnya adalah
sebagai berikut.
1. Fenomena
merupakan hal-hal yang dapat disaksikan dengan pancaindra dan
dapat diterangkan serta dinilai secara ilmiah seperti fenomena alam, sosial
dan budaya Fenomena adalah rangkaian peristiwa serta bentuk keadaan
11
ilmu tertentu. Fenomena juga bisa disebut hal yang luar biasa dalam
kehidupan di dunia dan dapat terjadi dengan tidak terduga dan tampak
mustahil dalam pandangan manusia.
Menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, fenomena diartikan sebagai
hal-hal yang dinikmati oleh panca indra dan dapat ditinjau secara ilmiah.5
Fenomena juga diartikan sebagai berikut :
a) Fenomena adalah hal-hal yang dapat disaksikan dengan
pancaindra dan dapat diterangkan serta dinilai secara ilmiah
(seperti fenomena alam) atau gejala. Contoh : Gerhana adalah
salah satu ilmu pengetahuan.
b) Fenomena diartikan sebagai sesuatu yg luar biasa atau keajaiban.
Contoh : Sementara masyarakat tidak percaya akan adanya
pemimpin yang berwibawa, yakni tokoh itu tersendiri.
c) Fenomena diartikan sebagai fakta dan kenyataan. Contoh :
Peristiwa itu merupakan sejarah yg tidak dapat diabaikan. Kata
Fenomena juga diartikan sebagai keadaan yang sebenarnya dari
suatu urusan atau perkara, keadaan atau kondisi khusus yang
berhubungan dengan seseorang atau suatu hal, soal atau perkara.
2. Gadis
Gadis cabe-cabean merupakan anak perempuan yang sudah akil
balig dan anak perempuan yang belum kawin, perawan. Nama Gadis
artinya adalah anak dara yang diberikan untuk seorang anak
Perempuan. Nama Gadis berasal dari Indonesia, dengan huruf awal G dan
5
12
terdiri atas 5 huruf. Kata Gadis memiliki pengertian, definisi, maksud atau
makna anak dara, bisa digunakan untuk nama bayi (nama anak), nama
perusahaan, nama merek produk, nama tempat, dan lain sebagainya. Kata
Gadis yang bermakna anak dara serta berasal dari Indonesia ini boleh anda
gunakan selama arti Gadis tidak berkonotasi negatif di lingkungan anda.6
3. Cabean-cabean
Sendiri merujuk pada remaja perempuan yang kebanyakan masih
duduk di bangku SMP dan SMA, yang memang senang keluar malam dan
tak memiliki tujuan yang jelas. Cabe-cabean identik dengan sexualitas,
gaya hidup glamour, kebahagiaan duniawi. 7
4. Balap liar
Balap liar adalah kegiatan adu kecepatan motor atau sepeda motor yang
dilakukan oleh dua orang atau lebih yang bertujuan untuk mencoba kecepatan
dan memperoleh keuntungan.yang dilakukan dengan sembarang tanpa ada
aturan resmi atau melanggar aturan yang sudah di tetapkan. Balap Liar
merupakan suatu kegiatan yang dilakukan secara tidak terorganisasi dalam
melakukan peraduan sepeda motor berdasarkan jenis, kecepatan, dan kapasitas
mesin. Kegiatan ini biasanya dilakukan sebagai ajang adu gengsi antara
pemilik motor atau bengkel yang memiliki motor balap. Balap motor liar
dilakukan di area yang sepi biasanya bertempat di jalan di tengah
perkampungan atau jalan tol yang belumb dioperasikan. Balap liar ini di
6
Retna Dewi, ABG Perspektif Gender, (Yogyakarta: Kanisius), 2012, h. 143
7
13
laksanakan antara 2 bela pihak yang sudah mempunyai kesepakatan waktu,
tempat dan jumlah taruhanya. 8
Balap motor liar merupakan suatu ajang peraduan balap motor dimana
balap motor ini dilakukan tanpa izin resmi dan diselenggarakan di jalan raya
yang termasuk fasilitas umum yang tentunya juga banyak dilalui oleh
kendaraan umum lainnya. Kegiatan ini biasanya dilakukan tanpa menggunakan
standar keamanan yang diperlukan dan kebanyakan menggunakan motor
pretelan yang tentunya sangat membahayakan, baik nyawa pelaku maupun
nyawa penonton ataupun pengguna jalan lainnya. Ajang balap motor ini
kebanyakan dilakukan oleh remaja usia sekolah dikarenakan oleh beberapa
faktor seperti rasa gengsi yang masih tinggi, ingin menarik perhatian lawan
jenis atau bahkan tergiur oleh besarnya uang taruhan yang didapatkan.
Memang dunia balap motor tidak dapat dipisahkan oleh taruhan atau perjudian.
Taruhan itu dilakukan oleh pelaku maupun penonton.
F. Telaah pustaka
Berdasarkan pada gambaran umum tema penelitian yang berhubungan
dengan judul yang diangkat oleh peneliti yaitu “Fenomena Gadis Cabe-cabean
dan Balap Liar Studi Tentang Peran dan Latar Belakang Munculnya
Cabe-cabean di Jalan Tol Desa Blimbing Kecamatan Kesamben Kabupaten
Jombang. Sebagaimana gambaran umum di dalam tema penelitian tersebut
adalah yang berhubungan dengan fenomena sosial dan gadis cabe-cabean.
Fenomena sosial ini dapat dilihat secara nyata di dalam masyarakat.
8
14
gadis cabe-cabean ini dianggap sebagai fenomena yang banyak membawa hal
negatif di masyarakat, karena mereka di dalam berinteraksi dengan
masyarakat seringkali tidak menceriminkan sebagai wajarnya wanita atau
gadis di masyarakat. Berbusana minim dan berperilaku layaknya turis luar
negeri yang bebas tanpa aturan. Fenomenna sosial menghendaki ilmu
pengetahuan secara sadar mengarahkan untuk memperhatikan contoh tertentu
tanpa prasangka teoritis lewat pengalaman-pengalaman yang berbeda dan
bukan lewat koleksi data yang besar untuk suatu teori umum di luar substansi
sesungguhnya. hal ini dipahami sebagai cara pada umumnya individu
berpartsipasi dalam kehidupan sosial, menggunakan pengetahuan yang
diterima apa adanya (taken for granted), mengasumsikan objektivitasnya, dan
melakukan tindakan yang sebelumnya telah ditentukan (direncanakan).
