• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN"

Copied!
161
0
0

Teks penuh

(1)

JIHAD KECAMATAN SELESAI KABUPATEN LANGKAT)

TESIS

Oleh

EKA FIRMAN JAYA 137011142/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2016

(2)

JIHAD KECAMATAN SELESAI KABUPATEN LANGKAT)

TESIS

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

EKA FIRMAN JAYA 137011142/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2016

(3)

KECAMATAN SELESAI KABUPATEN LANGKAT)

Nama Mahasiswa : EKA FIRMAN JAYA Nomor Pokok : 137011142

Program Studi : Kenotariatan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. H. M. Hasballah Thaib, M.A, Ph.D)

Pembimbing Pembimbing

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, S.H, M.S, C.N) (Prof. Syamsul Arifin, S.H, M.H)

Ketua Program Studi, Dekan,

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)

Tanggal lulus : 26 April 2016

(4)

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. H. M. Hasballah Thaib, MA, PhD Anggota : 1. Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN

2. Prof. Syamsul Arifin, SH, MH

3. Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum 4. Dr. Utary Maharany Barus, SH, MHum

(5)

Nama : EKA FIRMAN JAYA

Nim : 137011142

Program Studi : Magister Kenotariatan FH USU

Judul Tesis : ANALISIS YURIDIS PEMBERIAN WAKAF ATAS

TANAH YANG DIBUAT DIBAWAH TANGAN

SECARA TERTULIS (STUDI PEMBERIAN

WAKAF PEMBANGUNAN MESJID AL JIHAD

KECAMATAN SELESAI KABUPATEN

LANGKAT)

Dengan ini menyatakan bahwa Tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri bukan Plagiat, apabila dikemudian hari diketahui Tesis saya tersebut Plagiat karena kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi Magister Kenotariatan FH USU dan saya tidak akan menuntut pihak manapun atas perbuatan saya tersebut.

Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan sehat.

Medan,

Yang membuat Pernyataan

Nama : EKA FIRMAN JAYA Nim : 137011142

(6)

manfaatnya bagi kepentingan sosial kemasyarakatan. Wakaf yang berfungsi untuk kepentingan umat dalam rangka pengabdian kepada Allah SWT. Pemberian wakaf yang terjadi di Desa Kwala Air Hitam Kecamatan Selesai, tepatnya di Masjid Al- jihad telah terjadi pemberian wakaf dibawah tangan berupa sebidang tanah untuk pembuatan masjid. Kini pemberian wakaf tersebut dipermasalahkan oleh salah satu ahli waris dari si wakif. Salah seorang ahli waris tidak percaya bahwa ayahnya telah mewakafkan tanah tersebut untuk mesjid, karena ia merasa tanah tersebut merupakan milik ayahnya yang meninggal.

Permasalah yang menjadi fokus kajian dalam tesis ini adalah, Bagaimana akibat hukum atas pelaksanaan pemberian wakaf atas tanah yang dibuat dibawah tangan secara tertulis yang tidak disetujui oleh ahli waris, Bagaimana hak dan kewajiban nadzir dalam Fiqih Islam dan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf, Bagaimana penyelesaian sengketa atas pemberian wakaf atas tanah yang dibuat dibawah tangan secara tertulis di Mesjid Al-Jihad Kecamatan Selesai Kabupaten Langkat. Penelitian ini menggunakan teori kemaslahatan (manfaat) dan teori kepastian hukum. Penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif analitis dengan metode pendekatan yuridis empiris.

Hasil penelitian diketahui bahwa: 1) Akibat hukum atas pelaksanaan pemberian wakaf atas tanah yang dibuat dibawah tangan yang tidak disetujui oleh ahli waris yaitu status tanah tersebut belum memiliki kekuatan hukum karna belum didaftarkan. maka dengan ini Nadzir diwajibkan membuat Akta Ikrar Wakaf dan/atau Akta Pengganti Ikrar Wakaf. 2) Hak dan kewajiban nadzir berdasarkan Fiqih Islam pendaftaran tanah wakaf tidak ada aturan atau penjelasan tanah wakaf harus didaftarkan, apabila penyerahan wakaf telah sesuai dengan syarat dan rukun wakaf maka wakaf sudah menjadi sah. Akan tetapi didalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 nazhir berkewajiban untuk bertanggung jawab melakukan pendaftaran tanah wakaf, yang bertujuan agar tanah wakaf mendapatkan perlindungan hukum. 3) Upaya penyelesaian sengketa pemberian wakaf atas tanah yang dibuat dibawah tangan secara tertulis di Mesjid Al-Jihad Kecamatan Selesai Kabupaten Langkat yaitu telah dilakukan upaya penyelesaian secara musyawarah.

