• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan hasil informasi dan penelusuran yang telah dilakukan di kepustakaan Universitas Sumatera Utara terhadap judul yang akan diteliti ternyata penelitian dengan judul ”Actio Pauliana Sebagai Upaya Hukum Dalam Melindungi Kreditur Atas Aset Debitur Dalam Pailit Perseroan Terbatas” tidak ditemukan judul penelitian yang serupa. Dari hasil penelusuran kepustakaan tersebut ditemukan judul tesis sebagai berikut:

1. “Permohonan Pailit Perseroan Terbatas Oleh Tenaga Kerja Yang Diputuskan Hubungan Kerja (analisis Permohonan Pailit PT. Indah Pontjan)” oleh Manambus Pasaribu, NIM: 127005013, tahun 2014. Rumusan masalah:

a. Apakah putusan pengadilan hubungan industrial yang telah berkekuatan hukum tetap yang menghukum pengusaha untuk membayar uang pesangon, penghargaan masa kerja, pergantian hak dan upah selama proses dapat dikategorikan sebagai utang?

b. Apakah putusan pengadilan hubungan industrial yang telah berkekuatan hukum tetap namun tidak dapat dilaksanakan dapat diajukan sebagai dasar permohonan pailit?

c. Bagaimana pertimbangan hakim atas permohonan pailit oleh tenaga kerja terhadap perseroan terbatas yang diputus hubungan kerja (permohonan pailit PT. Indah Pontjant) dalam perkara No.01/pailit/2012/PN. Niaga Mdn jo No.401 K/Pdt. Sus/2012 jo putusan MA Peninjauan Kembali No.195 PK/ Pdt. Sus/

2012?

2. “Analisis Hukum Terhadap Tanggungjawab Direktur Dalam Hal Terjadinya Kepailitan Perseroan”, oleh Halida Rahardini, NIM: 027005011. Dengan rumusan masalah:

a. Bagaimanakah kriteria untuk menentukan bahwa direktur telah melanggar prinsip fiduciary duty?

b. Faktor-faktor apa sajakah yang dapat menyebabkan terjadinya kepailitan suatu perseroan terbatas?

c. Bagaimanakah tanggungjawab seseorang direktur dalam hal terjadinya kepailitan terhadap perseroan yang dipimpinnya?

3. “Pertanggungjawaban Personal Guarantee Terhadap Utang Debitor Dalam Kepailitan Perseroan Terbatas”, oleh Jonathan Patar Mangapul Sibarani, NIM:

097005021, Tahun 2014. Rumusan masalah:

a. Bagaimanakah tanggungjawab personal guarantee terhadap utang debitor yang merupakan perseroan terbatas?

b. Apakah personal guarantee dapat dimohonkan pailit bersama-sama dengan debitor perseroan terbatas dalam permohonan kepailitan oleh kreditor jika ternyata debitor perseroan terbatas tersebut tidak mampu untuk memenuhi kewajibannya?

c. Bagaimanakah akibat hukum terhadap personal guarantee yang dinyatakan pailit bersama-sama dengan debitor perseroan terbatas dalam permohonan kepailitan?

F. Kerangka Teori dan Konsepsi a. Kerangka Teori

Teori diperlukan untuk mengembangkan suatu bidang kajian hukum tertentu.

Hal ini dilakukan untuk meningkatkan dan memperkaya pengetahuannya dalam penerapan aturan hukum.19 Kerangka teori adalah penentuan tujuan dan arah penelitian dalam memilih konsep-konsep yang tepat guna pembentukan hipotesa-hipotesanya.20 Kerangka teori merupakan kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis

19 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Cetakan ke 6, (Jakarta: Kencana, 2010), hal. 73.