Bahasa, budaya, dan common sense yang muncul dalam sikap alamiah
merupakan ciri objektif dari dunia eksternal yang dipelajari aktor dalam proses
kehidupannya 9
Sebagaimana fenomena sosial dan gadis cabe-cabean yang dikaji oleh
peneliti, peneliti juga mengkaji akan pola interaksi yang terjadi di antara satu
dengan yang lainnya, sebagaimana diketahui bahwa kemunculan gadis
cabe-cabean di masyarakat merupakan awal dari kemunculan permasalahan sosial
yang baru. Pola interaksi yang menjadi salah satu ranah kajian peneliti
memiliki pengaruh bagi perubahan sosial yang terjadi di jalan tol non aktif
Desa Blimbing Kesamben Jombang , sebagaimana peneliti melihat ketika
9
15
sudah menjadi kawasan yang mulai dikenal sebagai arena balap liar yang
terdapat banyak gadis cabe-cabean . Dapat dilihat didalam penelitian terdahulu
yang mana bisa dijadikan sebagai acuan untuk menunjukkan orisinalitas
penelitian dan dianggap cukup relevan.
1. Dalam skripsi yang penulis temukan, yang membahas tentang
fenomena cabe-cabean penulis menemukan skripsi yang berjudul
PERILAKU KOMUNIKASI CABE-CABEAN DALAM LINGKUNGAN
PERGAULANYA ( Study Deskriptif Mengenai perilaku komunikasi
Cabe-cabean di Lingkungan Balapan Liar Kota Bandung ) ( Fakultas Ilmu
Sosial dan Politik , Ananda Safitri Wibowo, 2014). 10Dimana dalam
skripsi ini memfokuskan permasalahan perilaku komunikasi Gadis
Cabe-canean di dalam acara balap liar, hanya bagaimanakah perilaku dan gaya
komunikasi cabe-cabean di lingkungan balap liar Bandung , sementara
yang penulis bahas di sini menfokuskan semua aspek gadis cabe-cabean di
dalam lingkungan balap liar meliputi :
a. Latar belakang munculnya cabe-cabean
b. Proses perekrutan
c. Perilaku gadis cabe-cabean
d. Interaksi gadis cabe-cabean di lingkungan balap liar.
2. Sementara judul skripsi yang membahas tentang Balap Liar disini judul
skripsi yang penulis temukan berjudul POLA KOMUNIKASI ORANG
TUA DENGAN ANAK PADA KASUS BALAPAN LIAR (Studi
10
16
Deskriptif Pola Komunikasi Orang Tua Yang Bekerja Dengan Anak Pada
Kasus Balapan Liar di Surabaya) ( Fisip : Ilmu Komunikasi, Angga Setyo
Hadrianto, 2013 ).11 skripsi ini membahas permasalahan balapan liar di
Surabaya tersebut nampaknya disebabkan kurangnya empati antara orang
tua dan remaja, hal ini yang kemudian menimbulkan jarak antara remaja
dan orang tua, orang tua dianggap kurang mampu memahami jiwa remaja
sedangkan remaja dianggap oleh orang tua kurang mengerti keadaan orang
tua. Hal ini sebenarnya dapat diatasi dengan menciptakan komunikasi yang
efektif antara remaja dan orang tua. Komunikasi disini bukan sekedar
menyangkut kuantitas dari komunikasi yang dilakukan remaja dan orang
tua namun lebih dititikberatkan pada pemahaman yang dilandasi sikap
keterbukaan, empati dan sikap positif. sementara yang mana penulis bahas
menfokuskan tentang perilaku dan hubungan balap liar dengan gadis
Hukum Universitas Atmajaya Yogyakarta dengan menggunakan metode
kualitatif. bedasarkan hasil penelelitian oleh Alexander Sarwo Edi
ditemukan bahwa dalam aksi balap liar jika terus berlanjut maka
11Angga Setyo Hadriyanto, “POLA KOMUNIKASI ORANG TUA DENGAN ANAK PADA
KASUS BALAPAN LIAR (Studi Deskriptif Pola Komunikasi Orang Tua Yang Bekerja Dengan Anak Pada Kasus Balapan Liar di Surabaya” ( Skripsi, Unesa Surabaya, 2013).
12
17
anak akan mencari pelarian yang lainnya, misalnya narkoba dan yang
lainnya yang akan membuat anak semakin jauh menyimpang dari
kehidupan yang lebih baik bagi masa depannya, padahal aksi balapan liar
tersebut terbilang sangat nekat karena belum tentu joki yang sudah terlatih
dalam bidang otomotif apa lagi banyak dari joki tidak memakai helm dan
pakaian yang khusus diperuntukan untuk balapan mereka hanya memakai
celana panjang dan kaos, betapa nekatnya mereka semua belum lagi polusi
suara yang ditimbulkan karena rata-rata dari para oknum pembalap liar
memakai knalpot yang menimbulkan suara yang sangat berisik dan
menganggu warga yang memiliki rumah di daerah sekitar sangat
menganggu para pengguna jalan, ternyata dari pengalaman mereka bahwa
balapan liar tersebut sudah sengaja diadakan yang dikoordinir oleh pemilik
bengkel agar mereka mau dibujuk untuk memodifikasi mesin motor
mereka sekalipun motor mereka masih belum lunas. Pihak berwajib
khususnya polresta sleman pun masih kerepotan mengatasi aksi balap liar
di daerah Sleman Yogyakarta tersebut. Tetapi dengan berberapa tindakan
dan sangsi untuk para pembalap liar berangsur-angsur membuat jera
mereka.
Sebagaimana dapat dilihat akan letak perbedaan kajian yang peneliti
angkat dari penelitian terdahulu. Peneliti menggunakan penelitian
terdahulu dengan tujuan untuk membandingkan antara kajian yang peneliti
ambil dengan kajian yang terdapat pada penelitian terdahulu. Di dalam
penelitian yang peneliti kaji tentang perubahan sosial itu sendiri juga
18
dengan fenomena sosial yang berada di lokasi penelitian, sehingga dapat
diketahui perbedaan dari penelitian tersebut.
