• Tidak ada hasil yang ditemukan

Koordinasi PPNS dengan Penyidik Polri dalam Peraturan Perundang- Perundang-undangan di Indonesia

DILAKUKAN OLEH ORANG ASING

C. Koordinasi PPNS dengan Penyidik Polri dalam Peraturan Perundang- Perundang-undangan di Indonesia

Koordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknis terhadap Polsus, PPNS, dan Pam Swakarsa merupakan salah satu tugas Polri yang secara tersurat dicantumkan dalam Undang-undang Kepolisian Negara Republik Indonesia No 2 Tahun 2002 Pasal 14 ayat (1) huruf f. Untuk mengetahui lebih mendalam mengenai tugas Polri tersebut secara harfiah seperti yang terdapat dalam Kamus Bahasa Indonesia. Koordinasi diartikan dengan ” perihal mengatur suatu organisasi dan cabang-cabangnya sehingga peraturan-peraturan dan tindakan-tindakan yang akan dilaksanakan tidak saling bertentangan”.

Korwas itu adalah koordinasi dan pengawasan. Koordinasi itu diartikan suatu hubungan kerjasama. Khususnya dalam bekerjasama tugas-tugas penyidikan antara Penyidik Polri dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil.

Dalam hal bidang tertentu dan dalam rangka meningkatkan kemampuan itu sendiri. Sementara pengawasan itu sendiri diartikan sebagai pengamatan atau pembinaan agar pelaksanaan penyidikan dalam proses hukum itu tidak menyalahi ketentuan undang undang.117

Pembinaan atau bantuan yang diberikan Polri kepada PPNS itu diminta atau tidak diminta Polri wajib untuk melakukan itu. Karena menurut KUHAP Pasal 6 sendiri bahwa penyidik itu adalah Polri. Keberadaan PPNS itu erat kaitannya dengan perkembangan organ dan fungsi kepolisian dalam

117 Koordinasi antar Institusi Penegak Hukum. Lihat dalam http://elisatris.wordpress.com/

koordinasi-antar-institusi-penegak-hukum/. Di unduh tanggal 16 Nopember 2013.

masyarakat. Jadi semula sebelum terbentuk negara, fungsi kepolisian diemban oleh setiap warga negara. Saat ini fungsi kepolisian hanya merupakan salah satu bagian dari fungsi pemerintahan negara. Keberadaan PPNS ini sebetulnya merupakan satu fenomena dari perkembangan fungsi kepolisian secara keseluruhan. Oleh karena itu keberadaan PPNS ini juga harus dilihat dalam keseluruhan fungsi kepolisian secara seutuhnya. 118

Kepolisian didalam KUHAP Pasal 7 disebutkan sebagai koordinasi dan pengawas. Tapi bukan kepada instansinya, namun kepada kegiatan penyidikannya. PPNS itu sebagai bentuk partisipasi masyarakat yang bisa memberdayakan masyarakat dalam membangun kemitraan dengan Polri.

Saat ini koordinasi dan pengawasan Polri dengan PPNS belum berjalan dengan baik, namun apa yang sudah berjalan ini masih dapat ditingkatkan.

Jadi masalah-masalah didalam pengembangan koordinasi dan pengawasan ini timbul. Tidak saja di kalangan PPNS-nya, tapi juga di kalangan Polri.

Pasal 3 Undang-undang Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia menyebutkan bahwa pengemban fungsi kepolisian adalah Polri yang dibantu oleh kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil, dan bentuk-bentuk pengamanan swakarsa. Polsus, PPNS dan Pam Swakarsa dalam melaksanakan fungsi kepolisian sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar hukumnya masing-masing. Pengemban fungsi kepolisian ditemukan melalui penguraian dimensi fungsi kepolisian yang terdiri dari dimensi yuridik dan dimensi sosiologik. Dalam dimensi yuridik, fungsi kepolisian terdiri atas

118 Ibid.

Fungsi Kepolisian Umum dan Fungsi Kepolisian Khusus. Fungsi Kepolisian Umum, berkaitan dengan kewenangan kepolisian yang berdasarkan undang-undang dan atau peraturan perundang-undang-undang-undangan meliputi semua lingkungan kuasa hukum (lingkungan kuasa soal-soal; lingkungan kuasa orang;

lingkungan kuasa tempat; dan lingkungan kuasa waktu).

