• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2015"

Copied!
134
0
0

Teks penuh

(1)

UPAYA HUKUM ACTIO PAULIANA DALAM MELINDUNGI KREDITOR ATAS ASET DEBITOR DALAM KEPAILITAN PERSEROAN TERBATAS

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Hukum

Dalam Program Studi Ilmu Hukum Pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

OLEH:

RUBEN TAMBUNAN 137005008 / HK

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2015

(2)

UPAYA HUKUM ACTIO PAULIANA DALAM MELINDUNGI KREDITOR ATAS ASET DEBITOR DALAM KEPAILITAN PERSEROAN TERBATAS

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Hukum

Dalam Program Studi Ilmu Hukum Pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

OLEH

RUBEN TAMBUNAN 137005008 / HK

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2015

(3)

HALAMAN PENGESAHAN

Judul Tesis : UPAYA HUKUM ACTIO PAULIANA DALAM MELINDUNGI KREDITOR ATAS ASET DEBITOR DALAM KEPAILITAN PERSEROAN TERBATAS

Nama : RUBEN TAMBUNAN NIM : 137005008

Program Studi : Magister Ilmu Hukum

Menyetujui Komisi Pembimbing

( Prof. Dr. Sunarmi, SH., M.Hum ) Ketua

( Dr. Dedi Harianto, SH., M.Hum ) ( Prof. Dr. Suhaidi, SH., MH )

Anggota Anggota

Ketua Program Studi Dekan

(Prof. Dr. Suhaidi, SH., MH) ( Prof. Dr. Runtung, SH., M.Hum ) Tanggal Lulus : 26 Agustus 2015

(4)

HALAMAN PENETAPAN PANITIA PENGUJI

Telah Diuji Pada Tanggal:

26 Agustus 2015

Panitia Penguji Tesis

Ketua : Prof. Dr. Sunarmi, SH., M.Hum.

Anggota : Dr. Dedi Harianto, SH., M.Hum.

Prof. Dr. Suhaidi, SH., M.Hum.

Dr. Hasim Purba, SH., MH.

Dr. Utari Maharani Barus, SH., M.Hum.

(5)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

IDENTITAS PRIBADI

Nama : Ruben Tambunan

Tempat dan Tanggal Lahir : Medan, 05 April 1983 Jenis Kelamin : Laki - Laki

Agama : Kristen

Status Pernikahan : Belum Menikah

Alamat : Jl. Suka Baru No. 7 Medan

Kelurahan PB. Selayang I, Kecamatan Medan Selayang Kota Medan 20131

HP : 081261326983

e-mail : baruara_tb@yahoo.co.id.

RIWAYAT PENDIDIKAN 1996 : SD Advent – 2 Medan 1999 : SLTP Advent – 2 Medan 2002 : SMU Immanuel Medan

2007 : S-1 Ilmu Hukum Universitas Dharmawangsa Medan

RIWAYAT PEKERJAAN

Januari 2009 – Maret 2010 : Relawan YLBHI – Lembaga Bantuan Hukum Medan

Agustus 2014 – Sekarang : Advokat sebagai Rekan dan Associates.

Juni 2017 – Sekarang : Pendiri/ Direktur LBH KASASI (Keadilan & Hak Asasi Manusia)

(6)

ABSTRAK

Kepailitan perseroan terbatas (perseroan) mengakibatkan seluruh kekayaan perseroan dilakukan sita umum dan dijadikan sebagai jaminan untuk membayar utang-utang perseroan kepada kreditor. Sebelum dinyatakan pailit perseroan terkadang melakukan perbuatan curang yang berpengaruh terhadap nilai aset perseroan yang dilakukan untuk mencari keuntungan pribadi (organ perseroan) maupun pihak ketiga yang merugikan kreditor dengan cara mengalihkan aset perseroan baik melalui perikatan maupun dengan hibah yang perbuatan-perbuatan hukum tersebut tidak wajib dilakukan. Untuk menghindari perbuatan curang perseroan dan memberikan jaminan perlindungan hukum terhadap kreditor atas perbuatan curang perseroan tersebut, kreditor melalui kurator dapat menggunakan upaya hukum actio pauliana untuk membatalkan perbuatan hukum yang tidak diwajibkan yang dilakukan oleh perseroan (melalui pengurusnya).

Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana pengaturan actio pauliana dalam KUHPerdata dan hukum kepailitan di Indonesia?; 2. Bagaimana pembuktian yang dilakukan dalam upaya hukum actio pauliana dalam kepailitan?; 3.

Bagaimana perlindungan hukum terhadap kreditor atas aset perseroan terbatas yang pailit dalam gugatan actio pauliana?.

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan, pendekatan kasus dan doktrin-doktrin hukum. Analisis data dilakukan dengan pendekatan deskriptif analitis yang bersifat eksploratoris dengan teknik interpretatif, sistematis, evaluatif, konstruktif, maupun argumentatif untuk menjawab permasalahan yang berkaitan dengan upaya hukum actio pauliana sebagai bentuk perlindugan hukum bagi kreditor.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa upaya hukum actio pauliana adalah sebagai bentuk perlindungan hukum bagi kreditor melalui kurator untuk membatalkan perbuatan hukum yang tidak diwajibkan yang dilakukan oleh perseroan yang merugikan kreditor khususnya kreditor konkuren. Namun tidak adanya pengaturan tentang akibat hukum mengaburkan identitas harta perseroan dalam laporan aktiva tetap perseroan dan tidak jelasnya aturan tentang penempatan harta yang menjadi milik perseroan dan milik pribadi yang menyatakan harta tersebut seolah-olah milik perseroan padahal bukan milik perseroan menjadikan kreditor dirugikan atas laporan harta kekayaan tersebut ketika perseroan dinyatakan pailit. Sehingga kurator dalam melakukan upaya hukum actio pauliana sebagaimana yang diatur dalam Pasal 41 sampai dengan Pasal 47 Undang-undang Nomor 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, sulit dalam mendapatkan kepastian hukum.

Kata kunci: Kepailitan, Actio Pauliana, Perseroan Terbatas, Aset.

(7)

ABSTRACT

Bankruptcy of a limited liabiloity company causes all of the company’s wealth subject to public confiscation and is used as collateral to pay the company’s debt to the creditor. Prior to declaring bankruptcy, the company occasionally commits a fraudulent act that affects the company’s asset value to seek personal gain (corporate organs) and third parties harming the creditor by transferring the company’s assets through commitments and grants, where these legal acts are not mandatory to do. To avoid the fraud of the company and to provide legal protection to the creditors for the fraudulent act of the company, the creditors through the curator may make legal action in the form of action pauliana to cancel the legal act which is not obliged to be done by the company (through its management). The issues raised in this research are: 1. What is the regulation about action pauliana in Civil Code and bankruptcy law in Indonesia? 2.

How is the Verification done in legal action of Actio Pauliana in bankruptcy? What is the legal protection for creditors for the assets of a bankrupt company in the actio pauliana suit?

This research uses a kind of normative juridical research with approach of legislation, case approach and legal doctrines. The data analysis is done by analytical descriptive approach which is explorative with interpretative, systematic, evaluative, constructive and argumentative technique to answer the problem related to legal effort of action pauliana as a form of legal protection for creditors.

The result of this study indicate that the legal action of pauliana is as legas protection for the creditor throught the curator to cancel the legal act which is not obliged to be done by the company which have adversely affect the creditors especially unsecured creditors. However, there is no regulation regarding the legal consequences of the blurring of the identity of the company’s assets in the report on the fixed assets of the company and the unclear rules regarding the placement of property as the property of the company or private property, which states that as if the property belongs to the company but is not, ismade the creditor disadvantaged due to a report on the property when the company declared bankcrupt. Thus the curator, in making the legal remedies action pauliana as regulated in Articles 41 to 47 of Law Number 37 of 2004 on Bankruptcy and Postponement of Obligation to Pay Debt, it is difficult to obtain legal certainty.

Keywords: bankruptcy, actio pauliana, limited liability company, asset.

(8)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur diucapkan bagi Tuhan Yang Maha Esa, atas segala berkat dan karunia yang diberikan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penelitian tesis ini sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan studi di Program Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara, dengan berjudul “UPAYA HUKUM ACTIO PAULIANA DALAM MELINDUNGI KREDITOR ATAS ASET DEBITOR DALAM KEPAILITAN PERSEROAN TERBATAS”.

