• Tidak ada hasil yang ditemukan

DINAMIKA POPULASI DAN PRODUKTIVITAS KERBAU DI JAWA : STUDI KASUS DI KABUPATEN SERANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DINAMIKA POPULASI DAN PRODUKTIVITAS KERBAU DI JAWA : STUDI KASUS DI KABUPATEN SERANG"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

Kate kunck Populasi, produktivitas, kerbau

Seminar Nasional Peternakan clan Veteriner 2000

DINAMIKA POPULASI DAN PRODUKTIVITAS KERBAU DI JAWA:

STUDI KASUS DI KABUPATEN SERANG

R.H. MAToNDANGdan A.R. SiPEGAR

Balai Penelitian Ternak P.O. Box 221, Bogor 16002 ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan di kabupaten Serang, Jawa Barat pada lokasi penelitian Balitnak 1981 melaui survai. Dua kecamatan dipilih berdasarkan jumlah populasi (kantong produksi) yaitu Ciruas mewakili datamn rendah dan Baros yang dataran sedang. Sebanyak 90 rosponden dipilih secara acak dan data dikumpulkan melalui pengisian kuesioner yang telah dipersiapkan dan buku statistik kecamatan untuk data sekunder. Data dianalisa secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa populasi kerbau di kabupaten Serang menurun sebesar -8,22 persen, walaupun populasi bertambah 47,06 persen tetapi populasi kerbau jantan menurun sangat nyata di Ciruas sebesar -79,09 persen. Faktor-faktor reproduksi di Baros Iebih baik dari pada di Ciruas yaitu umur berahi pertama 31 bulan vs 32 bulan, umur kawin pertama 37 bulan vs 38 bulan, umur beranak pertama 43 bulan vs 47 bulan, dan sedang beranak 367 hari vs 398 hari. Kedua kecainatan ini lebih baik dad pada kabupaten Serang 1982. Kepadatan kerbau terhadap luas lahan danjumlah penduduk di Ciruas memperlihatkan penurunan sebesar -23,19 persen dan -18,89 persen dari tahun 1982 sampai dengan tahun 1986. Sedangkan di Baros meningkat sebesar 294,12 persen dan 67,65 persen dari tahun 1982 sampai dengan tahun 1996.

PENDAHULUAN

Kerbau mempunyai peranan penting dalarn kehidupan sosial ekonomi petani di Indonesia,yaitu sebagai sumber daging, tenaga kerja, susu dan pupuk. Namun populasi kerbau mengalarni penunman sebesar 12,79 persen selama periode tahun 1983-1993 dari 2,4 juta ekor tahun 1983 menjadi 2,08 juta ekor pada tahun 1993 (SENSUS PERTANIAN, 1993). Saat ini terlihat bahwa di Jawa populasi kerbau semakin menurun akibat pertambahan penduduk yang pesat, sehingga ketersediaan lahan pengembalaan menyempit clan kertesediaan rumput berkurang. Menurut SENSUS PERTANIAN (1993) bahwa di Jawa Barat populasi kerbau sebesar 443 ribu ekor pada tahun 1983 menjadi 353 ribu ekor pada tahun 1993. Di Jawa Tengah dari 328 ribu ekor kerbau pada tahun 1983 menjadi 181 ribu ekor pada tahun 1993. Sedangkan di Jawa Timur dari tahun !983 sampai tahun 1993 populasi kerbau menurun dari 187 ribu ekor menjadi 117 ribu ekor.

