• Tidak ada hasil yang ditemukan

TESIS Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "TESIS Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara."

Copied!
119
0
0

Teks penuh

(1)

PENERAPAN PRINSIP MENGENALI PENGGUNA JASA OLEH NOTARIS SEBAGAI PIHAK PELAPOR DALAM TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG YANG MEMILIKI

KEWAJIBAN MENJAGA KERAHASIAN AKTA

BERDASARKAN UNDANG-UNDANG JABATAN NOTARIS

TESIS

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

ELISABETH 177011135 / M.Kn

PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2019

(2)
(3)

ABSTRAK

Peraturan Menteri Nomor 9 Tahun 2017 mengenai Prinsip Mengenali Pengguna Jasa (PMPJ) diterapkan dalam jabatan Notaris dalam rangka melaksanakan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2015 yang menyatakan Notaris sebagai salah satu pelapor dalam Tindak Pidana Pencucian uang (TPPU).

Meningkatnya angka TPPU serta rentannya TPPU yang melibatkan jasa notaris (gatekeeper) dalam upaya menyembunyikan asal usul harta kekayaan yang berasal dari tindak pidana asal menjadi penyebab diterapkannya PMPJ. Namun demikian kewajiban Notaris sebagai pelapor TPPU bertentangan (kontradiktif) dengan kewajiban untuk menjaga kerahasiaan akta yaitu sebagai pejabat umum yang berdasarkan Undang-undang Jabatan Notaris (UUJN) Pasal 16 ayat (1) huruf f harus menjaga kerahasiaan akta serta seluruh informasi yang diperolehnya pada proses pembuatan akta.

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif. Sifat penelitian ini adalah preskriptif analisis. Analisis data dilakukan dengan mengumpulkan data primer dan data sekunder. Selanjutnya dilakukan analisis secara kualitatif untuk membahas permasalahan berdasarkan peraturan perundangan dengan metode deduktif yaitu dimulai dari hal-hal yang umum untuk kemudian ditarik hal-hal yang bersifat khusus, dengan menggunakan ketentuan berdasarkan pengetahuan umum seperti teori-teori, dalil-dalil atau prinsip-prinsip dalam bentuk proporsi-proporsi untuk menarik kesimpulan terhadap fakta-fakta yang bersifat khusus, guna menjawab perumusan masalah dalam penelitian ini.

Pertentangan atas kewajiban notaris untuk menjaga aktanya dengan kewajiban sebagai pelapor TPPU, apabila dikaji sesuai hirarkhi perundang- undangan dengan merujuk pada Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundangan maka kedua bentuk aturan tersebut masih dibawah UUJN. Namun demikian kedua peraturan tersebut bersumber pada Undang-undang Pencehan dan Pemberantasan TPPU Nomor 8 Tahun 2010. Hal ini juga terkait peran notaris menjaga kepentingan negara (social ultimate goal) yaitu mendeteksi penggunaan jasa notaris oleh pelaku TPPU maka notaris wajib menerapkan PMPJ dalam kegiatan profesinya.

Peningkatan TPPU nasional ataupun global yang melibatkan gatekeeper serta munculnya kasus dugaan suap Wisma Atlet Sea Games di Padang, Sumatera Selatan yang melibatkan peran notaris dalam upaya pengaburan asal usul harta kekayaan yang berasal dari tindak pidana korupsi memunculkan kewajiban untuk melaksanakan PMPJ oleh notaris sebagai pihak pelapor TPPU. Pelaksanaan PMPJ oleh notaris di Medan masih mengalami hambatan yaitu ketidakyakinan para notaris menjalankan PMPJ terkait bentuk perundangan yang berada dibawah UUJN. Selain itu notaris sebagai pejabat umum yang mengurusi hal yang sifatnya privat harus tunduk pada ketentuan yang sifatnya publik. Atas hambatan tersebut maka sebaiknya Pemerintah merevisi UUJN dan melakukan sosialisasi melalui PPATK agar notaris memahami PMPJ serta melengkapi notaris dengan akses data sensus kependudukan.

Kata kunci: Notaris, Pengguna Jasa, Pihak Pelapor, Prinsip Mengenali Pengguna Jasa (PMPJ), Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU)

(4)

DAFTAR ISTILAH

PMPJ : Prinsip Mengenali Pengguna Jasa

TPPU : Tindak Pidana Pencucian Uang

PPATK : Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan

FATF : Financial Action Task Force

KUH Perdata : Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

KUHP : Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

(5)

KATA PENGANTAR

Pertama-tama penulis mengucapkan puji syukur kepada Allah karena berkat dan kasihNya sehingga tesis ini dapat penulis selesaikan dengan baik, walaupun penulis menyadari sepenuhnya bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan dikarenakan faktor teknis yang sangat terbatas.

Tesis ini berjudul PENERAPAN PRINSIP MENGENALI PENGGUNA JASA OLEH NOTARIS SEBAGAI PIHAK PELAPOR DALAM TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG YANG MEMILIKI KEWAJIBAN MENJAGA KERAHASIAAN AKTA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG JABATAN NOTARIS merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk menyelesaikan Program Studi Magister Kenotariatan pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Dengan segala keterbatasan penulis berharap kiranya tesis ini dapat bermanfaat bagi seluruh umat manusia.

Penulis menyadari bahwa tesis ini tidak akan selesai dengan baik tanpa bantuan, dukungan dan bimbingan dari berbagai pihak utamanya komisi pembimbing, baik yang bersifat moril maupun materiil. Oleh karena itu pada kesempatan ini, penulis dengan segala kerendahan hati menghaturkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat :

1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, M.Hum, selaku Rektor Universitas Sumatera Utara, atas kesempatan yang diberikan kepada penulis sebagai mahasiswa pada Program Studi Magister Kenotariatan, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk menyelesaikan pendidikan pada Program Studi Magister

(6)

Kenotariatan, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, juga selaku pembimbing satu yang memberikan masukan dan bimbingan dalam proses pembuatan tesis ini.

3. Ibu Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, M.Hum, selaku Ketua Prodi Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk menyelesaikan pendidikan pada Program Studi Magister Kenotariatan, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, juga selaku pembimbing yang memberikan bimbingan untuk proses penyelesain tesis ini.

4. Bapak Dr. Suprayitno, SH, Sp.N, MKn selaku pembimbing yang dengan sabar membimbing, memberikan arahan serta masukan dan dorongan motivasi untuk kesempurnaan hingga terselesaikannya penulisan tesis ini.

Atas segala bantuan tersebut penulis berdoa kiranya Bapak senantiasa mendapat lindungan, rahmat, berkat dan kasih-Nya dalam menjalani kehidupan serta pengabdian tugasnya kepada Nusa dan Bangsa serta Agama.

5. Bapak Dr. Faisal Akbar Nadsution, SH, MHum dan Dr. Tony, SH, MKn selaku penguji yang memberikan petunjuk, ulasan serta motivasi untuk kesempurnaan hingga terselesaikannya penulisan tesis ini.

Ucapan terima kasih tidak terhingga penulis haturkan kepada :

1. Kedua orang tua tercinta, Drs. Daud Rantetondok dan ibunda Narolita Ngatmi Suyanti yang telah membesarkan dan mendidik dengan memberikan kasih sayang kepada penulis sejak kecil hingga saat ini. Oleh karena itu penulis berdoa semoga ayahanda dan ibunda sehat dan panjang umur.

2. Suami Terkasih Ir. Partogi Binsar Simanjuntak yang dengan sabar selalu mendukung untuk menyelesaikan kuliah dan tesis ini serta anak-anak tercinta

(7)

Gianna, Naomi dan Bagas yang merupakan motivator utama penulis dalam menyelesaikan studi Magister Kenotariatan.

3. Bapak/ibu dosen dan rekan-rekan mahasiswa seperjuangan serta seluruh staf pada Program Studi Magister Kenotariatan, Fakultas Hukum, Universitas Sumatera Utara.

4. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam pelaksanaan penelitian tesis ini, baik langsung maupun tidak langsung yang tidak mampu penulis sebut satu persatu.