Ucapan rasa terimakasih yang sebesar-besarnya penulis ucapkan atas motivasi serta waktu yang telah diluangkan untuk membimbing dan memberikan pengarahan yang baik kepada penulis, kepada yang terhormat Ibu Prof. Dr. Sunarmi, S.H., M.Hum selaku pembimbing utama, Dr. Dedi Harianto, S.H., M.Hum, selaku pembimbing II, dan Prof. Dr. Suhaidi, S.H., M.H. selaku pembimbing III dan juga kepada yang terhormat dosen penguji Dr. Hasim Purba, S.H., M.Hum dan Dr. Utary Maharani Barus, S.H., M.Hum, yang telah berkenan memberikan kritikan, arahan dan saran yang konstruktif dalam penelitian ini. Semoga semua bantuan dan kebaikan yang telah diberikan kepada penulis mendapat balasan yang setimpal dari Tuhan Yang Maha Esa.

Dalam Kesempatan ini penulis juga dengan tulus mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:

1. Bapak Prof. Subhilhar, PhD, selaku Pejabat Rektor Universitas Sumatera Utara;

2. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH., M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

3. Bapak Prof. Suhaidi, SH., MH, selaku Ketua Program Studi Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara;

4. Bapak Dr. Mahmul Siregar, SH., M.Hum, selaku Sekretaris Program Studi Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara;

5. Bapak dan Ibu Guru Besar juga Dosen Pengajar pada Program Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah mendidik dan membimbing penulis;

6. Para pegawai / karyawan Program Studi Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah membantu dalam proses administrasi terutama Kak Fitri, Kak Ria, Kak Yani, Ibu Surganti, Ibu Niar, Bang Hendra, Bang Manalu, dan kawan-kawan;

7. Seluruh sahabat-sahabat Program Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara Stambuk 2013 khususnya jurusan hukum bisnis yang telah memberikan motifasi, kritik dan saran dalam penelitian ini serta kebersamaan yang telah diberikan selama ini.

Sungguh rasanya suatu kebanggan tersendiri dalam kesempatan ini penulis juga turut menghaturkan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada kedua orang tua tercinta Ayahanda A. Tambunan (almarhum) dan Ibunda tercinta N. Sihombing beserta kakak-kakak dan abang penulis atas doa dan motifasi yang diberikan kepada penulis dalam pengerjaan tesis ini. Rasa terima kasih juga penulis ucapkan kepada semua pihak

(9)

yang telah membantu dan mendukung dalam penyelesaian tesis ini yang tidak dapat penulis ucapkan satu persatu.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari berbagai pihak yang membangun sangat diharapkan untuk kesempurnaan tesis ini, namun tak ada salahnya jika penulis berharap kiranya tesis ini dapat memberikan manfaat kepada semua pihak. Akhir kata penulis mengucapkan semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan rahmat-Nya bagi kita semua.

Medan, Agustus 2015

Penulis

Ruben Tambunan

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ……… i

KATA PENGANTAR ………. iii

DAFTAR ISI ………... v

BAB I PENDAHULUAN ……… 1

A. Latar Belakang ……… 1

B. Perumusan Masalah ……… 12

C. Tujuan Penelitian ……… 12

D. Manfaat Penelitian ……….. 13

E. Keaslian Penelitian ……….. 14

F. Kerangka Teori dan Landasan Konsepsional ……….. 16

1. Kerangka Teori ……….. 16

2. Landasan Konsepsional ………. 20

G. Metode Penelitian ………... 23

1. Jenis dan Sifat Penelitian ……….. 23

2. Sumber Data ……… 24

3. Tehnik Pengumpulan Data ………...……… 25

4. Analisis Data ……….……… 26

(11)

BAB II PENGATURAN ACTIO PAULIANA DALAM KUHPERDATA DAN

HUKUM KEPAILITAN DI INDONESIA ……….. 28

A. Pengaturan Actio Pauliana Dalam KUHPerdata ………... 28 1. Actio Pauliana Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ……. 28 2. Actio Pauliana Sebagai Upaya Hukum ………... 32 B. Pengaturan Actio Pauliana Dalam Hukum Kepailitan ……….……. 37

1. Pengaturan Actio Pauliana Dalam Kitab Undang-Undang Hukum

Dagang (KUHD) …………..……….…….. 37

2. Pengaturan Actio Pauliana Dalam Faillissements Verordening

(Staatblads 1905 Nomor 217 Juncto Staatblads 1906 Nomor 348)... 39 3. Pengaturan Actio Pauliana Dalam Peraturan Pemerintah Pengganti

Undang-Undang (Perpu) Nomor 1 Tahun 1998 tentang Perubahan

Atas Undang-Undang Kepailitan …………... 40 4. Pengaturan Actio Pauliana Dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun

1998 Tentang Kepailitan ………. 45

5. Pengaturan Actio Pauliana Dalam Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban

Pembayaran Utang (UUK dan PKPU) ……….. 47

(12)

C. Prosedur Dan Akibat Hukum Putusan Actio Pauliana …………... 54 1. Prosedur Gugatan Actio Pauliana ……….. 54 a. Prosedur/proses gugatan Actio Pauliana di tingkat pertama …... 56 b. Prosedur/proses gugatan Actio Pauliana di tingkat Kasasi dan

Peninjauan Kembali (PK) ……….. 57

c. Prosedur/proses pemeriksaan Actio Pauliana yang dimintakan

Peninjauan Kembali (PK) ………... 59 2. Akibat Hukum Gugatan Actio Pauliana …………...………... 61

BAB III PEMBUKTIAN DALAM GUGATAN ACTIO PAULIANA DALAM

KEPAILITAN ………. 65

A. Pengertian Pembuktian ………... 65

B. Beban Pembuktian Terbalik Dalam Upaya Hukum Actio Pauliana ... 73 C. Kriteria Perbuatan Hukum Yang Termasuk Dalam Tindakan Actio

Puliana ………..………. 79

BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KREDITOR ATAS ASET PERSEROAN TERBATAS YANG PAILIT DALAM GUGATAN

ACTIO PAULIANA ……… 82

A. Kepailitan Perseroan Terbatas ……… 82 B. Akibat Hukum Putusan Pailit Terhadap Perseroan Terbatas ………. 87

(13)

C. Perlindungan Hukum Terhadap Kreditor Atas Aset Perseroan Terbatas

Yang Pailit Dalam Gugatan Actio Pauliana………... 103

D. Gugatan Actio Pauliana Pada Perseroan Terbatas Dalam Kepailitan PT. Metro Batavia ………. 110

a. Posisi Kasus ……….. 110

b. Pertimbangan Majelis Hakim ……… 113

c. Putusan Pengadilan ………... 115

E. Analisis Hukum Gugatan Actio Pauliana Atas Putusan Hakim Mahkamah Agung (MA) Nomor: 389 K/Pdt.Sus-Pailit/2014 ……… 116

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ………. 127

A. Kesimpulan ……….. 127

B. Saran ………... 130

DAFTAR PUSTAKA ………..……… 133

(14)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perseroan terbatas (perseroan) sebagai salah satu badan hukum dalam melakukan kegiatan usahanya melakukan perbuatan-perbuatan hukum kepada pihak ketiga yang berorientasi untuk mendapatkan keuntungan tidak selalu berjalan sesuai dengan yang diinginkan, terkadang mendapatkan hambatan-hambatan yang berujung pada kesulitan finansial1 dan bahkan kebangkrutan. Akibatnya perseroan dapat dipailitkan2 ke pengadilan baik oleh kreditornya maupun karena permintaan sendiri secara sukarela (voluntary petition).

Konsekuensi apabila perseroan tersebut pailit maka semua kekayaan perseroan akan dilakukan sita umum oleh pengadilan dan akan dijadikan jaminan untuk membayar utang-utang perseroan kepada para kreditornya. Dalam memberikan jaminan tersebut undang-undang melindungi kreditor melalui upaya hukum actio pauliana dari tindakan curang debitor yang dengan sengaja mengalihkan sebagian kekayaanya yang tentunya akan merugikan kreditor.

1 Kesulitan keuangan dimulai ketika perseroan tidak dapat memenuhi jadwal pembayaran atau ketika proyeksi arus kas mengindikasikan bahwa perseroan tersebut akan segera tidak dapat memenuhi kewajibannya. Lihat http://usupress.usu.ac.id/files/Kesulitan/Keuangan-Perusahaan-dan-Personal- Normal-bab-1.pdf. Diakses tanggal 7 April 2015 pukul 11. 45 Wib.

