• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONSEP PENDEKATAN MINDFUL TEACHING SEBAGAI LANGKAH GURU PAUD INOVATIF DALAM IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER ANAK USIA DINI DI ERA GLOBALISASI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KONSEP PENDEKATAN MINDFUL TEACHING SEBAGAI LANGKAH GURU PAUD INOVATIF DALAM IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER ANAK USIA DINI DI ERA GLOBALISASI"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

Jurnal Ilmiah PATITA –BPPAUD dan Dikmas Maluku Vol.7 Ed.2, 2020 | 85

KONSEP PENDEKATAN MINDFUL TEACHING SEBAGAI LANGKAH

GURU PAUD INOVATIF DALAM IMPLEMENTASI PENDIDIKAN

KARAKTER ANAK USIA DINI DI ERA GLOBALISASI

Verliany Riasty Vindy

Mahasiwa Pascasarjana Fak.Theology UKIM Ambon Abstract

Character education is a very important nation foundation and needs to be instilled in children from an early age in the era of globalization. The existence of innovative PAUD teachers at each PAUD institution is needed in an effort to build children's character from an early age through the process of learning to play and learn with various approaches, one of which is the Mindful Teaching approach as a teacher-student interaction approach that provides opportunities for teachers to see current experiences with students as a form of long-term relationship in which there is an understanding of children's needs, the development of self-regulatory attitudes, and wise and child-oriented decision making. The concept of implementing the Mindful Teaching approach for innovative early childhood teachers can be carried out through five aspects of learning between teacher-students, namely (1) Listening attentively, (2) Acceptance without self-assessment and the child (3) Awareness of the emotional condition of oneself and children, ( 4) Self-regulation in teacher-student relationships and (5) compassion for oneself and children. In the era of globalization, having mindful teaching skills will be able to help teachers shape effective learning for children's growth and development because it has several positive qualities.

Keywords: Early Childhood Teacher, Innovative, Character, Early Childhood, Mindful Teaching

PENDAHULUAN

Undang-undang Sistem Pendidikan

Nasional Nomor 20 tahun 2003 menjelaskan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang

demokratis serta bertanggung jawab.

Pendidikan merupakan aspek penting dalam

membina dan mengembangkan berbagai

potensi karena sasaran atau objek pendidikan tidak hanya aspek akademis saja tetapi pendidikan juga merupakan aspek kepribadian,

sosial dan nilai-nilai religius dalam

pembentukan manusia seutuhnya. Tugas dunia

pendidikan semakin berat untuk ikut

membentuk bukan hanya masyarakat yang siap berkompetisi tetapi juga memiliki karakter mulia.

Keberadaan pendidikan karakter bukan hal yang baru bagi Indonesia. Dahulu pernah dijumpai pendidikan nilai yang ditanamkan dalam bentuk penghayatan dan pengamalan Pancasila (Samani dan Hariyanto, 2013: 21). Kementerian Pendidikan Nasional (2010: 10) mendefinisikan pendidikan karakter sebagai pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak yang bertujuan mengembangkan kemampuan anak, untuk memberikan keputusan baik buruk,

(2)

Jurnal Ilmiah PATITA –BPPAUD dan Dikmas Maluku Vol.7 Ed.2, 2020 | 86

memelihara apa yang baik dan mewujudkan kebaikan itu sepenuh hati dalam kehidupan sehari hari.

Pendidikan karakter menjadi isu utama pada dunia pendidikan khususnya untuk menghadapi era globalisasi. Sebuah era dimana kita tidak bisa lagi mengisolasi diri dari pergaulan, terpaan informasi dan keterlibatan dalam interaksi internasional. Duniapun terasa semakin menyempit. Para ahli menyebut fenomena ini sebagai desa dunia (Global

Village).

Dalam era globalisasi yang dirasakan sekarang ini, tidak sedikit masyarakat atau peserta didik yang semakin lama semakin melupakan budaya yang mampu mengubah sikap peserta didik. Tugas dunia pendidikan semakin berat untuk ikut membentuk bukan saja insan yang siap berkompetisi, tetapi juga mempunyai akhlak mulia dalam segala tindakannya sebagai salah satu modal sosial. Dampak globalisasi yang terjadi saat ini sangat berpengaruh terhadap pendidikan karakter bangsa.

Pendidikan karakter merupakan suatu pondasi bangsa yang sangat penting dan perlu ditanamkan sejak dini kepada anak. Perlunya pendidikan karakter sejak anak usia dini dengan alasan bahwa pada usia tersebut merupakan masa keemasan (golden age) bagi pertumbuhan dan perkembangan anak. Jika sejak dini anak distimulasi dengan pembiasaan karakter yang baik, maka dewasa kelak nilai karakter tersebut akan menjadi kebiasaan.

Pendidikan karakter bagi anak usia dini memiliki makna lebih tinggi dari pendidikan moral karena tidak hanya berkaitan dengan

masalah benar-salah, tetapi bagaimana

menanamkan kebiasaan (habit) tentang

berbagai prilaku yang baik dalam kehidupan, sehingga anak memiliki kesadaran dan pemahaman yang tinggi serta kepedulian dan komitmen untuk menerapkan kebajikan dalam kehidupan sehari-hari (Suratmi dan Munhaji, 2015 :186).

Pendidikan anak usia dini (PAUD) mempunyai peran yang penting dimana akan menjadi lingkungan kedua yang dijumpai oleh anak setelah lingkungan keluarga. Lingkungan PAUD inilah yang nantinya akan ikut berperan penting dalam pembentukan karakter anak usia dini. Selain itu, PAUD juga memegang peranan dalam menentukan perkembangan anak selanjutnya, karena lingkungan PAUD merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kepribadian anak.

Keberadaan guru pada satuan atau

lembaga PAUD sangatlah menentukan

pembentukan karakter anak, guru tidak hanya dituntut untuk mampu memaknai pembe-lajaran, tetapi yang paling penting adalah bagaimana menjadikan pembelajaran sebagai ajang pembentukan karakter dan kualitas pribadi peserta didik.

Berkaitan dengan hal tersebut di atas, maka guru PAUD yang inovatif pada setiap lembaga PAUD sangat dibutuhkan dalam upaya pembentukan karakter anak sejak usia dini. Keinovatifan guru diyakini sebagai salah satu faktor dominan yang dapat menentukan

tingkat keberhasilan anak didik dalam

melakukan transformasi ilmu pengetahuan dan teknologi serta internalisasi etika dan moral dalam menuju masyarakat madani. Dengan kata lain bahwa keberhasilan anak didik dalam menjalani kehidupan selanjutnya sebagian besar ditentukan oleh produktivitas kerja guru (Suharyati, 2018: 33).