Penulis telah berusaha untuk menyelesaikan tesis ini dengan sebaik-baiknya namun sebagai manusia, penulis menyadari adanya kekurangan dan ketidak sempurnaan dalam tesis ini. Oleh karena itu penulis berharap kiranya para pembaca dapat memberikan kritik dan saran yang produktif.

Medan, 29 Juni 2019

Penulis

Elisabeth

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... ii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 9

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Manfaat Penelitian ... 10

E. Keaslian Penelitian ... 10

F. Kerangka Teori Dan Konsepsi ... 11

1. Kerangka Teori ... 11

2. Konsepsi... 18

G. Metode Penelitian... 20

1. Jenis dan Sifat Penelitian ... 20

2. Sumber Data ... 22

3. Teknik dan Alat Pengumpulan Data ... 23

4. Analisis Data ... 24

BAB II KEWAJIBAN NOTARIS MENERAPKAN PRINSIP MENGENALI PENGGUNA JASA ... 26

A. Prinsip Mengenali Pengguna jasa ... 26

B. Proses Pembuatan Akta oleh Seorang Notaris ... 36

C. Kewajiban Notaris menerapkan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa ... 51

BAB III PRINSIP MENGENALI PENGGUNA JASA JIKA DIKAITKAN DENGAN KETENTUAN BAGI NOTARIS UNTUK MENJAGA KERAHASIAAN AKTANYA ... 64

A. Kewajiban Notaris Menjaga Kerahasiaan Aktanya ... 64

B. Perlindungan hukum kepada notaris sebagai Pelapor dalam TPPU ... 74

C. Prinsip mengenali pengguna jasa jika dikaitkan dengan ketentuan bagi notaris untuk menjaga kerahasiaan aktanya .. 84

BAB IV IMPLEMENTASI ATAS PRINSIP MENGENALI PENGGUNA JASA BAGI NOTARIS DI KOTA MEDAN .... 90

A. Sosialisasi atas Peraturan Menteri Nomor 9 Tahun 2017 tentang Prinsip Mengenali Pengguna Jasa bagi Notaris ... 90

B. Hambatan bagi Notaris dalam melaksanakan PMPJ ... 95

C. Sanksi Notaris apabila tidak melaksanakan PMPJ... 97

D. Kaitan PMPJ yang Dilakukan Notaris dengan Ketentuan Notaris Selaku Pelapor dalam TPPU... 99

E. Implementasi atas Prinsip Mengenali Pengguna Jasa bagi Notaris di Kota Medan... 102

(9)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 104

A. Kesimpulan ... 104

B. Saran ... 106

DAFTAR PUSTAKA ... 108

(10)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Prinsip mengenali Pengguna Jasa diterapkan dalam jabatan notaris dalam rangka melaksanakan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2015 tentang pihak pelapor dalam Tindak Pidana Pencucian Uang yang mana dalam ketentuan tersebut juga melibatkan Notaris sebagai salah satu pelapor dalam Tindak Pidana Pencucian uang atau yang disebut juga dengan TPPU1. Prinsip Mengenali Pengguna Jasa bagi Notaris atau yang disebut juga dengan PMPJ merupakan bagian dari upaya mendeteksi adanya penggunaan jasa notaris oleh para pelaku TPPU dengan melakukan identifikasi dan verifikasi serta pemantauan transaksi atas profil, sumber dana dan identitas dokumen pada pengguna jasa Notaris.

TPPU merupakan tindak pidana yang dilakukan oleh pelaku dengan berusaha menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan yang merupakan hasil dari tindak pidana dengan berbagai cara agar harta kekayaan hasil tindak pidana sulit ditelusuri oleh aparat penegak hukum. TPPU selain mengancam stabilitas dan integritas sistem keuangan serta sistem perekonomian, juga dapat membahayakan sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara.

Dalam upaya mendukung pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang, Pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat telah membentuk Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang atau yang disebut juga PP TPPU.2

Identifikasi atas dokumen dan informasi yang disampaikan oleh pengguna jasa notaris dilaksanakan dalam upaya mengidentikasikan transaksi yang melibatkan fungsi notaris sebagai pembuat alat bukti berupa akta otentik. Upaya identifikasi

1Lihat Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Prinsip Mengenal Pengguna Jasa.

2Lihat Penjelasan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2015 tentang Pihak Pelapor dalam Pencegahan dan Pemberantasan tindak pidana pencucian uang.

(11)

2

atas TPPU diawali dengan melakukan identifikasi dan verifikasi atas profil, sumber dana dan pemilik manfaat dari para pihak.

Pasal 1 Peraturan Menteri Hukum dan Hak asasi Manusia Nomor 9 Tahun 2017 tentang penerapan PMPJ bagi notaris dinyatakan yang digolongkan dalam Transaksi Keuangan Mencurigakan adalah sebagai berikut:

1. Transaksi Keuangan yang menyimpang dari profil, karakteristik, atau kebiasaan pola transaksi dari Pengguna Jasa yang bersangkutan;

2. Transaksi Keuangan oleh Pengguna Jasa yang patut diduga dilakukan dengan tujuan untuk menghindari pelaporan transaksi yang bersangkutan yang wajib dilakukan oleh Pihak Pelapor sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai PP TPPU . 3. Transaksi Keuangan yang dilakukan atau batal dilakukan dengan

menggunakan harta kekayaan yang diduga berasal dari hasil tindak pidana; atau

4. Transaksi Keuangan yang diminta oleh PPATK untuk dilaporkan oleh Notaris karena melibatkan harta kekayaan yang diduga berasal dari hasil tindak pidana.3

Saat ini disadari kejahatan dibidang TPPU semakin berkembang yang dalam pelaksanaannya juga melibatkan profesional yang antara lain Lawyer, Akutan publik dan Notaris. Financial Action Task Force atau yang disebut juga FATF sebagai suatu forum kerjasama antar negara-negara yang fokus pada penerapan secara global rezim Anti Pencucian dan Pendanaan Terorisme. Dalam rangka proses pemberantasan atas TPPU maka FATF melakukan penelurusan atas aliran dana/uang haram (follow the money trial), yang disebabkan karena rentannya para pelaku menggunakan jasa professional seperti notaris untuk mengabulkan asal usul keuangan nasabah sehingga memunculkan konsep Gate Keeper yaitu :

3Lihat Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Prinsip Mengenal Pengguna Jasa.

(12)

3

“Designated non-financial business and profession” including lawyers, notaries, real estate agents, trust, casino, ac-account and other independent legal professional who perform the role of trusted third party. 4

Pihak-pihak yang berbentuk non lembaga keuangan dan professional yang dilibatkan oleh Pelaku TPPU dalam upaya memfasilitasi pencucian uang termasuk diantaranya pengacara, notaris, agen real estate, dan professional lainnya.

Baker Stephen menyatakan Gatekeeper yaitu individu yang memberikan jasa menyembunyikan perolehan hasil korupsi dengan cara memasukkannya ke dalam sistem keuangan, perusahaan, dan skema lainnya baik secara domestik maupun internasional. Hal ini juga sejalan dengan hasil pengamatan Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK) bahwa pemakaian jasa Gatekeeper oleh koruptor untuk menghindari money laundering meningkat drastis yaitu dengan skema penggunaan notaris dalam hal pengunaan jasa notaris sebagai negosiator dalam harga dan mencari pembeli serta pengaburan aset para koruptor.5

Pelaksanaan Rezim anti Pencucian uang di Indonesia dimulai sejak tahun 2000an sejak diundangkannya Undang-undang Nomor 15 tahun 2002 yang kemudian diperbaharui oleh Undang-undang Nomor 25 tahun 2003.6 Perubahan atas undang-undang Pencucian uang juga dipengaruhi dengan kompleksitas TPPU baik global ataupun nasional sehingga pada tahun 2010 Rezim Anti Pencucian semakin berkembang dengan diundangkannya Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang PP TPPU yang kemudian di tahun 2013 ditambah dengan konsep

4 Paku Utama, 2016,Gatekeepers’ Roles as a Fundamental Key in Money Laundering, Indonesian Law Review, Number 2 Volume 6, (May-August 2016).

5Bismar Nasution, 2018, Pembekalan dan Seminar Ikatan Notaris, Medan 29 September 2018

6Ibid.