G. Metode Penelitian
Metode penelitian merupakan suatu cara atau proses yang digunakan di
dalam melakukan penelitian. Sebagaimana metode penelitian dibutuhkan oleh
peneliti untuk tahapan didalam melakukan penelitian. Menurut Dedy Mulyanna
metode adalah proses, prinsip, dan prosedur yang kita gunakan untuk
mendekati problem dan mencari jawaban. Dengan kata lain, metodologi adalah
suatu pendekatan umum untuk mengkaji topik penelitian.13
1. pendekatan dan Jenis penelitian
Penelitian ini adalah jenis penelitian kualitatif, dengan metode
deskriptif, yakni metode yang bertujuan untuk memberikan gambaran
tentang suatu masyarakat atau kelompok orang tertentu, dengan jalan
mendeskripsikan sejumlah variabel yang berkenaan dengan masalah dan
unit yang sedang diteliti.14 Sedangkan pendekatan yang digunakan pada
penelitian ini adalah, studi kasus yang langsung dilakukan di lapangan
(Field Research), yaitu terjun langsung ke objek penelitian untuk
memperoleh data primer.
2. Lokasi dan waktu penelitian
Waktu penelitian dimulai pada bulan Maret 2015 sampai bulan Juni
2015. Penulis melakukan observasi partisipatoris dan wawancara
13
Deddy Mulyana, Metodologi Penelitian Kualitatif Paradigma baru Ilmu Komunikasi dan Sosial
lainnya (Bandung: PT remaja Rosdakarya,2008) ,145.
14
19
mendalam kepada para remaja pembalap liar dan gadis cabe-cabean
.Adapun tempat penelitian yaitu di jalan tol Desa Blimbing Kecamatan
Kesamben Jombang .
3. Pemilihan subyek penelitian
Subjek penelitian adalah merujuk kepada individu atau kelompok
yang dijadikan unit atau satuan (kasus) yang diteliti.15 Dalam penelitian
ini, subjek penelitian adalah remaja yang melakukan aksi balap liar dan
gadis yang biasa dipanggil secara langsung maupun tidak sebagai
cabean. Dalam penelitian ini, peneliti melibatkan para pebalab dan
cabe-cabean akan tetapi contoh yang diambil, Meliputi :
a. Remaja pelaku balap liar
b. Gadis-gadis remaja
c. Bengkel dan Mekanik motor balap
d. Masyarakat dan perangkat desa
e. Pihak berwajib ( polisi )
4. Tahap-tahap penelitian
Dari beberapa pendapat tersebut, maka penulis mencoba untuk
membahas tahap-tahap penelitian kualitatif itu meliputi langkah-langkah
sebagai berikut;
a. Menyusun rancangan penelitian
Penelitian yang akan dilakukan berangkat dari
permasalahan dalam lingkup peristiwa yang sedang terus
15
20
berlangsung dan bisa diamati serta diverifikasi secara nyata pada
saat berlangsungnya penelitian.
b. Memilih lapangan
Sesuai dengan permasalahan yang diangkat dalam
penelitian, maka dipilih lokasi penelitian yang digunakan sebagai
sumber data, dengan mengasumsikan bahwa dalam penelitian
kualitatif, jumlah (informan) tidak terlalu berpengaruh dari pada
konteks. Juga dengan alas-aanlasan pemilihan yang ditetapkan
dan rekomendasi dari pihak yang berhubungan langsung dengan
lapangan .
c. Mengurus perizinan
Mengurus berbagai hal yang diperlukan untuk kelancaran
kegiatan penelitian. Terutama kaitannya dengan metode yang
digunakan yaitu kualitatif, maka perizinan dari birokrasi yang
bersangkutan biasanya dibutuhkan karena hal ini akan
mempengaruhi keadaan lingkungan dengan kehadiran seseorang
yang tidak dikenal atau diketahui. Dengan perizinan yang
dikeluarkan akan mengurangi sedikitnya ketertutupan lapangan
atas kehadiran kita sebagai peneliti.
d. Menjajagi dan menilai keadaan
Saat administrasi diperoleh sebagai bekal legalisasi kegiatan
kita, maka hal yang sangat perlu dilakuan dalam proses
penjajagan lapangan dan sosialisasi diri dengan keadaan, karena
21
menentukan apakah lapangan merasa terganggu sehingga banyak
data yang tidak dapat digali tersembunyikan disembunyikan, atau
sebaliknya bahwa lapangan menerima kita sebagai bagian dari
anggota mereka sehingga data apapun dapat digali karena mereka
tidak merasa terganggu.
e. Memilih dan memanfaatkan informan
Ketika kita menjajagi dan mensosialisasikan diri di
lapangan, ada hal penting lainnya yang perlu kita lakukan yaitu
menentukan patner kerja sebagai “mata kedua” kita yang dapat
memberikan informasi banyak tentang keadaan lapangan.
Informan yang dipilih harus benar-benar orang yang independen
dari orang lain dan kita, juga independen secara kepentingan
penelitian atau kepentingan karier .
5. Teknik pengumpulan data
Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian
lapangan ini adalah :
a. Observasi (pengamatan)
Yaitu pencatatan secara sistematis terhadap fenomena yang diteliti.16
Observasi ini dilakukan dengan cara pengamatan secara langsung yang
memungkinkan peneliti menarik kesimpulan ihwal makna dan sudut
pandang responden, kejadian, peristiwa, atau proses yang diamati. Dengan
teknik ini, peneliti akan dapat melihat sendiri kenyataan di lapangan, baik
16
22
langsung maupun dari sudut pandang nara sumber atau responden yang
mungkin tidak didapati dari wawancara.
Metode ini menggunakan pengamatan atau penginderaan langsung
terhadap suatu benda, kondisi, situasi, proses atau perilaku. Pengumpulan
data dengan menggunakan alat indera dan diikuti dengan pencatatan secara
sistematis terhadap gejala-gejala/fenomena yang diteliti.17
Observasi dilakukan bila belum banyak keterangan yang dimiliki
tentang masalah yang diselidiki. Dari hasil observasi, dapat diperoleh
gambaran yang lebih jelas tentang masalahnya dan mungkin
petunjuk-petunjuk tentang cara memecahkan.18
Penggunaan metode observasi dalam penelitian ini, antara lain:
pertama, untuk mengamati fenomena sosial sebagai peristiwa aktual yang
memungkinkan peneliti memandang fenomena tersebut sebagai proses
kedua, untuk menyajikan kembali gambaran dari fenomena
sosial-keagamaan dalam laporan penelitian dan penyajiannya dan ketiga, untuk
melakukan eksplorasi atas setting sosial di mana fenomena itu terjadi.
