• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN"

Copied!
142
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS

Oleh

LATIFAH HANUM

127011149/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

TESIS

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

LATIFAH HANUM

127011149/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

Nama Mahasiswa : LATIFAH HANUM Nomor Pokok : 127011149

Program Studi : Kenotariatan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN)

Pembimbing Pembimbing

(Prof. Dr. Runtung, SH, MHum) (Dr. T. Keizerina Devi A,SH,CN,MHum)

Ketua Program Studi, Dekan,

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)

(4)

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN Anggota : 1. Prof. Dr. Runtung, SH, MHum

2. Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum 3. Dr. Mahmul Siregar, SH, MHum

(5)

Nim : 127011149

Program Studi : Magister Kenotariatan FH USU

Judul Tesis : KEKUATAN HUKUM SURAT KETERANGAN AHLI

WARIS YANG DIKELUARKAN KEPALA DESA SEBAGAI ALAS HAK DALAM PEMBUATAN AKTA PENGIKATAN JUAL BELI (PJB) OLEH NOTARIS BAGI WNI BUMIPUTERA

Dengan ini menyatakan bahwa Tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri bukan Plagiat, apabila dikemudian hari diketahui Tesis saya tersebut Plagiat karena kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi Magister Kenotariatan FH USU dan saya tidak akan menuntut pihak manapun atas perbuatan saya tersebut.

Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan sehat.

Medan,

Yang membuat Pernyataan

Nama : LATIFAH HANUM

(6)

diketahui oleh Camat yang berisi nama-nama seluruh ahli waris yang berhak atas warisan dari si pewaris. Surat Keterangan Ahli Waris yang dikeluarkan oleh Kepala Desa sebagai alas hak dalam pengalihan kepemilikan hak atas tanah sebagai objek warisan maupun sebagai alas hak dalam pembuatan Akta Pengikatan Jual Beli (APJB) yang dibuat oleh notaris banyak menimbulkan permasalahan dan sengketa diantara sesama ahli waris karena Surat Keterangan Ahli Waris tersebut ternyata cacat hukum karena tidak memuat nama-nama seluruh ahli waris yang berhak secara lengkap. Adapun permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah mengenai kedudukan dan kekuatan hukum surat keterangan ahli waris yang dikeluarkan oleh Kepala Desa sebagai yang menjadi dasar hukum dalam pembuatan akta pengikatan jual beli peralihan hak kepemilikan hak atas tanah yang diperoleh dari pewarisan oleh notaris dan tanggung jawab notaris dalam pembuatan akta pengikatan jual beli (PJB) hak atas tanah dengan menggunakan surat keterangan ahli waris yang dikeluarkan oleh Kepala Desa yang kemudian dinyatakan cacat hukum.

Jenis penelitian tesis ini menggunakan penelitian yuridis normatif, yang bersifat deskriptif analitis, dimana pendekatan terhadap permasalahan dilakukan dengan mengkaji ketentuan perundang-undangan yang berlaku di bidang pembuatan surat keterangan hak waris sebagaimana termuat dalam Peraturan Menteri Negara Agraria / KBPM No. 3 Tahun 1997 dimana untuk golongan WNI Bumi Putra yang berwenang membuat surat keterangan hak waris tersebut adalah para ahli waris itu sendiri atau langsung dibuat oleh lurah diketahui oleh camat.

Dari hasil penelitian diketahui bahwa surat keterangan hak waris yang dibuat oleh para ahli waris yang ditandatangani oleh lurah/kepala desa atau yang dibuat langsung oleh kepala desa dan diketahui oleh camat memiliki legalitas yang sah dan memiliki kekuatan hukum yang kuat dalam hal peralihan hak kepemilikan hak atas tanah dari pewaris kepada ahli waris sepanjang surat keterangan hak waris tersebut secara sah memuat seluruh nama-nama para ahli waris yang sah pula tanggung jawab notaris dalam pembuatan akta pengikatan jual beli dengan menggunakan surat keterangan ahli waris yang dikeluarkan oleh kepala desa/lurah yang dinyatakan cacat hukum adalah bahwa notaris tidak bertanggung jawab tentang kebenaran materil dari surat keterangan hak waris yang dibuat oleh para ahli waris dan diketahui oleh kepala desa / lurah atau yang dibuat langsung oleh kepala desa dan diketahui oleh camat tersebut. Notaris hanya bertanggung jawab atas keautentikan akta pengikatan jual beli yang dibuatnya telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam jabatan notaris sebagaimana termuat dalam UUJN No. 30 tahun 2004 Jo UUJN No. 2 Tahun 2014. Kata kunci : Surat Keterangan Ahli Waris, Kepala Desa / Lurah, Notaris dan

(7)

Subdistrict Head; it contains the names of heirs who have the right to inherit the property. Certificates of Heir, issued by Village Head as legal basis for making APBJ (Sales Contract) by a Notary, cause many problems and disputes among the heirs because it is legally defective since it does not contain all heirs completely. The problems of the research were as follows: how about the legal force of Certificate of Heir which was issued by Village Head as legal basis for making sales contract by a Notary and how about the Notary's liability in making sales contract by using certificate of heir issued by Village Head which is later considered as legally defective.

The research used judicial normative and descriptive analytic method by analyzing the prevailing legal provisions on making Certificate of Heir as stipulated in the Decree of the Minister of State for Agrarian Affairs/KBPM No. 3/1997 which states that in the case of native citizens, the authority to make Certificate of Heir is the heirs themselves or Village Head by the acknowledgement of Subdistrict Head.

The result of the research shows that Certificate of Heir which is made by the heirs, signed by Village Head, and acknowledged by Subdistrict Head or directly made by Village Head and acknowledged by Subdistrict Head is valid and has legal force for the transfer of land ownership from testator to heirs as long as it contains all names of valid heirs. A Notary is not responsible for a sales contract which uses Certificate of Heir issued by Village Head, and thus it is considered invalid. A Notary is only responsible for the authenticity of a Sales Contract drawn up by him since it is in line with the prevailing legal provisions on Notarial Position as stipulated in UUJN (Notarial Act) No. 30/2004 juncto UUJNNo. 2/2014.

(8)

kasih dan anugrah, karena atas kasih karunia-Nya juga sehingga penulis dapat menyelesaikan sebuah karya ilmiah berbentuk Tesis dengan judul “KEKUATAN HUKUM SURAT KETERANGAN AHLI WARIS YANG DIKELUARKAN KEPALA DESA SEBAGAI ALAS HAK DALAM PEMBUATAN AKTA PENGIKATAN JUAL BELI (PJB) OLEH NOTARIS BAGI WNI BUMIPUTERA”. Penulisan tesis ini merupakan suatu persyaratan yang harus dipenuhi untuk memperoleh gelar Magister Kenotariatan (M.Kn) Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan tesis ini banyak pihak yang telah memberikan bantuan dorongan moril berupa masukan dan saran, sehingga penulisan tesis ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Oleh sebab itu, ucapan terima kasih yang mendalam penulis sampaikan secara khusus kepada yang terhormat Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN, Bapak Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum dan Ibu Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, M.Hum selaku Komisi Pembimbing yang telah dengan tulus ikhlas memberikan bimbingan dan arahan untuk kesempurnaan penulisan tesis ini sejak tahap kolokium, seminar hasil sampai pada tahap ujian tesis sehingga penulisan tesis ini menjadi lebih sempurna dan terarah.

Selanjutnya di dalam penelitian tesis ini penulis banyak memperoleh bantuan baik berupa pengajaran, bimbingan, arahan dan bahan informasi dari semua pihak.

(9)

Utara sekaligus Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada kami untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Pascasarjana Magister Kenotariatan (M.Kn) Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN, selaku Ketua Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara dan juga selaku penguji dalam penelitian tesis ini, atas segala dedikasi dan pengarahan serta masukan yang diberikan kepada penulis selama menuntut ilmu pengetahuan di Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak-Bapak dan Ibu-Ibu Dosen serta segenap civitas akademis Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Kedua orangtua, AyahandaAli Munirdan Ibunda Martini dan abang tersayang

Nazaruddin, Juraidi, SS., Ismail, S.STP, MSP dan Dodi Afrizal, SE atas segala rasa sayang dan cinta yang tidak terbatas sehingga menjadi dukungan untuk penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

5. Kepada suami tercintaNovrizal, S.Komterima kasih dan kepada anak tersayang

Haura Rizfa Syabila yang memberi semangat kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

(10)

7. Para sahabat-sahabat, Umi Khairiah, SH, M.Hum dan seluruh teman-teman Magister Kenotariatan Angkatan 2012 atas segala do’a dan dukungan serta kenangan indah yang terjalin dari persahabatan yang kita bina sekarang dan selamanya.

8. Kepada rekan-rekan kerja terima kasih atas dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

9. Dan semua pihak yang telah membantu penulisan yang tidak dapat disebut satu persatu.

Di samping itu, penulis juga menyadari bahwa masih banyak teman, kerabat dan pihak-pihak lain yang namanya tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah mendukung dan menoakan keberhasilan penulis dalam menyelesaikan studi ini, untuk itu penulis menyampaikan terima kasih disertai doa semoga Allah SWT dapat membalas semua budi baik mereka semuanya.