Pengemban fungsi kepolisian umum sesuai UU No 2 tahun 2002 adalah Polri, sehingga tugas dan wewenangnya dengan sendirinya akan mencakup keempat lingkungan kuasa soal tersebut di atas. Fungsi Kepolisian Khusus, berkaitan dengan kewenangan kepolisian yang oleh atau atas kuasa undang-undang secara khusus ditentukan untuk satu lingkungan kuasa. Badan-badan pemerintahan yang oleh atau atas kuasa undang-undang diberi wewenang untuk melaksanakan fungsi kepolisian khusus dibidangnya masing-masing dinamakan alat-alat kepolisian khusus. Kepolisian khusus sesuai dengan undang-undang yang menjadi dasar hukumnya, berada dalam lingkungan instansi tertentu seperti antara lain : Bea Cukai, Imigrasi, Kehutanan, Pengawasan Obat dan Makanan, Patent dan Hak Cipta. Diantara pejabat pengemban Fungsi Kepolisian Khusus, ada yang diberi kewenangan represif yustisial selaku penyidik dan disebut ”penyidik pegawai negeri sipil” (PPNS).

Menurut Peraturan Kapolri Nomor 20 Tahun 2010 tentang Koordinasi, Pengawasan Dan Pembinaan Penyidikan Bagi Penyidik Pegawai Negeri Sipil ditegaskan :

Pasal 6 :

(1) Penyidik melakukan koordinasi terhadap pelaksanaan tugas penyidikan yang dilakukan oleh PPNS.

(2) Koordinasi dilakukan sejak PPNS memberitahukan dimulainya penyidikan kepada Penuntut Umum melalui penyidik.

(3) Koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan dalam bentuk kegiatan:

a. menerima surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) oleh PPNS;

b. memberi bantuan teknis, taktis, upaya paksa dan konsultasi

c. penyidikan kepada PPNS untuk penyempurnaan dan mempercepat penyelesaian berkas perkara;

d. menerima berkas perkara dari PPNS dan meneruskan kepada Penuntut Umum;

e. penghentian penyidikan oleh PPNS;

f. tukar menukar informasi tentang dugaan adanya tindak pidana yang penyidikannya dilakukan oleh PPNS;

g. rapat secara berkala; dan h. penyidikan bersama.

Pasal 7

(1) Koordinasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) huruf a dilaksanakan dengan cara:

a. lisan sebelum dibuatnya SPDP;

b. menerima SPDP dan lampirannya dari PPNS;

c. meneliti SPDP dan lampirannya bersama PPNS; dan d. menyusun rencana penyidikan bersama PPNS.

(2) Lampiran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, berupa:

a. laporan kejadian;

b. surat perintah penyidikan; dan c. berita acara yang telah dibuat.

Pasal 8

b. peralatan yang diperlukan; dan c. pengerahan kekuatan.

Penyidik Polri sebagai koordinasi dan pengawasan (Korwas) PPNS mempunyai kewajiban dan tanggung jawab memberikan batuan penyidikan yang didasarkan pada sendi-sendi hubungan fungsional. Koordinasi dan

pengawasan (Korwas) PPNS tersebut perlu dilakukan dalam rangka meningkatkan kualitas PPNS agar pelaksanaan penyidikan yang dilakukan oleh PPNS terhadap tindak pidana tertentu yang menjadi dasar hukumnya dapat berjalan sesuai ketentuan yang berlaku. Pada dasarnya pelaksanaan tugas koordinasi, pengawasan dan bantuan teknis kepada PPNS dapat dilaksanakan dalam tiga bentuk kegiatan yaitu :