Disarankan wakif dan nadzir langsung melakukan pendaftaran tanah wakaf dengan membuat Akta Ikrar Wakaf (AIW). Melalui Kementerian Agama Republik Indonesia melakukan sosialisasi kembali dan juga mendata harta dan/atau barang atau benda wakaf terutama tanah wakaf. Penyelesaian sengketa tanah wakaf tidak cukup hanya hanya dengan penyelesaian secara musyawarah mencapai mufakat, nazhir sebagai yang berkewajiban mendaftarkan tanah wakaf harus segera mendaftarkan tanah tanah wakaf, agar tanah wakaf memiliki kekuatan hukum.

Kata Kunci : Tanah Wakaf, Dibawah Tangan

(7)

public social interest. It is functioned for people’s welfare in order to serve Allah, the Most Holy and High. The distribution of wakaf of a plot of land underhandedly occurred in Kwala Air Hitam, Selesai Subdistrict, precisely at Aljihad Mosque. Now it becomes a problem complained by one of the heirs of the wakif (the donor). He claims that his late father did not donate the land for building a mosque since he believes that it is still owned by his late father.

The problems of the research were as follows: how about the legal consequence of the implementation of donating a plot of land underhandedly in a written form but it was not agreed by the heirs, how about the right and obligation of nadzir (inspector of wakaf) in the Islamic Fiqh and Law No. 41/2004 on Wakaf, how about the settlement of dispute on donating a plot of land underhandedly in a written form at Al-Jihad mosque, Selesai Subdistrict, Langkat Regency. The research used the theory of Welfare (benefit) and the theory of legal certainty. It also used descriptive analytic and judicial empirical methods.

The result of the research shows that 1) legal consequence of the implementation of donating wakaf on land underhandedly in which its status is not approved by the heir does not have any legal force because it has not been registered; therefore, nazir has to make AIW (Wakaf Oath Certificate) and/or Substituted Wakaf Oath Certificate, 2) based on the Islamic Fiqh, there is no regulation or explanation about registering wakaf land since a wakaf is valid when it has met the requirements for it. However, according to Law No. 41/2004, nazir has the responsibility to register a wakaf land in order that it has legal protection, and 3) the dispute of donating wakaf land underhandedly at Al-Jihad Mosque, Selesai Subdistrict, Langkat Regency has been settled by conducting reconciliation.

It is recommended that wakif and nazir directly register wakaf land by making AIW (Wakaf Oath Certificate) through the Ministry of Religious Affairs of the Republic of Indonesia by re-socializing and record the property and/or object of wakaf, especially wakaf land. Settlement of dispute on wakaf land is not only conducted by reconciliation but nazir should immediately register wakaf land so that it will have legal force.

Keywords: Wakaf Land, Underhanded

(8)

Dengan mengucapkan Alhamdulillahirrobil’alamin sebagai puji syukur yang tak terhingga penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang Maha Pengasih dan Penyayang yang telah memberikan karunia rahmat dan Hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan tesis yang berjudul “Analisis Yuridis Pemberian Wakaf Atas Tanah Yang Dibuat Dibawah Tangan Secara Tertulis (Studi Pemberian Wakaf Pembangunan Mesjid Al Jihad Kecamatan Selesai Kabupaten Langkat)”. Tidak lupa pula sholawat serta salam kepada Nabi Besar Muhammad SAW yang hadir ke muka bumi sebagai Rahmat bagi alam semesta.

Penyusunan Tesis ini bertujuan untuk melengkapi syarat untuk memperoleh gelar Magister Kenotariatan pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Dalam penyusunan tesis ini penulis mendapatkan semangat dan do’a dari banyak pihak yang telah memberikan bantuan dorongan moril berupa masukan dan saran, sehingga penulisan tesis dapat diselesaikan. Oleh sebab itu pada kesempatan ini penulis megucapkan terimakasih yang tulus dan sedalam-dalamnya kepada yang terhormat Bapak Prof. H. M. Hasballah Thaib, M.A., Ph.D, Bapak Prof. Dr.

Muhammad Yamin, S.H., M.S., C.N. dan Bapak Prof. Syamsul Arifin, S.H., M.H.

selaku Komisi Pembimbing yang telah dengan tulus ikhlas memberikan bimbingan dan arahan sehingga tesis ini dapat diselesaikan dengan baik. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat Ibu Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH., CN., M.Hum dan Ibu Dr. Utary Maharany Barus, SH, MHum, selaku Komisi Penguji atas semua masukan dan arahan yang telah banyak membantu dalam penulisan tesis ini.