Sementara Cholid Narbuko ( 1997: 70 )mengemukakan bahwa teknik
observasi digunakan untuk menggali data dari sumber data yang berupa
peristiwa, tempat, lokasi dan benda serta rekaman gambar. Observasi dapat
dilakukan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Observasi
langsung dapat mengambil peran maupun tidak berperan. Penulis akan
menjelaskan bahwa peran peneliti dalam metode observasi dapat dibagi
17
Cholid Narbuko dan Abu Achmadi, Metodologi Penelitian, Cet. 1 (Jakarta: Bumi Aksara, 1997), 70
18
23
menjadi: (1). Tak berperan sama sekali, (2). Berperan aktif, (3). Berperan
pasif, dan (4). Berperan penuh, dalam arti peneliti benar-benar menjadi
warga atau anggota kelompok yang sedang diamati.
b. Wawancara
Yaitu mengumpulkan data dan informasi melalui pertanyaan–
pertanyaan lisan secara terstruktural dan sistematis. Cara menghimpun
bahan–bahan keterangan yang dilaksanakan dengan melakukan tanya
jawab secara sepihak, berhadapan muka, dan dengan arah satu tujuan yang
telah ditentukan.19 Di sini penulis juga menggunakan tehnik wawancara
secara mendalam kepada para responden untuk mendapatkan kevalidan
data yang ada pada penelitian ini.
c. Dokumentasi
Dengan penambahan bahan informasi dan berbagai sumber maka
perolehannya dengan studi kepustakaan, yaitu dengan memperoleh
informasi dari berbagai sumber, seperti buku–buku, jurnal dan Internet
yang berkenaan dengan penulisan skripsi ini.
6. Teknik analisis data
Menurut Lexy J. Moleong, analisis data adalah proses
mengorganisasikan dari mengurutkan data ke dalam pola, kategori dan
satuan uraian dasar, sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan
hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data.
19
M. Hariwijaya, Metodologi dan Teknik Penulisan Skripsi, Tesis dan Disertasi, untuk ilmu-ilmu
24
Dari pengertian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa, analisis data
adalah rangkaian kegiatan penelaahan, pengelompokan, sistematisasi,
penafsiran, dan verifikasi data agar sebuah fenomena memiliki nilai sosial,
akademik dan ilmiah.20
a. Reduksi Data
Data yang diperoleh ditulis dalam bentuk laporan atau data yang
terperinci. Laporan yang disusun berdasarkan data yang diperoleh
direduksi, dirangkum, dipilih hal-hal yang pokok, difokuskan pada hal
yang penting. Data hasil mengihtiarkan dan memilah-milah
berdasarkan satuan konsep, tema, dan kategori tertentu akan
memribkaen gambaran yang lebih tajam tentang hasil pengamatan
juga mempermudah peneliti untuk mencari kembali data sebagai
tambahan atas data sebelumnya yang diperoleh jika diper lukan.21
b. Penyajian Data
Penyajian data peneliti kualitatif bisa dilakukan dalam bentuk
uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, dan sejenisnya.
c. Verifikasi atau Penyimpulan Data
Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara,
dan akan berubah bila ditemukan bukti yang kuat yang mendukung
dan menguatkan pada tahap berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan
yang dikemukakan di awal, dan didukung oleh berberapa bukti yang
valid dan kosisten saat peneliti kembali ke lapangan mengumpulkan
20
Imam Suprayogo dan Tobroni, Metodologi Penelitian Sosial-Agama, (Bandung:PT.Remaja Rosdakarya. 2002), 192
21
25
data, maka kesimpulan yang ada di dekukakan merupakan kesimpulan
yang kredibel.
7. Teknik pemeriksaan keabsahan data
Dalam melakukan penelitian kualitatif, instrumen penelitian utamanya
adalah manusia, karena itu yang diteliti dan diperiksa adalah keabsahan
datanya. Untuk menguji kredibilitas data penelitian peneliti menggunakan
beberapa teknik-teknik diantaranya :
Pertama : teknik triangulasi adalah menjaring data dengan berbagai
metode dan cara dengan menyilangkan informasi yang diperoleh agar data
yang didapatkan lebih lengkap dan sesuai dengjan yang diharapkan.
Setelah mendapatkan data yang jenuh yaitu keterangan yang didapatkan
dari sumber-sumber data telah sama maka data yang didapatkan lebih
kredibel.
Model penelitian triangulasi data yang mengarahkan peneliti dalam
mengambil data harus menggunakan beragam sumber data yang berbeda.
Artinya data yang sama atau sejenis akan lebih teruji keabsahanya apabila
digali dari beberapa sumber data yang berbeda. Oleh karena itu triangulasi
data sering disebut juga triangulasi sumber.22
Adapun untuk meberikan kepercayaan itu , maka di tempuh langkah
sebagai berikut :
a. Membandingkan data hasil penelitian dengan data hasil
wawancara.
22
26
b. Membandingkan apa yang dikatakan oleh orang di depan umum
dengan apa yang dikatakan oleh perorangan secara pribadi.
c. Membandingkan apa kata yang dikatakan oleh oarang tentang
situasi penelitian dengan apa yang dikatakan sepanjang waktu.
d. Membandingkan hasil penelitian atau wawancara suatu dokumen
yang berkaitan.
Jadi setelah penulis melakukan penelitian dengan mengunakan
metode wawancara,observasi dan dokumentasi kemudian data hasil dari
penelitian itu di gabungkan sehingga saling melengkapi.
