• Tidak ada hasil yang ditemukan

TESIS OLEH ALDI SUBARTONO /HK PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "TESIS OLEH ALDI SUBARTONO /HK PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2014"

Copied!
175
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN TERHADAP PENYIDIK ORANG ASING YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA KEIMIGRASIAN

BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN

PADA KANTOR IMIGRASI KELAS I SEMARANG

TESIS

OLEH

ALDI SUBARTONO 117005099/HK

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2014

(2)

KAJIAN TERHADAP PENYIDIK ORANG ASING YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA KEIMIGRASIAN

BERDASARKAN UNDANG-UNDAGN NOMOR 6 TAHUN 2011TENTANG KEIMIGRASIAN

PADA KANTOR IMIGRASI KELAS I SEMARANG

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Hukum Dalam Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

ALDI SUBARTONO 117005099/HK

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2014

(3)

Judul Tesis : KAJIAN TERHADAP PENYIDIK ORANG ASING YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA KEIMI- GRASIAN BERDASARKAN UNDANG - UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN PADA KANTOR IMIGRASI KELAS I SEMARANG

Nama Mahasiswa : ALDI SUBARTONO

Nim : 117005099

Program Studi : Ilmu Hukum

Menyetujui Komisi pembimbing

(Prof. Dr. Suhaidi.,SH.,MH) Ketua

(Dr. Mahmul Siregar.,SH.,M.Hum) (Dr. Mahmud Mulyadi.,SH.,M.Hum) Anggota Anggota

KetuaProgram Studi Dekan

(Prof. Dr. Suhaidi.,SH.,MH) (Prof. Dr. Runtung.,SH.,M.Hum)

Tanggal ujian : 10 Pebruari 2014

(4)

Telah Diuji

Pada Tanggal : 10 pebruari 2014

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : prof. Dr. Suhaidi.,SH.,M.Hum : 1. Dr. Mahmul Siregar.,SH.,M. Hum : 2. Dr. Mahmud Mulyadi.,Sh.,M.Hum : 3. Dr. Jelly Leviza.,SH.,M.Hum : 4. Dr. Chairul Bariah.,SH.,M.Hu

(5)

ABSTRAK

Undang-Undang No. 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian menyebutkan keberadaan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS). Pasal 105 menegaskan bahwa PPNS Keimigrasian diberi wewenang sebagai penyidik tindak pidana Keimigrasian yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini. Sedangkan Pasal 107 menegaskan bahwa : Dalam melakukan penyidikan, PPNS Keimigrasian berkoordinasi dengan penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia. Koordinasi ini dilakukan agar tidak terjadi tumpang tindih penyidikan. Penyidik POLRI baik diminta atau tidak wajib memberikan bantuan bagi penyidik pegawai negeri sipil dalam melaksanakan tugas penyidikan tindak pidana keimigrasian. Namun pada pelaksanaananya, PPNS Keimigrasian maupun Polri tidak melakukan kordinasi sesuai dengan amanat Undang-Undang No. 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis proses penyidikan terhadap Orang Asing dan kordinasi antara PPNS Keimigrasian dengan Polri berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian. Serta untuk mengetahui dan menganalisis pelaksanaan dan hambatan yang dihadapi dalam koordinasi antara Penyidik PPNS Imigrasi dengan POLRI dalam proses penyidikan terhadap Orang Asing berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian di Jawa Tengah.

Proses penyidikan terhadap Orang Asing berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian sesuai dengan Pasal 105 dimana PPNS Keimigrasian diberi wewenang sebagai penyidik tindak pidana Keimigrasian. PPNS Kantor Imigrasi Kelas I Semarang dimana pada tahun 2013 telah melakukan penyidikan sebanyak 9 kasus tindak pidana imigrasi dan telah mengirim 3 berkas perkara kepada Jaksa Penuntut Umum di Kejaksaan Negeri Semarang. Koordinasi antara PPNS Kantor Imigrasi Kelas I Semarang dengan Korwas PPNS Ditkrimsus Polda Jawa Tengah tidak berjalan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kondisi ini disebabkan PPNS Kantor Imigrasi Kelas I Semarang tidak memberikan pemberitahuan secara tertulis tentang dimulainya dan diakhirinya penyidikan serta memberikan tembusan berkas perkara kepada Korwas PPNS Ditkrimsus Polda Jawa Tengah.

Kata Kunci : Kordinasi, Tindak Pidana Keimigrasian, Penyidikan

(6)

ABSTRACT

Law No.. 6 of 2011 on Immigration, include the presence of civil servant investigators, which is provided for in Article 105, which confirms that immigration investigators are authorized as a criminal offense Immigration investigators conducted in accordance with the provisions of this Act. Meanwhile, in Article 107 it is explained that in conducting an investigation, criminal offense Immigration investigators must coordinate with Indonesian police officer to prevent misleading in the investigation. POLRI’s investigators, whether asked or not, must support the investigation of criminal offense Immigration investigators. But, on the real condition, criminal offense Immigration investigators or POLRI never made a coordination in doing investigation, according to Law No. 6 of 2011 on immigration.

This study aims to identify and analyze the process of investigation of foreigners and the coordination between immigration Investigators with Polri in the investigation process to foreigners by Law No. 6 of 2011 on Immigration. And to investigate and analyze the implementation and obstacles encountered in the coordination between immigration Investigators with Polri in the investigation process to Foreigners by Law No. 6 of 2011 on Immigration in Central Java.

Investigation process to Foreigners by Law No. 6 of 2011 on Immigration in accordance with Article 105 where investigators Immigration is authorized as a criminal offense Immigration investigators. Semarang First class Immigration Office investigators in 2013 has been investigating 9 immigration and criminal cases. They have sent 3 cases to the public prosecutor in the State Attorney Semarang. The Coordination between first class Immigration Office investigators and Korwas PPNS Central Java Police’s special criminal unit doesn’t went according to the present law. This condition is caused by Semarang first Class Immigration Office investigators did not give written notice of the commencement and the result of the investigation and to provide a copy of the case to Korwas PPNS Central Java Police’s special crime unit.

Keywords : Coordination, Immigration Crime, Investigation

(7)

KATA PENGANTAR

Bismillahirohmanirrohhim, Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Tiada kata pembuka yang paling pantas dikemukakan selain kata Puji Syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, Maha Adil dalam Hukumnya, Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, karena atas berkat dan anugrahNya penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “KAJIAN TERHADAP PENYIDIKAN ORANG ASING YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA KEIMIGRASIAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN PADA KANTOR IMIGRASI KELAS I SEMARANG”.

Penulis menyadari bahwa, uraian yang terdapat dalam tesis ini belumlah merupakan hasil pemikiran yang bersifat final dan menyeluruh, tetap disadari bahwa masih mengandung kekurangan, kelemahan dan ketidaksempurnaan, baik dalam untaian kata dan kalimatnya maupun substansi yang menjadi topik bahasan. Oleh karena itulah diharapkan kritik dan saran yang bersifat konstruktif dari semua pihak sehingga segala kekurangan dan ketidaksempurnaan dimaksud dapat diatasi dan diminimalisir. Atas sumbangsih kritik dan saran yang membangun tersebut penulis ucapkan terima kasih.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan secara langsung maupun tidak langsung terhadap keberhasilan

(8)

penulis menyelesaikan tesis dan studi pada Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), SpA(K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara, atas kesempatan menjadi mahasiswa pada Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, atas kesempatan yang telah diberikan untuk menyelesaikan pendidikan Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Dr. Suhaidi, S.H., M.H. selaku Ketua Program Studi Magister Ilmu Hukum FH USU sekaligus Ketua Komisi Pembimbing yang telah memberikan perhatian penuh, mendorong dan membekali penulis dengan ilmu yang bermanfaat dalam menyelesaikan studi

4. Komisi pembimbing Bapak Dr. Mahmul Siregar, S.H., M.Hum dan Dr. Mahmud Mulyadi, S.H., M.Hum yang telah banyak memberikan arahan dan perhatian serta banyak meluangkan waktu untuk berdiskusi dengan penulis.

5. Komisi Penguji Ibu Dr. Chairul Bariah, S.H., M.Hum dan Bapak Dr. Jelly Leviza, S.H., M.Hum, terima kasih penulis sampaikan atas masukan dan sarannya guna perbaikan tesis ini.

(9)

6. Seluruh Guru Besar dan dosen Program Studi Magister Ilmu Hukum FH Universitas Sumatera Utara pada umumnya yang telah ikhlas memberikan ilmu dan membuka cakrawala berfikir penulis.