(9)

1. Bapak Prof. Dr. Runtung, S.H, M.Hum, selaku Rektor dan sekaligus Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan dalam menyelesaikan pendidikan di Fakultas Hukum, Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara 2. Yang terhormat Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, S.H., M.S., C.N, selaku Ketua

Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan dorongan kepada Penulis untuk segera menyelesaikan penulisan tesis ini.

3. Yang terhormat Ibu Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH., CN., M.Hum, selaku Sekretaris Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan dorongan kepada Penulis untuk segera menyelesaikan penulisan tesis ini.

4. Yang terhormat Bapak dan Ibu Dosen Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, yang telah banyak memberikan ilmu pengetahuan yang bermanfaat kepada penulis selama masa perkuliahan.

5. Seluruh Staff Administrasi di Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, yang telah banyak membantu segala keperluan administrasi kepada penulis selama menjalani pendidikan;

6. Motivator terbesar dalam hidup Penulis yang selalu memberikan cinta, kasih sayang, dukungan dan do’a yang tak putus-putusnya dari Ayahanda Aswin Ren BBA dan Ibunda Suriyati Audri, serta Anakku Rurry Wartika, Sherly Anggita, dan Hafizh Rassyid yang telah memberikan semangat dan do’a kepada Penulis.

7. Rekan-rekan Mahasiswa dan Mahasiswi di Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, atas segala keceriaan, motivasi, dan bantuan dan dukungan dalam menyelesaikan tesis ini.

(10)

motivasi, bantuan dan dukungan yang diberikan kepada penulis sehingga tesis ini dapat diselesaikan dengan baik, semoga Allah SWT membalas semua amal baik yang telah diberikan kepada penulis, agar selalu dilimpahkan kebaikan, kesehatan, kesejahteraan dan rezeki yang melimpah kepada kita semua.

Dalam penyusunan tesis ini, penulis menyadari bahwa tesis ini sangat jauh dari sempurna, karena itu penulis dengan terbuka menerima kritik dan saran positif dari para pembacanya untuk penyempurnaan tesis ini, sehingga tesis ini dapat lebih baik dan bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan menambah kepustakaan di bidang Kenotariatan serta berguna bagi masyarakat.

Amin Ya Rabbal Alamin.

Medan, April 2016 Penulis,

EKA FIRMAN JAYA

(11)

1. Nama : Eka Firman Jaya 2. Tempat/Tanggal Lahir : Binjai/09-02-1978

3. Jenis Kelamin : Laki-laki

4. Status : Menikah

5. Agama : Islam

6. Alamat : Dusun VI Maju Bersama, Desa Kwala

Air Hitam, Kec. Selesai, Kab Langkat.

7. Email : [email protected]

II. DATA ORANG TUA

1. Nama Ayah : Aswin Ren BBA

2. Nama Ibu : Suriyati Audri

III. DATA KELUARGA

1. Istri : Rurry Wartika

2. Anak Ke-1 : Dhian Syarah Ramadhani

(Langkat 09-02-2002)

3. Anak Ke-2 : Sherly Anggita

(Langkat 27-03-2004)

4. Anak Ke-3 : Hafizh Rassyid

(Tebing Tinggi 17-09-2015) IV. PENDIDIKAN

1. Sekolah Dasar : SD Negeri No.020264 Kotamadya

Binjai, Lulus Tahun 1990.

2. Sekolah Menengah Pertama : SMP Tunas Pelita Kotamadya Binjai, Lulus Tahun 1993.

3. Sekolah Menengah Atas : SMA Negeri 1 Binjai, Lulus Tahun 1996

4. Perguruan TinggiStrata-1 : Fakultas Hukum, Universitas Panca Budi, Lulus Tahun 2000.

5. Perguruan TinggiStrata-2 : Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Lulus Tahun 2016.

(12)

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI... vii

DAFTAR ISTILAH ... ix

DAFTAR SINGKATAN... xv

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 12

C. Tujuan Penelitian ... 12

D. Manfaat Penelitian ... 13

E. Keaslian Penelitian... 13

F. Kerangka Teori dan Konsepsi... 15

G. Metode Penelitian... 25

BAB II AKIBAT HUKUM ATAS PELAKSANAAN PEMBERIAN WAKAF ATAS TANAH YANG DIBUAT DIBAWAH TANGAN YANG TIDAK DISETUJUI OLEH AHLI WARIS .. 28

