• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Hukum Gugatan Actio Pauliana Atas Putusan Hakim

BAB I PENDAHULUAN

E. Analisis Hukum Gugatan Actio Pauliana Atas Putusan Hakim

Kasus gugatan actio pauliana oleh Tim Kurator PT. Metro Batavia ke Pengadilan Niaga Jakarta Pusat berawal dari pailitnya PT. Metro Batavia pada tanggal 30 Januari 2013 oleh pengadilan Niaga Jakarta Pusat dengan putusan pailit nomor:

77/Pailit/2012/PN Niaga Jkt. Pst. Berdasarkan putusan tersebut Tim Kurator PT. Metro Batavia ditunjuk oleh pengadilan sebagai kurator untuk melakukan pemberesan dan pengurusan harta pailit PT. Metro Batavia, sehingga tim kurator melakukan pemberesan terhadap aset-aset PT. Metro Batavia.

Tim kurator dalam melaksanakan fungsi dan wewenangnya menemukan bahwa direktur utama PT. Metro Batavia (dalam pailit) telah melakukan perbuatan hukum (rechtshandeling) yang merugikan kreditor dengan melakukan pengalihan aset berupa satu unit bangunan yang dijadikan kantor pusat PT. Metro Batavia yang berada di Jl. H.

Juanda Nomor 15 Jakarta Pusat, delapan hari setelah adanya permohonan pailit oleh

International Lease Finance Corporation pada tanggal 20 Desember 2012 terhadap PT.

Metro Batavia di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Tujuan tim kurator PT. Metro Batavia melakukan gugatan actio pauliana adalah untuk menjadikan bangunan tersebut sebagai boedel pailit sehingga dapat memaksimalkan pengembalian utang kepada kreditor.

Tindakan direktur utama PT. Metro Batavia yang melakukan pengalihan aset dengan melakukan perikatan/jual beli bangunan tersebut kepada pihak ketiga yang merupakan keponakan kandung dari direktur tersebut diduga dilakukan dengan terencana dan adanya itikad yang tidak baik dari direktur utama PT. Metro Batavia karena dilakukan pada saat permohonan kepailitan terhadap PT. Metro Batavia sedang berjalan dan pengalihan tersebut juga dilakukan untuk kedua kalinya oleh pihak ketiga kepada pihak lain dalam rentang waktu yang sangat singkat sejak perikatan/jual beli yang pertama. Hal ini dimungkinkan sengaja dilakukan pengurus perseroan agar ketika terjadi proses hukum untuk pengembalian aset tersebut menjadi rumit. Akibat dari jual beli tersebut para kreditor khususnya kreditor konkuren dirugikan karena pengembalian piutang menjadi tidak maksimal.

Perbuatan yang dilakukan oleh direktur utama PT. Metro Batavia tersebut telah melangggar bunyi pasal dalam UUK dan PKPU yang mengatur tentang perbuatan yang tidak boleh dilakukan oleh debitor (dalam hal ini pengurus persero) yang merugikan kreditor sebagaimana yang diatur dalam Pasal 41 UUK dan PKPU menyatakan:

(1) Untuk kepentingan harta pailit, kepada Pengadilan dapat dimintakan pembatalan segala perbuatan hukumdebitor yang telah dinyatakan pailit yang merugikan kepentingan kreditor, yang dilakukan sebelum pernyataan putusan pailit diucapkan.

(2) Pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan apabila dapat dibuktikan bahwapada saat perbuatan hukum dilakukan, debitor dan pihak dengan siapa perbuatan hukum tersebut dilakukan mengetahui atau sepatutnya mengetahui bahwa perbuatan hukum tersebut akanmengakibatkan kerugian bagi kreditor.

(3) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah perbuatan hukum debitor yangwajib dilakukannya berdasarkan perjanjian dan/atau karena undang-undang.

