• Tidak ada hasil yang ditemukan

TESIS OLEH NOVALIA ARNITA SIMAMORA /HK PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "TESIS OLEH NOVALIA ARNITA SIMAMORA /HK PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2015"

Copied!
222
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS

OLEH

NOVALIA ARNITA SIMAMORA 137005085/HK

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2015

(2)

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Hukum dalam Program Studi Magister Ilmu Hukum Pada

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

OLEH

NOVALIA ARNITA SIMAMORA 137005085/HK

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2015

(3)

NAMA : NOVALIA ARNITA SIMAMORA

NIM : 137005085

PROGRAM STUDI : Magister Ilmu Hukum

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Tan Kamello, S.H, M.S Ketua

)

(Dr. Rosnidar Sembiring, S.H, M.Hum) (Dr. Jelly Leviza, S.H, M.Hum Anggota Anggota

)

Ketua Program Studi Dekan

(Prof. Dr. Suhaidi, S.H, M.H) (Prof. Dr. Runtung, S.H, M.Hum)

Tanggal Lulus : 4 Juli 2015

(4)

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Tan Kamello, S.H, M.S

Anggota : 1. Dr. Rosnidar Sembiring, S.H, M.Hum 2. Dr. Jelly Leviza, S.H, M.Hum

3. Prof. Dr. Suhaidi, S.H, M.H 4. Dr. Idha Aprilyana, S.H, M.Hum

(5)

Nama : NOVALIA ARNITA SIMAMORA Nim : 137005085

Program Studi : Magister Ilmu Hukum

Judul Tesis : ASAS ITIKAD BAIK DALAM PERJANJIAN PENDAHULUAN (VOOR OVEREENKOMST) PADA PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI RUMAH (Studi Putusan Pengadilan Negeri Simalungun Nomor 37/Pdt/Plw/2012/SIM)

Dengan ini menyatakan bahwa tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri bukan Plagiat, apabila dikemudian hari diketahui tesis saya tersebut Plagiat karena kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan saya tidak akan menuntut pihak manapun atas perbuatan saya tersebut.

Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan sehat.

Medan, Juni 2015

Yang membuat Pernyataan

Nama : NOVALIA ARNITA SIMAMORA Nim : 137005085

(6)

Jelly Leviza4

Hasil penelitian menunjukkan bahwa akibat hukum dari PPJB adalah mengikat bagi para pihak yang membuatnya, dasar hukum dari PPJB tersebut adalah Undang-Undang No 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Permukiman, Kemenpera No 9 Tahun 1995 tentang Pedoman Pengikatan Jual Beli serta Pasal 1338 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Klausul dalam PPJB yang dibuat oleh PT Surya C juga menunjukkan ketidakseimbangan hak dan kewajiban antara penjual dan calon pembeli, serta belum sepenuhnya tunduk pada ketentuan yang ditetapkan Kemenpera No 9 Tahun 1995 tentang Pedoman Pengikatan Jual Beli. Hakim Pengadilan Negeri Simalungun tidak menjadikan itikad baik para pihak sebagai tolak ukur dalam putusannya. Oleh karena itu, perlu dibentuk produk hukum yang baru Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) Rumah merupakan perjanjian pendahuluan (voor overeenkomst) yang dibuat oleh penjual dan calon pembeli, sebagaimana ketentuan Pasal 42 ayat (1) Undang-undang No 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Permukiman serta Keputusan Menteri Perumahan Rakyat No 9 Tahun 1995 yang menjadi dasar adanya PPJB sebagai perjanjian pendahuluan.

Meskipun PPJB masih bersifat konsensuil, akan tetapi dalam pembuatannya harus memperhatikan asas itikad baik sebagaimana ketentuan Pasal 1338 ayat (3) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Pihak yang beritikad baik dalam pelaksanaan perjanjian dilindungi oleh hukum, sebagaimana Yurisprudensi Mahkamah Agung RI No 251k/sip/1958. Oleh karena itu, tulisan ini mencoba untuk mengkaji akibat hukum dari PPJB sebagai perjanjian pendahuluan serta PPJB yang dibuat oleh PT Surya C dalam perspektif itikad baik dan perlindungan hukum bagi calon pembeli yang beritikad baik.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian hukum normatif (doctrinal), yang bersifat deskriptif analitis dan eksplanatif, yaitu untuk memberikan gambaran serta menganalisis itikad baik dalam PPJB serta perlindungan hukum bagi calon pembeli yang beritikad baik. Pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan Perundang-undangan (statute-approach) dan pendekatan analitis (analytical approach). Pendekatan Perundang-undangan digunakan karena dasar asas itikad baik yang dijadikan pokok penelitian ini adalah KUHPerdata, dan pendekatan analitis digunakan untuk mengetahui perkembangan makna asas itikad baik dalam praktek perjanjian di Indonesia khususnya pada PPJB.

1 Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

2 Guru Besar Hukum Perdata pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

3 Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

4 Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

(7)

selain itu hendaknya hakim dalam memutus suatu perkara juga melihat itikad baik para pihak sebagaimana Yurisprudensi Mahkamah Agung RI No 251k/sip/1958.

Kata kunci: Asas itikad baik, Perjanjian Pendahuluan, Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) Rumah

(8)

Jelly Leviza

PPJB (purchase contract) on housing is a preliminary agreement (voor overeenkomst) between a seller and a potential buyer as it is stipulated in Article 42, paragraph 1 of Law No. 1/2011 on Housing and Residence and in Kemenpera (the Decree of the Minister of Low-Cost Housing) No. 9/1995 which become the basis for PPJB as the preliminary agreement. Even though PPJB is consensual, it is made by paying attention to good faith principle as it is stipulated in Article 1338, paragraph 3 of the Civil Code. The party with good faith is given legal protection as it is stipulated in the Jurisprudence of the Supreme Court of the Republic of Indonesia No.

251k/sip/1958. Therefore, this thesis attempted to analyze the legal consequence of PPJB made by PT Surya C in the perspectives of good faith and legal protection for potential buyers who had good faith.

The research used judicial normative (doctrinal) with descriptive analytic and explanatory method which described and analyzed good faith in PPJB and legal protection for potential buyers who had good faith. It also used statue approach since it used the Civil Code and analytical approach since it was aimed to find out the development of the meaning of good faith in the practice of a contract, especially in PPJB, in Indonesia.

The result of the research showed that the legal consequence of PPJB was binding for the parties concerned and the legal ground of PPJB was Law No. 1/2011 on Housing and Residence, Kemenpera No. 9/1995 on the Guidance for Purchase Contract, and Article 1338, paragraph 1 of the Civil Code. The clause in PPJB which was made by PT Surya C indicated the imbalance between right and obligation of the seller and the potential buyer, and they did not fully comply with the regulation stipulated by Kemenpera No. 9/1995 on the Guidance for Purchase Contract. The judge of Simalungun District Court did not consider good faith of both parties in his verdict. Therefore, a new legal product should be made in specific regulation (law or other regulations), based on Kemenpera No. 9/1995 since PPJB did not accommodate public interest today. Good faith should be included in the Guidance for Purchase Contract and in Law No. 1/2011. Besides that, judge’s verdict should include good faith of the parties concerned as it is stipulated in the Jurisprudence of the Supreme Court No. 251k/sip/1958.

Keywords: Good Faith Principle, Preliminary Agreement, PPJB (Purchase Contract) in Housing

________________________

1 Student of the Faculty of Law, University of Sumatera Utara

2 Professor of Civil Law at the Faculty of Law, University of Sumatera Utara

3 Lecturer of the Faculty of Law, University of Sumatera Utara

4 Lecturer of the Faculty of Law, university of Sumatera Utara

(9)

Nama : Novalia Arnita Simamora Tempat/ Tanggal Lahir : Bahjoga/ 15 November 1989

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Alamat : Comp. Perumahan Griya Siantar Estate,

Pematang siantar.

II. PENDIDIKAN FORMAL

1. SD Negeri Impres 2 Bahjambi (1995-2001)

2. SMP Taman Siswa Bahjambi (2001-2004) 3. SMA Negeri 4 Pematang siantar (2004-2007)

4. Strata-1 Fakultas Hukum, Universitas Syiah Kuala Banda Aceh (2007-2011)

5. Strata-2 Program Magister Ilmu Hukum, Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Medan (2013-2015)

Medan, Juni 2015 Penulis,

Novalia Arnita Simamora NIM: 137005085

(10)

Bismillahir Rahmaanir Rahiim,

Dengan nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang, segala puji bagi Allah, tuhan semesta alam, karena atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga tesis ini dapat diselesaikan. Sholawat dan salam kepada Baginda Rasulallah SAW yang telah membawa umatnya dari zaman kebodohan ke zaman yang penuh dengan ilmu pengetahuan.