2 Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan debitor pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator dibawah pengawasan hakim pengawas sebagaimana diatur dalam undang-undang ini. Pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

(15)

Dalam sistem hukum Indonesia sebagaimana diatur dalam KUHPerdata tidak ditemukan penyebutan actio pauliana. Tetapi pengertian tentang paham tersebut dapat diketahui dari Pasal 1341 KUHPerdata,3 ketentuan yang tercantum dalam Pasal 1341 KUHPerdata tersebut dikembangkan dalam Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (selanjutnya disebut UUK dan PKPU).4

Istilah actio pauliana berasal dari orang Romawi, yang maksudnya untuk menunjukkan kepada semua upaya hukum yang digunakan untuk menyatakan batal tindakan debitor yang meniadakan arti Pasal 1131 KUHPerdata, yaitu debitor yang merasa bahwa ia akan dinyatakan pailit, lalu melakukan tindakan hukum untuk memindahkan hak atas sebagian kekayaannya atau secara lain yang merugikan kreditornya.5

Actio pauliana merupakan sarana sebagai bentuk perlindungan hukum yang diberikan oleh undang-undang kepada kreditor untuk mengajukan pembatalan atas segala perbuatan hukum yang tidak diwajibkan yang telah dilakukan oleh debitor yang mana perbuatan tersebut telah merugikan kreditor.6

Ketentuan actio pauliana dalam sistem hukum perdata diatur dalam Pasal 1341 KUHPerdata yang menyatakan:

3 Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, hal 39-40, dalam V. Harlen Sinaga, Batas-Batas Tanggungjawab Perdata Direksi, Atas Pailitnya Perseroan Terbatas Dalam Teori Dan Praktek, (Jakarta:

Adinatha Mulia, 2012), hal 114.

4Ibid, hal 116.

5 Kartini Mulyadi. Actio Pauliana dan Pokok-Pokok Tentang Pengadilan Niaga, dalam Sunarmi, Hukum Kepailitan, Edisi 2, (Medan: Sofmedia, 2010), hal 188.

6 Jono, Hukum Kepailitan, (Jakata: Sinar Grafika, 2008), hal 135.

(16)

“Meskipun demikian, kreditor boleh mengajukan tidak berlakunya segala tindakan yang tidak diwajibkan yang dilakukan oleh debitor, dengan nama apapun juga yang merugikan kreditor; asal dibuktikan bahwa ketika tindakan tersebut dilakukan, debitor dan orang yang dengannya atau untuknya debitor itu bertindak, mengetahui bahwa tindakan itu mengakibatkan kerugian bagi para kreditor.

Hak-hak yang diperoleh pihak ketiga dengan itikad baik atas barang-barang yang menjadi obyek dan tindakan yang tidak sah, harus dihormati. Untuk mengajukan batalnya tindakan yang dengan cuma-cuma dilakukan debitor, cukuplah kreditor menunjukkan bahwa pada waktu melakukan tindakan itu debitor mengetahui bahwa dengan cara demikian dia merugikan para kreditor, tak peduli apakah orang yang diuntungkan juga mengetahui hal itu atau tidak.”

Ketentuan actio pauliana dalam Pasal 1341 KUHPerdata berkaitan dengan ketentuan Pasal 1131 KUHPerdata yang mengatur mengenai prinsip paritas creditorium7 yang menjadikan semua harta debitor demi hukum menjadi jaminan atas utang-utang debitor.8

Secara umum ketentuan actio pauliana dalam hukum kepailitan substansinya sama dengan actio pauliana yang diatur dalam KUHPerdata mulai dari Pasal 1841 sampai Pasal 1845 dan actio pauliana dalam hukum kepailitan diatur dalam Pasal 41 sampai dengan Pasal 47 Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.9

Actio pauliana dalam Pasal 41 UUK dan PKPU menyatakan:

(1) Untuk kepentingan harta pailit, kepada pengadilan dapat dimintakan pembatalan segala perbuatan hukum debitor yang telah dinyatakan pailit yang merugikan kepentingan kreditor, yang dilakukan sebelum pernyataan pailit diucapkan.

7 Prinsip paritas creditorium yang artinya bahwa semua kekayaan debitor baik yang berupa barang bergerak maupun barang tidak bergerak maupun harta yang sekarang telah dipunyai debitor terikat kepada penyelesaian kewajiban debitor. Lihat M. Hadi Subhan, Hukum Kepailitan, Prinsip, Norma dan Praktik di Peradilan, (Jakarta: Kecana, 2008), hal. 3.

8Ibid, hal. 175.

9 Sunarmi, Op.Cit., hal. 188-189.

(17)

(2) Pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan apabila dapat dibuktikan bahwa pada saat perbuatan hukum dilakukan, debitor dan pihak dengan siapa perbuatan hukum tersebut dilakukan mengetahui atau sepatutnya mengetahui bahwa perbuatan hukum tersebut akan mengakibatkan kerugian bagi kreditor.

(3) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah perbuatan hukum debitor yang wajib dilakukannya berdasarkan perjanjian dan/atau karena undang-undang.

Gugatan actio pauliana dalam kepailitan diisyaratkan bahwa perbuatan hukum debitor tersebut dilakukan dalam rentang waktu satu tahun sejak pernyataan putusan pailit oleh pengadilan niaga.10 Upaya hukum actio pauliana merupakan sebagai legal recourse11 yang dimaksudkan untuk melindungi kepentingan kreditor yang pengajuannya dilakukan oleh kurator sebagai pihak yang bertugas dalam mengurus harta pailit.12

Seperti kepailitan dalam perseroan terbatas, kurator sebagai pihak yang bertugas dalam mengurus dan melakukan pemberesan terhadap harta pailit akan melakukan verifikasi dan inventarisasi terhadap seluruh kekayaan perseroan dan utang-utang perseroan. Dalam melakukan inventaris dan verifikasi tersebut kurator juga melakukan verifikasi terhadap perbuatan hukum direktur (selaku pengurus) atas perbuatan hukum yang dilakukan direktur selama satu tahun kebelakang sejak pernyataan putusan pailit diucapkan oleh pengadilan. Verifikasi tersebut dilakukan untuk mengetahui apakah perbuatan hukum direktur tersebut (atas kekayaan perseroan) telah merugikan para

10 Lihat Pasal 42 ayat (1) Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

11 Pada dasarnya actio pauliana adalah suatu legal recourse yang diberikan kepada kurator untuk membatalkan tindakan-tindakan hukum yang dilakukan oleh debitor pailit sebelum penetapan pernyataan pailit yang merugikan kepentingan-kepentingan kreditornya. Kartini Mulyadi, 130, dalam Sunarmi, Op.

Cit., hal 188.

12 Lihat Pasal 47 ayat (1) Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

(18)

kreditornya dikarenakan nilai boedel pailit berkurang sehingga tidak cukup untuk melunasi utang debitor pailit. Permasalahan akan muncul apabila perbuatan tersebut benar merugikan para kreditor sehingga kurator dapat melakukan pembatalan atas perbuatan hukum tersebut ke pengadilan.

Perbuatan hukum yang dimaksud adalah perbuatan hukum direktur yang tidak diwajibkan seperti: memberikan jaminan kepada kreditor yang tidak diharuskan, membayar utang yang belum jatuh tempo, menjual barang-barang kepada kreditornya diikuti dengan kompensasi (set off) terhadap harga tersebut dan membayar utang (sudah jatuh tempo atau belum) tidak secara tunai, misalnya dibayar dengan barang.13

Dalam kasus kepailitan perseroan, perbuatan yang tidak diwajibkan tersebut dilakukan untuk menghindari kewajiban debitor pailit kepada para kreditornya dan untuk mencari keuntungan baik pribadi maupun kepada pihak ketiga dengan cara bekerjasama. Perbuatan yang tidak diwajibkan tersebut dalam bentuk konkritnya dapat berupa melakukan perjanjian jual-beli, tukar menukar, hibah dan sebagainya kepada orang terdekat atau kerabatnya.14

Contoh kasus gugatan actio pauliana oleh kurator PT. Metro Batavia kepada Direktur Utama perseroan karena telah mengalihkan aset perseroan berupa satu unit bangunan yang merupakan kantor utama PT. Metro Batavia melalui pengikatan jual beli. Dasar diajukannya gugatan actio pauliana tersebut ke pengadilan niaga adalah

13 Munir Fuady, Hukum Kepailitan, Dalam Teori dan Praktek, ( Bandung: Citra Aditya Bakti, 2014), hal. 88.

14 Rudy A. Lontoh, dkk, Penyelesaian Utang Piutang, Melalui Pailit atau Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, (Bandung: Alumni, 2001), hal. 224.