20 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, 1986), hal.129.

mengenai sesuatu kasus atau permasalahan (problem), yang menjadi bahan perbandingan, pegangan teoritis yang mungkin disetujui ataupun tidak disetujui.21

Keberadaan teori dalam dunia ilmu pengetahuan sangat penting karena teori merupakan konsep yang akan menjawab suatu masalah. Teori oleh kebanyakan ahli dianggap sebagai sarana yang memberi rangkuman bagaimana memahami suatu masalah dalam setiap bidang ilmu pengetahuan22

Untuk menjawab permasalahan dari penelitian hukum ini sebagai pisau analisisnya maka teori yang digunakan adalah teori perlindungan hukum dan kepastian hukum. Menurut Fitzgerald, Teori “perlindungan hukum bertujuan mengintegrasikan dan mengkoordinasikan berbagai kepentingan dalam masyarakat karena dalam suatu lalulintas kepentingan, perlindungan terhadap kepentingan tertentu dapat dilakukan dengan cara membatasi berbagai kepentingan di lain pihak”.23 Perlindungan hukum harus melihat tahapan yakni perlindungan hukum lahir dari suatu ketentuan hukum dan segala peraturan hukum yang diberikan oleh masyarakat yang pada dasarnya merupakan kesepakatan masyarakat tersebut untuk mengatur hubungan prilaku antara angota-anggota masyarakat dan antara perseorangan dengan pemerintah yang dianggap mewakili kepentingan masyarakat.

Menurut Satjipto Raharjo, “perlindungan hukum adalah memberikan pengayoman terhadap Hak Asasi Manusia (HAM) yang dirugikan orang lain dan perlindungan itu diberikan kepada masyarakat agar dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh

21 M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, (Bandung: Mandar Maju, 1994), hal. 27 dan 80.

22 Marwan Mas, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2004), hal. 113.

23 Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2000), hal. 53.

hukum”.24Menurut Lili Rasjidi dan I.B Wysa Putra berpendapat bahwa “hukum dapat difungsikan untuk mewujudkan perlindungan yang sifatnya tidak sekedar adaptif dan fleksibel, melainkan juga prediktif dan antisipatif”.25

Perlindungan hukum adalah suatu tindakan untuk melindungi subjek hukum secara hukum atas hak yang dimiliki. Hak adalah kepentingan yang dilindungi hukum sedangkan kepentingan adalah tuntutan perorangan atau kelompok yang diharapkan untuk dipenuhi. Kepentingan pada hakikatnya mengandung kekuasaan yang dijamin dan dilindungi oleh hukum dalam melaksanakannya.26hukum diharapkan dapat mengakomodir dan disesuaikan dengan perkembangan zaman sehingga hukum itu juga diharapkan ke depannya tetap masih relevan dalam keberlakuannya dalam mengatasi permasalahan yang konkret.

Kaitan teori perlindugan hukum terhadap judul penelitian ini bahwa perseroan memiliki hak dalam pengelolaan dan penguasaan atas harta kekayaannya tetapi hak tersebut dibatasi oleh undang-undang macuranga perseroan tersebut mengalami kepailitan dengan adanya putusan pengadilan yang menyatakan perseroan pailit dengan segala akibat hukumnya. Akibat hukum dimaksud adalah kreditor memiliki hak dalam memperoleh pengembalian piutangnya dari debitor, yang dalam memperoleh pengembalian hak tersebut kreditor mendapatkan perlindungan secara hukum dari tindakan debitor curang yang dengan sengaja mengalihkan sebagian harta kekayaannya kepada pihak ketiga sehingga merugikan kreditor melalui upaya hukum actio pauliana

24Ibid, hal. 54.

25 Lili Rasjidi dan I.B Wysa Putra, Hukum Sebagai Suatu Sistem, (Bandung: Remaja Rusdakarya, 1993) hal. 118.

26 Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, (Yogyakarta: Cahaya Atma Pusaka, 2010), hal. 52.

ke pengadilan untuk mendapatkan keputusan pembatalan perbuatan hukum debitor yang merugikan kreditor tersebut.