A. Pengertian Wakaf Dan Sejarah Perwakafan Di Indonesia ... 28

1. Pengetian Wakaf ... 28

2. Sejarah Perwakafan Di Indonesia ... 30

B. Pengaturan Hukum Wakaf ... 43

C. Jenis-Jenis Wakaf... 55

D. Kekuatan Hukum dan Perlindungan Hukum Terhadap Pemberian Wakaf Atas Tanah Di Bawah Tangan... 60

E. Akibat Hukum Atas Pelaksanaan Pemberian Wakaf Atas Tanah Dibawah Tangan Yang Tidak Disetujui Oleh Ahli Waris ... 64

(13)

A. Hak Dan Kewajiban Nadzir Dalam Undang-Undang Nomor 41

Tahun 2004 Tentang Wakaf Dan Fiqih Islam... 73

1. Hak Dan Kewajiban Nadzir Dalam Dalam Undang- Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf... 73

2. Hak Dan Kewajiban Nadzir Dalam Fiqih Islam ... 75

3. Pelaksanaan Wakaf di Indonesia Dan Penerapan Fiqih Wakaf di Indonesia ... 80

B. Bentuk Perbuatan Pengamanan Terhadap Pemberian Wakaf Atas Tanah Di Bawah Tangan Agar Tidak Menimbulkan Masalah Di Kemudian Hari ... 95

C. Kedudukan Nadzir Tanah Wakaf Yang Dilakukan Dibawah Tangan Dan Belum Dilakukan Pendaftaran Yang Tidak Disetujui Ahli Waris ... 106

D. Hak Dan Kewajiban Nadzir Tanah Wakaf Yang Pemberiannya Dilakukan Dibawah Tangan Dan Belum Dilakukan Pendaftaran Yang Tidak Disetujui Ahli Waris ... 110

BAB IV UPAYA PENYELESAIAN SENGKETA ATAS PEMBERIAN WAKAF ATAS TANAH YANG DIBUAT DIBAWAH TANGAN SECARA TERTULIS DI MESJID AL-JIHAD KECAMATAN SELESAI KABUPATEN LANGKAT... 124

A. Kebiasaan Penyelesaian Sengketa Tanah Wakaf Di Indonesia .. 124

B. Upaya Penyelesaian Sengketa Tanah Wakaf Yang Dibuat Dibawah Tangan Secara Tertulis Di Mesjid Al-Jihad Kecamatan Selesai Kabupaten Langkat ... 129

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 133

A. Kesimpulan ... 133

B. Saran... 134

DAFTAR PUSTAKA ... 136

(14)

Habs : Menahan

Al-maslahah Manfaat atau sesuatu pekerjaan yang

mengandung manfaat

Al-mauquf alaihi : Tujuan atau tempat ke mana harta diwaqafkan

Al-mawquf : Harta benda yang diwaqafkan

Al-qalam yakûn ala hai’atih li al-darb bih

: Pena yang dalam keadaan baik, maka akan baik pula untuk menulis dengannya

Al-saif ala” hai’atih li al-darb bih : Pedang yang dalam keadaan baik, maka hasilnya akan baik pula memotong dengannya

Al-waqif : Orang yang melakukan perbuatan

Amanah : Dapat dipercaya

Baligh Merupakan istilah dalam hukum islam

yang menunjukkan seseorang telah mencapai kedewasaan. “Baligh”

diambil dari kata bahasa arab yang secara bahasa memiliki arti “sampai”, maksudnya “telah sampainya usia seseorang pada tahap kedewasaan”.

Borg : Jaminan

Deskriptif analitis : Analisis data yang dilakukan tidak keluar dari lingkungan permasalahan dan berdasarkan teori dan konsep yang bersifat umum diaplikasikan untuk menjelaskan tentang seperangkat data, atau menunjukkan komporasi atau hubungan seperangkat data dengan seperangkat data yang lain.

Dubius : Perbedaan pengertian atau penafsiran

yang mendua

(15)

sebagai balasan karena membayar pajak perorangan, menerima perlindungan dan keamanan. Hukum mengenai dzimmi berlaku disebuah negara yang menjalankan syariat Islam. Kata dzimmi sendiri berarti “perlindungan”.

