• Tidak ada hasil yang ditemukan

TESIS Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "TESIS Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara."

Copied!
114
0
0

Teks penuh

(1)

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK YANG DITELANTARKAN ORANG TUA ANGKATNYA

(STUDI PADA DINAS PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK PROVINSI SUMATERA UTARA)

TESIS

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

SRI PUTRI REZEKI 167011120/M.Kn

PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2019

(2)
(3)

Telah Diuji Pada

Tanggal : 16 Agustus 2019

TIM PENGUJI TESIS

KETUA : Prof. Dr. Hasim Purba, SH., M.Hum

ANGGOTA : 1. Dr. Utary Maharany Barus, SH., M.Hum 2. Dr. Yefrizawati, SH., M.Hum

3. Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN.,M.Hum

4. Dr. Idha Aprilyana Sembiring, SH.,M.H

(4)
(5)
(6)

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK YANG DITELANTARKAN ORANG TUA ANGKATNYA

(STUDI PADA DINAS PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK PROVINSI SUMATERA UTARA)

ABSTRAK

Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Setiap anak berhak untuk mendapatkan perlindungan dan kesejahteraan bagi anak angkatnya, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Adapun Rumusan masalah penelitian ini yaitu faktor-faktor apakah yang menjadi penyebab terjadinya perlakuan penelantaran anak oleh orang tua angkatnya, bagaimana bentuk perlindungan hukum terhadap anak yang ditelantarkan orang tua angkatnya, serta bagaimanakah pelaksanaan perlindungan hukum yang dilakukan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Provinsi Sumatera Utara terhadap anak sebagai korban penelantaran yang dilakukan oleh orang tua angkatnya. agar dapat tumbuh menjadi pribadi yang kuat baik secara fisik maupun mental serta terbebas dari tindak kekerasan, eksploitasi dan penelantaran. Prinsipnya anak-anak harus mendapat perlindungan atas hak-hak mereka agar dapat tumbuh dan berkembang secara wajar dan berkesinambungan. Orangtua angkat bertanggungjawab dalam memberikan perlindungan

Penelitian ini menggunakan penelitian hukum empiris yang bersifat dekriptif analitis.

Penelitian ini menggunakan data primer yang didapat dari hasil wawancara, serta data sekunder yang diperoleh dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier.

Penelitian ini dilakukan di Kantor Dinas Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak Provinsi Sumatera Utara.

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa Faktor-faktor yang menjadi penyebab terjadinya perlakuan penelantaran adalah motivasi pengangkatan anak yang salah, orang tua yang tidak sanggup mengurus dan mendidik anak angkatnya, adanya faktor perceraian, suami yang tidak tanggung jawab, pemakaian zat terlarang (narkoba), faktor perselingkuhan, faktor ekonomi. Bentuk perlindungan hukum yang diberikan adalah sesuai dengan kondisi anak tersebut, jika dalam keadaan tidak sehat, maka akan dilakukan perawatan medis terlebih dahulu, lalu akan diproses penangananya dan akan ditempatkan di panti sosial penampungan anak dan didirikannya RPSA (Rumah Perlindungan Sosial Anak) dan Panti Sosial Anak. Sedangkan pelaksanaan perlindungan hukumnya sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan, dan sesuai dengan prosedur yang ada, yaitu penanganan berdasarkan kasus atau laporan yang diterima, selanjutnya dilakukan penilaian kebutuhan korban dan pengolahan kasus.

Kata Kunci : Perlindungan Hukum, Anak Angkat, Penelantaran.

(7)

LEGAL PROTECTION FOR A CHILD ABANDONED BY FOSTER PARENTS (A STUDY AT WOMEN EMPOWERMENT AND CHILD PROTECTION DEPARTMENT,

NORTH SUMATERA PROVINCE)

ABSTRACT

A child refers to a person under 18 years old, including the one who is still in womb.

Every child is rightful to have protection for growing up to have good personality physically and mentally, and to be free from any violations, exploitations, and abandonment. Principally, children’s rights to grow and develop normally and sustainably have to be protected. Foster parents are responsible to provide their adopted children protection and welfare, in line with the laws and regulations. The research problems are what factors cause child abandonment by forter parents, how about the form of legal protection for a child who is abandoned by his foster parents, and how about the implementation of legal protection done by Women Empowerment and Child Protection Department for a child as a victim of abandonment done by his foster parents.

This is an empirical juridical research which is analytically descriptive. It uses primary data collected from interviews, and secondary data consisted of primary, secondary, and tertiary legal materials. This research is done at Women Empowerment and Child Protection Department, North Sumatera Province.

The results of the research demonstrate that the determinants of child abandonment is the wrong motivation of child adoption, parents; inability to take care of the child, irresponsible husband, drugs and narcotic abuse, love affairs, and economic factors. The form of the legal protection provided is in accordance with the condition of the child; if he is not health, he will be firstly given medical treatment before transferred to the child shelter at social homes and the establishment of Social Protection Homes for Children, and social homes for children. The legal protection for the child has been implemented in line with the prevailing laws and regulations as well as the existing procedures, namely the child is taken care of based on the case or report received, his needs are assessed, and then the case is processed.

Keywords: Legal Protection, Adopted Child, Abandonment

(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang senantiasa memberikan kasih, harapan, semangat, kekuatan, dan penyertaan selama prosespenulisan tesis ini sehingga penulis dapat menyelesaikannya dengan baik dan tepatwaktu.

Penulisan tesis yang berjudul “Perlindungan Hukum Terhadap Anak Yang Ditelantarkan Orang Tua Angkatnya(Studi Pada Dinas Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak Provinsi Sumatera Utara)” iniditujukan untuk memberikan informasi kepada para pembaca mengenai Perlindungan Hukum Terhadap Anak Angkat Yang Ditelantarkan. Selain itu, penulisan tesis ini juga ditujukan untuk memenuhi persyaratandalam mencapai gelar Magister Kenotariatan (M.Kn.) di Universitas Sumatera Utara.

Penulisan tesis ini tidaklah terlepas dari ketidaksempurnaan sehingga penulisberharap agar semua pihak dapat memberikan masukan berupa kritik dan saran yangmembangun demi menghasilkan sebuah karya ilmiah yang lebih baik dan lebihsempurna lagi baik dari segi substansi maupun cara penulisannya. Secara khusus,penulis juga mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada kedua orang tuapenulis, Alm. Syafril dan Ibu Ernawaty yang tidak pernah berhenti memberikan dukungan, doa, dan kasihmereka kepada penulis.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Abang dan Adik tercinta penulis, yaitu Hermansyah, Irpan Syahputra, Chandra Kirana,Taufik Hidayat, Akmal Soleh dan Nita Silvia yang selalu mendukung dan menyemangatipenulis dalam penulisan tesis. Semoga dengan berbekal pendidikan yang penulistempuh selama ini dapat membahagiakan dan membanggakan keluarga tercinta.

Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih sebesar-besarnya kepada:

(9)

1. Prof. Dr. Runtung, S.H, M.Hum, selaku Rektor Universitas Sumatera Utara yang telah memberi kesempatan kepada penulis untuk mengikutipendididkan pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas HukumUniversitas Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum, selaku Dekan FakultasHukum Universitas Sumatera Utara yang telah memberi kesempatan kepadapenulis untuk menjadi Mahasiswa Program Studi Magister Kenotariatan FakultasHukum Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, M.Hum, selaku Ketua ProgramStudi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utarasekaligus Dosen Penguji, yang juga banyak memberikan masukan dan arahan kepada penulis dalam penyelesaian penulisan Tesis ini.

4. Prof. Dr. Hasim Purba, SH., M.Hum, selaku Dosen Pembimbing I yangjuga banyak memberikan masukan dan arahan kepada penulis dalampenyelesaian penulisan Tesis ini.

5. Ibu Dr. Utary Maharany Barus, SH., M.Hum, selaku Dosen Pembimbing II yang jugabanyak memberikan masukan dan arahan kepada penulis dalam penyelesaianpenulisan Tesis ini.

6.Dr. Yefrizawati, SH., M.Hum, selaku Dosen Pembimbing III yang juga banyakmemberikan masukan dan arahan kepada penulis dalam penyelesaian penulisanTesis ini.

7. Dr. Idha Aprilyana Sembiring, SH, M.Hum selaku Dosen Penguji yang juga banyak memberikan masukan dan arahan kepada penulis dalam penyelesaian penulisan Tesis ini.