Bentuk perlindungan hukum tersebut juga harus terwujud dalam bentuk adanya kepastian hukum terhadap keberlakuan undang-undang tersebut. Kepastian hukum adalah wujud dari penegakan hukum itu sendiri. Menurut Sudikno Mertokusumo, hukum harus dilaksanakan dan ditegakkan. Setiap orang mengharapkan dapat ditetapkannya hukum dalam hal terjadi peristiwa yang konkret. Bagaimana hukumnya itulah yang harus berlaku dan tidak boleh menyimpang.27

Kepastian hukum merupakan perlindungan yang yustisiabel terhadap tindakan sewenang-wenang, yang artinya bahwa seseorang akan dapat memperoleh sesuatu yang diharapkan dalam keadaan tertentu. Hukum memiliki tugas dalam menciptakan kepastian hukum sebagai tujuan untuk ketertiban masyarakat.28

Didalam kepastian hukum, hukum harus benar-benar bisa diterapkan dan implementatif dalam keberlakuannya. Dalam kasus kepailitan UUK dan PKPU mengakomodir jaminan kepastian hukum bagi kreditor atas pengembalian piutang-piutang kreditor secara maksimal dari nilai boedel pailit yang dimiliki oleh debitor melalui upaya hukum actio pauliana, bilamana debitor memiliki niat yang tidak baik dengan mengalihkan harta kekayaannya untuk mencari keuntungan pribadi maupun memberikan keuntungan kepada pihak lain yang merugikan kreditor-kreditornya.

Sehingga ketentuan upaya hukum actio pauliana yang diatur dalam UUK dan PKPU jo

27Ibid. hal. 207.

28Ibid, hal. 208.

KUHPerdata tersebut harus benar-benar bisa diimplementasikan dalam peristiwa konkret.

b. Landasan Konsepsional

Penggunaan konsep dalam suatu penelitian adalah untuk menghindari penafsiran yang berbeda terhadap kerangka konsep yang dipergunakan dalam merumuskan konsep dengan menggunakan model defenisi operasional.29

Berdasarkan defenisi diatas untuk menyatukan pemahaman tentang pengertian defenisi-defenisi yang digunakan dalam penelitian ini maka perlu dijabarkan beberapa defenisi operasional yang dipergunakan sebagai berikut:

1. Upaya hukum adalah upaya hukum yang dimaksud terdiri dari dua kata yakni, upaya yang berarti: usaha, ikhtiar untuk mencapai maksud tertentu; dan hukum yang artinya: peraturan resmi yang menjadi pengatur dan dikuatkan oleh pemerintah, undang-undang.30

2. Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan debitor pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator dibawah pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam UUK dan PKPU.31

3. Aset/aktiva adalah segala sesuatu yang bersifat komersil yang dimiliki oleh sebuah perusahaan atau idividu. Bisa dibagi dalam aktiva lancar, investasi, aktiva tetap,

29 Purnadi Purbacaraka, dkk.,Ikhtisar Antinomi Aliran Filsafat sebagai Landasan Filsafat Hukum, (Jakarta: Rajawali Press, 1984), hal. 47.

30Kamus Besar Bahasa Indonesia,Edisi Kedua, (Jakarta: Balai Pustaka, 1995).

31 Pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang..

aktiva berwujud kedalam aktiva lancar, investasi, aktiva tetap, aktiva tidak berwujud (seperti hak cipta).32

4. Hakim Pengawas adalah hakim yang ditunjuk oleh pengadilan dalam putusan pailit atau putusan penundaan kewajiban pembayaran utang.33

5. Kurator adalah Balai Harta Peninggalan atau orang perseorangan yang diangkat oleh pengadilan untuk mengurus dan membereskan harta Debitor Pailit dibawah pengawasan Hakim Pengawas sesuai dengan UUK dan PKPU.34

6. Kreditor adalah orang yang mempunyai piutang karena perjanjian atau undang-undang yang dapat ditagih dimuka pengadilan.35

7. Debitor pailit adalah debitor yang sudah dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan.36 Debitor yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pengurus perseroan.

