• Tidak ada hasil yang ditemukan

TESIS. Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Hukum Dalam Program Studi Magister Ilmu Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara OLEH :

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "TESIS. Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Hukum Dalam Program Studi Magister Ilmu Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara OLEH :"

Copied!
174
0
0

Teks penuh

(1)

0

ANALISIS YURIDIS KEKUATAN HUKUM PENGAJUAN PERMOHONAN RENVOI PROSEDUR OLEH KREDITOR YANG DIDASARKAN

KEPADA AUDIT INTERNAL PERUSAHAAN KREDITOR

(STUDI PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO. 617.K/PDT.SUS.PAILIT/2018)

TESIS

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Hukum Dalam Program Studi Magister Ilmu Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

OLEH :

WIRA ARIZONA 177005059

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2019

(2)

ANALISIS YURIDIS KEKUATAN HUKUM PENGAJUAN PERMOHONAN RENVOI PROSEDUR OLEH KREDITOR YANG DIDASARKAN

KEPADA AUDIT INTERNAL PERUSAHAAN KREDITOR

(STUDI PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO. 617.K/PDT.SUS.PAILIT/2018)

NASKAH PUBLIKASI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Hukum dalam Program Studi Magister Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum

Universitas Sumatra Utara

OLEH :

WIRA ARIZONA 177005059

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2019

(3)
(4)

Telah diuji

Pada Tanggal : 24 Juli 2018

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Sunarmi, SH, M.Hum Anggota : 1. Prof. Dr. Hasim Purba, SH,M.Hum

2. Dr. Mahmul Siregar, SH, M.Hum 3. Dr. Dedi Harianto, SH, M.Hum

4. Dr. T Keizerina Devi A, SH, CN, M.Hum

(5)
(6)

ABSTRAK

Kepailitan merupakan suatu proses dimana seorang debitor yang mempunyai kesulitan keuangan untuk membayar hutangnya kepada dua debitor yang telah jatuh tempo dan dinyatakan pailit oleh putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Di dalam proses pencocokan piutang antara kreditor dan debitor pailit. Dalam rapat pencocokan hutang /piutang yang dihadiri oleh kurator, kreditor, debitor pailit maupun hakim pengawas sering terjadi perselisihan terhadap jumlah hutang / piutang dari debitor pailit / kreditor yang menimbulkan permasalahan hukum hingga pengajuan gugatan penetapan jumlah hutang / piutang debitor pailit /kreditor ke pengadilan niaga.

Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah yang menjadi faktor-faktor terjadinya selisih jumlah piutang antara catatan yang ada pada debitor, kreditor maupun kurator sehingga menimbulkan renvoi prosedur dan sengketa di dalam kepailitan pada umumnya, apakah secara hukum terhadap jumlah utang yang telah diakui oleh kurator berdasarkan hasil rapat verifikasi dapat diajukan renvoi prosedur oleh audit internal dari kreditor tersebut, bagaimana analisis pertimbangan hukum majelis hakim Mahkamah Agung RI dalam putusan No. 617.K/Pdt.Sus.Pailit/2018 terkait dengan pengajuan renvoi prosedur oleh kreditor berdasarkan hasil audit internal perusahaan kreditor.

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif yaitu Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU dan juga putusan Mahkamah Agung No 617.K/Pdt.Sus.Pailit/2018. Sifat penelitian ini adalah deskriptif analitis. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian kepustakaan (library research) dan analisis data kualitatif. Penelitian ini juga menggunakan pedoman wawancara sebagai alat pengumpulan data, terhadap kurator 3 (tiga) orang kurator yang dalam hal ini memiliki kapasitas sebagai informan dan narasumber.

Audit internal yang telah melakukan penghitungan ulang terhadap seluruh piutang PT Pertamina EP terhadap PT Geo Cepu Indonesia selaku debitor pailit menemukan selisih jumlah hutang / piutang debitor dari jumlah hutang yang telah diakui sebelumnya dan mengajukan renvoi prosedur berdasarkan perhitungan ulang yang dilakukan oleh audit internal perusahaan PT Pertamina EP tersebut kepada PT Geo Cepu Indonesia selaku debitor pailit. Pelaksanaan renvoi prosedur tersebut audit internal tidak terlebih dahulu melakukan konfirmasi atau verifikasi dengan audit internal perusahaan debitor pailit yaitu PT Geo Cepu Indonesia sehingga terkesan renvoi prosedur yang diajukan oleh PT Pertamina EP sebagai suatu penetapan sepihak dari jumlah hutang / piutang debitor pailit / kreditor. Berdasarkan Pasal 115-118 Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU dimana setiap perubahan jumlah hutang/piutang dari debitor pailit maupun kreditor harus memperoleh persetujuan terlebih dahulu dari debitor pailit dan oleh kurator dengan melakukan verifikasi terhadap renvoi prosedur tersebut dan juga wajib dicatat baik oleh kurator. Pertimbangan hukum majelis hakim Mahkamah Agung yang menolak kasasi renvoi prosedur yang diajukan oleh PT Pertamina EP adalah sudah tepat karena pengajuan renvoi prosedur harus terlebih dahulu didasarkan kepada verifikasi antara kreditor yang mengajukan renvoi prosedur dengan debitor pailit serta didukung dengan bukti-bukti autentik.

Kata Kunci : Renvoi Prosedur, Kepailitan, dan Audit Internal

(7)

ABSTRACT

Bankruptcy is a process in which a debtor who has financial difficulties to pay his debts to two debtors who are past due and declared bankrupt by a court decision that has permanent legal force. In the process of matching receivables between creditors and bankrupt debtors. In debt / credit matching meetings attended by curators, creditors, bankrupt debtors and supervisory judges, there are often disputes over the amount of debts / debts of bankrupt debtors / creditors which causes legal problems to the filing of a claim for determining the amount of debts / debts of bankrupt debtors / creditors to the commercial court . The research problems are what factors generally cause differences in the amount of the receivables among the creditor's, debtor's or curator's notes leading to renvoi and disputes in bankruptcy, whether the renvoi can legally be requested by the creditor's internal auditor for the amount of the debt acknowledged by curator based on the verification meeting result, and how about the legal analysis of the consideration of the Judges of the Supreme Court of the Republic of Indonesia in the Verdict No. 617.K/Pdt.Sus,Pailit/2018 concerning the request for renvoi by a creditor based on the results of creditor's company internal auditor.

This is a normative juridical research which studies the Law No. 3 7/2004 on Bankruptcy, PKPU (Suspension of Debt Payment Obligation), and the Verdict of the Supreme Court of the Republic of Indonesia No. 617.K/Pdt.Sus.Pailit/2018. This research is analytically descriptive. It employs library research and qualitative analysis. This study also uses interview guidelines as a data collection tool, for curators of 3 (three) curators who in this case have the capacity as informants and resource persons.

The internal auditor who has recalculated all receivables of PT.Pertamina EP from PT. Geo Cepu Indonesia as a bankrupt debtor found out differences in the amount of the debtor's debt/receivables from the amount that had previously been acknowledged and it submitted a request for renvoi based on their recalculation. The renvoi was carried out before firstly confirmed or verified by the internal auditor of PT Geo Cepu Indonesia, thus, it left an impression that the renvoi requested by PT Pertamina EP is a unilateral establishment of the amount of the bankrupt debtor's/creditor's debt/receivables. According to Article 115-118 of the Law No.

37/2004 on Bankruptcy and PKPU, any changes of amount of debt/receivables of a bankrupt debtor or creditor are obliged to firstly get an approval from the bankrupt debtor or a verification made by a curator who will request for renvoi, and is obliged to be well recorded by the curator. The consideration of the Judges of the Supreme Court who objects the cassation of renvoi requested by PT Pertamina EP is right and proper because the renvoi should have been requested by firstly verified by creator and the bankrupt debtor, and supported by authentic evidence.

Keywords: Renvoi, Bankruptcy, and Internal Auditor

(8)

KATA PENGANTAR

Dengan segala puji dan rasa syukur dipanjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat dan karunianya yang telah menambah keyakinan dan kekuatan bagi penulis dengan segala keterbatasan waktu dan materi yang dimiliki sehingga dapat menyelesaikan penulisan tesis ini dengan judul ”ANALISIS YURIDIS KEKUATAN HUKUM PENGAJUAN PERMOHONAN RENVOI PROSEDUR OLEH KREDITOR YANG DIDASARKAN KEPADA AUDIT INTERNAL PERUSAHAAN KREDITOR (STUDI PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO. 617.K/PDT.SUS.PAILIT/2018)”

Penulisan tesis ini merupakan salah satu syarat penting yang harus dipenuhi dalam menyelesaikan Program Studi Magister Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Dalam penyelesaian tesis ini, penulis banyak memperoleh dukungan, motivasi, pengarahan serta bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikann ucapan terima kasih kepada : 1. Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum selaku Rektor Universitas Sumatera Utara yang

telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan pada Program Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

2. Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan para Asisten serta staf atas bantuan, kesempatan dan fasilitas yang diberikan, sehingga dapat diselesaikan studi pada Program Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

(9)

3. Prof. Dr. Sunarmi, SH, M.Hum, selaku Ketua Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara serta Ketua Pembimbing;

4. Prof. Dr. Hasim Purba, SH, M.Hum dan Dr. Mahmul Siregar, SH, M.Hum selaku anggota komisi pembimbing yang dengan sabar dan perhatian memberi dukungan, masukan serta arahan yang sangat membantu dalam penyempurnaan tesis ini;

5. Dr. Dedi Harianto, SH, M.Hum dan Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, M.Hum, selaku Dosen Penguji yang telah memberikan masukan dan arahan untuk penyempurnaan tesis ini;

6. Kedua orang tua tercinta yang telah membesarkan dengan kasih sayang, kesabaran, dan doa yang tiada henti-hentinya hingga saya berhasil menyelesaikan tesis.