(13)

4

Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme melalui Undang-undang Nomor 9 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.7

Perkembangan selanjutnya atas rezim anti pencucian uang adalah dengan disempurnakannya istilah Know Your Customer (KYC) menjadi PMPJ atau juga dikenal dengan istilah Customer Due Diligence (CDD). Kewajiban menerapkan PMPJ diundangkan di dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 Pasal 18 ayat (2) yang pada saat itu penggolongan pelapor masih sebatas Lembaga Jasa Keuangan (PJK) dan Penyedia Barang dan Jasa.

Kewajiban menerapkan PMPJ sebagaimana dimaksud dalam pasal tersebut diatas dilakukan pada saat :

a. Melakukan hubungan usaha dengan Pengguna Jasa.

b. Terdapat transaksi keuangan dengan mata uang rupiah dan/atau mata uang asing yang nilainya paling sedikit atau setara dengan Rp.100.000.000,- (seratus juta rupiah).

c. Terdapat transaksi keuangan yang terkait TPPU dan tindak pidana pendanaan terorisme.

d. Pihak pelapor meragukan kebenaran informasi yang dilaporkan pengguna jasa.8

Dengan dikeluarkannnya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2015 tentang Pihak Pelapor dalam TPPU dinyatakan dalam Pasal 3 pihak pelapor termasuk juga sebagai profesi sebagai berikut :

a. Advokat b. Notaris

c. Pejabat pembuat akta tanah d. Akuntan

e. Akuntan public

f. Perencana keuangan yang dalam pelaksanaannya diatur dengan Peraturan Pemerintah.9

7Ibid.

8Lihat Pasal 18 ayat (3) Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.

9Lihat Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2015 tentang Pihak Pelapor dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

(14)

5

Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 2015 tentang pihak pelapor dalam TTPU dilaksanakan dengan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 9 tahun 2017 tentang PMPJ. Pasal 1 ayat 3 dan 4 menyatakan Pengguna Jasa Notaris adalah setiap orang yang menggunakan jasa notaris baik perseorangan atau korporasi.10

Penerapan atas PMPJ sebagaimana dimaksud pada Pasal 2 ayat (3) berlaku bagi Notaris dalam memberikan jasa berupa mempersiapkan dan melakukan transaksi untuk kepentingan atau untuk dan atas nama Pengguna Jasa dalam hal : a. pembelian dan penjualan properti;

b. pengelolaan terhadap uang, efek, dan/atau produk jasa keuangan lainnya;

c. pengelolaan rekening giro, rekening tabungan, rekening deposito, dan/atau rekening efek;

d. pengoperasian dan pengelolaan perusahaan; dan/atau;

e. pendirian, pembelian, dan penjualan badan hukum.11

Notaris yang dinyatakan di dalam Undang-undang Jabatan Notaris sebagai pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan memiliki kewenangan dalam menjalankan jabatannya berdasarkan ketentuan di dalam Undang-undang Jabatan Notaris dalam hal ini diwajibkan untuk menerapkan PMPJ untuk melaksanakan ketentuan notaris sebagai salah satu Profesi yang diwajibkan melaporkan TPPU.

Prinsip mengenali Pengguna Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tersebut paling sedikit memuat :

a. Identifikasi Pengguna Jasa b. Verifikasi Pengguna Jasa

c. Pemantauan Transaksi Pengguna Jasa.12

10Lihat Pasal 1 ayat 3 dan 4 Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Prinsip Mengenal Pengguna Jasa.

11 Lihat Pasal 2 ayat 3 dan 4 Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Prinsip Mengenal Pengguna Jasa.

(15)

6

Ketentuan tersebut diketahui bahwa Notaris dalam menjalankan kegiatan profesinya wajib melakukan identifikasi atas profil pengguna jasa notaris.

Notaris melakukan identifikasi dengan melakukan pengumpulan informasi serta dokumen identitas pengguna jasa mencakup pengguna jasa perseorangan, pekerjaan, NPWP, sumber dana dan hubungan usaha atau tujuan transaksi yang dilakukan pengguna jasa dengan notaris.13

Identifikasi pengguna jasa Korporasi mencangkup identitas pengguna jasa korporasi, sumber dana, hubungan usaha atau tujuan transaksi yang akan dilakukan pengguna jasa dengan notaris, informasi pihak yang ditunjuk mempunyai wewenang bertindak untuk dan atas nama korporasi serta pemilik manfaat atau beneficial owner atas korporasi.14

Beneficial owner adalah setiap orang pemilik manfaat yang dalam Pasal 1 ayat (9) Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2017 tentang Penerapan PMPJ bagi Notaris menyatakan :

1. Yang memilik hak atas dan/atau menerima manfaat tertentu yang berkaitan dengan Transaksi Pengguna Jasa baik secara langsung maupun tidak langsung.

2. Merupakan pemilik sebenarnya dari harta kekayaan yang berkaitan dengan Transaksi Pengguna Jasa.

3. Mengendalikan Transaksi Pengguna Jasa 4. Memberikan kuasa untuk melakukan transaksi 5. Mengendalikan Korporasi; dan / atau

6. Merupakan pengendali akhir dari transaksi yang dilakukan melalui badan hukum atau suatu perjanjian.15

12Lihat Pasal 2 ayat (2) Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Prinsip Mengenal Pengguna Jasa.

13Lihat Pasal 7 ayat (1) Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Prinsip Mengenal Pengguna Jasa.

14Lihat Pasal 7 ayat (2) Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Prinsip Mengenal Pengguna Jasa.

15Pasal 1 ayat (9) Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2017 tentang Penerapan Prinsip Mengenal Pengguna Jasa Bagi Notaris.

(16)

7

Dalam ketentuan UUJN dinyatakan Notaris merupakan pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik, yang memiliki fungsi sebagai alat bukti untuk menciptakan kepastian dan perlindungan hukum bagi masyarakat. 16 Notaris memiliki peran untuk membantu menciptakan kepastian dan perlindungan hukum bagi masyarakat dengan menerbitkan pembuktian berupa akta autentik.17

Notaris dalam melaksanakan kegiatan profesi diatur oleh Undang-undang Peraturan Jabatan Notaris yang dikenal dengan Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 2 tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris.

Terkait dengan pengaturan isi akta diatur di dalam Pasal 4 ayat (2) jo Pasal 16 ayat (1) huruf f yang menyatakan bahwa dalam menjalankan jabatannya, Notaris berkewajiban merahasiakan segala sesuatu mengenai akta yang dibuatnya dan segala keterangan yang diperoleh guna pembuatan akta sesuai dengan sumpah atau janji jabatan, kecuali undang-undang menentukan lain.18 Hal ini merupakan wujud dari jabatan kepercayaan dari masyarakat dalam lalu lintas hukum perdata yaitu untuk merahasiakan mengenai segala sesuatu akta yang dibuatnya.19

Hal ini mengatur jelas bahwa seorang notaris kecuali undang-undang menentukan lain, dalam menjalankan profesinya diwajibkan menjaga seluruh

16Abdulkadir Muhammad dalam Habib Adjie, Aspek Pertanggungjawaban Notaris dalam Pembuatan Akta, Cetakan I;CV.Mandar Maju, Bandung, 2011, h.7.

17Lihat Pasal 1 ayat (7) Undang-undang Jabatan Notaris No 2 tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris.

18Undang-undang Jabatan Notaris No 2 tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang- undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris

19 Khairulnas, Panduan Notaris/PPAT dalam menghadapi gugatan perdata, Cetakan I, UII Press. Jogja, 2018

(17)

8

informasi di dalam akta baik infomasi mengenai para penghadap, keterangan mengenai transaksi didalam akta serta hal-hal lain yang terkait di dalam isi akta.20

Terkait dengan kewajiban untuk menjaga seluruh informasi dalam akta, Abdulkadir Muhammad menyatakan bentuk-bentuk tanggung jawab Notaris dapat diberi pengertian sebagai berikut:

1. Notaris dituntut melakukan pembuatan akta dengan baik dan benar artinya akta yang dibuat itu memenuhi kehendak hukum dan permintaan pihak yang berkepentingan karena jabatannya.