Kedua : ketekunan pengamatan, teknik ini dikemukakan untuk
memahami pola perilaku, situasi, kondisi, dan proses tertentu sebagai
pokok penelitian hal tersebut berarti peneliti secara mendalam serta tekun
dalam mengamati bebagai faktor dan aktivitas tertentu. Ketekunan
pengamatan ini dimaksudkan menemukan ciri-ciri dan unsur dalam situasi
yang sangat relevan dengan persoalan atau isu yang sedang di cari dan
kemudian memusatkan diri pada hal-hal tersebut secara rinci, atau dengan
kata lainpeneliti hendaknya mengadakan pengamatan dengan teliti dan
rinci secara berkesinambungan terhadap faktor-faktor yang menojol
sehingga pada tahap pemeriksaan awal tampak salah satu faktor yang
sudah di telaah sudah bisa dipahami dengan cara biasa.
F. Sistematika pembahasan
Sistematika pembahasan merupakan urutan di dalam pembahasan
27
tersebut segala bentuk laporan didalam penelitian dapat tersusun dengan
terarah dan mempermudah didalam penulisan laporan penelitian.
BAB I
Pada Bab I ini merupakan gambaran yang berhubungan dengan
penelitian yang mana menjelaskan tentang obyek yang diteliti. Memuat
gambaran tentang latar belakang yang menjelaskan tentang alasan atau
sebab dan akibat peneliti menggangkat permasalahan tersebut,
menentukan rumusan masalah yang mana memuat permasalahan yang
akan dijawab didalam penelitian. Telaah pustaka sebagaimana
berhubungan dengan gambaran secara umum tema penelitian yang
diangkat oleh peneliti dan penelitian terdahulu yang dijadikan sebagai
pedoman akan perbedaan kajian penelitian yang diangkat oleh peneliti.
Tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi konseptual, metode
penelitian yang digunakan oleh peneliti sebagai tahapan didalam
melakukan penelitian, yang mana meliputi pendekatan dan jenis
penelitian, lokasi dan waktu didalam penelitian, tahap penelitian, tahap
pengumpulan data, tahap analisis data serta pemeriksaan keabsahan data.
BAB II
Pada Bab II kali ini peneliti mengkaji tentang teori yang digunakan
di dalam penelitian tersebut. Sebagaimana teori yang sesuai dengan tema
yang diangkat oleh peneliti. Teori yang sudah ada direleavansikan
28
BAB III
Didalam Bab III ini peneliti mengkaji tentang penyajian dan
Analisis Data. Sebagaimana didalam analisis data tersebut peneliti
menjelaskan tentang data yang telah diperoleh dilapangan sebagaimana
dapat menjawab permasalahan yang diangkat oleh peneliti. Hasil data
yang sudah ditemukan oleh peneliti dibentuk dengan analisis deskriptif,
dengan mendeskripsikan hasil penelitian. Kemudian setelah dianalisis
dikorelasikan dengan teori yang relavan atau sesuai. Penyajian data
tersebut meliputi data yang diperoleh dilapangan baik berhubungan
dengan profil lokasi penelitian, gambaran peristiwa yang mana
mendukung konteks penelitian.
1. Gambaran tentang fenomena balab liar dan cabe-cabean di Tol Desa
Blimbing Kesamben Jombang, meliputi :
a. Karakteristik sirkuit tol segunung di desa blimbing kcamatan
kesamben jombang.
b. Latar belakang munculnya balap liar dan gadis Cabe-cabean
c. Proses balapan liar.
d. Proses perekrutan dan perlakuan terhadap para pembalap liar dan
gadis Cabe-cabean .
e. Upaya yang dilakukan oleh pihak berwajib untuk mengatasi acara
balap liar dan gadis Cabe-cabean tersebut .
f. Peran dari pelaku balap liar di setiap bagian-bagian dalam aktifitas
29
BAB IV
Pada Bab IV ini berisi penutup, yang mana berisi kesimpulan dari
hasil penelitian. Kesimpulan pada Bab ini menjadi sangat penting karena
berisi intisari dari hasil akhir penelitian di dalam penelitian. Saran bisa
ditujukan kepada subyek penelitian atau pihak terkait dan berisikan
BAB II
TEORI FENOMENOLOGY
EDMUND HUSSERL
A. Asal usul teori fenomenology
Fenomenologi berasal dari kata Yunani, phainomenon yang merujuk
pada arti “yang menampak”. Fenomena adalah fakta yang disadari dan masuk
ke dalam pemahaman manusia. Sehingga, suatu objek ada dalam relasi
kesadaran. Dewasa ini, fenomenologi dikenal sebagai aliran filsafat sekaligus
metode berpikir yang mempelajari fenomena manusiawi (human phenomena)
tanpa mempertanyakan penyebab dari fenomena tersebut serta realitas objektif
dan penampakannya. Fenomenologi sebagai salah satu cabang filsafat
pertama kali dikembangkan di universitas-universitas Jerman sebelum Perang
Dunia I, khususnya oleh Edmund Husserl, yang kemudian dilanjutkan oleh
Martin Heidegger dan yang lainnya, seperti Jean Paul Sartre. Selanjutnya
Sartre memasukkan ide-ide dasar fenomenologi dalam pandangan
eksistensialisme. Adapun yang menjadi fokus eksistensialisme adalah
eksplorasi kehidupan dunia mahluk sadar atau jalan kehidupan subjek-subjek
sadar. 23
Menurut Hegel, fenomena yang kita alami dan tampak pada kita
merupakan hasil kegiatan yang bermacam-macam dan runtutan konsep
kesadaran manusia serta bersifat relatif terhadap budaya dan sejarah. Husserl
menolak pandangan Hegel mengenai relativisme fenomena budaya dan sejarah,
23
31
namun dia menerima konsep formal fenomenologi Hegel serta menjadikannya
prinsip dasar untuk perkembangan semua tipe fenomenologi: fenomenologi
pengalaman adalah apa yang dihasilkan oleh kegiatan dan susunan kesadaran
kita.
Menurut Husserl, fenomena adalah realitas sendiri yang tampak, tidak
ada selubung atau tirai yang memisahkan subyek dengan realitas, karena
realitas itu sendiri yang tampak bagi subyek. Dengan pandangan seperti ini,
Husserl mencoba mengadakan semacam revolusi dalam filsafat Barat. Hal
demikian dikarenakan sejak Descartes, kesadaran selalu dipahami sebagai
kesadaran tertutup, artinya kesadaran mengenal diri sendiri dan hanya melalui
jalan itu dapat mengenal realitas. Sebaliknya Husserl berpendapat bahwa
kesadaran terarah pada realitas, dimana kesadaran bersifat intensional, yakni
realitas yang menampakkan diri.