Terdesaknya populasi kerbau antara lain disebabkan oleh rendahnya nilai sosial ekonomi kerbau dibandingkan sapi. Disamping lambat clewasa kelamin, laju konsepsi rendah, sulit dalarn pemeliharaan clan respon terhadap perbaikan pakan rendah (MERKENS, 1927). Produktivitas kerbau yang rendah dan populasi semakin terdesak, kerbau masih mempunyai peranan penting dalarn penghasil daging. SASAKI (1994) mengatakan bahwa dalarn kondisi tertentu kerbau bahkan mampu memanfaatkan pakan berkualitas rendah dan menghasilkan daging yang berkualitas. Untuk mempertahankan eksistensi kerbau, perlu adanya perbaikan produktivitas kerbau disamping ketersediaan lahan tetap dipertahankan . Melalui penelitian ini diharapkan perolehan mengenai

(2)

Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner 200'0

MATERI DAN METODE

Penelitian ini dilakukan di kabupaten Serang, Jawa Barat. Lokasi penelitian dipilih berdasarkan populasi terrak kerbau terbesar (kantong produksi) dan merupakan lokasi penelitian Balitnak tahun 1981 . Dua kecamatan yang dipilih yaitu Ciruas dan Baros. Kecamatan Ciruas mewakili dataran rendah (< 50 m dpl.) dan Baros merupakan dataran sedang (50 m-100 m dpi.). Sebanyak 90 responden diwawancarai melalui pengisisan kuesioner yang telah disediakan masing-masing 45 responden untuk setiap kecamatan. Penentuan responden dilakukan secara acak.

Data yang dikumpulkan berupa populasi dan produktivitas kerbau tahun 1996 dan data sekunder terdiri dari Was wilayah dan jumlah penduduk dari Monografi dan Statistik kecamatan. Data dianalisa secara deskriptif.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa di kecamatan Ciruas populasi kerbau menurun dari 306 ekor pada tahun 1982 menjadi 227 ekor pada tahun 1996 atau penurunan sebesar -34,80 persen, sedangkan di kecamatan Baros meningkat dari 102 ekor pada tahun 1982 menjadi 150 ekor pada tahun 1996 atau meningkat sebesar 47,06 persen. Penurunan populasi ini diperlihatkan dengan berkurangnya populasi kerbau jantan sebesar -79,09 persen dari 110 ekor tahun 1982 menjadi 23 ekor pada tahun 1996 di Ciruas, sebaliknya di Baros populasi kerbau jantan meningkat sangat besar sekah yaitu 900 persen dari 2 ekor tahun 1982 menjadi 20 ekor tahun 1996.

Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa rasio antara satu ekor jantan dan kurang dari 10 ekor betina adalah rasio yang cukup seimbang. Menurut PETHERAM et al. (1982) di daerah dataran rendah, pada musim hujan petani mengerjakan sawah sehingga ruang gerak untuk pengembalaan kerbau semakin sempit dengan demikian tidak ada kesempatan pertemuan antara kerbau jantan dan kerbau betina akibatnya tidak terjadi perkawinan. Oleh karena itu, perlu padang pengembalaan yang tersedia sepanjang tahun, walaupun tingkat pemberian pakan sedikit berperan pada musim kawin di daerah dataran rendah(PETHERAMet al., 1982 ). Disamping pengaruh musim, juga pengaruh pertambahan penduduk yang mengakibatkan semakin menyempitnya lahan di daerah ini. Keadaan ini dapat dilihat pada Tabel 2 bahwa Was wilayah kecamatan Baros berkurang dari 5,83 km2 pada tahun 1982 menjadi 2,24 km2 pada tahun 1996 namun tidak dikuti dengan pertambahan penduduk sehingga kepadatan per wilayah mengalami peningkatan yang relatif kecil.

Tabel 1. Perkembangan populasi kerbau di kecamatan Ciruas dan Baros, Kabupaten Serang tahun 1982 dan 1996

Sumber: * PETHERAM et al. (1982)

"Monografikecamatan Ciruas dan Baros (Diolah)

423

No. Uraian Ciruas

1982 1996 Persen 1982 Baros 1996 Persen 1 . Populasi (ekor): Jantan 110 23 -79,09 2 20 900 Betina 196 204 4,08 100 130 30 Jumlah (ekor) 306 227 -34,80 102 150 47,06 2. Rataan pemilikan 1,3 1,4 - 1,0 1,3

3 . Rasio antara jantan 1 : 1,78 I :8,87 - 1 :50 1 :6,50

(3)

