• Tidak ada hasil yang ditemukan

TESIS. Diajukan untuk Memperoleh Gelar Magister Hukum dalam Program Studi Magister Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara OLEH :

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "TESIS. Diajukan untuk Memperoleh Gelar Magister Hukum dalam Program Studi Magister Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara OLEH :"

Copied!
258
0
0

Teks penuh

(1)

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DEBITUR (PELAKSANA PEKERJAAN) DALAM PELAKSANAAN PERJANJIAN UPAH BORONG (PARTISIPATIF)

DALAM PROYEK SWAKELOLA DI LINGKUNGAN PEKERJAAN UMUM KABUPATEN DELI SERDANG

TESIS

Diajukan untuk Memperoleh Gelar Magister Hukum dalam Program Studi Magister Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

OLEH :

TAUFIK HASUDUNGAN SIHOTANG 147005082/HK

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2017

(2)

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DEBITUR (PELAKSANA PEKERJAAN) DALAM PELAKSANAAN PERJANJIAN UPAH BORONG (PARTISIPATIF)

DALAM PROYEK SWAKELOLA DI LINGKUNGAN PEKERJAAN UMUM KABUPATEN DELI SERDANG

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Hukum

Dalam Program Studi Magister Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

OLEH

TAUFIK HASUDUNGAN SIHOTANG 147005082/HK

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2017

(3)

ABSTRAK

Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah sesungguhnya merupakan bagian yang sangat penting dalam proses pelaksanaan pembangunan, Tanpa sarana dan prasana yang memadai tentu jalannya pelaksanaan tugas pemerintah akan terganggu dan tidak akan mencapai hasil yang maksimal. Untuk mencapainya harus didukung dengan peraturan hukum yang jelas terutama menyangkut hak dan kewajiban para pihak yang melaksanakan pekerjaan pembangunan tersebut.

Hal ini erat kaitannya dengan perjanjian yang dibuat dalam pelaksanaan pekerjaan pemborongan seperti yang diatur dalam Pasal 1601 b KUHPerdata.

Sehingga atas perjanjian tersebut hasilnya dapat dipertanggungjawabkan baik dari segi fisik, keuangan, maupun manfaatnya bagi kelancaran tugas pemerintah dan pelayanan. Tesis ini membahas beberapa permasalahan yaitu bagaimana perlindungan terhadap debitur (pelaksana pekerjaan) dalam perjanjian upah borong (partisipatif) proyek Swakelola di Lingkungan Pekerjaan Umum Kabupaten Deli Serdang dan bagaimana perlindungan terhadap debitur (pelaksana pekerjaan) dalam pelaksanaan perjanjian upah borong (partisipatif) proyek Swakelola di Lingkungan Pekerjaan Umum Kabupaten Deli Serdang.

Penulisan tesis ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif yang sifat Preskriptif Analitis. Teori yang digunakan dalam penulisan tesis yaitu teori Perlindungan Hukum. Tesis ini menggunakan teknik pengumpulan data berupa bahan hukum yang meliputi : bahan hukum primer, sekunder, dan tersier serta didukung dengan metode pendekatan yaitu pendekatan perundang- undangan (statute approach), pendekatan konseptual (conceptual approach), dan pendekatan kasus (case approach). Analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode analisis data kualitatif.

Dari hasil penelitian yang dilakukan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: Pertama, dalam perjanjian upah borong antara pihak debitur (pihak swasta/pemborong) dengan pihak kreditur (pihak pemerintah/pemberi kerja), debitur memiliki kedudukan yang lemah sementara pihak kreditur memiliki kedudukan yang kuat. Kedudukan debitur lebih rentan terhadap kerugian yang tidak secara pasti dipenuhi oleh pihak kreditur. Kedua, dalam perjanjian upah borong yang tidak mencerminkan asas keseimbangan dimana pihak debitur memikul kewajibannya sendiri, yang untuk itu dalam penelitian ini pihak debitur menempuh jalur hukum untuk mendapatkan perlindungan hukum, agar perjanjian upah borong mencerminkan asas keseimbangan.

Kata Kunci : Perlindungan Hukum, Debitur (Pelaksana Pekerjaan) dan Swakelola

(4)

ABSTRACT

Government procurement of goods and service is a very essential part in the process of implementing the development. Without adequate equipment and infrastructure, the implementation of government’s work will be disturbed and it will not achieve the maximum results. In order to achieve such results, comprehensible legal regulations are required, especially regarding rights and obligations of parties that execute the work. It is closely related to the agreement made in the implementation of contracted works as stipulated in Article 1601 b of the Civil Code. According to the agreement, the work results can be accounted for in terms of its physic, finance, and usefulness for the uninterrupted flow of government work and service. The thesis discusses some problems, namely how the protection for debtor (work executor) is in the agreement to the contracted work wages (participating) in self management project at the public works of Deli Serdang Regency and how the protection for debtor (work executor) is in the implementation of the agreement to the contracted work wages (participating) in the self management project at the public works of Deli Serdang Regency.

The thesis uses analytical prescriptive judicial normative research method. It used the theory of Legal Protection. The data were gathered by using primary, secondary, and tertiary legal materials, supported by approach methods, namely statute approach, conceptual approach and case approach.

The gathered data were analyzed qualityatively.

The results showed that: First, in the agreement to the contracted work wages between the debtor (private party/contractor) and the creditor (government/employer), the debtor had weaker position compared to the creditor. The debtor is vulnerable to endure loss that was uncertainly paid by the creditor. Secondly, the agreement to the contracted work wages did not reflect balance principle in which the debtor bear their own obligations, for which in this research the debtor took legal action to obtain legal protection, so that the agreement world reflect the balance principle.

Keywords: Legal Protection, Debtor (Work Executor), Self Management

(5)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT, berkat rahmat-Nya Penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul “Perlindungan Hukum Terhadap Debitur (Pelaksana Pekerjaan) Dalam Pelaksanaan Perjanjian Upah Borong (Partisipatif) Dalam Proyek Swakelola Di Lingkungan Pekerjaan Umum Kabupaten Deli Serdang”. Tesis ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi guna memperoleh gelar Magister Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan tesis ini masih sangat jauh dari sempurna, hal kiranya dapat dimaklumi karena keterbatasan pengetahuan dan kemampuan yang Penulis miliki.

Dalam penyelesaian penulisan tesis ini, Penulis telah banyak memperoleh bimbingan, pengarahan dan bantuan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini, Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya dan penghargaan yang setulus-tulusnya kepada :

1 Bapak Prof. Dr. Runtung, S.H., M.Hum, selaku Rektor Universitas Sumatera Utara;

2 Bapak Prof. Budiman Ginting, S.H., M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara atas pelayanan serta fasilitas yang diberikan untuk menyelesaikan pendidikan program Magister Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

3 Bapak Prof. Dr. Suhaidi, S.H., M.Hum, selaku Ketua Program Studi Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara;

(6)

4 Bapak Dr. Mahmul Siregar, S.H., M.Hum, selaku Sekretaris Program Studi Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara;

5 Ibu Prof. Dr. Nigrum Natasya Sirait, S.H., MLI, selaku dosen pembimbing utama yang telah memberikan bimbingan, pengarahan dan motivasi sampai akhirnya Penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini;

6 Bapak Prof. Tan Kamello, S.H., M.S, selaku Dosen Pembimbing II yang tidak bosan memberikan bimbingan serta arahan kepada Penulis sehingga dapat menyelesaikan tesis ini;

7 Bapak Dr. Mahmul Siregar, S.H., M.Hum, selaku Dosen Pembimbing III yang selalu sabar dalam memberikan bimbingan dan memberikan masukkan kepada Penulis sehingga dapat menyelesaikan tesis ini;

8 Bapak Dr. Dedi Harianto, S.H., M.Hum dan Bapak Dr. Jelly Leviza, S.H., M.Hum, selaku Dosen penguji yang telah memberikan masukan dan saran dalam penulisan tesis ini;

9 Seluruh Dosen Universitas Sumatera Utara, khususnya Bapak dan Ibu Guru Besar dan Staff Pengajar Program Studi Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan ilmu pengetahuan yang sangat bermanfaat selama Penulis mengikuti pendidikan;

10 Terima kasih kepada seluruh Staff Sekretariat Program Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara, terkhusus kepada kak ganti yang sudah membantu Penulis dalam kelancaran proses selama kuliah hingga pembuatan tesis ini;

(7)

11 Terima kasih kepada orangtua tercinta Penulis Bapak H. Alifdin Sihotang dan Mama Hj.Untung Sagala yang telah mendukung Penulis baik secara formil maupun moril, mendoakan dan memberikan semangat kepada Penulis untuk dapat menyelesaikan tesis ini tepat pada waktu;

12 Terima kasih kepada Abang Penulis Fakhrul Rozi Sihotang, S.H., M.H yang telah memberikan semangat dan selalu mengingatkan kepada Penulis agar dapat menyelesaikan tesis ini tepat waktu;

13 Terima kasih kepada Kakak Penulis Almarhumah (Almh) Nurhamidah Sihotang, semasa hidupnya selalu memberikan canda tawa, semangat dan mengingatkan kepada Penulis agar menjaga kesehatannya selama proses penyelesaian tesis ini;

14 Terima kasih kepada seluruh staff dan pegawai Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Deli Serdang yang telah membantu Penulis dalam memberikan waktu dan tempat untuk menyelesaikan penelitian tesis ini dan tidak lupa terima kasih kepada kuasa hukum Penggugat Bapak Afrizon yang telah memberikan jawaban dan masukan yang terkait dengan penulisan tesis ini serta terima kasih kepada Bapak Edi Usman selaku dosen Politeknik Medan yang telah memberikan masukan, arahan maupun jawaban yang dibutuhkan Penulis dalam menyelesaikan tesis ini;

15 Terima kasih kepada teman-teman seperjuangan Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara Stambuk 2014 yaitu Ayub Lubis, Saddam Banchin, bang Suheri Angga, Nurjannah, Rumia, Silvia, Opie, Yati, Marihot,

(8)

David, Stevani dan lain-lain yang tidak disebutkan namanya satu persatu.