2. Notaris dituntut menghasilkan akta yang bermutu artinya akta yang dibuatnya itu sesuai dengan aturan hukum dan kehendak pihak yang berkepentingan dalam arti sebenarnya bukan mengada-ada. Notaris harus menjelaskan kepada pihak yang berkepentingan kebenaran isi dan prosedur akta yang dibuatnya itu.

3. Berdampak positif, siapapun akan mengakui akta notaris itu mempunyai kekuatan bukti sempurna.21

Ketentuan mengenai kewajiban seorang notaris untuk merahasiakan segala sesuatu yang terkait dengan isi dan keterangan mengenai akta yang dibuatnya, melahirkan ketentuan tentang hak ingkar seorang notaris yang dapat diterapkan apabila seorang notaris ketika diminta untuk menjadi saksi di persidangan dan/

atau tidak berbicara di persidangan berkaitan dengan permasalah hukum akta yang dibuat notaris.22

Namun demikian terkait dengan peran Notaris sebagai pihak pelapor dalam TPPU yang dilaksanakan dengan menerapkan PMPJ berdasarkan Peraturan Menteri Nomor 9 Tahun 2017 bertentangan (kontradiktif) dengan ketentuan seorang notaris untuk menjaga kerahasiaan aktanya seperti yang diatur dalam peraturan jabatan notaris. Dua hal yang saling berlawanan dimana seorang Notaris wajib menjaga kerahasiaan aktanya berdasarkan profesi serta sumpah

20Lihat Pasal 4 ayat 2 jo Pasal 16 ayat 1 huruf f Undang-undang Jabatan Notaris No 2 tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris.

21Habib Adjie, Aspek Pertanggungjawaban Notaris dalam Pembuatan Akta, Cetakan I, CV. Mandar Maju, Bandung, 2011, h.7.

22Habib Adjie, Hukum Notaris Indonesia, Cetakan IV, PT. Refika Aditama Bandung, 2014, h.89.

(18)

9

jabatannya, namun di sisi lain pemerintah meminta Notaris untuk membuka kerahasiaan akta tersebut.

Dengan demikian, menarik bagi penulis untuk mengangkat judul ini untuk melihat bagaimana seorang notaris dikota Medan yang dalam Undang-Undang Peraturan Jasa Notaris Pasal 16 ayat (1) huruf f dinyatakan seorang notaris wajib menjaga kerahasian aktanya, sedangkan dalam Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 9 Tahun 2017 dinyatakan dalam menjalankan kegiatan profesinya diwajibkan untuk melaksanakan PMPJ selaku pihak pelapor dalam TPPU.

B. Perumusan Masalah

Adapun permasalahan yang akan diteliti lebih lanjut dalam tesis ini adalah:

1. Mengapa PMPJ perlu diterapkan kepada notaris terkait dengan kewenangan yang dimilikinya?

2. Bagaimana penerapan PMPJ jika dikaitkan dengan ketentuan bagi notaris untuk menjaga kerahasiaan aktanya?

3. Bagaimana penerapan PMPJ bagi Notaris di Kota Medan?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang dikemukakan diatas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui dan menganalis ketentuan mengenai PMPJ yang dianggap perlu diterapkan kepada notaris terkait dengan kewenangan yang dimilikinya.

2. Untuk mengetahui dan menganalisis penerapan PMPJ jika dikaitkan dengan ketentuan bagi notaris untuk menjaga kerahasiaan aktanya.

(19)

10

3. Untuk mengetahui dan menganalisis atas pelaksanaan dari Peraturan Menteri Nomor 9 Tahun 2017 mengenai penerapan Prinsip PMPJ bagi Notaris di Kota Medan.

D. Manfaat Penelitian

Tujuan dan manfaat penelitian merupakan suatu rangkaian yang hendak dicapai bersama, dengan demikian dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Secara teoritis, diharapkan penelitian ini dapat menambah bahan pustaka/literatur mengenai kewajiban seorang Notaris untuk melaksanakan PMPJ dalam sebuah akta berdasarkan Peraturan Menteri Nomor 9 Tahun 2017 mengenai PMPJ bagi Notaris .

2. Secara praktis, dari hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dalam bidang hukum khususnya hukum dibidang Kenotariatan sehingga dapat dijadikan bahan bagi kalangan yang berminat mempelajarinya serta menjadi sosialisasi bagi para calon notaris mengenai ketentuan pelaksanaan PMPJ dalam praktek kerja Notaris di kota Medan.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan informasi yang ada dan sepanjang penelusuran kepustakaan yang ada dilingkungan Universitas Sumatera Utara, khususnya dilingkungan Magister Kenotariatan dan Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara Medan, belum ada penelitian sebelumnya yang berjudul “Penerapan Peraturan Menteri Nomor 9 Tahun 2017 tentang Prinsip Mengenali Pengguna Jasa dalam

(20)

11

Praktek Notaris selaku Pihak Pelapor dalam TPPU”. Akan tetapi terdapat beberapa penelitian yang menyangkut masalah pencegahan atas Tindak Pidana Pencucian Uang yang melibatkan notaris sebagai pihak pelapor, yaitu penelitian yang dilakukan antara lain:

Analisis Yuridis kewajiban Notaris merahasiakan akta terkait Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2015 mengenai Notaris sebagai Pihak Pelapor dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pindana Pencucian Uang.

Ira Quawaty Saragih, NIM: 137011079.

Permasalahan yang dibahas :

a. Bagaimana kedudukan sumpah/janji dan kewajiban Notaris merahasiakan akta menurut ketentuan Undang-undang Jabatan Notaris dalam pembuatan akta?

b. Bagaimana pertimbangan memasukkan Notaris sebagai pihak pelapor dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang terhadap akta yang dibuatnya?

c. Bagaimana pengaruh Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2015 terhadap notaris sebagai pihak pelapor dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang terkait dengan kerahasiaan akta yang dibuatnya?

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Kerangka teori merupakan teori yang dibuat untuk memberikan gambaran sistematis mengenai masalah yang akan diteliti. Teori ini masih bersifat sementara yang akan dibuktikan kebenarannya dengan cara meneliti secara realitas. Teori

(21)

12

adalah suatu penjelasan yang berupaya untuk menyederhanakan pemahaman mengenai suatu fenomena atau teori juga merupakan kesimpulan dari rangkaian berbagai fenomena menjadi penjelasan yang sifatnya umum.23

Teori adalah penjelasan mengenai gejala yang terdapat dalam dunia fisik tersebut tetapi merupakan suatu abstraksi intelektual dimana pendekatan secara rasional digabungkan dengan pengalaman empiris. Artinya teori ilmu merupakan suatu penjelasan rasional yang berkesesuaian dengan objek yang dijelaskannya.

Suatu penjelasan biar bagaimanapun meyakinkan, tetapi harus didukung oleh fakta empiris untuk dapat dinyatakan benar.24

Dalam setiap penelitian harus disertai dengan pemikiran-pemikiran yang teoritis. Teori adalah menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi.25

Soerjono Soekanto menyatakan beberapa kegunaan dari kerangka Teoritis adalah sebagai berikut26 :

1. Teori digunakan untuk mempertajam atau lebih khususkan fakta yang hendak diselidiki atau dicek kebenarannya

2. Teori berguna untuk mengembangkan sistem klasifikasi fakta, membina struktur konsep-konsep serta memperkembangkan definisi-definisi.

3. Teori merupakan ikhtiar daripada hal-hal yang telah diketahui serta diuji kebenarannya yang menyangkut objek yang diteliti.

23 Mukti Fajar Nurdewata, Penelitian Hukum Normatif dan Empiris,Pustaka Pelajar Yogyakarta,2010, h.134.

24 M.Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, CV.Mandar Maju, Bandung, 1994, h.27.

25Ibid.

26Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 1982, h.121.

(22)

13

4. Teori memberikan kemungkinan pada prediksi fakta mendatang, oleh karena telah diketahui sebab-sebab terjadinya fakta tersebut dan mungkin faktor-faktor tersebut akan timbul lagi pada masa- masa mendatang.