1. Hubungan tata cara kerja agar terjalin kerjasama yang serasi 2. Pembinaan teknis, dan

3. Bantuan operasional penyidikan.

Hubungan tata cara pelaksanaan kooordinasi dan pengawasan terhadap PPNS dilakukan dalam dua bidang yaitu bidang pembinaan dan bidang operasional. Di bidang pembinaan, hubungan kerja secara fungsional dalam rangka pelaksanaan koordinasi, pengawasan dan pembinaan dilaksanakan langsung oleh satuan reserse. Hubungan kerja ini dilaksanakan secara horisontal fungsional dengan tidak menutup kemungkinan hubungan yang bersifat diagonal antara Polri (satuan reserse mulai dari Mabes Polri sampai dengan Polres) dan unsur PPNS. Pembinaan ini dapat dilakukan melalui kegiatan pendidikan terhadap unsur PPNS. Di bidang operasional, pada hakekatnya koordinasi dilaksanakan secara timbal balik antara PPNS dengan penyidik Polri. Secara fakta, dalam Peraturan Kapolri Nomor 20 Tahun 2010 tentang Koordinasi, Pengawasan Dan Pembinaan Penyidikan Bagi Penyidik Pegawai Negeri Sipil tersirat bahwa kronologis mekanisme koordinasi tersebut adalah sebagai berikut :

1. Dalam hal PPNS melaksanakan penyidikan tindak pidana tertentu yang termasuk lingkup bidang tugasnya, maka PPNS menerima laporan/

pengaduan wajib memberitahukan hal itu kepada Penyidik Polri (Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan) untuk kemudian diteruskan kepada Penuntut Umum.

2. Penyidik Polri memberikan petunjuk-petunjuk baik diminta atau tidak diminta berdasarkan tanggung jawabnya dan wajib memberikan bantuan penyidikan yang diperlukan

3. Petunjuk yang diberikan meliputi Petunjuk Teknis, Taktis dan Yuridis.

Sedangkan bantuan penyidikan meliputi bantuan tehnis, bantuan taktis dalam upaya paksa/ penindakan apabila wewenangnya tidak dimiliki PPNS.

4. Dalam hal penyidikan yang dilakukan oleh PPNS ditemukan bukti yang kuat untuk diajukan ke Penuntut Umum, maka PPNS wajib melapor hal itu kepada Penyidik Polri tentang perkembangan penyidikannya.

5. Dalam hal PPNS memerlukan bantuan untuk melakukan upaya paksa/penindakan yang wewenangnya tidak dimiliki oleh PPNS yang bersangkutan, maka untuk tindakan tersebut dimintakan bantuan kepada Penyidik Polri.

6. Permintaan bantuan upaya paksa harus disertai laporan perkembangan penyidikan dan alasan/ pertimbangan serta keadaan untuk menentukan perlunya dilakukan upaya paksa.

7. Atas permintaan tersebut, Penyidik Polri dapat mengabulkan atau menolaknya dan kemudian memberitahukan keputusan tersebut kepada PPNS disertai pertimbangan serta alasan-alasannya.

8. Dalam hal permintaan dikabulkan dan penindakan telah dilaksanakan, maka tanggung jawab yuridis yang mungkin timbul sebagai akibat penindakan tersebut menjadi tanggung jawab bersama.

Pembinaan tehnis terhadap PPNS dapat dilakukan melalui beberapa cara seperti : pembentukan PPNS, pembinaan kemampuan PPNS, dan pembinaan sistem laporan. Sebagai pembina tehnis PPNS, Penyidik Polri memberikan saran-saran tentang urgensi kebutuhan dan keberadaan PPNS dari sesuatu departemen/ instansi serta mengajukan saran tentang rencana formasi organik PPNS. Untuk mewujudkan rencana tersebut, maka departemen/instansi yang bersangkutan mengusulkan pengangkatan PPNS kepada Menteri Kehakiman dengan tembusan kepada Kapolri dan Jaksa Agung. Atas usulan pengangkatan PPNS tersebut Polri memberikan

pertimbangan. Masalah pembinaan kemampuan PPNS merupakan tanggung jawab Penyidik Polri. Hal ini disebabkan karena komponen penyidikan dalam sistem peradilan pidana sepenuhnya dipertanggungjawabkan kepada Polri. Kegiatan pembinaan tehnis ini dapat dilakukan melalui pendidikan di bidang penyidikan, latihan-latihan penyegaran bagi PPNS yang telah mengikuti pendidikan, melaksanakan coaching clinic,119 melayani permintaan tenaga pengajar / ceramah, penataran, rapat koordinasi secara berkala antara Penyidik Polri dan PPNS, mempersiapkan piranti lunak perundang-undangan yang dibutuhkan PPNS, dan lain-lain. Dalam pembinaan sistem laporan, PPNS wajib melaporkan data perkara pidana yang ditanganinya kepada Penyidik Polri secara berkala. Penyidik Polri melaksanakan sistem pengumpulan, pengolahan, dan penyajian data perkara-perkara yang ditangani PPNS serta membuat analisa dan evaluasi untuk kepentingan kebijaksanaan pembinaan PPNS.120