Terima kasih atas kebersamaan kita selama 2 tahun ini telah membantu Penulis baik dalam perkuliahan maupun dalam penulisan tesis ini serta khusus satu ini Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ainun Mardhiyah Nasution yang telah memberikan semangat, motivasi, waktu dan mendoakan Penulis agar dapat menyelesaikan tesis ini tepat pada waktunya.

Akhir kata Penulis berharap tesis ini dapat bermanfaat bagi pengembangan keilmuan, dan dapat memberikan manfaat kepada semua pihak.

Medan, Maret 2017 Penulis

Taufik Hasudungan Sihotang

(9)

RIWAYAT HIDUP I. DATA DIRI

Nama : Taufik Hasudungan Sihotang Tempat/Tanggal Lahir : Jakarta, 15 September 1989

Alamat : Jl. Karya III No. 16 A Dusun II Desa Helvetia Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Agama : Islam

II. PENDIDIKAN FORMAL

1. SD Negeri 064981 Medan (1995-2001) 2. SMP Negeri 18 Medan (2001-2004) 3. SMA Negeri 12 Medan (2004-207)

4. S-1 Fakultas Hukum, Universitas Islam Sumatera Utara (2008-2012) 5. S-2 Magister Ilmu Hukum, Universitas Sumatera Utara (2014-2016)

Medan, Maret 2017 Penulis,

Taufik Hasudungan Sihotang NIM. 147005082

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vii

DAFTAR ISI ... viii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 14

C. Tujuan Penelitian ... 14

D. Manfaat Penelitian ... 14

E. Keaslian Penelitian ... 15

F. Kerangka Teori dan Konsepsi ... 18

1. Kerangka Teori ... 18

2. Kerangka Konsepsi ... 31

G. Metode Penelitian ... 33

1. Jenis dan Sifat Penelitian ... 33

2. Pendekatan Penelitian ... 34

3. Sumber Data ... 35

4. Teknik Pengumpulan Data ... 36

5. Analisis Data ... 38

H. Sistematika Penulisan ... 39

BAB II ASPEK HUKUM PERJANJIAN BORONGAN DAN PROYEK SWAKELOLA ... 42

A. Perjanjian Borongan dalam Hukum Positif di Indonesia ... 42

1. Perjanjian dan Unsur-unsur Perjanjian Borongan ... 42

2. Syarat sah Perjanjian Borongan ... 59

3. Hak dan kewajiban Para Pihak dalam Perjanjian Borongan ... 64

4. Upah dalam Perjanjian Borongan ... 75

5. Wanprestasi dalam Perjanjian Borongan ... 78

B. Proyek Swakelola dalam Sistem Pengadaan Barang dan/Jasa Pemerintah ... 82

1. Dasar Hukum Pengadaan Barang dan/atau Jasa Pemerintah ... 82

2. Metode Pengadaan Barang dan/atau Jasa Pemerintah ... 84

3. Dasar Hukum Proyek Swakelola ... 100

4. Syarat-syarat Pengadan Barang dan/atau Jasa melalui Swakelola .... 107

5. Tata cara Pelaksanaan Proyek melalui Swakelola ... 111

6. Kewajiban dan Tanggungjawab para pihak dalam Proyek Swakelola ... 122

7. Pengawasan proyek Swakelola ... 125

(11)

BAB III PERLINDUNGAN TERHADAP DEBITUR (PELAKSANA PEKERJAAN) DALAM PERJANJIAN UPAH BORONG (PARTISIPATIF) PROYEK SWAKELOLA DI LINGKUNGAN

PEKERJAAN UMUM KABUPATEN DELI SERDANG ... 127

A. Proyek Swakelola di Lingkungan Pekerjaan Umum Kabupaten Deli Serdang ... 127

B. Proses Pengadaan Upah Borong (Partisipatif) Proyek Swakelola di Lingkungan Pekerjaan Umum Kabupaten Deli Serdang ... 135

C. Analisis Perjanjian Upah Borong (Partisipatif) Proyek Swakelola di Lingkungan Pekerjaan Umum Kabupaten Deli Serdang ... 139

D. Perlindungan terhadap Debitur (Pelaksana Pekerjaan) dalam Perjanjian Perjanjian Upah Borong (Partisipatif) Proyek Swakelola di Lingkungan Pekerjaan Umum Kabupaten Deli Serdang ... 153

1. Keseimbangan Perjanjian ... 153

2. Perlindungan terhadap upah borongan ... 158

3. Penyesuaian harga borongan ... 161

4. Tata cara pembayaran ... 167

5. Wanprestasi dan pembatalan perjanjian ... 177

6. Keadaan Kahar (force majeure) ... 186

7. Denda dan ganti kerugian ... 193

8. Penyelesaian perselisihan ... 204

BAB IV PERLINDUNGAN TERHADAP DEBITUR (PELAKSANA PEKERJAAN) DALAM PELAKSANA PERJANJIAN UPAH BORONG (PARTISIPATIF) PROYEK SWAKELOLA DI LINGKUNGAN PEKERJAAN UMUM KABUPATEN DELI SERDANG ... 211

A. Hambatan yang dihadapai Debitur (Pelaksana Pekerjaan) dalam Pelaksanaan Perjanjian Upah Borong (Partisipatif) Proyek Swakelola ... 211

B. Wanprestasi Kreditur (Pemberi Kerja) dalam Praktek Pelaksanaan Upah Borong (Partisipatif) Proyek Swakelola ... 215

C. Perlindungan Preventif terhadap Debitur dalam Praktek Pelaksanaan Upah Borong (Partisipatif) Proyek Swakelola ... 221

D. Perlindungan Represif terhadap Debitur dalam Praktek Pelaksanaan Upah Borong (Partisipatif) Proyek Swakelola ... 226

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 235

A. Kesimpulan ... 235

B. Saran ... 236

DAFTAR PUSTAKA ... 238

(12)

ABSTRAK

Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah sesungguhnya merupakan bagian yang sangat penting dalam proses pelaksanaan pembangunan, Tanpa sarana dan prasana yang memadai tentu jalannya pelaksanaan tugas pemerintah akan terganggu dan tidak akan mencapai hasil yang maksimal. Untuk mencapainya harus didukung dengan peraturan hukum yang jelas terutama menyangkut hak dan kewajiban para pihak yang melaksanakan pekerjaan pembangunan tersebut.

Hal ini erat kaitannya dengan perjanjian yang dibuat dalam pelaksanaan pekerjaan pemborongan seperti yang diatur dalam Pasal 1601 b KUHPerdata.

Sehingga atas perjanjian tersebut hasilnya dapat dipertanggungjawabkan baik dari segi fisik, keuangan, maupun manfaatnya bagi kelancaran tugas pemerintah dan pelayanan. Tesis ini membahas beberapa permasalahan yaitu bagaimana perlindungan terhadap debitur (pelaksana pekerjaan) dalam perjanjian upah borong (partisipatif) proyek Swakelola di Lingkungan Pekerjaan Umum Kabupaten Deli Serdang dan bagaimana perlindungan terhadap debitur (pelaksana pekerjaan) dalam pelaksanaan perjanjian upah borong (partisipatif) proyek Swakelola di Lingkungan Pekerjaan Umum Kabupaten Deli Serdang.

Penulisan tesis ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif yang sifat Preskriptif Analitis. Teori yang digunakan dalam penulisan tesis yaitu teori Perlindungan Hukum. Tesis ini menggunakan teknik pengumpulan data berupa bahan hukum yang meliputi : bahan hukum primer, sekunder, dan tersier serta didukung dengan metode pendekatan yaitu pendekatan perundang- undangan (statute approach), pendekatan konseptual (conceptual approach), dan pendekatan kasus (case approach). Analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode analisis data kualitatif.

Dari hasil penelitian yang dilakukan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: Pertama, dalam perjanjian upah borong antara pihak debitur (pihak swasta/pemborong) dengan pihak kreditur (pihak pemerintah/pemberi kerja), debitur memiliki kedudukan yang lemah sementara pihak kreditur memiliki kedudukan yang kuat. Kedudukan debitur lebih rentan terhadap kerugian yang tidak secara pasti dipenuhi oleh pihak kreditur. Kedua, dalam perjanjian upah borong yang tidak mencerminkan asas keseimbangan dimana pihak debitur memikul kewajibannya sendiri, yang untuk itu dalam penelitian ini pihak debitur menempuh jalur hukum untuk mendapatkan perlindungan hukum, agar perjanjian upah borong mencerminkan asas keseimbangan.