(19)

berdasarkan laporan harta kekayaan perseroan tersebut yang memasukkan aset bangunan kantor tersebut kedalam laporan aktiva tetap perseroan yang artinya bangunan tersebut adalah milik perseroan tersebut yang kemudian dialihkan kepada pihak ketiga oleh direktur selaku pengurus sehingga merugikan kreditor, namun setelah dilakukan gugatan, ternyata pengadilan niaga menolak gugatan tersebut dengan pertimbangan hukum bahwa aset tersebut adalah milik pribadi Direktur Utama berdasarkan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) yang menyatakan aset tersebut atas nama Direktur Utama.

Berdasarkan pemaparan kasus diatas berikut uraian putusan pengadilan dalam kasus actio pauliana sebagai upaya hukum yang dilakukan oleh kurator dalam memaksimalkan nilai boedel pailit, sebagaimana dalam putusan kasasi Mahkamah Agung (MA) Nomor: 389 K/Pdt.Sus-Pailit/2014, antara Tim Kurator PT. Metro Batavia (Pemohon) melawan Direktur Utama PT. Metro Batavia (Termohon).

Duduk perkara dalam kasus ini adalah diawali dengan pailitnya PT. Metro Batavia berdasarkan Putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan perkara Nomor: 77/Pailit/2012/PN Niaga Jkt.Pst. tanggal 30 Januari 2013.

Dalam Perkara ini Termohon melakukan pengalihan aset berupa satu unit bangunan yang sebelumnya digunakan sebagai kantor pusat PT. Metro Batavia, pengalihan aset tersebut dilakukan dengan cara melakukan pengikatan jual beli atas tanah dan bangunan tersebut kepada pihak ketiga. Pengalihan aset tersebut merugikan nilai boedel pailit sehingga Pemohon melakukan upaya hukum actio pauliana terhadap Termohon ke

(20)

Pengadilan Niaga Jakarta Pusat untuk membatalkan perbuatan hukum jual beli atas satu unit bangunan tersebut.

Dalam permohonannya, Pemohon menyatakan bahwa tindakan Termohon merugikan nilai boedel pailit yang dilakukan dengan itikad tidak baik dan diduga untuk mencari keuntungan pribadi sebab perbuatan hukum tersebut dilakukan direntang waktu delapan hari sejak permohonan pailit terhadap PT. Metro Batavia diajukan.

Alasan Pemohon mengajukan permohonan dan menyatakan aset tersebut milik PT. Metro Batavia adalah karena bangunan tersebut digunakan sebagai kantor pusat PT.

Metro Batavia dan masuk didalam daftar aktiva tetap PT. Metro Batavia, yang artinya bahwa aset tersebut adalah harta yang dimiliki oleh perusahaan. Bahwa sebelum Pemohon mengajukan permohonannya telah terlebih dahulu berkonsultasi dengan hakim pengawas tentang status aset yang hendak dimohonkan pembatalan tersebut, dari hasil konsultasi tersebut dan setelah melakukan penyelidikan maka pemohon dan hakim pengawas berkesimpulan bahwa aset tersebut adalah bagian dari boedel pailit sehingga harus dilakukan upaya hukum actio pauliana.

Termohon melakukan perbuatan hukum tersebut dengan cara mengalihkan aset tersebut kepada pihak ketiga yang merupakan keponakan kandung Termohon direntang waktu delapan hari sejak Permohonan pailit diajukan dan kemudian oleh pihak ketiga dialihkan lagi kepada pihak lain pada tanggal 28 Januari 2013 (dua hari sebelum PT.

Metro Batavia dinyatakan pailit).

(21)

Dari uraian diatas apabila dihubungkan dengan bunyi Pasal 41 dan Pasal 42 UUK dan PKPU dan Pasal 1341 KUHPerdata maka perbuatan Termohon masuk dalam kategori perbuatan yang merugikan kreditor sehingga dapat dilakukan upaya hukum actio pauliana. Dengan rentang waktu yang terjadi begitu cepat yakni peralihan aset terjadi dua kali kepada pihak ketiga hanya kurang lebih 40 (empat puluh) hari sejak permohonan pailit diajukan sehingga patut juga diduga adanya itikad tidak baik dari pengurus perseroan/debitor untuk mencari keuntungan pribadi dalam melakukan perbuatan hukum tersebut.

Meskipun tindakan Termohon/debitor (selaku pengurus persero) telah merugikan kreditor dan telah memenuhi ketentuan Pasal 41 dan Pasal 42 UUK dan PKPU, hakim dalam putusannya menolak permohonan actio pauliana Pemohon.

Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dalam pertimbangan hukumnya menyatakan bahwa bangunan tersebut adalah milik Termohon berdasarkan Sertifikat Hak Guna Bangunan yang dimiliki adalah atas nama pribadi Termohon sendiri dan bukan atas nama PT. Metro Batavia meskipun aset tersebut masuk dalam daftar aktiva tetap perusahaan PT. Metro Batavia, sehingga menurut hakim dalam putusannya jual beli tersebut adalah sah sehingga bukan merupakan aset yang termasuk dalam boedel pailit.15

Atas putusan tersebut Pemohon mengajukan upaya hukum lanjutan yakni kasasi ke Mahkamah Agung dengan alasan bahwa Pemohon Kasasi sangat keberatan terhadap

15 Putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor: 02/Pdt.Sus.Actio Pauliana/2014/PN Niaga Jkt.Pst., tanggal 19 Mei 2014, perkara antara Tim Kurator PT. Metro Batavia melawan Direktur Utama PT. Metro Batavia beserta pihak ketiga dan pihak terkait.

(22)

amar putusan judex facti, karena menurut Pemohon judex facti dalam amar putusannya telah salah dalam menerapkan hukum atau tidak menerapkan hukum sebagaimana semestinya dan Pemohon Kasasi membuat konstruksi hukumnya dalam permohonannnya.

Setelah memeriksa permohonan kasasi Pemohon, Mahkamah Agung dalam putusannya menolak permohonan Pemohon Kasasi dengan menyatakan bahwa putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tidak salah dalam menerapkan hukum dengan memberikan pertimbangan hukum sebagai berikut16:

1. Bahwa dari Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) Nomor 2257/Kebon Kelapa jo AJB Nomor 1/2004, membuktikan objek perkara yaitu tanah dan bangunan di Jalan Ir. H. Juanda Nomor 15, Kelurahan Kebon Kelapa, Kecamatan Gambir, Jakarta Pusat merupakan harta milik Yudiawan Tansari (Tergugat I) dibeli dari Garuda Indonesia pada tahun 2004;

2. Bahwa meskipun benar selama ini tanah dan bangunan tersebut digunakan dan ditempati oleh PT. Merto Batavia (dalam pailit) bahkan pernah dilaporkan dalam Laporan Keuangan Tahunan sebagai aktiva PT. Metro Batavia (dalam pailit) akan tetapi tidak ditemukan adanya title recht baik karena jual beli atau karena bentuk pengalihan hak lainnya kepada PT. Metro Batavia (dalam pailit), sehingga disimpulkan objek sengketa adalah bukan milik PT. Metro Batavia (dalam pailit), sehingga bukan boedel pailit.

Menurut Mahkamah Agung, judex facti tidak salah dalam menerapkan hukum dan menyatakan bahwa aset tersebut adalah milik pribadi Termohon berdasarkan jual beli antara Termohon dengan pihak Garuda Indonesia di tahun 2004 dan berdasarkan nama (title recht) yang tercantum dalam SHGB. Alasan tersebut yang menjadi pertimbangan majelis hakim untuk menolak permohonan actio pauliana Pemohon

16 Putusan Mahkamah Agung Nomor: 389 K/Pdt.Sus-Pailit/2014, perkara antara Tim Kurator PT. Metro Batavia melawan Direktur Utama PT. Metro Batavia beserta pihak ketiga dan pihak terkait.

(23)

karena sesuai dengan sifat dan karakteristik perseroan terbatas sebagai subjek hukum mandiri.

Sehingga dalam kasus tersebut meskipun perbuatan hukum debitor telah memenuhi unsur dalam Pasal 41 dan Pasal 42 UUK dan PKPU dan Pasal 1341 KUHPerdata dan aset telah masuk dalam aktiva tetap perusahaan yang artinya aset tersebut adalah milik perusahaan, tidaklah cukup untuk membatalkan perbuatan hukum debitor melalui tindakan actio pauliana sehingga diperlukan pembuktian yang lebih komprehensif lagi atas kepemilikan aset debitor pailit.