(3)

Jurnal Ilmiah PATITA –BPPAUD dan Dikmas Maluku Vol.7 Ed.2, 2020 | 87

Interaksi atau hubungan timbal balik antara guru dan peserta didik merupakan syarat utama bagi berlangsungnya proses belajar-mengajar sebagai inti dari proses pendidikan dengan guru sebagai pemegang peranan utama. Interaksi dalam peristiwa belajar-mengajar memiliki arti yang lebih luas, tidak sekedar hubungan antara guru dengan siswa, tetapi berupa interaksi edukatif. Melalui hal ini bukan hanya penyampaian pesan berupa materi pelajaran, melainkan menanamkan sikap dan nilai pada diri siswa yang sedang belajar. Dengan demikian maka proses pembelajaran yang dilakukan guru PAUD dalam kegiatan belajar dan bermain perlu dilakukan dengan berbagi pendekatan sangatlah diperlukan.

Pendekatan mindful teaching merupakan suatu pendekatan dalam kegiatan pembelajaran PAUD sebagai langkah inovatif guru PAUD

karena memiliki pengaruh positif bagi

kepentingan proses pembelajaran yang

dilakukan dalam konteks hubungan guru-peserta didik atau siswa dan menekankan pada kesempatan guru untuk melihat pengalaman saat ini dengan siswa sebagai bentuk hubungan

jangka panjang yang didalamnya ada

pemahaman akan kebutuhan anak,

pengembangan sikap regulasi diri, serta

pembuatan keputusan yang bijak dan

berorientasi pada anak (child-oriented). Hal ini sangat penting guna memberikan pengaruh positif bagi pengembangan karakter anak pada lembaga PAUD.

Tulisan ini akan menguraikan tentang makna pentingnya guru pendidikan anak usia dini yang inovatif pada lembaga atau satuan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) melalui

pendekatan mindful teaching guna

mengembangkan karakter anak di tengah tantangan era globalisasi.

PEMBAHASAN

Era Globalisasi dan Pendidikan Karakter

Globalisasi merupakan suatu proses dengan kejadian, keputusan dan kegiatan disalah satu bagian dunia menjadi suatu konsekuensi yang signifikan bagi individu dan masyarakat di daerah yang jauh. Masyarakat di seluruh dunia menjadi saling bergantung pada semua aspek kehidupan, baik itu budaya, politik, dan ekonomi. Di dalam hal budaya, globalisasi sangat berperan di dalam memunculkan nilai-nilai atau hal-hal baru, seperti cara berbudaya yang baru, yang dimana penggabungan antara budaya dalam dan budaya luar sering dipersatukan (Ginting, 2017: 358)

Di era globalisasi ini, dunia pendidikan pada umumnya sedang menghadapi berbagai tantangan, antara lain: pertama, globalisasi di bidang budaya, etika dan moral sebagai akibat dari kemajuan teknologi di bidang transportasi

dan informasi. Kedua, diberlakukannya

globalisasi dan perdagangan bebas, yang berarti persaingan alumni dalam pekerjaan semakin ketat. Ketiga, hasil-hasil survey

internasional menunjukkan bahwa mutu

pendidikan di Indonesia masih rendah atau bahkan selalu ditempatkan dalam posisi juru kunci jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga. Keempat, masalah rendahnya tingkat

social capital. Inti dari sosial capital adalah

trust (sikap amanah) (Rusniati,2015: 109).

Pendidikan merupakan mekanisme

institusional yang akan mengakselerasi

pembinaan karekter bangsa dan juga berfungsi sebagai arena mencapai tiga hal prinsip dalam pembinaan karakter bangsa (Huda, 2012;337).

(4)

Jurnal Ilmiah PATITA –BPPAUD dan Dikmas Maluku Vol.7 Ed.2, 2020 | 88

Tiga hal prinsip tersebut adalah sebagai berikut:

1. Pendidikan sebagai arena untuk reaktivasi karakter luhur bangsa Indonesia. Secara historis bangsa Indonesia adalah bangsa yang memiliki karakter kepahlawanan, nasionalisme, sifat heroik, semangat kerja keras serta berani menghadapi tantangan.

Kerajaan-kerajaan nusantara di masa

lampau adalah bukti keberhasilan

pembangunan karakter yang mencetak tatanan masyarakat maju, berbudaya dan berpengaruh.

2. Pendidikan sebagai sarana untuk

membangkitkan suatu karakter bangsa yang

dapat mengakselerasi pembangunan

sekaligus mobilisasi potensi domestik untuk meningkatkan daya saing bangsa.

3. Pendidikan sebagai sarana untuk

menginternalisasi kedua aspek di atas yakni reaktivasi sukses budaya masa lampau dan karakter inovatif serta kompetitif ke dalam segenap sendi-sendi kehidupan bangsa dan program pemerintah. Internalisasi ini harus berupa suatu concerted efforts dari seluruh masyarakat dan pemerintah.

Pendidikan karakter memegang peranan

penting guna menghadapi tantangan

perkembangan di era globalisasi. Pendidikan karakter pada abad 21 sesungguhnya tidak bisa dilepaskan dari program pendidikan pada umumnya. Karena itu, untuk memahami makna pendidikan karakter tidaklah bisa dilepaskan dari makna pendidikan itu sendiri.

Landasan pendidikan nasional Indonesia

sesungguhnya adalah pembentukan karakter kehidupan berbangsa. Demikian pula dengan berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia, dan tanggap terhadap

tuntutan perubahan jaman jelas menunjukkan bahwa jiwa atau roh pendidikan nasional itu sesungguhnya pembentukan karakter atau kepribadian bangsa Indonesia yang bersumber

dan nilai-nilai agama, nilai-nilai luhur

kebudayaan nasional, dan nilai-nilai yang tumbuh dan berkembang dalam pertumbuhan dan perkembangan jaman (Sukadi, 2011: 96).