Kata Kunci : Perlindungan Hukum, Debitur (Pelaksana Pekerjaan) dan Swakelola

(13)

ABSTRACT

Government procurement of goods and service is a very essential part in the process of implementing the development. Without adequate equipment and infrastructure, the implementation of government’s work will be disturbed and it will not achieve the maximum results. In order to achieve such results, comprehensible legal regulations are required, especially regarding rights and obligations of parties that execute the work. It is closely related to the agreement made in the implementation of contracted works as stipulated in Article 1601 b of the Civil Code. According to the agreement, the work results can be accounted for in terms of its physic, finance, and usefulness for the uninterrupted flow of government work and service. The thesis discusses some problems, namely how the protection for debtor (work executor) is in the agreement to the contracted work wages (participating) in self management project at the public works of Deli Serdang Regency and how the protection for debtor (work executor) is in the implementation of the agreement to the contracted work wages (participating) in the self management project at the public works of Deli Serdang Regency.

The thesis uses analytical prescriptive judicial normative research method. It used the theory of Legal Protection. The data were gathered by using primary, secondary, and tertiary legal materials, supported by approach methods, namely statute approach, conceptual approach and case approach.

The gathered data were analyzed qualityatively.

The results showed that: First, in the agreement to the contracted work wages between the debtor (private party/contractor) and the creditor (government/employer), the debtor had weaker position compared to the creditor. The debtor is vulnerable to endure loss that was uncertainly paid by the creditor. Secondly, the agreement to the contracted work wages did not reflect balance principle in which the debtor bear their own obligations, for which in this research the debtor took legal action to obtain legal protection, so that the agreement world reflect the balance principle.

Keywords: Legal Protection, Debtor (Work Executor), Self Management

(14)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Indonesia adalah negara berkembang yang masih berusaha melaksanakan pembangunan yang merata di seluruh wilayah Indonesia. Sehingga di dalam pelaksanaannya sering menitikberatkan pada pembangunan dalam bidang ekonomi.

Pembangunan dilaksanakan dengan berpedoman pada penekanan yang lebih menonjol kepada segi pemerataan seperti pembangunan rumah, gedung bertingkat dan sebagainya.

“Pembangunan adalah usaha untuk menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu, hasil-hasil pembangunan harus dapat dinikmati seluruh rakyat sebagai peningkatan kesejahteraan lahir dan bathin secara adil dan merata. Sebaliknya, berhasil pembangunan tergantung partisipasi seluruh rakyat, yang berarti pembangunan harus dilaksanakan secara merata oleh segenap lapisan masyarakat agar terciptanya tujuan dari pembangunan nasional tersebut dan hasil-hasil pembangunan harus dapat dinikmati seluruh rakyat sebagai peningkatan kesejahteraan lahir dan bathin secara adil dan merata”.1

“Dalam penyelenggaraan kehidupan bernegara, pemerintah senantiasa dituntut untuk memajukan kesejahteraan umum. Untuk mengemban kewajiban ini, pemerintah mempunyai kewajiban menyediakan kebutuhan rakyat dalam berbagai bentuknya baik yang berupa barang, jasa maupun pembangunan infrastruktur. Di sisi lain, pemerintah juga memerlukan barang dan jasa itu dalam melaksanakan kegiatan pemerintahan. Pemenuhan kebutuhan barang dan jasa merupakan bagian yang terpenting dalam penyelenggaraan pemerintahan”.2

1 F.X. Djumialdji, Perjanjian Pemborongan, (Jakarta : PT. Rineka Cipta, 1995), hlm 1. (untuk selanjutnya disebut F.X. Djumialdji 1)

2 Yohanes Sogar Simamora, Hukum Kontrak : Kontrak Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah di Indonesia, (Surabaya : Laksbang Justitia, 2013), hlm 1.

(15)

Pengadaan Barang dan Jasa pemerintah sesungguhnya merupakan bagian yang sangat penting dalam proses pelaksanaan pembangunan. Bagi pemerintah, ketersediaan barang dan jasa pada setiap instansi pemerintah akan menjadi faktor penentu keberhasilan pelaksanaan tugas dan fungsi masing-masing unit kerja. Tanpa sarana dan prasarana yang memadai tentu saja jalannya pelaksanaan tugas pemerintah akan terganggu dan tidak akan mencapai hasil yang maksimal.3

Pengadaan Barang/Jasa pada hakikatnya merupakan upaya pemerintah sebagai pengguna untuk mewujudkan atau mendapatkan Barang/Jasa yang diinginkan. Agar kebutuhan akan barang/jasa terpenuhi dengan baik sesuai dengan kemampuan keuangan negara yang terbatas, maka pemerintah perlu mengatur norma, prinsip-prinsip, metode dan proses pengadaan barang/jasa.

Aturan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah secara spesifik diatur melalui Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, kemudian yang dalam perkembangannya pemerintah mengeluarkan peraturan terbaru mengenai pengadaan barang/jasa yaitu Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2011 tentang perubahan pertama atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, sebagaimana telah

3Abu Sopian, Dasar-Dasar Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, (Palembang : In Media, 2014), hlm 1.

(16)

diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 tentang perubahan kedua atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 172 Tahun 2014 tentang perubahan ketiga atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2015 tentang perubahan keempat atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

Dalam Pasal 1 angka 1 Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah menyebutkan “Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang selanjutnya disebut dengan Pengadaan Barang/Jasa oleh Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah/Institusi lainnya yang prosesnya dimulai dari perencanaan kebutuhan sampai diselesaikannya seluruh kegiatan untuk memperoleh Barang/Jasa”.

Pengadaan Barang/Jasa dilakukan dengan Kontrak Pengadaan Barang/Jasa yang dilakukan antara pemerintah dengan pihak lain. Kontrak yang melibatkan pemerintah sebagai pihak, yang biasanya disebut dengan government contract. Dalam hal ini pemerintah, memanfaatkan instrumen hukum perdata, sehingga kontrak yang dibuat oleh pemerintah memiliki karakteristik yang berbeda jika dibandingkan dengan kontrak privat pada umumnya. Adanya unsur hukum publik menyebabkan aturan dan prinsip

(17)

hukum dalam hukum kontrak privat tidak sepenuhnya berlaku dalam kontrak yang dibuat oleh pemerintah.4

Dalam berbagai kepustakaan, government contract pada umumnya sebagai kontrak yang didalamnya pemerintah terlibat sebagai pihak dan obyeknya adalah pengadaan barang dan jasa.5

“Kontrak pengadaan merupakan jenis kontrak yang rutin dilakukan oleh pemerintah untuk memenuhi aneka kebutuhan dalam penyelenggaraan kegiatan pemerintah. Objek pengadaan sangat beragam seiring dengan perkembangan jaman. Demikian pula metode yang digunakan dalam melakukan pengadaan dan jenis hubungan hukum yang dibentuk. Pengadaan juga merupakan proses yang di dalamnya terdapat tahapan-tahapan yang diawali penentuan kebutuhan sampai pada pembayarannya kepada pemasok atau kontraktor”.

Dalam kajian tentang kontrak pengadaan yang melibatkan pemerintah, kiranya dapat menentukan lingkup yang termasuk sebagai pemerintah.

6

Pasal 1 angka 2 Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2015 dirumuskan bahwa “Kementerian/Lembaga Satuan Kerja Perangkat Daerah/Institusi (K/L/D/I) adalah instansi/institusi yang menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)”, sedangkan dalam Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Pasal 1 Point 1 tentang Pengadaan Barang/Jasa adalah “kegiatan untuk memperoleh Barang/Jasa oleh Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah/Institusi lainnya (K/L/D/I) yang prosesnya dimulai dari perencanaan

4Yohanes Sogar Simamora, Op. Cit, hlm 41.

5Ibid., hlm 42.

6Ibid.

(18)

kebutuhan sampai diselesaikannya seluruh kegiatan untuk memperoleh Barang/Jasa”.

Berdasarkan Pasal 3 Perpres Nomor 54 Tahun 2010 disebutkan bahwa :

“Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa dilakukan melalui Swakelola dan/atau pemilihan Penyedia Barang/Jasa”. Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang dilakukan dengan menggunakan penyedia barang/jasa mempunyai perbedaan dengan pelaksanaan pengadaan barang/jasa pemerintah dengan cara Swakelola. Dari definisi tersebut, dapat diartikan bahwa yang dimaksud dengan “pemerintah” dalam pengadaan barang/jasa adalah K/L/D/I.

Namun, dalam hal penandatanganan kontrak pengadaan, pemerintah yang dalam hal ini K/L/D/I diwakili oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).

Berkaitan dengan hal tersebut di atas, agar pembangunan tersebut berhasil dengan baik, dalam pelaksanaan pembangunan fisik harus didukung oleh sarana dan prasarana yang baik serta peraturan-peraturan yang jelas terutama menyangkut hak dan kewajiban para pihak yang melaksanakan pekerjaan pembangunan tersebut. Hal ini erat kaitannya dengan perjanjian yang dibuat dalam pelaksanaan pekerjaan pemborongan seperti yang diatur dalam Pasal 1601 b KUHPerdata.