Bahwa selama mengikuti pendidikan Program Studi Magister (S2) Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara, serta dalam rangka menyelesaikan tesis ini dilalui dengan penuh gelombang dan pasang surut atas semua halangan dan rintangan serta tantangan yang datang silih berganti, namun berkat rahmat dan petunjuk Allah SWT, serta bantuan yang diberikan oleh berbagai pihak baik langsung maupun tidak langsung, baik secara moril maupun materil. Alhamdulillah, seluruh tantangan dan hambatan dapat dirampungkan hingga pada akhirnya tesis ini mencapai materi dan bentuk sebagaimana yang telah disajikan saat ini.

Pada kesempatan ini, dengan segala kerendahan dan ketulusan hati, izinkan penulis untuk menyampaikan ucapan terimakasih serta penghargaan yang setinggi- tingginya:

1. Kepada PJ Rektor Universitas Sumatera Utara, yang terhormat dan terpelajar, Prof. Subhilhar, Ph.D, atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan pada Program Studi Magister (S2) Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Kepada Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, yang terhormat dan terpelajar, Bapak Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum, yang telah memberi kesempatan untuk mengikuti dan membina ilmu pengetahuan pada Program Studi Magister (S2) Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

(11)

memberikan bimbingan dan arahan serta nasihat maupun petunjuk yang arif menempatkan beliau sebagai Bapak dan Pendekar Ilmu, bagi penulis.

4. Tak lupa pula ucapan terimakasih yang tak terhingga kepada yang teramat bijaksana Ibu Dr. Rosnidar Sembiring, SH, M.Hum dan Bapak Dr. Jelly Leviza, SH., M.Hum, yang dengan pemikiran sebagai pisau analisa yang tajam, telah memeriksa lembar demi lembar dengan penuh kesabaran hingga tesis ini mencapai materi sebagaimana yang disajikan sekarang.

5. Kepada yang terhormat dan terpelajar Bapak Prof. Dr. Suhaidi, S.H, M.H dan Ibu Dr. Idha Aprilyana, S.H, M.Hum, sebagai Tim Penguji dengan penuh ketulusan telah bersedia memberikan masukan yang bersifat konstruktif khususnya di bidang hukum perdata, dan telah sudi kiranya meluangkan waktu khususnya ketika pelaksanaan berbagai tahapan jadwal ujian.

6. Kepada yang terhormat dan terpelajar Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, khususnya pada Program Magister (S2) Ilmu Hukum, yang telah mentransfer ilmu pengetahuan selama mengikuti pendidikan di bangku Program Studi Magister.

7. Kepada para pegawai/staff pada Program Studi Magister (S2) Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, yang telah bersedia membantu dalam memberikan pelayanan akademik, sehingga memperlancar administrasi selama mengikuti pendidikan dan penyelesaian tesis.

Tak akan pernah padam selama hayat, rasa terimakasih dan hutang budi yang tidak dapat dibayar kepada kedua orang tua tercinta, Ayah (Alm Bachtiar Simamora) dan Ibu (Erni Yusnita Siregar), nenek dan opung, penulis menghaturkan sembah sujud dan rasa terima kasih, yang telah membesarkan dan mendidik dengan penuh cinta dan kasih sayang, serta dengan perjuangan, keringat dan airmata, berkat mereka jualah penulis dapat mengikuti pendidikan formal sampai ke jenjang Program Studi

(12)

Untaian kata terima kasih ditujukan kepada adikku Nanda Khairani Simamora, S.Psi, yang memberikan inspirasi dan motivasi, seraya ingin berpesan untuk sesegera mungkin memparipurnakan pendidikan formal ke jenjang selanjutnya.

Rasa terima kasih dan penghargaan yang tulus, kepada para sahabat: Kak Nurjannah S.H, M.H, Widya Alriva SH, Harry Fauzi S.H, Syaddan Dintara Lubis SHi, Eka Husnul S.H, Subhi SH, M. Siddik S.H, Berliana Nasution S.H, Hanawi Sitohang S.H, Evirosita SH, M.kn, M. Furqan S.H, Kak Nida Desianti S.H, M.kn, Aqillah Musfirah Simangunsong SE, Muhammad Safii SP, Alfan Simangunsong SP, Andri Yuni, S.Kep, NS, Wara Madina Qaswat, P. S. Hum, Rika Kurnia Wati, AmKep, atas dukungan dan sokongan yang menguatkan selama menyelesaikan tesis dengan penuh gelombang dan pasang surut serta halangan dan rintangan yang datang silih berganti. Kepada semua pihak yang tidak mungkin disebutkan satu persatu namanya, namun telah membantu dan mendorong penulis di dalam menyelesaikan tesis ini, tak lupa penulis ucapkan terimakasih. Semoga amal baik mereka akan mendapat balasan dari Allah Yang Maha Pengasih.

Sekedar karya yang saya persembahkan kepada Tanah Air dan Bangsa tercinta, yang kiranya akan merupakan sumbangsih yang berharga dan menjadi amal saleh kelak disisi Allah SWT, Amin ya Rabbal ‘Alamin.

Medan, Juni 2015

Novalia Arnita Simamora 137005085

(13)

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 9

C. Tujuan Penelitian ... 10

D. Manfaat Penelitian ... 10

E. Keaslian Penelitian ... 13

F. Kerangka Teori dan Konsepsi ... 14

1. Kerangka Teori ... 14

2. Kerangka Konsepsi ... 26

G. Metode Penelitian ... 30

1. Jenis dan Sifat Penelitian ... 31

2. Sumber Data ... 33

3. Teknik Pengumpulan Data ... 35

4. Analisis Data ... 35

BAB II TINJAUAN UMUM PERJANJIAN PENDAHULUAN (VOOR OVEREENKOMST) PADA PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI (PPJB) RUMAH A. Ketentuan Umum Tentang Perjanjian ... 37

1. Pengertian Perjanjian ... 37

2. Syarat sahnya Perjanjian ... 41

(14)

B. Ketentuan Umum Perjanjian Pendahuluan Atau Pengikatan Jual Beli

(PPJB) Rumah ... 52

1. Pengertian Umum Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB ... 52

2. Subjek dan Objek Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) ... 61

3. Bentuk Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) ... 64

4. Kedudukan Calon Pembeli dan Penjual dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) ... 69

5. Perbedaan Perjanjian Jual Beli dengan Perjanjian Pengikatan Jual Beli... ... 72

6. Akibat Hukum Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) Sebagai Perjanjian Pendahuluan (Voor Overeenkomst) ... 76

BAB III ANALISIS PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI (PPJB) RUMAH SEBAGAI PERJANJIAN PENDAHULUAN (VOOR OVEREENKOMST) DALAM PERSPEKTIF ITIKAD BAIK A. Pengertian dan Makna Asas Itikad Baik ... 82

B. Kedudukan Itikad Baik Dalam Buku Ke-III KUHPdt ... 98

C. Fungsi Itikad Baik dalam Pelaksanaan Perjanjian (Kontrak) ... 101

D. Itikad Baik Subjektif dan Itikad Baik Objektif ... 103

E. Itikad Baik Pada Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) Rumah Sebagai Perjanjian Pendahuluan (Voor Overeenkomst) ... 108

BAB IV ANALISIS TERHADAP PERLINDUNGAN HUKUM BAGI CALON PEMBELI DALAM PUTUSAN PENGADILAN NEGERI SIMALUNGUN NO. 37/PDT/PLW/2012/PN SIM A. Pengertian Perlindungan Hukum ... 152

B. Penggunaan Asas di dalam Norma ... 153

(15)

1. Kronologi Kasus ... 160 2. Pertimbangan Hukum (Legal Reasoning) dan Putusan Hakim

Pengadilan Negeri Simalungun ... 167 3. Analisis Putusan Hakim Pengadilan Negeri Simalungun ... 171 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 193 B. Saran ... 195 DAFTAR PUSTAKA ... 198

(16)

Buruk………...91 Tabel 2: Perspektif Hukum untuk Melindungi Hak Pembeli dan Perspektif

Pertimbangan Hakim dalam Putusan PN Nomor.

37/PDT/PLW/2012/PN.SIM………....183 Tabel 3: Analisis Terhadap Dasar Gugatan Calon Pembeli Melalui Kuasa

Hukumnya ………...185 Tabel 4: Analisis Terhadap Dasar Pertimbangan Hakim dalam Putusan Nomor.

