• Tidak ada hasil yang ditemukan

Berdasarkan hasil penelusuran kepustakaan di lingkungan Universitas Sumatera Utara khususnya di lingkungan Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara menunjukkan bahwa penelitian dengan judul ini belum pernah dilakukan. Akan tetapi, ditemukan beberapa judul tesis yang berhubungan dengan topik dalam tesis ini antara lain:

1. Deborah/NIM.147011065/MH dengan judul “Kajian hukum mengenai renvoi prosedur dalam kepailitan yang baru dilakukan setelah rapat verifikasi”

Rumusan masalah :

a. Bagaimana prosedur hukum tentang pelaksanaan prosedur renvoi menurut Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang PKPU?

b. Bagaimanakah akibat hukum dari renvoi prosedur yang baru dilakukan setelah dilaksanakannya rapat verifikasi tentang pencocokan hutang debitor?

c. Bagaimanakah upaya hukum yang dapat ditempuh oleh kreditor dalam pelaksanaan renvoi prosedur setelah dilakukannya rapat verifikasi?

2. Aida Nurhasanah/NIM. 157011025/MH dengan judul, “Analisis yuridis gugatan Actio Pauliana sebagai bentuk perlindungan terhadap kreditor dalam Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang PKPU (Studi Kasus Putusan No.

018.PK/Pdt.Sus/2015)”

Perumusan masalah :

a. Bagaimana penerapan Actio Pauliana secara nyata pada pengajuan permohonan Actio Pauliana yang diajukan oleh ketua Balai Harta Peninggalan (BHP) selaku kurator?

b. Bagaimana akibat hukum pengajukan Actio Pauliana yang diajukan oleh BHP selaku kreditor terhadap debitor pailit?

c. Bagaimana analisis pertimbangan hukum majelis hakim pengadilan niaga dalam memutuskan perkara pengajukan gugatan Actio Pauliana pada yang diajukan oleh BHP selaku kurator dalam putusan No.018.PK/Pdt.Sus/2015?

3. Nina Yasmin/NIM. 13700029/MH dengan judul, “Perlindungan hukum terhadap kurator atas pelaksanaan pencatatan hutang debitor yang mengalami perbedaan dengan catatan hutang yang ada pada kreditor”

Perumusan masalah

a. Bagaimana pengaturan hukum tentang pencatatan hutang debitor yang dilakukan oleh kurator?

b. Bagaimana prosedur dan tata cara pelaksanaan renvoi prosedur apabila terjadi perbedaan catatan hutang debitor antara kurator dengan kreditor?

c. Bagaimana perlindungan hukum terhadap kurator dalam hal pencatatan hutang debitor yang mengalami perbedaan dengan catatan hutang yang ada pada kreditor?

Dari judul penelitian tersebut tidak ada kesamaan dengan penelitian yang penulis lakukan. Dengan demikian judul ini belum ada yang membahasnya sehingga penelitian ini dijamin keasliannya dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

F. Kerangka Teori dan Konsep 1. Kerangka Teori

Teori adalah untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi.8 Suatu teori harus dikaji dengan menghadapkannya pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidakbenarannya. Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis, mengenai suatu kasus atau permasalahan (problem) yang menjadi perbandingan pegangan teoritis.9 Kerangka teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori hukum positif dan teori kepastian hukum.

Dalam karyanya berjudul The Province of Jurisprudence Determined (1832).

Menurutnya, filsafat hukum memiliki dua tugas penting. Kegagalan membedakan keduanya, demikian keyakinan Austin sebagaimana dikutip oleh Murphy & Coleman, akan menimbulkan kekaburan baik intelektual maupun moral. Kedua tugas ini

8JJJ.Wuisman, penyunting M.Hisyam, Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, jilid I, (Jakarta :FE UI, 2006), hal.203

9M.Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, (Bandung :Mandar Maju, 2003), hal.80.