Perjanjian pemborongan diatur dalam Pasal 1601 b sampai dengan 1617 KUHPerdata. Menurut Pasal 1601 b KUHPerdata, Pemborongan Pekerjaan adalah “Perjanjian, dengan mana pihak yang satu, si pemborong, mengikatkan diri untuk menyelenggarakan suatu pekerjaan bagi pihak yang lain, pihak yang

(19)

memborongkan, dengan menerima suatu harga yang ditentukan”. Jadi dalam perjanjian pemborongan hanya ada dua pihak yang terikat dalam perjanjian pemborongan yaitu : pihak kesatu yaitu yang memborongkan atau prinsipal (bouwheer, Kepala Kantor, Satuan Kerja dan Pemimpin Proyek) dan pihak kedua yaitu pemborong atau rekanan, kontraktor.7

Menurut R. Subekti Perjanjian Pemborongan pekerjaan dibedakan dalam dua macam yaitu:8

1. Dimana pihak pemborong diwajibkan memberikan bahannya untuk pekerjaan tersebut.

2. Dimana si pemborong hanya akan melakukan pekerjaannya saja.

Perjanjian pengadaan barang dan jasa termasuk dalam perjanjian pemborongan yang terdapat dalam Pasal 1601 KUHPerdata, Pasal 1601 b dan Pasal 1604 sampai dengan Pasal 1616 KUHPerdata. Agar pengadaan barang/jasa pemerintah dapat dilaksanakan dengan efektif, efisien, dengan prinsip persaingan sehat, transparan, terbuka dan perlakuan yang adil dan layak bagi semua pihak. Sehingga hasilnya dapat dipertanggungjawabkan baik dari segi fisik, keuangan, maupun manfaatnya bagi kelancaran tugas pemerintah dan pelayanan. Kenyataan yang sering terjadi dalam pelaksanaan kontrak pengadaan barang dan jasa sering bertentangan dengan pasal 1616 KUHPerdata karena pelaksanaannya tidak efektif, tidak sesuai dengan prinsip persaingan sehat, dan tidak transparan.

7F.X. Djumialdji (1), Op. Cit, hlm 3.

8R. Subekti, Aneka Perjanjian, Cetakan ke-10. (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 1995), hlm 65. (untuk selanjutnya disebut R. Subekti 1)

(20)

Perjanjian Pemborongan suatu pekerjaan dalam hal ini mengenai pelaksanaan pemborongan untuk proyek-proyek pemerintah berdasarkan ketentuan Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, khususnya yang berupa pengadaan barang/jasa maka pelaksanaannya dapat dilakukan melalui pelelangan umum atau pelelangan terbatas, pemilihan langsung dan penunjukan langsung. Ketentuan Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah pada intinya tidak memberikan penekanan terhadap sistem pengadaan barang/jasa pemborongan/jasa lain.

Dengan terjadi adanya hubungan hukum dalam melakukan pemborongan pekerjaan tersebut, maka pemberi kerja membutuhkan tenaga ahli dari pelaksana pekerjaan/pemborongan yang dapat membantu pelaksanaan pekerjaan tersebut agar lebih baik, sebaliknya dalam pelaksana pekerjaan/pemborongan sendiri memberikan suatu jasa yang sesuai dengan kemampuan dan keahlian yang dibutuhkan oleh pemberi kerja. Sehingga dalam melakukan pelaksanaan tugasnya, baik pemborong maupun pemberi kerja senantiasa harus memperhatikan apa yang dikerjakannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dengan diberikan adanya kesempatan untuk berpartisipasi bagi swasta, maka asal pekerjaan pemborongan dapat dibedakan sebagai berikut :

a Perjanjian Pemborongan Pekerjaan yang berasal dari pemerintah untuk pengadaan barang dan jasa yang dahulu dilakukan melalui proses lelang seperti yang telah diatur dalam Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003

(21)

Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.Dan sudah diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

b Perjanjian Pemborongan Pekerjaan yang berasal dari swasta yang diperoleh langsung sebagai hasil perundingan antara pemberi tugas (swasta) dengan pemborong (swasta)

Borongan pekerjaan yang berasal dari pihak swasta dan dikerjakan oleh pemborong tersebut perlu dibuat suatu perjanjian atau kontrak yang mengikat kedua belah pihak. Secara garis besar, tatanan hukum perdata Indonesia memberikan peluang yang seluas-luasnya bagi masyarakat untuk saling mengadakan perjanjian tentang apa saja yang dianggap perlu bagi tujuannya.

Sebagaimana ketentuan Pasal 1338 KUHPerdata yang menyatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagaimana undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Menyikapi hal tersebut R. Subekti menjelaskan :

“Bahwa kita diperbolehkan membuat perjanjian yang berupa dan berisi apa saja (atau tentang apa saja) dan perjanjian itu akan mengikat mereka yang membuatnya seperti undang-undang. Atau dengan perkataan lain, dalam soal perjanjian kita diperbolehkan membuat undang-undang bagi kita sendiri. Pasal- pasal dari hukum perjanjian hanya berlaku, apabila atau sekedar kita tidak mengadakan aturan-aturan sendiri dalam perjanjian-perjanjian yang kita adakan itu”.9

9R. Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta : Intermasa, 1987), hlm 14. (untuk selanjutnya disebut sebagai R. Subekti 2)

(22)

Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah diatur dalam Pasal 3 Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 atas perubahan kedua Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah dilakukan melalui :10

1) Swakelola; dan/atau

2) Pemilihan penyedia barang/jasa

Samsul Ramli dan Fahrurrazi menjelaskan :

“Pada Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010, penempatan swakelola sebelum pemilihan penyedia mempunyai makna bahwa cara pengadaan melalui swakelola menempati kedudukan yang lebih utama dibandingkan dengan pemilihan penyedia. Keutamaan swakelola ini sebenarnya bisa dilihat pada Pasal 1 ayat 1 Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 yaitu : Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang selanjutnya disebut dengan Pengadaan Barang/Jasa adalah kegiatan untuk memperoleh Barang/Jasa oleh Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah/Institusi yang prosesnya dimulai dari perencanaan kebutuhan sampai diselesaikannya seluruh kegiatan untuk memperoleh Barang/Jasa”11.

Unsur perencanaan merupakan indikator utama swakelola. Dengan demikian, bagi K/L/D/I dalam menentukan cara pengadaan terlebih dahulu melihat pada kemampuan sumber daya internalnya, minimal kemampuan perencanaan dan pengawasan. Jika tidak mampu dilaksanakan sendiri oleh K/L/D/I, alternatifnya adalah menyerahkan kepada ahlinya.12

10Samsul Ramli & Fahrurrazi, Bacaan Wajib Swakelola Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, (Jakarta : Visi Media, 2014), hlm 1.

11Ibid.

12Ibid., hlm 2

(23)

Dalam Pasal 26 ayat 1 Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 atas perubahan kedua Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, Swakelola adalah “Pengadaan Barang/Jasa dimana pekerjaannya direncanakan, dikerjakan dan/atau diawasi sendiri oleh Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah/Institusi lainnya (K/L/D/I) sebagai penanggung jawab anggaran, instansi pemerintah lain dan/atau kelompok masyarakat”.

Swakelola tidak hanya sekadar melaksanakan pengadaan barang/jasa, tetapi juga tentang merencanakan dan mengawasi. Perencanaan menghasilkan kegiatan pengadaan barang/jasa dimana proses pengadaan barang/jasa harus dimulai dari kebutuhan yang ditetapkan pada dokumen anggaran dalam rangka memenuhi program pembangunan.

Sesuai dengan definisi Swakelola pada Pasal 26 ayat 1 Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012, maka jenis swakelola dikelompokkan atas tiga tipe, yaitu :13

a) Tipe 1

Swakelola yang direncanakan, dikerjakan dan/atau diawasi sendiri oleh K/L/D/I sebagai penanggung jawab anggaran.

b) Tipe 2

Swakelola yang direncanakan dan/atau diawasi sendiri oleh K/L/D/I oleh penanggung jawab anggaran, sedangkan pelaksanaannya dikerjakan oleh instansi pemerintah lain.

c) Tipe 3

13Ibid., hlm 23-24

(24)

Swakelola yang direncanakan, dikerjakan dan/atau diawasi oleh kelompok masyarakat.

Dalam perjanjian terdapat beberapa asas-asas yaitu asas kebebasan berkontrak, asas konsensualisme, asas kepercayaan, asas kekuatan mengikat, asas persamaan hukum, asas keseimbangan, asas kepastian hukum, asas moral dan asas kepatutan. Asas yang digunakan didalam tesis ini adalah asas keseimbangan.

Asas Keseimbangan bermakna sebagai asas yang melandasi atau mendasari pertukaran hak dan kewajiban para pihak sesuai porsi, beban dan/atau bagiannya. Asas Keseimbangan mengandaikan berlangsungnya mekanisme pembagian hak dan kewajiban secara proposional yang diwujudkan dalam seluruh proses hubungan kontraktual, baik pada fase pra contractual maupun post contractual (pasca kontrak).