Meskipun actio pauliana secara teoritis dan normatif tersedia dalam hukum kepailitan, akan tetapi dalam praktiknya tidak mudah mengajukan gugatan actio pauliana sampai dikabulkan oleh hakim, hal ini antara lain disebabkan oleh proses pembuktian dalam actio pauliana tersebut.17

Berdasarkan uraian latar belakang diatas terkait dengan perbuatan hukum debitor yang merugikan kreditor, maka perlu untuk dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai actio pauliana sebagai upaya hukum kreditor melalui kuratornya dalam hukum kepailitan dengan menyusun tesis berjudul: Upaya Hukum Actio Pauliana Dalam Melindungi Kreditor Atas Aset Debitor Dalam Kepailitan Perseroan Terbatas.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut diatas dapat dirumuskan beberapa permasalahan penelitian sebagai berikut:

17 M. Hadi Subhan, Op.Cit.,hal. 177.

(24)

1. Bagaimana pengaturan actio pauliana dalam KUHPerdata dan hukum kepailitan di Indonesia?

2. Bagaimana pembuktian yang dilakukan dalam upaya hukum actio pauliana dalam kepailitan?

3. Bagaimana perlindungan hukum terhadap kreditor atas aset perseroan terbatas yang pailit dalam gugatan actio pauliana?

C. Tujuan Penelitian

Suatu tujuan penelitian harus dinyatakan dengan jelas dan ringkas, karena hal yang demikian akan dapat memberikan arah pada penelitiannya.18 Adapun tujuan utama yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaturan actio pauliana yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata dan hukum kepailitan.

2. Mengetahui dan menganalisis hukum acara pembuktian dalam actio pauliana yang digunakan dalam proses gugatan actio pauliana di pengadilan niaga menurut UUK dan PKPU.

3. Untuk mengetahui dan menganalisis bentuk perlindungan hukum yang diberikan terhadap kreditor atas aset debitor pailit perseroan terbatas.

D. Manfaat Penelitian

Dalam penelitian ini ada dua manfaat yang akan diperoleh, yaitu:

a. Manfaat Teoritis

18 Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), hal 109.

(25)

Dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan sumbangan pemikiran bagi perkembangan peraturan perundang-undangan dibidang ilmu hukum kepailitan khususnya dalam hukum kepailitan mengenai lembaga actio pauliana sebagai upaya perlindungan hukum bagi kreditor atas boedel pailit debitor maupun sumbangan pemikiran yang dapat digunakan sebagai bahan masukan untuk penelitian yang berkaitan dengan actio pauliana.

b. Manfaat Praktis

Dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi kalangan akademisi, praktisi, institusi peradilan, dan penegak hukum bagi penerapan undang-undang kepailitan. Actio pauliana diharapkan mampu tampil secara akomodatif sebagai sarana untuk melindungi kreditor dari tindakan debitor curang sehingga dapat memberikan perlindungan hukum dan kepastian atas penerimaan piutang-piutang kreditor yang seharusnya diterima.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan hasil informasi dan penelusuran yang telah dilakukan di kepustakaan Universitas Sumatera Utara terhadap judul yang akan diteliti ternyata penelitian dengan judul ”Actio Pauliana Sebagai Upaya Hukum Dalam Melindungi Kreditur Atas Aset Debitur Dalam Pailit Perseroan Terbatas” tidak ditemukan judul penelitian yang serupa. Dari hasil penelusuran kepustakaan tersebut ditemukan judul tesis sebagai berikut:

(26)

1. “Permohonan Pailit Perseroan Terbatas Oleh Tenaga Kerja Yang Diputuskan Hubungan Kerja (analisis Permohonan Pailit PT. Indah Pontjan)” oleh Manambus Pasaribu, NIM: 127005013, tahun 2014. Rumusan masalah:

a. Apakah putusan pengadilan hubungan industrial yang telah berkekuatan hukum tetap yang menghukum pengusaha untuk membayar uang pesangon, penghargaan masa kerja, pergantian hak dan upah selama proses dapat dikategorikan sebagai utang?

b. Apakah putusan pengadilan hubungan industrial yang telah berkekuatan hukum tetap namun tidak dapat dilaksanakan dapat diajukan sebagai dasar permohonan pailit?

c. Bagaimana pertimbangan hakim atas permohonan pailit oleh tenaga kerja terhadap perseroan terbatas yang diputus hubungan kerja (permohonan pailit PT. Indah Pontjant) dalam perkara No.01/pailit/2012/PN. Niaga Mdn jo No.401 K/Pdt. Sus/2012 jo putusan MA Peninjauan Kembali No.195 PK/ Pdt. Sus/

2012?

2. “Analisis Hukum Terhadap Tanggungjawab Direktur Dalam Hal Terjadinya Kepailitan Perseroan”, oleh Halida Rahardini, NIM: 027005011. Dengan rumusan masalah:

a. Bagaimanakah kriteria untuk menentukan bahwa direktur telah melanggar prinsip fiduciary duty?

b. Faktor-faktor apa sajakah yang dapat menyebabkan terjadinya kepailitan suatu perseroan terbatas?

(27)

c. Bagaimanakah tanggungjawab seseorang direktur dalam hal terjadinya kepailitan terhadap perseroan yang dipimpinnya?

3. “Pertanggungjawaban Personal Guarantee Terhadap Utang Debitor Dalam Kepailitan Perseroan Terbatas”, oleh Jonathan Patar Mangapul Sibarani, NIM:

097005021, Tahun 2014. Rumusan masalah:

a. Bagaimanakah tanggungjawab personal guarantee terhadap utang debitor yang merupakan perseroan terbatas?

b. Apakah personal guarantee dapat dimohonkan pailit bersama-sama dengan debitor perseroan terbatas dalam permohonan kepailitan oleh kreditor jika ternyata debitor perseroan terbatas tersebut tidak mampu untuk memenuhi kewajibannya?

c. Bagaimanakah akibat hukum terhadap personal guarantee yang dinyatakan pailit bersama-sama dengan debitor perseroan terbatas dalam permohonan kepailitan?

F. Kerangka Teori dan Konsepsi a. Kerangka Teori

Teori diperlukan untuk mengembangkan suatu bidang kajian hukum tertentu.

Hal ini dilakukan untuk meningkatkan dan memperkaya pengetahuannya dalam penerapan aturan hukum.19 Kerangka teori adalah penentuan tujuan dan arah penelitian dalam memilih konsep-konsep yang tepat guna pembentukan hipotesa-hipotesanya.20 Kerangka teori merupakan kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis

19 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Cetakan ke 6, (Jakarta: Kencana, 2010), hal. 73.

20 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, 1986), hal.129.

(28)

mengenai sesuatu kasus atau permasalahan (problem), yang menjadi bahan perbandingan, pegangan teoritis yang mungkin disetujui ataupun tidak disetujui.21

Keberadaan teori dalam dunia ilmu pengetahuan sangat penting karena teori merupakan konsep yang akan menjawab suatu masalah. Teori oleh kebanyakan ahli dianggap sebagai sarana yang memberi rangkuman bagaimana memahami suatu masalah dalam setiap bidang ilmu pengetahuan22

Untuk menjawab permasalahan dari penelitian hukum ini sebagai pisau analisisnya maka teori yang digunakan adalah teori perlindungan hukum dan kepastian hukum. Menurut Fitzgerald, Teori “perlindungan hukum bertujuan mengintegrasikan dan mengkoordinasikan berbagai kepentingan dalam masyarakat karena dalam suatu lalulintas kepentingan, perlindungan terhadap kepentingan tertentu dapat dilakukan dengan cara membatasi berbagai kepentingan di lain pihak”.23 Perlindungan hukum harus melihat tahapan yakni perlindungan hukum lahir dari suatu ketentuan hukum dan segala peraturan hukum yang diberikan oleh masyarakat yang pada dasarnya merupakan kesepakatan masyarakat tersebut untuk mengatur hubungan prilaku antara angota- anggota masyarakat dan antara perseorangan dengan pemerintah yang dianggap mewakili kepentingan masyarakat.

Menurut Satjipto Raharjo, “perlindungan hukum adalah memberikan pengayoman terhadap Hak Asasi Manusia (HAM) yang dirugikan orang lain dan perlindungan itu diberikan kepada masyarakat agar dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh

21 M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, (Bandung: Mandar Maju, 1994), hal. 27 dan 80.

22 Marwan Mas, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2004), hal. 113.

23 Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2000), hal. 53.