Bantuan operasional penyidikan terhadap PPNS wajib diberikan oleh Penyidik Polri terhadap PPNS baik diminta atau tidak diminta dalam rangka korrdinasi dan pengawasan PPNS dari sejak awal penyidikan sampai dengan akhir penyidikan. Bantuan tersebut dapat diberikan dalam tiga tahap proses penyidikan yaitu sebagai berikut : 121

a. Pada tahap awal penyidikan

Pada tahap ini Penyidik Polri melakukan penelitian dan memberikan petunjuk yuridis kepada PPNS untuk menentukan apakah kasus yang akan ditangani merupakan suatu tindak pidana atau bukan, menentukan

119 Coaching clinic adalah pelatihan khusus terhadap suatu bidang tertentu.

120 Koordinasi antar Institusi Penegak Hukum. http://elisatris.wordpress.com/koordinasi-antar-institusi-penegak-hukum/. Diakses tanggal 21 Nopember 2013 pukul 21.00 WIB.

121 Ibid

cara bertindak yang tepat dalam rangka proses penyidikan, melakukan koordinasi dan penelitian terhadap kelengkapan administrasi penyidikan, dan memberikan bantuan upaya paksa apabila diperlukan oleh PPNS yang bersangkutan.

b. Pada tahap pelaksanaan penyidikan

Pada tahap ini Penyidik Polri mengikuti dan mengarahkan perkembangan hasil penyidikan yang dilakukan oleh PPNS yang bersangkutan. Penyidik Polri juga dapat membantu pelaksanaan upaya paksa di mana PPNS yang bersangkutan tidak mempunyai wewenang untuk itu. Apabila ada gelar perkara Penyidik Polri mengikutiny untuk mencari upaya pemecahan masalah terhadap kendala-kendala yang dihadapi PPNS selama proses penyidikan.

c. Pada tahap akhir penyidikan

Pada tahap ini Penyidik Polri dapat mengadakan penelitian dan memberikan petunjuk serta arahan yuridis terhadap berkas perkara yang dibuat oleh PPNS dan membantu menyerahkan berkas perkara tersebut ke Penuntut Umum.

Penjelasan tersebut di atas adalah hal yang seharusnya atau semestinya ada, tetapi bagaimanakah pelaksanaannya. Secara struktural melalui struktur organisasi formal, Korwas PPNS ini memang telah ditetapkan menjadi sebuah bagian/urusan dalam struktur organisasi Polri mulai dari tingkat pusat (Mabes Polri) sampai tingkat daerah (Polda).

Namun dalam pelaksanaannya berdasarkan pengamatan dan pengalaman penulis selama menjadi Polisi, tugas korwas PPNS ini terkesan dianaktirikan dan bahkan dikesampingkan. Ada kesan yang timbul bahwa tugas ini merupakan tugas yang tidak begitu populer di kalangan Polri sendiri. Hal ini terkait dengan pemahaman dan penalaran yang sempit dari kalangan Polri sendiri tentang tugas korwas PPNS ”yang kurang menjanjikan”. Kondisi ini apabila dilihat dalam jangka panjang akan sangat riskan terhadap posisi Polri sebagai korwas PPNS.122

122 PPNS dalam Penegakan Hukum. http://elisatris.wordpress.com/koordinasi-antar-institusi-penegak-hukum/. Diakses tanggal 21 Nopember 2013 pukul 21.00 WIB.