berkaitan dengan dua dimensi dari hukum yakni yurisprudensi analitis dan yurisprudensi normatif. Berkaitan dengan dimensi yang pertama, tugas filsafat hukum adalah melakukan analisis tentang konsep dasar dalam hukum dan struktur hukum bagaimana adanya. Pertanyaan tentang apa itu hukum, tanggungjawab hukum, hak dan kewajiban hukum, misalnya adalah contoh pertanyaan-pertanyaan khas yang diajukan filsuf atau pemikir hukum sebagai titik tolak dalam menganalis dan mencoba memahami konsep dasar tersebut.10

Sementara itu, yurisprudensi normatif berusaha mengevaluasi atau mengkritik hukum dengan berangkat dari konsep hukum sebagaimana seharusnya. Pertanyaan-pertanyaan pokok yang diajukan antara lain mengapa hukum disebut hukum, mengapa kita wajib mentaati hukum, manakah basis validitas hukum, dan sebagainya.

Dengan demikian, dimensi yang kedua ini berurusan dengan dimensi ideal dari hukum.

Dengan distingsi di atas Austin menolak pandangan teori hukum kodrat tentang hukum dan dengan itu menarik garis pembatas yang tegas antara hukum dan moral. Dengan pemisahan ini Austin berusaha menekankan sisi utilitarian dari hukum tanpa mengabaikan pertanyaan tentang konsep dasar hukum yang berpusat pada apa yang ia sebut yurisprudensi analitis. Austin menyebut “hukum sebagaimana adanya”

sebagai hukum positif karena hukum dilihatnya sebagai sekumpulan peraturan yang eksistensi dan kedudukannya tergantung pada otoritas manusia. Dalam arti ini

10 Erman Sudaryanto Teori Hukum Dan Aplikasinya Dalam Penerapan Penulisan Penelitian Hukum, (Yogyakarta : Liberty, 2016), hal. 35

positivisme legal sesungguhnya merupakan reaksi terhadap teori hukum kodrat (natural theory of law), yang mendasarkan eksistensi dan kedudukan hukum pada otoritas yang melampaui otoritas manusia.11

Karakteristik hukum yang terpenting menurut Austin terletak pada karakter imperatifnya. Hukum dipahami sebagai suatu perintah dari penguasa. Akan tetapi tidak semua perintah oleh Austin dianggap sebagai sebagai hukum, menurut pandangannya hanya oleh perintah-perintah umum yang mengharuskan seseorang atau orang-orang untuk bertindak atau bersabar dari suatu kelas pantas mendapat atribut hukum.

Kata kunci dalam hukum menurut Austin adalah perintah – hukum dalam masyarakat adalah perintah umum dari entitas politik yang memiliki kedaulatan, yakni otoritas politik yang paling tinggi (the supreme political authority), yang berfungsi mengatur perilaku anggota masyarakat. Yang memiliki kedaulatan ini mungkin individu atau juga sekelompok individu. Syaratnya : (1) individu atau kelompok individu merupakan orang atau sekelompok orang yang dipatuhi oleh segenap anggota masyarakat; dan (2) individu atau kelompok individu yang berdaulat ini tidak patuh pada siapa pun juga di atasnya. Jadi sumber hukum menurut Austin, adalah penguasa teringgi yang de facto dipatuhi oleh segenap anggota masyarakat sementara ia sendiri tidak tunduk pada siapa pun. Dengan demikian,Austin mempertanggungjawabkan validitas hukum dengan merujuk pada asal usul atau

11 Gunawan Mardianto, Teori kepastian hukum dan perlindungan hukum, (Jakarta : Rineka Cipta, 2013), hal. 73

sumber yang secara faktual empiris diakui memiliki otoritas untuk menciptakan hukum.12

Hukum menurut Austin harus dipahami dalam arti perintah karena hukum seharusnya tidak memberi ruang untuk memilih (apakah mematuhi atau tidak mematuhi). Hukum bersifat non optional. Karena itu, mengkritik para penganut teori hukum kodrat Austin menegaskan bahwa hukum bukan setumpuk peraturan atau nasihat moral. Hukum dalam arti terakhir ini tidak punya implikasi hukuman apapun.