8. Guru Besar Universitas Sumatera Utara dan Dosen-Dosen Universitas SumateraUtara beserta

Staff Pengajar Program Studi Magister Kenotariatan FakultasHukum Universitas Sumatera

Utara yang telah memberikan ilmunya danmembuka cakrawala berpikir penulis yang sangat

bermanfaat di kemudian hari.

(10)

9. Rekan-rekan Kelas Reguler Magister Kenotariatan Fakultas HukumUniversitas Sumatera Utara Angkatan 2016 dan sahabat-sahabat saya khususnyaRahmi, SH,M.Kn, Zuraida Isma, SH,M.Kn, Marini,SH,.M.Kn, Rummy Hadina,SS, Nurlia Utami,S.Pd, drg Novi Dara Utami, Zulmeidia Sari, S.Kom yang telah banyak memberikan motivasi kepada penulis baik berupa masukandan dukungan dalam penulisan tesis ini, sehingga penulisan tesis ini menjadilebih baik.

10. Para Pegawai Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum UniversitasSumatera Utara yang telah membantu dan memberi kemudahan administrasikepada penulis selama mengikuti Program Studi Magister Kenotariatan FakultasHukum Universitas Sumatera Utara.

11.Karyawan Perpustakaan Universitas Sumatera Utara atas segala bantuan dalampenyediaan bahan referensi dalam penyusunan Tesis ini.

12. Seluruh pihak yang telah memberikan bantuan semangat dan dorongan dalampenyusunan tesis ini, yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis berdoa semoga bantuan yang telah diberikan mendapatkan balasandari Allah SWT.

Akhirnya penulis berharap semoga tesis ini bermanfaat bagi kitasemua di bidang hukum demi kemajuan dan kesejahteraan bangsa dan negaraIndonesia. Aamiin.

Medan, 16Agustus 2019 Penulis

SRI PUTRI REZEKI

(11)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I. IDENTITAS PRIBADI

1. Nama : Sri Putri Rezeki

2. Tempat, Tanggal Lahir : Medan, 28 Agustus 1992 3. Jenis Kelamin : Perempuan

4. Agama : Islam

II. KELUARGA

1. Nama Ayah : Alm. Syafril

2. Nama Ibu : Ernawaty

III. PENDIDIKAN

1. SD : SD AL-WASHLIYAH 08

2. SMP : SMP NEGERI 3 MEDAN

3. SMA : SMA NEGERI 6 MEDAN

4. Perguruan Tinggi (S1) : Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara

5. Perguruan Tinggi (S2) : Universitas Sumatera Utara

(12)

DAFTAR ISI

Halaman

PENGESAHAN……… i

TANGGAL UJIAN PERNYATAAN ORISINALITAS PERSETUJUAN PUBLIKASI TESIS ABSTRAK ABSTRACT DAFTAR RIWAYAT HIDUP KATA PENGANTAR DAFTAR ISI ………. ii

BAB I PENDAHULUAN ………. 1

A. Latar Belakang ……… 1

B. Perumusan Masalah ……….. 9

C. Tujuan Penelitian ……… 9

D. Manfaat Penelitian ……… 10

E. Keaslian Penelitian ……… 10

F. Kerangka Teori dan Konsepsi ………. 12

G. Metode Penelitian ……… 15

BAB II FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA PERLAKUAN PENELANTARAN ANAK OLEH ORANG TUA ANGKATNYA ………. 20

A. Pengangkatan Anak ……… 20

B. Pengertian Dan Dasar Hukum ………. 24

C. Prosedur Pengangkataan Anak ………. 30

D. Akibat Pengangkatan Anak ……… 53

E. Faktor-Faktor Yang Menjadi Penyebab Perlakuan Penelantaran Oleh Orang Tua Angkat ………. 55

BAB III BENTUK PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK YANG DITELANTARKAN ORANG TUA ANGKATNYA ………. 62

A. Perlindungan Hukum Terhadap Anak Menurut Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 ……… 62

B. Perlindungan Hukum Terhadap Anak Yang Ditelantarkan Orang Tua Angkatnya ……….. 82

BAB IV PELAKSANAAN PERLINDUNGAN HUKUM YANG DILAKUKAN DINAS PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAKPROVINSI SUMATERA UTARA TERHADAP ANAK SEBAGAI KORBAN PENELANTARAN YANG DILAKUKAN OLEH ORANGTUAANGKATNYA ……… 94

A. Pelaksanaan Perlindungan Hukum Terhadap Anak Yang Ditelantarkan

Orang Tua Angkatnya Pada Dinas Pemberdayaan Perempuan Dan

Perlindungan Anak Provinsi Sumatera Utara ………. 94

(13)

B. Kendala Yang Dihadapi Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Provinsi Sumatera Utara Dalam Pelaksanaan Perlindungan Hukum

Terhadap Anak Angkat Yang Ditelantarkan Orang Tua Angkatnya ……….. 103

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ……… 107

A. Kesimpulan ……… 107

B. Saran ……….. 108

DAFTAR PUSTAKA ……… 110

(14)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.

1

Setiap anak berhak untuk mendapatkan perlindungan agar tumbuh menjadi pribadi yang kuat baik secara fisik maupun mental serta terbebas dari tindak kekerasan, eksploitasi dan penelantaran.

Perlindungan hukum bagi anak dapat diartikan sebagai upaya perlindungan hukum terhadap berbagai hak asasi dan kebebasan anak serta berbagai kepentingan yang berhubungan dengan kesejahteraan anak.Prinsipnya anak-anak harus mendapat perlindungan hak-hak mereka agar dapat tumbuh dan berkembang secara berkesinambungan dan wajar.Anak merupakan generasi penerus bangsa yang membutuhkan perlindungan hukum khusus yang berbeda dari orang dewasa, dikarenakan alasan fisik dan mental anak yang belum dewasa dan matang.

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak Pasal 2 menyatakan bahwa penyelenggaraan anak berasaskan Pancasila dan berlandaskan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta prinsip-prinsip dasar ketentuan hak-hak anak meliputi

2

:

1. Non Diskriminasi;

2. Kepentingan yang terbaik bagi anak, dimana yang dimaksud dengan asas kepentingan yang terbaik bagi anak adalah bahwa dalam semua tindakan yang

1

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Pasal 1 butir 1

2

Andika Wijaya dan Wida Peace Ananta, Darurat Kejahatan Seksual, Surabaya, Jakarta, Sinar Grafika,

2016, hal 90-91

(15)

menyangkut anak yang dilakukan oleh pemerintah, masyarakat, badan legislatif dan badan yudikatif, maka kepentingan yang terbaik bagi anak harus menjadi pertimbangan utama.

3. Hak untuk hidup, kelangsungan hidup dan perkembangan dimana yang dimaksud dengan asas hak hidup, kelangusngan hidup dan perkembangan adalah hak asasi yang paling mendasar bagi arah yang dilindungi oleh negara, pemerintah, keluarga, dan orang tua

4. Penghargaan terhadap pendapat anak, yaitu penghormatan atas hak-hak anak untuk berpartisipasi dan menyatakan pendapatnya dalam pengambilan keputusan terutama jika menyangkut hal-hal yang mempengaruhi kehidupannya.

Upaya perlindungan dan kesejahteraan anak dapat diwujudkan dengan dukungan kelembagaan dan peraturan, anak dalam pengertian yang umum mendapat perhatian tidak saja dalam ilmu pengetahuan, tetapi dapat diperhatikan dari sisi pandang sentralistis kehidupan, seperti agama, hukum dan sosiologis yang menjadikan anak semakin nasional dan aktual dalam lingkungan sosial.

3

Dalam lingkungan berbangsa dan bernegara muncul kesadaran untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan tumpah darah Indonesia bahwa masih terdapat ratusan bahkan jutaan anak Indonesia yang berada dalam kondisi yang kurang beruntung.Standar layak kesehatan, pendidikan, pengasuhan gizi, tempat tinggal maupun kasih sayang orang tuanya serta perlindungan agar anak terbebas dari tindak penelantaran dan kekerasan fisik maupun psikis yang dilakukan oleh orang tua kandung maupun orang tua angkat masih kurang optimal dari yang diharapkan.