37/Pdt/Plw/2012/PN. Sim ………..…….186

(17)

Jelly Leviza4

Hasil penelitian menunjukkan bahwa akibat hukum dari PPJB adalah mengikat bagi para pihak yang membuatnya, dasar hukum dari PPJB tersebut adalah Undang-Undang No 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Permukiman, Kemenpera No 9 Tahun 1995 tentang Pedoman Pengikatan Jual Beli serta Pasal 1338 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Klausul dalam PPJB yang dibuat oleh PT Surya C juga menunjukkan ketidakseimbangan hak dan kewajiban antara penjual dan calon pembeli, serta belum sepenuhnya tunduk pada ketentuan yang ditetapkan Kemenpera No 9 Tahun 1995 tentang Pedoman Pengikatan Jual Beli. Hakim Pengadilan Negeri Simalungun tidak menjadikan itikad baik para pihak sebagai tolak ukur dalam putusannya. Oleh karena itu, perlu dibentuk produk hukum yang baru Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) Rumah merupakan perjanjian pendahuluan (voor overeenkomst) yang dibuat oleh penjual dan calon pembeli, sebagaimana ketentuan Pasal 42 ayat (1) Undang-undang No 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Permukiman serta Keputusan Menteri Perumahan Rakyat No 9 Tahun 1995 yang menjadi dasar adanya PPJB sebagai perjanjian pendahuluan.

Meskipun PPJB masih bersifat konsensuil, akan tetapi dalam pembuatannya harus memperhatikan asas itikad baik sebagaimana ketentuan Pasal 1338 ayat (3) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Pihak yang beritikad baik dalam pelaksanaan perjanjian dilindungi oleh hukum, sebagaimana Yurisprudensi Mahkamah Agung RI No 251k/sip/1958. Oleh karena itu, tulisan ini mencoba untuk mengkaji akibat hukum dari PPJB sebagai perjanjian pendahuluan serta PPJB yang dibuat oleh PT Surya C dalam perspektif itikad baik dan perlindungan hukum bagi calon pembeli yang beritikad baik.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian hukum normatif (doctrinal), yang bersifat deskriptif analitis dan eksplanatif, yaitu untuk memberikan gambaran serta menganalisis itikad baik dalam PPJB serta perlindungan hukum bagi calon pembeli yang beritikad baik. Pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan Perundang-undangan (statute-approach) dan pendekatan analitis (analytical approach). Pendekatan Perundang-undangan digunakan karena dasar asas itikad baik yang dijadikan pokok penelitian ini adalah KUHPerdata, dan pendekatan analitis digunakan untuk mengetahui perkembangan makna asas itikad baik dalam praktek perjanjian di Indonesia khususnya pada PPJB.

1 Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

2 Guru Besar Hukum Perdata pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

3 Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

4 Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

(18)

selain itu hendaknya hakim dalam memutus suatu perkara juga melihat itikad baik para pihak sebagaimana Yurisprudensi Mahkamah Agung RI No 251k/sip/1958.

Kata kunci: Asas itikad baik, Perjanjian Pendahuluan, Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) Rumah

(19)

Jelly Leviza

PPJB (purchase contract) on housing is a preliminary agreement (voor overeenkomst) between a seller and a potential buyer as it is stipulated in Article 42, paragraph 1 of Law No. 1/2011 on Housing and Residence and in Kemenpera (the Decree of the Minister of Low-Cost Housing) No. 9/1995 which become the basis for PPJB as the preliminary agreement. Even though PPJB is consensual, it is made by paying attention to good faith principle as it is stipulated in Article 1338, paragraph 3 of the Civil Code. The party with good faith is given legal protection as it is stipulated in the Jurisprudence of the Supreme Court of the Republic of Indonesia No.

251k/sip/1958. Therefore, this thesis attempted to analyze the legal consequence of PPJB made by PT Surya C in the perspectives of good faith and legal protection for potential buyers who had good faith.

The research used judicial normative (doctrinal) with descriptive analytic and explanatory method which described and analyzed good faith in PPJB and legal protection for potential buyers who had good faith. It also used statue approach since it used the Civil Code and analytical approach since it was aimed to find out the development of the meaning of good faith in the practice of a contract, especially in PPJB, in Indonesia.

The result of the research showed that the legal consequence of PPJB was binding for the parties concerned and the legal ground of PPJB was Law No. 1/2011 on Housing and Residence, Kemenpera No. 9/1995 on the Guidance for Purchase Contract, and Article 1338, paragraph 1 of the Civil Code. The clause in PPJB which was made by PT Surya C indicated the imbalance between right and obligation of the seller and the potential buyer, and they did not fully comply with the regulation stipulated by Kemenpera No. 9/1995 on the Guidance for Purchase Contract. The judge of Simalungun District Court did not consider good faith of both parties in his verdict. Therefore, a new legal product should be made in specific regulation (law or other regulations), based on Kemenpera No. 9/1995 since PPJB did not accommodate public interest today. Good faith should be included in the Guidance for Purchase Contract and in Law No. 1/2011. Besides that, judge’s verdict should include good faith of the parties concerned as it is stipulated in the Jurisprudence of the Supreme Court No. 251k/sip/1958.

Keywords: Good Faith Principle, Preliminary Agreement, PPJB (Purchase Contract) in Housing

________________________

1 Student of the Faculty of Law, University of Sumatera Utara

2 Professor of Civil Law at the Faculty of Law, University of Sumatera Utara

3 Lecturer of the Faculty of Law, University of Sumatera Utara

4 Lecturer of the Faculty of Law, university of Sumatera Utara

(20)

A. Latar Belakang

Kegiatan bisnis dalam pemasaran maupun penjualan rumah selalu didahului dengan perbuatan perjanjian. Setelah isinya disepakati, maka perjanjian ini akan mengikat para pihak. Artinya, para pihak harus melaksanakan apa yang telah mereka sepakati dan tuangkan dalam perjanjian itu sebab kesepakatan mereka itu menimbulkan hubungan hukum keduanya. Namun demikian, perjanjian yang telah disepakati oleh dan mengikat para pihak itu seringkali menimbulkan permasalahan dan hambatan di kemudian hari. Oleh karena itu, sangat penting bagi para pihak untuk mengerti dan memahami isi atau substansi perjanjian sebelum menyetujui perjanjian tersebut.

Istilah perjanjian sering disebut juga dengan persetujuan, yang berasal dari bahasa Belanda yaitu overeenkomst.5

5 Istilah perjanjian dalam bahasa Inggris disebut contract atau agreement, sedangkan dalam bahasa Belanda disebut overeenkomst atau contracten, dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi perjanjian atau persetujuan.

Berdasarkan ketentuan Pasal 1313 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, “suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”.

Rumusan dalam Pasal 1313 KUHPerdata menegaskan bahwa perjanjian mengakibatkan seseorang mengikatkan dirinya kepada orang lain. Hal ini berarti menimbulkan prestasi dari satu orang atau lebih orang (pihak) kepada satu atau lebih

(21)

orang (pihak) lainnya yang berhak atas prestasi tersebut yang merupakan perikatan yang harus dipenuhi.6

Perjanjian pendahuluan jual beli tersebut kemudian lebih dikenal dengan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB).

Tingkat pertumbuhan penduduk Indonesia yang tinggi membuat kebutuhan akan perumahan juga semakin meningkat, keterdesakan kebutuhan tersebut dengan unit yang tersedia seringkali menimbulkan jual beli atas rumah dilakukan bahkan pada saat rumah yang menjadi objek jual beli tersebut masih dalam tahap perencanaan sehingga menimbulkan adanya jual beli secara pesan lebih dahulu dan menyebabkan adanya perjanjian jual beli pendahuluan (preliminary purchase). Hasil kesepakatan dalam perjanjian jual beli pendahuluan tersebut nantinya akan dituangkan dalam perjanjian jual beli (PJB) untuk kemudian dilanjutkan dengan akta jual beli rumah.

Pengertian mengenai perjanjian pendahuluan tidak diatur di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, akan tetapi terdapat dalam Pasal 42 ayat (1) Undang-Undang No 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, yang menyatakan bahwa:

“Rumah tunggal, rumah deret, dan/atau rumah susun yang masih dalam tahap proses pembangunan dapat dipasarkan melalui sistem perjanjian pendahuluan jual beli sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-Undangan”.

7

6 Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis Memahami Prinsip Keterbukaan (Aanvullend Recht) dalam Hukum Perdata, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,2007), hlm. 249.

Pembuatan PPJB harus sesuai dengan

(22)

Keputusan Menteri Perumahan Rakyat Nomor 09 Tahun 1995 tentang Pedoman Pengikatan Jual Beli Rumah. Di dalam pertimbangan Keputusan Menteri Perumahan Rakyat perlu adanya Pedoman Pengikatan Jual Beli Rumah untuk mengamankan kepentingan pembeli dan penjual rumah, sehingga dengan dibuatnya PPJB diharapkan kepentingan pembeli dan penjual rumah lebih terjamin.8

Menurut Mariam Darus, sebelum pihak-pihak melakukan penyerahan hak atas tanah atau rumah yang diperjualbelikan, pihak-pihak mengadakan persetujuan yang mengikat pihak-pihak untuk melakukan jual-beli. Perjanjian ini bersifat konsensuil, obligatoir (pacta de contrahendo) dan merupakan causa (title) dari jual beli.9

Pada umumnya suatu perjanjian pengikatan jual beli mengandung janji- janji yang harus dipenuhi terlebih dahulu oleh salah satu pihak atau para pihak sebelum dapat dilakukannya perjanjian pokok yang merupakan tujuan akhir dari para

Adapun ketentuan tentang jual beli telah diatur dalam Pasal 1457 sampai Pasal 1549 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, sedangkan jual beli dalam hal hak atas tanah diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria serta Peraturan Pelaksanaannya yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah yang kemudian berubah menjadi Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah.