7. Kasubsi Penyidikan Kantor Imigrasi Kelas I Semarang, Kepala Bagian Pengawasan dan Tindakan Kemigrasian Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Propinsi Jawa Tengah, Kepala Unit Komunikasi Kantor Imigrasi Kelas I Semarang, Kordinator Pengawas (KORWAS) PPNS Ditkrimsus Polda Jawa Tengah, Penyidik Polri Ditkrimsus Polda Jawa Tengah, yang telah memberikan kesempatan penulis untuk melakukan penelitian dan wawancara.

8. Secara Khusus penulis sampaikan terimakasih untuk Ayahanda Ngatemin dan Ibunda Mariani Tercinta, Bapak Mertuaku Ir. Said Assagaf dan H. Retty Assagaf, atas kesabaran, dukungan moril dan spritual yang diberikan kepada penulis, serta memberikan cinta dan kasih sayang yang tiada henti-hentinya bagi penulis sehingga penulis dapat berhasil dengan baik.

9. Dalam kesempatan ini terakhir penulis sampaikan khusus ucapan terima kasih yang tak terhingga untuk Istriku tercinta dr. Sarifah Fanny Assagaf, serta kedua anakku Danish Arikta Subartono dan Dianra Arista Zivanya, kalian selalu menemani dalam perjalanan, dan terkadang rela berpisah saat penulis dalam proses menyelesaikan studi pada Program Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara.

10. Seluruh Staf Tata Usaha dan Security di lingkungan Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

(10)

11. Ucapan terima kasih kepada teman-teman sekelas yang penuh rasa persaudaraan dan kebersamaan, belajar bersama kawan-kawan seangkatan merupakan kenangan yang terindah yang tidak akan pernah terlupakan dan untuk semua pihak yang telah banyak membantu dalam penulisan tesis ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Akhir kata, Penulis menyadari bahwa uraian yang terdapat dalam tesis ini belumlah merupakan hasil pemikiran yang bersifat final dan menyeluruh, tetap disadari bahwa masih mengandung kekurangan, kelemahan dan ketidaksempurnaan, baik dalam untaian kata dan kalimatnya maupun substansi yang menjadi topik bahasan. Oleh karena itulah diharapkan kritik dan saran yang bersifat konstruktif dari semua pihak sehingga segala kekurangan dan ketidaksempurnaan dimaksud dapat diatasi dan diminimalisir. Atas sumbangsih kritik dan saran yang membangun tersebut penulis ucapkan banyak terima kasih.

Wassalamualaikum Wr.Wb.

Medan, Januari 2014.

Penulis,

Aldi Subartono

(11)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I. DATA PRIBADI

Nama : Aldi Subartono

Tempat / Tanggal Lahir : Pematang Siantar, 17 September 1978 Alamat : Komplek Akpol Blok H 46 B Semarang

Pekerjaan : POLRI

Agama : Islam

Nama Ayah : Ngatemin

Nama Ibu : Mariani

Suku / Bangsa : Jawa / Indonesia

II. PENDIDIKAN

a. SD : SD Negeri 125554 , Pematang Siantar (1984-1990) b. SMP : SMP Negeri 2, Pematang Siantar, (1990-1993)

c. SMA : SMA Taman Siswa, Pematang Siantar (1993-1966) d. D3 : Akademi Kepolisian, Semarang (2000-2003)

e. S1 : Universitas Indonesia Timur, Makassar (2005-2007) f. S1 : PTIK, Jakarta (2009-2011)

(12)

DAFTAR ISI

Abstraksi ... i

Abstract ... ii

Kata Pengantar ... iii

Daftar Riwayat Hidup ... vii

Daftar Isi ... viii

Daftar Tabel ... xi

Daftar Gambar ... xii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 12

C. Tujuan Penelitian ... 12

D. Manfaat Penelitian ... 13

1. Manfaat Teoritis ... 13

2. Manfaat Praktis ... 14

E. Keaslian Penelitian ... 13

F. Kerangka Teori dan Konsepsi ... 18

1. Kerangka Teori ... 18

2. Kerangka Konsepsi ... 34

G. Metode Penelitian ... 38

1. Jenis Penelitian ... 39

2. Sumber Data ... 40

3. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum ... 42

4. Analisa Bahan Hukum ... 43

(13)

BAB II PROSES PENYIDIKAN TERHADAP TINDAK PIDANA KEIMIGRASIAN YANG DILAKUKAN OLEH ORANG ASING BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN

A. Penyidikan dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia ... 45

B. Tindak Pidana Keimigrasian ... 58

C. Penyidikan Tindak Pidana ... 65

D. Penyidikan Tindak Pidana Keimigrasian ... 74

E. Prosedur Penyidikan Orang Asing di Kantor Imigrasi Kelas I Kota Semarang ... 77

1. Profil Kantor Imigrasi Kelas I Semarang ... 77

2. Profil Tindak Pidana KeiMigrasian di Kantor Imigrasi Kelas I Semarang ... 83

3. Prosedur Penyidikan Orang Asing yang melakukan Tindak Pidana Kemigrasian di Kantor Imigrasi Kelas I Semarang ... 88

BAB III KORDINASI PPNS KEIMIGRASIAN DAN PENYIDIK POLRI DALAM PROSES PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KEIMIGRASIAN YANG DILAKUKAN OLEH ORANG ASING A. Tinjauan tentang Kordinasi dalam Manajemen ... 111

B. Urgensi Kordinasi dalam Penyidikan Tindak Pidana Keimigrasian ... 117

C. Kordinasi PPNS dengan Penyidik Polri dalam Peraturan Perundang-undangan di Indonesia ... 121

(14)

BAB IV PELAKSANAAN DAN HAMBATAN YANG DIHADAPI DALAM KOORDINASI ANTARA PENYIDIK PPNS IMIGRASI DENGAN POLRI DALAM PROSES

PENYIDIKAN TERHADAP ORANG ASING

BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN DI JAWA TENGAH.

A. Pelaksanaan Kordinasi antara PPNS Keimigrasian dan Polda Jawa Tengah dalam Proses Penyidikan terhadap

Orang Asing ... 132

B. Hambatan Kordinasi antara PPNS Keimigrasian dan Polda Jawa Tengah dalam Proses Penyidikan terhadap Orang Asing ... 135

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 146

B. Saran ... 150

DAFTAR PUSTAKA ... 152

LAMPIRAN ... 57

(15)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Data Tindakan Keimigrasian di Kantor Kelas I Semarang Tahun

2012 ... 83

Tabel 2.2 Data Tindakan Keimigrasian di Kantor Kelas I Semarang Tahun

2013 ... 84

(16)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Struktur Organisasi Kantor Imigrasi Kelas I Semarang ... 81

Gambar 2. Proses Penyidikan Tindak Pidana Keimigrasian ... 89

(17)

BAB I PENDAHULUAN

H. Latar Belakang

Secara faktual harus diakui bahwa peningkatan arus lalu lintas orang, barang dan jasa dari dan ke wilayah Indonesia dapat mendorong dan memacu pertumbuhan ekonomi serta proses modernisasi masyarakat. Peningkatan arus orang asing ke wilayah Indonesia tentunya akan meningkatkan penerimaan uang yang dibelanjakan di Indonesia, meningkatnya investasi yang dilakukan serta meningkatnya aktivitas perdagangan yang akan meningkatkan penerimaan devisa.

Peningkatan arus orang Indonesia yang melakukan perjalanan ke luar wilayah, untuk keperluan bekerja akan menghasilkan dana berupa remittance.

Kesemuanya itu akan memacu pertumbuhan ekonomi nasional. Sementara itu, proses modernisasi masyarakat terpacu karena pertumbuhan ekonomi serta regulasi tata perekonomian dunia yang dipicu oleh pembentukan aliansi perekonomian subregional, regional dan internasional serta bentuk-bentuk kerjasama lainnya. Aliansi juga akan mendorong pengalihan pengetahuan dan teknologi (transfer of knowledge and transfer of technology) melalui kehadiran para pakar (expert) dan standarisasi tata perdagangan dunia.1

1 M. Imam Santoso, Perspektif Imigrasi Dalam Pembangunan Ekonomi dan Ketahanan Nasional, (Jakarta : UI-press, 2004), hlm. 2-4

(18)

Peningkatan arus lalu lintas barang, jasa, modal, informasi dan orang juga dapat mengandung pengaruh negatif, seperti:2

a. Dominasi perekonomian nasional oleh perusahaan transnasional yang bergabung dengan perusahaan Indonesia (melalui Penanaman Modal Asing dan/atau Penanaman Modal Dalam Negeri, pembelian saham atau kontrak lisensi).

b. Munculnya Transnational Organized Crimes (TOC), mulai dari perdagangan wanita dan anak-anak, pencucian uang, narkotika dan obat terlarang, imigran illegal, sampai ke perbuatan terorisme internasional.