Pasal 42 UUK dan PKPU menyatakan:

Apabila perbuatan hukum yang merugikan kreditor dilakukan dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan, sedangkan perbuatan tersebut tidak wajib dilakukan debitor, kecuali dapat dibuktikan sebaliknya, debitor dan pihak dengan siapa perbuatan tersebut dilakukan dianggap mengetahui atau sepatutnya mengetahui bahwa perbuatan tersebut akan mengakibatkan kerugian bagi kreditor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (2).

UUK dan PKPU tidak meyebutkan secara jelas dan rinci tentang perbuatan apa saja yang tidak diperbolehkan untuk dilakukan oleh debitor yang termasuk dalam perbuatan actio pauliana, tetapi Pasal 42 UUK dan PKPU hanya mengatur bahwa suatu perbuatan adalah perbuatan actio pauliana apabila debitor:

1. Telah melakukan suatu perbuatan hukum;

Perbuatan hukum artinya debitor telah melakukan suatu tindakan hukum yang menimbulkan akibat hukum. Minimal ada dua elemen yang harus dipenuhi agar perbuatan tersebut dapat disebut sebagai perbuatan hukum, yaitu: berbuat sesuatu dan mempunyai akibat hukum.209 Perseroan telah melakukan tindakan/perbuatan hukum dengan mengalihkan harta

209 Munir Fuady, Op.Cit., hal. 87.

kekayaanya kepada pihak ketiga dalam bentuk perikatan/jual-beli berupa satu unit bangunan PT. Metro Batavia yang dijadikan kantor pusat.

2. Perbuatan hukum tersebut mengakibatkan kerugian bagi kreditor;

Perikatan/jual-beli bangunan tersebut kepada pihak ketiga dinilai kurator sebagai perbuatan yang telah merugikan kreditor karena berpengaruh terhadap boedel pailit dan kemampuan boedel pailit dalam mengembalikan piutang kreditor. Perbuatan tersebut juga dilakukan pada saat perseroan sedang diajukan permohonan pailit oleh salah satu kreditor.

3. Perbuatan hukum tersebut tidak wajib dilakukan;

Alasan perseroan mengalihkan aset tersebut ditujukan untuk menyelesaikan kewajiban perseroan kepada dua kreditor lainnya yakni, Bank Muamalat dan PT. Bukopin, padahal kewajiban debitor (persero) terhadap dua kreditor tersebut belum jatuh waktu untuk segera dilunasi sehingga perbuatan debitor tersebut dalam mengalihkan aset perseroan adalah perbuatan yang tidak wajib untuk dilakukan. Itikad baik (good faith)210 adalah unsur penting yang menjadi landasan dalam menentukan perbuatan tersebut termasuk perbuatan yang diwajibkan atau perbuatan yang tidak diwajibkan.

4. Pada saat melakukan perbuatan hukum tersebut, debitor dan pihak dengan siapa perbuatan tersebut dilakukan dianggap mengetahui atau sepatutnya

210Itikad baik dalam pengertian subjektif adalah kejujuran seseorang dalam melakukan sesuatu perbuatan hukum, sedangkan dalam pengertian objektif adalah pelaksanaan suatu perjanjian harus didasarkan pada norma kepatuhan atau apa-apa yang dirasakan sesuai dengan yang patut dalam masyarakat. Dimuat dalam http://kamusbisnis.com/arti/itikad-baik/. Ditulis oleh Meliala Qirom Samsudin, diakses pada 6 Agustus 2015, pukul 21.00 Wib

mengetahui bahwa perbuatan tersebut akan mengakibatkan kerugian bagi kreditor;

Tindakan perseroan dalam melakukan perbuatan pengalihan aset kepada pihak lain maka perseroan dalam melakukan perbuatan tersebut dianggap mengetahui perbuatan tersebut akan merugikan bagi kreditor kecuali perseroan dapat membuktikan sebaliknya bahwa perbuatan tersebut tidak merugikan para kreditor tetapi perbuatan yang wajib dilakukan untuk kepentingan penyelamatan kelangsungan usaha perseroan.

5. Perbuatan hukum tersebut dilakukan dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sebelum pernyataan pailit diucapkan.