7 Penjelasan Pasal 42 ayat (1) Undang-Undang No 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Permukiman, yang menyatakan bahwa perjanjian pendahuluan jual beli adalah kesepakatan melakukan jual beli rumah yang masih dalam proses pembangunan antara calon pembeli rumah dengan penyedia rumah yang diketahui oleh pejabat yang berwenang.

8 Samuel Christian, http://www.hukumproperti.com/2011/01/26/pedoman-pengikatan-jual- beli-rumah-berdasarkan-kepmenpera-nomor-09kptsm1995-tahun-1995, di akses tanggal 2 februari 2015.

9 Mariam Darus Badrulzaman, Perjanjian Kredit Bank, (Bandung: Alumni,1978), hlm.107.

(23)

pihak.10 Perjanjian ini merupakan bentuk perjanjian pendahuluan yang dapat digunakan untuk meminimalisir sengketa dalam jual beli dengan pembayaran angsuran. Prinsip yang terpenting adalah perjanjian tersebut berisi klausula-klausula yang diperlukan sesuai dengan kepentingan dan kesepakatan para pihak, serta hak- hak dan kewajiban (prestasi) yang harus dipenuhi dan dilaksanakan oleh penjual dan pembeli. 11

Menurut Munir Fuady, perjanjian pendahuluan merupakan perikatan yang bersumber dari perjanjian sesuai dengan asas kebebasan berkontrak (Pasal 1338 ayat (1)), para pihak bebas melakukan perjanjian dan mengatur sendiri isi perjanjian tersebut sesuai dengan kebutuhan dan kepentingannya, sepanjang memenuhi syarat sebagai suatu kontrak, tidak dilarang oleh Undang-Undang, sesuai dengan kebiasaan yang berlaku, sepanjang kontrak tersebut dilaksanakan dengan itikad baik.12

Berdasarkan ketentuan Pasal 1457 KUHPerdata, yang menyatakan bahwa:

“suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan”. Perjanjian jual beli yang dimaksud dalam Pasal 1457 KUHPerdata tersebut diatas adalah salah satu perjanjian obligatoir dan perjanjian kebendaan sebagai pelaksanaan dari perjanjian obligatoir, yaitu perjanjian dengan mana hak milik dari seseorang atas sesuatu, beralih kepada pihak lain. Berpindah atau

10 Boedi Harsono, 1997, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan UUPA Isi dan Pelaksanaannya Jilid I, (Jakarta: Djambatan, 1997), hlm.60.

11 Shinta Christie, Aspek Hukum Perjanjian Pengikatan Jual Beli Sebagai Tahapan Jual Beli Hak Atas Tanah Secara Angsuran, (Jakarta: Universitas Indonesia, 2012), hlm.5.

12 Munir Fuady, Hukum Kontrak Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis,(Bandung: Citra Aditya Bakti, 2001), hlm.3.

(24)

beralihnya hak atas tanah beserta bangunan diatasnya setelah dilakukan pelaksanaan/penyerahan (levering) dengan adanya perbuatan hukum yaitu balik nama.13

Itikad baik dalam jual beli merupakan faktor yang penting sehingga pembeli yang beriktikad baik akan mendapat perlindungan hukum secara wajar, sedangkan

Selanjutnya dalam Pasal 1458 menyebutkan bahwa: “jual beli dianggap telah terjadi antara kedua belah pihak, segera setelah orang-orang itu mencapai kesepakatan tentang barang tersebut beserta harganya, meskipun barang itu belum diserahkan dan harganya belum dibayar”.

Perjanjian yang dibuat oleh para pihak harus dibuat dengan memperhatikan asas itikad baik, sebagaimana diatur dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata yang menyebutkan bahwa: “suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik”. Pasal ini memberi makna bahwa perjanjian yang telah disepakati oleh para pihak harus dilaksanakan sesuai kepatutan dan keadilan.

Secara teoritis, asas itikad baik dibedakan menjadi 2, yaitu itikad baik subjektif dan itikad baik objektif. Itikad baik subjektif yaitu sebelum perjanjian dilaksanakan para pihak harus menunjukkan kejujuran. Biasanya itikad baik subjektif ada pada tahap negosiasi, dimana para pihak secara terbuka memberikan informasi yang sesungguhnya tentang siapa dirinya dan kejujuran terhadap kebendaan yang dimilikinya. Itikad baik objektif yaitu pada saat pelaksanaan perjanjian harus sesuai dengan kepatutan dan keadilan.

13 J. Satrio, Hukum Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1995), hlm.28.

(25)

pihak yang tidak beritikad baik patut merasakan akibat dari ketidakjujurannya tersebut. Itikad baik dapat dilihat pada waktu mulai berlakunya perbuatan hukum tersebut atau pada waktu pelaksanaan hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang termaktub dalam hubungan hukum itu.14

Hal tersebut diatas terjadi dalam kasus antara calon pembeli Griya S yang melakukan perlawanan terhadap developer (pengembang/Michael SW selaku Pimpinan PT SC) dan pemilik tanah (Ahli waris R. Hutabarat). Perselisihan tersebut terjadi sejak adanya pengumuman/aanmaning yang dilakukan oleh VN selaku kuasa hukum dari ahli waris pemilik tanah yang pada intinya menyatakan terhadap tanah Sesuai dengan ketentuan Pasal 1338 ayat (3) yang menetapkan bahwa, “semua perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik”, hal tersebut menunjukkan bahwa setiap pihak yang membuat perjanjian tersebut dibuat dan dilandasi dengan itikad baik, dalam hal ini termasuk perjanjian pengikatan jual beli (PPJB) yang merupakan perjanjian pendahuluan.

PPJB merupakan perjanjian pendahuluan yang harus mempertimbangkan asas keseimbangan dan itikad baik agar perjanjian tersebut dapat menjamin kepastian hak para pihak dan meminimalisir sengketa yang timbul dikemudian hari. Namun dalam pelaksanaanya, perjanjian tersebut tidak senantiasa mengalami perjalanan yang lancar. Hal tersebut dapat dilihat dari adanya perselisihan yang diajukan di hadapan sidang pengadilan. Timbulnya perselisihan ini diakibatkan karena salah satu pihak tidak memenuhi perjanjian yang telah disepakati dalam perjanjian yang mereka buat atau wanprestasi.

14 R.Wirjono Prodjodikoro, Azas-azas Hukum Perdata, (Bandung: Sumur, 1983), hlm.56.

(26)

dan bangunan pada Perumahan Griya S akan dilakukan eksekusi, aanmaning tersebut sesuai dengan Putusan Pengadilan Negeri Simalungun No 24/Pdt/G/2007/PN-SIM jo Putusan Pengadilan Tinggi Medan No 335/Pdt/2008/PT-MDN jo Putusan Mahkamah Agung No 692 K/Pdt/2011 yang mengabulkan gugatan pemilik tanah dalam perkara antara pemilik tanah dan developer (pengembang). Perselisihan keduanya baru terjadi setelah calon pembeli melakukan penawaran dan membeli tanah berikut dengan bangunan rumah yang akan dibangun diatasnya disertai dengan down payment (DP) serta diikuti dengan perjanjian pengikatan jual beli (PPJB) Rumah.

Pada tanggal 11 April 2012, calon pembeli meminta perlindungan hukum dengan mengajukan perlawanan ke Pengadilan Negeri Simalungun, adapun calon pembeli tersebut yaitu: MLA Diana (perempuan), TS Eng (laki-laki), AL Tobing (perempuan), TR Sihombing (laki-laki), GPTA Marjon (laki-laki), EY Siregar (perempuan). Adapun yang dimohonkan oleh calon pembeli adalah meminta bahwa PPJB atas tanah dan bangunan (rumah) sebagaimana yang dimaksud dalam PPJB adalah sah menurut hukum, meminta cicilan yang dilakukan oleh calon pembeli sebelum terjadinya sengketa antara pemilik tanah dengan developer adalah sah dan berharga menurut hukum, meminta para calon pembeli yang sudah terikat sesuai dengan PPJB dan telah membayar cicilan pembelian dengan itikad baik berhak untuk memiliki atas tanah dan bangunan tersebut, meminta sita yang diletakkan sah dan berharga menurut hukum, meminta untuk menunda pelaksanaan eksekusi atas Putusan Pengadilan Negeri Simalungun No 24/Pdt/G/2007/PN-SIM sampai putusan perkara ini memiliki kekuatan hukum yang pasti (inkracht).