3

Maulana Hasan Wadang, Advokasi dan Hukum Perlindungan anak, Gramedia Widiasarna, Jakarta, 2003,

hal 1

(16)

Anak adalah harapan bangsa di masa mendatang, hak-hak yang harus diperoleh anak terhadap orang tuanya sejak anak dilahirkan di dunia yang berdasarkan hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.Perlindungan hukum terhadap anak dapat diartikan sebagai upaya perlindungan hukum terhadap berbagai kebebasan dan hak asasi anak (fundamental rights and freedoms of children)serta berbagai kepentingan yang berhubungan dengan kesejahteraan anak.

4

Kekerasan sangat dekat dengan kehidupan anak, pengalaman anak-anak berhadapan dengan kekerasan yang dialami, pelaku kekerasan, tempat kejadian, dan sebab-sebab terjadinya kekerasan.Orang tua memarahi anaknya hingga sampai memukul dengan sabuk, sapu dan benda-benda lainnya. Walaupun ini disebut penganiayaan ringan tetap saja perbuatan yang dilakukan dengan sengaja yang ditunjuk untuk menimbulkan rasa sakit luka pada tubuh orang lain, yang akibat mana semata-mata merupakan tujuan si penindak.

5

Kasus penelantaran anak angkat sangat sulit diketahui, sebab kasus penelantaran anak terjadi dalam ruang lingkup rumah tangga itu sendiri, yaitu dilakukan oleh orang tua angkatnya.Penelantaran anak merupakan bagian dari bentuk kekerasan terhadap anak seringkali diidentikkan dengan kekerasan kasat mata, seperti kekerasan terhadap fisik dan seksual.Seorang anak dikatakan terlantar bukan karena ia sudah tidak memiliki salah satu orang tua atau keduanya, pengertian anak terlantar terdapat dalam Pasal 1 angka 6 Undang- Undang Perlindungan Anak yang menyebutkan bahwa:

“Anak terlantar adalah anak-anak yang karena suatu sebab tidak terpenuhi kebutuhan dasarnya dengan wajar, baik rohani, jasmani maupun social.”

4

Waluyadi, Hukum Perlindungan Anak, Bandung :Mandar Maju, 2009, hal 1

5

Adami Chazawi, Kejahatan Terhadap Tubuh dan Nyawa, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001, hal

12

(17)

Menurut Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) sejak 2011 telah terjadi 11.381 kasus kekerasan dengan lebih dari 50 persennya adalah kekerasan seksual. Rata- rata terjadi 2.788 kasus kekerasan terhadap anak per tahunnya dengan puncak frekuensi terjadi pada tahun 2013 sebanyak 3.339 kasus. Selain kejahatan seksual, kasus-kasus yang terjadi terhadap anak antara lain penjualan anak, penelantaran, dan perebutan anak.

Kondisi ini mengindikasikan bahwa Indonesia masih belum sepenuhnya melindungi anak dari kejahatan orang dewasa.

6

Terlantar disini juga dalam pengertian ketika hak-hak anak untuk tumbuh kembang secara wajar, hak anak untuk memperoleh pendidikan yang layak, dan hak anak untuk memperoleh kesehatan yang memadai tidak terpenuhi karena kelalaian, ketidakmengertian orang tua, karena ketidakmampuan, atau karena kesengajaan, pengertian penelantaran anak adalah tidak menyediakan makanan, pakaian, tempat tinggal maupun kasih sayang yang cukup bagi seorang anak, bentuk penelantaran anak khususnya yang dilakukan oleh orang tua angkat berupa melepaskan tanggung jawab dengan meninggalkan anaknya di luar rumah, disebabkan oleh kemiskinan dan kurangnya tanggung jawab orang tua terhadap pola pengasuhan dan perawatan anak, kecendrungan orang tua melepaskan tanggung jawab pengasuhan atas anak mereka ketika beban ekonomi menghimpit dan juga kebutuhan anak yang tidak bisa terpenuhi lagi.

7

Perlindungan mengenai penelantaran anak juga masuk dalam lingkup Undang- Undang Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga,

6

Mohammad Teja, “Perlindungan Terhadap Anak Angkat”, Kesejahteraan Sosial, Vol.VII No.

12/II/P3DI/Juni/2015, hal 9

7

Departemen Sosial “ PenelantaranAnak “//http.yannrehsos.depsos.go.id.diakses Hari Rabu tanggal 15

April 2018

(18)

karena penelantaran anak merupakan kekerasan dalam rumah tangga yang diatur pada Pasal 5 yang mengatur bahwa:

“Setiap orang dilarang melakukan kekerasan dalam rumah tangga terhadap orang dalam lingkup rumah tangganya, dengan cara:

a. Kekerasan fisik b. Kekerasan Psikis c. Kekerasan seksual dan d. Penelantaran Rumah Tangga

Pengangkatan anak atau adopsi bukanlah suatu hal yang baru. Di Indonesia sendiri, masalah pengangkatan anak ada diatur dalam Pasal 39-41 Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan dalam

Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak .

8

Pengangkatan anak dan anak angkat termasuk bagian substansi dari hukum perlindungan anak yang telah menjadi bagian dari hukum yang hidup dan berkembang dalam masyarakat sesuai dengan adat istiadat dan motivasi yang berbeda-beda serta perasaan hukum yang hidup dan berkembang di masing-masing daerah walaupun di Indonesia masalah pengangkatan anak belum diatur secara khusus dalam undang-undang tersendiri.

Penelantaran anak merupakan bagian dari bentuk kekerasan terhadap anak, karena ia termasuk dalam kekerasan anak secara sosial. Kekerasan anak secara sosial mencakup penelantaran anak dan eksploitasi anak. Penelantaran anak adalah sikap dan perilaku orang tua yang tidak memberikan perhatian yang layak terhadap proses tumbuh kembang anak.

Misalnya anak dikucilkan, diasingkan dari keluarga atau tidak diberikan pendidikan dan kesehatan yang layak.Padahal kekerasan yang bersifat psikis dan sosial (struktural) juga

8

Ahmad Kamil, Hukum Perlindungan dan Pengangkatan Anak di Indonesia, Raja Grafindo Persada,

Jakarta, 2008, hal 5.

(19)

membawa dampak buruk dan permanen terhadap anak.Istilah child abause atau perlakuan salah terhadap anak bisa terentang mulai yang bersifat fisik hingga seksual.Tindakan penelantaran tersebut kebanyakan mengarah kepada kealpaan atau kelalaian yang disebabkan karena kondisi sosial ekonomi keluarga yang amat rentan.

Menurut undang-undang yang termasuk dalam tindakan atau perbuatan penelantaran meliputi :

a. Tindakan yang mengakibatkan tidak terpenuhinya kebutuhan anak, secara wajar, baik fisik, mental, spiritual maupun sosial (Pasal 1 butir 6 Undang-Undang Perlindungan Anak)

b. Tindakan atau perbuatan mengabaikan dengan sengaja kewajiban untuk memelihara, merawat, atau mengurus anak sebagaimana mestinya (Pasal 13 ayat (1) huruf c, Undang-Undang Perlindungan Anak)

c. Tindakan yang menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya, padahal menurut yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan atau pemeliharaan kepada orang tersebut (Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga)

d. Tindakan yang mengakibatkan ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi dan atau melarang untuk bekerja yang layak di dalam atau di luar rumah sehingga korban berada dibawah kendali orang tersebut (Pasal 9 ayat (2) Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

Saat ini banyak kasus yang memberitakan tentang kekerasan pada anak, termasuk

penelantaran pada anak oleh keluarga angkatnya.Masalah dalam kehidupan ternyata tidak

hanya dialami oleh orang dewasa.Anak –anak pun menghadapi banyak masalah dalam

(20)

perkembangan mereka. Anak-anak menjadi korban kekerasan, dalam bentuk apapun, biasanya mengalami stress dan trauma, bahkan jika ia mengalami kasus yang berat, trauma yang muncul dapat bertahan dalam waktu cukup lama.Akibatnya, anak tidak hanya mengalami terganggunya jiwa dan mental, tapi juga menyebabkan perkembanganya terhambat, termasuk perkembangan fisik, bahkan dapat menyebabkan cacat mental dan keterbelakangan mental.

Pada saat ini kasus mengenai kekerasan pada anak banyak terjadi tidak sedikitnya kasus berupa penelantaran anak. Penelantaran anak merupakan suatu tindakan yang tidak merawat atau mengasuh, tidak menyediakan makanan, pakaian, tempat tinggal maupun kasih sayang dari kedua orang tua bagi seorang anak. Anak dapat dikatakan terlantar apabila anak tersebut tidak terpenuhinya kebutuhan dasarnya dengan wajar, baik secara rohani, jasmani maupun sosial.