(29)

hukum”.24Menurut Lili Rasjidi dan I.B Wysa Putra berpendapat bahwa “hukum dapat difungsikan untuk mewujudkan perlindungan yang sifatnya tidak sekedar adaptif dan fleksibel, melainkan juga prediktif dan antisipatif”.25

Perlindungan hukum adalah suatu tindakan untuk melindungi subjek hukum secara hukum atas hak yang dimiliki. Hak adalah kepentingan yang dilindungi hukum sedangkan kepentingan adalah tuntutan perorangan atau kelompok yang diharapkan untuk dipenuhi. Kepentingan pada hakikatnya mengandung kekuasaan yang dijamin dan dilindungi oleh hukum dalam melaksanakannya.26hukum diharapkan dapat mengakomodir dan disesuaikan dengan perkembangan zaman sehingga hukum itu juga diharapkan ke depannya tetap masih relevan dalam keberlakuannya dalam mengatasi permasalahan yang konkret.

Kaitan teori perlindugan hukum terhadap judul penelitian ini bahwa perseroan memiliki hak dalam pengelolaan dan penguasaan atas harta kekayaannya tetapi hak tersebut dibatasi oleh undang-undang macuranga perseroan tersebut mengalami kepailitan dengan adanya putusan pengadilan yang menyatakan perseroan pailit dengan segala akibat hukumnya. Akibat hukum dimaksud adalah kreditor memiliki hak dalam memperoleh pengembalian piutangnya dari debitor, yang dalam memperoleh pengembalian hak tersebut kreditor mendapatkan perlindungan secara hukum dari tindakan debitor curang yang dengan sengaja mengalihkan sebagian harta kekayaannya kepada pihak ketiga sehingga merugikan kreditor melalui upaya hukum actio pauliana

24Ibid, hal. 54.

25 Lili Rasjidi dan I.B Wysa Putra, Hukum Sebagai Suatu Sistem, (Bandung: Remaja Rusdakarya, 1993) hal. 118.

26 Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, (Yogyakarta: Cahaya Atma Pusaka, 2010), hal. 52.

(30)

ke pengadilan untuk mendapatkan keputusan pembatalan perbuatan hukum debitor yang merugikan kreditor tersebut.

Bentuk perlindungan hukum tersebut juga harus terwujud dalam bentuk adanya kepastian hukum terhadap keberlakuan undang-undang tersebut. Kepastian hukum adalah wujud dari penegakan hukum itu sendiri. Menurut Sudikno Mertokusumo, hukum harus dilaksanakan dan ditegakkan. Setiap orang mengharapkan dapat ditetapkannya hukum dalam hal terjadi peristiwa yang konkret. Bagaimana hukumnya itulah yang harus berlaku dan tidak boleh menyimpang.27

Kepastian hukum merupakan perlindungan yang yustisiabel terhadap tindakan sewenang-wenang, yang artinya bahwa seseorang akan dapat memperoleh sesuatu yang diharapkan dalam keadaan tertentu. Hukum memiliki tugas dalam menciptakan kepastian hukum sebagai tujuan untuk ketertiban masyarakat.28

Didalam kepastian hukum, hukum harus benar-benar bisa diterapkan dan implementatif dalam keberlakuannya. Dalam kasus kepailitan UUK dan PKPU mengakomodir jaminan kepastian hukum bagi kreditor atas pengembalian piutang- piutang kreditor secara maksimal dari nilai boedel pailit yang dimiliki oleh debitor melalui upaya hukum actio pauliana, bilamana debitor memiliki niat yang tidak baik dengan mengalihkan harta kekayaannya untuk mencari keuntungan pribadi maupun memberikan keuntungan kepada pihak lain yang merugikan kreditor-kreditornya.

Sehingga ketentuan upaya hukum actio pauliana yang diatur dalam UUK dan PKPU jo

27Ibid. hal. 207.

28Ibid, hal. 208.

(31)

KUHPerdata tersebut harus benar-benar bisa diimplementasikan dalam peristiwa konkret.

b. Landasan Konsepsional

Penggunaan konsep dalam suatu penelitian adalah untuk menghindari penafsiran yang berbeda terhadap kerangka konsep yang dipergunakan dalam merumuskan konsep dengan menggunakan model defenisi operasional.29

Berdasarkan defenisi diatas untuk menyatukan pemahaman tentang pengertian defenisi-defenisi yang digunakan dalam penelitian ini maka perlu dijabarkan beberapa defenisi operasional yang dipergunakan sebagai berikut:

1. Upaya hukum adalah upaya hukum yang dimaksud terdiri dari dua kata yakni, upaya yang berarti: usaha, ikhtiar untuk mencapai maksud tertentu; dan hukum yang artinya: peraturan resmi yang menjadi pengatur dan dikuatkan oleh pemerintah, undang-undang.30

2. Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan debitor pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator dibawah pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam UUK dan PKPU.31

3. Aset/aktiva adalah segala sesuatu yang bersifat komersil yang dimiliki oleh sebuah perusahaan atau idividu. Bisa dibagi dalam aktiva lancar, investasi, aktiva tetap,

29 Purnadi Purbacaraka, dkk.,Ikhtisar Antinomi Aliran Filsafat sebagai Landasan Filsafat Hukum, (Jakarta: Rajawali Press, 1984), hal. 47.

30Kamus Besar Bahasa Indonesia,Edisi Kedua, (Jakarta: Balai Pustaka, 1995).

31 Pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang..

(32)

aktiva berwujud kedalam aktiva lancar, investasi, aktiva tetap, aktiva tidak berwujud (seperti hak cipta).32

4. Hakim Pengawas adalah hakim yang ditunjuk oleh pengadilan dalam putusan pailit atau putusan penundaan kewajiban pembayaran utang.33

5. Kurator adalah Balai Harta Peninggalan atau orang perseorangan yang diangkat oleh pengadilan untuk mengurus dan membereskan harta Debitor Pailit dibawah pengawasan Hakim Pengawas sesuai dengan UUK dan PKPU.34

6. Kreditor adalah orang yang mempunyai piutang karena perjanjian atau undang- undang yang dapat ditagih dimuka pengadilan.35

7. Debitor pailit adalah debitor yang sudah dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan.36 Debitor yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pengurus perseroan.

8. Utang adalah kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang baik dalam mata uang Indonesia maupun mata uang asing, baik secara langsung maupun yang akan timbul dikemudian hari atau kontinjen, yang timbul karena perjanjian atau undang-undang dan yang wajib dipenuhi oleh debitor dan bila tidak

32 Sumadji P, dkk.,Kamus Ekonomi, Wacana Intelektual, 2006.

33 Pasal 1 angka Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

34 Pasal 1 angka 5 Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

35 Pasal 1 angka 2 Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

36 Pasal 1 angka 4 Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

(33)

dipenuhi memberi hak kepada kreditor untuk mendapat pemenuhannya dari harta kekayaan debitor.37

9. Boedel Pailit adalah harta kekayaan seseorang atau badan yang yang telah dinyatakan pailit yang dikuasai oleh balai harta peninggalan (bankrupt estate).38 10. Actio pauliana adalah hak yang diberikan oleh undang-undang kepada seorang

kreditor mengajukan permohonan pailit kepada pengadilan untuk pembatalan segala perbuatan yang tidak diwajibkan untuk dilakukan oleh debitor terhadap harta kekayaannya yang diketahui oleh debitor perbuatan tersebut merugikan kreditor.39 11. Pengadilan adalah Pengadilan Niaga dalam lingkup peradilan umum.40

12. Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-undang No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas serta peraturan pelaksanaannya.41

G. Metode Penelitian

37 Pasal 1 angka 6 Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

38 Zainal Asikin, Hukum Kepailitan & Penundaan Pembayaran di Indonesia, (Jakarta: Grafindo Persada, 2001), hal. 53.

39 Sutan Remy Sjahdeini, Hukum Kepailitan, Memahami Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan, (Jakarta: Grafiti, 2009), hal. 248.