Wibowo (2012:35) mengemukakan

bahwa pendidikan karakter merupakan suatu

yang mengualifikasikan seorang pribadi,

keadaan jiwa yang menyebabkan orang bertindak tanpa dipikirkan terlebih dahulu, sifat alami seseorang dalam merespons situasi secara bermoral serta kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisai berbagai kebajikan.Sementara itu menurut Ramli (2003: 99) bahwa pendidikan karakter memiliki esensi dan makna yang sama dengan pendidikan moral dan pendidikan akhlak. Tujuannya adalah membentuk pribadi anak, agar menjadi manusia yang baik, warga masyarakat, dan warga negara yang baik. Adapun kriteria manusia yang baik, warga masyarakat yang baik dan warga negara yang baik bagi suatu masyarakat dan bangsa, secara umum adalah

nilai-nilai sosial tertentu, yang banyak

dipengaruhi oleh budaya masyarakat dan bangsanya.

Pendidikan Karakter bagi Anak Usia Dini

Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) tidak bisa dipisahkan dari pemahan terkait dengan karakteristik anak. Anak usia dini adalah sosok individu yang sedang menjalani suatu proses perkembangan dengan pesat dan fundamental bagi kehidupan selanjutnya. Anak usia dini memiliki karakteristik yang khas, baik secara fisik, psikis, sosial, moral, dan

(5)

Jurnal Ilmiah PATITA –BPPAUD dan Dikmas Maluku Vol.7 Ed.2, 2020 | 89

sebagainya. Masa kanak-kanak merupakan masa yang paling penting untuk sepanjang usia hidupnya. Sebab masa kanakkanak adalah

masa pembentukan fondasi dan dasar

kepribadian yang akan menentukan

pengalaman anak selanjutnya. Pengalaman yang dialami anak pada usia dini akan

berpengaruh kuat terhadap kehidupan

selanjutnya. Pengalaman tersebut akan

bertahan lama, bahkan tidak dapat terhapuskan (Mashar, 2015: 7).

Anak usia dini berada pada rentang usia 0-6 tahun. Anak pada masa usia 0-6 tahun ini mengalami masa yang cepat dalam rentang

perkembangan hidup manusia. Menurut

Mulyasa (2012:16) bahwa anak usia dini adalah individu yang sedang mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat, bahkan dikatakan sebagai lompatan perkembangan. Anak usia dini merupakan individu yang unik dan memiliki karakteristik sesuai dengan tahapan usianya.

Rahman (2002:32-36) mengemukakan bahwa secara biologis perkembangan anak usia dini dapat dibagi kedalam beberapa fase yang

masing-masing fase memiliki perubahan

sendiri yakni : (a) Usia 0-1 tahun, berbagai ketrampilan dan kemampuan dasar dipelajari anak pada usia ini, seperti mempelajari keterampilann motorik mulai dari berguling,

merangkak, duduk, berdiri dan jalan.

Mempelajari ketrampilan menggunakan panca indera seperti melihat, meraba, mendengar, mencium, mempelajari komunikasi sosial dengan lingkungannya, (b) Usia 2-3 tahun, secara fisik anak mengalami pertumbuhan yang pesat seperti anak aktif mengeksplorasi benda yang ada disekitarnya, anak mulai mengembangkan kemampuan berbahasa serta

emosi ke dalam lingkungannya, (c) Usia 4-6 tahun, anak aktif melakukan berbagai kegiatan untuk pengembangan otot-otot kecil maupun

besar, anak sudah mampu memahami

pembicaraan orang lain. Perkembangan

kognitif sangat pesat, (d) Usia 7-8 tahun, anak sudah mampu berpikir analis dan sintesis, anak mulai menyukai permainan sosial yang banyak melibatkan orang lain, anak sudah terbentuk dan tampak dari kepribadiannya.

Fadlillah (2012:57) mengemukakan pula bahwa karakteristik anak usia dini antara lain : (a) Unik, yaitu sifat anak yang berbeda satu dengan yang lainnya. Anak memiliki bawaan, minat dan latar belakang kehidupan masing-masing, (b) Egosentris, yaitu anak cenderung melihat dan memahami sesuatu dari sudut pandang dan kepentingannya sendiri, (c) Aktif dan energik, yaitu anak senang melakukan berbagai aktivitas, (d) Rasa ingin tahu yang

kuat, yaitu cenderung memperhatikan,

membicarakan dan mempertanyakan berbagai hal yang dilihat dan didengarnya, (d) Eksploratif, yaitu anak terdorong oleh rasa ingin tahu yang kuat dan senang mencoba dan mempelajarai hal-hal yang baru, (e) Spontan, yaitu perilaku yang ditampilkan anak relative asli dan tidak ditutup-tutupi, (f) Senang dan kaya dengan fantasi, yaitu anak senang hal-hal yang imajinatif. Dengan demikian maka anak usia dini memiliki karakteristik yang berbeda dengan orang dewasa karena tumbuh dan berkembang dengan banyak cara, unik dan berbeda.

Pendidikan karakter perlu diberikan sejak usia dini karena pada periode ini

merupakan usia yang kritis dimana

pertumbuhan dan perkembangan mereka sangat pesat dan merupakan dasar untuk

(6)

Jurnal Ilmiah PATITA –BPPAUD dan Dikmas Maluku Vol.7 Ed.2, 2020 | 90

pembentukan karakter selanjutnya. Menurut

Sunaryo dalam Wibowo (2012:105-106)

bahwa pendidikan karakter adalah pendidikan sepanjang hayat sebagai proses perkembangan ke arah manusia sempurna. Oleh karenanya, pendidikan karakter memerlukan keteladanan dan sentuhan mulai sejak dini sampai dewasa.

Pengembangan karakter dalam suatu sistem pendidikan bagi anak usia dini adalah

keterkaitan antara komponen-komponen

karakter yang mengandung nilai-nilai perilaku, yang dapat dilakukan atau bertindak secara bertahap dan saling berhubungan antara pengetahuan nilai-nilai perilaku dengan sikap atau emosi yang kuat untuk melaksanakannya, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, dirinya, sesama, lingkungan, bangsa, negara, serta dunia internasional sebagai bagian dari dinamika era globalisasi yang terjadi.