Medan, Februari 2016 Penulis

(11)

Nama : Latifah Hanum Tempat / Tgl. Lahir : Deli Tua/ 2 Mei 1983

Alamat : Lingkungan III Gg. Tumiran No. 35A Deli Tua

Barat

Status : Menikah

Agama : Islam

No. HP : 081361686241

II. PENDIDIKAN FORMAL

1. SD Negeri Deli tua 1989-1995

2. SMP Negeri 1 Deli Tua 1995-1998

3. SMK YPK Medan 1998-2001

4. S1 Fakultas Hukum Universitas Islam Sumatera Utara 2002-2006 5. S2 Program Studi Magister Kenotariatan FH USU 2012-2016

(12)

KATA PENGANTAR... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

BAB I PENDAHULUAN ... 1 A. Latar Belakang... 1 B. Perumusan Masalah ... 8 C. Tujuan Penelitian ... 8 D. Manfaat Penelitian ... 9 E. Keaslian Penelitian ... 10

F. Kerangka Teori dan Konsepsi... 12

1. Kerangka Teori ... 12

2. Konsepsi ... 25

G. Metode Penelitian ... 27

1. Sifat dan Metode Pendekatan Penelitian... 27

2. Teknik dan Alat Pengumpulan Data ... 28

3. Analisis Data ... 30

BAB II KEKUATAN HUKUM SURAT KETERANGAN WARIS YANG DIKELUARKAN OLEH KEPALA DESA SEBAGAI ALAS HAK DALAM PEMBUATAN AKTA PENGIKATAN JUAL BELI OLEH NOTARIS ... 32

A. Pengaturan Hukum Pembuatan Surat Keterangan Waris Berdasarkan Golongan Penduduk di Indonesia ... 32

B. Prosedur dan Tata Cara Pembuatan Keterangan Hak Waris bagi Golongan Penduduk Bumi Putera ... 43

(13)

AKTA PENGIKATAN JUAL BELI (PJB) DENGAN MENGGUNAKAN SURAT KETERANGAN AHLI WARIS YANG DIKELUARKAN OLEH KEPALA DESA YANG

KEMUDIAN DINYATAKAN CACAT HUKUM... 72

A. Kewenangan dan Kewajiban Notaris sebagai Pejabat Umum berdasarkan Undang-Undang Jabatan Notaris ... 72

B. Kekuatan Hukum Akta Pengikatan Jual Beli Hak Atas Tanah dengan Dasar Surat Keterangan Hak Waris yang Dibuat oleh/ dihadapan Notaris... 98

C. Tanggung jawabNotaris dalam Pembuatan Akta Pengikatan Jual Beli (PJB) Dengan Menggunakan Surat Keterangan Ahli Waris yang Dikeluarkan oleh Kepala Desa yang Kemudian Dinyatakan Cacat Hukum ... 110

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN ... 121

A. Kesimpulan ... 121

B. Saran ... 122

(14)

A. Latar Belakang

Surat keterangan ahli waris berfungsi untuk membuktikan siapa-siapa saja yang berhak atas ahli waris yang ditinggalkan oleh seseorang yang telah meninggal (pewaris) yang menjadi dasar atas pembagian harta warisan baik atas siapa yang berhak dan / atau berapa jumlah bagian yang berhak dimiliki oleh ahli waris baik berdasarkan legitime portie dan/atau berdasarkan wasiat. Dalam praktek pembuatan surat keterangan ahli waris dilakukan oleh pejabat yang berbeda yang didasarkan pada golongan penduduk. Ada tiga pejabat yang berwenang membuat surat keterangan ahli waris, yakni notaris bagi Golongan Tionghoa, Balai Harta Peninggalan (BHP) bagi golongan Timur Asing non Tionghoa atau dibuat sendiri oleh ahli waris di atas kertas dengan disaksikan oleh Lurah/Kepala Desa dan dikuatkan oleh Camat bagi golongan WNI Bumiputera.1

Surat keterangan ahli waris yang dikeluarkan oleh Kepala Desa sebagai alas hak dalam menentukan para ahli waris yang berhak atas suatu warisan. Dalam prakteknya Surat Keterangan Ahli Waris yang dikeluarkan oleh Kepala Desa sebagai alas hak dalam pengalihan kepemilikan hak atas tanah sebagai objek warisan maupun sebagai alas hak dalam pembuatan Akta Pengikatan Jual Beli (APJB) yang dibuat oleh notaris banyak menimbulkan permasalahan dan sengketa diantara sesama ahli 1Herlien Budiono,Kumpulan Tulisan Hukum Perdata di Bidang Kenotariatan,Buku Kedua, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2013, hal. 84

(15)

waris karena Surat Keterangan Ahli Waris tersebut ternyata cacat hukum. Contoh yang terjadi di masyarakat terhadap sengketa ahli waris karena pembuatan Surat Keterangan Ahli Waris yang cacat hukum diantaranya adalah terhadap kasus yang

terdapat di Pengadilan Agama Wonosobo melalui putusan No.

1345/PDT.G/2010/PA.Wsb, dimana Kepala Desa Tigo Kecamatan Sukoharjo Kabupaten Wonosobo yang berinisial PR menjadi pihak yang turut tergugat dalam sengketa ahli waris tersebut karena dalam penetapan ahli waris yang dilakukan Kepala Desa tidak termuat seluruhnya nama-nama ahli waris yang berhak atas harta warisan tersebut, sehingga para ahli waris yang namanya tidak termuat di dalam surat keterangan ahli waris tersebut mengajukan gugatan ke Pengadilan Agama Wonosobo terhadap para ahli waris yang namanya termuat di dalam Surat Keterangan Ahli Waris, dan juga melibatkan kepala desa menjadi pihak yang turut tergugat dalam sengketa tersebut. Kepala Desa dalam penetapan ahli waris yang seharusnya termuat di dalam Surat Keterangan Ahli Waris tidak cermat dalam mendata seluruh ahli waris yang seharusnya berhak atas ahli warisan karena membuat Surat Keterangan Ahli Waris tersebut hanya berdasarkan keterangan sepihak dari sebagian ahli waris yang mengakibatkan Surat Keterangan Ahli Waris tersebut cacat hukum dan dibatalkan oleh Pengadilan Agama Wonosobo.

(16)

Sengketa diantara para ahli waris terjadi karena di dalam praktek pembuatan Surat Keterangan Ahli Waris bagi golongan Bumiputera secara umum :2

1. Surat Keterangan Ahli Waris tersebut hanya berisikan keterangan dan pernyataan dari para ahli waris yang dibuat sendiri oleh para ahli waris secara di bawah tangan yang diketahui oleh Kepala Desa dan dikuatkan oleh Camat, sehingga kemumgkinan tidak masuknya ahli waris yang lain tidak diketahui oleh Kepala Desa maupun Camat yang ikut menandatangani Surat Keterangan Ahli Waris di bawah tangan tersebut.

2. Adanya itikad tidak baik dari para ahli waris untuk mengenyampingkan ahli waris lainnya sehingga pada saat terjadinya pembagian warisan tidak terlaksana dengan baik dan adil.

3. Sebagian ahli waris tidak memahami dengan baik tata cara pembuatan Surat Keterangan Ahli Waris sehingga nama-nama para ahli waris tidak seluruhnya termuat di dalam Surat Keterangan Ahli Waris tersebut dan juga benda-benda yang menjadi objek warisan tidak jelas termuat di dalam Surat Keterangan Ahli Waris tersebut.

Pembuatan Surat Keterangan Ahli Waris untuk golongan Bumiputera belum ada ketentuan hukum yang mengaturnya di Indonesia. Oleh karena itu pada umumnya pembuatan Surat Keterangan Ahli Waris bagi golongan Bumiputera tersebut banyak didasarkan kepada hukum adat dari para ahli warisnya itu sendiri termasuk pula hukum agama khususnya hukum Islam.

Di dalam Peraturan Menteri Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional No.3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah ada termuat ketentuan yang dapat dijadikan pedoman bagi pembuatan Surat Keterangan Ahli Waris namun khusus yang berhubungan dengan barang tidak bergerak berupa tanah yang telah terdaftar atau bersertipikat. Namun secara umum ketentuan peraturan perundang-undangan yang

2Habib Adjie,Pembuktian sebagai Ahli Waris dalam Bentuk Surat Keterangan Ahli Waris, Mandar Maju, Bandung.2008. hal. 16

(17)

mengatur tentang kewenangan pejabat dan tata cara serta bentuk pembuatan dan format Surat Keterangan Ahli Waris bagi golongan Bumiputera belum ada sama sekali.

Pasal 111 ayat (1) huruf c Peraturan Menteri Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional No.3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah yang memuat ketentuan pedoman pembuatan Surat Keterangan Ahli Waris dalam hal pelaksanaan pengalihan hak atas tanah yang menyebutkan bahwa, Surat tanda bukti sebagai ahli waris dapat berupa :

1. Wasiat dari pewaris 2. Putusan pengadilan

3. Penetapan hakim / ketua pengadilan

4. Bagi warga negara Indonesia penduduk asli (pribumi), surat keterangan ahli waris yang dibuat oleh para ahli waris dengan disaksikan oleh 2 (dua) orang saksi dan dikuatkan oleh kepala desa / kelurahan dan camat tempat tinggal pewaris pada waktu meninggal dunia. Bagi warga negara Indonesia keturunan Tionghoa akta keterangan hak mewaris dibuat oleh notaris dan bagi warga negara Indonesia keturunan timur asing lainnya surat keterangan waris dari Balai Harta Peninggalan.3

Pedoman tentang pembuatan Surat Keterangan Ahli Waris bagi golongan Bumiputera yang termuat di dalam Pasal 111 ayat (1) huruf c Peraturan Menteri Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional No.3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah tersebut didasarkan kepada penggolongan penduduk berdasarkan Pasal 131 dan Pasal 163 IS(Indische Staatregeling), yang mengatur penduduk Hindia Belanda menjadi 3 3 Zainuddin Ali, Pelaksanaan Surat Keterangan Hak Waris bagi Golongan Penduduk di Indonesia,Sinar Grafika, Jakarta, 2011. Hal.39

(18)

golongan antara lain, Golongan Eropa, Golongan Bumiputera dan Golongan Timur Asing.4

Dalam praktek sehari-hari di kalangan WNI Bumiputera banyak ditemui surat keterangan ahli waris yang secara umum hanya berisikan keterangan dan pernyataan dari para ahli waris bahwa mereka adalah benar-benar merupakan ahli waris yang sah dari pewaris yang telah meninggal dunia. Surat keterangan ahli waris tersebut pada umumnya dibuat di bawah tangan yang dikuatkan dan/atau dikeluarkan oleh kepala desa/lurah dan diketahui /dikuatkan oleh camat, untuk keperluan-kepeluan tertentu. Surat keterangan tersebut dapat pula di warmerking oleh notaris setelah adanya keterangan dari kelurahan setempat.