40 Pasal 1 angka 7 Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

41 Pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

(34)

Penelitian bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran secara sistematis, metodologis dan konsisten, oleh karena itu metodologi yang diterapkan harus sesuai dengan ilmu pengetahuan yang menjadi induknya.42

1. Jenis dan Sifat Penelitian.

Penelitian ini mengunakan jenis penelitian yuridis normatif. Penelitian yuridis normatif melakukan penelitian dengan menggunakan doktrin-doktrin (penelitian doktrinal), meneliti hukum baik yang tertulis dalam buku-buku (law at it’s written in the books) maupun putusan yang diputuskan oleh hakim-hakim pengadilan (law as it decided by the jungle through judicial process)43 pengertian yuridis normatif adalah penelitian hukum terhadap norma-norma hukum positif, asas-asas, prinsip-prinsip, dan doktrin-doktrin hukum.44

Penelitian ini bersifat deskriptif analitis, yang mengungkapkan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan teori-teori hukum yang menjadi objek penelitian, demikian juga hukum dalam pelaksanaannya didalam masyarakat yang berkenaan objek penelitian.45 Pengertian deskriptif analitis adalah menggambarkan dan menguraikan serta sekaligus menganalisis mengenai fakta-fakta melalui pendekatan peraturan perundang-undangan.46

42 H. Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, Cetakan ke 1, (Jakarta: Sinar Grafika, 2014), hal. 17.

43 Bismar Nasution, Metode Penelitian Hukum Normatif dan Perbandingan Hukum, paper disampaikan pada dialog interaktif tentang penelitian hukum dan hasil penelitian hukum pada Majalah Akreditasi di Fakultas Hukum USU, Medan tanggal 18 Februari 2003, hal. 2.

44 Jhon Ibrahim, Teori dan Metedologi Penelitian Hukum Normatif, (Surabaya: Bayumedia, 2008), hal. 282.

45 H. Zainuddin Ali, Op. Cit., hal. 105.

46 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana, 2005), hal. 96.

(35)

2. Sumber Data

Bagi penelitian hukum normatif hanya mengenal data sekunder saja yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier yang dalam mengolah dan menganalisis bahan hukum tersebut tidak bisa melepaskan diri dari berbagai penafsiran yang dikenal dalam ilmu hukum.47

Dalam penelitian ini menggunakan data sekunder yang terdiri atas:

a. Bahan hukum primer, bahan hukum yang terdiri dari perundang-undangan dan putusan-putusan hakim serta catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan perundang-undangan seperti; Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata), Kitab Undang-undang Hukum Acara Perdata/H.I.R/R.Bg, Undang-undang Nomor 37 Tahun tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban dan Pembayaran Utang (UUK dan PKPU), Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

b. Bahan hukum sekunder, yaitu semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi, seperti buku-buku hukum, jurnal-jurnal hukum, artikel, surat kabar, internet, dan bahkan dokumen pribadi atau pendapat dari kalangan pakar hukum yang relevan dengan permasalahan dalam penelitian.48

47 Amiruddin dkk, PengantarMetode Penelitian Hukum, (Jakarta: Rajawali Pres, 2013), hal. 163.

48 Peter Mahmud Marzuki,,Op. Cit, hal. 141-163.

(36)

c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum penunjang yang memberi petunjuk dan penjelasan atas bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus (hukum), ensiklopedia.49

3. Tehnik Pengumpulan Data

Tehnik pengumpulan data dilakukan melalui penelitian kepustakaan (library research) dan penelitian yang bersumber dari pendapat-pendapat para ahli yang bertujuan untuk mendapatkan konsepsi, teori serta pendapat atau pemikiran konseptual.

Bahan hukum yang diperoleh dari studi kepustakaan selanjutnya akan di interpretasikan untuk memperoleh kesesuaian penerapan peraturan dihubungkan dengan permasalahan yang sedang diteliti dan disistematiskan sehingga menghasilkan klasifikasi yang selaras dengan permasalahan dalam penelitian ini.50

4. Analisis Data

Berdasarkan sifat penelitian yang menggunakan metode penelitian bersifat deskriptif analistis, maka analisis yang dipergunakan adalah analisis secara pendekatan kualitatif terhadap bahan hukum sekunder yang didapat. Deskriptif tersebut meliputi isi dan struktur hukum positif, yaitu suatu kegiatan yang dilakukan penulis untuk menentukan isi atau makna aturan hukum. Bahan hukum yang dianalisis secara kualitatif akan dikemukakan dalam bentuk uraian secara sistematis dengan menjelaskan hubungan antara berbagai jenis bahan hukum, selanjutnya bahan hukum diseleksi dan diolah kemudian dinyatakan secara deskriptif sehingga menggambarkan dan

49 Amiruddin dkk, Op. Cit., hal. 119.

50 Bambang Sugono, Op.Cit., hal. 195-196.

(37)

mengungkapkan dasar hukumnya sengingga memberikan solusi terhadap permasalahan,

51 yang berkenaan dengan upaya hukum actio pauliana.

Data yang dianalisis akan disimpulkan dengan memberikan argumentasi- argumentasi hukum di dalam penelitian ini, memberikan penilaian apa dan bagaimana yang semestinya menurut norma hukum, doktrin-doktrin dan kaidah-kaidah hukum tentang upaya hukum actio pauliana dalam melindungi kreditor terhadap aset debitor.

Kemudian seluruh data yang ada akan dianalisis secara kualitatif dengan menggunakan logika berfikir dengan menarik kesimpulan secara deduktif, yakni penalaran logika umum ke khusus. Menarik kesimpulan dari suatu permasalahan yan bersifat umum terhadap permasalahan konkret sehingga permasalahan dapat dijawab.52

51 Ronny Hanitijo Soemitro, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1994), hal.

93.

52 Mukti Fajar, dkk, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012). Hal. 109.

(38)

BAB II

PENGATURAN ACTIO PAULIANA DALAM KUHPERDATA DAN DALAM HUKUM KEPAILITAN DI INDONESIA.

A. Pengaturan Actio Pauliana Dalam KUHPerdata

1. Actio Pauliana Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

KUHPerdata mulai berlaku di Indonesia sejak bulan Mei tahun 1848 berdasarkan asas konkordansi (persamaan) dari hukum perdata Belanda. Pengaturan actio pauliana didalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata) diatur dalam Buku ke-Tiga tentang Perikatan, Bagian ke-Tiga tentang Akibat Persetujuan pada Pasal 1341, yang menyatakan:

Meskipun demikian, kreditor boleh mengajukan tidak berlakunya segala tindakan yang tidak diwajibkan yang dilakukan oleh debitor, dengan nama apapun juga yang merugikan kreditor; asal dibuktikan bahwa ketika tindakan tersebut dilakukan, debitor dan orang yang dengannya atau untuknya debitor itu bertindak, mengetahui bahwa tindakan itu mengakibatkan kerugian bagi para kreditor.

Hak-hak yang diperoleh pihak ketiga dengan itikad baik atas barang-barang yang menjadi obyek dan tindakan yang tidak sah, harus dihormati.

Untuk mengajukan batalnya tindakan yang dengan cuma-cuma dilakukan debitor, cukuplah kreditor menunjukkan bahwa pada waktu melakukan tindakan itu debitor mengetahui bahwa dengan cara demikian dia merugikan para kreditor, tak peduli apakah orang yang diuntungkan juga mengetahui hal itu atau tidak.

Actio pauliana adalah hak/suatu upaya hukum yang dimiliki oleh kreditor untuk membatalkan transaksi yang dilakukan oleh debitor untuk kepentingan debitor tersebut yang dapat merugikan kepentingan para kreditornya. Misalnya, debitor menjual benda miliknya sehingga benda tersebut tidak dapat lagi disita atau dijadikan sebagai jaminan

(39)

utang kepada pihak kreditor untuk pengembalian piutang.53Untuk melakukan pembatalan perbuatan hukum yang dilakukan oleh debitor dalam KUHPerdata dapat diajukan langsung oleh kreditor ke pengadilan negeri tempat kedudukan debitor dalam rentang waktu 4 (empat) bulan sejak perbuatan hukum tersebut dilakukan oleh debitor.

Ketentuan actio pauliana pada Pasal 1341 KUHPerdata berlaku umum untuk semua perjanjian hal ini tampak karena ketentuan tersebut terletak dalam Buku ke-Tiga KUHPerdata tentang Perikatan bagian ke-Tiga tentang akibat suatu perjanjian.

Kehadiran ketentuan actio pauliana dimaksudkan untuk melindungi kepentingan kreditor yang dirugikan akibat adanya perbuatan hukum yang dilakukan debitor.54 Ketentuan actio pauliana pada Pasal 1341 KUHPerdata tersebut juga dikaitkan dengan ketentuan dalam Pasal 1131 KUHPerdata yang mengatur tentang prinsip paritas creditorium55, yang bunyi pasal tersebut menyatakan:

Segala barang-barang bergerak dan tidak bergerak milik debitor, baik yang sudah ada maupun yang akan ada, menjadi jaminan untuk perikatan perorangan debitor itu.