Dzurri : Keluarga

financial instrument : Instrumen financial

Fiqih : Ilmu yang menerangkan hukum-hukum

syara’ yang ditetapkan secara khusus bagi perbuatan-perbuatan para manusia (mukallaf) seperti wajib, haram, mubah, sunnah, makruh, perikatan yang sahih (sah), perikatan yang fasid (rusak) dan yang batal, serta menerangkan tentang ibadah yang dilaksanakan secara qada’

(pelaksanaannya di luar ketentuan waktunya) dan hal-hal lain semacamnya.

Ghairu mahdlah : Ibadah yang tidak ditentukan

Habs : Menahan

Hai’ah kâmilah : Bahwa suatu benda dalam bentuk yang sempurna

Huma serang : ladang-ladang yang setiap tahun

dikerjakan secara bersama-sama dan hasilnya digunakan Untuk kepentingan bersama.

Kamalul ahliyah (legal competent) Memiliki kecakapan hukum

Khairi : Umum

Lex dura, set tamen scripta : Undang-undang itu kejam tetapi demikianlah bunyinya

(16)

dan bahan hukum tersier

Lughat : Menahan

Luwes : Pantas dan tidak kaku

Ma’ruf : Mengetahui, mengenal atau mengakui,

melihat dengan tajam atau mengenali perbedaan.

Maf’alah : Hal yang baik

Mafsadah : Kerusakan dan hal yang dapat

membawa pada kerusakan

Mahjur Alaihi orang yang telah dibatasi hak atas

penguasaan hartanya

Mashlahah : Sesuatu dalam kondisi yang baik,

lengkap, berfungsi dan berguna sesuai dengan tujuan barang itu diadakan, serta tidak menimbulkan kerusakan atau kebinasaan.

Maslahat/al-maslahah : Manfaat atau sesuatu pekerjaan yang mengandung manfaat.

Mauquf bih Harta yang boleh diwakafkan

Mauquf’alaih : Tempat ke mana diwakafkan harta

itu/tujuan wakaf

Mubah : Suatu perkara yang jika dikerjakan oleh

seorang muslim mukallaf dia tidak akan mendapat dosa dan tidak pula akan mendapat pahala.

Mukallaf : Orang islam yang di kenai kewajiban

untuk menjalankan syariat islam dan menjauhi larangan-larangan agama karena ia telah dewasa dan berakal (akil baligh) serta telah mendengar seruan agama./memiliki kecakapan dalam melakukan perbuatan hukum

(17)

mengawasi

Nahwu : Para ulama

Nazhir : Penjaga wakaf

Perdikan sebidang tanah yang merupakan atas

pemberian seorang raja kepada seorang atau sekelompok orang di desa yang telah berjasa kepada raja atau kepada Negara

Permanen : Untuk selamanya

Pusaka Harta yang diberikan oleh leluhurnya

untuk kepentingan anggota keluarga secara keseluruhan, yang tidak dapat diperjual belikan dan tidak dapat diwariskan secara perseorangan

Qadhi : Pemerintah

Qayyim atau nadzir atau mutawali : Orang yang mengelola dan mengurus harta wakaf.

Rasyid : Orang yang menempuh jalan yang

benar; orang yang adil dan ikhlas dalam tingkah laku dan perbuatan; keadilan;

kebijaksanaan.

Sharaf : Gramatika bahasa Arab

Shodaqah zariah Amalan yang pahalanya selalu mengalir

walaupun orang yang mewakafkan telah meninggal dunia

Sighat : Pernyataan kehendaknya dari yang

mewaqafkan

Sima : Sebagian hutan yang diberikan raja

kepada seseorang atau kelompok orang untuk diambil hasilnya

(18)

Sulhu : Hal yang baik

Syahadah al-istifadhah suatu kesaksian berdasarkan

pengetahuan yang bersumber pada berita yang sudah demikian luas tersiar

Syara’ : Norma hukum dasar yang ditetapkan

Allah SWT yang diturunkan kepada nabi Muhammad sebagai rasulnya yang wajib diikuti oleh setiap orang Islam berdasarkan keyakinan dan ahlak baik dalam hubungannya dengan Allah, manusia/ lingkungannya.

Syarah : Kata syarah diambil dari kata “syaraha,

yashrahu, syarh” yang secara bahasa berarti menguaraikan dan memisahkan bagian sesuatu dari bagian lainnya.

Syari’ah : Hukum-hukum Allah yang disyariatkan

kepada hamba-hamba-Nya, baik hukum-hukum dalam Al-Qur’an dan sunnah nabi SAW dari perkataan, perbuatan dan penetapan.