(27)

Pada tanggal 11 Maret 2013, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Simalungun mengeluarkan putusan, yaitu menolak perlawanan dari para calon pembeli serta menyatakan bahwa calon pembeli merupakan pelawan yang tidak benar. Adapun yang menjadi pertimbangan majelis hakim Pengadilan Negeri Simalungun bahwa berdasarkan bukti yang diajukan oleh para calon pembeli berupa PPJB Rumah yang masih merupakan perjanjian pendahuluan disertai dengan kwitansi pembayaran cicilan yang dianggap belum sepenuhnya membayar lunas harga rumah dan tanah;

mempertimbangkan eksistensi hukum (sebab akibat) antara Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) Rumah tanah dan bangunan dihubungkan dengan pembatalan perjanjian kerja sama antara pemilik tanah (ahli waris dari Alm. R. Hutabarat) dengan pengembang yang telah dibatalkan berdasarkan putusan yang berkekuatan hukum tetap; menyatakan bahwa segala perjanjian dan tindakan hukum yang dilakukan oleh pengembang yang didasarkan perjanjian kerja sama tanggal 17 Oktober 2003 tidak mengikat pemilik tanah, oleh karena itu pemilik tanah tidak dapat dirugikan karenanya; menyatakan bahwa calon pembeli merupakan pelawan yang tidak benar sehingga perlawanannya ditolak.

Pada praktiknya, berdasarkan asas itikad baik hakim memang menggunakan wewenang untuk mencampuri isi perjanjian, sehingga tampaknya itikad baik bukan saja harus ada pada pelaksanaan perjanjian, tetapi juga pada saat dibuatnya atau di tandatanganinya perjanjian. Menurut J Satrio, ketentuan pengaturan itikad baik

(28)

tersebut merupakan ketentuan yang ditujukan kepada pengadilan.15 Dikatakan demikian karena sengketa mengenai itikad baik dalam praktiknya hampir selalu dimintakan penyelesaiannya kepada pengadilan. Dengan demikian, perkembangan doktrin itikad baik lebih merupakan hasil kerja pengadilan daripada legislatif yang berkembang secara kasus demi kasus.16

B. Rumusan Masalah

Hakim memang memegang peranan penting dalam menafsirkan atau memperluas ajaran itikad baik tersebut. Akibatnya, makna dan standar itikad baik lebih disandarkan pada sikap dan pandangan hakim yang berkembang secara kasus demi kasus.

Bertitik tolak dari uraian tersebut diatas, maka dianggap perlu untuk diteliti lebih lanjut dan menyusunnya dalam tesis yang berjudul: Asas Itikad Baik dalam Perjanjian Pendahuluan (Voor Overeenkomst) pada Perjanjian Pengikatan Jual Beli Rumah (studi putusan Pengadilan Negeri Simalungun Nomor.

37/PDT/PLW/2012/PN. SIM).

Berdasarkan uraian di atas, adapun yang menjadi pokok permasalahan yang ingin diteliti dalam penelitian tesis ini adalah sebagai berikut:

1. Apakah akibat hukum dari Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) Rumah sebagai perjanjian pendahuluan bagi para pihak (calon pembeli dan developer)?

15 J. Satrio, Op. Cit., hlm 166.

16 Werner F Ebke dan Bettina M Steinhauer, The Doctrine of Good Faith in German Contract Law, Jack Beatson dan Daniel Friedman, eds., Op.Cit., hlm.7. Dalam Ridwan Khairandy, Itikad Baik Dalam Kebebasan Berkontrak, (Jakarta: Program Pascasarjana, Fakultas Hukum Indonesia, 2004), hlm.8.

(29)

2. Bagaimanakah perjanjian pendahuluan dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) Rumah yang dibuat oleh PT Surya Cemerlang sebagai developer dengan calon pembeli dalam perspektif itikad baik?

3. Bagaimanakah itikad baik dapat memberikan perlindungan hukum bagi calon pembeli dalam putusan Pengadilan Negeri Simalungun Nomor 37/PDT/PLW/2012/PN. SIM?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang permasalahan dan pokok permasalahan sebelumnya, tujuan penelitian adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui dan menjelaskan akibat hukum dari Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) Rumah sebagai perjanjian pendahuluan.

2. Untuk mengetahui dan menjelaskan perjanjian pendahuluan dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) Rumah yang dibuat oleh PT Surya cemerlang sebagai developer dan calon pembeli dalam perspektif itikad baik.

3. Untuk menjelaskan itikad baik dapat memberikan perlindungan hukum bagi calon pembeli terkait dengan perjanjian pendahuluan pada Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) Rumah.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis, masing-masing sebagai berikut:

(30)

1. Secara teoritis

a. Penelitian ini diharapkan dapat menambah bahan literatur (bahan pustaka) yang membahas tentang perjanjian pendahuluan berikut dampak hukum yang ditimbulkan bagi para pihak yang terkait sesuai dengan norma-norma hukum yang berlaku.

b. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai dasar bagi bahan penelitian selanjutnya dalam bidang yang sama.

2. Secara praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi para pihak sebagai berikut:

a. Pemerintah

Menjadi bahan masukan bagi pemerintah untuk lebih memperhatikan dan melakukan pengawasan terhadap kegiatan pembangunan perumahan yang banyak menggunakan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) Rumah sebagai perjanjian pendahuluan.

b. Para Pihak dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli Rumah

Kegunaan praktis dari penelitian ini adalah dapat memberi manfaat bagi para pihak yang terkait di dalam perjanjian pendahuluan tersebut, yaitu developer dan calon pembeli. Bagi developer, untuk lebih meningkatkan kualitas perjanjian pengikatan jual beli (PPJB) Rumah sebagai perjanjian pendahuluan (meskipun berupa klausul baku), sesuai dengan Ketentuan Menteri Perumahan Rakyat No 9 Tahun 1995 tentang Pedoman Pengikatan Jual Beli. Bagi calon

(31)

pembeli, agar lebih teliti dan memahami isi atau substansi dari perjanjian pengikatan jual beli sebelum memutuskan untuk menandatangani agar tidak menimbulkan kerugian dikemudian hari.

c. Hakim

Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi bahan bagi hakim dalam memeriksa dan menyelesaikan sengketa yang berkaitan dengan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) Rumah untuk mengkaji isi atau substansi dari PPJB Rumah tersebut serta mengukur itikad baik dari para pihak yang membuatnya untuk memberikan perlindungan hukum bagi pihak yang beritikad baik. Selain itu, hakim berwenang untuk memasuki atau meneliti isi perjanjian apabila diperlukan karena substansi dan pelaksanaan suatu kontrak bertentangan dengan nilai-nilai dalam masyarakat.17Oleh karena itu, diharapkan bagi para hakim di Indonesia untuk bisa menerapkan teori modern dalam perjanjian, yaitu menghapuskan syarat-syarat formal bagi kepastian hukum dan lebih menekankan pada terpenuhinya rasa keadilan.18

d. Masyarakat

Untuk lebih teliti dalam membeli rumah khususnya perumahan yang biasanya menggunakan perjanjian pendahuluan berupa PPJB.

17Asikin Kesuma Atmadja, Pembatasan Rentenir sebagai Perwujudan Pemerataan Keadilan, Varia Peradilan, Tahun II, No 27, Februari 1987, hlm.2.

18 Jack Beatson dan Daniel Friedmann, Good faith and Fault in Contract Law, (Newyork, Oxford University Press Inc) hlm. 15. Dalam Ridwan Khairandy, Loc cit.

(32)

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan informasi dan penelusuran kepustakaan yang dilakukan terhadap hasil-hasil penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya dan secara khusus di lingkungan Pascasarjana Universitas Sumatera Utara penelitian tentang “Asas Itikad Baik dalam Perjanjian Pendahuluan (Voor Overeenkomst) pada Perjanjian Pengikatan Jual Beli Rumah (Studi Putusan PN Nomor. 37/PDT/PLW/2012/PN. SIM) tidak ditemukan judul penelitian yang sama, tetapi ditemukan penelitian karya ilmiah atau tesis Linawaty (107011009) dengan judul “Perjanjian Jual Beli Kavling Oleh Pengelola Perumahan”, permasalahan yang dianalisis dalam tesis ini adalah:

1. Bagaimanakah kekuatan hukum perjanjian jual beli kavling tanah matang tanpa rumah yang dibuat di bawah tangan antara pengembang perumahan dan pembeli?

2. Apakah hambatan yuridis dalam pengalihan jual beli kavling tanah matang tanpa rumah yang dilakukan oleh pengembang perumahan?

3. Bagaimana perbandingan hukum terhadap pembeli kavling tanah matang tanpa rumah dari pengembang apabila dirugikan?

Tesis Henny Saida Flora, dengan judul “Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli Rumah Melalui Pengembang”.

Permasalahan yang dianalisis adalah:

1. Apakah dalam perjanjian pengikatan jual beli (PPJB) yang dibuat oleh pengembang telah memberikan perlindungan hukum terhadap konsumen?