Perseroan melakukan pengalihan aset kepada pihak ketiga direntang waktu delapan hari sejak permohonan kepailitan terhadap debitor diajukan oleh salah satu kreditornya atau tepatnya dilakukan sebelum perseroan dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga Jakarta pusat. Sehingga Perbuatan perseroan tersebut adalah perbuatan yang dilakukan dalam rentang waktu satu tahun sebelum putusan pailit diucapkan sehingga menurut Pasal 42 UUK dan PKPU perbuatan tersebut dapat dimintakan pembatalan melalui gugatan actio pauliana ke pengadilan niaga.

Pengajuan gugatan actio pauliana selain harus memenuhi hukum materiil juga harus memenuhi hukum formalnya yang mengatur agar gugatan tersebut dapat berjalan.

1. Tentang kedudukan hukum tim kurator dalam mengajukan gugatan

Kedudukan hukum tim kurator sebagai pihak yang mengajukan gugatan/tuntutan actio pauliana ke Pengadilan Niaga Jakata Pusat untuk mewakili kepentingan kreditor yang telah dirugikan, telah memiliki kedudukan hukum yang sah dan sesuai dengan undang-undang Nomor 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.211 Kurator ditunjuk oleh hakim yang memeriksa perkara kepailitan untuk melakukan tugas pengurusan dan/atau melakukan pemberesan harta pailit.212

2. Tentang kewenangan pengadilan niaga dalam melakukan pemeriksaan dan mengadili perkara actio pauliana.

Keberadaan peradilan perdata bertujuan untuk menyelesaikan sengketa yang timbul diantara subjek hukum yang bermasalah. Kompetensi pengadilan atau yuridiksi pengadilan di Indonesia secara umum dapat dibagi menjadi 2 (dua), yakni kompetensi absolut dan kompetensi relatif.213

1. Kompetensi Absolut

Kompetensi absolut mengatur tentang kewenangan badan peradilan yang berwenang dalam mengadili suatu perkara. Misalnya: Pengadilan Negeri, Pengadilan Tata Usaha Negara, Pengadilan Agama, Pengadilan Militer.

Contoh: Pengadilan Tata Usaha Negara kewenangannya terbatas dan tertentu hanya untuk mengadili sengketa tata usaha Negara, sedangkan badan peradilan lainnya tidak berwenang.

211 Lihat Pasal 47 ayat (1) Undang-undang Nomor 37 ahun 2004 tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

212 Pasal 15 dan Pasal 69 Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

213 M. Yahya Harahap, Op.Cit., hal. 179-191.

2. Kompetensi Relatif

Kompetensi relatif mengatur tentang kewenangan suatu badan peradilan dalam mengadili dan memeriksa suatu perkara berdasarkan wewenang kewilayahan tertentu. Misalnya: Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Pengadilan Negeri Medan, dll.

Berdasarkan kompetensi absolut pengadilan yang berwenang untuk memeriksa dan mengadili perkara dalam gugatan actio pauliana adalah pengadilan niaga dalam lingkungan peradilan umum/negeri sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 7 UUK dan PKPU juncto penjelasan Pasal 3 ayat (1) UUK dan PKPU. Sedangkan menurut kompetensi relatif pengadilan yang berwenang untuk memeriksa dan mengadili perkara actio pauliana tim kurator PT. Metro Batavia adalah Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tempat kedudukan/domisili hukum debitor (persero).214 Actio pauliana dalam kepailitan menganut asas actor rei forum sequitor, yakni gugatan ditujukan ke pengadilan tempat kedudukan hukum perseroan sebagaimana dimaksud dalam anggaran dasarnya.215

3. Perbuatan hukum (rechtshandeling) pengurus persero yang mengalihkan aset perseroan adalah sebagai perbuatan melawan hukum.