8. Utang adalah kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang baik dalam mata uang Indonesia maupun mata uang asing, baik secara langsung maupun yang akan timbul dikemudian hari atau kontinjen, yang timbul karena perjanjian atau undang-undang dan yang wajib dipenuhi oleh debitor dan bila tidak

32 Sumadji P, dkk.,Kamus Ekonomi, Wacana Intelektual, 2006.

33 Pasal 1 angka Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

34 Pasal 1 angka 5 Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

35 Pasal 1 angka 2 Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

36 Pasal 1 angka 4 Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

dipenuhi memberi hak kepada kreditor untuk mendapat pemenuhannya dari harta kekayaan debitor.37

9. Boedel Pailit adalah harta kekayaan seseorang atau badan yang yang telah dinyatakan pailit yang dikuasai oleh balai harta peninggalan (bankrupt estate).38 10. Actio pauliana adalah hak yang diberikan oleh undang-undang kepada seorang

kreditor mengajukan permohonan pailit kepada pengadilan untuk pembatalan segala perbuatan yang tidak diwajibkan untuk dilakukan oleh debitor terhadap harta kekayaannya yang diketahui oleh debitor perbuatan tersebut merugikan kreditor.39 11. Pengadilan adalah Pengadilan Niaga dalam lingkup peradilan umum.40

12. Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-undang No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas serta peraturan pelaksanaannya.41

G. Metode Penelitian

37 Pasal 1 angka 6 Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

38 Zainal Asikin, Hukum Kepailitan & Penundaan Pembayaran di Indonesia, (Jakarta: Grafindo Persada, 2001), hal. 53.

39 Sutan Remy Sjahdeini, Hukum Kepailitan, Memahami Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan, (Jakarta: Grafiti, 2009), hal. 248.

40 Pasal 1 angka 7 Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

41 Pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

Penelitian bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran secara sistematis, metodologis dan konsisten, oleh karena itu metodologi yang diterapkan harus sesuai dengan ilmu pengetahuan yang menjadi induknya.42

1. Jenis dan Sifat Penelitian.

Penelitian ini mengunakan jenis penelitian yuridis normatif. Penelitian yuridis normatif melakukan penelitian dengan menggunakan doktrin-doktrin (penelitian doktrinal), meneliti hukum baik yang tertulis dalam buku-buku (law at it’s written in the books) maupun putusan yang diputuskan oleh hakim-hakim pengadilan (law as it decided by the jungle through judicial process)43 pengertian yuridis normatif adalah penelitian hukum terhadap norma-norma hukum positif, asas-asas, prinsip-prinsip, dan doktrin-doktrin hukum.44

Penelitian ini bersifat deskriptif analitis, yang mengungkapkan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan teori-teori hukum yang menjadi objek penelitian, demikian juga hukum dalam pelaksanaannya didalam masyarakat yang berkenaan objek penelitian.45 Pengertian deskriptif analitis adalah menggambarkan dan menguraikan serta sekaligus menganalisis mengenai fakta-fakta melalui pendekatan peraturan perundang-undangan.46

42 H. Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, Cetakan ke 1, (Jakarta: Sinar Grafika, 2014), hal. 17.

43 Bismar Nasution, Metode Penelitian Hukum Normatif dan Perbandingan Hukum, paper disampaikan pada dialog interaktif tentang penelitian hukum dan hasil penelitian hukum pada Majalah Akreditasi di Fakultas Hukum USU, Medan tanggal 18 Februari 2003, hal. 2.

44 Jhon Ibrahim, Teori dan Metedologi Penelitian Hukum Normatif, (Surabaya: Bayumedia, 2008), hal. 282.

45 H. Zainuddin Ali, Op. Cit., hal. 105.

46 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana, 2005), hal. 96.