Ahli waris adalah orang yang berhak atas ahli warisan yang ditinggalkan oleh pewarisnya.5 Ahli waris juga merupakan mereka yang menggantikan kedudukan hukum dari orang-orang yang meninggal dunia dalam kedudukan hukum harta benda. Mewaris berarti menggantikan kedudukan orang yang meninggal mengenai hubungan-hubungan hukum harta kekayaannya, dan warisan adalah harta yang ditinggalkan oleh orang yang meninggal, baik itu berupa aktiva maupun pasiva. Harta warisan adalah soal apakah dan bagaimanakah berbagai hak-hak dan kewajiban-kewajiban tentang kekayaan seseorang pada waktu ia meninggal dunia, akan beralih pada orang lain sebagai ahli warisnya yang masih hidup.6

Hukum kewarisan adalah keseluruhan peraturan dengan mana pembuat undang-undang mengatur akibat hukum dari meninggalnya seseorang terhadap harta kekayaanya, perpindahannya kepada ahli waris dan hubungannya dengan pihak ketiga.7 Dalam prakteknya seorang ahli waris 4

Ramulyo Idris, Prosedur dan Tata Cara Pembuatan Surat Keterangan Hak Waris di Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2012, hal. 28

5 A. Pitlo, Hukum Waris Menurut Undang-Undang Hukum Perdata Belanda, Intermasa, Jakarta, 2006, hal. 14

6

Tarmakiran S., Asas-asas Hukum Waris Menurut 3 Sistem Hukum,Pioonir Jaya, Bandung, 2005, hal. 5

7 Effendy Perangin-angin, Hukum Waris, Kumpulan Kuliah Jurusan Notariat, Fakultas Hukum UI, 2006, hal. 3

(19)

tidak dapat dengan langsung secara otomatis dapat menguasai dan melakukan balik nama harta warisan yang menjadi haknya dengan terbukanya pewarisan (meninggalnya pewaris), melainkan untuk dapat melakukan tindakan hukum terhadap apa yang telah menjadi haknya tersebut harus dilengkapi dengan adanya surat keterangan hak waris.8

Surat keterangan ahli waris bertujuan untuk melakukan balik nama atas barang peninggalan dari pewaris yang telah meninggal dunia kepada nama seluruh ahli waris yang dalam hal ini adalah berupa barang-barang harta peninggalan pewaris berupa tanah yang apabila ingin dilakukan balik nama dapat mengajukan permohonan ke Kantor Pertanahan setempat yaitu dengan cara :

1. Melakukan pendaftaran peralihan hak (balik nama) untuk tanah yang sudah terdaftar (bersertipikat).

2. Melakukan permohonan hak baru (sertipikat) atas tanah yang belum terdaftar seperti misalnya tanah girik, tanah bekas hak barat, tanah negara.9

Surat keterangan ahli waris juga memiliki fungsi bagi para ahli waris untuk menggadaikan atau menjaminkan barang-barang harta peninggalan pewaris tersebut kepada pihak lain atau kreditur, apabila ahli waris hendak meminjam uang atau mengajukan permohonan kredit. Di samping itu surat keterangan ahli waris juga berfungsi untuk mengalihkan barang-barang harta peninggalan pewaris tersebut kepada pihak lain, misalnya menjual, menghibahkan, melepaskan hak, melakukan pengikatan jual beli dihadapan notaris dan lain-lainnya yang sifatnya berupa suatu

8

I Gede Purwaka, Keterangan Hak Waris yang Dibuat Oleh Notaris dan Kepala Desa / Lurah, UI Press, Jakarta, 2005, hal. 15

9Arsyad Harun,Tinjauan Yuridis Surat Keterangan Hak Waris bagi Penduduk di Indonesia, Refika Aditama, Bandung, 2010, hal. 32

(20)

peralihan hak, dan juga merubah status kepemilikan bersama atas barang harta peninggalan pewaris menjadi milik dari masing-masing ahli waris dengan cara melakukan atau membuat akta pembagian dan pemisahan harta peninggalan pewaris dihadapan notaris.10

Di samping itu surat keterangan ahli waris juga dapat berfungsi sebagai alat bukti bagi ahli waris untuk dapat mengambil atau menarik uang dari pewaris yang ada pada suatu bank atau asuransi, sekalipun bagi setiap bank atau lembaga asuransi berbeda dalam menetapkan bentuk surat keterangan ahli waris yang bagaimana yang dapat diterimanya. Di dalam surat keterangan ahli waris yang dikeluarkan oleh Kepala Desa dan dikuatkan oleh Camat memuat tentang nama-nama para ahli waris dan nama pewaris (almarhum). Bagi WNI Bumiputera surat keterangan ahli waris dapat pula dibuat sendiri oleh para ahli waris itu sendiri dan disaksikan / ditandatangani oleh Kepala Desa / Lurah dan dikuatkan/ditandatangani oleh Camat.

Dari uraian di atas maka judul dari penelitian ini adalah kekuatan hukum surat keterangan ahli waris yang dikeluarkan kepala desa sebagai alas hak dalam pembuatan akta pengikatan jual beli (PJB) oleh notaris bagi WNI Bumiputera.

Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah sejauhmana kekuatan hukum surat keterangan ahli waris yang dikeluarkan oleh kepala desa sebagai alas hak untuk melaksanakan pengikatan jual beli dihadapan notaris dan bagaimana tanggung jawabnotaris dalam pelaksanaan pembuatan akta pengikatan jual beli

10Oesman Ali Rahmad,Perbedaan Surat Keterangan Hak Waris dan Akta Keterangan Hak Waris, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2012, hal.70

(21)

dengan dasar surat keterangan ahli waris yang dikeluarkan oleh kepala desa tersebut, akan diteliti lebih lanjut pada bab-bab selanjutnya dalam penelitian ini.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut di atas dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimana kekuatan hukum surat keterangan ahli waris yang dikeluarkan oleh Kepala Desa sebagai alas hak dalam pembuatan akta pengikatan jual beli oleh notaris?

2. Bagaimana tanggung jawab notaris dalam pembuatan akta pengikatan jual beli (PJB) dengan menggunakan surat keterangan ahli waris yang dikeluarkan oleh Kepala Desa yang kemudian dinyatakan cacat hukum?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang tersebut di atas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui kekuatan hukum surat keterangan ahli waris yang dikeluarkan oleh Kepala Desa sebagai alas hak dalam pembuatan akta pengikatan jual beli oleh notaris?

2. Untuk mengetahui tanggung jawab notaris dalam pembuatan akta pengikatan jual beli (PJB) dengan menggunakan surat keterangan ahli waris yang dikeluarkan oleh Kepala Desa yang kemudian dinyatakan cacat hukum.

(22)

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis dibidang hukum waris pada umumnya dan dalam pembuatan surat keterangan ahli waris bagi golongan WNI Bumiputera yang dibuat didalam akta dibawah tangan oleh para ahli waris dan diketahui/dikuatkan oleh Kepala Desa dan diketahui dan dikuatkan oleh Camat sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional No.3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah dan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya dibidang hukum waris serta di dalam pembuatan surat keterangan ahli waris bagi golongan WNI Bumiputera.

1. Secara Teoritis

Penelitian ini dapat memberikan manfaat berupa sumbangsih pemikiran bagi perkembangan hukum waris pada umumnya dan juga tentang tata cara pembuatan surat keterangan ahli waris bagi golongan WNI Bumiputera yang dibuat di dalam Surat Keterangan Ahli Waris dibawah tangan oleh para ahli waris itu sendiri dan diketahui/dikuatkan oleh Kepala Desa dan diketahui dan dikuatkan oleh Camat sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional No.3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah dan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya dibidang hukum waris serta di dalam pembuatan surat keterangan ahli waris bagi golongan WNI Bumiputera.

(23)

2. Secara Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan kepada masyarakat praktisi, maupun bagi pihak-pihak terkait mengenai hukum waris pada umumnya dan juga tentang tata cara pembuatan surat keterangan ahli waris bagi golongan WNI Bumiputera yang dibuat di dalam Surat Keterangan Ahli Waris dibawah tangan oleh para ahli waris itu sendiri dan diketahui/dikuatkan oleh Kepala Desa dan diketahui dan dikuatkan oleh Camat sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional No.3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah dan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya dibidang hukum waris serta di dalam pembuatan surat keterangan ahli waris bagi golongan WNI Bumiputera.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan hasil penelusuran kepustakaan di lingkungan Universitas Sumatera Utara khususnya di lingkungan Sekolah Pasca Sarjana Magister Kenotariatan Sumatera Utara menunjukkan bahwa penelitian dengan judul ini belum pernah dilakukan. Akan tetapi, ditemukan beberapa judul tesis yang berhubungan dengan topik dalam tesis ini antara lain:

1. Endah Mayana, NIM. 107011084/MKn, dengan judul tesis “Analisis Yuridis Terhadap Pelaksanaan Pembagian Harta Warisan Yang Dikuasai Oleh Salah Satu Ahli Waris (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung No 2134 K/PDT/1989)”.