5. Teori memberikan petunjuk-petunjuk terhadap kekurangan- kekurangan pada pengetahuan peneliti.

Terdapat 4 (empat) ciri kerangka teori dalam penulisan karya ilmiah hukum, yaitu: teori hukum, asas-asas hukum, doktrin hukum dan ulasan pakar hukum berdasarkan dalam pembidangan kekhususannya.27 Berkaitan dengan pendapat tersebut maka teori adalah serangkaian konsep, defenisi dan proposal yang berkaitan dan bertujuan untuk memberikan gambaran secara sistematis tentang suatu gejala.28

Dalam menjawab rumusan masalah yang ada, secara teoritis tesis ini menggunakan teori Perundang-undangan (Stufenbau Theory) dan perlindungan hukum .

1. Teori Perundang-undangan (Stufenbau Theory)

Menurut Hans Kelsen teori perundang-undangan mengatur mengenai norma hukum. Dalam teori tersebut mengatur bahwa suatu norma hukum harus bersumber dan berdasar pada norma yang diatasnya, tetapi kebawah juga menjadi dasar dan menjadi sumber bagi norma hukum dibawahnya, sehingga suatu norma hukum itu mempunyai masa berlaku (rechtskraht) yang relatif oleh karena masa berlakunya suatu norma hukum tergantung pada norma hukum diatasnya.29

27 Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika,Jakarta, 2009, h.79.

28 Bahder Johan Nasution, Metode Penelitian Hukum, Mandar Maju, Bandung, 2008, h.141.

29Hans Kelsen dalam Jimly Asiddiqqie dan M. Ali Safa‟at, 2006 , Teori Hans Kelsen Tentang Hukum, Jakarta, Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, Jakarta, 2006, h.9

(23)

14

Prosedur untuk menjalankan amanah Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2015 tentang Pihak Pelapor dalam TPPU yang dilaksanakan dengan Peraturan Menteri Nomor 9 Tahun 2017 tentang Penerapan PMPJ yang mana dijalankan dalam rangka pelaksanaan profesi notaris sebagai Pihak Pelapor dalam TPPU.

Pemahaman mengenai PMPJ muncul setelah semakin berkembangnya Rezim Anti Pencucian Uang yang disebabkan semakin meningkatnya pola-pola transaksi mencurigakan yang saat ini menggunakan jasa profesional seperti pengacara, notaris dan konsultan pajak.

Didasari atas ketentuan mengenai Pencucian Uang yang terdapat didalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 maka kemudian pemahaman tentang Prinsip Mengenali Nasabah (Know Your Customer) berkembang menjadi PMPJ (Customer Due Diligence) sejalan dengan perkembangan konsep pelapor dalam TPPU yang melibatkan unsur notaris sebagai salah satu pihak pelapor.

Di sisi lain perkembangan atas konsep pelapor masih belum diatur dengan jelas didalam Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 2 tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris.

Undang-undang Notaris tidak pernah mengatur atas ketentuan pelaporan TPPU serta kewajiban melaksanakan PMPJ, justru yang dengan tegas menyatakan setiap notaris diwajibkan untuk menjaga kerahasiaan akta yang dibuatnya kecuali undang-undang menentukan lain.

Tesis ini juga menggunakan pendekatan teori jenjang norma yang dikemukakan oleh Hans Nawiasky dalam ajarannya yaitu Staatsfundamentalnorm (norma dasar suatu negara). Menurut Hans Nawiasky, isi Staatsfundamentalnorm ialah norma yang merupakan dasar bagi pembentukan konstitusi atau undang-undang dasar suatu negara (Staatsverfassung), termasuk norma pengubahnya. Hakikat hukum suatu Staatsfundamentalnorm ialah syarat bagi berlakunya suatu konstitusi atau

(24)

15

undang-undang. Ia ada terlebih dulu sebelum adanya konstitusi atau undang- undang. Konstitusi menurut Carl Schmitt merupakan keputusan atau konsensus bersama tentang sifat dan bentuk suatu kesatuan politik (eine Gesammtentscheidung uber Art und Form einer politischen Einheit), yang disepakati oleh suatu negara.30

Hans Nawiasky dalam bukunya yang berjudul Allgemeine Rechtslehre mengemukakan bahwa sesuai dengan teori Hans Kelsen suatu norma hukum dari negara manapun selalu berlapis-lapis dan berjenjang-jenjang, dimana norma yang dibawah berlaku, berdasar dan bersumber pada norma yang lebih tinggi, norma yang lebih tinggi berlaku, berdasar dan bersumber norma yang lebih tinggi lagi, sampai pada suatu norma yang tertinggi yang disebut norma dasar.31 Hal ini sejalan dengan ketentuan Pasal 7 ayat 1 Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 mengenai hierarki Perudang-undangan di Indonesia, antara lain:

1. Undang-Undang Dasar 1945;

2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;

3. Undang-Undang/ Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;

4. Peraturan Pemerintah;

5. Keputusan Presiden;

6. Peraturan Daerah Provinsi; dan 7. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

Teori jenjang norma yang dikemukakan oleh Hans Nawiasky ini dapat menjelaskan kedudukan Pasal 4 ayat (2) dan Pasal 16 ayat (1) huruf f Undang- Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris yang mewajibkan notaris harus merahasiakan akta yang dibuatnya, sedangkan disisi lain notaris diamanatkan untuk menjalankan PMPJ dalam Peraturan Menteri Nomor 9 Tahun 2017 berkaitan dengan peran notaris sebagai salah satu pihak pelapor TPPU.

30Hans Nawiasky dalam Maria Farida Indrati Soeprapto, Ilmu Perundang-Undangan, Dasar-Dasar dan Pembentukannya, Kanisius,Yogyakarta,1998, h.28.

31Ibid., h.27.

(25)

16

Terkait dengan asas hirarkhi perundang-undangan yang menyatakan bahwa peraturan yang derajatnya lebih tinggi mengesampingkan peraturan yang derajatnya lebih rendah yaitu antara Undang-undang yang mengatur jabatan Notaris Nomor 30 Tahun 2004 yang dirubah dengan Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 dengan Peraturan Menteri Nomor 9 Tahun 2017 mengenai penerapan PMPJ bagi notaris maka kewajiban untuk merahasiakan data pengguna jasa tidak dapat dibuka oleh notaris karena bentuk perundangan yang mengatur perihal PMPJ dan notaris sebagai pelapor TPPU berada dibawah hirarkhi perundang-undangan UUJN.

2. Teori perlindungan hukum

Teori perlindungan hukum digunakan dalam hal melakukan analisa terhadap kewajiban notaris dalam menjaga rahasia isi akta yang diperbuatnya akan tetapi disisi lain harus menjalankan PMPJ berkaitan dengan ketentuan notaris sebagai Pihak Pelapor Dalam TPPU.

Menurut Fitzgerald, teori pelindungan hukum bahwa hukum bertujuan mengintegrasikan dan mengkoordinasikan berbagai kepentingan dalam masyarakat karena dalam suatu lalu lintas kepentingan, perlindungan terhadap kepentingan tertentu hanya dapat dilakukan dengan cara membatasi berbagai kepentingan di lain pihak.32 Kepentingan hukum adalah mengurusi hak dan kepentingan manusia, sehingga hukum memiliki otoritas tertinggi untuk menentukan kepentingan manusia yang perlu diatur dan dilindungi.33

32Satijipto Raharjo, Ilmu Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000, h. 53.

33Ibid., h.69.

(26)

17

Sejalan dengan pemahaman teori perlindungan hukum maka dalam penelitian ini akan menganalisis aspek perlindungan hukum terhadap notaris yang secara profesional berdasarkan ketentuan dalam Undang-undang Jabatan Notaris Nomor 2 tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 yang mana seorang notaris harus menjaga kerahasiaan aktanya tapi di sisi lain harus menjadi pihak pelapor atau membuka aktanya dalam hal memberikan kesaksian kepada aparat penegak hukum apabila pengguna jasa notaris terlibat dalam TPPU.

Sejalan apa yang dikemukakan Roscoe Pound, bahwa tujuan hukum sebagai alat pembaharuan masyarakat (law as tool of social engineering).

Kepentingan manusia adalah suatu tuntutan yang dilindungi dan dipenuhi manusia dalam bidang hukum. Roscoe Pound membagi kepentingan manusia yang dilindungi hukum menjadi tiga macam, yaitu: 34

a. Publik interest (kepentingan umum);

b. Social interest (kepentingan masyarakat); dan c. Privaat interest (kepentingan individu).