2. Sumber Data

Bagi penelitian hukum normatif hanya mengenal data sekunder saja yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier yang dalam mengolah dan menganalisis bahan hukum tersebut tidak bisa melepaskan diri dari berbagai penafsiran yang dikenal dalam ilmu hukum.47

Dalam penelitian ini menggunakan data sekunder yang terdiri atas:

a. Bahan hukum primer, bahan hukum yang terdiri dari perundang-undangan dan putusan-putusan hakim serta catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan perundang-undangan seperti; Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata), Kitab Undang-undang Hukum Acara Perdata/H.I.R/R.Bg, Undang-undang Nomor 37 Tahun tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban dan Pembayaran Utang (UUK dan PKPU), Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

b. Bahan hukum sekunder, yaitu semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi, seperti buku-buku hukum, jurnal-jurnal hukum, artikel, surat kabar, internet, dan bahkan dokumen pribadi atau pendapat dari kalangan pakar hukum yang relevan dengan permasalahan dalam penelitian.48

47 Amiruddin dkk, PengantarMetode Penelitian Hukum, (Jakarta: Rajawali Pres, 2013), hal. 163.

48 Peter Mahmud Marzuki,,Op. Cit, hal. 141-163.

c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum penunjang yang memberi petunjuk dan penjelasan atas bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus (hukum), ensiklopedia.49

3. Tehnik Pengumpulan Data

Tehnik pengumpulan data dilakukan melalui penelitian kepustakaan (library research) dan penelitian yang bersumber dari pendapat-pendapat para ahli yang bertujuan untuk mendapatkan konsepsi, teori serta pendapat atau pemikiran konseptual.

Bahan hukum yang diperoleh dari studi kepustakaan selanjutnya akan di interpretasikan untuk memperoleh kesesuaian penerapan peraturan dihubungkan dengan permasalahan yang sedang diteliti dan disistematiskan sehingga menghasilkan klasifikasi yang selaras dengan permasalahan dalam penelitian ini.50

4. Analisis Data

Berdasarkan sifat penelitian yang menggunakan metode penelitian bersifat deskriptif analistis, maka analisis yang dipergunakan adalah analisis secara pendekatan kualitatif terhadap bahan hukum sekunder yang didapat. Deskriptif tersebut meliputi isi dan struktur hukum positif, yaitu suatu kegiatan yang dilakukan penulis untuk menentukan isi atau makna aturan hukum. Bahan hukum yang dianalisis secara kualitatif akan dikemukakan dalam bentuk uraian secara sistematis dengan menjelaskan hubungan antara berbagai jenis bahan hukum, selanjutnya bahan hukum diseleksi dan diolah kemudian dinyatakan secara deskriptif sehingga menggambarkan dan

49 Amiruddin dkk, Op. Cit., hal. 119.

50 Bambang Sugono, Op.Cit., hal. 195-196.

mengungkapkan dasar hukumnya sengingga memberikan solusi terhadap permasalahan,

51 yang berkenaan dengan upaya hukum actio pauliana.

Data yang dianalisis akan disimpulkan dengan memberikan argumentasi-argumentasi hukum di dalam penelitian ini, memberikan penilaian apa dan bagaimana yang semestinya menurut norma hukum, doktrin-doktrin dan kaidah-kaidah hukum tentang upaya hukum actio pauliana dalam melindungi kreditor terhadap aset debitor.

Kemudian seluruh data yang ada akan dianalisis secara kualitatif dengan menggunakan logika berfikir dengan menarik kesimpulan secara deduktif, yakni penalaran logika umum ke khusus. Menarik kesimpulan dari suatu permasalahan yan bersifat umum terhadap permasalahan konkret sehingga permasalahan dapat dijawab.52

51 Ronny Hanitijo Soemitro, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1994), hal.

93.

52 Mukti Fajar, dkk, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012). Hal. 109.

BAB II

PENGATURAN ACTIO PAULIANA DALAM KUHPERDATA DAN DALAM HUKUM KEPAILITAN DI INDONESIA.