Dampak negatif ini akan semakin meluas ke pola kehidupan serta tatanan sosial budaya nasional yang dapat berpengaruh pada aspek pemeliharaan keamanan dan ketahanan nasional secara makro. Untuk meminimalisasikan dampak negatif yang timbul akibat dinamika mobilitas manusia, baik warga negara Indonesia maupun orang asing, yang keluar, masuk dan tinggal di wilayah Indonesia, keimigrasian harus mempunyai peranan yang semakin besar. Penetapan politik hukum keimigrasian yang bersifat selektif (selective policy). Membuat institusi imigrasi Indonesia memiliki landasan operasional dalam menolak atau mengijinkan orang asing, baik dari segi masuknya, keberadaannya, maupun kegiatannya di Indonesia.

2 Moh Arif, Komentar Undang-Undang Keimigrasian Beserta Peraturan Pemerintah, Jakarta, (Pusat Pendidikan dan Latihan Pegawai Departemen Kehakiman, 1997), Hlm. 17.

(19)

Imam Santoso3 mengatakan bahwa berdasarkan politik hukum keimigrasian yang bersifat selektif, ditetapkan bahwa hanya orang asing yang memberikan manfaat bagi kesejahteraan rakyat, bangsa dan Negara Republik Indonesia; tidak membahayakan keamanan dan ketertiban umum, serta tidak bermusuhan dengan rakyat, bangsa dan negara Republik Indonesia, dapat diijinkan masuk dan dibolehkan berada di wilayah Indonesia serta diberi ijin tinggal sesuai dengan maksud dan tujuan kedatanganannya di Indonesia.

Dengan demikian, peran penting aspek keimigrasian dalam tatanan kehidupan kenegaraan akan dapat terlihat dalam pengaturan keluar-masuk orang dari dan ke dalam wilayah Indonesia dan pemberian ijin tinggal serta pengawasan terhadap orang asing selama berada di wilayah Indonesia.

Berbagai upaya yang dilakukan agar melaksanakan pengawasan dan pengendalian orang asing dalam rangka meningkatkan pembangunan ekonomi nasional sekaligus memelihara ketahanan nasional yang seimbang. Secara konkrit kegiatannya adalah sebagai berikut :4

a. Merealisasikan pembentukan network dalam suatu sistem informasi dan manejemen di bidang keimigrasian yang dapat secara on line menerima, mengirim, mengolah, menyimpan dan menampilkan data mengenai lalu lintas keluar-masuk setiap orang serta kegiatan dan keberadaan orang asing selama berada di Indonesia secara integrated.

b. Merealisasikan terbentuknya kerjasama di bidang keimigrasian baik secara regional dan internasional (bilateral dan multilateral) dalam rangka

3 Iman Santoso, M, Peran Keimigrasian dalam Rangka Peningkatan Ekonomi dan Pemeliharaan Ketahanan Nasional Secara Seimbang, Tesis Hukum, (Jakarta : Universitas Krisnadwipayana, 2002), hlm. 9

4 R Felix Hadi Mulyanto dan Sugiarto, Endar, Pabean, Imigrasi, dan Karantina, (Jakarta : PT Gramedia Utama), 1997 hlm. 21

(20)

menciptakan harmonisasi dan sinkronisasi peraturan dan implementasinya di lapangan.

c. Merealisasikan pembukaan pintu masuk secara selektif bagi penerbangan langsung dari dan ke luar negeri, dengan menambah pintu masuk di samping yang telah tersedia. Penambahan itu penting untuk mengantisipasi pertumbuhan perekonomian regional, khususnya AFTA serta mengingat kondisi geografis Indonesia.

d. Merealisasikan pembukaan kantor imigrasi yang baru dengan pengkajian terdahulu yang teliti dan realistis agar peran keimigrasian di daerah dapat berkembang. Sesungguhnya fungsi imigrasi tidak hanya terkonsentrasi pada fungsi pelayanan saja, namun juga pada fungsi penegakan hukum dan fungsi pengamanan serta fasilitator pembangunan ekonomi yang disesuaikan dengan perkembangan wilayah.

Penyederhanaan prosedur keimigrasian bagi para investor asing yang akan menanamkan modalnya di Indonesia perlu dilakukan antara lain berupa kemudahan pemberian ijin tinggal tetap bagi para penanam modal yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu. Dengan demikian maka diharapkan akan tercipta iklim investasi yang menyenangkan dan hal ini akan lebih merangsang para investor asing lainnya untuk menanamkan modalnya di Indonesia.

Fungsi pengawasan terhadap orang asing perlu lebih ditingkatkan sejalan dengan meningkatnya kejahatan interenasional, seperti perdagangan anak-anak dan wanita, penyelundupan orang dan kejahatan narkotika yang banyak dilakukan oleh sindikat kejahatan intenasional yang terorganisasi.

Pengawasan terhadap orang asing tidak hanya dilakukan pada saat mereka datang, melainkan selama mereka berada di wilayah Indonesia, termasuk kegiatan-kegiatannya. Pengawasan keimigrasian mencakup pidana keimigrasian baik yang bersifat administratif maupun tindak pidana keimigrasian, karena itu

(21)

pula perlu diatur mengenai penyidikan imigrasi yang menjalankan tugas dan wewenang secara khusus berdasarkan undang-undang yang ada.

Pengawasan keimigrasian adalah suatu kegiatan yang berkaitan erat dengan bidang intelijen dan untuk di lingkungan Direktorat jenderal Imigrasi sudah waktunya dipersiapkan suatu konsep pemikiran untuk membentuk dan mengembangkan pengetahuan, kegiatan dan organisasi intelijen keimigrasian tersendiri yang merupakan bagian dari intelijen nasional. Pengawasan keimgrasian terdiri dari pengawasan administrasi, berupa memeriksa, meneliti, mengevaluasi, menganalisa, menyimpulkan, mengklasifikasi dan mendokumentasikan setiap dokumen atau surat yang merupakan sasaran atau objek pengawasan. Data dan informasi tersebut, sebagai bahan masukan dalam pengambilan keputusan untuk melakukan pengawasan operasional, penyidikan keimigrasian dan atau tindakan keimgrasian. Pengawasan lain adalah pengawasan operasional yang merupakan kegiatan di lapangan berupa penyelidikan, pengamanan dan penggalangan.5

Keberadaan orang asing di Indonesia, tidak sedikit yang menyalahgunakan ijin keimigrasian, bahkan bisa saja niat untuk melakukan pelanggaran tersebut sudah ada sewaktu masih berada di negaranya dan atau di negara lain. Untuk kepentingan supremasi dan penegakan hukum serta menjaga kewibawaan Negara, termasuk wibawa aparat pintu gerbang Negara, maka

5 Yulianti, Sri Wahyuningsih, Pelaksanaan Pengawasan Orang Asing Dalam Rangka Penegakan Hukum Pidana Di Bidang Keimigrasian, Laporan Penelitian, (Surakarta : Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret, 1998), hlm. 8

(22)

terhadap orang asing yang menyalahgunakan ijin keimigrasian dikenakan tindakan hukum berupa:6

a. Tindakan hukum pidana, melalui serangkaian tindakan penyidikan dalam proses sistem peradilan pidana, kemudian setelah selesai menjalani pidana, diikuti tindakan deportasi ke Negara asal dan penangkalan tidak diijinkan masuk ke wilayah Indonesia dalam batas waktu yang ditentukan oleh undang-undang.

b. Tindakan hukum administrasi, terhadap pelanggaran hukum tersebut tidak dilakukan tindakan penyidikan, melainkan langsung dikenakan tindakan administrasi di bidang keimigrasian, yang disebut tindakan keimigrasian berupa pengkarantinaan, deportasi dan penangkalan.

Apabila diduga telah terjadi tindak pidana keimigrasian, maka salah satu langkah yang dilakukan oleh aparat penegak hukum adalah melakukan tindakan penyidikan. Pelaksanaan penyidikan terhadap suatu kejahatan menurut ketentuan KUHAP dilakukan oleh seorang pejabat penyidik. Dalam Pasal 6 ayat (l) huruf b KUHAP disebutkan adanya Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang. Pegawai negeri sipil tersebut mempunyai fungsi dan wewenang sebagai penyidik. Pada dasarnya wewenang yang mereka miliki bersumber pada ketentuan undang- undang pidana khusus, yang telah menetapkan sendiri pemberian wewenang penyidikan pada salah satu pasalnya.7 Jadi disamping pejabat penyidik POLRI, undang-undang pidana khusus tersebut memberi wewenang kepada pejabat pegawai negeri sipil yang bersangkutan untuk melakukan penyidikan.