Menurut Herlien Budiono bahwasanya :

“Asas keseimbangan dilandaskan pada upaya mencapai suatu keadaan seimbang yang sebagai akibat darinya harus memunculkan suatu keadaan seimbang yang sebagai akibat darinya harus memunculkan pengalihan kekayaan secara absah. Tidak terpenuhinya keseimbangan berpengaruh terhadap kekuatan yuridikal kontrak”.14

Asas Keseimbangan sangat berorientasi pada konteks hubungan dan kepentingan para pihak, dalam arti menjaga kelangsungan hubungan kontrak mereka. Penerapan asas keseimbangan dalam sebuah kontrak dapat dilihat dari

14Herlien Budiono, Asas Keseimbangan Bagi Hukum Perjanjian Indonesia (Hukum Perjanjian Berlandaskan Asas-Asas Wigati Indonesia. (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2006), hlm 317.

(25)

segi subjeknya, klausulnya dan penerapan klausul-klausul tersebut di lapangan.

Faktor-faktor yang dapat menggangu keseimbangan perjanjian salah satunya adalah cara terbentuk perjanjian yang melibatkan pihak-pihak yang berkedudukan tidak setara seperti perjanjian ini dimana satu pihak merupakan badan hukum dan satu pihaknya lagi bukan merupakan badan hukum.

Dalam Perjanjian Pemborongan yang berada di Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Deli Serdang banyak kontrak yang mengalami ketidakseimbangan dalam isi perjanjian, namun di dalam penulisan tesis ini hanya diangkat 3 contoh kontrak diantaranya adalah Kontrak dengan Nomor Perjanjian

050/0346.1/DPU/DS/2014, Kontrak dengan Nomor Perjanjian 050/2312.2/DPU/DS/2014 dan Kontrak dengan Nomor Perjanjian

050/4552/DPU/DS/2014.

Adapun perjanjian pemborongan yang terdapat di dalam penulisan tesis ini adalah perjanjian yang dibuat oleh Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Deli Serdang yang diwakili FL selaku Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Deli Serdang (Pihak Pertama) dengan pihak swasta yang diwakili WP selaku pelaksana pekerjaan (Pihak Kedua).

Perjanjian ini dibuat pada tanggal 10 April 2014 yang bertujuan untuk melaksanakan suatu pekerjaan rehabilitasi/pemeliharaan jalan dan jembatan di Desa Bandar Khalifah dan Desa Kolam Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang. Dalam hal ini pekerjaan yang dilakukan pihak swasta untuk melaksanakan pekerjaan rehabilitasi/pemeliharaan jalan dan jembatan dengan

(26)

menggunakan dana/uang mereka sendiri disebabkan tidak adanya suatu anggaran yang tersedia dari KAS Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Deli Serdang sehingga pihak Dinas terkait menggunakan dana pihak swasta untuk melaksanakan pekerjaan tersebut.

Seketika pekerjaan rehabilitasi/pemeliharaan jalan dan jembatan itu telah selesai dilaksanakan oleh pihak swasta sesuai dengan waktu yang tersedia dalam isi perjanjian yang mereka buat dengan para pihak. Maka pihak swasta berusaha menagih hak mereka yang semestinya mereka dapatkan ketika pekerjaan itu selesai. Namun dalam kenyataannya pihak swasta tidak menerima hak mereka dalam hal pembayaran disebabkan KAS Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Deli Serdang saat itu tidak memiliki anggaran untuk membayar hak mereka, sehingga pihak swasta menunggu kepastian yang tidak jelas akibat KAS yang ada di Dinas Pekerjaan Umum belum tercukupi untuk membayar hak mereka.

Seiring dengan berjalannya waktu, pihak swasta belum ada menerima hak pembayaran mereka dari Dinas Pekerjaan Umum dengan disebabkan anggaran belum dikeluarkan oleh pemerintah daerah sehingga akhirnya pihak swasta tetap menunggu pembayaran yang tidak mendapat kejelasan yang diberikan oleh Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Deli Serdang.

Sering mendapatkan penundaan yang tidak berujung pembayaran yang jelas dari pihak Dinas Pekerjaan Umum maka pihak swasta melakukan pertemuan musyawarah dan mufakat namun tidak menemukan titik terang dari

(27)

hasil pertemuan tersebut. Sehingga pihak swasta melakukan upaya hukum dengan melakukan somasi terlebih dahulu ke Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Deli Serdang agar segera melakukan penyelesaian pembayaran kepada pihak-pihak swasta. Dengan tidak adanya itikad baik yang dilakukan pihak Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Deli Serdang, maka para pihak swasta dengan di dampingi kuasa hukum mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Lubuk Pakam sesuai dengan isi perjanjian jika mengalami permasalahan di kedepan harinya.

Berdasarkan uraian-uraian diatas maka perlu dilakukan penelitian mengenai “Perlindungan Hukum terhadap Debitur (Pelaksana Pekerjaan) dalam pelaksanaan perjanjian upah borong (Partisipatif) dalam proyek Swakelola di Lingkungan Pekerjaan Umum Kabupaten Deli Serdang”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan Latar Belakang yang telah dikemukakan diatas, maka rumusan masalah dalam penulisan tesis ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana perlindungan terhadap debitur (pelaksana pekerjaan) dalam perjanjian upah borong (partisipatif) proyek Swakelola di Lingkungan Pekerjaan Umum Kabupaten Deli Serdang ?

2. Bagaimana perlindungan terhadap debitur (pelaksana pekerjaan) dalam pelaksanaan perjanjian upah borong (partisipatif) proyek Swakelola di Lingkungan Pekerjaan Umum Kabupaten Deli Serdang ?

(28)

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian yang terdapat pada rumusan masalah di atas, maka yang menjadi tujuan dari penelitian adalah :

1. Untuk mengetahui dan menganalisis perlindungan terhadap debitur (pelaksana pekerjaan) dalam perjanjian upah borong (partisipatif) proyek Swakelola di Lingkungan Pekerjaan Umum Kabupaten Deli Serdang.

2. Untuk mengetahui dan menganalisis perlindungan terhadap debitur (pelaksana pekerjaan) dalam pelaksanaan perjanjian upah borong (partisipatif) proyek Swakelola di Lingkungan Pekerjaan Umum Kabupaten Deli Serdang.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis maupun secara praktis, yaitu :

1. Secara Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran serta pemahaman dan pandangan baru serta menjadi bahan kajian lebih lanjut untuk melahirkan konsep-konsep ilmiah yang ada. Dengan penelitian ini juga diharapkan memberikan sejumlah manfaat terhadap para akademisi maupun masyarakat umumnya serta dapat menambah khasanah ilmu hukum dalam segi perjanjian pengadaan barang dan jasa pemerintah.

2. Secara Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai :

(29)

a. Sebagai bahan masukan dan panduan bagi para praktisi hukum dalam mengetahui dan menyelesaikan kasus yang dihadapi.

b. Sebagai bentuk sumbangan pemikiran dan masukan bagi para pihak yang berkepentingan khususnya bagi masyarakat untuk mengetahui tata cara melakukan perjanjian pengadaan barang dan jasa pemerintah.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan data informasi serta penelusuran yang dilakukan di Perpustakaan Hukum Universitas Sumatera Utara maupun Program Pasca Sarjana Fakultas Hukum USU, maka penelitian tesis dengan Judul

“Perlindungan Hukum terhadap Debitur (Pelaksana Pekerjaan) dalam pelaksanaan perjanjian upah borong (Partisipatif) dalam proyek Swakelola di Lingkungan Pekerjaan Umum Kabupaten Deli Serdang” akan tetapi ada beberapa penelitian yang menyangkut tentang pengadaan barang/jasa pemerintah yang dilakukan oleh :

1. Penelitian tesis oleh Mangaratua Naibaho NIM 077005039 dengan judul Persengkongkolan Tender Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dalam Praktek Persaingan Usaha tidak sehat di Pematang Siantar ditinjau dari UU Nomor 5 Tahun 1999 (Studi Kasus R.S.U kota Pematang Siantar) dengan rumusan masalah sebagai berikut :

a. Apa yang menjadi substansi dan dasar pertimbangan kebijakan perubahan Keppres No. 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan

(30)

Barang/Jasa Pemerintah yang telah dirubah beberapa kali yang terakhir dengan peraturan Presiden Republik Indonesia No. 95 Tahun 2007 ?

b. Bagaimana terjadinya persekongkolan tender dalam pengadaan barang/jasa pemerintah ditinjau dari UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat ?

c. Apakah KPPU telah benar dalam menerapkan Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 yang dicerminkan dalam putusannya No. 06/KPPU-L/2006 tentang Pelelangan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Perbaikan Bangsal di Unit Kerja RSU Kota Pematang Siantar Tahun 2005 ?

2. Penelitian tesis oleh Rini Widiastuty NIM 097011116 dengan judul Perjanjian Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (Studi di Pemerintah Provinsi Sumatera Utara) dengan rumusan masalah sebagai berikut :

a. Bagaimana bentuk perjanjian pengadaan barang/jasa pemerintah pada Pemerintah Provinsi Sumatera Utara ?

b. Bagaimana kedudukan pemerintah dalam perjanjian pengadaan barang/jasa Pemerintah Provinsi Sumatera Utara?

c. Mengapa tidak pernah terjadi ganti rugi sebagaimana yang dituangkan dalam perjanjian pengadaan barang/jasa Provinsi Sumatera Utara ?