A. Pengaturan Actio Pauliana Dalam KUHPerdata

1. Actio Pauliana Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

KUHPerdata mulai berlaku di Indonesia sejak bulan Mei tahun 1848 berdasarkan asas konkordansi (persamaan) dari hukum perdata Belanda. Pengaturan actio pauliana didalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata) diatur dalam Buku ke-Tiga tentang Perikatan, Bagian ke-Tiga tentang Akibat Persetujuan pada Pasal 1341, yang menyatakan:

Meskipun demikian, kreditor boleh mengajukan tidak berlakunya segala tindakan yang tidak diwajibkan yang dilakukan oleh debitor, dengan nama apapun juga yang merugikan kreditor; asal dibuktikan bahwa ketika tindakan tersebut dilakukan, debitor dan orang yang dengannya atau untuknya debitor itu bertindak, mengetahui bahwa tindakan itu mengakibatkan kerugian bagi para kreditor.

Hak-hak yang diperoleh pihak ketiga dengan itikad baik atas barang-barang yang menjadi obyek dan tindakan yang tidak sah, harus dihormati.

Untuk mengajukan batalnya tindakan yang dengan cuma-cuma dilakukan debitor, cukuplah kreditor menunjukkan bahwa pada waktu melakukan tindakan itu debitor mengetahui bahwa dengan cara demikian dia merugikan para kreditor, tak peduli apakah orang yang diuntungkan juga mengetahui hal itu atau tidak.

Actio pauliana adalah hak/suatu upaya hukum yang dimiliki oleh kreditor untuk membatalkan transaksi yang dilakukan oleh debitor untuk kepentingan debitor tersebut yang dapat merugikan kepentingan para kreditornya. Misalnya, debitor menjual benda miliknya sehingga benda tersebut tidak dapat lagi disita atau dijadikan sebagai jaminan

utang kepada pihak kreditor untuk pengembalian piutang.53Untuk melakukan pembatalan perbuatan hukum yang dilakukan oleh debitor dalam KUHPerdata dapat diajukan langsung oleh kreditor ke pengadilan negeri tempat kedudukan debitor dalam rentang waktu 4 (empat) bulan sejak perbuatan hukum tersebut dilakukan oleh debitor.

Ketentuan actio pauliana pada Pasal 1341 KUHPerdata berlaku umum untuk semua perjanjian hal ini tampak karena ketentuan tersebut terletak dalam Buku ke-Tiga KUHPerdata tentang Perikatan bagian ke-Tiga tentang akibat suatu perjanjian.

Kehadiran ketentuan actio pauliana dimaksudkan untuk melindungi kepentingan kreditor yang dirugikan akibat adanya perbuatan hukum yang dilakukan debitor.54 Ketentuan actio pauliana pada Pasal 1341 KUHPerdata tersebut juga dikaitkan dengan ketentuan dalam Pasal 1131 KUHPerdata yang mengatur tentang prinsip paritas creditorium55, yang bunyi pasal tersebut menyatakan:

Segala barang-barang bergerak dan tidak bergerak milik debitor, baik yang sudah ada maupun yang akan ada, menjadi jaminan untuk perikatan perorangan debitor itu.

Ketentuan action pauliana menjadikan tindakan debitor atas penguasaan kekayaannya menjadi terbatas ketika debitor sedang mengadakan perjanjian dengan kreditor sedangkan tindakan debitor tersebut dapat merugikan kreditor dalam hal pelunasan utang debitor. Tetapi debitor tetap saja boleh melakukan perbuatan hukum

53 Munir Fuady, Op.Cit., hal. 85.

54 Sunarmi, Op. Cit., hal. 189.

55 Prinsip paritas creditorium berarti bahwa semua kekayaan debitor baik yang berupa barang bergerak ataupun barang tidak bergerak maupun sekarang harta yang telah dipunyai debitor dan barang-barang dikemudian hari akan dimiliki debitor terikat pada penyelesaian kewajiban debitor. Lihat M. Hadi Subhan, Op.Cit., hal. 3.