Wewenang penyidikan yang dimiliki oleh pejabat penyidik pegawai negeri sipil

6 Wahyudin Ukun, Telaah Masalah-Masalah Keimigrasian, (Jakarta : PT Adi Kencana Aji, 2003), Hlm. 98.

7 Ibid. hlm. 145

(23)

hanya terbatas sepanjang yang menyangkut tindak pidana yang diatur dalam undang-undang pidana khusus tadi. Hal demikian sesuai dengan pembatasan wewenang yang disebutkan dalam Pasal 7 ayat (2) KUHAP, yang antara lain ditegaskan bahwa penyidik pegawai negeri sipil mempunyai wewenang sesuai dengan undang-undang yang menjadi landasan hukumnya masing-masing dan di dalam pelaksanaan tugasnya berada di bawah koordinasi dan pengawasan penyidik POLRI.8

Guna penanggulangan tindak pidana yang dilakukan orang asing, perlu memperhatikan fungsi hukum pidana sebagai ultimum remedium yaitu digunakan apabila upaya-upaya lain diperkirakan kurang memberi hasil yang memuaskan atau tidak sesuai dengan yang diharapkan. Undang-undang Keimigrasian selain mengatur ketentuan pidana diatur pula mengenai tindakan keimigrasian yang lebih menekankan sanksi administratifnya.

Wilayah Jawa Tengah khususnya wilayah tugas Kantor Keimigrasian Kelas I Semarang pada tahun 2012 terlah terjadi 9 tindakan deportasi kepada warga negara asing yang melakukan tindak pidana keimigrasian. Sementara itu pada tahun 2013 telah terjadi 3 kasus tindak pidana keimigrasian yang sedang dalam proses hukum. Adapun tindak pidana keimigrasian yang sering terjadi adalah pelanggaran terhadap Pasal 75 ayat 1 Undang-Undang Keimigrasian yaitu tentang melakukan kegiatan berbahaya dan patut diduga membahayakan

8 M Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, (Bandung : Alumni, 1988), hlm. 110.

(24)

keamanan dan ketertiban umum atau tidak menghormati atau tidak menaati peraturan perundang-undangan.

Keberadaan Penyidik PPNS sebetulnya telah dikenal jauh sebelum berlakunya Undang-undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Kitab Undang- Undang Hukum Acara Pidana. Pada jaman Kolonial Belanda sudah ada peraturan perundang-undangan yang memuat undang-undang pegawai pada instansi tertentu yang diberi wewenang penyidik. Sebagai contoh adalah sebagaimana ditentukan dalam Peraturan Bandar Tahun 1925, Loodwit Ordonantie Tahun 1931 Nomor 509, BRO Tahun 1934 Nomor 34, Ordonansi Pemeriksaaan Bahan-Bahan Farmasi Staatsblaad Tahun 1936 Nomor 660. Pada jaman RIS terdapat dalam Undang-Undang tentang Bahan Berbahaya, Staatsblaad Tahun 1949 Nomor 377 dan Undang-Undang Obat Keras, Stasblaad Tahun 1949 Nomor 419. Pada jaman berlakunya UUDS tahun 1950, dalam Undang-Undang Nomor 22 tahun 1954 tentang Undian diatur mengenai penyidik dari pegawai yang ditunjuk dengan Peraturan Menteri Sosial.

Selanjutnya pada jaman Orde Baru dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal, ditegaskan dalam Pasal 36 ayat (1) bahwa

“Pegawai Instansi Pemerintah yang ditugasi dalam pembinaan metrologi legal yang melakukan pengawasan dan pengamatan diwajibkan menyidik tindak pidana yang ditentukan dalam Undang-Undang ini”. Selanjutnya di dalam ayat (3) Pasal tersebut ditegaskan bahwa pegawai sebagaimana dimaksud pada ayat

(25)

(1) berhak melakukan penyegelan dan atau penyitaan barang yang dianggap sebagai barang bukti.9

Undang-Undang No. 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, juga mencantumkan keberadaan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS), yaitu diatur dalam Pasal 105, yang menegaskan bahwa PPNS Keimigrasian diberi wewenang sebagai penyidik tindak pidana Keimigrasian yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini. Sedangkan pada Pasal 107 ayat (1) ditegaskan bahwa : Dalam melakukan penyidikan, PPNS Keimigrasian berkoordinasi dengan penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia. Dalam penjelasan Pasal 107 tersebut dinyatakan bahwa Koordinasi dengan penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia dilakukan sejak diterbitkannya surat pemberitahuan dimulainya penyidikan, pelaksanaan penyidikan sampai dengan selesainya pemberkasan, dan penyampaian tembusan berkas perkara kepada penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia. Koordinasi ini dilakukan agar tidak terjadi tumpang tindih penyidikan. Hal ini dimaksudkan agar pemberian wewenang penyidikan kepada pegawai negeri sipil tersebut, tidak mengurangi kewenangan pejabat penyidik POLRI untuk melakukan penyidikan tindak pidana keimigrasian. Penyidik POLRI baik diminta atau tidak wajib memberikan bantuan bagi penyidik pegawai negeri sipil dalam melaksanakan tugas penyidikan tindak pidana keimigrasian.

9 Oka Mahendra, AA, Eksistensi Dan Permasalahan Penyidik Pegawai Negeri Sipil, Makalah Diskusi Panel tentang Prospek PPNS Sebagai Pejabat Fungsional Dalam Rangka Peningkatan Profesionalisme PPNS, Jakarta, 10 Agustus 2006.

(26)

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 ayat 1 dijelaskan bahwa: “Kepolisian adalah segala hal-ihwal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga polisi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.” Kepolisian Negara Republik Indonesia selaku alat Negara yang dibantu oleh masyarakat dengan menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia bertugas untuk memelihara keamanan dalam negeri melalui upaya penyelenggaraan fungsi kepolisian yang meliputi penyelenggaraan keamanan dan ketertiban masyarakat.Keamanan dalam negeri merupakan syarat utama terwujudnya masyarakat madani, yang adil, makmur, dan beradab berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.10

Keamanan dan ketertiban masyarakat adalah suatu kondisi dinamis masyarakat sebagai salah satu prasyarat terselenggaranya proses pembangunan nasional dalam rangka tercapainya tujuan nasional yang ditandai oleh terjaminnya keamanan, ketertiban, dan tegaknya hukum, serta terbinanya ketenteraman, yang mengandung kemampuan membina serta mengembangkan potensi dan kekuatan masyarakat dalam menangkal, mencegah, dan menanggulangi segala bentuk pelanggaran hukum dan bentuk-bentuk gangguan lainnya yang dapat meresahkan masyarakat. Keamanan dalam negeri adalah suatu keadaan yang ditandai dengan terjaminnya keamanan dan ketertiban

10 Sadjijiono, Fungsi Kepolisian dalam Pelaksanaan Good Governance, (Yogyakarta : LaksBang Pressindo, 2005), , hlm. 81.

(27)

masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, serta terselenggaranya perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. 11

Eksistensi tugas dan fungsi kepolisian yang terdapat di dalam UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Rl dalam perkembangan politik hukum sudah tidak sesuai lagi dengan prinsip harmonisasi dan sinkronisasi dalam berbagai bentukan peraturan perundang-undangan. Tugas dan fungsi kepolisian khususnya sebagai penyidik menjadi tersamar dengan adanya PPNS pada kementerian lain bahkan diambil oleh lembaga baru yang dibentuk oleh Undang-Undang baru yang melahirkan kewenangan baru, padahal dalam Pasal 14 ayat (1) huruf g UU No. 2 Tahun 2002 mengamanatkan kepada POLRI untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan Hukum Acara Pidana dan peraturan perundang-undangan lain yang berlaku. Selain itu mengacu pada UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP), dalam Pasal 4 jo Pasal 6 didefinisikan bahwa pejabat polisi negara Republik Indonesia adalah bertindak sebagai penyelidik dan penyidik perkara pidana. Jadi, polisi berwenang untuk menjadi penyelidik dan penyidik untuk setiap tindak pidana.

11 Daniel S. Lev sebagaimana dikutip oleh Sadjijono, Hukum Kepolisian, Perspektif Ktdudukan dan Hubungannya dalam Hukum Administrasi, (Yogyakarta : LaksBang PRESSindo, 2006), Hlm. 56.

(28)

I. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Bagaimana proses penyidikan terhadap Orang Asing berdasarkan Undang- Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian ?

2. Bagaimana koordinasi antara Penyidik PPNS Imigrasi dengan POLRI dalam proses penyidikan terhadap Orang Asing berdasarkan Undang- Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian ?