Karakter dikembangkan melalui tahap pengetahuan (knowing), pelaksanaan (acting), dan kebiasaan (habit). Karakter tidak terbatas pada pengetahuan saja. Jika telah memiliki pengetahuan kebaikan belum tentu mampu bertindak sesuai dengan pengetahuannya, perlu terlatih (menjadi kebiasaan) untuk melakukan kebaikan tersebut. Karakter juga menjangkau wilayah emosi dan kebiasaan diri. Megawangi ( 2008: 25) mengemukakan bahwa diperlukan

tiga komponen karakter yang baik

(components of good character) yaitu moral

knowing (pengetahuan tentang moral), moral

feeling atau perasaan (penguatan emosi)

tentang moral, dan moral action atau perbuatan bermoral. Hal ini diperlukan agar peserta didik dan atau warga sekolah lain yang terlibat dalam sistem pendidikan tersebut sekaligus dapat memahami, merasakan, menghayati, dan mengamalkan (mengerjakan) nilai-nilai

keba-jikan (moral), selanjutnya menurut Helmawati (2014:166-167) bahwa pengembangan karakter pada anak usia dini lebih menekankan pada: 1) metode keteladanan, 2) pembiasaan, 3) pe-ngulangan , 4) pelatihan, dan 5) motivasi,

Selanjutnya guna mengukur keberhasilan pengembangan karakter dalam pendidikan anak usia dini dapat diketahui dari perilaku sehari-hari yang tampak pada setiap aktivitas berikut: 1) kesadaran, 2) kejujuran, 3)

ke-ikhlasan, 4) kesederhanaan, 5) kemandirian, 6) kepedulian, 7) kebebasan dalam bertindak,

8) kecermatan/ ketelitian, dan 9) komitmen. (Helmawati,2014: 90). Hal yang diungkapkan ini harus dimiliki oleh seluruh anak usia dini. Untuk kepentingan tersebut guru harus memberi contoh dan menjadi suri tauladan

dalam mempraktekkan indikator-indikator

pendidikan karakter dalam perilaku sehari-hari. Selain guru para pempinan lembaga/satuan PAUD, para pengawas, dan masyarakat juga perlu mempraktikan hal tersebut. Dengan demikian, akan tercipta iklim yang kondusif bagi pembentukan karakter anak usia dini, dan seluruh lingkungannya sehingga pendidikan

karakter tidak hanya dijadikan ajang

pembelajaran, tetapi menjadi tanggung jawab lingkungan. Lebih dari itu, pendidikan karakter bukan hanya tanggung jawab lembaga PAUD semata, tetapi merupakan tanggungjawab semua pihak, orang tua, pemerintah, dan masyarakat.

Tuntutan Pengembangan Guru PAUD Inovatif

Semua orang dinilai memiliki potensi inovatif, meskipun tidak semuanya dapat mengembangkan atau menggunakan potensi yang dimiliki secara penuh termasuk para guru

(7)

Jurnal Ilmiah PATITA –BPPAUD dan Dikmas Maluku Vol.7 Ed.2, 2020 | 91

PAUD. Inovasi dalam bahasa Inggris adalah

innovation, yaitu segala sesuatu yang baru atau

pembaharuan. Inovasi adalah suatu gagasan, barang, kejadian, teknik-teknik/metode-metode atau praktik yang diamati, disadari, dirasakan, dan diterima sebagai hal yang baru oleh

seseorang atau kelompok masyarakat

(Komariah dan Triatna, 2005: 19-20),

sementara itu menurut pendapat Robbins dan Judge (2003: 571-572) bahwa “Innovation is

a new idea applied to initiating or improving a product, process, or service.” Inovasi adalah ide baru yang diterapkan untuk memulai atau memperbaiki suatu produk, proses atau layanan. Dengan menekankan pada beberapa

faktor yang berhubungan yaitu: (a) Produk : mencipatakan ide baru, (b) Proses: menerapkan metode baru, dan (c) Layanan: sistem dan standar baru.

Mole dan Elliot dalam Suharyati ( 2018: 22) menjelaskan inovasi adalah proses yang melibatkan serangkaian tahap pengaturan dari ide penemuan, desain produk, pengembangan, produksi, dan penggunaannya. Adapun faktor-faktor yang berhubungan dengan inovasi yaitu: (a) penemuan dengan pengenalan produk baru,

(b) pentingnya keberadaan lingkungan

organisasi, (c) implementasi proses penemuan.

Keinovatifan adalah menindaklanjuti

proses awal penerimaan ide baru,

mempraktekannya, dan seterusnya. Menurut Suharyati (2018:25) bahwa pada organisasi pendidikan, keinovatifan guru adalah perilaku atau tindakan guru dalam menciptakan ide atau memperbaharui ide yang sudah ada dalam kegiatan belajar mengajar seperti pembuatan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), model pembelajaran, media dan alat yang

digunakan dalam pembelajaran, sistem

penilaian dan manajemen kelas yang

memerlukan proses implementasi dari hasil

produk pembelajaran tersebut dan

mensosialisasikannya kepada semua warga belajar. Adapun indikator dari keinovatifan guru adalah: (a) penciptaan ide baru, (b) perbaikan produk pembelajaran, (c) cara dalam

membuat produk pembelajaran, (d)

implementasi hasil penemuan, (e) peningkatan daya tarik produk pembelajaran, (f) sosialisasi

produk pembelajaran baru (Suharyati,

2018:95)

Upaya untuk meningkatkan keinovatifan guru PAUD dapat dilakukan melalui budaya organisasi, kepemimpinan transformasional dan motivasi kerja guru. Sekolah sebagai suatu organisasi, memiliki budaya tersendiri yang dibentuk dan dipengaruhi oleh nilai-nilai,

persepsi, kebiasaan-kebiasaan,

kebijakan-kebijakan pendidikan, dan perilaku orang-orang yang ada di dalam core bisnis yang dijalankannya yaitu pembelajaran (Komariah dan Triatna, 2005: 106). Budaya organisasi adalah persepsi guru dalam memahami aturan, kebijakan, nilai-nilai dan norma-norma yang disepakati bersama dan dikembangkan dalam suatu organisasi pendidikan akan memberikan semangat kerja, keseriusan dan kedisiplinan guru dalam melaksanakan pekerjaannya. Guru akan bertindak profesional dan mampu mewujudkan visi dan misi organisasinya.