3. Penelitian tesis oleh Thommy Henkary Sihite NIM 137011148 dengan judul Analisis Hukum terhadap keseimbangan kedudukan para pihak dalam perjanjian Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (Studi Perjanjian Nomor : 027/256/SES Pengadaan Kendaraan Roda Empat antara Pejabat Pembuat

(31)

Komitmen Badan Penelitian dan Pengembangan Kementrian Dalam Negeri dengan PT. Suzuki Indomobil Sales) dengan rumusan masalah sebagai berikut : a. Bagaimana letak ketidakseimbangan antara penyedia barang dengan

pemerintah sebagai pengguna barang Pengadaan Kendaraan Roda Empat antara Pejabat Pembuat Komitmen Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian dalam Negeri dengan PT. Suzuki Indomobil Sales ?

b. Bagaimanakah akibat hukum atas ketidakseimbangan di dalam Perjanjian Nomor : 027/256/SES Pengadaan Kendaraan Roda Empat antara Pejabat Pembuat Komitmen Badan Penelitian dan Pengembangan dalam Negeri dengan PT. Suzuki Indomobil Sales ?

c. Bagaimanakah upaya hukum yang dilakukan para pihak apabila terjadi sengketa di dalam Perjanjian Nomor : 027/256/SES Pengadaan Kendaraan Roda Empat antara Pejabat Pembuat Komitmen Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian dalam Negeri dengan PT. Suzuki Indomobil Sales?

Walaupun ada beberapa penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan pengadaan barang/jasa, namun aspek yang dibahas berbeda. Maka penelitian ini dapat dikategorikan sebagai penelitian yang baru dan keasliannya dapat dipertanggungjawabkan, karena dilakukan dengan nuansa keilmuan, kejujuran, rasional, objektif, terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan secara keilmuan akademis.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

(32)

1. Kerangka Teori

Dalam melakukan penelitian hukum sangat penting adanya kerangka teori dan kerangka konsep yang bertujuan adanya pembatasan-pembatasan terhadap konsep atau teori supaya tidak terdapat berbagai pandangan ataupun pendapat terhadap suatu objek.

Kerangka Teori Menurut Hadari Nawawi adalah

“Berisi uraian tentang pemahaman teori dan hasil penelitian terdahulu yang terkait. Pemahaman ini bisa dalam arti meletakkan kedudukan masing-masing dalam masalah yang sedang teliti, dan pada akhirnya menyatakan posisi atau pendirian peneliti disertai dengan alasan-alasan dan bukan bermaksud untuk memamerkan teori dan hasil-hasil penelitian ilmiah pakar terdahulu sehingga pembaca diberitahu mengenai sumber tertulis yang telah dipilih oleh peneliti, hal ini juga dimaksudkan untuk memberitahukan mengapa dan bagaimana teori hasil penelitian para peneliti terdahulu dalam melakukan penelitiannya”.15

Kerangka teori diperlukan dalam suatu penelitian supaya penelitian tersebut mempunyai dasar-dasar yang kokoh, dan bukan hanya sekedar coba-coba dalam melakukan penelitian. Setiap melakukan penelitian pasti membahas teori-teori yang mendukung atau sesuai dengan tema dari penelitian. Teori bermanfaat untuk memberikan dukungan analisis terhadap tema yang sedang dilakukan penelitian dan dapat memberikan dasar-dasar dalam mengemukakan hipotesa dalam penelitian, hipotesa dapat digunakan sebagai alat ukur sekaligus tujuan yang akan dicapai dalam suatu penelitian yang kemudian dibuktikan kebenarannya serta apabila relevan dengan hasil penelitian maka dimasukkan ke dalam kesimpulan suatu penelitian.

15 Hadari Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial, (Yogyakarta : Gajah Mada University Press, 1995), hlm 39-40.

(33)

Teori memberikan penjelasan dengan cara mengorganisasikan dan mensistematisasikan masalah yang dibicarakan dan teori bisa juga mengandung subjektivitas, apalagi berhadapan dengan suatu fenomena yang cukup kompleks seperti hukum ini.16 M. Solly Lubis mengatakan bahwa teori merupakan pengetahuan ilmiah yang mencakup penjelasan mengenai suatu sektor tertentu dari sebuah disiplin keilmuan.17 Sedangkan menurut D.H.M Meuwissen menyebut ada tiga tugas teori hukum yaitu :18

a. Menganalisis dan menerangkan konsep hukum dan konsep-konsep yuridis (rechtsleer)

b. Hubungan Hukum dengan logika c. Metodologi Hukum

Teori sebagai pisau analisis yang digunakan untuk dijadikan panduan dalam melakukan analisis, dengan memberikan penilaian terhadap penemuan fakta atau peristiwa hukum yang ada. Berdasarkan uraian mengenai teori hukum maka hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori perlindungan hukum. Teori Perlindungan Hukum merupakan salah satu teori yang sangat penting untuk dikaji, karena fokus kajian teori ini pada perlindungan hukum yang diberikan kepada masyarakat. Masyarakat yang didasarkan pada teori ini yaitu masyarakat yang

16Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2010), hlm 259.

17M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, (Medan : PT. Sofmedia, 2012), hlm 30.

18D.H.M. Meuwissen, Teori Hukum, Jurnal Hukum Pro Justitia, Tahun XII, No. 2, April 1994, h.16 sebagaimana dikutip dalam Titon Slamet Kurnia, et.al, Pendidikan Hukum, Ilmu Hukum &

Penelitian Hukum di Indonesia sebuah Reorientasi, (Salatiga : Pustaka Pelajar, 2013), hlm 79.

(34)

berbeda pada posisi yang lemah, baik secara ekonomis maupun lemah dari aspek yuridis.19

Istilah Teori Perlindungan Hukum berasal dari bahasa Inggris, yaitu legal protection theory, sedangkan dalam bahasa Belanda, disebut dengan theorie van de wettelijke bescherming, dan dalam bahasa Jerman disebut dengan theorie der rechtliche schutz.20 Teori Perlindungan Hukum merupakan teori yang mengkaji dan menganalisis tentang ujud atau bentuk atau tujuan perlindungan, subjek hukum yang dilindungi serta objek perlindungan yang diberikan oleh hukum kepada subjeknya.

Teori ini dikembangkan oleh Roscou Pound, Sudikno Mertokusumo, dan Antonio Fortin.21

Pada dasarnya, teori Perlindungan Hukum merupakan teori yang berkaitan pemberian pelayanan kepada masyarakat. Kepentingan manusia adalah suatu tuntutan yang dilindungi dan dipenuhi manusia dalam bidang hukum.22

19Salim HS & Erlies Septiana Nurbani, Penerapan Teori Hukum Pada Penelitian Tesis dan Disertasi, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2013), hlm 259.

Pemikiran Roscoe Pound mengenai hukum sebagai suatu institusi sosial yang tercipta untuk memuaskan keinginan-keinginan manusia, keinginan sosial “dengan cara memberikan pengaruh bagi kita sebanyak-banyaknya dengan pengorbanan sekecil mungkin sedemikian jauh agar keinginan-keinginan bisa terpenuhi dan tuntutan-tuntutan terpuaskan dengan suatu peraturan pelaksanaan manusia melalui masyarakat yang terorganisir secara politis”. Esensi peraturan legal ini merupakan jaminan dan perlindungan akan

20Ibid.

21Ibid., hlm 3.

22Salim HS & Erlies Septiana Nurbani, Op. Cit, hlm 266.

(35)

berbagai kepentingan dan dibutuhkan modifikasi tradisionil serta peraturan perundang-undangan yang diwariskan terhadap kondisi sosial yang ada.

“Kepentingan (Interest). Roscoe Pound mendefinisikan suatu kepentingan sebagai “permintaan atau kehendak (hasrat) ataupun pengharapan dimana umat manusia baik secara individu ataupun dalam kelompok atau persekutuan ataupun relasi, mencari kepuasan ; karena itu keserasian hubungan manusia dan pengaturan perilaku manusia melalui kekuatan suatu masyarakat yang diorganisir secara politis harus dipertimbangkan”. Pengenalan dan definisi kepentingan menuntut : suatu inventaris dan klasifikasi kepentingan ; keputusan terhadap seleksi kepentingan agar dikenal secara resmi ; studi mengenai cara- cara menetapkan batas dan menjamin kepentingan yang dikenal. Ini merupakan

“keseimbangan kepentingan” (masyarakat individu dan sosial) dimana merupakan problem utama bagi para ahli hukum dan para pembuat undang- undang”.23

Roscoe Pound membagi kepentingan manusia yang dilindungi hukum menjadi tiga macam, yang meliputi :24

1) Public Interest ( Kepentingan Umum) 2) Sosial Interest (Kepentingan Masyarakat) 3) Privat Interest (Kepentingan Individual)

Kepentingan Publik. Dalam hal ini mengkaitkan pada tuntutan-tuntutan yang dipandang dari segi kebutuhan hidup publik yaitu :25

a) Kepentingan-kepentingan negara dipandang sebagai “Juristic Person”, maksudnya mengenai integritasnya, kebebasan tindakan, keamanan, dan sebagainya.

b) Kepentingan negara sebagai pelindung kepentingan sosial.