3. Bagaimana pelaksanaan dan hambatan yang dihadapi dalam koordinasi antara Penyidik PPNS Imigrasi dengan POLRI dalam proses penyidikan terhadap Orang berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian di Kantor Imigrasi Kelas I Semarang ?

J. Tujuan Penelitian

Pada dasarnya penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran, metodologi dan konsisten melalui proses penelitian.12 Tujuan penelitian juga mencari pemahaman tentang masalah-masalah yang telah dirumuskan. Adapun tujuan penelitian ini adalah ?

1. Untuk mengetahui dan menganalisis proses penyidikan terhadap Orang Asing berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian.

12 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta : UI Press, 1986), hlm. 3

(29)

2. Untuk mengetahui dan menganalisis koordinasi antara Penyidik PPNS Imigrasi dengan POLRI dalam proses penyidikan terhadap Orang Asing berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian 3. Untuk mengetahui dan menganalisis pelaksanaan dan hambatan yang

dihadapi dalam koordinasi antara Penyidik PPNS Imigrasi dengan POLRI dalam proses penyidikan terhadap Orang Asing berdasarkan Undang- Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian di Kantor Imigrasi Kelas I Semarang.

K. Manfaat Penelitian

Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan manfaat dalam pengembangan ilmu atau memberikan manfaat di bidang teoritis dan praktis, yaitu sebagai berikut :

3. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan mampu dapat memberikan manfaat teoritis sebagai berikut :

a. Dapat memperkaya khazanah keilmuan hukum administrasi Negara, khususnya tentang penyidikan terhadap orang asing.

b. Memberikan masukan dan sumbangan pemikiran dalam rangka penyusunan perundang-undangan yang berkaitan dengan penyidikan terhadap orang asing.

c. Memberikan sumbangan pemikiran bagi ilmu pengetahuan, khususnya hukum administrasi Negara.

(30)

4. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan mampu dapat memberikan manfaat praktis sebagai berikut :

a. Penelitian ini diharapkan memberi manfaat untuk kepentingan penegakkan hukum, sehingga dapat dijadikan masukan dalam cara berfikir dan cara bertindak bagi POLRI dan Instansi Keimigrasian dalam penanganan tindak pidana keimigrasian yang dilakukan oleh orang asing.

b. Masukan bagi POLRI dan Instansi Keimigrasian dalam pelaksanaan koordinasi penyidikan untuk penegakkan hukum keimigrasian sehingga dalam pelaksanaannya kedua instansi dapat bekerja sama dengan baik dalam penyidikan tindak pidana keimigrasian yang dilakukan orang asing.

L. Keaslian Penelitian

Berdasarkan pemeriksaan serta penelusuran yang telah dilakukan melalui studi kepustakaan khususnya pada lingkungan perpustakaan Program Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara, Penelitian yang berjudul Kajian Terhadap Penyidikan Orang Asing Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian ini belum pernah diteliti oleh orang lain sebelumnya baik dari judul dan permasalahan yang sama, sehingga penelitian ini dapat dikategorikan sebagai penelitian baru sehingga penelitian ini dapat

(31)

dikategorikan sebagai penelitian baru dan keasliannya dapat dipertanggungjawabkan secara akademis dan ilmiah sesuai dengan asas-asas keilmuan yang jujur, rasional dan obyektif dalam menemukan kebenaran.

Penelitian yang menyerupai pembahasan ini yakni Pelaksanaan Penyidikan Oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil Direktorat Jenderal Imigrasi Dalam Rangka Penegakan Hukum Terhadap Pelanggaran Undang-Undang Keimigrasian yang dibuat oleh Lucky Agung Binarto dari Universitas Diponegoro Semarang Tahun 2006, dengan rumusan masalah :

a. Bagaimanakah Pelaksanaan Penyelidikan dan Penyidikan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil Keimigrasian Ditjen Imigrasi Dalam Rangka Penegakan Hukum Pelanggaran Undang-Undang Keimigrasian ?

b. Kendala-kendala apakah yang dialami oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil Keimigrasian dalam melaksanakan tugas penegakan hukum terhadap pelanggaran di bidang keimigrasian ?

c. Hal-hal apakah yang perlu dipertimbangkan dalam kebijakan formulatif tentang kewenangan penyidikan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil agar penegakan hukum terhadap pelanggaran keimigrasian lebih optimal ?

Penelitian lain yang menyerupai penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan Mahasiswa Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara yang bernama Fachrozi (2012). Penelitian tersebut berjudul “Pelaksanaan Sistem Koordinasi Pengawasan Orang Asing Kota Sabang Dilihat Dari Aspek Hukum Keimigrasian Sebagaimana Diatur Dalam Undang-Undang No. 6 Tahun 2011

(32)

Tentang Keimigrasian”. Pada penelitian yang dilakukan oleh Fachrozi menegaskan bahwa koordinasi dalam pengawasan dan penindakan terhadap warga negara asing dapat dilakukan dengan saling bertukar informasi tentang keberadaan dan aktivitas orang asing di setiap wilayah pada setiap tingkatan kewenangan hingga proses penindakan, baik secara administratif maupun projustisia.

Masyarakat selaku pihak yang umumnya berinteraksi secara langsung dengan orang asing juga memiliki peranan yang sangat sentral dalam membantu dan mendukung proses pengawasan terhadap keberadaan dan setiap aktivitas orang asing di wilayahnya tersebut. Koordinasi dibutuhkan bukan saja untuk mengefektifkan fungsi pengawasan dan mempercepat proses penanganan perkara-perkara keimigrasian, namun lebih dari itu untuk menghindari terjadinya penyalahgunaan izin keimigrasian yang dewasa ini kerap kali menggunakan modus-modus yang canggih, sehingga sering luput dari pantaian pihak berwenang. Rumusan masalah dalam penelitian tersebut adalah :

1. Bagaimanakah pengaturan sistem koordinasi pengawasan antar instansi terhadap orang asing Kota Sabang merujuk pada Undang-Undang No. 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian ?

2. Bagaimana penindakan terhadap penyalahgunaan izin keimigrasian dilihat dari aspek hukum sebagaimana diatur di dalam Undang-Undang No. 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian

(33)

3. Bagaimana implementasi sistem koordinasi pengawasan antar instansi terhadap orang asing di kota Sabang ditinjau dari Undang-Undang No. 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian

Perbedaan penelitian yang dilakukan oleh Lucky Agung Binarto (2006) dan Fachrozi (2012) dengan penelitian ini terdapat pada rumusan masalah dan tujuan dari pelaksanaan penelitian. Pada penelitian yang dilakukan oleh Lucky Agung Binarto (2006) lebih memfokuskan kepada Pelaksanaan Penyelidikan dan Penyidikan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil Keimigrasian Ditjen Imigrasi Dalam Rangka Penegakan Hukum Pelanggaran Undang-Undang Keimigrasian.

Sedangkan pada penelitian yang dilakukan oleh Fachrozi (2012) lebih memfokuskan kepada pengaturan sistem koordinasi pengawasan antar instansi terhadap orang asing Kota Sabang merujuk pada Undang-Undang No. 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian. Sedangkan pada penelitian ini memfokuskan kepada kajian proses penyidikan terhadap Orang Asing berdasarkan Undang- Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian dan koordinasi antara PPNS Keimigrasian dengan Polri dalam melakukan penyidikan tindak pidana keimigrasian yang dilakukan oleh orang asing.

(34)

M. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Ketaatan terhadap hukum dapat dipaksakan oleh negara, artinya pemaksaan guna menjamin ditaatinya ketentuan-ketentuan hukum atau sanksi itu sendiri tunduk pada aturan-aturan tertentu, baik mengenai bentuk, cara maupun alat pelaksanaannya. Hukum memerlukan paksaan bagi penataan ketentuan-ketentuannya, maka dapat dikatakan bahwa hukum memerlukan kekuasaan bagi penegakannya. Untuk menjalankan hukum harus ada perintah dari kekuasaan politik yang berdaulat dalam suatu negara.