(24)

Pemasalahan yang dibahas :

a. Faktor-faktor apa yang menyebabkan sebahagian ahli waris menguasai harta warisan?

b. Bagaimana tindakan hukum yang dilakukan ahli waris yang dikuasai haknya oleh ahli waris yang lain?

c. Bagaimana analisis terhadap putusan Mahkamah Agung dalam menyelesaikan kasus No. 2134. K/PDT/1989?

2. Junita Franciska, NIM. 057011014/MKn, dengan judul tesis “Kajian Yuridis Peralihan Hak Atas Tanah Warisan Berdasarkan PP No. 24 Tahun 1997”. Pemasalahan yang dibahas :

a. Bagaimana prosedur dan tata cara peralihan hak atas tanah warisan berdasarkan PP No. 24 Tahun 1997?

b. Bagaimana akibat hukum tidak dilaksanakannya peralihan hak atas tanah warisan berdasarkan PP. 24 Tahun 1997?

c. Apa hambatan-hambatan yang dihadapi dalam pelaksanan peralihan hak atas tanah warisan berdasarkan PP. 24 Tahun 1997

3. Ali Yusran Gea, NIM. 067011045/MKn, dengan judul tesis “Kajian pendaftaran tanah dari pembagian warisan setelah berlakunya PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran tanah”.

(25)

Pemasalahan yang dibahas :

a. Bagaimana akibat hukum apabila tanah yang diperoleh dari pembagian warisan tidak didaftarkan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang hukum tanah?

b. Bagaimana pelaksanaan pendaftaran tanah dari pembagian warisan sebelum berlakunya PP. No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah? c. Bagaimana prosedur dan tata cara pendaftaran tanah dari pembagian

warisan berdasarkan PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran tanah? Dari judul penelitian tersebut tidak ada kesamaan dengan penelitian yang penulis lakukan. Dengan demikian judul ini belum ada yang membahasnya sehingga penelitian ini dijamin keasliannya dan dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Teori adalah untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi,11 dan suatu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidakbenaranya. Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis, mengenai suatu kasus atau permasalahan (problem) yang menjadi perbandingan/pegangan teoritis.12

11

JJJ M, Wuisman, dengan penyunting M. Hisyam, Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, (Jilid I), Jakarta, FE UI, 1996, hal. 203

(26)

Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori pertanggung jawaban hukum. Menurut Hans Kelsen suatu konsep yang terkait dengan konsep kewajiban hukum adalah konsep tanggung jawab hukum (liability). Seseorang yang bertanggung jawab secara hukum atas perbuatan tertentu bahwa dia dapat dikenakan suatu sanksi atas perbuatannya apabila perbuatannya tersebut bertentangan/berlawanan dengan hukum. Ada dua jenis tanggung jawab menurut Hans Kelsen yaitu pertanggung jawaban berdasarkan kesalahan (based on fault) dan pertanggung jawaban mutlak (absolut responsibility)13

Tanggung jawab mutlak yaitu suatu perbuatan yang menimbulkan akibat yang dianggap merugikan oleh pembuat undang-undang dan ada suatu hubungan antara perbuatan dan akibatnnya. Suatu akibat yang dianggap merugikan oleh pembuat undang-undang, mungkin ditimbulkan dengan sengaja oleh seorang individu, tetapi tidak dengan maksud merugikan oleh pembuat undang-undang, mungkin ditimbulkan dengan sengaja orang seorang individu tetapi tidak dengan maksud merugikan orang lain. Tanggung jawab absolut dalam masyarakat dilekatkan pada suatu tindakan yang akibatnya menimbulkan kerugian bagi orang lain akibat perbuatan yang disengaja atau karena kekurang hati-hatian. Dalam tanah hukum perdata tanggung jawab terhadap kerusakan atau kerugian yang disebabkan oleh individu merupakan tanggung jawab sepenuhnya dari individu tersebut. Demikian pula halnya dengan pertanggung jawaban seorang kepala desa yang mengeluarkan surat keterangan waris bagi para ahli waris, harus berdasarkan prinsip kehati-hatian dimana surat keterangan

(27)

waris tersebut harus benar-benar menimbulkan suatu bukti yang autentik bahwa nama-nama yang tercantum dalam surat keterangan waris yang dibuat oleh kepala desa tersebut adalah merupakan nama-nama yang sah sebagai ahli waris dari pewaris.14

Apabila dalam pembuatan surat keterangan waris tersebut kepala desa melakukan kelalaian atau kesalahan sehingga mengakibatkan ahli waris yang sah tidak tercantum dalam surat keterangan waris tersebut, maka perbuatan kepala desa tersebut sudah dapat dikualifikasikan perbuatan yang bertentangan dengan hukum dan karena itu dapat dikenakan sanksi. Sanksi yang digunakan dapat berupa sanksi perdata berupa ganti rugi berdasarkan pasal 1365 KUH Perdata maupun sanksi pidana sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 263, 264 dan 265 KUH Pidana yang menyebutkan bahwa memasukan keterangan palsu kedalam suatu akta autentik atau melakukan pemalsuan melalui surat keterangan waris yang seharusnya dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya.

Surat keterangan ahli waris dibuat untuk dijadikan alat bukti tentang sesuatu yang berkaitan dengan waris, yaitu tentang siapa saja yang ditetapkan sebagai ahli waris dari si pewaris bahkan mungkin juga dapat menyebutkan porsi dari masing-masing ahli waris. Hal ini untuk melindungi secara hukum hak dari para ahli waris, agar harta peninggalan dari pewaris benar-benar diwarisi oleh para ahli warisnya yang sah.

14 Muhammad Arfan,Analisis Yuridis Kekuatan Hukum Surat Keterangan Hak Waris bagi Golongan Bumi Putra, Bumi Aksara, Bandung, 2010, hal.81

(28)

Hukum positif yang mengatur hubungan keperdataan di Indonesia masih bersifat pluralisme dan pluralisme hukum perdata ini tidak terlepas dari sejarah hukum berlakunya hukum perdata di Indonesia. Sebelum Indonesia merdeka sebagai akibat penjajahan kolonial Belanda. Politik hukum pemerintah India Belanda yang dituangkan dalam Pasal 131 dan Pasal 163 Indische Staatsregeling (IS) terdapat penggolongan hukum dan penggolongan penduduk. Mengacu pada ketentuan tersebut berlakulah Hukum Perdata Eropa (Burgerlijk Wetboek) yang diberlakukan di Indonesia berdasarkan Staatblad No. 23/1847 bagi Golongan Eropa, Hukum Adat Bagi Golongan Bumiputra (penduduk Indonesia asli) dan Hukum Adat masing-masing bagi golongan Timur Asing.15

Dalam perjalanannya KUHPerdata(Burgerlijk Wetboek) diberlakukan bagi golongan Timur Asing dan diberikan kemungkinan bagi Golongan Bumiputra untuk melakukan penundukan diri secara sukarela (gehjkstelling) terhadap KUHPerdata(Burgerlijk Wetboek). Dengan demikian berlaku lebih dari 1 sistem hukum di bidang hukum perdata, yakni KUHPerdata (Burgerlijk Wetboek)dan Hukum Adat. Selanjutnya, dengan berkembangnya agama Islam, di daerah tertentu berlakulah hukum Islam, khususnya yang dipergunakan dalam pembagian waris. Di sisi yang lain, hukum Perdata Adat di Indonesia berlaku banyak sistem hukum yang berlaku. Menurut Van Vollenhoven setidaknya terdapat 19 lingkaran

15Poniman Rustandi,Sejarah Sistem Hukum di Indonesia, Prenada Media, Jakarta, 2006, hal. 32

(29)

hukum (rechtskring) di bumi Nusantara ini. Dari sudut pandang inilah dapat dikatakan bahwa hukum perdata adat masih bersifat pluralistis.16

Pluralisme hukum perdata ini tidak seketika berakhir ketika Indonesia merdeka dan menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Mengacu kepada Peraturan Peralihan dalam Undang-Undang Dasar 1945, maka dualisme dan pluralisme ini terus berlanjut hingga kini, sampai diberlakukan ketentuan perundang-undangan yang mencabut KUHPerdata. Selanjutnya, Politik hukum diarahkan pacta terciptanya unifikasi dan kodifikasi bidang-bidang hukum, termasuk bidang hukum perdata. Dalam praktik, semangat kodifikasi ini memang terlihat dalam pembentukan peraturan perundang-undangan yang sifatnya parsial (bagian per bagian). Sebagian ahli menyebutkan sistem kodifikasi parsial ini dengan istilahAct System. Hal ini juga yang terjadi dengan Burgerlijk Wetboek

(KUHPerdata) yang hingga sekarang masih berlaku. Saat ini KUHPerdata tidak lagi berlaku utuh, beberapa bagian telah dicabut dengan Undang-Undang yang berlaku secara nasional. sehingga secara substansial muatan KUHPerdata tidak lagi sama seperti sistematika formalnya. Beberapa Undang-Undang yang berlaku nasional tersebut antara lain Buku I Tentang Perkawinan dan beberapa bidang hukum keluarga dicabut oleh Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, Buku II yang mengatur tentang Tanah dicabut oleh Undang-Undang No.5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, dan Hipotik atas

16Husni Rahmadianto,Pluralisme Kewenangan Pembuatan Surat Keternagan Hak Waris di Indonesia, Intermasa, Jakarta, 2012, hal. 53

(30)

tanah dicabut oleh Undang-Undang No.4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah dan Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah.17 Di sisi lain, ada peraturan yang sifatnya menambah, seperti UU No. 42 Tahun 1999 Tentang Fidusia, Undang-Undang No. 9 Tahun 2006 Tentang Resi Gudang. yang mengatur tentang bag ian dari hukum Kebendaan.18

Hukum Waris merupakan hukum materi yang erat kaitannya dengan hukum harta kekayaan, karena secara hukum pewarisan merupakan salah satu cara untuk memperoleh hak milik atas suatu benda atau hak kebendaan. Oleh karena itu, dalam KUHPerdata, hukum waris di atur dalam Buku II Tentang Benda.