Akhir kata penulis berharap mudah-mudahan tesis ini dapat memberikan manfaat dan sebagai sarana bacaan untuk semua pihak, terutama kepada penulis dan kalangan yang mengembangkan ilmu hukum khususnya bidang ilmu hukum.

Medan, Juni 2019 Penulis

(Wira Arizona)

(10)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I. IDENTITAS PRIBADI

Nama : Wira Arizona

Tempat/Tanggal lahir : Medan, 31 Maret 1995

Alamat : Jl. Setia Budi Psr 2. Gg.Berlian No. 9

Jenis Kelamin : Laki-laki

II. IDENTITAS ORANG TUA

Nama Ayah : H. Abdul Jalil, SH, M.Sp

Nama Ibu : Hj. Sita Bounur Daulay, SE

III. PENDIDIKAN

SD : SD Kemala Bhayangkari Medan

SMP : SMP Harapan 2 Medan

SMU : SMU Negeri 2 Medan

Strata I : Universitas Sumatera Utara Medan

(11)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYTA HIDUP ... v

DAFTAR ISI ... vi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 13

C. Tujuan Penelitian ... 13

D. Manfaat Penelitian ... 14

E. Keaslian Penelitian ... 15

F. Kerangka Teori dan Konsepsi ... 17

1. Kerangka Teori ... 17

2. Konsepsi ... 25

G. Metode Penelitian ... 27

1. Spesifikasi Penelitian ... 27

2. Metode Pendekatan... 29

3. Data Penelitian ... 30

4. Teknik dan Alat Pengumpulan Data ... 31

5. Analisis Data ... 32

(12)

BAB II FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA SELISIH JUMLAH PIUTANG ANTARA CATATAN DEBITOR, KREDITOR DAN KURATOR YANG MENYEBABKAN RENVOI PROSEDUR DAN SENGKETA DALAM

KEPAILITAN ... 35

1. Ketentuan Kepailitan dan Akibat Hukumnya ... 35

2. Pengurusan dan pemberesan harta pailit ... 46

3. Renvoi prosedur dalam sistem hukum kepailitan di Indonesia ... 58

4. Faktor-faktor penyebab terjadinya selisih jumlah piutang antara catatan debitor, kreditor dan kurator yang menyebabkan renvoi prosedur dan sengketa dalam kepailitan ... 77

BAB III RENVOI PROSEDUR OLEH KREDITOR ATAS JUMLAH UTANG YANG TELAH DIAKUI OLEH KURATOR BERDASARKAN VERIFIKASI AUDIT INTERNAL DARI KREDITOR ... 88

A. Pencatatan utang debitor pailit oleh kurator ... 88

B. Dasar-daasr pengakuan dan pengumuman jumlah utang oleh kurator ... 105

C. Peran audit internal kreditor dalam pencatatan dan pengakuan jumlah utang yang dilakukan kurator ... 111

D. Renvoi prosedur oleh kreditor terhadap jumlah utang yang telah diakui kurator berdasarkan verifikasi audit internal kurator ... 122

E. Kepastian hukum terhadap jumlah utang yang telah dkakui oleh kurator ... 128

(13)

BAB IV ANALISIS PERTIMBANGAN HUKUM MAJELIS HAKIM MAHKAMAH AGUNG RI DALAM PUTUSAN NO.

617.K/PDT.SUS.PAILIT/2018 TERKAIT DENGAN PENGAJUAN RENVOI PROSEDUR OLEH KREDITOR BERDASARKAN HASIL AUDIT INTERNAL PERUSAHAAN

KREDITOR ... 132

A. Kasus Putusan Pengadilan Niaga No. 27/Pdt.Sus-PKPU/2016/PN Niaga Jkt. Pst. ... 132

1. Kasus posisi ... 132

2. Fakta-fakta hukum ... 137

3. Analisis putusan Pengadilan Niaga No. 27/Pdt.Sus- PKPU/2016/PN Niaga Jkt. Pst. ... 140

B. Analisis Putusan Mahkamah Agung No. 617.K/Pdt.Sus.Pailit/2018 ... 144

1. Pertimbangan hukum majelis hakim Mahkamah Agung ... 144

2. Analisis Putusan Mahkamah Agung No. 617.K/Pdt.Sus.Pailit/2018 ... 146

C. Kepastian hukum ketentuan Renvoi prosedur dalam putusan Mahkamah Agung No617.K/Pdt.Sus.Pailit/2018 ... 148

BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN ... 153 4

A. Kesimpulan ... 153

B. Saran ... 155

DAFTAR PUSTAKA ... 157

(14)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Renvoi prosedur adalah bantahan kreditor terhadap daftar tagihan (sementara) kreditor yang diakui/dibantah kurator. Renvoi prosedur disampaikan pada saat rapat pencocokan piutang oleh kreditor yang tidak menerima piutang yang diakui oleh kurator. Teknisnya, kurator membacakan daftar tagihan (didepan hakim pengawas dan pengamat (PP), kreditor lainnya, debitor) beserta catatan (berupa dasar hukum dan fakta-kata dari bukti dokumen tagihan dan dokumen perusahaan/individu yang diberikan kreditor berupa alasan menerima/menolaknya kurator terhadap tagihan tersebut) setelah itu tiap kreditor, debitor menandatangani persetujuan atas tagihan yang diakui kurator yang berkeberatan atas daftar tagihan memberikan surat bantahan ke hakim pengawas.1

Hakim pengawas membuat berita acara yang kemudian dituangkan dalam laporan hakim pengawas ke hakim majelis (hakimnya sama dengan hakim yang memutus pailit), kemudian hakim majelis menentukan tanggal sidang renvoi. Putusan renvoi harus sudah putus tujuh hari sejak sidang pertama. Tidak ada replik dan duplik dalam sidang renvoi, cukup dengan lampiran bukti-bukti dan dasar hukum mengapa membantah daftar yang disusun kurator, demikian juga kurator cukup membuat

1 Purwanto, Penyelesaian Utang dalam Kepailitan, (Jakarta :Raja Grafindo Persada, 2010), hal. 64

(15)

jawaban atas bantahan kreditor disertai bukti. Biasanya dalam prakteknya 3 kali sidang (pembukaan, pembuktian, putusan).

Dalam ketentuan Pasal 127 Undang-Undang No. 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU disebutkan bahwa, “2

1. Dalam hal ada bantahan sedangkan hakim pengawasan tidak dapat mendamaikan kedua belah pihak, sekalipun perselisihan tersebut telah diajukan ke pengadilan, hakim pengawas memerintahkan kepada kedua belah pihak untuk menyelesaikan perselisihan tersebut di pengadilan.

2. Advokat yang mewakili para pihak harus advokat yang sebelumnya telah mengajukan gugatan sesuai ketentuan Pasal 7 Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU

3. Perkara diperiksa secara sederhana

4. Dalam hal kreditor yang meminta pencocokan piutangnya tidak menghadap pada sidang yang telah ditentukan maka yang besangkutan dianggap telah menarik kembali permintaannya dan dalam hal pihak yang melakukan bantahan yang tidak datang menghadap maka yang bersangkutan dianggap telah melepaskan bantahannya, dan hakim harus mengakui piutang yang bersangkutan.

5. Kreditor yang pada rapat pencocokan piutang tidak mengajukan bantahan, tidak diperbolehkan menggabungkan diri atau melakukan intervensi dalam perkara yang bersangkutan.