Jean Bodin sebagai orang pertama yang memberikan bentuk ilmiah pada teori kedaulatan sehingga karenanya kedaulatan merupakan kekuasaan mutlak dan abadi dari Negara yang tidak terbatas dan tidak dapat dibagi- bagi.13 Kemudian dalam perkembangan teori kedaulatan menjadi dua faham yang berbeda. Di satu pihak masih tetap dianggap, bahwa kedaulatan itu harus utuh (faham monism kedaulatan)14, sedangkan di lain pihak muncul dan berkembang pula satu pandangan yang menganggap bahwa kedaulatan itu di samping tetap harus merupakan hakiki dari suatu Negara yang tidak boleh hilang, akan tetapi kedaulatan itu sendiri dalam pelaksanaannya akan

13 Andrew Vincent, Theories of The State, (Oxfor: Basil Blackwell, 1987), hlm. 141.

14 Faham Monism kedaulatan menyatakan bahwa kedaulatan adalah tunggal, tidak dapat dibagi-bagi, dan pemegang kedaulatan adalah pemegang wewenang tertinggi dalam negara (baik yang berwujud persoon atau lembaga). Jadi wewenang tertinggi yang menentukan wewenang-wewenang yang ada dalam negara tersebut

(35)

dibatasi oleh aturan-aturan yang berlaku dalam hubungan antar Negara (faham pluralisme kedaulatan)15.

Secara formal kedaulatan menandakan adanya suatu kualitas tertentu dari Negara (atau ketertiban hukum dari Negara) yang pada prinsipnya berbeda dengan komunitas-komunitas lain sedemikian rupa sehingga Negara dapat dikualifikasikan sebagai subyek hukum internasional.16

Negara sebagai subyek hukum mempuyai hak-hak dan kewajiban- kewajiban, salah satu hak dasar Negara adalah adanya kedaulatan dalam melaksanakan hubungan antar Negara. Hak ini menandakan adanya kemerdekaan dan kebebasan dalam menjalakan hak kedaulatannya untuk melaksanakan fungsi-fungsi Negara tanpa campur tangan Negara lain. Di samping adanya hak bahwa ia berkewajiban untuk tidak melaksanakan kedaulatannya di wilayah Negara lain dan kewajiban untuk tidak mencampuri urusan Negara lain. Apabila kewajiban ini dilanggar, maka akan melahirkan tanggung jawab negara.17 Kesepakatan bernegara meletakkan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai hukum tertinggi yang berisikan pola dasar dalam kehidupan bernegara di Indonesia, sekaligus

15 Faham pluralisme kedaulatan menyatakan negara bukanlah satu-satunya organisasi yang memiliki kedaulatan (Harold J Laski). Banyak organisasi-organisasi lain yang ‘berdaulat‘ terhadap orang-orang dalam masyarakat. Sehingga, tugas negara hanyalah mengkoordinir (koordineren) organisasi yang berdaulat di bidangnya masing-masing.

16 J.G.Starke, An Introduction to International Law, (Tenth Edition, London, Butterworth &

Co., Ltd., 1989), hlm. 157-158.

17 Hingorani, Modern International Law, (Oxford & IBH Publishing Co., New Delhi, 1982), hlm. 241.

(36)

sebagai norma dasar sumber hukum terpenting dalam hukum nasional di Republik Indonesia.

Kedaulatan merupakan kekuasaan mutlak dan abadi dari Negara yang tidak terbatas dan tidak dapat dibagi-bagi.18 Selanjutnya dalam perkembangannya, teori kedaulatan berkembang menjadi dua faham yang berbeda. Di satu pihak masih tetap dianggap, bahwa kedaulatan itu harus utuh (faham monism kedaulatan), sedangkan di lain pihak muncul dan berkembang pula satu pandangan yang menganggap bahwa kedaulatan itu di samping tetap harus merupakan hakiki dari suatu Negara yang tidak boleh hilang, akan tetapi kedaulatan itu sendiri dalam pelaksanaannya akan dibatasi oleh aturan-aturan yang berlaku dalam hubungan antar Negara (faham pluralisme kedaulatan).

Secara formal kedaulatan menandakan adanya suatu kualitas tertentu dari Negara (atau ketertiban hukum dari Negara) yang pada prinsipnya berbeda dengan komunitaskomunitas lain sedemikian rupa sehingga Negara dapat dikualifikasikan sebagai subyek hukum internasional.19

Pengaturan lalu lintas orang masuk atau keluar wilayah Indonesia tersebut merupakan fungsi pemerintahan yang strategis dalam pergaulan internasional dan sekaligus menempatkan kedaulatan Negara secara berimbang. Berdasarkan ketentuan tersebut maka fungsi dan peran hukum

18 Vincent, Andrew, Theories of The State, (Oxford: Basil Blackwell, 1987), hlm. 141.

19 J.G.Starke, An Introduction to International Law, Tenth Edition, (London : Butterworth &

Co., Ltd., 1989), hlm. 157-158.

(37)

keimigrasian Indonesia meliputi aspek nasional dan internasional sebagai implikasi dari eksistensi kedaulatan Negara Republik Indonesia dan Negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Pelaksanan pengaturan lalu lintas orang tersebut merupakan derivasi20 dari Negara untuk memberi izin atau melarang orang asing masuk ke dalam wilayahnya dan merupakan atribut esensial dari pemerintahan Negara yang berdaulat. Oleh karena itu seorang asing yang memasuki wilayah Indonesia harus tunduk pada keimigrasian Indonesia.21 Persoalan pengawasan terhadap orang asing di Indonesia dapat dianalisis secara holistik dengan pendekatan sistem hukum pengawasan keimigrasian terhadap orang asing.

Untuk menguraikan sistem hukum pengawasan dan penindakan keimigrasian terhadap izin tinggal orang asing di Indonesia dipergunakan teori Lawrence M. Friedman, yang mengatakan bahwa sistem hukum terdiri dari materi hukum, struktur hukum dan budaya hukum.22

Kebijakan keimigrasian terhadap orang asing dapat dilakukan melalui 2 (dua) pendekatan yakni:

20 Derivasi dalam bidang hukum mengandung arti perluasan dari ketentuan hukum yang telah dimiliki oleh suatu Negara yang berbeda dengan ketentuan hukum dasarnya.

21 JG Starke, Pengantar Hukum Internasional, (Jakarta: Sinar Grafik, 2000), Hlm. 467.

22 Lawrence M. Friedman, A History of American Law, 3rd ed., (New York: Simon & chuster, 2005), hlm. 6-9

(38)

1. Pendekatan kesejahteraan (prosperity approach) artinya orang asing yang diizinkan masuk, berada dan melakukan kegiatan di wilayah Indonesia hanya yang benar-benar menguntungkan bagi kemakmuran dan kesejahteraan rakyat Indonesia.

2. Pendekatan sekuriti atau pendekatan keamanan (security approach) artinya mengizinkan atau memberikan perizinan keimigrasian hanyalah terhadap mereka yang tidak akan membahayakan keamanan negara dan ketertiban umum.23

Berbagai pengertian hukum sebagai sistem hukum, dikemukakan antara lain oleh Lawrence Friedman yang dikutip oleh Esmi Warassih24, bahwa hukum itu merupakan gabungan komponen struktur, substansi dan kultur :

a. Komponen struktur, yaitu kelembagaan yang diciptakan oleh sistem hukum itu dengan berbagai macam fungsi dalam rangka mendukung bekerjanya sistem tersebut. Komponen ini dimungkinkan untuk melihat bagaimana system hukum itu memberikan pelayanan terhadap penggarapan bahan-bahan hukum secara teratur.

b. Komponen substantif, yaitu output dari sistem hukum, berupa peraturan- peraturan, keputusan-keputusan yang digunakan baik oleh pihak yang mengatur maupun yang diatur.

c. Komponen kultur, yaitu terdiri dari nilai-nilai dan sikap-sikap yang mempengaruhi bekerjanya hukum atau oleh Lawrence M. Friedman disebut sebagai kultur hukum. Kultur hukum inilah yang berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan antara peraturan hukum dengan tingkah laku hukum ini hendaknya dibedakan antara internal legal culture yaitu kultur hukum para lawyers and judges, dan external legal culture yaitu kultur hukum masyarakat luas”.

23 Wahyudin Ukun, Deportasi Sebagai Instrumen Penegakan Hukum dan Kedaulatan Negara di Bidang Keimigrasian, (Jakarta: PT. Adi Kencana Aji, September 2004), hlm. 8.

24 Esmi Warassih Puji Rahayu, Pranata Hukum Sebuah Telaah Sosiologis. Semarang : Suryandaru Utama 2005, Hlm. 29

(39)

Bertolak dari rangkaian pembahasan tersebut dapat disimpulkan, bahwa pada dasarnya hukum mempunyai banyak fungsi dalam usahanya mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, dalam perumusannya sebagai hukum positif harus dipahami suatu sistem norma.