Perbuatan melawan hukum itu sendiri masih banyak dipertentangkan ada yang menggunakan istilah perbuatan melanggar hukum, tindakan melawan hukum,

214 Lihat Pasal 3 Undang-undang Nomor 37 TAHUN 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

215 Lihat Pasal 3 ayat (5) Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

perbuatan menyalahi hukum, perbuatan bertentangan dengan hukum. Sedangkan undang-undang sendiri tidak menjelaskan tentang pengertian perbuatan melawan hukum (Pasal 1365) tetapi hanya memberikan syarat-syarat untuk menuntut ganti rugi karena perbuatan melawan hukum. Perbuatan melawan hukum menurut M.A.

Moegni Djojodirjo adalah merupakan suatu perbuatan atau suatu kealpaan berbuat yang melanggar hak orang lain atau bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku (orang yang melakukan perbuatan) atau melanggar baik kesusilaan, maupun bertentangan dengan kesusilaan, maupun bertentangan dengan keharusan yang harus diindahkan dalam pergaulan masyarakat tentang orang atau barang.216

Perbuatan melawan hukum adalah suatu perbuatan dimana seseorang/subjek hukum melakukan sesuatu perbuatan yang merugikan orang lain tetapi perbuatan tersebut tidak didasari oleh sesuatu perjanjian. Tindakan debitor (perseroan) yang tidak diwajibkan dengan mengalihkan aset kekayaanya yang merugikan kreditor dapat dikatagorikan sebagai perbuatan melawan hukum.

Menurut Schutznorm agar seseorang dapat dimintakan pertanggungjawabannya karena telah melakukan perbuatan melawan hukum, tidak cukup hanya ditunjukkan adanya berbagai hubungan kausal antara perbuatan yang dilakukan dan kerugian yang timbul melainkan perlu ditunjukkan bahwa norma atau peraturan yang dilanggar tersebut memang untuk perlindungan (schutz) terhadap kepentingan korban yang dilanggar. 217

Debitor dalam melakukan kecurangannya (perbuatan melawan hukum) dengan cara melarikan harta kekayaan debitor dengan maksud untuk melepaskan

216 M.A. Moegni Djojodirjo, Perbuatan Melawan Hukum, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1982), hal. 25.

217 Munir Fuady, Perbuatan Melawan Hukum, Pendekatan Kontemporer, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2005), hal. 14-17.

tanggungjawabnya atas tagihan-tagihan kreditornya, membayar satu atau beberapa kreditor tertentu sehingga merugikan kreditor yang lain.218

4. Gugatan actio pauliana ditujukan kepada direktur selaku pengurus perseroan.

Perseroan sebagai subjek hukum (artificial person) melakukan kegiatan usahanya diwakili oleh pengurusnya dan pengurus (direksi) bertanggungjawab atas pengurusan perseroan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan.219

Bersandar pada Pasal 41 dan Pasal 42 UUK dan PKPU maka secara tegas dan jelas bahwa perbuatan hukum Termohon I kepada Termohon II dan selanjutnya perbuatan Termohon II kepada Termohon IV adalah perbuatan yang dikatagorikan sebagai perbuatan yang tidak wajib dilakukan, merugikan kreditor yang dilakukan dengan itikad tidak baik sehingga perbuatan tersebut dapat dimintakan pembatalannya ke pengadilan niaga dengan melakukan gugatan actio pauliana.

Menurut keterangan saksi ahli220, mantan Hakim Agung Susanti Adi Nugroho yang menyatakan “actio pauliana adalah tindakan yang dilakukan debitor yang merugikan kreditor yang dilakukan dalam jangka waktu satu tahun dan tindakan tersebut tidak wajib dilakukan”, tetapi dalam keterangan lanjutannya ketika ditanya bagaimana jika aset yang diagunkan tersebut bukan aset perusahaan melainkan aset pribadi direksi, tetap adakah hak direksi tersebut melakukan penjualan demi melunasi

218 Aco Nur, Op.Cit., hal. 110.

219 Lihat Pasal 92 ayat (1) Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

220 Saksi ahli dalam pemeriksaan perkara gugatan actio pauliana dalam kepailitan PT. Metro Batavia di Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan register perkara nomor:

02/Pdt.Sus.Actio Pauliana/2014/PN.Niaga.Jkt.Pst. dalam

http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5376411a7aba8/tiga-syarat-gugatan-iactio-pauliana-i-dalam-kepailitan. diakses pada tanggal 1 Juli 2015 pukul 12.20 Wib.

utang perusahaan? Saksi ahli dalam keterangannya menjawab aset tersebut tetaplah aset pribadi direktur, meskipun telah diagunkan kepada kreditor, direktur tersebut dapat saja menjual asetnya secara pribadi sebab secara hukum, perseroan terbatas memiliki harta kekayaan yang terpisah dengan harta kekayaan pribadi.221

Aset yang telah tercatat pada aktiva tetap laporan keuangan suatu perusahaan seharusnya aset tersebut adalah milik perusahaan, akan tetapi hal tersebut tidak dapat langsung dijadikan patokan dalam menilai untuk menentukan sebuah kepemilikan suatu aset perusahaan karena bisa saja ada aset yang digunakan perusahaan berdasarkan hubungan sewa-menyewa yang aset tersebut masuk ke dalam biaya yang ditangguhkan dan sifatnya semacam aktiva tetap. Untuk menghindari hal-hal kesalahan seperti ini auditor wajib memeriksa dokumen-dokumen yang diperlukan sehingga tidak hanya mempercayai surat pernyataan yang telah ditandatangani oleh seorang manager perusahaan saja demi kejelasan kepemilikan aset.222

221 http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5376411a7aba8/tiga-syarat-gugatan-iactio-pauliana-i-dalam-kepailitan. diakses pada tanggal 1 Juli 2015, pukul 12.40 Wib.

222

http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5376411a7aba8/tiga-syarat-gugatan-iactio-pauliana-i-dalam-kepailitan. Keterangan saksi ahli Dani Sudarsono, anggota Dewan Kehormatan Ikatan Akuntan Indonesia dalam persidangan gugatan actiopauliana dalam kepailitan PT. Metro Batavia dengan register perkara nomor: 02/Pdt.Sus.Actio Pauliana/2014/PN.Niaga.Jkt.Pst.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

Dari uraian pada bab-bab terdahulu terhadap ketiga rumusan masalah diatas dapat ditarik kesimpulan:

1. Pengaturan Actio pauliana dalam KUHPerdata diatur dalam Pasal 1341 jo Pasal 1131 dalam Buku Ke-tiga tentang perikatan, dan actio pauliana dalam undang-undang kepailitan pertama kalinya diatur dalam Kitab Undang-undang-undang Hukum Dagang (KUHD) pada Pasal 236 junto Pasal 239 kemudian diperbaharui dalam peraturan Faillissements Verordening (FV), Staatblad 1905 Nomor 217 Jucto Staatblad Nomor 348 pada Pasal 41 sampai dengan Pasal 47, kemudian diperbaharui lagi dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu) Nomor 1 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-undang tentang Kepailitan pada Pasal 41 sampai dengan Pasal 44, yang kemudian Perpu ini oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) disahkan menjadi Undang-undang Nomor 4 Tahun 1998 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-undang tentang Kepailitan menjadi Undang-undang, kemudian diperbaharui lagi menjadi Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Pasal 41sampai dengan Pasal 47. Perbedaan yang mendasar tentang actio pauliana dalam kepailitan selama perubahan undang-undang kepailitan adalah mengenai jangka waktu perbuatan yang semula singkat (40 hari dalam FV) menjadi 1 (satu) tahun,

dibentuknya pengadilan Niaga sebagai pengadilan tempat penyelesaian sengketa dan adanya kurator selain Balai Harta Peninggalan (BHP).