9

Berdasarkan sumber data yang diperoleh terdapat kasus anak yang ditelantarkan oleh orangtua angkatnya, yaitu kasus penelantaran anak yang dilakukan oleh orangtua angkat di kota Medan oleh pasangan suami istri berinisial NN dan S, yang dimana korban berinisial CA, anak perempuan yang berusia 12 tahun yang mengakibatkan tidak terpenuhinya kebutuhan anak secara wajar, dan mengabaikan dengan sengaja kewajiban untuk memelihara, merawat anak tersebut.

10

Melihat kondisi anak-anak dan permasalahan yang sangat memprihatinkan pada saat ini, yang apabila dicermati dalam beberapa kasus, permasalahan tersebut justru dilakukan oleh pihak-pihak yang seharusnya berperan untuk memberikan pengasuhan dan perlindungan kepada anak.Berdasarkan uraian diatas, maka penelitian tentang

9

Irma Setyo Wati Soemitro, Aspek Hukum Perlindungan Anak, Bumi Aksara, Jakarta, 1990, hal 25

10

Hasil wawancara dengan Widya Susanti.,S.Psi, Kepala Seksi Pelayanan, Dinas Pemberdayaan

Perempuan dan Perlindungan Anak Provinsi Sumatera Utara, pada tanggal 23 Januari 2019.

(21)

“Perlindungan Hukum Terhadap Anak Yang Ditelantarkan Orang Tua Angkatnya”.Penting untuk diteliti.

B. Rumusan Masalah

1. Faktor-faktor apakah yang menjadi penyebab terjadinya perlakuan penelantaran anak oleh orang tua angkatnya?

2. Bagaimana bentuk perlindungan hukum terhadap anak yang ditelantarkan orang tua angkatnya?

3. Bagaimanakah pelaksanaan perlindungan hukum yang dilakukan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Provinsi Sumatera Utara terhadap anak sebagai korban penelantaran yang dilakukan oleh orang tua angkatnya?

C. Tujuan Penelitian

Penulisan penelitian tesis ini memiliki tujuan yang berkaitan erat dengan rumusan masalah yang telah disebutkan sebelumnya, antara lain :

1. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menjadi penyebab terjadinya perlakuan penelantaran anak oleh orang tua angkatnya

2. Untuk mengetahui bentuk perlindungan hukum terhadap anak yang ditelantarkan orang tua angkatnya

3. Untuk mengetahui pelaksanaan perlindungan hukum yang dilakukan dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Provinsi Sumatera Utara terhadap anak sebagai korban penelantaran yang dilakukan oleh orang tua angkatnya

D. Manfaat Penelitian

Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoretis

maupun praktis.

(22)

1.Manfaat Teoretis

Secara teoretis yaitu berguna untuk memberikan sumbangan pemikiran dalam upaya pemahaman wawasan dibidang ilmu hukum mengenai perlindungan hukum terhadap anak yang ditelantarkan orang tua angkatnya.

2. Manfaat Praktis

Secara praktis, tesis ini diharapkan akan memberikan manfaat atau masukan kepada pemerintah, masyarakat untuk memberikan perlindungan hukum yang semaksimal mungkin terhadap anak yang mengalami penelantaran oleh orang tua angkatnya.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan hasil penelusuran kepustakaan yang ada di lingkungan Universitas Sumatera Utara, khususnya di lingkungan Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, menunjukkan bahwa tesis dengan judul “Perlindungan Hukum Terhadap Anak yang ditelantarkan Orang Tua Angkatnya”. Karena ada penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya, yaitu :

1. Adawiyah (Nim: 097011131)dengan Judul “Perlindungan Hukum Anak Angkat Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 ditinjau dari Hukum Islam, dengan perumusan masalah antara lain :

a. Bagaimana ketentuan hukum pengangkatan anak menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak ?

b. Bagaimana akibat hukum pengangkatan anak menurut Undang-Undang Nomor

23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak ?

(23)

c. Bagaimana perlindungan hukum terhadap anak angkat menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 ditinjau dari Hukum Islam dalam praktik hukum di Indonesia ?

2. Yuvindri (Nim :137011042) dengan Judul “Kajian Perbandingan Hukum Perlindungan Anak Angkat Atas Perceraian Orang Tua Angkatnya Menurut Hukum Adat Dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Yang Berlaku Pada Etnis Tionghoa Di Sibolga-Tapanuli Tengah, dengan perumusan masalah antara lain :

a. Bagaimana pengaturan pengangkatan anak bagi etnis Tionghoa di Sibolga- Tapanuli Tengah menurut hukum adat dan Kitab Undang-undang HukumPerdata

?

b. Apaakibat hukum terhadap putusnya perkawinan orang tua angkat terhadap anak angkat bagi etnis Tionghoa di Sibolga-Tapanuli Tengah menurut hukum adat dan Kitab Undang-undang Hukum Perdata?

c. Bagaimana perlindungan anak angkat atas perceraian orang tua angkat bagi etnis Tionghoa di Sibolga-Tapanuli Tengah menurut hukum adat dan Kitab Undang- undang Hukum Perdata ?

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Setiap penelitianakan ada kerangka teoretis yang menjadi acuan dan bertujuan untuk mengidentifikasi terhadap dimensi sosial yang relevan oleh peneliti.

11

Kerangka teoretis merupakan susunan dari beberapa anggapan, tanggapan, pendapat, cara aturan, asas,

11

Soerjono soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta : Universitas Indonesia, 1989, hal 125

(24)

keterangan, sebagai satu kesatuan yang logis yang menjadi acuan, landasan, dan pedoman untuk mencapai tujuan dalam penelitian atau penulisan.

12

a. Teori Perlindungan Hukum

Perlindungan hukum yaitu tindakan untuk melindungi masyarakat dari kesewenang- wenangan penguasa yang tidak sesuai dengan aturan yang berlaku untuk mewujudkan ketentraman dan ketertiban umum agar mewujudkan perlindungan terhadap anak.Teori perlindungan ini digunakan untuk mengetahui perlindungan terhadap anak yang merupakan suatu bidang pembangunan nasional.Hakikat pembangunan nasional adalah membangun manusia seutuhnya. Mengabaikan masalah perlindungan anak tidak akan memantapkan pembangunan nasional. Akibat tidak adanya perlindungan anak akan menimbulkan berbagai permasalahan sosial, yang dapat menggangu ketertiban, keamanan dan pembangunan nasional.

Pada dasarnya setiap manusia terlahir sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang secara kodrat mendapatkan hak dasar yaitu kebebasan, hak hidup, hak untuk dilindungi dan hak yang lainnya. Soetjipto Rahardjo mengemukakan bahwa perlindungan hukum adalah adanya upaya melindungi kepentingan seseorang dengan cara mengalokasikan suatu kekuasaan kepadanya untuk bertindak dalam kepentingannya tersebut. Selanjutnya dikemukakan pula bahwa salah satu sifat dan sekaligus merupakan tujuan hukum adalah memberikan perlindungan (pengayoman) kepada masyarakat.Oleh karena itu perlindungan hukum terhadap masyarakat harus diwujudkan dalam bentuk adanya kepastian hukum.

13

12

Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2004, hal 73

13

Soetjipto Rahardjo, Permasalahan Hukum Di Indonesia, Bandung Alumni, 1983, hal 121

(25)

Menurut Barda Nawawi Arief, perlindungan hukum terhadap anak adalah upaya perlindungan hukum terhadap berbagai kebebasan dan hak asasi anak serta sebagai kepentingan yang berhubungan dengan kesejahteraan anak.

14

Perlindungananak adalah suatu kegiatan bersama yang bertujuan mengusahakan pengamanan, pengadaan dan pemenuhan kesejahteraan rohaniah dan jasmaniah anak yang sesuai dengan kepentingan dan hak asasinya.

15

2. Kerangka Konsepsi

Menurut Soerjono Soekanto, kerangka konseptual adalah kerangka yang menggambarkan hubungan antara konsep-konsep khusus yang merupakan kumpulan dari arti-arti yang berkaitan dengan istilah yang diinginkan dan diteliti, baik dalam penelitian normatif maupun empiris.