Ketentuan Pasal 127 Undang-Undang No. 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU merupakan prosedur dan tata cara dalam melakukan renvoi terhadap perbedaan atau selisih dari jumlah hutang debitor pailit yang telah diumumkan oleh kurator dan dibantah oleh kreditor, apabila hakim pengawas tidak mampu menyelesaikan sengketa terhadap selisih jumlah hutang tersebut maka para pihak baik debitor maupun kreditor dapat mengajukan permohonan gugatan atas perubahan jumlah hutang tersebut (renvoi) ke Pengadilan Niaga. Apabila kreditor yang meminta pencocokan hutang tersebut tidak hadir pada sidang gugatan renvoi atas selisih

2Undang-Undang No. 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU

(16)

jumlah hutang antara debitor dan kreditor tersebut maka kreditor dipandang menerima jumlah hutang yang telah diumumkan oleh kurator tersebut. Apabila pihak yang melakukan bantahan tidak hadir pada sidang pencocokan piutang di Pengadilan Niaga tersebut maka pihak yang melakukan bantahan tersebut dipandang telah menarik kembali bantahannya dan dipandang telah setuju dengan jumlah hutang yang telah diumumkan oleh kurator tersebut.3

Di dalam pelaksanaan hukum kepailitan khususnya tentang mencocokan hutang / piutang yang mengalami perbedaan atau selisih jumlah antara kreditor, debitor maupun kurator merupakan suatu permasalahan yang sering terjadi.

Perselisihan atau perkara seperti ini biasanya diselesaikan langsung oleh Hakim Pengadilan, akan tetapi pada perkara kepailitan ini sebelum masalah tersebut dibawa ke Pengadilan terlebih dahulu akan diselesaikan oleh Hakim Pengawas. Apabila Hakim Pengawas tidak bisa menyelesaikan perkara antara para pihak, maka Hakim Pengawas akan melakukan “Penunjukan Kembali”. Dalam Hukum Perdata Internasional (HPI), penunjukkan kembali ini disebut dengan “Renvoi”. Terjadinya renvoi dalam HPI ini apabila adanya perbedaan sistem hukum antara para pihak.

Akan tetapi pada masalah dalam hukum kepailitan, renvoi di terapkan apabila Hakim Pengawas tidak bisa menyelesaikan masalah antara para pihak, kemudian Hakim

3Imran Nating, Peranan dan Tanggung Jawab Kurator dalam Pengurusan dan Pemberesan Harta Pailit, Edisi Revisi 2, (Jakarta : Raja Grafindo, 2014), hal.2.

(17)

Pengawas menunjuk Hakim Pengadilan untuk menyelesaikan masalah tersebut. Inilah yang di maksud dengan Renvoi dalam kepailitan. 4

Renvoi diterapkan pada kasus tertentu, yaitu apabila tagihan-tagihan kreditor dibantah oleh Balai Harta Peninggalan/Kurator dan seorang atau lebih kreditor (dalam rapat verifikasi), sedangkan hakim pengawas tidak berhasil menyelesaikan perbedaan pendapat itu, maka hakim pengawas akan memerintahkan kedua belah pihak untuk menyelesaikan perbedaan pendapat tersebut kepada Hakim Pengadilan yang ditentukannya dalam prosedur yang sederhana. Sering kali dalam kepailitan terdapat permasalahan yang harus dihadapi oleh para kreditor yaitu untuk mendapatkan pelunasan piutangnya terhadap debitor yang telah dinyatakan pailit, sering kali diabaikan atau bahkan ditolak oleh kurator. Sehingga muncul renvoi prosedur sebagai bentuk perlindungan hukum terhadap kreditor. 5

Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya renvoi prosedur adalah terjadinya perbedaan jumlah hutang/piutang yang ada pada catatan kreditor dengan jumlah catatan hutang/piutang yang ada di catatan debitor maupun kurator, dimana masing- masing pihak memandang bahwa catatan hutang /piutang yang ada ditangan masing- masing debitor, kreditor maupun kurator adalah catatan jumlah hutang/piutang yang benar. Hal ini mengakibatkan terjadinya sengketa antara kreditor, debitor maupun kurator atas perbedaan jumlah hutang / piutang yang ada di catatan masing-masing pihak, dan meskipun sudah dilakukan pencocokan hutang / piutang pada masing-

4Riswandi Muchtar, Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran, (Jakarta : Sinar Grafika, 2015), hal. 32

5Raharyu Hartini, Hukum Kepailitan, (Malang :UMM Press, 2008), hal. 39

(18)

masing pihak namun tidak ada kesepakatan untuk menerima satu jumlah hutang / piutang yang disepakati. Hal ini mengakibatkan pihak yang keberatan terhadap perbedaan jumlah hutang/piutang tersebut mengajukan gugatan ke Pengadilan Niaga untuk menetapkan jumlah hutang / piutang yang ada pada catatan dari pihak yang keberatan tersebut.

Penelitian ini membahas tentang pengajuan permohonan renvoi prosedur oleh kreditor yang didasarkan kepada audit internal perusahaan kreditor. Jumlah catatan piutang yang diajukan oleh kreditor dalam rapat pencocokan hutang/piutang tersebut didasarkan kepada catatan piutang yang dibuat oleh audit internal perusahaan kreditor. Audit Internal merupakan pengawasan manajerial yang fungsinya mengukur dan mengevaluasi sistem pengendalian dengan tujuan membantu semua anggota manjemen dalam mengelola secara efektif pertanggungjawabanya dengan cara menyediakan analisis, penilaian, rekomendasi, dan komentar-komentar yang berhubungan dengan kegiatan-kegiatan yang di telaah.6

Audit internal (Pemeriksaan intern) adalah pemeriksaan yang dilakukan oleh bagian internal audit perusahaan, baik terhadap laporan keuangan, dan catatan akuntansi perusahaan, maupun ketaatan terhadap kebijakan manajemen puncak yang telah ditentukan dan ketaatan terhadap peraturan pemerintah dan ketentuan-ketentuan dari ikatan profesi yang berlaku. Peraturan pemerintah misalnya peraturan dibidang perpajakan, pasar modal, lingkungan hidup, perbankan, perindustrian, investasi dan

6 Purwanto, Penyelesaian Utang dalam Kepailitan, (Jakarta :Raja Grafindo Persada, 2015), hal. 64

(19)

lain-lain. Ketentuan dari ikatan profesi misalnya standar akuntansi keuangan.

Pengajuan keberatan terhadap jumlah utang /piutang yang ada pada catatan kurator maupun debitor yang dilakukan oleh kreditor ternyata mengalami selisih, setelah audit internal melakukan verifikasi terhadap jumlah piutang kreditor kepada debitor yang sebenarnya.

Berdasarkan uraian di atas maka audit internal memiliki fungsi untuk melakukan pemeriksaan terhadap hal-hal yang menyangkut aset perusahaan baik yang bergerak maupun tidak bergerak, dan juga termasuk piutang perusahaan kepada pihak lain yang keseluruhannya tersebut diperiksa oleh audit internal untuk menjaga agar aset perusahaan tersebut terjaga dengan baik. Dalam hal melaksanaan pemeriksaan terhadap piutang perusahaan audit internal juga berhak untuk melakukan rekapitulasi terhadap seluruh piutang perusahaan kepada pihak lain serta mencatatnya dalam suatu catatan audit untuk diserahkan kepada pimpinan perusahaan agar pimpinan perusahaan mengetahui aset perusahaan yang masih dalam bentuk piutang kepada pihak lain yang harus diselamatkan oleh perusahaan. Oleh karena itu audit internal berhak memeriksa seluruh piutang perusahaan terhadap pihak lain dan melakukan pencocokan piutang tersebut dari catatan yang telah dibuat oleh bahagian accounting perusahaan, sehingga dapat dipastikan total jumlah piutang perusahaan kepada pihak lain sebagai bagian dari aset perusahaan yang harus dijaga dan diselamatkan. Apabila pihak lain yang memiliki hutang terhadap perusahaan tersebut mengalami kepailitan maka audit internal berfungsi untuk melakukan audit ulang terhadap seluruh piutang yang dimiliki oleh perusahaan terhadap pihak perusahaan

(20)

yang mengalami pailit tersebut sehingga dapat ditetapkan jumlah yang pasti dari piutang perusahaan yang harus ditagih kepada perusahaan pailit tersebut.7

Di dalam pelaksanaan hukum kepailitan sering terjadi permasalahan hukum terhadap perbedaan jumlah catatan piutang yang ada pada catatan debitor, kreditor maupun pada kurator, yang meskipun telah diajukan renvoi prosedur oleh pihak kreditor dalam rapat pencocokan piutang / utang yang dihadiri oleh kreditor, debitor, kurator maupun hakim pengawas, namun tidak mencapai kesepakatan dan renvoi prosedur yang diajukan oleh kreditor tersebut tidak disetujui oleh debitor pailit, maupun kurator. Penolakan renvoi prosedur yang diajukan oleh kreditor tersebut dalam rapat pencocokan hutang / piutang oleh debitor pailit maupun kurator mengakibatkan hakim pengawas mempersilahkan kreditor untuk mengajukan gugatan terhadap sengketa pencocokan piutang (renvoi prosedur) tersebut ke pengadilan.