Secara umum ketentuan actio pauliana dalam KUHPerdata sama dengan ketentuan actio pauliana dalam undang-undang kepailitan sebagai bentuk jaminan perlindungan hukum dan kepastian hukum bagi kreditor atas pengembalian piutang kreditor. Perbedaan mendasar pada dua ketentuan tersebut yakni: dalam ketentuan KUHPerdata penuntutan dapat dilakukan langsung oleh kreditor tanpa harus menunggu keadaan hukum baru pada debitor (kepailitan debitor), sedangkan actio pauliana dalam kepailitan penuntutan dilakukan oleh kurator sebagai pihak yang ditugaskan dalam melakukan pengurusan dan pemberesan harta pailit pada saat debitor dalam keadaan hukum yang baru (pailit). Perbedaan lainnya adalah dalam KUHperdata tuntutan dilakukan oleh kreditor yang merasa dirugikan dan ditujukan ke pengadilan tempat domisili hukum debitor sedangkan dalam ketentuan hukum kepailitan penuntutan hanya dapat dilakukan oleh kurator dan tuntutan diajukan di pengadilan niaga dalam lingkungan peradilan umum sebagai pengadilan khusus yang dibentuk dalam memeriksa dan mengadili perkara yang berkaitan dengan kepailitan.

2. Pembuktian didalam gugatan actio pauliana dalam kepailitan terhadap perbuatan hukum (rechtshandeling) debitor menggunakan beban pembuktian terbalik, yaitu terhadap perbuatan hukum timbal-balik (contohnya perikatan/jual-beli) beban pembuktian terbalik ditekankan pada perbuatan hukum debitor yang tidak wajib dilakukan sebagaimana yang tersebut dalam Pasal 42 UUK dan PKPU yaitu:

“apabila perbuatan hukum yang merugikan kreditor dilakukan dalam jangka waktu

satu (1) tahun sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan, sedangkan perbuatan tersebut tidak wajib dilakukan debitor, kecuali dapat dibuktikan sebaliknya”, sedangkan untuk perbuatan hukum sepihak (contohnya hibah) beban pembuktian terbalik ditekankan pada kesadaran/mengetahui debitor atas perbuatan yang dilakukannya sebagaimana disebut dalam Pasal 44 UUK dan PKPU yaitu “kecuali dapat dibuktikan sebaliknya, Debitor dianggap mengetahui atau patut mengetahui bahwa hibah tersebut merugikan kreditor, apabila hibah dilakukan dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan”. Pengecualian beban pembuktian tersebut adalah bentuk lex specialis hukum acara yang dimiliki dalam UUK dan PKPU sebagaimana yang tersebut di dalam Pasal 299 .

3. Pembatalan perbuatan hukum debitor melalui upaya hukum actio pauliana adalah bentuk perlindungan hukum bagi kreditor yang diberikan oleh undang-undang kepailitan yang diatur dari Pasal 41 sampai dengan Pasal 47 untuk mengantisipasi tindakan curang debitor yang ingin mencari keuntungan pribadi dan atau pihak ketiga yang dilakukan oleh pengurus perseroan dengan cara mengalihkan aset yang dimiliki oleh perseroan. Meskipun bentuk perlindungan hukum tersebut belum secara maksimal dalam melindungi kreditor dari tindakan curang debitor. Selain harus memperhatikan ketentuan dalam Pasal 41 sampai dengan Pasal 47 UUK dan PKPU tentang tindakan curang debitor tersebut dalam kepailitan perseroan terbatas, kurator juga harus dapat membuktikan bahwa harta yang dialihkan tersebut adalah benar-benar harta milik perseroan, bukan karena harta penyertaan (inbreng) ataupun sewa-menyewa. Tidak tegasnya aturan tentang penempatan harta milik perseroan dan harta pribadi dalam sebuah perseroan menjadikan gugatan actio

pauliana sebagai bentuk perlindungan hukum kepada kreditor menjadi sulit untuk mendapatkan kepastian hukum dalam sebuah putusan pengadilan.