16

Hal ini dilakukan dan dimaksudkan agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam melakukan penelitian, maka disini akan dijelaskan tentang penegrtian pokok yang dijadikan konsep penelitian, sehingga akan memberi batasan yang tetap dalam penafisran terhadap beberapa istilah. Berdasarkan defenisi tersebut, maka batasan pengertian dari istilah yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Perlindungan Anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi Anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal

14

Barda Nawawi Arief, Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan Dan Pengembangan Hukum

Pidana,Bandung :Citra Aditya Bakti, 1998, hal 156

15

Arif Gosita, Masalah Korban Kejahatan, Jakarta : PT Bhuana Ilmu Populer, 2004, hal 18

16

Soerjono Soekanto, Op.Cit, hal 103

(26)

sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

17

2. Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.

18

3. Anak angkat adalah anak yang haknya dialihkan dari lingkungan kekuasaan keluarga orang tua, wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan, dan membesarkan anak tersebut ke dalam lingkungan keluarga orang tua angkatnya berdasarkan putusan atau penetapan pengadilan.

19

4. Orang tuaadalah ayah dan/atau ibu kandung, atau ayah dan/atau ibu tiri atau ayah dan/atau ibu angkat.

20

5. Anak terlantar adalah anak yang tidak terpenuhi kebutuhannya secara wajar, baik fisik, mental, spiritual, maupun sosial.

21

6. Penelantaran anak adalah dimana orang dewasa yang bertanggung jawab gagal untuk menyediakan kebutuhan memadai untuk berbagai keperluan, termasuk fisik, emosional, pendidikan atau medis.

22

G. Metode Penelitian 1. SifatPenelitian

17

Pasal 1 angka 2 Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

18

Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

19

Pasal 1 angka 9 Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

20

Pasal 1 angka 4 Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

21

Pasal 1 angka 6 Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

22

Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang No. 23

tahun 2002 tentang perlindungan anak

(27)

Sifat penelitian ini adalah deskriptif analitis, maksudnya suatu penelitian yang menggambarkan, menelaah, menjelaskan dan menganalisis hukum baik dalam bentuk teori maupun praktek dari hasil penelitian di lapangan.

23

tentang perlindungan hukum terhadap anak yang ditelantarkan orang tua angkatnya.Penelitian ini diharapkan diperoleh gambaran secara rinci dan sistematis tentang permasalahan yang diteliti.

Analisis dilakukan berdasarkan gambaran, fakta yang diperoleh dan akan dilakukan secara cermat bagaimana menjawab permasalahan dan menyimpulkan suatu sosial sebagai jawaban dari permasalahan tersebut.

24

2. Jenis Penelitian

Jenis penelitian hukum yang digunakan dalam tesis ini adalah penelitian hukum empiris.

25

yaitu penelitian yang bermula dari ketentuan-ketentuan yang berlaku pada peristiwa hukum. Penelitian ini membutuhkan data primer dan data sekunder.Pengkajian tersebut bertujuan untuk memastikan ketentuan dalam perlindungan hukum, dengan menelusuri bagaimana perlindungan hukum terhadap anak yang ditelantarkan orang tua angkatanya.

3. Sumber dan Jenis Data

Berdasarkan sudut pandang penelitian hukum, peneliti pada umumnya mengumpulkan data primer dan data sekunder.Data primer adalah data yang diperoleh langsung melalui wawancara dan/atau survei di lapangan yang berkaitan dengan perilaku masyarakat. Data sekunder adalah data yang diperoleh melalui bahan pustaka yaitu :

26

23

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 1986, hal 63

24Ibid, hal 30

25

Johnny Ibrahim, Teori dan Metode Penelitian Hukum Normatif, Bayumedia, Malang, 2005, hal 240

26

Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, Jakarta : Sinar Grafika, 2009, hal 23

(28)

a. Bahan Hukum Primer yaitu bahan hukum yang mengikat. Bahan hukum primer dalam penelitian ini terdiri dari :

1) Undang-Undang Dasar 1945

2) Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak

3) Undang-Undang Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga

4) Undang-Undang Nomor 11 tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial

5) Peraturan Pemerintah Nomor 54 tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak

b. Bahan Hukum Sekunder yaitu bahan hukum yang erat hubungannya dengan bahan hukum primer. Seperti rancangan undang-undang, hasil–hasil penelitian dan petunjuk pelaksanaan maupun teknis yang berkaitan dengan permasalahan yang dibahas dalam tesis ini.

c. Bahan Hukum Tertier yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk ataupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, terdiri dari kamus, ensiklopedi, yang masih relevan dengan penelitian ini.

4. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di Kantor Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Provinsi Sumatera Utara.

5. Teknik Dan Alat Pengumpulan Data

Dalam melakukan penelitian ini teknik dan pengumpulan data yang dilakukan

adalah dengan penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan.Dalam penelitian

kepustakaan bertujuan untuk menghimpun data-data yang berasal dari buku-buku,

(29)

peraturan perundang-undangan dan jurnal ilmiah yang berhubungan dengan masalah yang diteliti.Proses penelitian ini juga melalui proses penelitian lapangan maka penelitian ini menggunakan penelitian hukum empiris yaitu penelitian lapangan yang berasal dari data primer yang diperoleh dengan cara wawancara.

Penelitian ini menggunakan 2 (dua) alat pengumpulan data yaitu :

1. Studi dokumen yaitu mengumpulkan data sekunder yang terkait dengan permasalahan yang diajukan dengan cara mempelajari buku-buku, hasil penelitian dan dokumen-dokumen perundang-undangan yang terkait selanjutnya digunakan untuk kerangka teoritis pada penelitian lapangan.

2. Pedoman Wawancara, dilakukan terhadap orang dari instansi terkait yang dianggap layak, wawancara langsung dengan Kantor Dinas Sosial Kota Medan, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Provinsi Sumatera Utara, Lembaga Perlindungan Anak Sumatera Utara, Panti Asuhan Ade Irma Suryani Nasution Medan, Satgas PPA Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia, KPAID Sumut, Badan Pembina Yayasan Pusaka Indonesia.

6. Analisis Data

Setelah data terkumpul dan diolah kegiatan selanjutnya adalah analisis data.

Dalam penelitian ini yang digunakan adalah analisis kualitatif, yaitu dengan cara

mendeskripsikan data yang diperoleh dalam bentuk penjelasan dan uraian-uraian kalimat,

dapat ditarik kesimpulan secara indukatif yaitu suatu cara berpikir dari hal-hal yang

bersifat umum lalu diambil kesimpulan secara khusus. Dari kesimpulan-kesimpulan yang

telah diambil kemudian disampaikan saran-saran.

(30)

Semua data yang diperoleh disusun secara sistematis, diolah dan diteliti serta dievaluasi kemudian data dikelompokan atas data yang sejenis untuk kepentingan analisis.Sedangkan evaluasi dan penafsiran dilakukan secara kualitatif yang dicatat satu persatu untuk dinilai kemungkinan persamaan jawaban.Oleh karena itu, data yang telah dikumpulkan kemudian diolah, dianalisis secara kualitatif dan diterjemahkan secara logis sistematis untuk ditarik suatu kesimpulan. Kesimpulan adalah jawaban khusus atas permasalahan yang ditelitisehingga diharapkan akan memberikan solusi atas permasalahan dalam penelitianini.

27

27

Bambang Sunggono,Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada,Jakarta, 2002

(31)

BAB II

FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA PERLAKUAN PENELANTARAN OLEH ORANG TUA ANGKAT

A. Pengangkatan Anak

Pengangkatan anak menurut Pasal39 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak menyebutkan bahwa :

1)Pengangkatan anak hanya dapat dilakukan untuk kepentingan yang terbaik bagi anak dan dilakukan berdasarkan adat kebiasaan setempat dan ketentuan peraturan perundang- undangan yang berlaku.

2)Pengangkatan anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), tidak memutuskan hubungan darah antara anak yang diangkat dan orang tua kandungnya.

3)Calon orang tua angkat harus seagama dengan agama yang dianut oleh calon anak angkat.

4)Pengangkatan anak oleh warga negara asing hanya dapat dilakukan sebagai upaya terakhir.

5)Dalam hal asal usul anak tidak diketahui, maka agama anak disesuaikan dengan agama mayoritas penduduk setempat.