Pemahaman akan peraturan, kebijakan, nilai-nilai dan norma-norma yang disepakati bersama dan dikembangkan dalam suatu

organisasi pendidikan akan memberikan

dorongan semangat kerja, keseriusan dan

kedisiplinan guru dalam melaksanakan

tugasnya. Guru akan bertindak profesional dan

(8)

Jurnal Ilmiah PATITA –BPPAUD dan Dikmas Maluku Vol.7 Ed.2, 2020 | 92

organisasinya. Keadaan tempat kerja yang kondusif memberikan peluang kepada guru untuk mengembangkan ide, berinovasi dan mewujudkan keinovatifannya dalam bentuk kegiatan pembelajaran di kelas, meningkatkan produktivitas kerjanya, mengimplementasikan

penemuannya dalam bentuk rencana

pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik, pembuatan media dan alat pembelajaran yang inovatif, dapat menjadi model perilaku etika moral yang baik bagi peserta didiknya serta dapat bersinergi dengan

semua unsur warga sekolahnya dalam

memberikan pelayanan maksimal bagi peserta

didiknya (Suharyati, 2018:54). Dengan

demikian semakin tinggi budaya organisasi maka semakin tinggi pula hasil keinovatifan para guru.

Kepemimpinan transformasional adalah salah tipe atau gaya kepemimpinan yang diduga dapat meningkatkan keinovatifan para guru PAUD. Spector (2008: 349-350)

mendeskripsikan kepemimpinan

transformasional sebagai pemimpin yang mampu menginspirasi orang lain untuk menerima tujuan luhur organisasinya dan berjuang mencapainya. Pemimpin mampu

mengungkapkan visinya dan memberi

semangat untuk meraihnya. Ada tiga faktor yang berkaitan yaitu: (a) karisma, (b) efektif dan (c) pengaruh.

Pengelola satuan PAUD yang memiliki

kualitas kepemimpinan transformasional

berperan penting dalam kontribusinya dengan

keinovatifan guru. Pengelola sebagai

pemimpin yang penuh percaya diri dan

konsisten harus mampu memberi

menstimulasi, menginspirasi guru, sebagai bawahannya, untuk berkomitmen pada visi

organisasi. Pengelola juga harus mampu

mengkomunikasikannya, memotivasi,

mengarahkan, memberdayakan, menjadi

model, mengembangkan potensi, memiliki perspektif baru dalam memecahkan masalah, memberikan tantangan dan dukungan kepada guru untuk melakukan inovasi. Jadi peranan Pengelola PAUD sangat penting untuk memberikan pengaruh intelektual kepada guru.

Pada beberapa hasil studi telah

membuktikan bahwa kepemimpinan trans-formasional mempunyai hubungan positif dengan keinovatifan guru, diantaranya adalah penelitian yang dilakukan Sarros dan Cooper dalam Suharyati (2018:71) yang menunjukkan adanya hubungan positif antara kepemimpinan transformasional dengan keinovatifan guru. Ada enam faktor kepemimpinan trans-formasional berhubungan dengan keinovatifan guru yaitu: (a) pemimpin yang dapat mengartikulasikan visi, (b) tujuan organisasi, (c) stimulasi intelektual, (d) dukungan terhadap individu, (e) memiliki kinerja yang tinggi, dan (f) role mode. Hal ini berarti semakin tinggi kepemimpinan transformasional maka makin tinggi pula keinovatifan guru, begitu pula sebaliknya, semakin rendah kepemimpinan

transformasional maka makin rendah

keinovatifan guru.

Motivasi kerja merupakan aspek yang juga menentukan keinovatifan guru PAUD. Spector (2008: 200) mendefinisikan motivasi adalah suatu keadaan internal dalam diri seseorang yang berhubungan dengan perilaku tertentu. Salah satu perspektif menyebutkan hubungan motivasi dengan arah, intensitas, perilaku ketekunan dalam waktu bersamaan. Arah merujuk pada pilihan perilaku khusus dari sejumlah besar perilaku yang ada

(9)

Jurnal Ilmiah PATITA –BPPAUD dan Dikmas Maluku Vol.7 Ed.2, 2020 | 93

Intensitas mengacu pada banyaknya upaya

seseorang untuk mengerjakan tugasnya.

Ketekunan merujuk pada hubungan yang terus menerus. Dalam perfektif lainnya, motivasi memerlukan kesadaran dengan dorongan untuk mencapai tujuan yang sama, keinginan, kebutuhan atau dorongan manusia. Motivasi kerja menjadi salah satu faktor yang dapat

terus ditingkatkan agar guru dapat

mengoptimalkan fungsinya dalam

melaksanakan tugasnya untuk mencapai tujuan pendidikan yang terbaik. Dengan demikan meningkatnya motivasi kerja guru maka akan semakin tinggi pula nilai keinovatifan guru

tersebut dalam bekerja di sekolahnya

(Suharyati, 2018:87).

Guru PAUD yang sudah memiliki motivasi yang tinggi dengan sendirinya akan membangkitkan keinovatifan dan melakukan pekerjaannya secara profesional dalam upaya mencapai target keberhasilan organisasi/satuan PAUD . Upaya kerja keras yang dilakukan guru untuk mencapai hasil maksimal akan memberikan kinerja hasil yang baik dan kesuksesan. Semuanya didukung oleh adanya kolaborasi dari segenap warga sekolah. Bila kemudian semua keberhasilan guru tersebut dihargai akan memberikan rasa aman secara batiniah dan dengan sendirinya kebutuhan sandang pangan lahiriah terpenuhi.

Pengembangan Pendekatan Mindful Teaching Guru PAUD Inovatif.

Implementasi pendidikan karakter anak usia dini dilakukan melalui dua kegiatan, yaitu kegiatan terprogram dan kegiatan pembiasaan. Kegiatan terprogram merupakan kegiatan yang dilakukan di dalam kelas dengan berbagai metode, media, dan permainan, sedangkan

kegiatan pembiasaan dilakukan dengan

pembiasaan, kegiatan rutin, kegiatan spontan, dan kegiatan keteladanan. Setiap kegiatan harus direncanakan dan diadakan penilaian perkembangan peserta didik. (Tim Dirjen PAUD Nonformal dan Informal Kemdiknas, 2012: 7). Pengertian ini menunjukan bahwa pendidikan karakter bagi anak usia dini diterapkan dengan dua kegiatan yaitu kegiatan

pembelajaran dan kegiatan pembisaan.

Kegiatan pembelajaran harus dilakukan dengan cara bermain karena hakekatnya usia dini adalah usia bermain dan tidak mengandung keterpaksaan.

Kurikulum 2013 Pendidikan Anak Usia Dini menunjukan bahwa nilai-nilai karakter berada pada kompetensi Inti dan kompetensi dasar yang memiliki empat ranah, yaitu kompotensi sikap religius, sikap sosial, pengetahuan dan keterampilan sesuai dengan

usia dan tahap perkembangan anak.