Di dalam penelitian ini akan diteliti secara lebih mendalam tentang kepastian hukum dalam pelaksanaan renvoi prosedur jumlah utang debitor terhadap kreditor yang didasarkan kepada verifikasi jumlah hutang yang dilakukan oleh audit internal perusahaan kreditor, apakah renvoi prosedur yang diajukan oleh kreditor berdasarkan verifikasi jumlah piutang kreditor yang dilakukan oleh kurator memiliki dasar hukum di dalam ketentuan peraturan perundang-undangan tentang kepailitan, khususnya tentang ketentuan hukum renvoi prosedur yang diajukan oleh kreditor atas perbedaan

7 Viktor M Situmorang dan Hendri Soekarso, Pengantar Hukum Kepailitan Indonesia, (Jakarta :Rineka Cipta, 2014), hal. 33

(21)

jumlah hutang / piutang yang ada pada catatan debitor pailit, kurator maupun kreditor tersebut.

Salah satu kasus sengketa pencocokan piutang antara kreditor, debitor maupun kurator yang dibahas dalam penelitian ini mengenai perkara perbedaan catatan hutang yang ada pada kurator tentang jumlah hutang debitor pailit Koperasi Simpan Pinjam Pandawa Mandiri yang tergabung di dalam PT Geo Cepu Group dan Nuryanto (Dalam Pailit) terhadap PT Pertamina EP, yang diwakili oleh PJ Presiden Direktur Nanang Abdul Manaf selaku pemohon/pemohon kasasi, yang termuat di dalam Putusan Mahkamah Agung No.617.K/Pdt.Sus.Pailit/2018. Kasus sengketa pencocokan piutang / utang kreditor, debitor pailit yang tidak disetujui oleh masing- masing pihak tersebut berawal dari Koperasi Simpan Pinjam Pandawa Mandiri yang tergabung di dalam PT Geo Cepu Group dan Nuryanto (dalam pailit) oleh Hakim Pengawas yang ditunjuk telah mengeluarkan Penetapan Nomor HP-1/5/Pdt.Sus- Pembatalan Perdamaian/2017/PN Niaga Jkt. Pst.,juncto Nomor 27/Pdt.Sus- PKPU/2016/PN Niaga Jkt. Pst., tanggal 29 Agustus 2017 yang pada pokoknya menetapkan sebagai berikut:

1. Memerintahkan Kurator untuk mengumumkan putusan pernyataan pailit sebagaimana perkara dengan Register Nomor 5/Pdt.Sus- Pembatalan Perdamaian/2017/PN Niaga Jkt. Pst., juncto Nomor 27/ Pdt.Sus-PKPU/2016/PN Niaga Jkt. Pst., tanggal 28 Agustus 2017 dalam Berita Negara Republik Indonesia;

2. Menunjuk surat kabar harian:

(22)

- Republika;

- Rakyat Merdeka.

Selasa, 24 Oktober 2017, Rapat Verifikasi Lanjutan dan di akhir Rapat Tagihan dari PT Pertamina EP dan Pandji Y. Zakia, diakui sebagian yaitu:

- Terhadap PT Pertamina EP, tagihan yang diakui sebesar Rp13.592.842.242,- dan USD1,098,454.17;

- Terhadap Pandji Y. Zakia, diakui sebesar USD15,750.00;

Sebelum dilakukan renvoi prosedur oleh kreditor ternyata telah didahului dengan adanya upaya perdamaian antara kreditor dengan debitor yang disaksikan oleh kurator dan hakim pengawas namun tidak mencapai kata sepakat untuk melaksanakan perdamaian tersebut.

Dalam akhir Rapat Hakim Pengawas mengatakan apabila kreditor keberatan terhadap tagihan yang diakui oleh Debitor dan Kurator, maka kreditor dapat mengajukan Renvoi Prosedur.

Pada tanggal 2 November 2018 Kreditor yaitu dari PT Pertamina EP mengajukan permohonan Pemeriksaan sengketa Pencocokan Piutang (Renvoi Prosedur) atas tagihan/Piutang PT Pertamina EP kepada PT Geo Cepu Indonesia (Dalam Pailit), yaitu menambahkan 3 (tiga) tagihan yang menjadi tambahan hutang dari debitor pailit berdasarkan hasil audit internal dari perusahaan kreditor PT.

Pertamina EP yaitu :

a. Piutang atas Biaya Penanganan Pasca Operasi dan Kegiatan Pemulihan Lingkungan (Abandonment & Site Restoration Costs) sebesar US$1,662,879.01

(23)

(satu juta enam ratus enam puluh dua ribu delapan ratus tujuh puluh sembilan koma nol satu dollar Amerika Serikat) atau sekitar Rp 19.954.548.120 (sembilan belas milar sembilan ratus lima puluh empat juta lima ratus empat puluh delapan ribu koma seratus dua puluh rupiah);

b. Piutang Garansi Bank atas Jaminan Komitmen Pasti sebesar US$1,500,000.00 (satu juta lima ratus ribu dollar Amerika Serikat) Rp 18.000.000.000 (delapan belas milyar rupiah);

c. Piutang atas aktivitas pencatatan dan pelaporan arus minyak sebesar Rp 1.065.631.310,14 (satu miliar enam puluh lima juta enam ratus tiga puluh satu ribu tiga ratus sepuluh koma empat belas rupiah); sehingga penambahan hutan dari debitor pailit dalam pengadilan renvoi prosedur yang diajukan oleh PT Pertamina EP menjadi Rp 39.020.179.430.14 (tiga puluh sembilan milyar dua puluh juta seratus tujuh puluh sembilan ribu empat ratus tiga puluh koma empat belas rupiah).

Pada rapat verifikasi yang dilakukan sebelumnya hutang debitor pailit yang diakui oleh kurator maupun debitor pailit serta kreditor PT. Pertamina EP sebesar Rp13.592.842.242,- dan USD1,098,454.17, sehingga tagihan dalam bentuk dolar dalam renvoi prosedur menjadi USD 1,498,454.17 atau Rp 17.981.450.040 sehingga hutang debitor pailit dalam renvoi prosedur yang diajukan oleh PT Pertamina EP menjadi mengalami penambahan sebesar Rp 21.038.729.390.14 (dua puluh satu milyar tiga puluh delapan juta tujuh ratus dua puluh sembilan ribu tiga ratus sembilan puluh koma empat belas rupiah). Sehingga total hutang debitor pailit menjadi Rp

(24)

39.020.179.430.14 (tiga puluh sembilan milyar dua puluh juta seratus tujuh puluh sembilan ribu empat ratus tiga puluh koma empat belas rupiah). Perhitungan hutang debitor pailit dalam bentuk dolar tersebut dihitung dengan perhitungan kurs nilai tukar rupiah terhadap dolar sebesar Rp 12.000 per satu U$ dolar.

Putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tersebut diucapkan pada tanggal 25 Januari 2018. Terhadap putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Jakarta Pusat Pemohon Kasasi yaitu PT. Pertamina EP berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 30 Januari 2018 mengajukan permohonan kasasi ke Mahkamah Agung pada tanggal 1 Februari 2018 sesuai memori Permohonan kasasi Nomor 03 Kas/Pdt.Sus-Pailit/2018/PN NiagaJkt. Pst., juncto Nomor 5/Pdt.Sus- Pembatalan Perdamaian/2017/PN Niaga Jkt. Pst., juncto Nomor 27/Pdt.Sus- PKPU/2016/PN Niaga Jkt. Pst., yang dibuat oleh Panitera Pengadilan Negeri/Niaga Jakarta Pusat. Memori kasasi Kurator PT Geo Cepu Indonesia (Dalam Pailit), tersebut telah disampaikan kepada Termohon Kasasi Kurator PT Geo Cepu Indonesia (Dalam Pailit) pada tanggal 2 Februari 2018 besarta alasan-alasannya. Termohon Kasasi Kurator PT Geo Cepu Indonesia (Dalam Pailit) kemudian mengajukan jawaban pada tanggal yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada tanggal 12 Februari 2018. Permohonan kasasi a quo beserta alasan-alasannya telah diberitahukan kepada pihak lawan dan dengan cara yang ditentukan dalam mundang- undang, maka oleh karena itu permohonan kasasi tersebut secara formal dapat diterima.

Mahkamah Agung dalam amar putusannya menyatakan :

(25)

1. Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi PT Pertamina EP tersebut;

2. Menghukum Pemohon Kasasi/Pemohon untuk membayar biaya perkara dalam tingkat kasasi yang ditetapkan sebesar Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah)

Permasalahan renvoi prosedur yang terjadi di dalam kasus kepailitan yang akan dibahas dalam penelitian ini cukup menarik karena kreditor PT. Pertamina EP melakukan renvoi prosedur terhadap piutang yang diakui oleh debitor pailit yaitu Koperasi Simpan Pinjam Pandawa Mandiri yang tergabung di dalam PT Geo Cepu Group dan Nuryanto dan juga diakui oleh kurator berdasarkan verifikasi catatan jumlah hutang yang dilakukan oleh audit internal perusahaan kreditor yaitu PT.