Definisi Pengangkatan Anak menurut Pasal1 butir 2 Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 Tentang Tata Cara Memperoleh, Kehilangan, Pembatalan, dan Memperoleh kembali Kewarganegaraan Indonesiaadalah sebagai berikut :

"Pengangkatan anak adalah suatu perbuatan hukum yang mengalihkan, seorang anak

dari lingkungan kekuasaan orang tua, wali yang sah, atau orang lain yang

bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan dan membesarkan anak tersebut ke

dalam lingkungan keluarga orang tua angkat".

(32)

Sejak zaman dahulu pengangkatan anak dilakukan masyarakat dengan cara dan motivasiyang berbeda-beda, sesuai dengan sistem hukum adat dan perasaan hukum yang hidup serta berkembang di daerah yang bersangkutan. Perbedaan dalam hukum adat disyaratkannya suatu imbalan sebagai pengganti kepada orang tua kandung anak angkat biasanya berupa benda-benda yang dikeramatkan atau dipandang memiliki kekuatan magic.

28

Sedangkan menurut Hukum Islampengangkatan anak sangat dianjurkan asalkan tidak memutus hubungan darah antara anak yangdiangkat dengan ibu kandungnya, tidak menimbulkan hubungan nasab dan waris dengan orang tua angkatnya.Namun diberikan wasiat wajibah maksimal 1/3 dari harta warisan orang tua angkatnya, sebagaimana ketentuan Pasal209 KHI.

29

Perbedaan mengenai ketentuan dan akibat hukum sebagaimana dijelaskan menurut Hukum Adat dan Hukum Islam di atas, oleh pemerintah dipandang perlu diberikan ketentuan sebagai rujukan bagi hakim dalam menjalankan tugas pokok kekuasaan kehakiman tentang pengangkatan anak, misalnya :

1. Undang-Undang Nomor. 3 Tahun 2006, Pengadilan Agama memiliki kewenangan absolut untuk menerima, memeriksa, dan mengadili perkara permohonan pengangkatan anak berdasarkan hukum Islam.

2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, secara tegas menyatakan bahwa tujuan pengangkatan anak, motivasi pengangkatan anak hanya dapat dilakukan untuk kepentingan yang terbaik bagi anak dan dilakukan berdasarkan adat kebiasaan setempat dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

28

Wignjodipuro, Soerojo. 1973. Pengantar dan Asas-Asas Hukum Adat, Bandung: Alumni, hal 3

29

ImanJauhari, 2003. Hak-hak Anak dalam Hukum Islam, Pustaka Bangsa, Jakarta, hal 16

(33)

Ketentuan ini sangat memberikan jaminan perlindungan bagi anak yang sifatnya memang sangat tergantung dari orang tuanya.

Anak angkat menurut Hukum Adat adalah anak orang lain yang dijadikan anakdan secara lahir batin diperlakukan seakan-akan sebagai anak kandung sendiri “ada kecintaan/kesayangan”.

30

Dalam hukum adat dikenal duamacam pengangkatan anak, yaitu :

1. Pengangkatan anak yang dilakukan secara terang dan tunai.

2. Pengangkatan anak secara tidak terang dan tidak tunai.

31

Kewajiban dan tanggung jawab terhadap pengelolaan dan perlindungan anak (anak angkat) dalam Undang-Undang Perlindungan Anak padaPasal20 sampai dengan Pasal26, disebutkan bahwa:Negara, pemerintah, masyarakat, keluarga dan orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan perlindungan anak.

32

Negara dan pemerintah berkewajibandan bertanggung jawab menghormati dan menjamin hak asasi setiap anak tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, etnik, budaya dan bahasa, status hukum anak, urutan kelahiran anak, dan kondisi fisik dan/atau mental.

33

Dalam hal iniM. Budiarto menyebutkan bahwa menurut hukum Islam pengangkatan anak hanya dapat dibenarkan atau tidak dilarang apabila memenuhi ketentuan-ketentuan sebagai berikut :

34

1. Tidak memutuskan hubungan darah antara anak yang diangkat dengan orang tua kandungnya dan keluarganya.

30

Tamakiran ,AsasHukum Waris,Puionir jaya, Bandung, 1972, hal. 52

31

INGSugangga,1995. Hukum Waris Adat,Universitas Diponegoro, Semarang, Februari, hal35

32

Andi Syamsu Alam, dan H. M. Fauzan,Hukum Pengangkatan Anak Perspektif Islam, Jakarta, 2008, hal. 2

33Ibid, hal 7

34Op.Cit, hal 24, 25

(34)

2. Anak angkat tidak berkedudukan sebagai pewaris dari orang tua angkatnya, melainkan tetap sebagai pewaris dari orang tua kandungnya, demikian juga orang tua angkatnya tidak berkedudukan sebagai pewaris dari anak angkatnya.

3. Anak angkat tidak boleh menggunakan nama orang tua angkatnya secara langsung, kecuali sekedar sebagai alamat atau tanda pengenal.

4. Orang tua angkatnya tidak bisa bertindak sebagaiwali dalam perkawinan anak angkatnya.

Pengangkatan anak sebagaimana telah dijelaskan di atas dalam aspek sejarahnya sering juga diistilahkan dengan adopsi. Pengangkatan anak (adopsi), yaitu suatu pengangkatan anak orang lain sebagai anak sendiri.Anak yang diadopsi disebut “anak angkat”, peristiwa hukumnya disebut “Pengangkatan Anak”.Pengangkatan anak dapat dijumpai dalam lapangan hukum keperdataan, khususnya dalam lapangan hukum keluarga.

Sehubungan dengan telah diaturnya anak angkat dan pengangkatan anak pada

PeraturanPemerintah Nomor 54 Tahun 2007 di atas, maka substansi dan akibat hukum dari

pengangkatan anak ini telah mengalami perubahan. Apalagi dalam perkembangan hukum

sekarang ternyata Pengadilan Agama juga memiliki kewenangan menetapkan pengangkatan

anak bagi masyarakat Indonesia yang beragama Islam, artinya kebiasaan mengangkat anak

juga dilegitimasi dalam Hukum Islam di Indonesia.Perlu diingat bahwa Hukum Islam

semula tidak mengenal anak angkat atau pengangkatan anak.Yang dikenal dalam Hukum

Islam adalah anak asuh.Dengan demikian sekarang ini mengenai penetapan anak angkat atau

pengangkatan anak ini juga menjadi kewenangan Pengadilan Agama dan Pengadilan Negeri.

(35)

B. Pengertian Dan Dasar Hukum

Anak angkat adalah anak yang haknya dialihkan dari lingkungan kekuasaan orang tua, wali yang sah atau orang lain yang bertanggungjawab atas perawatan, pendidikan, dan membesarkan anak tersebut kedalam lingkungan keluarga orang tua angkatnya berdasarkan putusan atau penetapan pengadilan.

35

Pengangkatan anak adalah suatau perbuatan hukum, yang mengalihkan seorang anak dari lingkungan kekuasaan orang tua, wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan dan membesarkan anak tersebut kedalam lingkungan keluarga orang tua angkat.

36

Pengertian anak angkat dapat ditinjau dari dua sudut pandang, yaitu pengertian secara etimologi dan pengertian secara terminologi.

37

Secara Etimologi, anak angkat sebenarnya berasal dari terjemahan Bahasa Belanda yaitu dari kata Adoptie atau dalam terjemahan Bahasa Inggris berasal dari kata Adopt yang berarti pengangkatan anak, mengangkat anak.Di Indonesia selain kata anak angkat dikenal juga dengan kata Adopsi.Pengertian Adoptie dalam Bahasa Belanda menurut kamus hukum berarti “pengangkatan seorang anak sebagai anak kandungnya sendiri’.Jadi di sini penekananya pada persamaan status anak angkat dari hasil pengangkatan anak sebagai anak kandung.

Secara Terminologi, Istilah adopsi atau pengangkatan anak telah banyak di definisikan oleh para ahli. Dalam kamus Umum Bahasa Indonesia arti anak angkat, yaitu

“anak orang lain yang diambil dan disamakan dengan anaknya sendiri”.