Kompetensi dasar terdapat indikator yang merupakan penanda pencapaian KD yang ditandai oleh perubahan perilaku yang dapat diukur mencakup sikap, pengetahuan dan keterampilan. Indikator-indikator inilah yang membantu pendidik atau guru PAUD untuk mengetahui apakah KD telah dimiliki peserta didik.

Proses belajar mengajar merupakan inti dari proses pendidikan secara keseluruhan dengan guru sebagai pemegang peranan utama. Proses belajar-mengajar mengandung serang-kaian perbuatan pendidik/guru dan peserta didik atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu. Interaksi atau hubungan timbal balik antara guru dan peserta

(10)

Jurnal Ilmiah PATITA –BPPAUD dan Dikmas Maluku Vol.7 Ed.2, 2020 | 94

berlangsungnya proses belajar-mengajar.

Interaksi dalam peristiwa belajar-mengajar ini memiliki arti yang lebih luas, tidak sekedar hubungan antara guru dengan peserta didik, tetapi berupa interaksi edukatif. Melalui hal ini bukan hanya penyampaian pesan berupa materi pelajaran, melainkan menanamkan sikap dan nilai pada diri siswa yang sedang belajar.

Pembelajaran dilaksanakan sesuai

perkembangan karakter peserta didik demi kelancaran proses pembelajaran. Permen No 58 Tahun 2009 tentang Standar Pendidikan

Anak Usia Dini, kompetensi pendidik

melaksanakan proses pendidikan, pengasuhan dan perlindungan dengan salah satu indikator yaitu menggunakan metode pembelajaran melalui bermain sesuai dengan karakteristik anak, dan memilih media yang sesuai dengan kegiatan dan kondisi anak. jadi seorang pendidik harus dapat memahami karakteristik setiap peserta didik dan mampu menanganinya dengan baik tanpa diskriminasi, karena keberhasilan proses pembelajaran berasal dari kemampuan pendidik atau guru memberikan rangsangan kepada peserta didik.

Dalam kaitan dengan proses

pembelajaran yang dilakukan pada lembaga PAUD maka diperlukan guru PAUD yang inovatif guna pengimplementasian pendidikan karakter bagi anak usia dini. Terkait hal ini maka salah satu langkah yang dapat dilakukan sebagai guru PAUD yang inovatif adalah penerapan pendekatan mindful teaching dalam proses pembelajaran pendidikan karakter bagi anak usia dini di lembaga PAUD. Pendekatan pembelajaran menurut Sanjaya (2009:127) adalah suatu titik tolak atau sudut pandang mengenai terjadinya proses pembelajaran

secara umum berdasarkan cakupan teoritik tertentu

Pendekatan mindful teaching

me-rupakan pengembangan dari konsep

mindfulness berakar dari filosofi Buddha

namun saat ini telah berkembang baik secara praktis maupun teoritis dalam ranah Psikologi modern. Zinn (2006:1) mengemukakan bahwa

mindfulness sebagai sebuah kesadaran,

diperkuat dengan memperhatikan secara

berkelanjutan dan khusus yang disengaja, pada saat sekarang dan dengan tanpa menghakimi dan akan melibatkan bagaimana seseorang melihat, merasakan, mengetahui dan mencintai terhadap yang difokuskan pada saat ini dan

memfasilitasi keterpusatan fokus dan

kesadaran yang lebih besar. Pendekatan ini melibatkan perhatian yang difokuskan disini dan sekarang serta dengan sikap tidak menghakimi yang menggunakan unit-unit dasar intensi (niat), atensi (perhatian), dan sikap.

Dalam ranah pendidikan, praktik

mindfulness juga dapat dikembangkan dalam

konteks hubungan guru-siswa melalui mindful

teaching sebagai sebuah langkah sebagai guru

PAUD inovatif. Menggabungkan mindfulness kedalam interaksi guru-siswa memberikan

kesempatan pada guru untuk melihat

pengalaman saat ini dengan siswa sebagai

bentuk hubungan jangka panjang yang

didalamnya ada pemahaman akan kebutuhan anak, pengembangan sikap regulasi diri, serta

pembuatan keputusan yang bijak dan

berorientasi pada anak (child-oriented).

Menurut Maharani (2015:155) bahwa ada lima dimensi mindful teaching yang dihasilkan sebagai pengembangan dari konsep teoritis dan

(11)

Jurnal Ilmiah PATITA –BPPAUD dan Dikmas Maluku Vol.7 Ed.2, 2020 | 95

mindfulness yang digabungkan dengan konsep

teoritis dan praktis proses pembelajaran antara guru-siswa, yang diuraikan sebagai berikut : (1) Mendengarkan dengan penuh perhatian.

Mindful teaching mengkombinasikan faktor

perhatian dengan kemampuan

mendengarkan karena dengan cara inilah guru dapat benar-benar memahami anak. Mendengarkan dengan penuh perhatian berbeda dengan sekedar mendengarkan, karena fokusnya betul-betul pada kata-kata yang diucapkan anak dan bukan pada sinyal perilaku yang ditunjukkan anak. Guru yang

mindful akan mampu sensitif terhadap

konteks pembicaraan dengan anak sekaligus juga peka terhadap nada suara, ekspresi

wajah, hingga bahasa tubuh. Fokus

semacam ini akan memberikan pemahaman yang mendalam akan kebutuhan anak serta makna-makna yang tersirat di dalamnya. (2) Penerimaan tanpa penilaian terhadap diri

sendiri dan anak. Mindful teaching

melibatkan adanya penerimaan tanpa

penilaian pada sikap, atribut, perilaku anak maupun kepada diri sendiri. Penerimaan di sini bukannya menghilangkan tanggung

jawab memberi pengarahan dan

pendisiplinan, tetapi lebih pada penerimaan pada apa yang sedang terjadi saat ini dengan kesadaran penuh. Misalnya pada saat terjadi konflik antara guru-siswa, guru akan mampu menerima bahwa menjadi guru memang sebuah profesi yang sangat menantang, dan menerima bahwa menjadi anak juga memiliki faktor tantangannya sendiri. Penerimaan disini berarti menyadari tantangan apa saja yang dihadapi, dan bahwa setiap kesalahan yang terjadi akibat tantangan tersebut merupakan bagian dari

proses belajar. Penerimaan juga bukan berarti guru menyetujui setiap tindakan siswa bahkan yang tidak pantas sekalipun. Justru dengan mindful teaching, guru dapat menerima sikap anak sekaligus mampu menyediakan standar dan harapan yang jelas, baik secara kultural, norma, maupun sesuai taraf perkembangan anak.