Pertamina EP, sehingga menimbulkan selisih dari jumlah hutang yang sebelumnya telah diajukan oleh PT. Pertamina EP kepada kurator maupun debitor pailit.

Perubahan jumlah piutang dari kreditor PT. Pertamina EP didukung dengan dokumen catatan piutang yang lengkap yang sebelumnya tidak diajukan oleh kreditor PT.

Pertamina EP sebelum adanya verifikasi dari audit internal perusahaan kreditor tersebut. Oleh karena itu audit internal PT. Pertamina EP telah menemukan catatan piutang yang lebih lengkap dan terperinci daripada catatan piutang yang telah diajukan sebelumnya oleh kreditor PT. Pertamina EP yang menjadi dasar hukum diajukan renvoi prosedur oleh PT. Pertamina EP tersebut.

Berdasarkan uraian identifikasi masalah tersebut di atas maka dapat ditentukan perumusan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini diantaranya adalah sebagaimana termuat di dalam point perumusan masalah di bawah ini.

(26)

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut di atas dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut :

5. Apakah yang menjadi faktor-faktor terjadinya selisih jumlah piutang antara catatan yang ada pada debitor, kreditor maupun kurator sehingga menimbulkan renvoi prosedur dan sengketa di dalam kepailitan pada umumnya?

6. Apakah secara hukum terhadap jumlah utang yang telah diakui oleh kurator berdasarkan hasil rapat verifikasi dapat diajukan renvoi prosedur atas temuan hutang baru oleh audit internal dari kreditor?

7. Bagaimana analisis pertimbangan hukum majelis hakim Mahkamah Agung RI dalam putusan No. 617.K/Pdt.Sus.Pailit/2018 terkait dengan pengajuan renvoi prosedur oleh kreditor berdasarkan hasil audit internal perusahaan kreditor?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang tersebut di atas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk menganalisis faktor-faktor terjadinya selisih jumlah piutang antara catatan yang ada pada debitor, kreditor maupun kurator sehingga menimbulkan renvoi prosedur dan sengketa di dalam kepailitan pada umumnya

2. Untuk menganalisis secara hukum terhadap jumlah utang yang telah diakui oleh kurator berdasarkan hasil rapat verifikasi dapat diajukan renvoi prosedur atas temuan hutang baru oleh audit internal dari kreditor

(27)

3. Untuk menganalisis pertimbangan hukum majelis hakim Mahkamah Agung RI dalam putusan No. 617.K/Pdt.Sus.Pailit/2018 terkait dengan pengajuan renvoi prosedur oleh kreditor berdasarkan hasil audit internal perusahaan kreditor.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian merupakan suatu penentu apakah penelitian itu berguna atau tidak. Bertitik tolak dari hal tersebut maka penulis menghendaki supaya penelitian yang dilakukan dapat bermanfaat antara lain sebagai berikut :

1. Manfaat secara teoretis.

a. Dapat memberikan jawaban terhadap permasalahan yang sedang diteliti.

b. Dapat digunakan sebagai sumbangan pemikiran dan pengembangan ilmu hukum pada umumnya dan hukum kepailitan pada khususnya untuk dijadikan bahan masukan baik bagi debitor, kreditor, kurator maupun masyarakat bisnis pada umumnya dalam hal prosedur dan tata cara pencatatan hutang maupun piutang dalam pelaksanaan hukum kepailitan.

c. Dapat menambah referensi/ literatur sebagai bahan acuan bagi penelitian yang akan datang apabila melakukan penelitian dibidang yang sama dengan yang penyusun teliti.

2. Manfaat secara praktis

a. Dapat memberikan sumbangan penelitian bagi pihak-pihak berkepentingan dalam penelitian ini.

(28)

b. Dapat memberikan manfaat bagi masyarakat umum dan pelaku bisnis lainnya agar dapat lebih mengetahui dan memahami akibat hukum kesalahan dalam melakukan pencatatan hutang debitor maupun piutang kreditor yang dilakukan kreditor, debitor maupun kurator yang dapat menimbulkan sengketa dalam penetapan jumlah hutang maupun piutang dari debitor maupun kreditor.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan hasil penelusuran kepustakaan di lingkungan Universitas Sumatera Utara khususnya di lingkungan Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara menunjukkan bahwa penelitian dengan judul ini belum pernah dilakukan. Akan tetapi, ditemukan beberapa judul tesis yang berhubungan dengan topik dalam tesis ini antara lain:

1. Deborah/NIM.147011065/MH dengan judul “Kajian hukum mengenai renvoi prosedur dalam kepailitan yang baru dilakukan setelah rapat verifikasi”

Rumusan masalah :

a. Bagaimana prosedur hukum tentang pelaksanaan prosedur renvoi menurut Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang PKPU?

b. Bagaimanakah akibat hukum dari renvoi prosedur yang baru dilakukan setelah dilaksanakannya rapat verifikasi tentang pencocokan hutang debitor?

c. Bagaimanakah upaya hukum yang dapat ditempuh oleh kreditor dalam pelaksanaan renvoi prosedur setelah dilakukannya rapat verifikasi?

(29)

2. Aida Nurhasanah/NIM. 157011025/MH dengan judul, “Analisis yuridis gugatan Actio Pauliana sebagai bentuk perlindungan terhadap kreditor dalam Undang- Undang No. 37 Tahun 2004 tentang PKPU (Studi Kasus Putusan No.

018.PK/Pdt.Sus/2015)”

Perumusan masalah :

a. Bagaimana penerapan Actio Pauliana secara nyata pada pengajuan permohonan Actio Pauliana yang diajukan oleh ketua Balai Harta Peninggalan (BHP) selaku kurator?

b. Bagaimana akibat hukum pengajukan Actio Pauliana yang diajukan oleh BHP selaku kreditor terhadap debitor pailit?

c. Bagaimana analisis pertimbangan hukum majelis hakim pengadilan niaga dalam memutuskan perkara pengajukan gugatan Actio Pauliana pada yang diajukan oleh BHP selaku kurator dalam putusan No.018.PK/Pdt.Sus/2015?

3. Nina Yasmin/NIM. 13700029/MH dengan judul, “Perlindungan hukum terhadap kurator atas pelaksanaan pencatatan hutang debitor yang mengalami perbedaan dengan catatan hutang yang ada pada kreditor”

Perumusan masalah

a. Bagaimana pengaturan hukum tentang pencatatan hutang debitor yang dilakukan oleh kurator?

b. Bagaimana prosedur dan tata cara pelaksanaan renvoi prosedur apabila terjadi perbedaan catatan hutang debitor antara kurator dengan kreditor?

(30)

c. Bagaimana perlindungan hukum terhadap kurator dalam hal pencatatan hutang debitor yang mengalami perbedaan dengan catatan hutang yang ada pada kreditor?

Dari judul penelitian tersebut tidak ada kesamaan dengan penelitian yang penulis lakukan. Dengan demikian judul ini belum ada yang membahasnya sehingga penelitian ini dijamin keasliannya dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

F. Kerangka Teori dan Konsep 1. Kerangka Teori

Teori adalah untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi.8 Suatu teori harus dikaji dengan menghadapkannya pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidakbenarannya. Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis, mengenai suatu kasus atau permasalahan (problem) yang menjadi perbandingan pegangan teoritis.9 Kerangka teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori hukum positif dan teori kepastian hukum.

Dalam karyanya berjudul The Province of Jurisprudence Determined (1832).

Menurutnya, filsafat hukum memiliki dua tugas penting. Kegagalan membedakan keduanya, demikian keyakinan Austin sebagaimana dikutip oleh Murphy & Coleman, akan menimbulkan kekaburan baik intelektual maupun moral. Kedua tugas ini

8JJJ.Wuisman, penyunting M.Hisyam, Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, jilid I, (Jakarta :FE UI, 2006), hal.203

9M.Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, (Bandung :Mandar Maju, 2003), hal.80.

(31)

berkaitan dengan dua dimensi dari hukum yakni yurisprudensi analitis dan yurisprudensi normatif. Berkaitan dengan dimensi yang pertama, tugas filsafat hukum adalah melakukan analisis tentang konsep dasar dalam hukum dan struktur hukum bagaimana adanya. Pertanyaan tentang apa itu hukum, tanggungjawab hukum, hak dan kewajiban hukum, misalnya adalah contoh pertanyaan-pertanyaan khas yang diajukan filsuf atau pemikir hukum sebagai titik tolak dalam menganalis dan mencoba memahami konsep dasar tersebut.10

Sementara itu, yurisprudensi normatif berusaha mengevaluasi atau mengkritik hukum dengan berangkat dari konsep hukum sebagaimana seharusnya. Pertanyaan- pertanyaan pokok yang diajukan antara lain mengapa hukum disebut hukum, mengapa kita wajib mentaati hukum, manakah basis validitas hukum, dan sebagainya.

Dengan demikian, dimensi yang kedua ini berurusan dengan dimensi ideal dari hukum.