Surat Keterangan Waris Nasional harus terlebih dahulu dilakukan unifikasi Hukum Waris. Sebenarnya tidak demikian, hanya saja penulis berusaha menempatkan Surat Kerangan Waris ini sebagai salah satu bagian kecil saja dari kaidah-kaidah yang akan mengatur tentang Waris, mengingat kehendak simposium ini adalah memikirkan kemungkinan unifikasi Surat Keterangan Waris. Pertanyaannya bolehkah unifikasi Surat Keterangan Warisan ini mendahului unifikasi hukum warisnya? Mengapa tidak, karena sudah banyak contoh, bahwa unifikasi sub bidang hukum dilakukan sementara bidang hukumnya belum diunifikasikan. Ada 2 hal yang harus diperhatikan bila membicarakan masalah hukum waris di Indonesia. Yang pertama adalah hukum waris, dan yang ke dua adalah pewarisan/

17

Dian Sarwoto, Prosedur dan Tata cara Peralihan Hak atas Tanah karena Pewarisan, Raja Grafindo Persada, 2011, hal.77

18 Teguh Samudra, Beberapa Masalah Hukum Waris di Indonesia, Citra Ilmu, Surabaya, 2006, hal. 14

(31)

warisan. Pitlo berpendapat bahwa “hukum waris adalah kumpulan peraturan yang mengatur hukum mengenai harta kekayaan karena wafatnya seseorang, yaitu mengenai pemindahan kekayaan yang ditinggalkan oleh si mati dan akibat dari pemindahan ini bagi orang-orang yang memperolehnya, baik dalam hubungan antara mereka, maupun dalam hubungan antara mereka dengan pihak ketiga”.19 Sementara itu, Wirjono Prodjodikoro memberi pengertian bahwa warisan adalah “soal apakah dan bagaimanakah pelbagai hak-hak dan kewajiban-kewajiban tentang kekayaan seseorang pada waktu ia meninggal dunia akan beralih kepada orang lain yang masih hidup”.20

Dari sudut pandang hukum Adat, dapat dilihat pendapat Ter Haar, bahwa hukum waris adat adalah aturan-aturan hukum yang mengenai cara bagaimana dari abad ke abad penerusan dan peralihan dari harta kekayaan yang berwujud dan tidak berwujud dari generasi pada generasi. Sejalan dengan pendapat TerHaar, Supomo menyatakan bahwa “Hukum Adat waris memuat peraturan-peraturan yang mengatur proses meneruskan serta mengoperkan barang-barang harta benda dan barang-barang yang tidak berwujud benda (immateriele gooderen) dari suatu angkatan manusia (generatie) kepada turunannya.21Hukum Islam mengatur tentang adanya hak bagi para ahli waris pria dan wanita atas pembagian harta peninggalan

19

Pitlo. Af M lsa Maarief. Hukum Waris Menurut Kitab Undang.Undang Hukum Perdata, Intermasa, Jakarta. 2006, hal. 31

20Wirjono Prodjodikoro.Hukum Waris di Indonesia, Sumur Bandung, 2001, hal. 42 21TerHaar. Dasar-Dasar dan Stesel Hukum Adat, Jakarta, 2004, hal. 197

(32)

pewaris yang wafat, berdasarkan KHI. Hal yang dapat disimpulkan dari berbagai pengertian di atas, adalah beragamnya pengertian tentang hukum waris.22

Pemberlakuan satu sistem hukum waris bagi seluruh warga negara Indonesia sebagai tujuan unifikasi, berangkat dari kemajemukan dan kayanya hukum Waris di Indonesia. Penulis mencoba memahami bahwa banyaknya instansi yang terkait khususnya dalam pembuatan Surat Keterangan waris tidak dapat dilepaskan dari kondisi hukum warisnya. Hal ini secara jelas terlihat dari berbagai peraturan yang mengakui eksistensi Surat Keterangan Waris yang dibuat oleh instansi yang berbeda sesuai dengan hukum yang berlaku, yaitu: bagi WNI Asli, Surat Keterangan Waris dibuat oleh para ahli waris dengan disaksikan oleh 2 orang saksi dan dikuatkan oleh Kepala Desa/kelurahan dan Camat tempat tinggal pewaris pada waktu meninggal; kemudian bagi WNI keturunan Tionghoa, akta Keterangan Hak Mewaris dibuat oleh Notaris. dan bagi WNI keturunan Timur Asing lainnya dibuat oleh Balai Harta Peninggalan, dan bagi yang beragama Islam dapat dibuat dikeluarkan oleh Pengadilan Agama.23

Kehendak untuk melakukan unifikasi di bidang hukum waris sudah bergabung sejak lama. bahkan arah unifikasi yang akan dituju sudah dituangkan dalam TAP MPRS No. 11/MPRS/1960 Paragraf 402 Huruf c sub 4 yang mengatur sebagai berikut:

22

Soepomo,Bab-bab Tentang Hukum Adat,Intermasa, Jakarta, 1998, hal. 72

23 Harianto Asmar, Tinjauan Hukum Tentang Praktek Pelaksanaan Pembuatan Surat Keterangan Ahli Waris di Indonesia, Bumi Aksara, Bandung, 2005, hal. 27

(33)

a. Semua warisan untuk anak-anak dan janda apabila si peninggal warisan meninggalkan anak-anak dan janda.

b. Supaya dalam perundang-undangan mengenai hukum warisan

dicantumkan pula peraturan mengenai penggantian ahli waris. c. Peraturan mengenai hibah.24

Berdasarkan uraian di atas, dapat dikatakan bahwa politik hukum di bidang hukum waris nasional yang hendak dituju adalah sistem individual Parental, yang berakar pada salah satu dari sistem kewarisan yang dikenal dalam hukum waris Adat. Hazairin menggaris bawahi bahwa yang akan dituju adalah sistem individual parental yang tidak bertentangan dengan Pancasila.25 Mengapa secara tersirat dapat dikatakan bahwa andaikata dilakukan kodifikasi dan unifikasi di bidang hukum Waris, maka sistem hukum Waris yang digunakan adalah individual parental. Terdapat beberapa alasan, antara lain: Sistem hukum waris individual parental ini mendudukkan baik laki-laki maupun perempuan sebagai pewaris dan ahli waris. Di samping itu, sistem hukum waris individual parental menempatkan keturunan baik laki-laki maupun perempuan sebagai ahli waris, dan proses pewarisan ditujukan untuk pada ahli waris secara individual, sehingga tidak menganut sistem waris yang bersifat kolektifs Sejalan dengan pengaturan dalam Tap 11/MPRS/1960 tersebut, maka sangat jelas bahwa Hukum Waris Nasional akan memposisikan janda/duda sebagai pewaris dan ahli waris, dan anak-anak sebagai

24

Deni Wahyudi, Judifikasi Hukum Waris di Indonesia Antara Harapan dan Kenyataan, Citar Aditya Bakti, Bandung, 2007, hal. 33

(34)

ahli waris tanpa membedakan apakah anak tersebut perempuan/laki-laki. Jelaslah, bahwa bukan sistem hukum waris yang mengacu pada unilateral baik matrilineal maupun patrilineal, sistem kolektif atau mayorat.26

Upaya yang telah dilakukan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) melalui berbagai penelitian, seminar dan diskusi sudah pula berlangsung sejak lama, namun hingga kini unifikasi dan sekaligus kodifikasi hukum Waris yang bersifat nasional tersebut belum terwujud. Menyitir pendapat Mochtar Kusuma Atmadja, yang mengatakan bahwa unifikasi dan kodifikasi seharusnya menimbang sensitivitas bidang-bidang hukum yang hendak di kodifikasi dan di unifikasi. Oleh karena itu, Beliau lantas membedakan bidang-bidang hukum ke dalam bidang-bidang hukum yang netral (tidak sensitif) dan bidang hukum yang tidak netral (sensitif). Bidang hukum yang sensitif ini dianggap sangat bertalian erat dengan spiritual manusia, oleh karena itu bidang hukum keluarga dan hukum waris digolongkan ke dalam bidang hukum yang sensitif. Di sisi lain, bidang hukum yang netral atau tidak sensitif lebih mudah untuk dikodifikasikan dan diunifikasikan serta menyesuaikan dengan kebutuhan bahkan dapat melakukan adapatasi dan adopsi dari sistem hukum negara lain.27

Selanjutnya, bidang hukum yang sensitif ini, termasuk hukum waris dibiarkan berlaku sesuai dengan hukum yang berlaku dimasyarakat. Dengan kata lain bidang hukum waris tetap dibiarkan bersifat pluralistis. Oleh karena itu, saat

26

Rahmad Rusdianto,Sistem Pewarisan di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2010, hal. 18 27 Ramli Janoko, Hukum Waris Di Indonesia Dalam Teori Dan Praktek, Pustaka Ilmu, Jakarta, 2003, hal. 46

(35)

ini hukum waris yang berlaku meliputi hukum waris adat, hukum waris menurut KUHPerdata dan hukum waris Islam. Namun demikian, bukan berarti upaya menuju unifikasi hukum Waris Nasional sama sekali tertutup. Unifikasi hukum waris sudah terang menuju sistem Individual Parental, namun demikian perkembangan dan penerimaannya bergantung aspek sosiologis antara lain:

1. Pendidikan yang tinggi, sehingga orang akan berfikir logis.

2. Perantauan yang lama, sehingga terjadi perubahan pola pikir, akibat pengaruh kebiasaan masyarakat setempat.

3. Komunikasi yang baik, sehingga kontak dengan orang asing yang berlainan budayanya semakin tinggi.

4. Terbentuknya kelompok atau unit terkecil dalam masyarakat, sehingga terdapat pergaulan yang erat antara Bapak, lbu dan anak-anak, dan terbentuklah harta bersama, yang diperuntukkan bagi keluarga tersebut.28 Mengacu pada kondisi di atas. maka upaya menuju Surat Keterangan Waris Nasional tidak dapat dilepaskan dari hukum positif yang berlaku di bidang Waris, yaitu masih bersifat pluralisme. Surat Keterangan Ahli Waris adalah alat bukti bagi para ahli waris yang akan dijadikan alas hak untuk menuntut hak waris tertentu atas benda atau hak kebendaan sebagai objek waris. Surat keterangan ahli waris bagi golongan WNI Bumiputera dapat dibuat sendiri oleh para ahli waris dan diketahui serta dikuatkan oleh Kepala Desa / Lurah yang diketahui dan dikuatkan pula oleh

28Ramanto Taslim,Sistem Hukum Waris Indonesia Suatu Tinjaian Masa Depan, Mitra Ilmu, Surabaya, 2004, hal. 64

(36)

Camat. Dalam praktek pembuatan surat keterangan ahli waris bagi golongan WNI Bumiputera juga dapat dikeluarkan oleh Kepala Desa/Lurah yang diketahui dan dikuatkan oleh Camat yang isinya memuat seluruh nama-nama para ahli waris dari pewaris yang berhak mewarisi harta peninggalan dari pewaris.29 Disamping itu di dalam surat keterangan ahli waris dapat pula dicantumkan tentang porsi atau bagian dari masing-masing ahli waris terhadap harta warisan dari pewaris yang akan dibagi.

Dalam pelaksanaanya surat keterangan ahli waris yang dibuat sendiri oleh para ahli waris maupun yang dikeluarkan oleh Kepala Desa / Lurah yang diketahui dan dikuatkan oleh Camat, selain berfungsi sebagai alat bukti yang digunakan oleh para ahli waris untuk melakukan penuntutan hak waris dari harta peninggalan si pewaris juga dapat digunakan oleh para ahli waris untuk melakukan pengalihan hak atas benda peninggalan pewaris khususnya tanah melalui suatu pengikatan perjanjian jual beli (PJB) yang dilaksanakan oleh / dihadapan notaris melalui suatu akta autentik. Dalam pengalihan hak atas tanah yang dilakukan oleh para ahli waris dengan dasar surat keterangan ahli waris yang dikeluarkan oleh Kepala Desa/Lurah melalui suatu pengikatan jual beli yang dilakukan oleh / dihadapan notaris tersebut harus memenuhi ketentuan dan persyaratan diantaranya adalah seluruh ahli waris menyetujui perbuatan hukum pengikatan jual beli tersebut apabila tanah yang merupakan objek waris tersebut dalam keadaan belum terbagi.30

29

Junaedi Effendi Mahmud, Analisis Yuridis Peraturan Hukum Kewarisan di Indonesia, Djembatan, Jakarta, 2009, hal. 60

(37)

Ketentuan yang mengatur tentang pengalihan hak atas tanah yang merupakan objek warisan dari pewaris kepada ahli waris maupun dari ahli waris kepada pihak lain didasarkan kepada ketentuan Pasal 111 ayat (1) huruf c Peraturan Menteri Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional No.3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.

Penelitian ini membahas lebih lanjut tentang kewenangan dari pejabat tata usaha negara dalam hal mengeluarkan surat keterangan ahli waris bagi warga negara Indonesia Bumiputera, dan kekuatan hukumnya sebagai dasar hukum dalam melaksanakan perbuatan pengalihan hak atas tanah oleh para ahli waris melalui suatu pengikatan jual beli (PJB) yang dilakukan oleh / dihadapan notaris. Disamping itu penelitian ini akan membahas tentang tentang tanggung jawab notaris dalam melaksanakan pembuatan akta pengikatan jual beli dimana surat keterangan ahli waris adalah sebagai alas haknya. Hal ini menyangkut kewenangan dari pejabat tata usaha negara yang berhak dan berwenang mengeluarkan surat keterangan ahli waris berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, kekuatan hukum dari produk surat keterangan ahli waris yang dikeluarkan oleh Kepala Desa/Lurah tersebut dalam melaksanakan perbuatan hukum pengikatan jual beli dengan tujuan melakukan perlindungan hukum terhadap para ahli waris yang sah dalam menerima bagian warisan dari harta peninggalan si pewaris yang telah meninggal dunia tersebut.31

31 Harjanto Hasan, Tinjauan tentang Hukum Pewarisan di Indonesia beserta akibat hukumnnya, Pradnya Paramitha, Jakarta, 2010, hal. 15

(38)

2. Konsepsi

Konsepsi diterjemahkan sebagai usaha membawa sesuatu dari abstrak menjadi suatu yang konkrit, yang disebut dengan operasional defenition.32 Pentingnya definisi operasional adalah untuk menghindarkan perbedaan pengertian atau penafsiran mendua (dubius) dari suatu istilah yang dipakai. Oleh karena itu untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini harus didefinisikan beberapa konsep dasar, agar secara operasional diperoleh hasil penelitian yang sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan, yaitu :

1. Surat keterangan ahli waris adalah surat keterangan yang bertujuan untuk membuktikan bahwa orang-orang yang namanya disebut atau dimuat di dalam surat keterangan ahli waris tersebut merupakan ahli waris yang sah dari pewaris yang telah meninggal dunia tersebut.33

2. Pewaris adalah orang yang meninggal dunia, baik laki-laki maupun perempuan yang meninggalkan sejumlah harta benda maupun hak-hak yang diperoleh selama hidupnya.34

3. Harta warisan adalah harta peninggalan yang ditinggalkan oleh orang yang meninggal dunia (pewarsi) baik berupa uang atau materi lainnya yang diwariskan kepada seluruh ahli warisnya yang berwenang.35

32 Sutan Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan Yang Seimbang Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit di Indonesia, Institut Bankir Indonesia¸Jakarta, 1993, hal. 10

33

Muhammad Ridwan, Fungsi Surat Keterangan Hak Waris Bagi Ahli Waris, Mitra Ilmu, Surabaya, 2012, hal. 34

34Ibid, hal. 35

(39)

4. Ahli waris adalah orang yang berhak atas ahli warisan yang ditinggalkan oleh pewarisnya.36

5. Kepala Desa adalah pemimpin atau orang yang mengepalai suatu pemerintahan desa yang memiliki hak dan kewenangan sebagai pejabat tata usaha negara yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang pemerintahan desa.37

6. Akta pengikatan jual beli adalah suatu akta yang pendahuluan yang berisikan janji-janji antara pihak penjual dan pihak pembeli yang harus dipenuhi oleh kedua belah pihak sebelum dilaksanakannya perjanjian jual beli.38

7. Notaris adalah pejabat umum yang berwenang membuat akta autentik mengenai semua perbuatan perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta autentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosee, salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang.39

36Ibid, hal. 27 37

Firman Hidayat,Peranan Lurah / Kepala Desa Sebagai Aparat Pemerintahan Kelurahan/ Desa, Pustaka Ilmu, Jakarta, 2012, hal. 50

38Salim HS,Hukum Perjanjian Jual Beli, Sinar Grafika, Jakarta, 2010, hal. 16 39Ibid¸hal. 17

(40)

G. Metode Penelitian

1. Sifat dan Metode Pendekatan Penelitian

Metode adalah proses, prinsip-prinsip dan tata cara memecahkan suatu masalah, sedangkan penelitian adalah pemeriksaan secara hati-hati, tekun dan tuntas terhadap suatu gejala untuk menambah pengetahuan manusia. Dengan demikian metode penelitian dapat diartikan sebagai proses prinsip-prinsip dan tata cara untuk memecahkan masalah yang dihadapi dalam melakukan penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif, dimana pendekatan terhadap permasalahan dilakukan dengan mengkaji ketentuan perundang-undangan yang berlaku mengenai ketentuan tentang tata cara pembuatan surat keterangan hak waris bagi WNI Bumiputra sesuai dengan pembagian golongan penduduk yang termuat di dalam Pasal 131 IS dan juga ketentuan yang termuat di dalam Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN No. 3 Tahun 1997 yang merupakan petunjuk bagi pendaftaran tanah apabila hendak melakukan pendaftaran peralihan hak karena warisan. Sifat penelitian ini adalah deskriptif analitis, maksudnya adalah dari penelitian ini diharapkan diperoleh gambaran secara rinci dan sistematis tentang permasalahan yang akan diteliti. Analisis dilakukan berdasarkan gambaran, fakta yang diperoleh dan akan dilakukan secara cermat bagaimana menjawab permasalahan dalam menyimpulkan suatu solusi sebagai jawaban dari permasalahan tersebut.40

40Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Normatif,(Jakarta : UI Press, 2001), hal. 30

(41)

Pelaksanaan prosedur dan tata cara pembuatan surat keterangan hak waris bagi WNI Bumiputra dalam hal peralihan harta warisan berupa tanah dari pewaris kepada ahli waris adalah dengan membuat sendiri surat keterangan hak waris oleh para ahli waris serta ditanda tangani oleh seluruh ahli waris dan juga lurah/kepala desa serta diketahui oleh camat. Pembuatan surat keterangan ahli waris dapat pula dilakukan dengan cara lurah / kepala desa dengan memuat seluruh nama-nama ahli waris yang sah dan berhak atas harta warisan pewaris ditanda tangani oleh lurah / kepala desa dan diketahui oleh camat.