(33)

2. Bagaimanakah tanggungjawab pengembang apabila konsumen dirugikan dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) tersebut?

3. Bagaimana sikap konsumen terhadap isi Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) yang ditawarkan oleh pengembang?

Berdasarkan rumusan permasalahan tersebut, maka penelitian ini berbeda dari penelitian tersebut yang mana penelitian ini lebih memfokuskan pada asas itikad baik dalam perjanjian pendahuluan (Voor Overeenkomst) dan kajian terhadap Putusan PN Nomor. 37/PDT/PLW/2012/PN. SIM dalam menafsirkan perspektif itikad baik yang dapat memberikan perlindungan hukum. Oleh karena itu, penelitian yang dilakukan dalam penulisan ini dapat dikategorikan sebagai penelitian yang baru dan keaslian dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara keilmuan akademis berdasarkan nilai objektivitas dan kejujuran.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Kerangka teori merupakan kerangka yang menggambarkan hubungan antara teori-teori yang akan diteliti. Suatu konsep teori bukan merupakan gejala yang akan diteliti tetapi merupakan abstraksi dari gejala tersebut. Gejala itu biasanya dinamakan fakta, sedangkan konsep teori merupakan suatu uraian mengenai hubungan-hubungan dalam fakta tersebut.19

19 Ronny Hanitijo Soemitro, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1983), hlm.25.

Penyusunan kerangka teori menjadi keharusan, agar masalah yang diteliti dapat dianalisis secara komprehensif dan objektif. Kerangka teori

(34)

disusun untuk menjadi landasan berpikir yang menunjukkan sudut pandang pemecahan masalah yang telah disusun.20

“Pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis mengenai suatu kasus atau permasalahan yang dapat menjadi bahan perbandingan dan pegangan teoritis, hal mana dapat menjadi pegangan eksternal bagi penulis. Teori berfungsi untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifikasi atau proses tertentu terjadi”.

Solly Lubis memberikan pengertian kerangka teori adalah:

21

Teori juga bermanfaat untuk memberi dukungan analisis atas topik yang sedang dikaji,22

Teori menempati tempat yang terpenting dalam penelitian, sebab teori memberikan sarana untuk merangkum dan memahami masalah yang dikaji secara lebih baik. Hal-hal yang pada awalnya terlihat tersebar dan berdiri sendiri dapat disatukan dan ditujukan kaitannya satu sama lain secara bermakna, sehingga teori

serta bermanfaat sebagai pisau analisis dalam pembahasan terhadap masalah penelitian, berupa fakta dan peristiwa hukum yang terjadi sekaligus berfungsi sebagai wacana yang memperkaya dan mempertajam argumentasi dalam memahami masalah yang menjadi objek penelitian.

20 Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hlm. 93.

21 M. Solly Lubis, Filsafat dan Penelitian, (Bandung: Bandar Maju, 1994), hlm. 80.

22 Mukti fajar dan Yulianto Achmad, Op. Cit, hlm. 44.

(35)

berfungsi memberikan penjelasan dengan cara mengorganisasikan dan mensistematisasikan masalah yang dikaji.23

Pemikiran teori hukum tidak terlepas dari keadaan lingkungan dan latar belakang permasalahan hukum atau menggugat suatu pemikiran hukum yang dominan pada saat itu. Pemikiran tentang teori hukum adalah akumulasi keresahan maupun sebuah jawaban dari masalah kemasyarakatan yang dihadapi oleh generasi saat itu.24

Teori ilmu hukum dapat diartikan sebagai ilmu atau disiplin hukum yang dalam perspektif interdisipliner dan eksternal secara kritis menganalisis berbagai aspek gejala hukum, baik tersendiri maupun dalam kaitan keseluruhan, baik dalam konsepsi teoritisnya maupun dalam pengenjawantahan praktisnya, dengan tujuan untuk memperoleh pemahaman yang lebih baik dan memberikan penjelasan sejernih mungkin tentang bahan hukum yang tersaji dari kegiatan yuridis dalam kenyataan masyarakat. Objek telaahnya adalah gejala umum dalam tataran hukum positif yang meliputi analisis bahan hukum, metode dalam hukum dan kritik ideological terhadap hukum.25

23 Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2000), hlm.53.

24 Satjipto Raharjo, Pengantar Ilmu Hukum, (Bandung: Alumni,1986), hlm.4.

25 Bernard Arief Sidharta, Refleksi Tentang Struktur Ilmu Hukum, (Bandung: Mandar Maju, 2009), hlm.22.

Teori yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah teori kepastian hukum, teori perjanjian dan teori perlindungan hukum. Teori perjanjian digunakan sebagai alat atau pisau analisis sekaligus mengurai dan menjelaskan masalah yang diteliti.

(36)

Pertama, Teori kepastian hukum, sebagaimana diketahui bahwa tujuan hukum adalah untuk mengayomi manusia. Hukum bertugas menciptakan kepastian hukum karena bertujuan untuk ketertiban masyarakat.26Hukum harus dilaksanakan dan ditegakkan. Setiap orang mengharapkan dapat ditetapkannya hukum dalam hal peristiwa konkrit. Undang-undang diciptakan untuk memberikan perlindungan hukum kepada manusia dan memelihara ketertiban dalam masyarakat. Namun, dalam perkembangannya, terjadi kontroversial antara materi hukum yang menunjukkan adanya peningkatan. Sebaliknya, di pihak lain tidak diimbangi dengan adanya kepastian hukum dalam pelaksanaannya.27

Undang-undang merupakan kumpulan norma-norma hukum yang dilandasi oleh prinsip-prinsip hukum. Agar norma hukum itu dapat melindungi kepentingan manusia dan menciptakan ketertiban dalam masyarakat maka Undang-Undang itu harus dilaksanakan. Melalui pelaksanaan Undang-undang, hukum dapat ditegakkan,28 meskipun dalam penegakannya mengalami hambatan. Salah satu tujuan dari penegakan hukum adalah menciptakan kepastian hukum.29

26 Sudikno Mertukusumo dan A. Pitlo, Bab-bab Tentang Penemuan Hukum, (Yogyakarta: P.T Citra Aditya Bakti, 1993), hlm.1.

27 Garis-Garis Besar Haluan Negara 1999-2004 Tap. MPR IV/MPR/1999, (Jakarta: Sinar Grafika, 1999), hlm. 10. Lihat juga Tan Kamello, Hukum Jaminan Fidusia (Suatu Kebutuhan Yang Didambakan), (Bandung: Alumni, 2014), hlm. 117.

28 Hal ini sesuai dengan adagium “fiat justitia et pereat mundus”

29 Penegakan hukum meliputi 3 (tiga) elemen yakni kepastian hukum, kemanfaatan hukum dan keadilan hukum.

Kepastian hukum diperuntukkan bagi manusia bukan sebaliknya manusia diperuntukkan bagi kepastian hukum. Tanpa ada kepastian hukum tidak mungkin kepentingan manusia terlindungi dan ketertiban tidak terwujud dalam masyarakat. Dalam suatu Undang-Undang,

(37)

kepastian hukum meliputi dua hal yaitu: Pertama, kepastian perumusan norma dan prinsip hukum yang tidak bertentangan satu dengan lainnya baik dari pasal-pasal undang-undang itu secara keseluruhan maupun kaitannya dengan pasal-pasal lainnya yang berada di luar undang-undang tersebut. Kedua, kepastian dalam melaksanakan norma-norma dan prinsip hukum undang-undang tersebut.30

Teori kepastian hukum mengandung 2 (dua) pengertian, yaitu pertama adanya aturan hukum yang bersifat umum untuk membuat individu mengetahui perbuatan apa saja yang boleh dilakukan atau perbuatan apa saja tidak boleh dilakukan, dan kedua berupa keamanan hukum bagi individu dari kesewenangan pemerintah karena dengan adanya aturan hukum yang bersifat umum itu individu dapat mengetahui apa saja yang boleh dilakukan oleh Negara terhadap individu. Kepastian hukum bukan hanya berupa pasal-pasal dalam undang-undang melainkan juga adanya konsistensi dalam putusan hakim antara putusan hakim yang satu dengan putusan hakim lainnya untuk kasus yang serupa yang telah di putuskan.31

Pada dasarnya putusan hakim merupakan bagian dari proses penegakan hukum yang bertujuan salah satunya untuk mencapai kepastian hukum. Dalam upaya menerapkan kepastian hukum, idealnya putusan hakim harus sesuai tujuan dasar dari suatu pengadilan dan harus mengandung kepastian hukum sebagai berikut:32

30 Tan Kamello, Op. Cit, hlm. 118.

31 Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Kencana Pranada Media Group, 2008) hlm.158.

32 www.pn-yogyakarta.go.id/.../article/.../87, diakses pada tanggal 20 Desember2014, pukul 10.00 WIB.