Dengan distingsi di atas Austin menolak pandangan teori hukum kodrat tentang hukum dan dengan itu menarik garis pembatas yang tegas antara hukum dan moral. Dengan pemisahan ini Austin berusaha menekankan sisi utilitarian dari hukum tanpa mengabaikan pertanyaan tentang konsep dasar hukum yang berpusat pada apa yang ia sebut yurisprudensi analitis. Austin menyebut “hukum sebagaimana adanya”

sebagai hukum positif karena hukum dilihatnya sebagai sekumpulan peraturan yang eksistensi dan kedudukannya tergantung pada otoritas manusia. Dalam arti ini

10 Erman Sudaryanto Teori Hukum Dan Aplikasinya Dalam Penerapan Penulisan Penelitian Hukum, (Yogyakarta : Liberty, 2016), hal. 35

(32)

positivisme legal sesungguhnya merupakan reaksi terhadap teori hukum kodrat (natural theory of law), yang mendasarkan eksistensi dan kedudukan hukum pada otoritas yang melampaui otoritas manusia.11

Karakteristik hukum yang terpenting menurut Austin terletak pada karakter imperatifnya. Hukum dipahami sebagai suatu perintah dari penguasa. Akan tetapi tidak semua perintah oleh Austin dianggap sebagai sebagai hukum, menurut pandangannya hanya oleh perintah-perintah umum yang mengharuskan seseorang atau orang-orang untuk bertindak atau bersabar dari suatu kelas pantas mendapat atribut hukum.

Kata kunci dalam hukum menurut Austin adalah perintah – hukum dalam masyarakat adalah perintah umum dari entitas politik yang memiliki kedaulatan, yakni otoritas politik yang paling tinggi (the supreme political authority), yang berfungsi mengatur perilaku anggota masyarakat. Yang memiliki kedaulatan ini mungkin individu atau juga sekelompok individu. Syaratnya : (1) individu atau kelompok individu merupakan orang atau sekelompok orang yang dipatuhi oleh segenap anggota masyarakat; dan (2) individu atau kelompok individu yang berdaulat ini tidak patuh pada siapa pun juga di atasnya. Jadi sumber hukum menurut Austin, adalah penguasa teringgi yang de facto dipatuhi oleh segenap anggota masyarakat sementara ia sendiri tidak tunduk pada siapa pun. Dengan demikian,Austin mempertanggungjawabkan validitas hukum dengan merujuk pada asal usul atau

11 Gunawan Mardianto, Teori kepastian hukum dan perlindungan hukum, (Jakarta : Rineka Cipta, 2013), hal. 73

(33)

sumber yang secara faktual empiris diakui memiliki otoritas untuk menciptakan hukum.12

Hukum menurut Austin harus dipahami dalam arti perintah karena hukum seharusnya tidak memberi ruang untuk memilih (apakah mematuhi atau tidak mematuhi). Hukum bersifat non optional. Karena itu, mengkritik para penganut teori hukum kodrat Austin menegaskan bahwa hukum bukan setumpuk peraturan atau nasihat moral. Hukum dalam arti terakhir ini tidak punya implikasi hukuman apapun.

Ketika hukum tidak lagi dapat dipaksakan , yakni pelanggarannya dikenai hukuman atau sanksi hukum, maka hukum tidak lagi dapat disebut hukum; atau hukum kehilangan esensinya sebagai perintah. Dengan demikian, kepatuhan pada hukum adalah kewajiban yang tidak dapat ditawar-tawar. Menyebut perintah sebagai hukum tetapi dalam praktek tidak dapat ditegakkan melalui penerapan sanksi hukum adalah absurd, karena hukum yang demikian tidak mampu memenuhi fungsi sosialnya sebagai alat kontrol terhadap tingkah laku masyarakat. Padahal, demikian Austin, mengontrol perilaku masyarakat adalah fungsi utama hukum. Dalam arti ini, sebetulnya Austin sepakat dengan Aquinas yang juga melihat hukum sebagai alat kontrol sosial. Akan tetapi, berbeda dengan Aquinas yang melihat hukum tertuma sebagai hasil kerja rasio, Austin justru menekankan watak perintah hukum yang

12 Achmad Ali, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan (Judicial Prudence) Termasuk Interpretasi Undang-Undang, (Jakarta : Kencana Prenada Media, 2009), hal. 66

(34)

bersumber pada kedaulatan penguasa. Dalam arti ini, pandangan hukum Aquinas lebih lunak dibandingkan dengan pandangan Austin.13

Hukum sebagai perintah, menurut Austin, memuat dua elemen dasar.

PertamaI, hukum sebagai perintah mengandung pentingnya keinginan, yakni keinginan dari seorang penguasa bahwa seseorang harus melakukan atau menahan diri untuk tidak melakukan sesuatu. Tentu saja, tidak semua keinginan mempunyai kekuatan sebagai hukum. Kalau saya ingin makan, misalnya, keinginan seperti ini pasti bukan hukum sifatnya. Karena itu, keinginan dalam arti hukum memiliki kekhususan, yakni bahwa “pihak yang terkena hukum harus menanggung akibat yang tidak menyenangkan atau membahayakan dari yang lain apabila gagal memenuhi hukum yang berlaku.” Dengan demikian, hukum dalam arti perintah yang mengungkapkan keinginan penguasa pada dasarnya memuat ancaman hukuman bagi siapa pun yang berada di bawah hukum yang berlaku. Karena itu elemen hukum yang kedua ialah bahwa hukum memiliki kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang tidak menyenangkan atau bahkan membahayakan subjek yang melanggarnya.

Individu yang terkena perintah dengan sendirinya terikat, wajib berada dibawah keharusan untuk melakukan apa yang diperintahkan. Kegagalan memenuhi tuntutan perintah akan berakibat bahwa subjek yang terkena perintah mendapat sanksi hukum.14

13 F. Sugeng Istanto, Penelitian Hukum Normatif, (Yogyakarta : Ganda, 2012), hal. 56

14 Lilik Mulyadi, Teori Kepastian Hukum dalam Memberikan Perlindungan Hukum Kepada Para Pihak di Pengadilan, (Jakarta : Sinar Grafika, 2014), hal. 87

(35)

Teori hukum positif yang digunakan dalam penelitian ini bertujuan untuk menganalisis sejauh mana pelaksanaan renvoi prosedur yang diajukan oleh kreditor berpedoman kepada ketentuan preaturan perundang-undangan yang berlaku di bidang hukum kepailitan sebagaimana termuat di dalam Undang-Undang No. 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU dan bagaimana upaya hukum yang dapat dilakukan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang hukum kepailitan apabila renvoi prosedur yang diajukan oleh kreditor tersebut tidak diterima oleh kurator, debitor maupun agen pengawas.

Teori kepastian hukum yang dipelopori oleh Gustav Radbruch meliputi dua hal pertama, kepastian hukum dalam perumusan norma dan prinsip hukum yang tidak bertentangan antara satu dengan yang lainnya baik dari pasal-pasal undang-undang itu secara keseluruhan maupun kaitannya dengan pasal-pasal lainnya yang berada di luar undang-undang tersebut. Kedua, kepastian hukum juga berlaku dalam melaksanakan norma-norma dan prinsip-prinsip hukum undang-undang tersebut.15

Jika perumusan norma dan prinsip hukum sudah memiliki kepastian hukum tetapi hanya berlaku secara yuridis saja dalam arti hanya demi undang-undang semata-mata (law in the books), kepastian hukum seperti ini tidak akan dan tidak pernah menyentuh kepada masyarakatnya. Peraturan hukum yang demikian disebut dengan norma hukum yang mati (doodregel) atau hanya sebagai penghias yuridis

15RochmatSoemitro, Yayasan Status Hukum dan Sifat Usaha,(Bandung :Aditya Bakti, 2010), hal. 76

(36)

dalam kehidupan manusia.16Argumentasi yang didasarkan pada asas-asas, dan norma- norma, serta ketentuan-ketentuan hukum sesungguhnya memiliki argumentatif yang didasarkan pada kepastian hukum.Kepastian hukum pada negara hukum (rechtstaat) dalam sistem Eropa Kontinental (civil law) positivistik hukum merupakan prioritas utama meskipun dirasakan sangat tidak adil, namun setidaknya menimbulkan kepastian hukum dalam arti law in the books. Apakah kepastian hukum dalam arti law in the books tersebut akan pasti dilaksanakan secara substantif, maka dalam hal ini bergantung pada aparatur penegak hukum itu sendiri. Walaupun law in the books mencerminkan suatu kepastian hukum, namun jika aparatur penegak hukum itu sendiri tidak menjalankan tugas dan fungsinya sesuai dengan aturan hukum yang berlaku, tetap saja dikatakan tidak ada kepastian hukum.17

Kepastian hukum itu harus meliputi seluruh bidang hukum. Kepastian hukum tidak saja meliputi kepastian hukum secara substansi tetapi juga kepastian hukum dalam penerapannya (hukum acara) dalam putusan-putusan badan peradilan.Antara kepastian substansi hukum dan kepastian penegakan hukum seharusnya harus sejalan, tidak boleh hanya kepastian hukum bergantung pada law in the books tetapi kepastian hukum yang sesungguhnya adalah bila kepastian dalam law in the books tersebut dapat dijalankan sebagaimana mestinya sesuai dengan prinsip-prinsip dan norma- norma hukum dalam menegakkan keadilan hukum.18

16 Sigit Hutomo YB., Yayasan Hukum dan Manajemen, (Yogyakarta :Andi, 2004), hal. 56

17Nanda Hartini, Notaris, Akta Autentik dan Kepastian Hukum, (Bandung :Eresco, 2009), hal.