Keadaan ini berbeda dengan kecamatan Ciruas dimana berkurangnya luas wilayah diikuti dengan pertambahan penduduk yang cukup besar sehingga kepadatan penduduk mendesak keberadaan kerbau, akibatnya populasi kerbau menurun sangat nyata. Hal ini disebabkan kebijakan pemerintah daerah bahwa kecamatan Ciruas merupakan lokasi pengembangan kota Serang, sehingga perpindahan penduduk semakin meningkat dari wilayah Serang dan kota-kota disekitarnya

Tabel 2. Luas wilayah kecamatan Ciruas dan Baros Kabupaten Serang Tahun1982clan1996

** Monogmfi kecamatan Ciruas dan Baros (Diolah).

Seminar Nasional Peternakan don Veteriner 2000

1982* 1996**

Akibat dari penyempitan lahan dan pertambahan penduduk, pada Tabel 3 nampak bahwa kepadatan kerbau terhadap luas lahan menurun dari 0,69 ekor/ha padatahun 1982 menjadi 0,53 ekor/ha pada tahun 1996 di Ciruas, sedangkan di Baros terdapat peningkatan kepadatan kerbau dari 0,17 ekor/ha pada tahun 1982 menjadi 0,67 ekor/ha. Hal yang sama terjadi antara kepadatan kerbau terhadap jumlah penduduk berkurang dari 90 ekor menjadi 73 ekor per 1000 penduduk di kecamatan. Ciruas dan kepadatan kerbau meningkat dari 34 ekor menjadi 57 ekor per 1000 orang penduduk di Baros. Penurunan populasi ini selain karena pertambahan penduduk, juga disebabkan sulitnya mendapat pakan hijauan yang berkualitas dan belum dilaksanakan diversifikasi pakan.

Tabel 3. Kepadatan kerbau di kecamatan Ciruas clan Baros Tahun1982clan1996

Pada Tabel 4 menunjukkan bahwa produktivitas kerbau di Baros relatif lebih baik dibandingkan di Ciruas dan kabupaten Serang 1982. Hal ini antara lain karena struktur populasi yang tidak seimbang antara kerbau jantan dan betina disamping lahan pengembalaan yang sangat minim. Untuk mengatasinya menurut CHANTALAKHANA (1994) bahwa dengan perbaikan manajemen pakan dan

breeding, kemampuan reproduksi kerbau dapat ditingkatkan 2-3 kali lipat. Umur berahi pertama dari kerbau di kedua kecamatan masih lebih lama dibandingkan hasil penelitianMERKENS (1927) yaitu,

24-36 bulan. Keadaan ini mungkin disebabkan penanganan kerbau mulai sejak dilahirkan hingga lepas sapih masih rendah, baik karena bobot lahir yang rendah maupun kualitas pakan rendah. Sebaliknya umur kawin pertama kerbau pada kedua kecamatan tersebut lebih baik dibandingkan

Kecamatan Kepadatan kerbau terhadappertanian (ekor/ha)Was lahan Kepadatan ekonomi (ekor/ 1000 penduduk )

1982 19% Persen 1982 1996 Persen

Ciruas 0,69 0,53 -23,19 90 73 -18,89

Baros 0,17 0,67 294,12 34 57 67,65

Kecamatan Luas wilayah

(km2) Kepadatan penduduk(orang/km) Luas wilayah(kmx) Kepadatan penduduk(oranng/km)

Ciruas 4,44 810 4,31 1053

Baros 5,83 500 2,24 944

(4)

Tabel 4. Produktivitas temak kerbau ditinjau dari reproduksi kerbau dikecamatan Ciruas dan Baros, kabupaten Serang Tahun 1982 dan 1996

Sumber: *PETHERAMet at. (1982)