Ketika hukum tidak lagi dapat dipaksakan , yakni pelanggarannya dikenai hukuman atau sanksi hukum, maka hukum tidak lagi dapat disebut hukum; atau hukum kehilangan esensinya sebagai perintah. Dengan demikian, kepatuhan pada hukum adalah kewajiban yang tidak dapat ditawar-tawar. Menyebut perintah sebagai hukum tetapi dalam praktek tidak dapat ditegakkan melalui penerapan sanksi hukum adalah absurd, karena hukum yang demikian tidak mampu memenuhi fungsi sosialnya sebagai alat kontrol terhadap tingkah laku masyarakat. Padahal, demikian Austin, mengontrol perilaku masyarakat adalah fungsi utama hukum. Dalam arti ini, sebetulnya Austin sepakat dengan Aquinas yang juga melihat hukum sebagai alat kontrol sosial. Akan tetapi, berbeda dengan Aquinas yang melihat hukum tertuma sebagai hasil kerja rasio, Austin justru menekankan watak perintah hukum yang

12 Achmad Ali, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan (Judicial Prudence) Termasuk Interpretasi Undang-Undang, (Jakarta : Kencana Prenada Media, 2009), hal. 66

bersumber pada kedaulatan penguasa. Dalam arti ini, pandangan hukum Aquinas lebih lunak dibandingkan dengan pandangan Austin.13

Hukum sebagai perintah, menurut Austin, memuat dua elemen dasar.

PertamaI, hukum sebagai perintah mengandung pentingnya keinginan, yakni keinginan dari seorang penguasa bahwa seseorang harus melakukan atau menahan diri untuk tidak melakukan sesuatu. Tentu saja, tidak semua keinginan mempunyai kekuatan sebagai hukum. Kalau saya ingin makan, misalnya, keinginan seperti ini pasti bukan hukum sifatnya. Karena itu, keinginan dalam arti hukum memiliki kekhususan, yakni bahwa “pihak yang terkena hukum harus menanggung akibat yang tidak menyenangkan atau membahayakan dari yang lain apabila gagal memenuhi hukum yang berlaku.” Dengan demikian, hukum dalam arti perintah yang mengungkapkan keinginan penguasa pada dasarnya memuat ancaman hukuman bagi siapa pun yang berada di bawah hukum yang berlaku. Karena itu elemen hukum yang kedua ialah bahwa hukum memiliki kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang tidak menyenangkan atau bahkan membahayakan subjek yang melanggarnya.

Individu yang terkena perintah dengan sendirinya terikat, wajib berada dibawah keharusan untuk melakukan apa yang diperintahkan. Kegagalan memenuhi tuntutan perintah akan berakibat bahwa subjek yang terkena perintah mendapat sanksi hukum.14

13 F. Sugeng Istanto, Penelitian Hukum Normatif, (Yogyakarta : Ganda, 2012), hal. 56

14 Lilik Mulyadi, Teori Kepastian Hukum dalam Memberikan Perlindungan Hukum Kepada Para Pihak di Pengadilan, (Jakarta : Sinar Grafika, 2014), hal. 87

Teori hukum positif yang digunakan dalam penelitian ini bertujuan untuk menganalisis sejauh mana pelaksanaan renvoi prosedur yang diajukan oleh kreditor berpedoman kepada ketentuan preaturan perundang-undangan yang berlaku di bidang hukum kepailitan sebagaimana termuat di dalam Undang-Undang No. 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU dan bagaimana upaya hukum yang dapat dilakukan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang hukum kepailitan apabila renvoi prosedur yang diajukan oleh kreditor tersebut tidak diterima oleh kurator, debitor maupun agen pengawas.