23L.B. Curzon (Terjemahan), Jurisprudance, hlm 185.

24Salim HS & Erlies Septiana Nurbani, Op. Cit, hlm 275.

25L.B. Curzon, Op.Cit, hlm 186

(36)

Kepentingan Sosial. Kebutuhan-kebutuhan penting ini merupakan tuntutan atau hasrat kelompok sosial selaku komunitas, yakni sebagai berikut:26 (1) Kesejahteraan umum ; mencakup tuntutan untuk tenteram dan mengatur

melawan tindakan yang mungkin mengancam berbagai eksistensi masyarakat.

(2) Kesejahteraan lembaga sosial (domestik, religius, politik, dan ekonomi).

(3) Moral umum (utama) ; yakni kesejahteraan hidup sosial melawan tindak ofensif yang mengancam perasaan moral pada umumnya.

(4) Pelestarian sumberdaya sosial.

(5) Kemajuan umum. “penilaian diri atas kelompok sosial kearah perkembangan kekuasaan manusia yang lebih tinggi dan lebih lengkap”, misalnya, meliputi bicara bebas dan kemajuan budaya.

(6) Kehidupan individu ; kebutuhan terpenting dari segala-galanya ; melibatkan tuntutan atau permintaan masing-masing individu untuk “menghidupkan kehidupan manusia” menurut standar-standar masyarakat.

Kepentingan Individual. “ada kepentingan personalitas atau kepentingan dalam kaitan domestik atau kepentingan substansi”. Kesemuanya termasuk tuntutan dan permintaan yang berkaitan dengan kehidupan individu. Karena itu ada :27

(a) “Personalitas”. Dalam hal ini melibatkan kepentingan menyinggung tentang eksistensi fisik dan spiritual individu ; misalkan keamanan fisik, kesehatan, kebebasan dari paksaan dan desakan, bebas memilih lokasi, bebas berkeyakinan dan opini.

(b) “Relasi-relasi domestik”. Disini mencakup kepentingan para orang tua dan anak-anak serta perlindungan perkawinan.

(c) Substansi. Dalam hal ini mengenai kepentingan harta milik, kebebasan kontrak dan persekutuan ; yakni tuntutan-tuntutan atau permintaan- permintaan itu “ditegaskan oleh individu-individu dengan sebutan eksistensi ekonomi individu”

Jaminan kepentingan. Hukum berusaha memuaskan, mendamaikan, mengharmoniskan dan mengatur tuntutan-tuntutan dan permintaan-permintaan

26Ibid.,hlm 186-187

27Ibid., hlm 185-186.

(37)

yang simpang siur bertentangan. Dalam hal ini berupaya untuk memberikan pengaruh terhadap “total kepentingan terbesar atau kepentingan yang paling berat dalam peradaban kita, dengan pengorbanan terkecil dalam skema kepentingan secara menyeluruh”. Kepentingan harus disetarakan dan ditimbang pada bidang yang sama. Pound menyatakan tidak ada standar untuk evaluasi dan penimbangan kepentingan. Penyetaraan perlu penggunaan bentuk-bentuk hukum berikut :28

1} Peraturan (rules) ; yakni “aturan yang menetapkan suatu batasan, konsekuensi legal terinci pada suatu batasan, statemen fakta-fakta terinci”

2} Prinsip ; yakni “point-point permulaan yang otoritatif agar pemikiran legal berlaku secara kontinyu dan sah di mana kasus-kasus tidak terselesaikan atau tidak sempurna atau pun secara nyata terselesaikan melalui peraturan dalam makna yang lebih sempit”

3} Konsepsi ; yakni “kategori-kategori otoritatif pada mana kasus-kasus atau situasi terkait, sebagai akibatnya serangkaian peraturan, prinsip-prinsip dan standar-standar menjadi berperan”.

4} Standart ; yakni “batas-batas umum perbuatan yang diijinkan untuk diterapkan menurut keadaan sekitar dari tiap-tiap kasus”.

Menurut Sudikno Mertokusumo mengemukakan tidak hanya tentang tujuan hukum, tetapi juga tentang fungsi hukum dan perlindungan hukum. Ia berpendapat bahwa:

“Dalam fungsinya sebagai perlindungan kepentingan manusia hukum mempunyai tujuan. Hukum mempunyai sasaran yang hendak dicapai. Adapun tujuan pokok hukum adalah menciptakan tatanan masyarakat yang tertib, menciptakan ketertiban dan keseimbangan. Dengan tercapainya ketertiban di dalam masyarakat diharapkan kepentingan manusia akan terlindungi. Dalam mencapai tujuannya itu hukum bertugas membagi hak dan kewajiban antar

28Ibid., hlm 187.

(38)

perorangan di dalam masyarakat, membagi wewenang dan mengatur cara memecahkan masalah hukum serta memelihara kepastian hukum”.29

Hal mengenai perlindungan hukum yang telah dikemukakan Sudikno Mertokusumo diatas menimbulkan adanya substansi hukum yang diawali dengan memahami kata “recht”, dengan memahami kata “recht” maka akan menimbulkan subjectief recht dan objectief recht yang berarti adanya hak dan kewajiban.30

Hal tersebut memberikan P. Scholten berpendapat bahwa “keseluruhan sistem hukum perdata itu didasarkan pada subjectief recht”. Sebaliknya Algra memberikan pendapat dengan mengatakan bahwa “objectief recht adalah dasar dari subjectief recht”. Perbedaan kedua pendapat itu terletak pada sudut pandangan. Algra melihat dari sudut daya kerjanya yang menyatakan subjectief recht baru timbul jika “objectief recht” sudah ditetapkan, dengan ditetapkan objectief recht maka hukum memerlukan terjadinya peristiwa yang memberi hak atau membebani kewajiban apabila peristiwa itu terjadi. P. Scholten melihat “subjectief recht” melekat pada setiap individu sejak dilahirkan sampai mati yang melihatnya secara historis teoritis, sedangkan Algra melihatnya secara positif operasional.

Hak dan kewajiban setiap orang sifatnya adalah individual yang melekat pada individu orang tersebut.

31

Setiap hak memiliki 4 (empat) unsur yaitu subjek hukum, objek hukum, hubungan hukum yang mengikat pihak lain dengan kewajiban dan perlindungan

29Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, (Yogyakarta : Liberty, 1999), hlm 71.

30Ibid., hlm 50

31Ibid., hlm 52

(39)

hukum. Hak milik itu ada subjeknya, yaitu pemilik. Sebaliknya, setiap orang terikat oleh kewajiban untuk menghormati hubungan antara pemilik dan objek yang dimilikinya. Hak pada hakikatnya merupakan hubungan antara subjek hukum dengan objek hukum atau subjek hukum dengan subjek hukum lain yang dilindungi oleh hukum dan menimbulkan kewajiban.32

Kewajiban yang dimaksud adalah suatu beban yang bersifat kontraktual. Hak dan kewajiban itu timbul apabila terjadi hubungan hukum dan antara dua pihak yang didasarkan pada suatu kontrak atau perjanjian. Jadi selama hubungan hukum yang lahir dari perjanjian itu belum berakhir, maka pada salah satu pihak ada beban kontraktual, ada keharusan atau kewajiban untuk memenuhinya. Sebaliknya apa yang dinamakan tanggung jawab adalah beban yang sifatnya moral.

Pada dasarnya sejak lahirnya kewajiban sudah lahir pula tanggung jawab. Akan tetapi, kalau kemudian kewajibannya tidak dilaksanakan dan hubungan hukumnya hapus karena kedaluwarsa (bukan karena berakhirnya hubungan hukum yang disebabkan karena telah dipenuhinya kewajiban), maka tanggung jawab itu tampak lebih menonjol. Jadi kewajiban merupakan beban kontraktual, sedangkan tanggung jawab merupakan beban moral.33

Menurut pendapat yang dikemukan oleh Sudikno Mertukusumo mengenai kata

“recht” hal tersebut diikuti oleh Tan Kamello. Tan Kamello berpendapat bahwa

“dengan memahami kata “recht” maka akan menimbulkan “subjective recht dan

32Ibid., hlm 60

33Ibid., hlm 61

(40)

objective recht”. Subjective recht dan objective recht yang dikemukakan Tan Kamello adalah hak dan kewajiban. Hak yang dimaksud adalah hak untuk memberi kenikmatan dan keleluasaan kepada individu dalam melaksanakannya, sedangkan kewajiban yang dimaksud adalah pembatasan dan beban sehingga menonjolkan segi aktif dalam hubungan hukum. Akibat adanya hubungan hukum akan menimbulkan hak. Hak dan kewajiban bukanlah merupakan kumpulan peraturan atau kaidah, melainkan merupakan perimbangan kekuasaan dalam bentuk hak individual di satu pihak yang tercermin pada kewajiban pada pihak lawan. Kalau ada hak maka ada kewajiban. Hak dan kewajiban ini merupakan kewenangan yang diberikan kepada seseorang oleh hukum.

Menurut Antonio Fortin menyajikan tentang teori perlindungan hukum.

Antonio mengemukakan :

“Pentingnya perlindungan internasional hak asasi manusia. Perlindungan internasional berarti suatu perlindungan secara langsung kepada individu yang dilakukan oleh badan-badan yang ada dalam masyarakat internasional.