Seminar Nasionaf Peternakan dan 6'eteriner 2000

Angka umur beranak pertama di kecamatan Baros adalah 43 bulan lebih baik daripada kecamatan Ciruas dan kabupaten Serang, berturut-turut 47 clan 47,8 bulan. Sementara itu, lama kebuntingan kerbau di Ciruas lebih baik dibandingkan di Baros (300 hari vs 329 hari). Namun selang beranak di Baros lebih baik dibandingkan dengan di Ciruas (367 vs 398 hari). Angka ini mengkoreksi penemuan PETHERAM et al. (1982) bahwa selang beranak kerbau di Serang adalah 684 hari. PUTU et al. (1995) mendapatkan lama beranak kerbau kalang di Kalimantan 318 - 327 hari dan selang beranak berkisar antara 417 - 439 hari. Ternyata kerbau di kabupaten Serang Jawa Barat menunjukkan tingkat yang lebih baik dari kerbau di Kalimantan. Selang beranak merupakan sifat yang sangat penting dalam beternak kerbau sebagai faktor penentu bagi produktivitas (KUSUMA dan SUBANDRIO, 1995).

KESIMPULAN DAN SARAN

Dari hasil penelitian ini dapat ditarik kesimpulan bahwa populasi kerbau di kabupaten Serang menurun sebesar -8,22 persen dari tahun 1982 populasi kerbau sebesar 408 ekor menjadi 377 ekor pada tahun 1996, walaupun peningkatan populasi di Baros mencapai 47,06 persen dari 102 ekor pada tahun 1982 menjadi 150 ekor pada tahun 1996, namun penurunan populasi kerbau jantan di Ciruas sangat besar mencapai -79,09 persen dari 110 ekor kerbau jantan pada tahun 1982 menjadi 2 ekor pada tahun 1996 . Sementara itu, faktor-faktor produktivitas kerbau yang ditemukan di Baros lebih baik dari pada di Ciruas antara lain umur berahi pertama 31 bulan vs 32, umur kawin pertama 37 bulan vs 38bulan, umur beranak pertama 43 bulan vs 47 bulan clan selang beranak selama 367 hari vs 398 hari.

Kepadatan kerbau terhadap luas lahan dan jumlah penduduk memperlihatkan peningkatan di Baros berturut-turut yaitu dari 0,17 ekor/ha pada tahun 1982 menjadi 0,67 ekor/ha dan 34 ekor/ 1000 penduduk pada tahun 1982 menjadi 57 ekor/1000 penduduk pada tahun 1996. Sementara itu, di Ciruas terjadi penurunan kepadatan kerbau terhadap luas lahan dan jumlah penduduk berturut-turut yaitu dari 0,69 ekor/ha pada tahun 1982 menjadi 0,53 ekor/ha pada tahun 1996 clan 90 ekor/1000 penduduk pada tahun 1982 menjadi 73 ekor/1000 penduduk pada tahun 1996.

Produktivitas kerbau semakin baik dan meningkat jika di daerah tersebut keseimbangan antara populasi kerbau jantan dan kerbau betina tetap dipertahankan. Apabila terjadi perubahan dari pertanian tradisional (kerbau sebagai tenaga kerja pengolahan lahan pertanian) ke mekanisasi pertanian perlu dipikirkan lahan pengganti untuk mempertahankan eksistensi kerbau. Rasio antara jantan dan betina sebagai sumber bibit harus dipertahankan, antara lain dengan kawin suntik.

425 Faktor-faktor produktivitas Ciruas 1996 Baros 1996 Kabupaten Serang * 1982

1 . Umur berahi I (bulan) 32 31

-2. Umur kawin I (bulan) 38 37 39

3. Umur beranak I (bulan) 47 43 46,8

4. Lama bunting (hari) 300 329

(5)

Seminar Nasionai Peternakan dan Veteriner 2000

DAFTAR PUSTAKA

Anonymous 1995a.Monografi Desa Pulo kecamatan Ciruas, Kabupaten Serang. Anonymous 1995b.Monografi Desa Sidamukti. Kecamatan Baros. Kabupaten Serang. Anonymous. 1997 .Laporan Taman Nasional Baluran Jawa Timur.