38

Pengangkatan anak

35

Djaja S. Meliala, Pengangkatan Anak (Adopsi), Bandung ; Nuansa Aulia, 2016, hal 4

36Ibid

37

Muderiz Zaini, S.H., Adopsi Suatu Tinjauan Sistem Hukum (Jakarta; Sinar Grafika, 1999) hal 4

38

W.J.S.Poer Wadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1952) hal 6

(36)

adalah pengangkatan anak orang lain ke dalam keluarga sendiri sedemikian rupa sehingga antara anak yang diangkat dengan orang tua angkatnya timbul hubungan antara anak sebagai anak sendiri dan orang tua angkat sebagai orang tua sendiri. Hubungan yang timbul ini berupa akibat hukumyang timbul dari perbuatan hukum pengangkatan anak.Pengangkatan anak sering juga diistilahkan dengan adopsi.Adopsi berasal dari Adoptie (Belanda) atau adoption (Inggris).

39

Adoption artinya pengangkatan, pemungutan adopsi, dan untuk sebutan

pengangkatan anak disebut adoption of a child.

Pengangkatan anak atau adopsi, yaitu suatu pengangkatan anak orang lain sebagai anak sendiri. Anak yang diadopsi disebut ”anak angkat”. Peristiwahukumnya disebut

”pengangkatan anak” dan istilah terakhir inilah yang kemudian dalam selanjutnya akan digunakan untuk mewakili istilah adopsi.

40

Menurut Soerjono Soekanto pengangkatan anak atau adopsi adalah sebagai suatu perbuatan mengangkat anak untuk dijadikan anak sendiri, atau secara umum berarti mengangkat seseorang dalam kedudukan tertentu yang menyebabkan timbulnya hubungan yang seolah-olah didasarkan pada faktor hubungan darah.

41

Peraturan pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 Pasal 1 Ayat (1) menjelaskan bahwa : Anak amgkat adalah anak yang haknya dialihkan dari lingkungan kekuasaan keluarga orang tua, wali yang sah atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan, dan membesarkan anak tersebut, ke dalam lingkungan keluarga orang tua angkatnya berdasarkan keputusan atau penetapan pengadilan.

42

39

Zakaria Ahmad Al-Bary, Hukum Anak-Anak Dalam Islam, Bulan Bintang, 2004, hal 55

40

Ahmad Kamil, dan M.Fauzan, Hukum Perlindungan dan Pengangkatan Anak di Indonesia (Jakarta:

PT.Grafindi Persada, 2000) hal 95-97

41

Soerjono Soekanto, Intisari Hukum Keluarga,( Bandung :Citra Aditya Bakti, 1999), hal 52

42

Peraturan Pemerintah RI Tentang Pengangkatan Anak Nomor 54 Tahun 2007

(37)

Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgelijk Wetboek), pengangkatan anak adopsi ini tidak termuat, hanya lembaga pengangkatan anak atau adopsi itu diatur di dalam Staatblad 1917 No. 129 yang pada pokonya di dalam peraturan tersebut ditetapkan, pengangkatan anak atau adopsi adalah pengangkatan seorang anak laki-laki sebagai anak oleh seorang laki-laki. Jadi hanya anak laki-laki saja yang dapat diangkat.Akan tetapi sekarang ini, menurut yurisprudensi dinyatakan bahwa anak perempuan dapat diangkat sebagai anak boleh seorang ibu yang tidak mempunyai anak.

43

Setiap perbuatan berupa penerimaan anak yang berasal dari lingkungan keluarga lain yang masuk ke dalam lingkungan keluarga tertentu sehingga tercipta suatu hubungan sosial yang sejajar atau setingkat dengan hubungan dalam arti biologis adalah “ kindsaanneming”

44

Berdasarkan beberapa pengertian diatas mengenai pengangkatan anak atau adopsi dapat disimpulkan bahwa pengangkatan anak atau adopsi adalah suatu perbuatan mengambil anak orang lain ke dalam keluarganya sendiri, sehingga dengan demikian antara orang yang mengambil anak dan yang diangkat timbul suatu hubungan hukum.

1. Dasar Hukum

Praktek pengangkatan anak ditengah-tengah kehidupan sosial masyarakat telah melembaga dan menjadi bagian dari budaya yang hidup di tengah-tengah masyarakat Indonesia. Sejak zaman dahulu masyarakat Indonesia telah melakukan pengangkatan anak

43

Soedaryo Soimin, Hukum Orang dan Keluarga , (Jakarta: Sinar Grafika, 1992) hal 38

44

John z Loudoe, Menemukan Hukum melalui Tafsir dan Fakta (Jakarta: PT : Bina Aksara,1985) hal 135

(38)

dengan cara dan motivasi yang berbeda-beda, sesuai dengan sistem hukum adat serta berkembang di daerah yang bersangkutan.

45

Pengamatan tersebut merupakan gambaran bahwa kebutuhan masyarakat tentang pengangkatan anak ditengah-tengah masyarakat makin bertambah dan dirasakan bahwa untuk memperoleh kepastian hukum hanya didapat setelah memperoleh putusan pengadilan.

Pengadilan Negeri atau Pengadilan Agama dalam menjalankan tugas pokok kekuasaan kehakiman, menerima, memeriksa dan mengadili serta menyelesaikan perkara yang diajukan kepadanya, antara lain permohonan pengesahan atau pengangkatan anak, harus mengacu kepada hukum terapannya. Ada beberapa peraturan hukum yang dapat dijadikan rujukan bagi hakim dalam menjalankan tugas pokok kekuasaan kehakiman tentang pengangkatan anak.

Ketentuan hukum tentang pengangkatan anak atau adopsi yang berlaku bagi seluruh warga Negara Indonesia, yaitu:

1. Staatblad Edaran Mahkamah Agung RI (SEMA) Nomor 2 Tahun 1979 tentang Pengangkatan Anak;

2. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak

3. Surat Edaran Mahkamah Agung RI (SEMA) Nomor 6 Tahun 1983 tentang Penyempurnaan SEMA Nomor 2 Tahun 1979;

4. Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 1989 Tentang Pengangkatan Anak

5. Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2005 tentang Pengangkatan Anak

45

Drs. Ahmad Kamil, S.H., M.Hum, dan Drs.H.M. Fauzan., SH.,MM.,MH.”Hukum Perlindungan dan

Pengangkatan Anak di Indonesia” (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada 2008) hal 7

(39)

6. Keputusan Menteri Sosial RI Nomor 41/HUK/KPE/VII1984 tentang Petunjuk Pelaksanaan Perizinan Pengangkatan Anak;

7. Undang –Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentan Perlindungan Anak;

8. Surat Edaran Mahkamah Agung RI Nomor 3 Tahun 2005 tentang Pengangkatan Anak;

9. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Pengadilan Agama;

10. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak;

11. Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia No. 110/HUK/2009 Tentang Persyaratan Pengangkatan Anak

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 jo Undang-Undang Republik Indonesia No. 35 Tahun 2014 tentang perlindungan anak diatur dalam Pasal 20 yang berbunyi :

“Negara, pemerintah, masyarakat, keluarga, dan orangtua berkewajiban dan bertanggungjawab terhadap penyelenggaraan perlindungan anak”.

Selanjutnya didalam Pasal 59 Ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia No. 35 Tahun 2014 berbunyi:

“Pemerintah, pemerintah daerah, dan lembaga Negara lainnya berkewajiban dan bertanggungjawab untuk memberikan perlindungan khusus kepada anak”.

46

Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak yaitu bahwa tata cara pengangkatan anak antar warga Negara Indonesia bahwa

46

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Penerbit : Permata Press) hal 298

(40)

seorang dapat mengangkat anak paling banyak 2 (dua) kali dengan jarak waktu paling singkat 2 (dua) tahun.

Surat Edaran Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 6tahun 1993 yang mengatur tentang cara mengadopsi anak menyatakan bahwa untuk mengadopsi harus terlebih dahulu mengajukan permohonan pengesahan/pengangkatan kepada Pengadilan Negeri di tempat anak yang akan diangkat itu berada.

C. Prosedur Pengangkatan Anak

Adopsi awalnya tidak dikenal dalam aturan Burgelijk Wetbook (B.W) yang merupakan kitab warisan dari pemerintahan Hindia Belanda, meskipun sumber dari pembuatan B.W yaitu Code Civil Perancis mengenal istilah pengangkatan anak.

47

Penyebabnya adalah menurut pendapat dari rakyat belanda anak harus merupakan keturunan darah, sejalan dengan perkembangan pengangkatan anak yang disahkan (B.W) Belanda yang baru (sejak tahun 1956) sudah mengenal adopsi, yang menjadi pertimbangan untuk memasukkan adopsi ini adalah terutama keinginan yang dirasakan di kalangan rakyat untuk memberikan pemeliharaan terhadap anak-anak yang tidak mempunyai orang tua atau orang tuanya tidak mampu.