Ketentuan action pauliana menjadikan tindakan debitor atas penguasaan kekayaannya menjadi terbatas ketika debitor sedang mengadakan perjanjian dengan kreditor sedangkan tindakan debitor tersebut dapat merugikan kreditor dalam hal pelunasan utang debitor. Tetapi debitor tetap saja boleh melakukan perbuatan hukum

53 Munir Fuady, Op.Cit., hal. 85.

54 Sunarmi, Op. Cit., hal. 189.

55 Prinsip paritas creditorium berarti bahwa semua kekayaan debitor baik yang berupa barang bergerak ataupun barang tidak bergerak maupun sekarang harta yang telah dipunyai debitor dan barang- barang dikemudian hari akan dimiliki debitor terikat pada penyelesaian kewajiban debitor. Lihat M. Hadi Subhan, Op.Cit., hal. 3.

(40)

terhadap harta kekayaan yang dimilikinya sepanjang perbuatan tersebut tidak merugikan kreditor.56

Umumnya tindakan actio pauliana diperuntukkan dalam hal perikatan57 (utang piutang) antara debitor dan kreditor namun tidak membatasi untuk tindakan-tindakan yang lainnya. Pasal dalam KUHPerdata yang berkaitan dengan upaya hukum actio pauliana terhadap perbuatan-perbuatan hukum yang dapat dibatalkan terkait dengan Pasal 1341 KUHPerdata yakni, Pasal 192, 920, 977, 1061, 1067, 1166, 1185, 1454, 1922, 1952.58 Pasal 1341 merupakan pengecualian dari Pasal 1340 yang menyatakan suatu perjanjian hanya berlaku dan mengikat para pihak yang membuatnya sebab dengan actio pauliana pihak ketiga yang merasa dirugikan dapat menuntut pembatalan suatu perjanjian.59

KUHPerdata mengatur bahwa tuntutan/gugatan actio pauliana diajukan langsung oleh kreditor yang merasa dirugikan ke pengadilan negeri setempat. Titik berat dari gugatan tersebut adalah pembatalan atas segala tindakan debitor yang merugikan kreditor dengan satu unsur penting yang menjadi patokan dalam pengaturan actio pauliana dalam pasal 1341 KUHPerdata, yaitu unsur iktikad baik (good faith).

Pembuktian ada atau tidak adanya unsur iktikad baik menjadi landasan dalam menentukan perbuatan tersebut termasuk perbuatan yang tidak diwajibkan atau

56 Harlien Budiono. Ajaran Umum Hukum Perjanjian Dan Penerapannya di Bidang Kenotariatan, (Bandung: Citra Aditya,2010), hal. 163.

57 Man S Sastrawidjaja, Hukum Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, (Bandung: Alumni, 2006). hal 124.

58 http://hukum.unsrat.ac.id/uu/bw3.htm. diakses pada tanggal 2 Juni 2015, Pukul 20.30 Wib.

59 Lihat Pasal 1340 Kitab Undang-undang Hukum Perdata.

(41)

diwajibkan.60 Pembuktian adanya unsur itikad baik ini sangat sulit dibuktikan karena peraturan perundang-undangan tidak memberikan penjelasan atau pengertian apa yang dimaksud dengan itikad baik tetapi penilaian itikad baik ini dapat dilihat dari tindakan dan motivasi debitor melakukan perbuatan hukum tersebut.

Dilihat dari Pasal 1341 dapat diketahui bahwa ada 2 (dua) macam perbuatan hukum yang tidak diwajibkan, antara lain:

a. Perbuatan hukum yang bersifat timbal balik (Pasal 1341 ayat (1) KUHPerdata) yaitu suatu perbuatan hukum dimana ada dua pihak yang saling berprestasi.

Contohnya: perjanjian jual beli, perjanjian sewa-menyewa.

b. Perbuatan hukum yang bersifat sepihak (Pasal 1341 ayat (2) KUHPerdata) yaitu suatu perbuatan hukum dimana hanya ada satu pihak yang mempunyai kewajiban atas prestasi terhadap pihak lain. Contohnya: hibah.

Bagi kreditor pemegang jaminan kebendaan, seperti: gadai, fidusia, hipotik dan hak tanggungan mempunyai hak untuk mengambil hasil penjualan yang dibebani hak gadai, fidusia, hipotik dan hak tanggungan pelunasan utangnya lebih dahulu dari kreditor konkuren yang dijamin oleh Pasal 1131, 1132 KUHPerdata.

2. Actio Pauliana Sebagai Upaya Hukum

Istilah actio pauliana berasal dari orang Romawi, yang maksudnya untuk menunjukkan kepada semua upaya hukum yang digunakan untuk menyatakan batal tindakan debitor yang meniadakan arti Pasal 1131 KUHPerdata.61

60 Jono, Op.Cit.

61 Kartini Mulyadi, Actio Pauliana dan Pokok-Pokok Tentang Pengadilan Niaga, dalam Sunarmi, Op. Cit, hal 188.

(42)

Pembatalan perbuatan hukum actio pauliana hanya dapat dibatalkan melalui gugatan perbuatan melawan hukum ke pengadilan negeri tempat kedudukan debitor.

Pengajuan gugatan ini hanya dapat dilakukan oleh kreditor yang merasa haknya telah dirugikan.

Actio pauliana adalah hak yang diberikan oleh undang-undang kepada seorang kreditor mengajukan permohonan kepada pengadilan untuk pembatalan segala perbuatan yang tidak diwajibkan untuk dilakukan oleh debitor terhadap harta kekayaannya yang diketahui oleh debitor perbuatan tersebut merugikan kreditor. Hak tersebut merupakan bentuk perlindungan hukum yang diberikan oleh undang-undang kepada kreditor atas perbuatan debitor yang dapat merugikan kreditor, yang hak tersebut diatur dalam KUHPerdata Pasal 1341.62 Ketentuan ini merupakan suatu pengecualian terhadap ketentuan Pasal 1340 KUHPerdata yang menentukan bahwa suatu perjanjian hanya berlaku dan mengikat para pihak yang membuatnya. Karena melalui action pauliana pihak yang merasa dirugikan dapat menuntut pembatalan suatu perjanjian63.

Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi untuk mengajukan gugatan berdasarkan actio pauliana, yaitu64:

a. Diajukan oleh kreditor yang memiliki kewenangan/hak untuk mengajukan tuntutan;

b. Diajukan terhadap tindakan hukum debitor, baik yang tidak diwajibkan oleh undang-undang maupun yang seharusnya debitor laksanakan berdasarkan perjanjian;

62 Sutan Remy Sjahdeini, Op. Cit., hal. 284.

63 Semua perjanjian yang dibuat sesuai dengan undang-undang berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak atau karena alasan-alasan yang ditentukan oleh undang-undang. Persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik. Lihat Pasal 1338 KUHPerdata.

64http://www.jurnalhukum.com/actio-pauliana/, ditulis oleh Wibowo Tunardy. Diakses pada tanggal 6 Juli 2015, Pukul 15.30 Wib.

Referensi

Dokumen terkait

Pemisahan ini ditegaskan dalam Pasal 1 angka 21 Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah bahwa Penyertaan Modal Pemerintah Pusat/

Ketentuan dalam annex yang menyangkut perundingan di bidang angkutan laut dalam ayat (1) menyatakkan bahwa Pasal 2 dan annex tentang pengecualian Pasal 2 termasuk keharusan

PERUSAHAAN ANGKUTAN LAUT INDONESIA PADA PERDAGANGAN BEBAS DALAM KERANGKA WTO, Tesis ini bertujuan untuk memenuhi salah satu persyaratan yang harus dilengkapi dalam rangkaian

Sedangkan mikronutrien yang terdapat pada ASI terdiri dari vitamin dan mineral, dan salah satu kandungan mineral yang terdapat pada ASI yaitu Cu (Uauy, R. Olivares, 2017) oleh karna

Alasan utama mengapa inovasi kolaboratif lebih cocok bagi inovasi di sektor publik, karena mampu membuka siklus inovasi ke berbagai aktor yang menyentuh sumber daya inovasi

a) Bahwa saksi melakukan penangkapan terhadap terdakwa, karena terdakwa tidak melaporkan kejahatan Narkotika jenis ganja yang dilakukan oleh Burhan (DPO) selaku

Apabila seluruh sumber daya intelektual yang dimiliki perusahaan dapat dikelola dan dimanfaatkan dengan baik maka akan menciptakan value added bagi perusahaan sehingga

Dalam konteks perempuan, proses pengambilan keputusan ditingkat individu sangat dipengaruhi oleh budaya patriarki yang telah menempatkan peran-peran tertentu (kodrat)