(3) Kesadaran akan kondisi emosi diri dan anak. Guru dapat mendengarkan dengan penuh perhatian dan menerima tanpa

penilaian, guru harus mampu

mengidentifikasi secara akurat emosi yang dirasakan diri sendiri maupun emosi peserta didiknya. Ketika guru mampu menyadari secara penuh emosi diri dan siswa , guru kemudian akan mampu membuat pilihan sadar tentang bagaimana merespon siswa (bersikap responsif), daripada bersikap reaktif pada pengalaman tersebut. Selain itu, mindful teaching juga memberikan ruang

pada guru untuk decentering, yaitu

kesadaran bahwa sebuah perasaan / emosi hanyalah perasaan, dan tidak ikut larut di dalamnya.

(4) Regulasi diri dalam hubungan guru-siswa.

Mindful teaching sangat menekankan

pentingnya kemampuan guru mengatur perilaku mereka (self-regulation) dalam hubungan dengan siswa. Mindful teaching bukan berarti guru tidak boleh merasakan berbagai emosi tidak menyenangkan seperti kemarahan, kesedihan, atau kekecewaan.

Mindful teaching justru memberikan ruang

bagi guru sebelum bereaksi, melalui regulasi diri yang lebih baik, dengan menyediakan pilihan-pilihan bagaimana merespon situasi yang tidak menyenangkan tersebut.

(12)

Jurnal Ilmiah PATITA –BPPAUD dan Dikmas Maluku Vol.7 Ed.2, 2020 | 96

(5) Kasih sayang terhadap diri sendiri dan anak. Salah satu kualitas positif yang muncul bersama mindfulness adalah kasih sayang. Melalui kasih sayang terhadap

anak, guru akan mampu memenuhi

kebutuhan dasar anak dan meredakan

perasaan tidak menyenangkan yang

mungkin dialami anak. Siswa yang

memiliki guru dengan kemampuan mindful

teaching akan mampu merasakan afeksi

positif dan adanya dukungan yang hangat dari guru. Sementara itu, kasih sayang terhadap diri sendiri akan membantu guru memberikan pemaafan dan tidak berlarut-larut menyalahkan diri sendiri jika ada tujuan-tujuan dalam pembelajaran yang belum tercapai.

Pada era globalisasi maka dengan memiliki ketrampilan mindful teaching akan dapat membantu guru dalam membentuk pembelajaran yang efektif bagi tumbuh kembang anak karena memiliki beberapa kualitas positif. Synder dan Lopez dalam Maharani (2015:155) mengemukakan bahwa

mindfulness memiliki beberapa kualitas positif

yang muncul secara sadar antara lain: tanpa penilaian, tanpa pemaksaan, penerimaan,

kesabaran, kepercayaan, keterbukaan,

kelembutan, empati, rasa syukur, dan kasih sayang

Kualitas semacam ini sangat diperlukan ketika guru berinteraksi dengan peserta didik khususnya pada level anak usia dini. Kelas PAUD umumnya bergerak secara aktif, dengan karakteristik dan kemampuan peserta didik yang berbeda-beda, serta memiliki kegiatan yang bervariasi dalam waktu yang bersamaan tentu memerlukan kemampuan guru memberi perhatian penuh pada kelas yang dipimpinnya.

Dengan memiliki kemampuan untuk memberi perhatian, guru akan mampu merespon kebutuhan anak didik secara proaktif, dimana hal ini adalah faktor utama mencapai manajemen kelas yang efektif sekaligus dapat

memberikan pengaruh positif dalam

pembentukan karakter anak yang memiliki kekhasan tersendiri yakni unik, egosentris, aktif dan energik, rasa ingin tahu yang kuat, eksploratif, spontan dan kaya dengan fantasi.

Pendekatan mindful teaching dapat dilakukan melalui proses penerapan RPPH maupun RPPM pada lembaga PAUD dalam metode bermain dan belajar. Motivasi guru untuk membangun karakter anak menjadi hal penting guna menerapkan pendekatan mindful

teaching dengan pengembangan budaya

organisasi yang kondusif dan kepemimpinan

transformasional yang dilaksanakan oleh

pengelola PAUD sehingga proses-proses pembelajaran pada lembaga PAUD dapat berjalan secara optimal sebagai bagian dari upaya pengembangan karakter anak usia dini.

PENUTUP

Pendidikan karakter menjadi isu utama pada dunia pendidikan khususnya untuk menghadapi era globalisasi. Di era glonalisasi tugas dunia pendidikan semakin berat untuk ikut membentuk bukan saja insan yang siap berkompetisi, tetapi juga mempunyai akhlak mulia dalam segala tindakannya sebagai salah satu modal sosial. Dampak globalisasi yang terjadi saat ini sangat berpengaruh terhadap

pendidikan karakter bangsa. Pendidikan

karakter merupakan suatu pondasi bangsa yang sangat penting dan perlu ditanamkan sejak dini kepada anak. Perlunya pendidikan karakter sejak anak usia dini dengan alasan bahwa pada

(13)

Jurnal Ilmiah PATITA –BPPAUD dan Dikmas Maluku Vol.7 Ed.2, 2020 | 97

usia tersebut merupakan masa keemasan

(golden age) bagi pertumbuhan dan

perkembangan anak.

Pendidikan anak usia dini memegang

peranan penting dalam menentukan

perkembangan anak selanjutnya, karena

lingkungan PAUD merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kepribadian anak. Keberadaan guru pada satuan atau lembaga PAUD sangatlah menentukan pembentukan karakter anak, guru tidak hanya dituntut untuk mampu memaknai pembelajaran, tetapi yang paling penting adalah bagaimana menjadikan pembelajaran sebagai ajang pembentukan karakter dan kualitas pribadi peserta didik.