Sebagai seorang ahli fenomenologi, Husserl mencoba menunjukkan
bahwa melalui metode fenomenologi mengenai pengarungan pengalaman biasa
menuju pengalaman murni, kita bisa mengetahui kepastian absolut dengan
susunan penting aksi-aksi sadar kita, seperti berpikir dan mengingat, dan pada
sisi lain, susunan penting obyek-obyek merupakan tujuan aksi-aksi tersebut.
Dengan demikian filsafat akan menjadi sebuah ilmu setepat-tepatnya dan pada
akhirnya kepastian akan diraih.
Lebih jauh lagi Husserl berpendapat bahwa ada kebenaran untuk
semua orang dan manusia dapat mencapainya. Dan untuk menemukan
32
slogan, Husserl menyatakan kembali kepada benda-benda itu sendiri,
merupakan inti dari pendekatan yang dipakai untuk mendeskripsikan realitas
menurut apa adanya. Setiap obyek memiliki hakekat, dan hakekat itu berbicara
kepada kita jika kita membuka diri kepada gejala-gejala yang kita terima.
Kalau kita mengambil jarak dari obyek itu, melepaskan obyek itu dari
pengaruh pandangan-pandangan lain, dan gejala-gejala itu kita cermati, maka
obyek itu berbicara sendiri mengenai hakekatnya, dan kita memahaminya
berkat intuisi dalam diri kita.
Namun demikian, yang perlu dipahami adalah bahwa benda, realitas,
ataupun obyek tidaklah secara langsung memperlihatkan hakekatnya sendiri.
Apa yang kita temui pada benda-benda itu dalam pemikiran biasa bukanlah
hakekat. Hakekat benda itu ada dibalik yang kelihatan itu. Karena pemikiran
pertama (first look) tidak membuka tabir yang menutupi hakekat, maka
diperlukan pemikiran kedua (second look). Alat yang digunakan untuk
menemukan pada pemikiran kedua ini adalah intuisi dalam menemukan
hakekat, yang disebut dengan wesenchau, yakni melihat (secara intuitif)
hakekat gejala-gejala.
Dalam melihat hakekat dengan intuisi ini, Husserl memperkenalkan
pendekatan reduksi, yakni penundaan segala pengetahuan yang ada tentang
obyek sebelum pengamatan itu dilakukan 24. Reduksi ini juga dapat diartikan
sebagai penyaringan atau pengecilan. Reduksi ini merupakan salah satu prinsip
dasar sikap fenomenologis, dimana untuk mengetahui sesuatu, seorang
fenomenolog bersikap netral dengan tidak menggunakan teori-teori atau
24
33
pengertian-pengertian yang telah ada sehingga obyek diberi kesempatan untuk
berbicara tentang dirinya sendiri.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa fenomena dipandang dari dua sudut.
Pertama, fenomena selalu menunjuk ke luar atau berhubungan dengan realitas
di luar pikiran. Kedua, fenomena dari sudut kesadaran Kita, karena selalu
berada dalam kesadaran Kita. Maka dalam memandang fenomena harus
terlebih dahulu melihat penyaringan (ratio), sehingga mendapatkan kesadaran
yang murni. Fenomenologi menghendaki ilmu pengetahuan secara sadar
mengarahkan untuk memperhatikan contoh tertentu tanpa prasangka teoritis
lewat pengalaman-pengalaman yang berbeda dan bukan lewat koleksi data
yang besar untuk suatu teori umum di luar substansi sesungguhnya.25
Fenomenologi adalah ilmu tentang esensi-esensi kesadaran dan esensi
ideal dari obyek-obyek sebagai korelasi kesadaran, Pertanyaannya adalah
bagaimana caranya agar esensi-esensi tersebut tetap pada kemurniannya,
karena sesungguhmya Fenomenologi menghendaki ilmu pengetahuan secara
sadar mengarahkan untuk memperhatikan contoh tertentu tanpa prasangka
teoritis lewat pengalaman-pengalaman yang berbeda dan bukan lewat koleksi
data yang besar untuk suatu teori umum di luar substansi sesungguhnya, dan
tanpa terkontaminasi kecenderungan psikologisme dan naturalisme. Husserl
mengajukan satu prosedur yang dinamakan epoche atau (penundaan semua
asumsi tentang kenyataan demi memunculkan esensi). Tanpa penundaan
25
34
asumsi naturalisme dan psikolgisme, Kita akan terjebak pada dikotomi
(subyek-obyek yang menyesatkan atau bertentangan satu sama lain).
Contohnya, saat mengambil gelas, Kita tidak memikirkan secara teoritis
(tinggi, berat, dan lebar) melainkan menghayatinya sebagai wadah penampung
air untuk diminum. Ini yang hilang dari pengalaman kita, menganut asumsi
naturalisme. Dan ini yang kembali dimunculkan oleh Husserl. Akar filosofis
fenomenologi Husserl ialah dari pemikiran gurunya, Franz Brentano. Dari
Brentano-lah Husserl mengambil konsep filsafat sebagai ilmu yang rigoris
(sikap pikiran di mana dalam pertentangan pendapat mengenai boleh tidaknya
suatu tindakan atau bersikeras mempertahankan pandangan yang sempit dan
ketat). Sebagaimana juga bahwa filsafat terdiri atas deskripsi dan bukan
penjelasan kausal. Karena baginya fenomenologi bukan hanya sebagai filsafat
tetapi juga sebagai metode, karena dalam fenomenologi Kita memperoleh
langkah-langkah dalam menuju suatu fenomena yang murni.
Memahami fenomena sebagaimana adanya merupakan usaha kembali
kepada sebagaimana penampilannya dalam kesadaran. Usaha kembali pada
fenomena tersebut memerlukan pedoman metodik. Tidak mungkin untuk
melukiskan fenomena-fenomena sampai pada hal-hal yang khusus satu demi
satu. Yang pokok adalah menangkap hakekat fenomena-fenomena. Oleh
karena itu metode tersebut harus dapat menyisihkan hal-hal yang tidak hakiki,
agar hakekat ini dapat menungkap diri sendiri. Bukan suatu abstraksi
35
Sebagai metode penelitian, fenomenologi sering dikenal sebagai
metode deskriptif kualitatif dengan paradigma konstruktivisme. Sesuai dengan
asumsi ontologis yang ada dalam paradigma konstruktivisme, peneliti yang
menggunakan metode ini akan memperlakukan realitas sebagai konstruksi
sosial kebenaran. Realitas juga dipandang sebagai sesuatu yang sifatnya relatif,
yaitu sesuai dengan konteks spesifik yang dinilai relevan oleh para actor sosial.