terhadap harta kekayaan yang dimilikinya sepanjang perbuatan tersebut tidak merugikan kreditor.56

Umumnya tindakan actio pauliana diperuntukkan dalam hal perikatan57 (utang piutang) antara debitor dan kreditor namun tidak membatasi untuk tindakan-tindakan yang lainnya. Pasal dalam KUHPerdata yang berkaitan dengan upaya hukum actio pauliana terhadap perbuatan-perbuatan hukum yang dapat dibatalkan terkait dengan Pasal 1341 KUHPerdata yakni, Pasal 192, 920, 977, 1061, 1067, 1166, 1185, 1454, 1922, 1952.58 Pasal 1341 merupakan pengecualian dari Pasal 1340 yang menyatakan suatu perjanjian hanya berlaku dan mengikat para pihak yang membuatnya sebab dengan actio pauliana pihak ketiga yang merasa dirugikan dapat menuntut pembatalan suatu perjanjian.59

KUHPerdata mengatur bahwa tuntutan/gugatan actio pauliana diajukan langsung oleh kreditor yang merasa dirugikan ke pengadilan negeri setempat. Titik berat dari gugatan tersebut adalah pembatalan atas segala tindakan debitor yang merugikan kreditor dengan satu unsur penting yang menjadi patokan dalam pengaturan actio pauliana dalam pasal 1341 KUHPerdata, yaitu unsur iktikad baik (good faith).

Pembuktian ada atau tidak adanya unsur iktikad baik menjadi landasan dalam menentukan perbuatan tersebut termasuk perbuatan yang tidak diwajibkan atau

56 Harlien Budiono. Ajaran Umum Hukum Perjanjian Dan Penerapannya di Bidang Kenotariatan, (Bandung: Citra Aditya,2010), hal. 163.

57 Man S Sastrawidjaja, Hukum Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, (Bandung: Alumni, 2006). hal 124.

58 http://hukum.unsrat.ac.id/uu/bw3.htm. diakses pada tanggal 2 Juni 2015, Pukul 20.30 Wib.

59 Lihat Pasal 1340 Kitab Undang-undang Hukum Perdata.

diwajibkan.60 Pembuktian adanya unsur itikad baik ini sangat sulit dibuktikan karena peraturan perundang-undangan tidak memberikan penjelasan atau pengertian apa yang dimaksud dengan itikad baik tetapi penilaian itikad baik ini dapat dilihat dari tindakan dan motivasi debitor melakukan perbuatan hukum tersebut.

Dilihat dari Pasal 1341 dapat diketahui bahwa ada 2 (dua) macam perbuatan hukum yang tidak diwajibkan, antara lain:

a. Perbuatan hukum yang bersifat timbal balik (Pasal 1341 ayat (1) KUHPerdata) yaitu suatu perbuatan hukum dimana ada dua pihak yang saling berprestasi.

Contohnya: perjanjian jual beli, perjanjian sewa-menyewa.

b. Perbuatan hukum yang bersifat sepihak (Pasal 1341 ayat (2) KUHPerdata) yaitu suatu perbuatan hukum dimana hanya ada satu pihak yang mempunyai kewajiban atas prestasi terhadap pihak lain. Contohnya: hibah.

Bagi kreditor pemegang jaminan kebendaan, seperti: gadai, fidusia, hipotik dan hak tanggungan mempunyai hak untuk mengambil hasil penjualan yang dibebani hak gadai, fidusia, hipotik dan hak tanggungan pelunasan utangnya lebih dahulu dari kreditor konkuren yang dijamin oleh Pasal 1131, 1132 KUHPerdata.

2. Actio Pauliana Sebagai Upaya Hukum

Istilah actio pauliana berasal dari orang Romawi, yang maksudnya untuk

Istilah actio pauliana berasal dari orang Romawi, yang maksudnya untuk

Dokumen terkait