Sesuai amanat KUHAP, Penyidik Polri sebagai kordinator penyidik menempatkan Koordinasi dan Pengawasan (Korwas) PPNS di jajaran Polri mempunyai kewajiban dan tanggung jawab memberikan batuan penyidikan dalam rangka meningkatkan kualitas PPNS agar pelaksanaan penyidikan dapat berjalan sesuai ketentuan yang berlaku. Pelaksanaan tugas koordinasi, pengawasan dan bantuan teknis kepada PPNS dapat dilaksanakan dalam tiga bentuk kegiatan yaitu hubungan tata cara kerja, pembinaan teknis, dan bantuan operasional penyidikan.123

Hubungan tata cara pelaksanaan kooordinasi dan pengawasan terhadap PPNS dilakukan dalam dua bidang yaitu bidang pembinaan dan bidang operasional. Pembinaan tehnis terhadap PPNS dapat dilakukan melalui beberapa cara seperti : pembentukan PPNS, pembinaan kemampuan PPNS, dan pembinaan sistem laporan. Bantuan operasional penyidikan terhadap PPNS wajib diberikan oleh Penyidik Polri terhadap PPNS baik diminta atau tidak diminta dalam rangka koordinasi dan pengawasan PPNS dari sejak awal penyidikan sampai dengan akhir penyidikan.124

Pelaksanaan korwas PPNS ini dirasakan masih belum optimal, hal ini dikarenakan kekurang seriusan Polri di mana ada anggapan bahwa bidang tugas korwas PPNS tidak begitu populer di kalangan Polri. Kondisi seperti ini, apabila dibiarkan terus berlanjut akan menimbulkan pertanyaan tentang penting atau tidaknya eksistensi Polri dalam koordinasi dan pengawasan terhadap PPNS di masa mendatang. Sistem informasi antar

123 Lihat juga dalam Peraturan Kapolri Nomor 20 Tahun 2010 tentang Koordinasi, Pengawasan Dan Pembinaan Penyidikan Bagi Penyidik Pegawai Negeri Sipil

124 Ibid.

instansi dan pelaporan pelaksanaan penyidikan oleh PPNS kepada penyidik Polri juga dirasakan masih belum maksimal.

Pelaksanaan koordinasi dalam penyidikan tindak pidana keimigrasian yang dilakukan oleh orang asing di Kantor Imigrasi Kelas I Semarang belum terlaksana sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Kemigrasian. Menurut Kartini125 bahwa koordinasi dan hubungan kerja timbul dan sangat dibutuhkan sebagai konsekwensi adanya upaya untuk mencapai tujuan organisasi secara efektif dan efisien melalui pembagian tugas. Tujuan koordinasi dan hubungan kerja adalah terwujudnya keterpaduan, keserasian dan keselarasan kegiatan-kegiatan seluruh unit beserta komponen-komponen yang berkaitan dengan pencapaian sasaran dan tujuan organisasi.

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian Pada Pasal 107 ayat (1) ditegaskan bahwa :

Dalam melakukan penyidikan, PPNS Keimigrasian berkoordinasi dengan penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Sementara itu dalam penjelasan Pasal tersebut ditegaskan bahwa :

Koordinasi dengan penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia dilakukan sejak diterbitkannya surat pemberitahuan dimulainya penyidikan, pelaksanaan penyidikan sampai dengan selesainya pemberkasan, dan penyampaian tembusan berkas perkara kepada penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia. Koordinasi ini dilakukan agar tidak terjadi tumpang tindih penyidikan.

Pada Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2013 tentang Peraturan Pelaksana Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian Pasal 249 ayat (1) dan (2) ditegaskan :

125 Kartini. K, Op.cit. hlm 44

(1) PPNS Kemigrasian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 248 dalam melakukan penyidikan berkoordinasi dengan penyidik Kepolisan Negara Republik Indonesia.

(2) PPNS Keimigrasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sejak awal penyidikan wajib memberitahukan secara tertulis tentang penyidikan tindak pidana Keimigrasian kepada penyidik Kepolisan Negara Republik Indonesia.

Data dilapangan tidak ditemukan adanya koordinasi antara PPNS Kantor Imigrasi Kelas I Semarang dengan Korwas PPNS Dirkrimsus Polda Jawa Tengah. PPNS Keimigrasian Kantor Imigrasi Kelas I Semarang dalam melaksanakan penyidikan tindak pidana keimigrasian tidak memberitahukan secara tertulis saat dimulainya maupun selesainya penyidikan kepada Korwas PPNS Ditkrimsus Polda Jawa Tengah. PPNS Keimigrasian Kantor Imigrasi Kelas I Semarang tidak melakukan koordinasi penyidikan sesuai dengan yang ditetapkan oleh Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian maupun Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2013 tentang Peraturan Pelaksana Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian.

BAB IV

PELAKSANAAN DAN HAMBATAN YANG DIHADAPI DALAM