Secara epistemologi, ada interaksi antara peneliti dan subjek yang diteliti.
Sementara itu dari sisi aksiologis, peneliti akan memperlakukan nilai, etika,
dan pilihan moral sebagai bagian integral dari penelitian. Peneliti merupakan
fasilitator yang menjembatani keragaman subyektivitas pelaku sosial dalam
rangka merekonstruksi realitas sosial.
Pemikiran filsafat terbagi ke dalam dua kelompok besar yang saling
bertolak belakang, yakni aliran empirisme dan aliran rasionalisme. Pada masa
pertentangan aliran tersebut, muncullah filsuf Immanuel Kant yang mencoba
untuk menjembatani perbedaan tersebut.Immanuel Kant berpendapat bahwa
pengetahuan merupakan apa yang tampak pada diri kita, atau dikenal dengan
istilah fenomena. Fenomena diartikan sebagai sesuatu yang terlihat atau
muncul dengan sendirinya. Auguste Comte menjelaskan bahwa fenomena
adalah fakta atau keadaan yang harus diterima dan dapat dijelaskan oleh ilmu
pengetahuan.26 Fenomenologi semakin berkembang ketika Hegel
menggunakannya untuk menjelaskan pengertian tesis dan anthesis yang
26
36
kemudian melahirkan sintesis . Pada dasarnya, akar fenomenologi adalah
pandangan-pandangan filsafat mengenai sebuah fenomena.
Fenomenologi merupakan filosofi dan sekaligus suatu pendekatan
metodologi dalam penelitian yang bersifat kualitatif. Hakekatnya,
fenomenologi berkenaan dengan pemahaman tentang bagaimana keseharian,
dunia intersubyektif (dunia kehidupan) atau juga disebut lebenswelt.
Fenomenologi berasal dari bahasa Yunani dengan asal suku kata phanamenon
yang berarti fenomena atau sesuatu yang tampak dan terlihat. Dalam bahasa
Indonesia, biasa dipakai istilah gejala. Istilah fenomenologi diperkenalkan oleh
Johann Heinrick Lambert, sedangkan tokoh pelopor fenomenologi adalah
Edmund Husserl (1859-1938).27
Metodologi kualitatif dengan menggunakan metode fenomenologi
merupakan riset terhadap dunia kehidupan orang-orang, pengalaman subjektif
mereka terhadap kehidupan pribadi sehari-hari. Periset secara konsisten akan
melakukan bracketing atau mengurung asumsi-asumsi pribadi peneliti sehingga
peneliti mampu melihat fenomena dari sudut pandang responden.
Fenomenologi berusaha mendekati objek kajian secara konstrukvis serta
pengamatan yang cermat, dengan tidak menyertakan prasangka oleh
konsepsi-konsepsi manapun sebelumnya.
B. Fenomenologi
Menurut Husserl, fenomenologi adalah pengalaman subjektif atau
pengalaman fenomenologikal atau suatu studi tentang kesadaran dari perspektif
27
37
pokok dari seseorang. Fenomenologi memiliki riwayat cukup panjang dalam
penelitian sosial, termasuk psikologi, sosiologi, dan pekerjaan sosial.
Fenomenologi adalah pandangan berpikir yang menekankan pada fokus
interprestasi dunia. Dalam hal ini, para peneliti fenomenologi ingin memahami
bagaimana dunia muncul kepada orang lain.
Fenomenologi menyelidiki pengalaman kesadaran yang berhubungan
dengan pertanyaan, seperti bagaimana pembagian antara subjek dan objek
muncul dan bagaimana suatu hal didunia ini diklasifikasikan. Para
fenomenolog juga berasumsi bahwa kesadaran bukan dibentuk karena
kebetulan dan dibentuk oleh sesuatu yang lainnya dirinya sendiri. Ada tiga
yang memengaruhi pandangan fenomenologi, yaitu Edmund Husserl, Alfred
Schultz, dan Weber. Weber memberi tekanan verstehen, yaitu pengertian dari
interpretatif terhadap pemahaman manusia. Fenomenologi dengan demikian
merupakan salah satu teori yang menentang paradigma yang menjadi
mainstream dalam sosiologi, yakni struktural fungsional. Filsuf Edmund
Husserl (1859-1938) yang dikenal sebagai founding father fenomenologi
mengembangkan ide tentang dunia kehidupan (lifeworld). Ia menggunakan
filsafat fenomenologi untuk mengetahui bagaimana sebenarnya struktur
pengalaman yang merupakan cara manusia mengorganisasi realitasnya
sehingga menjadi terintegrasi dan autentik. Bagi Husserl, dunia kehidupan
menyediakan dasar-dasar harmoni kultural dan aturan-aturan yang menentukan
kepercayaan-kepercayaan yang diterima apa adanya (taken forgranted) dalam
38
Fenomenologi secara esensial merupakan perspektif modern tentang
manusia dan dunianya. Gerakan filsafat sangat dekat berhubungan dengan abad
20. Perspektif ini seperti semua gerakan-gerakan filsafat lainnya dapat
ditelusuri dari naskah-naskah kuno dan yang lebih penting lagi berakar dari
filsafat skolastik abad pertengahan. Meskipun demikian, para teori
fenomenologi, ada umumnya berkiblat pada karya-karya Edmund Husserl
sebagai titik pijakan (point of departure), dan Husserl mengulangi apa yang
menjaadi perhatian Rene Descrates dan filsafat sebelumnya sebagai permulaan
perspektif fenomenologi secara meyakinkan.