Menurut Roscoe Pound, hukum adalah untuk “menata kepentingan-kepentingan yang ada dalam masyarakat”. Kepentingan-kepentingan tersebut harus ditata sedemikian rupa agar tercapai keseimbangan yang proporsional. Manfaatnya adalah terbangunnya suatu struktur masyarakat sedemikian rupa hingga secara maksimum mencapai kepuasan akan kebutuhan dengan seminimum mungkin

34 Faisal Santiago, Pengantar Hukum Bisnis, Mitra Wacana Media,Jakarta, 2012, h.2.

(27)

18

menghindari benturan.35 Sehingga hukum bertujuan memberikan perlindungan terhadap para pihak/masyarakat dengan mewajibkan agar notaris dalam pembuatan akta harus menjaga dan melindungi kepentingan para pihak yang memakai jasanya dan kepentingan notaris itu sendiri selaku pejabat umum dalam menjalankan tugas jabatannya serta menjaga kepentingan negara (social ultimate goal) selaku lembaga yang memberikan kewenangan kepada notaris untuk melaksanakan urusan pemerintahan dibidang hukum perdata (privat).

2. Kerangka Konsepsi

Kerangka konseptual merupakan suatu pengarahan atau pedoman yang lebih konkrit kepada kerangka teoritis yang sering sekali bersifat abstrak.

Walaupun demikian suatu kerangka konseptual belaka, kadang-kadang dirasakan masih juga abstrak sehingga diperlukan definisi-definisi operasional yang akan menjadi pegangan konkrit dalam proses penelitian. Dengan demikian maka kecuali terdiri dari pada konsep-konsep, suatu kerangka konsepsional dapat pula mencangkup definisi-definisi operasional. Definisi merupakan keterangan mengenai maksud dan tujuan untuk memakai sebuah lambang secara khusus yaitu menyatakan apa arti sebuah kata.36

Konsepsi adalah suatu bagian terpenting dari teori, peranan konsepsi dalam penelitian ini untuk menggabungkan teori dengan observasi, antara abstrak dan kenyataan. Konsep diartikan sebagai kata yang menyatukan abstraksi yang

35Satjipto Rahardjo, op.cit., h.85.

36Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Cetakan ketiga, Universitas Indonesia Press, jakarta, 1986, h.132.

(28)

19

digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus yang disebut definisi operasional.37 Adapun uraian dari pada konsep yang dipakai dalam penelitian ini adalah:

a. Notaris

Menurut Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris, yang dimaksud dengan notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini atau berdasarkan undang- undang lainnya.38

b. Pengguna Jasa adalah pihak yang menggunakan jasa Pihak Pelapor yang dalam hal ini adalah notaris.39

c. Transaksi Keuangan Mencurigakan adalah:

1) Transaksi keuangan yang menyimpang dari profil, karakteristik atau kebiasaan pola transaksi dari pengguna jasa yang bersangkutan.

2) Transaksi yang dilakukan oleh Pengguna jasa yang patut diduga dilakukan dengan tujuan utnuk menghindari pelaporan transaksi yang bersangkutan yang wajib dilakukan oleh Pihak Pelapor sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang.

3) Transaksi Keuangan yang dilakukan atau batal dilakukan dengan menggunakan harta kekayaan yang diduga berasal dari tindak pidana.

37 Samadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, Raja Grafindo Persada,Jakarta, 1998, h.31.

38Lihat Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris.

39Lihat Pasal 1 angka (4) Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2015 Tentang Pihak Pelapor dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang

(29)

20

4) Transaksi Keuangan yang diminta oleh Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan untuk dilaporkan oleh Notaris karena melibatkan harta kekayaan yang diduga berasal dari hasil tindak pidana.40

d. Prinsip Mengenal Pengguna Jasa (PMPJ/ Customer Due Diligence).

Menurut Pasal 2 angka (2) Peraturan Menteri Nomor 9 Tahun 2017 Tentang PMPJ adalah paling sedikit memuat identifikasi pengguna jasa, verifikasi pengguna jasa serta pemantauan transaksi pengguna jasa.41

e. Tindak Pidana Pencucian Uang

TPPU adalah suatu proses atau perbuatan yang bertujuan untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta uang atau harta kekayaan yang diperoleh dari tindak pidana yang kemudian dirubah menjadi harta kekayaan yang seolah-olah berasal dari kegiatan yang sah.42

f. Pihak Pelapor

Setiap orang yang menurut peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang wajib menyampaikan laporan kepada PPATK.43

40Lihat Pasal 1 angka (7) Peraturan Menteri Nomor 9 Tahun 2017 Tentang Penerapan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa bagi Notaris.

41Lihat Pasal 2 angka (2) Peraturan Menteri Nomor 9 Tahun 2017 Tentang Penerapan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa bagi Notaris.

42 Keputusan Kepala PPATK Nomor : 2/1/KEP PPATK/2003 tentang Pedoman Umum Pencegahan dan Pemberantasan TPPU bagi penyedia jasa keuangan.

43 Pasal 1 angka (4) Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2015 Tentang Pihak Pelapor dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

(30)

21

G. Metode Penelitian 1. Jenis dan Sifat Penelitian

Sesuai dengan permasalahan dan tujuan penelitian ini, maka sifat penelitian yang digunakan adalah preskriptif analitis, artinya suatu penelitian yang ditujukan untuk mendapatkan saran-saran mengenai apa yang harus dilakukan untuk mengatasi masalah-masalah tertentu.44

Penelitian ini memberikan gambaran tentang pelaksaan PMPJ oleh Notaris sebagai salah satu pelapor dalam TPPU, dimana Notaris memiliki kewajiban untuk menjaga kerahasiaan aktanya berdasarkan Undang-undang Jabatan Notaris akan tetapi di sisi lain berdasarkan Peraturan Menteri wajib melaksanakan PMPJ dalam rangka melaksanakan Peraturan Pemerintah sebagai pelapor TPPU yang kemudian dianalisis dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan dan norma-norma yang terkandung dalam peraturan tersebut serta pendapat para pakar yang relevan dengan permasalah yang dibahas sehingga akan menghasilkan kesimpulan dan saran sebagai rekomendasi akademik dalam bidang hukum kenotariatan.

Menurut Soerjono Soekanto, penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan analisa dan konstruksi yang dilakukan secara metodelogis, sistematis, dan konsisten.45 Penelitian (research) sesuai dengan tujuannya dapat

44 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2007, hal 93.

45 Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Sinar Grafika, Jakarta, 1996, h.2.

(31)

22

didefinisikan sebagai usaha untuk menemukan, mengembangkan, dan menguji kebenaran suatu pengetahuan.46

Jenis penelitian yang digunakan adalah metode penelitian hukum yuridis normatif. Penelitian yuridis normatif adalah pendekatan yang dilakukan berdasarkan bahan hukum utama dengan cara menelaah teori-teori, konsep- konsep, asas-asas hukum serta peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan penelitian ini. Dimana penelitian ini dilakukan dengan cara mengkaji peraturan perundang-undangan yang berlaku mengenai notaris serta kaitannya sebagai Pihak Pelapor dalam Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

2. Sumber Data/Bahan Hukum

Sumber bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder melalui studi dokumen-dokumen, untuk memperoleh data yang diambil dari bahan kepustakaan, diantaranya adalah:

a. Bahan Hukum Primer47 yaitu bahan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat sebagai landasan utama yang dipakai dalam rangka penelitian ini diantaranya adalah Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang PP TPPU, Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2015 Tentang Pihak Pelapor dalm TPPU, Peraturan Menteri tentang PMPJ, TPPU dan KUHPidana serta KUHPerdata.

46 Muslam Abdurrahman, Sosiologi dan Metode Penelitian Hukum, UMM Press, Malang, 2009, h.91.

47 Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia Indonesia Jakarta, 1990, h.53.

(32)

23

b. Bahan Hukum Sekunder48 yaitu bahan-bahan yang erat hubungannya dengan bahan hukum primer dan dapat membantu menganalisis dan memahami bahan hukum primer, seperti buku-buku yang berkaitan dengan penelitian, hasil penelitian, hasil seminar, hasil karya dari kalangan hukum dan literatur- literatur.

c. Bahan Hukum Tersier,49 yaitu bahan-bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.