69

18Kusno Sudarmanto, Hukum dan Keadilan, (Jakarta : Pradnya Paramita, 2011), hal. 19

(37)

Dalam penelitian ini teori hukum positif maupun teori kepastian hukum dijadikan sebagai suatu pisau analisis untuk melakukan pembahasan terhadap permasalahan yang timbul dalam penelitian ini yaitu tentang kedudukan hukum renvoi prosedur berdasarkan Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU, jumlah utang yang telah diakui oleh kurator berdasarkan verifikasi audit internal dari kreditor dapat diajukan renvoi prosedur oleh kurator tersebut dan penerapan hukum yang dilakukan oleh majelis hakim Mahkamah Agung RI dalam putusan No. 617.K/Pdt.Sus.Pailit/2018 terkait dengan pengajuan renvoi prosedur oleh kreditor berdasarkan hasil audit internal perusahaan kreditor.

Teori kepastian hukum yang digunakan dalam penelitian ini bertujuan untuk menganalisis sejauhmana prosedur pengajuan renvoi prosedur oleh perusahaan kreditor yang didasarkan kepada data yang dimiliki oleh audit internal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang hukum kepailitan maupun di dalam prosedur dan tata cara renvoi prosedur yang termuat dalam Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU. Hal ini dimaksudkan agar di dalam pelaksanaan pengajuan renvoi prosedur oleh perusahaan kreditor tersebut dapat menimbulkan suatu kepastian hukum dalam putusannya karena telah didasarkan kepada ketentuan hukum yang berlaku di dalam bidang hukum kepailitan dan renvoi prosedur tersebut.

(38)

2. Konsepsi

Konsepsi diterjemahkan sebagai usaha membawa sesuatu dari abstrak menjadi suatu yang konkrit, yang disebut dengan “definisi operasional”.19 Pentingnya definisi operasional adalah untuk menghindarkan perbedaan pengertian atau penafsiran mendua(dubius) dari suatu istilah yang dipakai. Oleh karena itu untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini harus didefinisikan beberapa konsep dasar, agar secara operasional diperoleh hasil penelitian yang sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan yaitu:

a. Kepailitan adalah suatu sita umum atas semua kekayaan debitor pailit yang pengurusan dan pemberesannya di lakukannya oleh Kurator di bawah pengawasan sebagai mana diatur dalam Undang-Undang ini.20

b. Renvoi adalah bantahan kreditor terhadap daftar tagihan (sementara) kreditor yang diakui/dibantah Kurator.21

c. Kreditor adalah orang yang mempunyai piutang karena perjanjian atau Undang-Undang yang dapat di tagih di muka pengadilan.22

d. Debitor adalah orang yang mempunyai utang karena perjanjian atau Undang- Undang yang dapat di tagih di muka pengadilan.23

19Bambang Sunggono, Methode Penelitian Hukum, (Jakarta : Harvarindo, 2013), hal.59

20 Sunarmi, Op. Cit, hal. 29

21 Ibid, hal. 30

22 Pasal 1 Ayat (2) UU No. 37. Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

23 Parwoto Wignjo Sumarto, Hukum Kepailitan Selayang Pandang, (Jakarta :PT. Tatanusa, 2003), hal. 168

(39)

e. Utang adalah kewajiban yang dinyatakan dalam atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang baik dalam mata uang rupiah atau asing, baik secara langsung maupun yang akan timbul di kemudian hari atau kontiniu, yang timbul karena perjanjian atau Undang-Undang dan yang wajib dipenuhi oleh debitor dan bila tidak dipenuhi memberi hak kepada kreditor untuk mendapat pemenuhannya dari harta kekayaan debitor.24

f. Kurator adalah balai harta peninggalan atau perseorangan yang diangkat oleh pengadilan untuk mengurus dan membereskan harta debitor pailit di bawah pengawas sesuai dengan Undang-Undang.25

g. Hakim Pengawas adalah hakim yang di tunjuk oleh pengadilan dalam putusan pailit atau putusan penundaan kewajiban pembayaran utang.26

h. Pemberesan harta pailit adalah jika dalam rapat pencocokan piutang tidak ditawarkan rencana perdamaian, rencana perdamaian tidak diterima, atau pengesahan perdamaian telah ditolak berdasarkan putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, demi hukum harta pailit berada dalam keadaan insolven.27

i. Selisih jumlah hutang adalah suatu perbedaan jumlah hutang yang dicatat dan diumumkan oleh kurator dalam rangka pemberesan harta pailit dengan

24 Sutan Remy Sjahdeini, Hukum Kepailitan Memahami Undang-Undang No 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan,(Jakarta : PT. Pustaka Utama Grafiti, 2002), hal. 71

25 Munir Fuady, Hukum Kepailitan Dalam Teori Dan Praktek, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1999, hal. 90

26 E. Suherman, Faillissement (Kepailitan), (Bandung :Binacipta, 2010), hal. 17.

27 Ahmad Yani & Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis Kepailitan, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1999), hal. 97.

(40)

pencatatan jumlah piutang yang dilakukan oleh kreditor yang mengakibatkan terjadinya sengketa antara kreditor dan debitor dalam pelaksanaan pembayaran hutang debitor pailit.

j. Audit Internal merupakan pengawasan manajerial yang fungsinya mengukur dan mengevaluasi sistem pengendalian dengan tujuan membantu semua anggota manjemen dalam mengelola secara efektif pertanggungjawabanya dengan cara menyediakan analisis, penilaian, rekomendasi, dan komentar- komentar yang berhubungan dengan kegiatan-kegiatan yang di telaah.

G. Metode Penelitian

1. Jenis dan Sifat Penelitian

Spesifikasi penelitian hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan jenis penelitian hukum yuridis normatif atau disebut juga dengan penelitian hukum normatif atau penelitian hukum dokrinal. Pada penelitian normatif data sekunder sebagai sumber bahan informasi dapat merupakan bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier. Pelaksanaan penelitian hukum normatif secara garis besar ditujukan kepada28 :

a. Penelitian terhadap asas-asas hukum b. Penelitian terhadap sistematika hukum c. Penelitian terhadap sinkronisasi hukum d. Penelitian terhadap sejarah hukum e. Penelitian terhadap perbandingan hukum

28Ediwarman, Op.Cit, hal 94.

(41)

Dalam hal penelitian hukum normatif, dilakukan penelitian terhadap peraturan perundang-undangan dan berbagai literatur yang berkaitan dengan permasalahan di dalam penelitian ini, diantaranya adalah Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU dan juga putusan Mahkamah Agung No 617.K/Pdt.Sus.Pailit/2018.29 Prosedur dan tata cara kepailitan maupun renvoi prosedur dalam pelaksanaan harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, agar pelaksanaan kepailitan dan renvoi prosedur tersebut memiliki legalitas, kekuatan hukum maupun kepastian hukum dalam pelaksanaan penuntutan hak-haknya baik bagi para kreditor maupun bagi debitor pailit. Ketentuan hukum positif yang berlaku sebagaimana termuat di dalam peraturan perundang-undangan hukum kepailitan harus diterapkan dalam pelaksanaan renvoi prosedur sehingga memiliki kekuatan dan kepastian hukum dalam pelaksanaan hak dan kewajiban yang harus diterima oleh para kreditor maupun debitor pailit tersebut.

Sifat penelitian ini adalah deskriptif analitis, maksudnya adalah “dari penelitian ini diharapkan diperoleh gambaran secara rinci dan sistematis tentang permasalahan yang akan diteliti”. Analisis dilakukan berdasarkan gambaran, fakta yang diperoleh dan akan dilakukan secara cermat, bagaimana menjawab permasalahan dalam menyimpulkan suatu solusi sebagai jawaban dari permasalahan tersebut.30

29Ibid, hal. 96

30Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, PenelitianNormatif, (Jakarta :UI Press, 2006), hal.30.