Fenomenologi memfokuskan studinya pada masyarakat berbasis makna
yang dilekatkan oleh anggota. Apabila filsafat Edmund Husserl yang
memfokuskan pada pemahaman fenomena dunia, fenomenologi yang
diterapkan dalam sosiologi, khususnya Alfred schutz (1962) yang bekerja sama
dengan teori yang memegang teguh pragmatisme Mead, dan menjelaskan
mengenai sosiologi kehidupan sehari-hari. Schutz dan Mead, keduanya
memfokuskan pada proses sosialisasi yang menjadi “cadangan pengetahuan
umum” (common stock of knowledge) dari anggota masyarakat, kemampuan
mereka berinteraksi (perspektif resiprositas), dan relevansi pemahaman makna
yang muncul dalam kehidupan sehari-hari.
Fenomenologi merupakan perspektif sosiologi yang concern pada
kehidupan sehari-hari selain interaksionisme simbolik, dramaturgi, teori
labeling, ethnometodologi, sosiologi eksistensial, dan sosiologi postmodern. Di
antara persepektif-perspektif teoritis tersebut terdapat ide yang sama, yakni
39
waktu dengan anggota masyarakat yang ditelitinya untuk memperoleh sebuah
pemahaman tentang bagaimana pandangan kelompok dan menjelaskan
kehidupan sosial tempat anggota masyarakat menjalani kehidupan sehari-hari
mereka. Peneliti tidak boleh menyertakan asumsi teoritis dalam studinya akan
tetapi menderivikasikan ide-ide yang berasal dari anggota masyarakat. Jadi,
seluruh sosiologi kehidupan sehari-hari menggunakan observasi partisipan,
wawancara mendalam, atau keduanya dan juga penalaran induktif untuk
memperoleh pemahaman yang lebih baik dan meminimalkan distorsi dari
fenomena yang ditelitinya.
Tugas utama fenomenologi sosial adalah mendemonstrasikan interaksi
resiprokal di antara proses-proses tindakan manusia, penstrukturan situasional,
dan konstruksi realitas. Tidak seperti kaum positivis yang melihat setiap aspek
sebagai suatu faktor kasual, fenomenolog melihat bahwa semua dimensi
sebagai pembentuk realitas. Biasanya, para fenomenolog menggunakan
istilahrefleksivitas untuk menandai cara ketika dimensi-dimensi unsur pokok
berfungsi, baik sebagai fondasi maupun konsekuensi dari seluruh aspek
kehidupan manusia. Tugas fenomenologi kemudian adalah untuk
mengungkapkan (menjadikan sebagai suatu yang manifes) refleksivitas
tindakan, situasi, dan realitas dalam berbagai modal dari “ sesuatu yang ada di
dunia” (being in the world). Fenomenolog memulai dengan suatu analisis sikap
alamiah (natural attitude), hal ini dipahami sebagai cara pada umumnya
individu berpartsipasi dalam kehidupan sosial, menggunakan pengetahuan
yang diterima apa adanya (taken for granted), mengasumsikan objektivitasnya,
40
Bahasa, budaya, dan common sense yang muncul dalam sikap alamiah
merupakan ciri objektif dari dunia eksternal yang dipelajari aktor dalam proses
kehidupannya.
Fenomenologi merupakan teori sosiologi yang mempunyai pengaruh
yang luas. Dalam sosiologi kontemporer, pengaruhnya dapat dilihat dari
meningkatnya humanisasi, baik dalam kerangka teori, metodologi riset, serta
prosedur penilaian, dan model-model instruksional dalam pendidikan.
Pemikiran fenomenologi juga mempunyai pengaruh terhadap teori postmodern,
poststrukturalisme, situasinalisme, dan revleksivitas, yang menjadi core
fenomenologi juga dikena dalam teori-teori di atas.
Pendekatan Fenomenologi adalah metode yang biasa diterapkan dalam
kajian sosiologi untuk memahami dan menerangkan sebuah fenomena sosial.
Ditegaskan bahwa tugas utama sosiologi, adalah berupaya memahami dan
menjelaskan tetapi bukannya menghakimi aspek baik dan buruk maupun benar
atau salah.
C. Pendekatan Fenomenologi Husserl
Husserl adalah pendiri dan tokoh utama dan aliran filsafat
fenomenologi. Seperti telah disebutkan sebelumnya dalam sejarah
fenomenologi, pemikirannya banyak dipengaruhi oleh Franz Brentano,
terutama pemikirannya tentang “kesengajaan”. Bagi Husserl fenomenologi
adalah ilmu yang fundamental dalam berfilsafat. Fenomenologi adalah ilmu
tentang hakikat dan bersifat apriori. Dengan demikian, makna fenomena
41
Jika Kant mengatakan bahwa subjek hanya mengenal fenomena bukan
noumena, maka bagi Husserl fenomena mencakup noumena (pengembangan
dan pemikiran Kant).28 Bila dibandingkan dengan konsep kesadaran dari
Descartes yang bersifat tertutup, kesadaran menurut Husserl lebih bersifat
terbuka. Husserl juga menolak pandangan Hegel mengenai relativisme
fenomena budaya dari sejarah. Namun dia menerima konsep formal
fenomenologi Hegel, serta menjadikannya sebagai dasar perkembangan semua
tipe fenomenologi. Fenomena pengalaman adalah apa yang dihasilkan oleh
kegiatan dan susunan kesadaran manusia.
Dalam Logical investigations (1900), Husserl menggarisbawahi sebuah
sistem yang kompleks dari filsafat. Sistem tersebut bergerak dari logika ke
filsafat bahasa baru kemudian ke ranah ontologi. Pembahasannya tidak
berhenti sampai di sini, dari ontologi bergerak ke “kesengajaan” dan berakhir
di fenomenologi pengetahuan. Barulah di Ideas I (1913), Husserl
mengkhususkan pembahasannya pada fenomenologi, yang definisikannya
sebagai ilmu mengenai pokok-pokok kesadaran (the science of the essence of
consciousness). Selain mengemukakan definisi fenomenologi, Husserl banyak
membahas mengenai ciri-ciri kesadaran dari orang pertama.
Sampai saat ini, kita dapat mengartikan fenomenologi sebagai studi
tentang kesadaran dari beragam pengalaman yang ada di dalamnya. Menurut
Husserl, dengan fenomenologi kita dapat mempelajari bentuk-bentuk
pengalaman dari sudut pandang orang yang mengalaminya secara langsung,
28