2. Teknik dan Alat Pengumpulan Data

Teknik dan pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian kepustakaan (library research). Penelitian kepustakaan (library research) maksudnya adalah melakukan penelitian terhadap bahan-bahan kepustakaan yang berkaitan dengan penelitian ini. Alat pengumpulan data yang digunakan yaitu studi dokumen untuk memperoleh data primer yaitu ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku tentang surat keterangan ahli waris yang dibuat oleh para ahli waris itu sendiri maupun dibuat oleh kepala desa dan diketahui oleh camat. Data primer diperoleh dengan cara membaca, mempelajari, meneliti, mengidentifikasi, dan menganalisa peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang masalah hukum waris dan tata cara pembuatan surat keterangan ahli waris bagi golongan WNI Bumiputera dalam hal pelaksanaan pembagian harta warisan maupun pengalihan hak atas harta warisan dari ahli waris kepada pihak lain melalui suatu akta pengikatan jual beli yang dibuat oleh dihadapan notaris dengan

(42)

dasar hukum ketentuan Peraturan Menteri Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional No.3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.

Pengalihan hak atas tanah kepada pihak ketiga yang dilakukan oleh para ahli waris dengan dasar hukum surat keterangan ahli waris yang dikeluarkan oleh Kepala Desa / Lurah melalui pengikatan jual beli yang dilakukan oleh /dihadapan Notaris harus dengan persetujuan seluruh ahli waris. Apabila persetujuan dari seluruh ahli waris untuk melaksanakan pengalihan hak atas tanah melalui suatu pengikatan jual beli yang dilakukan oleh / dihadapan notaris tidak diperoleh secara keseluruhan maka kekuatan hukum dari akta pengikatan jual beli yang didasarkan kepada surat keterangan ahli waris tersebut dapat digugat / disengketakan oleh pihak ahli waris yang merasa dirugikan. Oleh karena itu meskipun surat keterangan ahli waris baik yang dikeluarkan oleh Kepala Desa dan diketahui/dikuatkan oleh Camat maupun surat keterangan ahli waris yang dibuat sendiri oleh para ahli waris dan diketahui serta dikuatkan oleh Kepala Desa/Lurah serta diketahui/dikuatkan pula oleh Camat yang telah memuat seluruh nama para ahli waris secara sah, namun apabila dalam penggunaan surat keterangan ahli waris tersebut tidak sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku maka kekuatan hukum surat keterangan ahli waris yang dijadikan alas hak dalam pembuatan akta pengikatan jual beli yang dilakukan oleh /dihadapan notaris melalui suatu akta autentik dapat dipemasalahkan oleh pihak yang merasa dirugikan dengan pengikatan jual beli tersebut.

(43)

Disamping data primer terdapat pula data sekunder yaitu berupa buku-buku, karya-karya ilmiah, jurnal yang berhubungan dengan pembahasan tentang surat keterangan hak waris serta pelaksanaan pembuatan perjanjian pengikatan jual beli dengan dasar surat keterangan hak waris. Selain data primer dan data sekunder penelitian ini juga didukung dengan data tertier yaitu kamus hukum, kamus umum, ensiklopedia mendukung pembahasan dalam penelitian ini.

3. Analisis Data

Analisis data merupakan suatu proses mengorganisasikan dan menggunakan data dalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan suatu hipotesa kerja seperti yang disarankan oleh data.41Di dalam penelitian yuridis normatif, maka maksud pada hakekatnya berarti kegiatan untuk mengadakan sistematisasi terhadap bahan-bahan hukum tertulis, sistematisasi yang berarti membuat klasifikasi terhadap bahan hukum tertulis tersebut untuk memudahkan pekerjaan analisis dan konstruksi.42 Sebelum dilakukan analisis, terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan dan evaluasi terhadap semua data yang dikumpulkan. Setelah itu keseluruhan data tersebut akan dianalisis dan disistematisasikan secara kualitatif. Metode kualitatif merupakan metode penelitian yang digunakan untuk menyelidiki, menemukan, menggambarkan dan menjelaskan kualitas atau keistimewaan dari suatu penelitian yang dilakukan dengan cara menjelaskan dengan kalimat sendiri semua kenyataan yang terungkap dari data yang

41

Bambang Sunggono,Metode Penelitian Hukum,Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, Hal 106.

(44)

ada baik primer, sekunder maupun tertier, sehingga menghasilkan klasifikasi yang selaras dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini, dengan tujuan untuk memperoleh jawaban yang baik pula yaitu mengenai kekuatan hukum surat keterangan ahli waris yang dikeluarkan Kepala Desa sebagai alas hak dalam pembuatan akta pengikatan jual beli (PJB) oleh notaris bagi WNI Bumiputera, sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan yang tepat dengan metode deduktif, yaitu melakukan penarikan kesimpulan diawali dari hal-hal yang bersifat umum untuk kemudian ditarik kesimpulan yang bersifat khusus, sebagai jawaban yang benar dalam pembahasan permasalahan yang terdapat pada penelitian ini.43

(45)

BAB II

KEKUATAN HUKUM SURAT KETERANGAN WARIS YANG DIKELUARKAN OLEH KEPALA DESA SEBAGAI ALAS HAK

DALAM PEMBUATAN AKTA PENGIKATAN JUAL BELI OLEH NOTARIS

A. Pengaturan Hukum Pembuatan Surat Keterangan Waris berdasarkan Golongan Penduduk di Indonesia

Pasal 111 ayat 1 huruf c angka 4 PMNA KBPN Nomor

3 Tahun 1997 tersebut yang merupakan petunjuk bagi pendaftaran tanah apabila hendak melakukan pendaftaran peralihan hak karena warisan, terdapat tiga bentuk dan tiga institusi yang membuat bukti/surat keterangan waris, yaitu:

1. Bagi warga negara Indonesia penduduk asli : surat keterangan ahli waris yang dibuat oleh para ahli waris dengan disaksikan oleh 2 (dua) orang saksi dan dikuatkan oleh Kepala Desa/Lurah dan Camat tempat dimana pewaris meninggal dunia;

2. bagi warga negara Indonesia keturunan Tionghoa: akta keterangan hak mewaris dari notaris;

3. bagi warga negara Indonesia keturunan Timur Asing lainnya: surat keterangan waris dari Balai Harta Peninggalan.44

Pembuatan KHW oleh instansi yang berbeda-beda merupakan salah satu konsekuensi akibat masih berlakunya pluralisme sistem hukum waris dan terdapatnya perbedaan kebutuhan keperdataan masing-masing “golongan penduduk”. Lagi pula Pasal 111 ayat 1 huruf c angka 4 PMNA KBPN Nomor 3 Tahun 1997 tersebut hanya menyangkut peristiwa dalam hal berkaitan dengan pendaftaran tanah. Dalam hal

44 Arfan Sunardi, Prosedur Hukum Peralihan Hak Kepemilikan atas Tanah karena Kewarisan, Salemba Empat, Jakarta, 2012, hal. 52

(46)

mengenai pewarisan dalam bidang hukum kebendaan lainnya, yang digunakan dalam hal pembuktian keterangan hak waris adalah sebagai berikut :

1. Warga Negara Indonesia penduduk asli

Selama ini pembuatan KHW bagi warga negara Indonesia penduduk asli adalah kewenanganregentatau kepala pemerintah setempat. Pembuktian sebagai ahli waris dibuat di bawah tangan, bermeterai oleh para ahli waris sendiri dengan 2 (dua) orang saksi dan diketahui atau dikuatkan oleh Lurah/Kepala Desa dan Camat setempat sesuai dengan tempat tinggal terakhir pewaris.

Wewenang Kepala Desa Lurah dan Camat menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah (UU Pem. Daerah) yang jelas secara tegas batasan kewenangannya diantaranya Pasal 126 (Camat) 21 Pasal 127 (Lurah), sedangkan wewenang Desa diatur Pasal 206 dan tidak tercantum mengenai kewenangan untuk turut serta mengetahui, membenarkan/menyaksikan dan menandatangani KHW.45

Selain itu Lurah/Kepala Desa dan Camat tunduk pada kaidah-kaidah dan berada dalam ruang lingkup Hukum Administrasi sebagai Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara tidak tepat jika bukti ahli waris yang berada dalam ruang lingkup Hukum Perdata harus disaksikan/ diketahui dan dibenarkan serta ditandatangani oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara. Hal ini akan menyebabkan kerancuan

45Dermawan Haristanto,Kewenangan Kepala Desa dalam Pembuatan Surat Keterangan Hak Waris bagi Golongan Bumi Putra di Indonesia, Media Ilmu, Jakarta, 2012, hal. 93

(47)

apabila terjadi gugatan dari masyarakat, apakah gugatan harus diajukan ke Pengadilan Tata Usaha Negara atau ke Pengadilan Umum.46

Mahkamah Agung (MA) menggunakan penafsiran berkenaan dengan ketentuan Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman yang mengatur bahwa di samping tugas di bidangcontentiuese jurisductiedapat pula diberikan tugas lain yaitu

volwuaire jurisdictie kepada peradilan asal berdasarkan peraturan perundangan. Misalnya, Pengadilan Negeri berwenang menetapkan pengangkatan wali untuk anak di bawah umur sebagaimana dimaksud di dalam Pasal 300- 30 l KUH Perdata.