(42)

2. Metode Pendekatan

Metode pendekatan yang digunakan adalah pendekatan perundang-undangan, pendekatan konsep dan pendekatan kasus. Metode pendekatan peraturan perundang- undangan digunakan dalam penelitian ini bertujuan untuk melakukan sinkronisasi antara pelaksanaan kepailitan maupun renvoi prosedur apakah telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang hukum kepailitan. Konsep renvoi prosedur yang termuat di dalam Undang-Undang No. 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU adalah memberikan kesempatan kepada kreditor untuk melakukan pencocokan piutang yang dimilikinya terhadap denitor pailit untuk diverifikasi dengan kurator, hakim pengawas maupun debitor pailit agar tercapai jumlah hutang yang diakui dan disetujui oleh para pihak yaitu kurator, kreditor, debitor maupun hakim pengawas di dalam suatu rapat verifikasi pencocokan hutang/piutang debitor pailit maupun kreditor. Dengan diperolehnya suatu kepastian hukum dalam jumlah hutang/piutang dari debitor pailit maupun para kreditor maka dapat dilaksanakan secara hukum mengenai pembayaran jumlah hutang tersebut terhadap para kreditor dengan menggunakan harta debitor pailit berdasarkan porsi yang telah ditentukan di dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Di dalam kasus renvoi prosedur pencocokan jumlah hutang/piutang antara debitor PT Geo Cepu Indonesia (Dalam Pailit), dengan kreditor yaitu PT. Pertamina EP, tidak tercapai suatu pengakuan/persetujuan bersama tentang jumlah hutang/

piutang yang seharusnya dimiliki oleh masing-masing pihak baik debitor pailit maupun kreditor tersebut. Hal ini mengakibatkan terjadinya sengketa antara PT.

(43)

Pertamina EP selaki kreditor dengan PT Geo Cepu Indonesia (Dalam Pailit) selaku debitor yang mengakibatkan kurator serta hakim pengawas dan berakhir dengan jalur litigasi pada tingkat kasasi Mahkamah Agung, dimana PT. Pertamina EP mengajukan gugatan atas tidak diterimanya renvoi prosedur yang diajukan ke kurator, debitor maupun hakim pengawas.

3. Data Penelitian

Data pokok dalam penelitian ini adalah data sekunder,31 yang meliputi :

a. Bahan hukum primer yang berupa peraturan perundang-undangan yaitu Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU dan Putusan Pengadilan Niaga No. 27/Pdt.Sus-PKPU/2016/PN Niaga Jkt. Pst. Dan Putusan Mahkamah Agung No.617.K/PDT.SUS.PAILIT/2018

b. Bahan hukum sekunder yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer yang berupa buku, hasil-hasil penelitian dan atau karya ilmiah.

c. Bahan hukum tersier yaitu bahan yang memberikan petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder seperti kamus umum, kamus hukum, ensiklopedia dan lain sebagainya.

31 Penelitian Normatif data sekunder sebagai sumber/bahan informasi dapat merupakan bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tertier. Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Sinar Grafika, Jakarta, 2002, hal. 14.

(44)

4. Teknik dan Alat Pengumpulan Data a. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian kepustakaan (library research). Penelitian kepustakaan yang dimaksud adalah melakukan penelitian dan pengkajian terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang hukum kepailitan dan PKPU serta hukum prosedur dan tata cara melakukan renvoi dalam hukum kepailitan dalam upaya melakukan pencocokan hutang debitor maupun piutang kreditor yang dilakukan melalui suatu rapat verifikasi yang dihadiri oleh debitor pailit, kreditor, kurator maupun hakim pengawas.

b. Alat Pengumpulan Data

Alat pengumpulan data yang digunakan adalah studi dokumen dan pedoman wawancara untuk memperoleh data sekunder, dengan membaca, mempelajari, meneliti, mengidentifikasi dan menganalisa data primer yakni peraturan perundang- undangan yang mengatur tentang tentang kepailitan dan PKPU serta prosedur dan tata cara pengajuan renvoi prosedur dalam upaya melakukan pencocokan hutang debitor pailit atau piutang kreditor dalam suatu rapat verifikasi yang dihadiri oleh debitor pailit, kreditor, kurator dan hakim pengawas. Apabila tidak tercapai kesepakatan dalam pencocokan hutang / piutang tersebut maka hakim pengawas mempersilahkan para pihak untuk mengajukan keberatan terhadap renvoi tersebut ke Pengadilan Niaga.

(45)

Disamping menggunakan studi dokumen, penelitian ini juga menggunakan pedoman wawancara sebagai alat pengumpulan data. Pedoman wawancara dilakukan dengan membuat pertanyaan terlebih dahulu dan memberikan kepada pihak-pihak terkait yaitu kurator yang mengurus harta benda pailit yang dalam penelitian ini memiliki kapasitas sebagai informan dan narasumber. Penelitian ini juga didukung wawancara dengan kurator yaitu Fajri Akbar, Law Firm Swandy Halim & Parners Jakarta, Nurdin Sipayung Kurator Medan dan Seventa Roni Sianturi Kurator Medan yang kapasitasnya sebagai informan dan narasumber.

5. Analisis Data

Analisis data merupakan suatu proses mengorganisasikan dan menggunakan data dalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan suatu hipotesa kerja seperti yang disarankan oleh data.32 Di dalam penelitian hukum normatif, maka maksud pada hakekatnya berarti kegiatan untuk mengadakan sistematisasi terhadap bahan-bahan hukum tertulis, sistematisasi yang berarti membuat klasifikasi terhadap bahan hukum tertulis tersebut untuk memudahkan pekerjaan analisis dan konstruksi.33 Sebelum dilakukan analisis, terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan dan evaluasi terhadap semua data yang dikumpulkan. Setelah itu keseluruhan data tersebut akan dianalisis dan disistematisasikan secara kualitatif.

32Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian HukumNormatif, (Malang :Banyu Media, 2005), hal 81

33Raimon Hartadi, Methode Penelitian Hukum Dalam Teori Dan Praktek,(Jakarta : Bumi Intitama Sejahtera, 2010), hal.16

(46)

Metode analisis data yaitu metode kualitatif merupakan metode penelitian yang digunakan untuk menyelidiki, menemukan, menggambarkan dan menjelaskan kualitas atau keistimewaan dari suatu penelitian, yang dilakukan dengan cara menjelaskan dengan kalimat sendiri dari data yang ada, baik primer, sekunder maupun tertier, sehingga menghasilkan kualifikasi yang sesuai dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini34, untuk memperoleh jawaban yang benar mengenai permasalahan pelaksanaan perjanjian kredit bank dimana pihak bank selaku kreditor tidak memenuhi janjinya untuk menambah nilai fasilitas kredit kepada debitor meskipun debitor telah memenuhi janjinya untuk menambah jumlah agunan yang diberikan kepada bank selaku kreditor, sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan yang tepat dengan metode deduktif, yaitu melakukan penarikan kesimpulan, diawali dari hal-hal yang bersifat umum untuk kemudian ditarik kesimpulan yang bersifat khusus, sebagai jawaban yang benar dalam pembahasan permasalahan yang terdapat pada penelitian ini.

Metode kualitatif merupakan metode penelitian yang digunakan untuk menyelidiki, menemukan, menggambarkan dan menjelaskan kualitas atau keistimewaan dari suatu penelitian, yang dilakukan dengan cara menjelaskan dengan kalimat sendiri dari data yang ada, baik data sekunder yaitu bahan hukum primer, bahan hukum sekunder maupun bahan hukum tertier, sehingga menghasilkan kualifikasi yang sesuai dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini, untuk memperoleh jawaban yang benar mengenai kedudukan hukum renvoi prosedur

34 Ibid, hal. 17

Referensi

Dokumen terkait

Dengan alasan tidak adanya anggaran yang tersedia/tercukupi di KAS Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Deli Serdang sehingga seharusnya perjanjian yang dibuat kedua belah pihak

lain yang telah diberikan kepada pihak lain untuk invensi yang sama maka dapat dimintakan penghapusannya kepada Pengadilan Niaga, sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 132

37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU merupakan prosedur dan tata cara dalam melakukan renvoi terhadap perbedaan atau selisih dari jumlah hutang debitor pailit yang

Dari hasil penelitian ini juga diketahui bahwa undang-undang telah mengatur umur para pihak yang hendak melakukan perbuatan hukum, termasuk dalam hal yang

Kendala yang dialami PPAT dalam melaksanakan perannya turut mengawasi pemungutan BPHTB atas transaksi jual beli hak atas tanah dan bangunan di Kabupaten Samosir antara

atas 3 (tiga) objek tanah dan bangunan tersebut sekaligus melakukan peralihan hak atau balik nama ke atas nama Penggugat. Pertimbangan hukum oleh majelis hakim

Dalam hal status kekuatan alat bukti akta Notaris, suatu akta tersebut dapat mengalami penurunan mutu atau kemunduran atau kemerosotan status apabila dalam

Selain pengajuan gugatan derivatif sebagai bentuk perlindungan hukum terhadap pemegang saham, apabila direksi lalai dalam pelaksanaan tugas dalam hal ini