B. Saran

Sebagai bahan masukan terhadap ketiga permasalahan dalam penelitian ini maka disarankan:

1. Keberadaan lembaga actio pauliana sebagai upaya hukum diharapkan dapat benar-benar menjadi bentuk perlindungan hukum bagi kreditor atas pengembalian piutang kreditor, sehingga keberadaan actio pauliana jangan hanya sekedar sebagai pelengkap dalam undang-undang khususnya undang-undang kepailitan untuk itu perlu adanya penyempurnaan lagi baik mengenai hukum materilnya maupun hukum formalnya agar diatur lebih jelas dan tegas lagi. Minimnya dan tidak tegasnya pengaturan mengenai actio pauliana menjadikan lembaga ini sangat jarang digunakan oleh kreditor sebagi upaya perlindungan hukum. Adanya perbedaan penafsiran pada beberapa aturan tentang upaya hukum actio pauliana khususnya dalam hukum kepailitan oleh hakim harus mendapakan persamaan persepsi diantara para hakim sehingga para pencari keadilan tidak terbentur atau upaya hukum para pencari keadilan kandas dalam prosedural administrasi seperti kewenangan/kompetensi pengadilan dalam mengadili yang menjadikan adanya ketidakpastian hukum bagi para kreditor maupun hukum acara yang digunakan seperti penggunaan pembuktian sederhana. Pengaturan yang lebih tegas tentang unsur itikad baik yakni kejujuran debitor dalam melakukan sesuatu perbuatan hukum dan tentang keadaan hukum yang sedang dialaminya dengan memberikan

informasi yang jujur dapat digunakan sebagai unsur pembuktian utama dan menentukan dalam pembatalan perbuatan hukum debitor tersebut.

2. Lex specialis UUK dan PKPU yang menggunakan beban pembuktian terbalik dalam gugatan actio pauliana harus benar-benar dapat diterapkan secara murni sebagai ciri khas kekhususan upaya hukum actio pauliana itu sendiri dan sebagai bentuk perlindungan hukum bagi kreditor dan sebagai bentuk pertangungjawaban debitor atas tindakannya. Diharapkan dengan beban pembuktian terbalik beban pembuktian tentang latar belakang dan tujuan debitor melakukan perbuatan hukum yang tidak diwajibkan tersebut lebih dititik beratkan kepada debitor. Kegentingan dan keharusan debitor melakukan perbuatan hukum tersebut harus menjadi bagian dari pembuktian terbalik yang harus dibuktikan oleh debitor sehingga apabila hal tersebut tidak dapat dibuktikan debitor maka debitor harus dianggap telah melakukan perbuatan yang merugikan kreditor dan sepantasnya perbuatan tersebut dibatalkan oleh pengadilan niaga.

3. Upaya hukum actio pauliana harus benar-benar dapat digunakan sebagai sarana dalam melindungi kreditor dari tindakan curang debitor. Actio pauliana adalah sebuah upaya hukum yang sangat baik dalam memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum bagi kreditor dari tindakan tidak baik (curang) debitor terhadap asset/jaminan aset yang dimiliki debitor untuk pengembalian utang-utang debitor. Untuk menjamin sebuah kepastian hukum dan perlindungan hukum tersebut kedepannya perlu adanya pengaturan yang lebih jelas dan tegas tentang penempatan harta perseroan (milik) dan harta pribadi untuk menghindari

pengaburan harta perseroan ke harta pribadi untuk melepaskan tanggungjawab atas utang-utang perseroan dikemudian hari.

DAFTAR PUSTAKA A. Buku

A. Lontoh, Rudhy dkk.,Penyelesaian Utang-Piutang Melalui Pailit Atau Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Bandung: Alumni, 2001.

Aburaera, Sukarno, dkk.,Filsafat Hukum teori dan praktek, Jakarta: Kencana, 2014.

Ali, H. Zainuddin, Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Sinar Grafika, 2014.

Asikin, Zainal, Hukum Kepailitan & Penundaan Kewajiban Pembayaran di Indonesia.

Asikin, Zainal, Hukum Kepailitan & Penundaan Kewajiban Pembayaran di Indonesia.

Dokumen terkait