CHANTALAKHANA, C. 1994 . Swamp buffalo development in the past three decades and sustauinable production beyond 2000 . Di dalam: Kusuma Diwyanto dan Suibandrio (ed) . Peningkatan mutu genetik kerbau lokal di Indonesia.J. Litbang PertanianXIV(4) :92-101 .

DiwYANTO K. dan SUBANDRIO. 1995 . Peningkatan mutu genetik kerbau lokal di Indonesia. J. Litbang

PertanianXIV(4):92-101 .

KAstt', L.M . 1991 . Kerbau tedong bonga. Prospek Pengembangan dan Pelestariannya Di dalam: S. Adisoemarto (ed). Plasma Nuftah Hewani Indonesia. Komisi Pelastarian Plasma Nutfah Nasional. Bogor. MERKENs, J. 1927 . Sumbangan pengetahuan tentang kerbau dan peternakan kerbau di Indonesia (Bijdrage sot

de kennis vanden karbou% en de kerbouweteelt in Nederlanch oest India) . Thesis . Didalam Soemartono Adisoemarto (Penyunting) dan R.P. Utoyo kPenterjemah) Pengembangan Peternakan Sapi dan Kerbau di Indonesia. LIPI. 1982 . Bogor. pp. 25-128 .

PETHERAM, R.J ., C. LIEM, YAYAT PRIYATNA, and MATHURIDI. 1982 . Studi Kesuburan Kerbau Di Pedesaan Kabupaten Serang, Jawa Barat. Laporan No. 1, Balai Penelitian Ternak, Bogor.

PuTu, I.G ., M. SABRANI, M. WINUGROHO, T. CHAMAGO, dan SANToso. 1995 . Performans produksi da reproduksi kerbau Kalang di kecamatan Danau Panggang, Kalimantan Selatan. Proc. Seminar Sains dan Teknologi Peternakan, Balitnak, Ciawi.

SASAKI, M. 1994 . Progress in Asian buffalo production : Its complication to small farmer development. Didalam: KUsumA Diwyanto dan SUBANDRIO (ed). Peningkatan Mutu Genetik Kerbau Lokal di Indonesia.

Gambar

Tabel 1. Perkembangan populasi kerbau di kecamatan Ciruas dan Baros, Kabupaten Serang tahun 1982 dan
Tabel 2. Luas wilayah kecamatan Ciruas dan Baros Kabupaten Serang Tahun 1982 clan 1996
Tabel 4. Produktivitas temak kerbau ditinjau dari reproduksi kerbau dikecamatan Ciruas dan Baros, kabupaten Serang Tahun 1982 dan 1996

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah: menganalisis pengaruh baik secara parsial dan berganda kegiatan posdaya terdiri dari posyandu, pospaud, dan kegiatan kelompok

• Upah adalah penerimaan sebagai imbalan dari pengusaha kepada tenaga kerja untuk sesuatu pekerjaan yang telah atau akan dilakukan, dinyatakan atau dinilai dalam bentuk

Mekanisme pengelolaan dana dengan sitem muḍᾱrabah di AJB Bumiputera 1912 Syariah, pada dasarnya telah sesuai dengan prinsip-prinsip syariah yang ada di dalam fatwa

Hasil dapatan mendapati bahawa faktor utama memenuhi rasa ingin tahu dan meneroka idea-idea baru iaitu sebanyak 49.8% merupakan pilihan utama seterusnya diikuti dengan

Setelah total penerimaan dikurangi dengan total biaya maka diperoleh pendapatan tunai tanpa memperhitungkan biaya alat, biaya tenaga kerja dalam keluarga dan luar keluarga

Posisi lawan bicara apakah sama /lebih tinggi dari si pembicara, ataupun sama-sama berada dalam satu kelompoknya/ diluar kelompoknya, bahkan tidak memahami orang yang berada di

Obat utama yaitu obat kronis yang diresepkan oleh Dokter Spesialis/Sub Spesialis di fasilitas kesehatan tingkat lanjutan dan tercantum pada Formularium Nasional

Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Herawaty dan Susanto (2009) yang menyatakan bahwa semakin tinggi akuntan publik mentaati kode etik semakin baik