Oleh karena tidak terdapat undang-undang yang secara tegas memberi kewenangan kepada pengadilan untuk mengeluarkan penetapan fatwa di luar sengketa, maka harus dianggap bahwa pengadilan negeri agama tidak berwenang untuk menerbitkan penetapan fatwa waris diluar sengketa.

2. Warga negara Indonesia keturunan Tionghoa47

Kewenangan pembuatan KHW bagi mereka yang tunduk pada hukum waris yang diatur dalam KUH Perdata didasarkan pada asas konkordansi dengan Pasal 14 ayat 1 dan 3 Wet op de Grootboeken der Nationale Schuld (S. 1931-105) di Nederland yang kemudian diterima sebagai doktrin dan yurisprudensi di Indonesia dan dianggap sebagai hukum kebiasaan. Adapun terjemahan bebas dari Pasal 14 ayat I dan ayat 3Wet op de Grootboeken der Nationale Schuldadalah sebagai berikut:

46

Ibid, hal. 95

47Sutanto Arif Wardana,Hukum Waris dan Sistem Pembagian Waris di Indonesia,Rajawali Press, Jakarta, 2012, hal. 87

(48)

Pasal 14 ayat (1):

“Para ahli waris atau dalam hal seseorang sesuai dengan Pasal 524 BW (Ned) dengan keputusan pengadilan dinyatakan diduga meninggal, yang diduga ahli waris daripadanya. yang mempunyai suatu hak terdaftar dalam buku-buku besar utang-utang nasional, harus membuktikan hak mereka dengan suatu keterangan hak waris setelah kematian atau diduga meninggalnya pewaris dibuktikan”;

Pasal 14 ayat (3):

“Jika suatu warisan terbuka dengan ini keterangan hak waris dibuat oleh seorang notaris. Akta yang dibuat dari keterangan ini harus dikeluarkanin originali.

Sebenarnya Wet op de Grootbueken der Nationale Schuld bukan undang-undang yang khusus mengatur wewenang notaris dalam pembuatan KHW, namun di dalam praktek dianggap sebagai dasar hukum kewenangan notaris dalam pembuatan KHW.

Menurut Tan Thong Kie selama ini “Pembuatan keterangan waris oleh seorang notaris di Indonesia tidak mempunyai dasar dalam undang-undang di lndonesia” Demikian pula pendapat dari Ting Swan Tiong dan Oe Siang Djie. Akibatnya di dalam praktik ditemukan bermacam-macam bentuk KHW. Bagi warga negara Indonesia keturunan Tionghoa bentuk KHW selama ini dibuat dalam bentuk suatu keterangan di bawah tangan yang dibuat oleh notaris, namun ada sejumlah notaris membuat dalam bentuk minuta dan keterangan yang diberikan oleh para saksi sedangkan KHW dalam bentuk keterangan di bawah tangan yang dibuat notaris. Bentuk surat keterangan sedemikian tidak masuk dalam golongan akta otentik menurut ketentuan Pasal 1868 KUH Perdata dimana akta otentik adalah akta yang

(49)

dibuat oleh atau di hadapan pejabat yang berwenang untuk itu dalam bentuk yang ditetapkan oleh Undang-Undang dan dalam wilayah kewenangannya. Lagi pula kekuatan pembuktiannya tetap sebagai akta di bawah tangan.48

Notaris ada yang membuat KHW yang isinya adalah keterangan yang diberikan oleh saksi dan kesimpulan berupa siapa ahli waris dan bagian warisnya diberikan oleh notaris dengan alasan untuk memudahkan pemegang protokol untuk membuat Salinan jika di kemudian hari ada yang memintanya.

3. Warga negara Indonesia keturunan Timur Asing lainnya

Kewenangan College van Boedelmeesteren dari Balai Harta Peninggalan (Weeskamer) untuk KHW bagi warga negara Indonesia keturunan Timur Asing selainnya Timur Asing Tionghoa diatur dalam Pasal 14 ayat 2Ordonantie tangga122-7-1916, Saatblad. 1916 No.517 diubah Lembar Negara 1931 No. 168 dan Lembar Negara 1937 No. 61 Balai Harta Peninggalan (Weeskamer) pada saat ini ada di Jakarta, Medan. Semarang, Surabaya dan Makassar. Adapun keberadaan Balai Harta Peninggalan secara struktural kelembagaan merupakan lembaga pemerintah (eksekutif) yang berada dalam ruang lingkup Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia yang melaksanakan urusan pemerintah. Bukti ahli waris yang merupakan bukti perdata tidak tepat jika dikeluarkan oleh Pejabat yang tunduk pada Hukum Administrasi.

48 Tan Thong Kie, Studi Notariat dan Praktek Notaris ,Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta, 2010, hal. 132

(50)

4. Keterangan Hak Waris setelah UUJN Nomor 30 Tahun 2004 jo UUJN No. 2 Tahun 2014

Di dalam teori hukum yang berlaku sekarang ini sumber hukum yang diakui secara umum adalah perundang-undangan, kebiasaan. Putusan pengadilan, doktrin dan asas-asas hukum. Pada masa pemerintahan Hindia Belanda dikenal asas konkordansi, yakni sejauh mungkin menyelaraskan perundang-undangan di Hindia-Belanda dengan apa yang berlaku di Hindia-Belanda. Dengan kemerdekaan Indonesia, dan berdasarkan Pasal II Undang-Undang Dasar 1945 bagian Aturan Peralihan, maka segala badan Negara dan peraturan yang ada masih langsung berlaku selama belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini. Selama ini, sadar atau tidak sadar telah menerapkan seluruh kaidah hukum termasuk hukum perdata yang nota bene dibentuk oleh pembuat undang-undang Nederland dan dinyatakan berlaku di Indonesia sebagai hukum positip walaupun beberapa bidang tertentu telah dicabut dan diberlakukan hukum yang baru.49

Asas konkordansi sudah tidak dapat diterapkan lagi sejak Indonesia merdeka. Lepas dari sumber hukum dan asas konkordansi tersebut, hukum harus pula didukung oleh politik hukum dan kesadaran hukum sesuai dengan tata nilai dan filsafat hukum dari negara yang bersangkutan. Tetap mendasarkan pada asas “konkordansi” Pasal 14 ayat 1 dan ayat 3 Grootboeken der Nationale Schuld sebagai kebiasaan sudah tidak tepat lagi. Indonesia mempunyai politik hukum dan kesadaran hukum berdasarkan tata nilai dan filsafat hukum sendiri yang menjadi dasar dari perundang-undangan

(51)

termasuk UUJN Nomor 30 Tahun 2004 Jo UUJN No. 2 Tahun 2014 dan penerapannya. Harus berusaha untuk mempunyai pendapat dan dasar hukum sesuai dengan politik hukum, kesadaran hukum dan tentunya tata nilai dan hukum Indonesia termasuk di dalam pembuatan KHW. Mengenai politik hukum, kesadaran hukum dan filsafat hukum Indonesia adalah bukan pada tempatnya jika diuraikan di dalam tulisan ini.

Para notaris selama ini telah mendasarkan kewenangan pembuatan KHW diantaranya pada PMNA/KBPN Nomor 3 Tahun 1997 dalam Pasal Ill ayat l huruf c angka 4 Tentang Ketentuan Pelaksanaan PP No. 24/1997 jo. PP Nomor 24/1997 Tcntang Pendaftaran Tanah sebagaimana telah disebutkan di atas yang menyangkut peristiwa dalam hal berkaitan dengan pendaftaran tanah Keputusan Menteri adalah salah satu jenis peraturan perundang-undangan yang setingkat lebih rendah dari Keputusan Presiden. Kewenangan Menteri untuk membentuk suatu Keputusan Menteri bersumber dari Pasal 17 UUD 1945, di mana Menteri Negara adalah pembantu Presiden yang menangani bidang-bidang tugas yang diberikan kepadanya.

Menteri-menteri yang dapat membentuk suatu Keputusan Menteri adalah Menteri-menteri yang memegang suatu departemen, sedangkan Menteri Koodinator dan Menteri Negara hanya dapat membentuk suatu Keputusan yang berlaku secara internal dalam arti keputusan yang tidak mengikat secara umum.50

50 Burhanuddin Rahmanto, Prosedur dan Tata Cara Pendaftaran Hak atas Tanah yang diperoleh karena warisan,Pustaka Ilmu, Jakarta, 2010, hal. 92

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil uji hipotesis yang telah dilakukan terkait abnormal return dan Trading Volume Activity saham sebelum dan sesudah hari libur Imlek, Idul Fitri, dan

Jika terjadi angka yang sama (tie), pilihlah hari libur yang kebutuhan untuk hari yang berdekatannya terendah. Jika masih terdapat angka yang sama, secara

Dana Pihak Ketiga yang dihimpun oleh bank umum di Provinsi Kepulauan Riau sampai dengan triwulan II 2008 mencapai Rp14,07 triliun atau meningkat sebesar Rp629 milyar

Pembukuan Perusahaan dan anak perusahaan diselenggarakan dalam mata uang Rupiah. Transaksi-transaksi selama tahun berjalan dalam mata uang asing dicatat dengan kurs

Efek lainnya dari kelebihan protein adalah naiknya kadar kolesterol yang lebih dipicu oleh konsumsi protein hewani. Kolesterol tinggi bisa menjadi pemicu banyak

Οι τιμές της παραμέτρου α* του χρώματος του φλοιού αυξήθηκαν μετά από 4 μήνες συντήρησης (κύρια στους καρπούς που δέχτηκαν 1-MCP)

Penelitian ini bertujuan menganalisis perbedaan keterampilan berpikir kreatif dan hasil belajar biologi antara siswa yang dibelajarkan dengan pembelajaran kuantum (Q

Tarbiyatul Athfal Bahrul Ulum Desa Kp.. Al Hidayah Jl Lettu