(38)

a. Melakukan solusi autoritatif, artinya memberikan jalan keluar dari masalah hukum yang dihadapi oleh para pihak

b. Efisiensi artinya dalam proses harus cepat, sederhana dan biaya ringan c. Sesuai dengan tujuan undang-undang yang dijadikan dasar dari putusan

hakim tersebut

d. Mengandung aspek stabilitas, yaitu dapat memberikan rasa tata tertib dan rasa aman dalam masyarakat

e. Mengandung equality, yaitu memberi kesempatan yang sama bagi pihak yang berperkara

Teori kepastian hukum ini dikemukakan dengan tujuan untuk menganalisis akibat hukum dari perjanjian pendahuluan dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) rumah yang dibuat oleh developer dan calon pembeli sebagai persetujuan yang mengikat pihak-pihak tersebut untuk melakukan jual-beli serta menganalisis putusan hukum pengadilan PN No 37/PDT/PLW/2012/PN.SIM dalam pertimbangan putusan yang salah satunya adalah membatalkan perjanjian kerjasama antara pemilik tanah (R.M Hutabarat) dengan MS Widjaya (developer/ Pimpinan PT Surya Cemerlang) yang dijadikan reasoning hakim dalam memberi putusan bahwa PPJB yang dilakukan oleh developer batal demi hukum.

Kedua, teori perjanjian. Dalam Buku ke-III BW istilah perikatan disebut juga dengan verbintenis yang mengandung makna lebih luas daripada perjanjian. Menurut subekti suatu perikatan adalah hubungan hukum yang terletak dalam lapangan harta kekayaan antara satu orang atau lebih dengan satu orang lain atau lebih, dimana pihak yang satu adanya prestasi diikuti kontra prestasi dari pihak lain. Perikatan seperti

(39)

tersebut banyak dilahirkan dari suatu peristiwa dimana dua orang atau pihak saling menjanjikan sesuatu atau disebut juga dengan perikatan karena perjanjian.33

Perikatan yang lahir karena suatu perjanjian adalah perikatan yang dikehendaki oleh dua orang atau lebih membuat suatu kesepakatan bersama untuk memenuhi suatu prestasi.34

1. Adanya kata sepakat dari mereka yang mengadakan perjanjian;

Perikatan yang lahir karena perjanjian harus memenuhi syarat-syarat perjanjian yang ditentukan dalam Pasal 1320 ayat (1) KUHPerdata, yaitu:

2. Adanya kecakapan untuk membuat suatu perjanjian (perikatan);

3. Perjanjian yang diadakan harus mempunyai objek tertentu;

4. Yang diperjanjikan itu adalah suatu sebab yang halal.35 Terhadap saat-saat terjadinya perjanjian ada beberapa ajaran:36

1. Teori kehendak (wilstheorie) mengajarkan bahwa kesepakatan terjadi pada saat kehendak pihak penerima dinyatakan, misalnya dengan mengirimkan surat;

2. Teori pengiriman (verzendtheorie) mengajarkan bahwa kesepakatan terjadi pada saat kehendak yang dinyatakan itu dikirim oleh pihak yang menerima tawaran;

3. Teori pengetahuan (vernemingstheorie) mengajarkan bahwa pihak yang menawarkan seharusnya sudah mengetahui bahwa tawarannya diterima.

4. Teori kepercayaan (vertrouwwenstheorie) mengajarkan bahwa kesepakatan itu terjadi pada saat pernyataan kehendak dianggap layak diterima oleh pihak yang menawarkan.

33 Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Cet. XXVI, (Jakarta: Intermassa, 1994), hlm.128- 131.

34 Gunawan Widjaja, Op. Cit., hlm. 326.

35 R. Subekti Dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-undang Hukum Perdata (Burgelijk Wetboek), (Jakarta: Pradnya Paramita, 2001), hlm.339.

36 Mariam Darus Badrulzaman, K.U.H. Perdata Buku III Hukum Perikatan dengan Penjelasan, (Bandung: Alumni, 2006), hlm.98-99.

(40)

Hardijan Rusli, memberikan pengertian dari perjanjian bahwa perjanjian adalah:37

Berdasarkan definisi tersebut dalam teori-teori perjanjian terdapat didalamnya asas-asas hukum perjanjian yang dikenal menurut ilmu hukum perdata. Asas-asas tersebut antara lain: freedom of contract (asas kebebasan berkontrak), consensualism (asas konsensualisme), pacta sunt servanda (asas kepastian hukum), good faith (asas itikad baik) dan personality (asas kepribadian), dan lain-lain.

“Suatu hubungan hukum dibidang harta kekayaan yang didasari kata sepakat antara subjek hukum yang satu dengan yang lain, dan diantara mereka (para pihak) saling mengikatkan dirinya sehingga subjek hukum yang satu berhak atas prestasi dan begitu juga dengan subjek hukum yang lain berkewajiban untuk melaksanakan prestasinya sesuai dengan kesepakatan yang telah disepakati oleh para pihak tersebut serta menimbulkan akibat hukum”.

38

Asas itikad baik termuat dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata yang menyebutkan, bahwa: “Suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik”.

Berdasarkan ketentuan Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata tersebut, dasar dalam pembuatan perjanjian itu adalah keharusan beritikad baik. Siti Ismijati Jenie berpendapat bahwa, itikad baik dalam artian objektif disebut juga dengan istilah

Asas-asas ini dapat digunakan dalam penyelesaian sengketa yang timbul dari perjanjian. Tanpa adanya asas dan/atau prinsip, maka dalam penyelesaian sengketa perjanjian/kontrak akan selalu menghasilkan pertentangan antar para pihak yang berkepentingan di dalamnya.

37 Hardijan Rusli, Hukum Perjanjian Indonesia dan Common Law, Cet. Kedua (Jakarta:

Pustaka Sinar Harapan, 1996), hlm .41.

38 Ricardo Simanjuntak, “Asas-asas Utama Hukum Kontrak Dalam Kontrak Dagang Internasional: Sebuah Tinjauan Hukum”, Jurnal Hukum Bisnis, Vol. 27, No. 24, Tahun 2008, hlm.43.

Lihat juga: gunawan Widjaja, Seri Aspek Hukum Dalam Bisnis, Abitrase VS. Pengadilan Persoalan Kompetensi Absolut Yang Tidak Pernah Selesai, (Jakarta: Kencana, 2008), hlm.108-110.

(41)

kepatutan. Objektif disini menunjuk pada kenyataan bahwa perilaku para pihak itu harus sesuai dengan anggapan umum tentang itikad baik dan tidak semata-mata berdasarkan pada anggapan para pihak sendiri.39

Asas kepatutan yang terdapat dalam Pasal 1339 KUHPerdata ini berkaitan dengan isi perjanjian, melalui asas ini ukuran tentang hubungan antar pihak dalam perjanjian ditentukan juga oleh rasa keadilan dalam masyarakat. Isi perjanjian yang dimaksudkan adalah apa yang dinyatakan secara tegas oleh kedua belah pihak mengenai hak dan kewajiban mereka di dalam perjanjian tersebut. Kepatutan dalam Pasal 1339 KUHPerdata, yang secara bersama-sama dengan kebiasaan dan undang- undang harus di perhatikan para pihak dalam melaksanakan perjanjian.

Pelaksanaan perjanjian harus dilakukan dengan mengandalkan norma-norma kepatutan dan kesusilaan. Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata itu memberikan kekuasaan hakim untuk mengawasi pelaksanaan suatu perjanjian agar jangan sampai pelaksanaan itu melanggar kepatutan atau keadilan. Oleh karena itu, hakim berkuasa untuk menyimpang dari isi perjanjian, manakala pelaksanaan perjanjian tersebut akan bertentangan dengan kepatutan atau keadilan, sebagaimana ketentuan dalam Pasal 1339 KUHPerdata yang menyebutkan bahwa:

“Suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan di dalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian diharuskan oleh kepatutan”.

39 Siti Ismijati Jenie, Itikad Baik, Perkembangan dari Asas Hukum Khusus Menjadi Asas Hukum Umum di Indonesia, Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar pada Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, tanggal 10 September 2007, hlm.5.

(42)

Menurut Subekti, ketentuan ini mengandung pengertian bahwa hakim diberikan kekuasaan untuk mengawasi pelaksanaan tujuan perjanjian, jangan sampai pelaksanaan itu melanggar kepatutan dan keadilan. Ini berarti hakim itu berkuasa untuk menyimpang dari isi perjanjian menurut hurufnya, manakala pelaksanaan menurut huruf itu bertentangan dengan itikad baik. Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata dapat dipandang sebagai suatu syarat atau tuntutan kepastian hukum (janji itu mengikat), sedangkan ayat (3) nya mengejar dua tujuan yakni menjamin kepastian (ketertiban) dan memenuhi tuntutan keadilan. Kepastian hukum menghendaki supaya apa yang dijanjikan harus dipenuhi (ditepati). Namun, dalam menuntut dipenuhinya janji itu, tidak dibenarkan meninggalkan norma-norma keadilan atau kepatutan.40

Tan Kamello dalam pandangan hukumnya menyatakan, bahwa:

Ketentuan Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata ini merupakan ketentuan yang tidak dapat disimpangi oleh para pihak. Dengan kata lain bahwa sekalipun para pihak telah bersepakat untuk dimuatnya suatu ketentuan dalam perjanjian yang sifatnya demikian berat sebelahnya sehingga dirasakan tidak adil, namun tetap saja ketentuan itu tidak dapat diberlakukan karena bertentangan dengan asas itikad baik.