Pemahaman ini penting artinya untuk menghindari terjadinya kontradiksi atau pertentangan antara norma hukum yang lebih tinggi dengan norma hukum yang lebih rendah kedudukannya. Pemahaman ini semakin penting artinya, apabila kita tetap berkeinginan agar keberadaan (eksistensi) hukum sebagai suatu sistem norma mempunyai daya guna dalam menjalankan tugasnya di masyarakat.25 Berdasarkan teori tersebut diketahui bahwa dalam penegakkan hukum keimigrasian sangat tergantung terhadap struktur, substantif dan kultur dari penegak hukum itu sendiri. Peneliti memandang, teori Lawrence Friedman tepat digunakan dalam penelitian ini karena teori tersebut dapat digunakan dalam mengupas pelaksanaan koordinasi antara PPNS Keimigrasian dan Polri dalam penyidikan tindak pidana keimigrasian yang dilakukan oleh orang asing.

Istilah imigrasi berasal dari bahasa Latin migratio yang artinya perpindahan orang dari suatu tempat atau negara menuju ke tempat negara lain. Oxford Dictionary of Law juga memberikan defenisi sebagai berikut:

“Immigration is the act of entering a country other than one’s native

25 Ibid. Hlm. 32

(40)

country with the intention of living there permanently”.26 Dari defenisi ini dipahami bahwa perpindahan itu mempunyai maksud yang pasti, yakni untuk tinggal menetap dan mencari nafkah di suatu tempat baru, Oleh karena itu, orang asing yang bertamasya, atau mengunjungi suatu konferensi internasional, atau merupakan rombongan misi kesenian atau olahraga, atau juga menjadi diplomat tidak dapat disebut sebagai seorang imigran.

Pengertian pengawasan dalam fungsi keimigrasian adalah keseluruhan proses kegiatan untuk mengontrol atau mengawasi apakah proses pelaksanaan tugas telah sesuai dengan aturan yang telah ditentukan atau belum. Pada awalnya pelaksanaan pengawasan hanya dilakukan terhadap orang asing saja, akan tetapi mengingat perkembangan dan dinamika masyarakat yang semakin kompleks, hal tersebut dilakukan secara menyeluruh, termasuk juga terhadap Warga Negara Indonesia, khususnya dalam hal penyalahgunaan dan pemalsuan dokumen perjalanan.27

Berdasarkan pengertian umum keimigrasian, selanjutnya dapat dinyatakan juga bahwa pada hakikatnya keimigrasian merupakan: “suatu rangkaian kegiatan dalam pemberian pelayanan dan penegakan hukum serta pengamanan terhadap lalu lintas keluar masuknya setiap orang dari dan ke

26 Ukun, Wahyudin, Deportasi sebagai Instrumen penegakan Hukum dan Kedaulatan Negara di Bidang Keimigrasian, (Jakarta: PT. Adi Kencana Aji, 2004). Hlm. 19

27 Muhammad Indra, Perspektif Penegakan Hukum dalam Sistem Hukum Keimigrasian Indonesia, (Disertasi Program Doktor Pasca Sarjana, Universitas Padjadjaran, Bandung, 23 Mei 2008), hlm. 3.

(41)

dalam wilayah RI, serta pengawasan terhadap keberadaan warga negara asing di wilayah Republik Indonesia.”28

Dari pernyataan tersebut, maka secara operasional peran keimigrasian dapat diterjemahkan ke dalam konsep Trifungsi Imigrasi.

Dimana konsep ini hendak menyatakan bahwa sistem keimigrasian, baik ditinjau dari budaya hukum keimigrasian, materi hukum (peraturan hukum) keimigrasian, lembaga, organisasi, aparatur, mekanisme hukum keimigrasian, sarana dan prasarana hukum keimigrasian, dalam operasionalisasinya harus selau mengandung Trifungsi, yaitu fungsi pelayanan kepada masyarakat, fungsi penegakkan hukum, dan fungsi keamanan.

Penduduk Indonesia pada hakikatnya terdiri atas dua golongan, yaitu warga negara Indonesia dan orang asing atau warga asing. Oleh karena itu Indonesia merasa perlu untuk mengatur permasalahan orang asing yang ada di Indonesia, prinsip, tata pengawasan, tata pelayanan atas masuk dan keluarnya orang ke dan dari wilayah Indonesia perlu diatur guna menjamin kemanfaatan dan melindungi berbagai kepentingan nasional Indonesia.

Hakikat arah kebijakan nasional terhadap keimigrasian yang meletakkan sebagai keseimbangan antara pendekatan kesejahteraan dan pendekatan keamanan. Kedua hal tersebut dapat sejalan dengan pokok

28 Santoso, M. Iman, Persfektif Imigrasi dalam Pembangunan Ekonomi dan Ketahanan Nasional, (Jakarta: Universitas Indonesia Press, 2004), hlm. 21

(42)

pemikiran yang menyatakan nagara harus memajukan kesejahteraan umum dan disisi lain melakukan perlindungan terhadap Bangsa dan Negara.

Selanjutnya hukum akan menjadi berarti apabila perilaku dari manusianya dipengaruhi oleh hukum dan juga apabila masyarakatnya menggunakan hukum menuruti perilakunya, sedangkan di lain pihak efektivitas dari hukum itu sendiri terkait erat dengan masalah kepatuhan hukum sebagai norma. Hal ini sangat berbeda dengan kebijakan dasar nilai yang bersifat universal dari tujuan dan alasan pembentukan undang- undang.29

Seiring dengan perkembangan jaman dan pengaruh globalisasi saat ini dengan berbagai kepentingan kerjasama internasional antar negara, serta berbagai kepentingan pelaksanaan tugas-tugas keimigrasian, maka dibentuklah Direktorat yang bernama Direktorat Kerjasama Luar Negeri.

Saat ini Direktorat Jenderal Imigrasi terdiri dari Sekretariat Direktorat Jenderal, Direktorat Lalu Lintas Keimigrasian, Direktorat Ijin tinggal Orang Asing dan Status Kewarganegaraan, Direktorat Pengawasan dan

29 Hikmahanto Juwana, Politik Hukum UU Bidang Ekonomi di Indonesia, Disampaikan pada Seminar Nasional Reformasi Hukum dan Ekonomi, Sub Tema: Reformasi Agraria Mendukung Ekonomi Indonesia diselenggarakan dalam rangka Dies Natalis USU ke-52, Medan, tanggal 14 Agustus 2004, bahwa tujuan dan alasan dibentuknya peraturan perundang-undangan dapat beraneka ragam. Berbagai tujuan dan alasan dari dibentuknya suatu peraturan perundang-undangan disebut sebagai politik hukum (legal policy). Pelaksanaan UU tidak lain adalah pencapaian apa yang diikhtiarkan dalam politik hukum yang telah ditetapkan (furthering policy goals).

(43)

Penindakan Keimgrasian, Direktorat. Informasi Keimigrasian dan Direktorat Kerjasama Luar Negeri.30

Hal tersebut tidak berhenti sampai disitu saja, bahkan dengan semakin meningkatnya kejahatan internasional atau yang dikenal dengan istilah Transnational Organized Crime (TOC) akhir-akhir ini seperti terorisme, penyelundupan manusia (people smuggling), perdagangan manusia (human trading) dan sebagainya. Direktorat Jenderal Imigrasi memandang perlu untuk membentuk Direktorat yang ruang lingkup tugas dan fungsinya untuk mengantisipasi terjadinya kegiatan-kegiatan kejahatan tersebut. Sedianya telah direncanakan Direktorat baru tersebut dengan nama Direktorat Intelijen Keimigrasian, dimana Direktorat ini dirasakan cukup penting dalam menunjang tugas-tugas keimigrasian dan sekaligus mengantisipasi segala bentuk kejahatan internasional tersebut. Akan tetapi hal tersebut masih dalam proses perencanaan pada Direktorat Jenderal Imigrasi.31

Dengan pengembangan organisasi yang demikian itu, maka Direktorat Jenderal Imigrasi saat ini secara jelas telah menentukan kerangka tugasnya yang tercermin dalam tri fungsi imigrasi, yaitu sebagai aparatur pelayanan masyarakat, pengamanan Negara dan penegakan hukum keimigrasian, serta sebagai fasilitator ekonomi nasional. Direktorat Jenderal

30 Wahyudin Ukun, Deportasi sebagai Instrumen penegakan Hukum dan Kedaulatan Negara di Bidang Keimigrasian, (Jakarta: PT. Adi Kencana Aji, 2004). Hlm. 51

31 Ibid. Hlm. 53

(44)

Imigrasi menyadari sepenuhnya bahwa untuk melaksanakan tugas dan fungsi tersebut sangat membutuhkan dukungan dari setiap personil yang ada di dalamnya. Oleh karena itu Direktorat jenderal Imigrasi senantiasa berupaya untuk menjaga dan meningkatkan profesionalisme, kualitas dan kehandalan sumber daya manusia secara berkelanjutan.32

Istilah Hukum Keimigrasian secara resmi digunakan oleh pemerintah tanggal 3l Maret l992, tanggal diundangkan dan tanggal mulai berlakunya undang-Undang Nomor 6 tahun 2011 tentang Keimigrasian, dimuat dalam Lembaran Negara tahun 2011 Nomor 5216. Penggunaan istilah Hukum Keimigrasian dapat ditemukan pada bagian umum dari penjelasan atas Undang-undang Keimigrasian dalam tambahan Lembaran Negara Nomor 5216. Baik dalam Undang-Undang Keimigrasian maupun dalam penjelasannya tidak dijelaskan apa yang dimaksudkan dengan Hukum Keimigrasian. Dalam Pasal l angka l UU No. 6 tahun 2011 hanya diberikan batasan perkataan keimigrasian, yaitu hal ihwal lalu lintas orang yang masuk atau ke luar wilayah negara republik Indonesia dan pengawasan orang asing di wilayah negara Republik Indonesia. Dari definisi tersebut, dapat ditarik kesimpulan, bahwa :

a. Lapangan (objek) hukum dari Hukum Keimigrasian adalah lalu lintas dan pengawasan keimigrasian

32 Direktorat Jenderal Imigrasi dan Kantor Imigrasi Seluruh Indonesia, Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia RI Direktorat Jenderal Imigrasi, 2004, Profil Imigrasi.