Bahan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah kamus hukum, surat kabar, ensiklopedia, makalah yang berkaitan dengan objek penelitian.

3. Teknik dan Alat Pengumpulan Data a. Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan Studi Pustaka (Library research) dan studi lapangan (Field research) yang mana studi pustaka yaitu menghimpun data dari hasil pencarian bahan pustaka atau data sekunder yang meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier. Untuk memperoleh data-data ini akan menggunakan alat penelitian studi dokumen/pustaka atau penelitian pustaka yaitu dengan cara mengumpulkan semua peraturan perundang undangan, dokumen-dokumen hukum dan buku-buku yang berkaitan dengan rumusan masalah penelitian.50

48 Ibid

49 Soerjono Soekanto, Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Cetakan V, PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2001, h.13.

50 Mukhti Fajar dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2010, h.156.

(33)

24

Sedangkan studi lapangan dilakukan dengan cara wawancara langsung antara peneliti dengan responden atau nara sumber atau informan untuk mendapatkan informasi.

Tehnik pengumpulan data lapangan dengan metode wawancara mempunyai keunggulan yaitu :

1. Bertemu langsung dengan responden atau nara sumber atau informan.

2. Dapat segera mendapatkan data.

3. Penelitian relatif lebih cepat dilakukan atau diselesaikan.

4. Mudah untuk segera mengganti atau mengubah pertanyaan yang kurang relevan atau untuk mengembangkan pertanyaan dengan maksud menggali lebih detail.51

b. Alat Pengumpulan Data

Alat pengumpulan data yang digunakan untuk mengumpulkan data yang dipergunakan dalam penelitian ini dilakukan dengan mengadakan:

1) Studi Dokumen, studi dokumen dilakukan dengan membaca, mempelajari dan menganalisis literatur buku-buku, peraturan perundang-undangan, dan sumber lainnya yang berkaitan dengan penulisan tesis.

2) Wawancara (interview) dipandu dengan pedoman wawancara, hasil wawancara yang diperoleh akan digunakan sebagai data penunjang dalam penelitian. Data tersebut diperoleh dari pihak yang telah ditentukan sebagai informan atau narasumber yaitu Para Notaris yang berkedudukan di Medan, dan Ahli TPPU sehingga diperoleh data yang diperlukan sebagai data pendukung dalam penelitian tesis.

4. Analisis Data

51Ibid. 164

(34)

25

Analisis data merupakan suatu proses mengorganisasikan dan mengurutkan data kedalam pola, ketegori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data.52 Analisis data dalam penelitian tesis ini adalah mengunakan analisis kualitatif, yaitu suatu analitis data yang secara jelas diuraikan kedalam bentuk kalimat sehingga dapat diperoleh gambaran dan maksud yang jelas yang berhubungan dengan penelitian tesis ini. Metode pendekatan kualitatif ini akan menghasikan data berupa pernyataan-pernyataan atau data dihasilkan berupa data deskriptif mengenai subjek yang diteliti.

Penelitian kualitatif bertujuan memperoleh gambaran seutuhnya mengenai suatu hal menurut pandangan manusia yang diteliti. Penelitian kualitatif berhubungan dengan ide, persepsi, pendapat, atau kepercayaan orang yang diteliti, kesemuanya tidak dapat diukur dengan menggunakan angka.53

Selanjutnya ditarik kesimpulan dengan menggunakan metode berfikir deduktif, yaitu cara berfikir yang dimulai dari hal-hal yang umum untuk kemudian ditarik hal-hal yang bersifat khusus, dengan menggunakan ketentuan berdasarkan pengetahuan umum seperti teori-teori, dalil-dalil atau prinsip-prinsip dalam bentuk proporsi-proporsi untuk menarik kesimpulan terhadap fakta-fakta yang bersifat khusus, guna menjawab permasalahan-permasalahan yang telah dirumuskan dalam penelitian ini.

52Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya, Bandung,2006.h.

53.

53Sulistyo Basuki, Metode Penelitian, Wedatama Widya Sastra dan Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, Jakarta, 2006, h.78.

(35)

26

BAB II

KEWAJIBAN NOTARIS MENERAPKAN PRINSIP MENGENALI PENGGUNA JASA

A. Prinsip Mengenali Pengguna jasa

Prinsip mengenali Pengguna Jasa merupakan prinsip yang lahir dari ketentuan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Ide dasar Prinsip Mengenali Pengguna Jasa merupakan penyempurnaan dari Prinsip Know Your Customer yang diatur di dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang. Prinsip mengenali Pengguna Jasa muncul karena adanya upaya untuk melakukan pencegahan atas tindak pidana pencucian uang atau yang selanjutnya di sebut dengan TPPU yang bersumber dari berbagai tindak pidana asal (predicate crime) seperti korupsi, perdagangan gelap narkotika,

(36)

27

penyelundupan, pembalakan liar (illegal logging), kejahatan di bidang perbankan dan berbagai kejahatan lainnya. Kejahatan-kejahatan tersebut melibatkan atau menghasilkan uang atau aset (proceeds of crime) yang jumlahnya sangat besar.54

Prinsip Mengenali Pengguna Jasa adalah prinsip yang diterapkan oleh Pihak Pelapor untuk mengetahui latar belakang dan identitas Pengguna Jasa, memantau transaksi, serta melaporkan transaksi kepada otoritas berwenang Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan yang selanjutnya disebut dengan PPATK. Prinsip Mengenali Pengguna Jasa merupakan salah satu cara memitigasi resiko nasional atas dinamika nasional, regional maupun global yang diiringi dengan perkembangan produk, aktivitas dan teknologi informasi, meningkatkan peluang penyalanggunaan fasilitas dan produk dari industri keuangan dan lembaga yang terkait dengan keuangan, oleh pelaku kejahatan terutama sebagai sarana pencucian uang.55

Indonesia merupakan negara dengan tingkat TPPU yang cukup tinggi, hal ini dapat dilihat dari Keputusan FATF pada tahun 2001 yang menggolongkan Indonesia sebagai peringkat ketiga negara terbesar TPPUdan peringkat kedua untuk Tindak Pidana Korupsi. Berdasarkan Hasil NRA56 (National Risk Assessment) yang dilakukan oleh PPATK, terdapat Beberapa wilayah di Indonesia yang masuk kategori High Risk terhdap TPPU yaitu meliputi, DKI Jakarta, Jabar, Sumut.

Hingga saat ini, TPPU masih menjadi modus utama yang digunakan pelaku tindak pidana korupsi. Pelaku menyamarkan transaksi keuangan melalui rekening pihak lain agar praktek korupsi tidak terdeteksi.57

Upaya untuk memberantas Tindak Pidana Pencucian uang yang dapat mengancam stabilitas dan integritas sistem keuangan serta sendi-sendi kehidupan

54Husein.Yunus, Perkembangan Terkini Rezim Anti Pencucian Uang Indonesia, Terakhir diakses tanggal 05 Maret 2019.

55 Husein.Yunus, Perkembangan Terkini Rezim Anti Pencucian Uang Indonesia, Terakhir diakses tanggal 05 Maret 2019

56 Muhammad Sigit, (2019).Pentingnya PMPJ, GRIPS dan pelaporan Bagi Notaris, Forum Group Discussion, PPATK, 08 Maret 2019.

57Komisi Pemberantasan Korupsi, Bentuk Praktik dan Modus TPPU, https://jurnal.kpk.go.id/Dokumen/Seminar_Roadshow/Bentuk-praktik-dan-modus-tppu-Joni- Emirzon.pdf. Terakhir diakses tanggal 05 Maret 2019.

26

(37)

28

berbangsa dan bernegara menjadi pencetus munculnya rezim Anti Pencucian Uang dimana Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 dirubah dengan Undang- Undang Nomor 25 Tahun 2003 dan yang kemudian diperbaharui dengan Undang- Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang atau yang selanjutnya disebut juga PP TPPU.