41

“Dalam KUHPerdata, kepatutan adalah tiang hukum yang wajib ditegakkan.

Sebagai asas kepatutan memiliki peran dan fungsi antara lain menambah atau mengenyampingkan isi perjanjian. Hal ini sebagaimana yang terdapat dalam

40 Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta: Intermassa, 1990), hlm. 41.

41Tan Kamello dalam O.C. Kaligis, Asas Kepatutan Dalam Arbitrase, (Bandung:Alumni, 2009), hlm.279-280.

(43)

Pasal 1339 KUHPerdata. Isi perjanjian yang dibuat berdasarkan asas kebebasan berkontrak harus dijalankan dengan itikad baik”.

Menurut Ridwan Khairandy, dalam bukunya yang berjudul “Itikad Baik dalam Kebebasan Berkontrak”, menjelaskan bahwa standar itikad baik sudah harus ada mulai dalam tahap prakontrak sampai pada postkontrak, prakontrak didasarkan pada kecermatan dalam berkontrak. Dengan asas ini para pihak masing-masing memiliki kewajiban untuk menjelaskan dan meneliti fakta material yang berkaitan dengan perjanjian tersebut. Dengan standar tersebut, perilaku para pihak dalam melaksanakan perjanjian dan penilaian terhadap isi perjanjian harus didasarkan pada prinsip kerasionalan dan kepatutan. Ajaran itikad baik pada tahap negosiasi maupun prakontrak belum terlalu mengkristal dalam praktek pengadilan di Indonesia.

Walaupun demikian, tidak dapat dipungkiri urgensinya dalam perlindungan para pihak dalam perjanjian di tengah perkembangan hukum perjanjian saat ini.

Teori perjanjian ini dikemukakan dengan tujuan untuk menganalisis isi atau subtansi perjanjian pendahuluan dalam PPJB untuk melihat norma-norma hukum yang diharuskan oleh KUHPerdata. Sistem hukum perjanjian mengandung sejumlah asas-asas dan dibangun berdasarkan asas-asas hukum tersebut. Jika dilihat dari segi substantif, asas hukum perjanjian adalah suatu pikiran dasar tentang kebenaran untuk menopang norma hukum dan menjadi elemen yuridis dari suatu sistem hukum

(44)

perjanjian.42

Ketiga, teori perlindungan hukum, konsep perlindungan hukum dari perspektif keilmuan hukum. Menurut Harjono bahwa, “perlindungan hukum mempunyai makna sebagai perlindungan dengan menggunakan sarana hukum atau perlindungan yang diberikan oleh hukum, ditujukan kepada perlindungan terhadap kepentingan- kepentingan tertentu, yaitu dengan cara menjadikan kepentingan yang perlu dilindungi tersebut kedalam sebuah hak hukum.

Oleh karena itu, teori ini diperlukan untuk menganalisis perjanjian yang dibuat oleh para pihak apakah sudah sesuai dengan norma-norma yang diatur dalam KUHPerdata dan tidak bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan maupun kepatutan.

43

42 Tan Kamello, Karakter Hukum Perdata dalam Fungsi Perbankan Melalui Hubungan Antar Bank dengan Nasabah, dalam Pidato Pengukuhan Guru Besar Tetap dalam Bidang Hukum Perdata tanggal 2 September 2006, USU, Medan, 2006. hlm.27.

43 Harjono, Konstitusi Sebagai Rumah Bangsa, Penerbit Sekretariat Jendral dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, 2008, hlm. 373.

Konsep umum dari perlindungan hukum adalah perlindungan dan hukum.

Perlindungan hukum terdiri dari dua suku kata, yaitu “perlindungan dan hukum” yang artinya perlindungan menurut hukum dan undang-undang yang berlaku. Jadi, perlindungan hukum terhadap calon pembeli yang dipergunakan adalah perlindungan terhadap hak calon pembeli sebagai konsumen atau pembeli yang beritikad baik dengan menggunakan sarana hukum atau perlindungan hukum terhadap calon pembeli atas tindakan developer dan pemilik tanah dalam sengketa jual beli rumah pada perumahan Griya S.

(45)

Perlindungan hukum terhadap calon pembeli di Indonesia dituangkan dalam Undang-Undang No 8 tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Ketentuan Pasal 5 Undang-Undang Perlindungan konsumen (UUPK) menjelaskan bahwa konsumen memiliki hak sebagai berikut:44

1. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;

2. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa, serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi, serta jaminan yang dijanjikan;

3. Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;

4. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;

5. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;

6. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;

7. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;

8. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

Selain itu, perlindungan hukum bagi calon pembeli juga di tuangkan dalam Keputusan Menteri Perumahan Rakyat No 9/KPTS/M/1995 Tentang Pedoman Pengikatan Jual Beli.

Berdasarkan uraian tersebut diatas bahwa konsep-konsep umum dari perlindungan hukum adalah perlindungan dan hukum, yang artinya perlindungan menurut hukum dan Undang-undang yang berlaku. Meski demikian, dalam hubungannya dengan penelitian ini maka seyogyanya pembeli yang beritikad baik

44 Gunawan Widjaja Dan Ahmad Yani, Hukum Tentang Perlindungan Konsumen, (Jakarta:

Gramedia Pustaka Utama,2003), hlm.29.

(46)

mendapat perlindungan hukum sebagaimana Yurisprudensi Putusan Mahkamah Agung RI No 251K/Sip/1958 Tanggal 26 Desember 1958.

2. Kerangka Konsepsi

Kerangka konsep atau konsepsional perlu dirumuskan dalam penelitian sebagai pegangan atau konsep yang digunakan dalam penelitian. Biasanya kerangka konsepsional dirumuskan sekaligus dengan definisi-definisi tertentu, yang dapat dijadikan pedoman operasional di dalam proses pengumpulan, pengolahan, analisis dan konstruksi data.45

Konsep yang dipergunakan dalam penelitian adalah konsep yang terkait langsung dengan variable penelitian dan untuk menghindari penafsiran yang berbeda terhadap kerangka konsep yang digunakan, oleh karena itu didalam penelitian ini dirumuskan konsep dengan menggunakan model definisi operasional,46

a. Jual beli adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan (Pasal 1457 KUH Perdata).

yaitu:

b. Perumahan adalah kumpulan rumah sebagai bagian dari permukiman, baik perkotaan maupun perdesaan, yang dilengkapi dengan prasarana, sarana, dan utilitas umum sebagai hasil upaya pemenuhan rumah yang layak huni.47

45 Soerjono Soekanto, Op. Cit, hlm. 137.

46 Pedoman Penulisan Tesis Program Study Ilmu Hukum SPS USU, Medan Universitas Sumatera utara, hlm. 5.

47 Pasal 1 angka 2 Undang-Undang No 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Permukiman.

Gambar

Tabel No.1. Pengertian Itikad Baik yang Berlawanan dengan Pengertian Itikad  Buruk

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Dengan alasan tidak adanya anggaran yang tersedia/tercukupi di KAS Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Deli Serdang sehingga seharusnya perjanjian yang dibuat kedua belah pihak

Perlindungan hukum bila dijelaskan harfiah dapat menimbulkan banyak persepsi. Sebelum mengurai perlindungan hukum dalam makna yang sebenarnya dalam ilmu hukum, menarik

Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah yang menjadi faktor-faktor terjadinya selisih jumlah piutang antara catatan yang ada pada debitor, kreditor maupun

Penelitian dilakukan dengan metode yuridis normatif, yaitu dengan cara meneliti bahan hukum primer, bahan hukum sekunder. Kesemua bahan hukum akan ditelaah, dijelaskan dan

Perbuatan materilnya masing-masing berupa memaksa. Perbuatan memaksa ditujukan kepada orang tertentu. Tujuan yang sekaligus merupakan akibat perbuatan memaksa agar

Ketentuan yang mengatur tentang persyaratan kecukupan dan kualifikasi Dosen adalah Permenristekdikti No.44/2015 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi terdapat

Kondisi ini disebabkan PPNS Kantor Imigrasi Kelas I Semarang tidak memberikan pemberitahuan secara tertulis tentang dimulainya dan diakhirinya penyidikan kepada Korwas

1) Bahwa pasangan calon diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu yang memenuhi persyaratan ambang batas. Hal tersebut merupakan suatu cerminan