Perlindungan semacam itu dapat didasarkan kepada konvensi internasional, hukum kebiasaan internasional atau prinsip-prinsip umum hukum internasional.

Dipandang dari segi tujuan dari dilakukannya tindakan perlindungan, perlindungan internasional dapat dikelompokkan ke dalam tiga kategori utama, yang meliputi antisipatoris atau preventif, kuratif atau mitigasi, dan pemulihan atau kompensatoris”.34

Menurut Fitzgerald, dia menjelaskan teori Perlindungan Hukum bahwa

“bertujuan mengintegrasikan dan mengkoordinasikan berbagai kepentingan

34Sigit Riyanto, “Kajian Hukum Internasional tentang Pengarug Kedaulatan Negara terhadap Perlindungan Pengungsi Internal” ringkasan disertasi Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta,2009, hlm 16. Sebagaimana dikutip dalam Salim HS & Erlies Septiana Nurbani, Op. Cit, hlm 270.

(41)

dalam masyarakat karena dalam suatu lalu lintas kepentingan, perlindungan terhadap kepentingan tertentu hanya dapat dilakukan dengan cara membatasi berbagai kepentingan di lain pihak”.35 Menurut Theresia Geme mengartikan Perlindungan Hukum adalah Berkaitan dengan tindakan negara untuk melakukan sesuatu dengan (memberlakukan hukum negara secara eksklusif) dengan tujuan untuk memberikan jaminan kepastian hak-hak seseorang atau kelompok orang.36

Menurut pendapat Phillipus M. Hadjon bahwa “perlindungan hukum bagi rakyat sebagai tindakan pemerintah yang bersifat preventif dan represif”.37

Perlindungan hukum di luar perjanjian adalah dimaksudkan bahwa para pihak akan melaksanakan hak dan kewajiban sesuai isi kontrak yang dimuat dalam perjanjian pengadaan barang dan jasa. Apabila salah satu pihak tidak melaksanakan hak dan kewajiban, maka pihak yang dirugikan berhak untuk mengajukan gugatan ke pengadilan.

Tujuan perlindungan hukum di dalam perjanjian adalah mengatur hak-hak dan kewajiban para pihak harus diatur secara lengkap dan konkret. Dan tidak ada yang dirugikan antara satu dengan pihak lainnya.

35Satjipto Raharjo, Op. Cit, hlm 53.

36Maria Theresia Geme, Perlindungan Hukum terhadap Masyarakat Hukum Adat dalam Pengelolaan Cagar Alam Watu Ata Kabupaten Ngada, Provinsi Nusa Tenggara Timur, disertasi Program Doktor Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Malang, 2012, hlm 99.

Sebagaimana dikutip dalam Salim HS & Erlies Septiana Nurbani, Op. Cit, hlm 262.

37Phillipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum bagi Rakyat Indonesia, (Surabaya : PT. Bina Ilmu, 1987), hlm 2.

(42)

Dalam teori Perlindungan Hukum terkait dengan isi Perjanjian berdasarkan surat perjanjian upah borong (partisipatif) Nomor 050/23122/DS/2014 adanya ketidakseimbangan sehingga perlu dilindungi hak pelaksana pekerjaan (debitur) dikarenakan adanya pergantian pejabat di lingkungan Pekerjaan Umum Kabupaten Deli Serdang disebabkan kasus korupsi38

Dikaitkan dengan kontrak surat perjanjian upah borong (partisipatif) nomor 050/23122/DS/2014 terdapat hak-hak yang dirugikan berupa tidak dibayarnya sisa pembayaran yang dilakukan oleh DLT sebagai pengganti FL Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Deli Serdang dengan WP. Sehingga diperlukan perlindungan hukum terhadap pihak yang mengalami kerugian yaitu pihak WP.

yang melibatkan pejabat tersebut.

Teori Perlindungan Hukum sebagaimana diuraikan diatas dipandang tepat/relevan untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini dengan pertimbangan sebagai berikut :

a} Kepentingan Individual (Private Interest) sebab didalam kepentingan individu hak pemberi kerja berupa proyek atau kerja sama sudah dipenuhi oleh pihak pelaksana pekerjaan dan prestasi berupa kewajiban membayar sisa pembayaran kepada pelaksana pekerjaan sedangkan untuk pelaksana pekerjaan haknya tidak dipenuh oleh pemberi kerja berupa kewajiban atas sisa pembayaran dan prestasi yang dilakukan sudah dipenuhi berupa proyek

38 Lihat salinan Putusan Nomor 51/PID.SUS.K/2013/PT-MDN

(43)

atau kerja sama sudah dilaksanakan sesuai ketentuan yang berada di dalam perjanjian.

b} Untuk mengetahui sejauh mana hukum melindungi subjek hukum baik pemberi kerja maupun pelaksana pekerjaan dari kerugian yang dilakukan oleh para pihak atau pihak ketiga.

c} Untuk melindungi kedua belah pihak, dalam hal ini untuk pemberi kerja telah dilindungi dengan adanya jaminan pelaksanaan pekerjaan.

Salah satu bentuk perlindungan hukum dalam perjanjian adalah melalui asas keseimbangan. Asas keseimbangan adalah asas yang menghendaki kedua belah pihak memenuhi dan melaksanakan perjanjian. Kreditur mempunyai kekuatan untuk menuntut prestasi dan jika diperlukan dapat menuntut pelunasan prestasi melalui kekayaan debitur, namun debitur memikul pula kewajiban untuk melaksanakan perjanjian itu dengan itikad baik.

Asas keseimbangan dilandaskan pada ideologi yang melatarbelakangi tertib hukum Indonesia. Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 adalah sumber tata nilai dan mencerminkan cara pandang masyarakat Indonesia.

Pemerintah Indonesia adalah wakil dan cerminan masyarakat, dan juga menjaga arah perkembangan tertib hukum sehingga tolok ukur tata nilai pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 tetap terjaga sebagai ideal yang setiap kali hendak diejawantahkan.39

39Herlien Budiono, Op. Cit, hlm 357

(44)

Asas keseimbangan dilandaskan pada upaya mencapai suatu keadaan seimbang yang sebagai akibat darinya harus memunculkan pengalihan kekayaan secara absah. Tidak terpenuhinya keseimbangan, dalam konteks asas keseimbangan, bukan semata menegaskan fakta dan keadaan, melainkan lebih dari itu berpengaruh terhadap kekuatan yuridikal perjanjian dimaksud.40

Asas keseimbangan menawarkan, dalam kaitan dengan situasi tidak seimbang yang terjadi selama atau setelah ditutupnya perjanjian, suatu pertanggungjawaban umum pemberlakuan keragaman norma serta juga untuk menilai dan menetapkan apakah terjadi keterikatan kontraktual yang adil.

Dalam tercipta atau terbentuknya perjanjian, keseimbangan bisa muncul sebagai akibat perilaku para pihak sendiri ataupun sebagai konsekuensi dari substansi (muatan isi) perjanjian atau pelaksanaan perjanjian.

41

Menyeimbangkan situasi dan kondisi dapat dilakukan dengan melakukan penyesuaian ataupun pengakhiran setelah dilakukan perundingan. Asas keseimbangan memiliki tujuan utama kepatutan sosial (sociale gezindheid) atau menjamin tercapainya keseimbangan antara satu individu dan lainnnya atau antara individu dan masyarakat.42

40Ibid., hlm 317

Jiwa keseimbangan, sebagaimana tercakup dalam asas keseimbangan, terungkap melalui kehendak, kepercayaan, dan pernyataan, dan sebab itu pula cakupan isinya berbeda dari yang muncul dalam pemikiran hukum Barat tradisional. Kehendak dilandaskan pada tata nilai dan

41Ibid., hlm 358

42Ibid., hlm 413

Referensi

Dokumen terkait

lain yang telah diberikan kepada pihak lain untuk invensi yang sama maka dapat dimintakan penghapusannya kepada Pengadilan Niaga, sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 132

Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) adalah Kredit yang diberikan oleh bank kepada debitur untuk digunakan membeli atau membayar sebuah bangunan rumah tinggal

37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU merupakan prosedur dan tata cara dalam melakukan renvoi terhadap perbedaan atau selisih dari jumlah hutang debitor pailit yang

Dari hasil penelitian ini juga diketahui bahwa undang-undang telah mengatur umur para pihak yang hendak melakukan perbuatan hukum, termasuk dalam hal yang

Kendala yang dialami PPAT dalam melaksanakan perannya turut mengawasi pemungutan BPHTB atas transaksi jual beli hak atas tanah dan bangunan di Kabupaten Samosir antara

atas 3 (tiga) objek tanah dan bangunan tersebut sekaligus melakukan peralihan hak atau balik nama ke atas nama Penggugat. Pertimbangan hukum oleh majelis hakim

Dalam hal status kekuatan alat bukti akta Notaris, suatu akta tersebut dapat mengalami penurunan mutu atau kemunduran atau kemerosotan status apabila dalam

Selain pengajuan gugatan derivatif sebagai bentuk perlindungan hukum terhadap pemegang saham, apabila direksi lalai dalam pelaksanaan tugas dalam hal ini