(45)

b. Subjek hukum dari Hukum Keimigrasian adalah orang yang masuk atau keluar wilayah negara Republik Indonesia dan orang asing yang berada di wilayah negara Indonesia.

Penyidikan merupakan tahapan penyelesaian perkara pidana setelah penyelidikan yang merupakan tahapan permulaan mencari ada atau tidaknya tindak pidana dalam suatu peristiwa. Ketika diketahui ada tindak pidana terjadi, maka saat itulah penyidikan dapat dilakukan berdasarkan hasil penyelidikan. Pada tindakan penyelidikan, penekanannya diletakkan pada tindakan “mencari dan menemukan” suatu “peristiwa” yang dianggap atau diduga sebagai tindakan pidana. Sedangkan pada penyidikan titik berat penekanannya diletakkan pada tindakan “mencari serta mengumpulkan bukti”. Penyidikan bertujuan membuat terang tindak pidana yang ditemukan dan juga menentukan pelakunya. Pengertian penyidikan tercantum dalam Pasal 1 butir 2 KUHAP yakni dalam Bab I mengenai Penjelasan Umum, yaitu:33

“Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya”

Berdasarkan rumusan Pasal 1 butir 2 KUHAP, unsur-unsur yang terkandung dalam pengertian penyidikan adalah:

33 Undang-Undang Nomor Tentang Kitab Undang-Undang Hukum acara Pidana, Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1981., Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 76 tahun 1981, Pasal 1 butir 2.

(46)

a. Penyidikan merupakan serangkaian tindakan yang mengandung tindakan- tindakan yang antara satu dengan yang lain saling berhubungan;

b. Penyidikan dilakukan oleh pejabat publik yang disebut penyidik;

c. Penyidikan dilakukan dengan berdasarkan peraturan perundang-undangan.

d. Tujuan penyidikan ialah mencari dan mengumpulkan bukti, yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana yang terjadi, dan menemukan tersangkanya.

Berdasarkan keempat unsur tersebut dapat disimpulkan bahwa sebelum dilakukan penyidikan, telah diketahui adanya tindak pidana tetapi tindak pidana itu belum terang dan belum diketahui siapa yang melakukannya. Adanya tindak pidana yang belum terang itu diketahui dari penyelidikannya.34

Penyidik menurut Pasal 1 butir ke-1 KUHAP adalah Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia atau Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan.

KUHAP lebih jauh lagi mengatur tentang penyidik dalam pasal 6, yang memberikan batasan pejabat penyidik dalam proses pidana. Adapun batasan pejabat dalam tahap penyidikan tersebut adalah pejabat penyidik POLRI dan Pejabat penyidik negeri sipil.35

34 Adami Chazawi, Hukum Pidana Materiil dan Formil Korupsi di In donesia , (Malang:

Bayumedia Publishing, 2005), hlm. 380-381

35 Undang-Undang Nomor Tentang Kitab Undang-Undang Hukum acara Pidana, Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1981., Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 76 tahun 1981, Pasal 6 Ayat 1

(47)

Disamping yang diatur dalam Pasal 1 butir ke 1 KUHAP dan Pasal 6 KUHAP, terdapat lagi Pasal 10 yang mengatur tentang adanya penyidik pembantu disamping penyidik.36 Untuk mengetahui siapa yang dimaksud dengan orang yang berhak sebagai penyidik ditinjau dari segi instansi maupun kepangkatan, ditegaskan dalam pasal 6 KUHAP. Dalam pasal tersebut ditentukan instansi dan kepangkatan seorang pejabat penyidik.

Bertitik tolak dari ketentuan pasal 6 KUHAP yang dimaksud, yang berhak diangkat sebagai pejabat penyidik antara lain adalah:

a. Pejabat Penyidik POLRI

Agar seorang pejabat kepolisian dapat diberi jabatan sebagai penyidik, maka harus memenuhi syarat kepangkatan sebagaimana hal itu ditegaskan dalam Pasal 6 ayat (2) KUHAP. Menurut penjelasan Pasal 6 ayat 2, kedudukan dan kepangkatan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah, diselaraskan dan diseimbangkan dengan kedudukan dan kepangkatan penuntut umum dan hakim peradilan umum. Peraturan Pemerintah yang mengatur masalah kepangkatan penyidik adalah berupa Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983.

b. Penyidik Pegawai Negeri Sipil

Penyidik Pegawai Negeri Sipil diatur dalam Pasal 6 ayat (1) huruf b KUHAP, yaitu pegawai negeri sipil yang mempunyai fungsi dan

36 M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP, Penyidikan dan Penuntutan, cet VII (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), hlm. 110

(48)

wewenang sebagai penyidik. Pada dasarnya, wewenang yang mereka miliki bersumber pada undang-undang pidana khusus, yang telah menetapkan sendiri pemberian wewenang penyidikan pada salah satu pasal.37 Wewenang penyidikan yang dimiliki oleh pejabat pegawai negeri sipil hanya terbatas sepanjang yang menyangkut dengan tindak pidana yang diatur dalam undang-undang pidana khusus itu. Hal ini sesuai dengan pembatasan wewenang yang disebutkan dalam Pasal 7 ayat (2) KUHAP yang berbunyi: “Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud Pasal 6 ayat (1) huruf b mempunyai wewenang sesuai dengan undang-undang yang menjadi landasan hukumnya masing-masing dan dalam pelaksanaan tugasnya berada dibawah koordinasi dan pengawasan penyidik POLRI”

Pemeriksaan yang dilakukan oleh penyidik difokuskan sepanjang hal yang meyangkut persoalan hukum. Titik pangkal pemeriksaan dihadapan penyidik ialah tersangka. Dari dialah diperoleh keterangan mengenai peristiwa pidana yang sedang diperiksa. Akan tetapi, sekalipun tersangka yang menjadi titik tolak pemeriksaan, terhadapnya harus diberlakukan asas akusatur. Tersangka harus ditempatkan pada kedudukan menusia yang memiliki harkat martabat. Dia harus dinilai sebagai subjek, bukan sebagai objek. Yang diperiksa bukan manusia tersangka. Perbuatan tindak pidana yang dilakukannya yang menjadi objek pemeriksaan. Pemeriksaan tersebut

37 Ibid. hlm. 13

Referensi

Dokumen terkait

1) Bahwa pasangan calon diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu yang memenuhi persyaratan ambang batas. Hal tersebut merupakan suatu cerminan

Proses penerapan diversi terhadap anak yang berkonflik dengan hukum diawali dengan mediasi atau musyawarah sesuai dengan Qanun Nomor 9 Tahun 2008 tentang pembinaan

Perbuatan materilnya masing-masing berupa memaksa. Perbuatan memaksa ditujukan kepada orang tertentu. Tujuan yang sekaligus merupakan akibat perbuatan memaksa agar

Ketentuan yang mengatur tentang persyaratan kecukupan dan kualifikasi Dosen adalah Permenristekdikti No.44/2015 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi terdapat

Dengan mengucapkan puji syukur, penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas segala berkat-Nya, maka penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul

Terima kasih penulis kepada sahabat dan teman-temanku yang sangat memberikan motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan studi di Program Magister Ilmu Hukum Fakultas

dalam pembangunan perumahan dan kawasan permukiman berdasarkan Undang- undang Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan Dan Kawasan Permukiman, yaitu mengalihfungsikan prasarana,

Suhaidi, SH, M.H selaku Ketua Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan motivasi kepada penulis dalam