Pengertian Tindak Pidana Pencucian Uang di atur di dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian uang menyatakan:58

Pencucian uang adalah perbuatan menempatkan, mentrasfer, membayarkan, membelanjakan, menyumbangkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, menukarkan, atau perbuatan lainnya atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduga merupakan tindak pidana dengan maksud untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan sehingga seolah- olah menjadi harta kekayaaan yang sah.

Cirikhas utama dari TPPU adalah kejahatan yang dilakukan secara Ganda dengan bentuk Pencucian uang sebagai kejahatan yang bersifat Follow Up Crime (Kejahatan Lanjutan), sedangkan kejahatan asalnya disebut sebagai Predicate Deffense/Core Crime atau sebagai unlawful activity yaitu kejahatan asal yang menghasilkan uang yang kemudian dilakukan proses pencucian.Modus operandi oleh pelaku money laundering semakin sulit untuk dicapai, hal ini disebabkan metode follow the money tersebut semakin sulit untuk dilacak. Kadang mereka tidak melakukan sendiri tetapi melibatkan pihak perantara profesi (gatekeeper) seperti antara lain lawyer, akuntan publik dan notaris sehingga cara menggunakana jasa professional itu hasil kejahatan dimasukkan dalam sistem industri jasa keuangan atau sistem perbankan.59

Pencucian uang dapat dilakukan dengan berbagai macam metode yang dilakukan baik secara sendiri-sendiri atau bersama-sama dalam upaya

58 Lihat Undang-undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang TPPU yang diubah dengan Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang PP TPPU.

59 https://jurnal.kpk.go.id/Dokumen/Seminar, op.cit h.5. Terakhir di akses 05 Maret 2019

(38)

29

mengaburkan harta kekayaan yang berasal dari tindak pidana asal. Modus tersebut adalah sebagai berikut: 60

1) Berbagai bentuk modus TPPU yang berkembang hingga saat ini:

2) Loan Back;

3) Modus operasi C-Chase;

4) Modus transaksi dagang internasional;

5) Modus akuisisi;

6) Modus Investasi Tertentu;

7) Modus Perdagangan Saham;

8) Modus Deposit taking;

9) Modus Identitas Palsu.

Berbagai macam metode yang semakin kompleks yang dilakukan dalam rangka mengaburkan asal usul harta kekayaan mendorong Pemerintah untuk menambah cakupan Pihak Pelapor yang diwajibkan untuk melaporkan transaksi keuangan mencurigakan kepada PPATK.61

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 telah mendefinisikan pihak-pihak pelapor atas Transaksi Mencurigakan. Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang menyebutkan beberapa karakteristik Transaksi mencurigakan yaitu: 62

a. Transaksi keuangan yang menyimpang dari Profil, karakteristik, atau kebiasaan pola Transaksi dari Pengguna Jasa yang bersangkutan.

b. Transaksi keuangan oleh Pengguna Jasa yang patut diduga dilakukan dengan tujuan untuk menghindari pelaporan transaksi yang bersangkutan yang wajib dilakukan oleh pihak pelapor sesuai dengan ketentuan Undang- undang ini.

c. Transaksi keuangan yang dilakukan atau batal dilakukan dengan menggunakan Harta Kekayaan yang diduga berasal dari Tindak Pidana.

60https://jurnal.kpk.go.id/Dokumen/Seminar, op.cit., h.18. Terakhir di akses 05 Maret 2019.

61 Lihat Pasal 1 angka 11 Undang-undang PP TPPU definisi pihak pelapor adalah setiap orang yang menurut Undang Undang (Pasal 17 ayat (1) Undang-undang PP TPPU) ini wajib menyampaikan laporan kepada PPATK.

62Lihat Undang-undang PP TPPU.

(39)

30

d. Transaksi keuangan yang diminta oleh PPATK untuk dilaporkan oleh Pihak Pelapor karena melibatkan Harta Kekayaan yang diduga berasal dari tindak pidana.

Definisi tersebut semakin berkembang guna mengatasi kelemahan karena sempitnya cakupan Pihak Pelapor yaitu dengan melibatkan notaris sebagai Pihak pelapor TPPU pada tanggal 23 Juni 2017. Munculnya Peraturan Pemerintah Indonesia Nomor 43 Tahun 2015 tentang Pihak Pelapor dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang merupakan pelaksanaan lebih lanjut dari Pasal 17 Undang-undang PPTPPU. Pasal 17 ayat (2) Undang-undang

PP TPPU pada intinya menugaskan kepada pemerintah untuk menetapkan

peraturan dalam bentuk Peraturan Pemerintah tentang tambahan jumlah pihak pelapor pemberantasan kejahatan Money Laundering.

Jumlah pihak yang sudah diberikan kewajiban lapor kepada PPATK sudah diatur dalam Pasal 17 ayat (1) Undang-undang PP TPPU, tetapi jika pemerintah menganggap perlu untuk menambah jumlah pihak pelapor guna memenuhi keperluan optimalisasi dan efektifitas upaya pencegahan dan pemberantasan kejahatan money laudering di Indonesia maka pemerintah mengaturnya dalam Peraturan Pemerintah tersendiri. Jika dikaji dari segi norma hukum pembentukan peraturan perundang-undangan, keputusan pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 2015 telah sesuai dengan postulat hukum pembentukan suatu Peraturan Pemerintah sebagaimana diatur dalam Pasal 12 Jo Pasal 74 Undang Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang mengatur bahwa materi muatan peraturan pemerintah berisi materi untuk menjalankan undang-undang.

(40)

31

Namun demikian jika dikaji dengan ketentuan Undang-undang Jabatan Notaris maka terdapat ketidaksesuaian dengan apa yang diamanatkan oleh Undang-undang Jabatan Notaris Pasal 16 ayat (1) huruf f menyebutkan pengecualian atas kerahasian akta hanya dapat dikesampingkan apabila dinyatakan dalam bentuk undang-undang.

Dalam Pasal 3 Peraturan Pemerintah Indonesia Nomor 43 Tahun 2015 tentang Pihak Pelapor dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang menyatakan Pihak melapor meliputi :

a. Advokat b. Notaris

c. Pejabat Pembuat Akta Tanah d. Akuntan

e. Perencana Keuangan

Berdasarkan hasil riset PPATK, jasa notaris rentan dimanfaatkan oleh Pelaku Tindak Pidana Pencucian Uang untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan yang merupakan hasil tindak pidana dengan cara berlindung dibalik ketentuan kerahasiaan hubungan profesi dengan Pengguna Jasa yang diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.63

Perluasan konsep Pihak Pelapor sejalan dengan rekomendasi FATF yang menyatakan profesi tertentu yang melakukan Transaksi Keuangan Mencurigakan untuk kepentingan atau dan untuk atas nama Pengguna Jasa wajib melaporkan

63Lihat Penjelasan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2015 tentang Pihak Pelapor dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Fungsi teori dalam penelitian ini adalah untuk memberikan arahan atau petunjuk dan menjelaskan kejadian yang diamati, yaitu menggali mengenai kekuatan hukum atas

lain yang telah diberikan kepada pihak lain untuk invensi yang sama maka dapat dimintakan penghapusannya kepada Pengadilan Niaga, sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 132

Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) adalah Kredit yang diberikan oleh bank kepada debitur untuk digunakan membeli atau membayar sebuah bangunan rumah tinggal

Dari hasil penelitian ini juga diketahui bahwa undang-undang telah mengatur umur para pihak yang hendak melakukan perbuatan hukum, termasuk dalam hal yang

Kendala yang dialami PPAT dalam melaksanakan perannya turut mengawasi pemungutan BPHTB atas transaksi jual beli hak atas tanah dan bangunan di Kabupaten Samosir antara

atas 3 (tiga) objek tanah dan bangunan tersebut sekaligus melakukan peralihan hak atau balik nama ke atas nama Penggugat. Pertimbangan hukum oleh majelis hakim

Dalam hal status kekuatan alat bukti akta Notaris, suatu akta tersebut dapat mengalami penurunan mutu atau kemunduran atau kemerosotan status apabila dalam

Selain pengajuan gugatan derivatif sebagai bentuk perlindungan hukum terhadap pemegang saham, apabila direksi lalai dalam pelaksanaan tugas dalam hal ini