Guru PAUD yang inovatif pada setiap lembaga PAUD sangat dibutuhkan dalam upaya pembentukan karakter anak sejak usia dini. Keinovatifan guru diyakini sebagai salah satu faktor dominan yang dapat menentukan

tingkat keberhasilan anak didik dalam

melakukan transformasi ilmu pengetahuan dan teknologi serta internalisasi etika dan moral dalam menuju masyarakat madani. Interaksi atau hubungan timbal balik antara guru dan peserta didik merupakan syarat utama bagi

berlangsungnya proses belajar-mengajar

sebagai inti dari proses pendidikan dengan guru sebagai pemegang peranan utama. Interaksi dalam peristiwa belajar-mengajar memiliki arti yang lebih luas, tidak sekedar hubungan antara guru dengan siswa, tetapi berupa interaksi edukatif. Melalui hal ini bukan hanya penyampaian pesan berupa materi pelajaran, melainkan menanamkan sikap dan nilai pada diri siswa yang sedang belajar. Dengan demikian maka proses pembelajaran yang dilakukan guru PAUD dalam kegiatan

belajar dan bermain perlu dilakukan dengan berbagi pendekatan sangatlah diperlukan.

Pendekatan mindful teaching merupakan suatu pendekatan dalam kegiatan pembelajaran PAUD sebagai langkah inovatif guru PAUD

karena memiliki pengaruh positif bagi

kepentingan proses pembelajaran yang

dilakukan dalam konteks hubungan guru-peserta didik atau siswa dan menekankan pada kesempatan guru untuk melihat pengalaman saat ini dengan siswa sebagai bentuk hubungan jangka panjang yang didalamnya ada pema-haman akan kebutuhan anak, pengembangan sikap regulasi diri, serta pembuatan keputusan yang bijak dan berorientasi pada anak

(child-oriented).

DAFTAR PUSTAKA

Fadlillah, Muhammad. 2012. Desain

Pembelajaran PAUD. Yogyakarta;

Ar-Ruzz Media

Ginting, M. 2017, Peran Globalisasi Dalam

Dunia Pendidikan. Prosiding Seminar

Nasional Tahunan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan

Helmawati, 2014. Pendidikan Keluarga: Teori

dan Praktis. Bandung: Remaja Rosda

Karya

Huda, S., 2012 . Pendidikan Karakter Bangsa

dalam Perspektif Perubahan Global.

Jurnal Media Akademika, Vol. 27, No. 3, Juli.

Kementrian Pendidikan Nasional. 2010. Grand

Design Pendidikan Karakter Bangsa.

Jakarta: Kemendiknas.

Komariah, Aan dan Triatna Cepi.2005,

Visionary Leadership: Menuju Sekolah Efektif, Jakarta: PT Bumi Aksara.

(14)

Jurnal Ilmiah PATITA –BPPAUD dan Dikmas Maluku Vol.7 Ed.2, 2020 | 98

Maharani Ega Asnatasia, 2015. Eksplorasi

Mindful Teaching sebagai Strategi

Inovatif dalam Pembelajaran Bagi Guru PAUD. Proseding Seminar Nasional

Pendidikan Inovasi Pembelajaran untuk

Pendidikan Berkemajuan. FKIP

Universitas Muhammadiyah Ponorogo. Mashar, Riana.2015 Anak Usia Dini dan

Strategi Pengembangannya. Jakarta:

Prenadamedia Grup

Megawangi, Ratna 2008. Pendidikan Karakter. Jakarta: Indonesia Heritage Foundation. Mulyasa, 2012. Manajemen PAUD. Bandung :

PT Remaja Rosdakarya

Rahman, Hibana. 2002. Konsep Dasar

Pendidikan Anak Usia Dini. Yogyakarta:

PGTKI Press.

Ramli, Teuku. 2003. Pendidikan Karakter. Bandung : Angkasa

Rusniati, 2015 . Pendidikan Nasional Dan

Tantangan Globalisasi: Kajian Kritis Terhadap Pemikiran A. Malik Fajar.

Jurnal Ilmiah DIDAKTIKA, Vol. 16, No.1, Agustus.

Robbins, Stephen P dan Judge, Timothy A.,2013, Organizational Behavior, USA: Pearson Education Ltd.

Sanjaya Wina, 2009. Perencanaan dan Desain

Sistem Pembelajran. Jakarta: Kencana

Samani, M. dan Haryanto. 2013. Konsep dan

Model Pendidikan Karakter. Bandung:

Remaja Rosda Karya

Spector, Paul.E.2008, Industrial and

Organizational Psycology: Research and

Practise, USA: John Wiley & Sons, Inc. Suratmi Nanik dan Munhaji Uun, 2015. Model

Pembelajaran “Unfold Circles” Untuk Membangun Pendidikan Karakter Dan Potensi Anak Di Lembaga PAUD, Jurnal

Pendidikan Dan Kebudayaan, Vol. 21. Suharyati Henny, 2018. Dicari Guru PAUD

Inovatf. Cetakan ke-1. Bogor : UIKA

Press.

Sukadi. 2007. Belajar dan Pembelajaran

sebagai Yadnya. Singaraja: Undiksha.

Wibowo, Agus. 2012.Pendidikan Karakter

Strategi Membangun Karakter Bangsa

Berperadaban. Yogyakarta: Pustaka

Pelajar.

Zinn, J. K.2006. Mindfulness for Beginners. USA: Jaico Publishing House.

Referensi

Dokumen terkait

Gangguan mekanisme respirasi sentral saat tidur dapat dijumpai pada pasien gangguan susunan saraf pusat, misalnya sklerosis multipel dan penyakit Parkinson.. Obstructive apnea

lambatnya dalam waktu 30 (tiga puluh) hari kalender sesudah berakhirnya masa berlaku Jaminan ini.. BAB IV ; SYARAT-SYARAT UMUM KONTRAK IV. DEFINISI 1.1 Dalam Syarat-Syarat Umum

Anak secara naluriah aktif bergerak, anak akan menuju ke mana saja sesuai dengan yang diminatinya atau disenanginya serta dengan aktivitasnya itu, anak memenuhi kebutuhan

Dalam penulisan ini data diperoleh dengan membaca majalah-majalah resep, buku-buku masakan, dan situs dari internet yang semuanya dirangkum dalam sebuah web. Website ini dibuat

Disparitas Ekonomi dan Perencanaan Regional-Ketimpangan Ekonomi Wilayah Barat dan Wilayah Timur Provinsi Sumatera Utara, Pustaka Bangsa Press, Medan.. Universitas

Sehubungan dengan dilaksanakannya proses evaluasi dokumen penawaran dan dokumen kualifikasi, Kami selaku Panitia Pengadaan Barang dan Jasa APBD-P T. A 2013 Dinas Bina Marga

creature that each represents the thrown flaw. He does this because an individual with inferiority complex is uncomfortable with his flaws. If other people see

Gedung H, Kampus Sekaran-Gunungpati, Semarang 50229 Telepon: (024)