48

47

R. Subekti, Perbandingan Hukum Perdata, Pradnya Paramita, Jakarta, 2004, hal 19

48Ibid

(41)
(42)

a. Prosedur Pengangkatan Anak di Indonesia 1. Pengangkatan Anak Berdasarkan Hukum Positif

Dalam kitab undang-undang hukum perdata, kita tidak menemukan ketentuan yang mengatur masalah adopsi atau pengangkatan anak, yang ada hanya ketentuan tentang pengakuan terhadap anak-anak luar kawin, seperti yang diatur dalam buku I bab XII bagian ketiga UU hukum perdata pasal 280 sampai 289 tentang pengakuan terhadap anak-anak luar kawin, ketentuan tersebut sama sekali tidak sama dengan pengangkatan anak atau adopsi.

49

Dewasa ini pengangkatan anak bukan sekedar untuk memenuhi kepentingan para calon orang tua angkat, tetapi lebih difokuskan pada kepentingan calon anak angkat, pengaturan pengangkatan anak bukan sekedar diperlukan untuk memberi kepastian dan kejelasan mengenai pengangkatan anak, tetapi dibutuhkan untuk memberi kepastian dan kejelasan mengenai pengangkatan anak, tetapi dibutuhkan untuk menjamin kepentingan calon anak angkat, jaminan atas kepastian, keamanan, keselamatan, pemeliharaan dan pertumbuhan anak angkat, sehingga pengangkatan anak memberikan peluang pada anak untuk hidup lebih sejahtera. Pengaturan pengangkatan juga dibutuhkan untuk memastikan pengawasan pemerintah dan masyarakat agar pengangkatan itu dilakukan dengan motif yang jujur dan kepentingan anak terlindungi. Dalam kata lainbahwa pemerintah berperan aktif dalam proses pengangkatan anak melalui pengawasan dan perizinan.

Berbagai peraturan perundang-undangan yang bertujuan untuk melindungi dan mensejahterakan anak, dimana pengangkatan anak menjadi salah satu pokok perhatian.

Didahului oleh UU No. 4 Tahun 1979 tentang kesejahateran anak dalam pasal 2, pasal 3, pasal 4 ayat (1), pasal 5 ayat (1) ayat (2) dan ayat (8) dan juga pasal 12 menyinggung tentang pengangkatan anak. Dalam pasal itu ditentukan bahwa pengangkatan anak dilakukan

49

Muderiz Zaini, Adopsi Suatu Tinjauan dari Tiga Sistem Hukum, (Jakarta : Sinar Grafika, 1995) hal 31

(43)

diluar adat dan kebiasaan, dilaksanakan berdasarkan peraturan perundang- undangan.Kemudian diundangkan UU No. 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak yang telah diamandemen dengan UU No. 35 tahun 2014.Pada bab VIII, khususnya pada pasal 39 sampai dengan pasal 41 undang-undang tersebut memuat ketentuan tentang pengangkatan anak. Untuk melaksanakan ketentuan mengenai pengangkatan anak di dalam UU No. 23 tahun 2002 itu maka pemerintah menerbitkan peraturan pemerintah No. 54 tahun 2007 tentang pengangkatan anak.

Perkembangan pengaturan pengangkatan anak dalam peraturan perundangan ini tentu sangat menggembirakan karena sedikit banyak memberi kepastian. Perkembangan dalam pengaturan melalui peraturan perundangan ini ditambah dengan beberapa petunjuk mahkamah agung RI melalui sejumlah surat-surat edarannya sejak tahun 1979 telah memainkan peran yang penting dalam meningkatkan kepastian dan keseragaman aturan pengangkatan anak di Indonesia.

Pengangkatan anak atau disebut dengan istilah adopsi secara etimologi berasal dari bahasa belanda” adoptie” atau adopt (adoption) bahasa inggris, yang berarti pengangkatan anak atau mengangkat anak.

50

Anak angkat menurut kamus hukum adalah seorang bukan turunan dua orang suami istri yang diambil, dipelihara dan diperlakukan sebagai anak turunannya sendiri.

51

Dalam kamus bahasa Indonesia, pengertian anak angkat adalah anak orang lain yang diambil dan diasuh sebagai anaknya sendiri. Pengertian dalam bahasa Belanda menurut kamus hukum, berarti pengangkatan seorang anak untuk menjadi anak kandungnya sendiri, jadi di sini penekanannya pada persamaan status anak angkat dari hasil

50

Djatje Rahajoekusumah, Kamus-Belanda-Inggris Jakarta: Rineka Cipta, 1980, hal 30

51

Sudarsono, Kamus Hukum, Jakarta:Rineka Cipta, 1992, hal 32

(44)

pengangkatan anak sebagai anak kandung, ini adalah pengertian secara literlijk, yaitu adopsi di serap kedalam bahasa indonesia berarti anak angkat atau mengangkat anak.

Sedangkan pengertian pengangkatan anak menurut terminology memiliki berbagai macam pengertian yang telah dikemukakan oleh beberapa pakar, diantaranya sebagai berikut : menurut Hilman Hadi Kusuma, anak angkat adalah anak orang lain yang dianggap anak sendiri oleh orang tua angkat dengan resmi menurut hukum adopsi setempat dikarenakan untuk tujuan kelangsungan keturunan atau pemeliharaan atas harta kekayaan rumah tangga.

52

Sedangkanpengangkatan anak yang secara formal berlaku bagi seluruh pengangkatan anak di Indonesia tanpa membedakan golongan penduduk, juga tanpa membedakan domestic adoption atau intr-country adoption dituangkan dalam Peraturan Pemerintah

Nomor 54 Tahun 2007 tentang pelaksanaan pengangkatan anak (PP pengangkatan anak).

Menurut PP No. 54 Tahun 2007 pengangkatan anak adalah suatu perbuatan hukum yang mengalihkan seorang anak dari lingkungan kekuasaan orang tua, wali yang sah atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan dan membesarkan anak tersebut kedalam lingkungan keluarga orang tua angkat (pasal 1 butir 2). Pengangkatan anak dengan demikian adalah suatu perbuatan hukum pengalihan seorang anak dari suatu lingkungan (semula) ke lingkungan keluarga orang tua angkatnya.

53

Peraturan Pemerintah tentang pengangkatan anak diadakam dalam rangka melaksanakan Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, tetapi UU Perlindungan Anak sendiri tidak merumuskan pengertian “pengangkatan anak”. UU perlindungan anak hanya merumuskan pengertian anak angkat, dalam pasal 1 butir 9

52

Hilman Hadi Kusuma, Hukum Perkawinan Adat, Bandung:Alumni, 1982, hal 149

53

Rusli Pandika, Hukum Pengangkatan Anak, (Jakarta: Sinar Grafika, 2012) hal 105

Referensi

Dokumen terkait

lain yang telah diberikan kepada pihak lain untuk invensi yang sama maka dapat dimintakan penghapusannya kepada Pengadilan Niaga, sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 132

Fungsi teori dalam penelitian ini adalah untuk memberikan arahan atau petunjuk dan menjelaskan kejadian yang diamati, yaitu menggali mengenai kekuatan hukum atas

Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) adalah Kredit yang diberikan oleh bank kepada debitur untuk digunakan membeli atau membayar sebuah bangunan rumah tinggal

Dari hasil penelitian ini juga diketahui bahwa undang-undang telah mengatur umur para pihak yang hendak melakukan perbuatan hukum, termasuk dalam hal yang

Kendala yang dialami PPAT dalam melaksanakan perannya turut mengawasi pemungutan BPHTB atas transaksi jual beli hak atas tanah dan bangunan di Kabupaten Samosir antara

atas 3 (tiga) objek tanah dan bangunan tersebut sekaligus melakukan peralihan hak atau balik nama ke atas nama Penggugat. Pertimbangan hukum oleh majelis hakim

Dalam hal status kekuatan alat bukti akta Notaris, suatu akta tersebut dapat mengalami penurunan mutu atau kemunduran atau kemerosotan status apabila dalam

Selain pengajuan gugatan derivatif sebagai bentuk perlindungan hukum terhadap pemegang saham, apabila direksi lalai dalam pelaksanaan tugas dalam hal ini