Teori kepastian hukum yang dipelopori oleh Gustav Radbruch meliputi dua hal pertama, kepastian hukum dalam perumusan norma dan prinsip hukum yang tidak bertentangan antara satu dengan yang lainnya baik dari pasal-pasal undang-undang itu secara keseluruhan maupun kaitannya dengan pasal-pasal lainnya yang berada di luar undang-undang tersebut. Kedua, kepastian hukum juga berlaku dalam melaksanakan norma-norma dan prinsip-prinsip hukum undang-undang tersebut.15

Jika perumusan norma dan prinsip hukum sudah memiliki kepastian hukum tetapi hanya berlaku secara yuridis saja dalam arti hanya demi undang-undang semata-mata (law in the books), kepastian hukum seperti ini tidak akan dan tidak pernah menyentuh kepada masyarakatnya. Peraturan hukum yang demikian disebut dengan norma hukum yang mati (doodregel) atau hanya sebagai penghias yuridis

15RochmatSoemitro, Yayasan Status Hukum dan Sifat Usaha,(Bandung :Aditya Bakti, 2010), hal. 76

dalam kehidupan manusia.16Argumentasi yang didasarkan pada asas-asas, dan norma-norma, serta ketentuan-ketentuan hukum sesungguhnya memiliki argumentatif yang didasarkan pada kepastian hukum.Kepastian hukum pada negara hukum (rechtstaat) dalam sistem Eropa Kontinental (civil law) positivistik hukum merupakan prioritas utama meskipun dirasakan sangat tidak adil, namun setidaknya menimbulkan kepastian hukum dalam arti law in the books. Apakah kepastian hukum dalam arti law in the books tersebut akan pasti dilaksanakan secara substantif, maka dalam hal ini bergantung pada aparatur penegak hukum itu sendiri. Walaupun law in the books mencerminkan suatu kepastian hukum, namun jika aparatur penegak hukum itu sendiri tidak menjalankan tugas dan fungsinya sesuai dengan aturan hukum yang berlaku, tetap saja dikatakan tidak ada kepastian hukum.17

Kepastian hukum itu harus meliputi seluruh bidang hukum. Kepastian hukum tidak saja meliputi kepastian hukum secara substansi tetapi juga kepastian hukum dalam penerapannya (hukum acara) dalam putusan-putusan badan peradilan.Antara kepastian substansi hukum dan kepastian penegakan hukum seharusnya harus sejalan, tidak boleh hanya kepastian hukum bergantung pada law in the books tetapi kepastian hukum yang sesungguhnya adalah bila kepastian dalam law in the books tersebut dapat dijalankan sebagaimana mestinya sesuai dengan prinsip-prinsip dan norma-norma hukum dalam menegakkan keadilan hukum.18

16 Sigit Hutomo YB., Yayasan Hukum dan Manajemen, (Yogyakarta :Andi, 2004), hal. 56

17Nanda Hartini, Notaris, Akta Autentik dan Kepastian Hukum, (Bandung :Eresco, 2009), hal.

69

18Kusno Sudarmanto, Hukum dan Keadilan, (Jakarta : Pradnya Paramita, 2011), hal. 19

Dalam penelitian ini teori hukum positif maupun teori kepastian hukum dijadikan sebagai suatu pisau analisis untuk melakukan pembahasan terhadap permasalahan yang timbul dalam penelitian ini yaitu tentang kedudukan hukum renvoi prosedur berdasarkan Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU, jumlah utang yang telah diakui oleh kurator berdasarkan verifikasi audit internal dari kreditor dapat diajukan renvoi prosedur oleh kurator tersebut dan penerapan hukum yang dilakukan oleh majelis hakim Mahkamah Agung RI dalam putusan No. 617.K/Pdt.Sus.Pailit/2018 terkait dengan pengajuan renvoi prosedur oleh kreditor berdasarkan hasil audit internal perusahaan kreditor.

Teori kepastian hukum yang digunakan dalam penelitian ini bertujuan untuk menganalisis sejauhmana prosedur pengajuan renvoi prosedur oleh perusahaan kreditor yang didasarkan kepada data yang dimiliki oleh audit internal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang hukum kepailitan maupun di dalam prosedur dan tata cara renvoi prosedur yang termuat dalam Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU. Hal ini dimaksudkan agar di dalam pelaksanaan pengajuan renvoi prosedur oleh perusahaan kreditor tersebut dapat menimbulkan suatu kepastian hukum dalam putusannya karena telah didasarkan kepada ketentuan hukum yang berlaku di dalam bidang hukum kepailitan dan renvoi prosedur tersebut.

2. Konsepsi

Konsepsi diterjemahkan sebagai usaha membawa sesuatu dari abstrak menjadi suatu yang konkrit, yang disebut dengan “definisi operasional”.19 Pentingnya definisi operasional adalah untuk menghindarkan perbedaan pengertian atau penafsiran mendua(dubius) dari suatu istilah yang dipakai. Oleh karena itu untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini harus didefinisikan beberapa konsep dasar, agar secara operasional diperoleh hasil penelitian yang sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan yaitu:

a. Kepailitan adalah suatu sita umum atas semua kekayaan debitor pailit yang pengurusan dan pemberesannya di lakukannya oleh Kurator di bawah pengawasan sebagai mana diatur dalam Undang-Undang ini.20

b. Renvoi adalah bantahan kreditor terhadap daftar tagihan (sementara) kreditor yang diakui/dibantah Kurator.21

c. Kreditor adalah orang yang mempunyai piutang karena perjanjian atau Undang-Undang yang dapat di tagih di muka pengadilan.22

d. Debitor adalah orang yang mempunyai utang karena perjanjian atau Undang- Undang yang dapat di tagih di muka pengadilan.23

19Bambang Sunggono, Methode Penelitian Hukum, (Jakarta : Harvarindo, 2013), hal.59

20 Sunarmi, Op. Cit, hal. 29

21 Ibid, hal. 30

22 Pasal 1 Ayat (2) UU No. 37. Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

23 Parwoto Wignjo Sumarto, Hukum Kepailitan Selayang Pandang, (Jakarta :PT. Tatanusa, 2003), hal. 168

e. Utang adalah kewajiban yang dinyatakan dalam atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang baik dalam mata uang rupiah atau asing, baik secara langsung maupun yang akan timbul di kemudian hari atau kontiniu, yang timbul karena perjanjian atau Undang-Undang dan yang wajib dipenuhi oleh debitor dan bila tidak dipenuhi memberi hak kepada kreditor untuk mendapat pemenuhannya dari harta kekayaan debitor.24

f. Kurator adalah balai harta peninggalan atau perseorangan yang diangkat oleh pengadilan untuk mengurus dan membereskan harta debitor pailit di bawah pengawas sesuai dengan Undang-Undang.25

g. Hakim Pengawas adalah hakim yang di tunjuk oleh pengadilan dalam putusan pailit atau putusan penundaan kewajiban pembayaran utang.26

h. Pemberesan harta pailit adalah jika dalam rapat pencocokan piutang tidak ditawarkan rencana perdamaian, rencana perdamaian tidak diterima, atau pengesahan perdamaian telah ditolak berdasarkan putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, demi hukum harta pailit berada dalam keadaan insolven.27

i. Selisih jumlah hutang adalah suatu perbedaan jumlah hutang yang dicatat dan diumumkan oleh kurator dalam rangka pemberesan harta pailit dengan

24 Sutan Remy Sjahdeini, Hukum Kepailitan Memahami Undang-Undang No 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan,(Jakarta : PT. Pustaka Utama Grafiti, 2002), hal. 71

25 Munir Fuady, Hukum Kepailitan Dalam Teori Dan Praktek, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1999, hal. 90

26 E. Suherman, Faillissement (Kepailitan), (Bandung :Binacipta, 2010), hal. 17.

27 Ahmad Yani & Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis Kepailitan, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1999), hal. 97.

pencatatan jumlah piutang yang dilakukan oleh kreditor yang mengakibatkan terjadinya sengketa antara kreditor dan debitor dalam pelaksanaan pembayaran hutang debitor pailit.

j. Audit Internal merupakan pengawasan manajerial yang fungsinya mengukur dan mengevaluasi sistem pengendalian dengan tujuan membantu semua anggota manjemen dalam mengelola secara efektif pertanggungjawabanya dengan cara menyediakan analisis, penilaian, rekomendasi, dan komentar-komentar yang berhubungan dengan kegiatan-kegiatan yang di telaah.