Tabarruk : Mencari berkah

Tanah Pareman tanah Negara yang dibebaskan dari

Pajak Landrente yang diserahkan kepada desa-desa, subak, dan juga kepada candi untuk kepentingan bersama

Taqarrub : Pendekatan

Ukhrawi : Mengenai akhirat

Validitas : Sifat benar menurut bahan bukti yg ada, logika berpikir, atau kekuatan hukum

Waqaftu : Telah saya wakafkan

(19)

Waqfu al-syai : Menahan sesuatu

Waqif : Orang yang berwakaf

(20)

APAIW : Akta Pengganti Akta Ikrar Wakaf BKM : Badan Kesejahteraan Masjid

BPN : Badan Pertanahan Nasional

BWI : Badan Wakaf Indonesia

GBHN : Garis Besar Haluan Negara

Ha : Hektar

INPRES : Instruksi Presiden

KANDEPAG : Kantor Departemen Agama

KHI : Kompilasi Hukum Islam

KUA : Kantor Urusan Agama

MPR : Majelis Permusyawatan Rakyat

MUI : Majelis Ulama Indonesia

PP : Peraturan Pemerintah

PPAIW : Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf PROPENAS : Program Pembangunan Nasional

RI : Republik Indonesia

RUU : Rancangan Undang-Undang

SAW : Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam

SWT : Subhanahu wa Ta'ala

UU : Undang-Undang

UUD : Undang-Undang Dasar

UUPA : Undang-Undang Pokok Agraria

(21)

A. Latar Belakang

Ajaran agama Islam bersumber dari wahyu Allah SWT (Al-Qur’an) dan Hadist Rasul Nabi Muhammad SAW yang disampaikan kepada umat manusia adalah mencakup seluruh kehidupan baik hubungan antara mahkluk dan Tuhannya, demikian juga hubungan antara manusia dengan sesamanya dan alam sekitarnya.

Hubungan antara manusia dengan Tuhan disebut ibadah, dimana ibadah ada yang wajib seperti Shalat lima waktu dan ada pula yang sunat seperti shalat-shalat sunat, ada yang bentuk ibadah badaniyah seperti Shalat dan Puasa, dan ada bentuk ibadah maliyah (harta) seperti Zakat, Wakaf, Infaq, Sedekah, dan lain-lain.1

Tanah dapat bermakna sebagai ibadah, apabila tanah tersebut itu digunakan untuk Tuhan seperti tanah yang di “wakafkan” untuk bangunan tempat-tempat ibadah, untuk keperluan pembiayaan fakir miskin, dan lain-lain sebagainya. Tanah wakaf pada dasarnya adalah “Tanah untuk Tuhan”.2

Wakaf (waqfa) di dalam bahasa Arab berarti habs (menahan). Dikatakan waqafa-yaqifu-waqfan artinya habasa-yahbisu-hasban. Menurut istilah syara’ wakaf berarti menahan harta dan memberikan manfaatnya di jalan Allah.3Pengertian wakaf

1Srikartika Mawardi Hasibuan, Perubahan Tanah Wakaf Hak Milik Menurut Hukum Islam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang UUPA, Tesis Pada Mkn FH. USU, Medan, 2007.

2Brahmana Adhie, dan Hasan Basri, Reformasi Tanah, (Bandung: Mandar Maju, 2002), hal. 52.

3Sayyid Saabiq, Fikih Sunnah, Jilid 14, Mu’ammalah, Terjemahan, Mudzakir AS., (Bandung: Alma’arif, 1994), hal. 148.

(22)

asal katanya “waqfa” yang berarti “menahan” atau “berhenti” atau “Diam di tempat”

atau “tetap berdiri”. Pengertian menahan atau berhenti atau diam ditempat dalam pengertian wakaf ini adalah dihubungkan dengan kekayaan.4

Wakaf merupakan ibadah dalam bentuk shadaqah yang sangat banyak manfaatnya bagi kepentingan sosial kemasyarakatan. Wakaf yang berfungsi untuk kepentingan umat dalam rangka pengabdian kepada Allah SWT. Wakaf juga merupakan juga salah satu ibadah diutamakan dalam Islam, karena disamping taqarrub (pendekatan) diri kepada Allah SWT, juga sebagai wujud kesejahteraan sosial lainnya.5 Wakaf sebagai perbuatan hukum sudah lama melembaga dan dipraktikkan di Indonesia. Diperkirakan lembaga wakaf ini sudah ada sejak Islam masuk ke Nusantara ini, kemudian berkembang seiring dan sejalan dengan perkembangan agama Islam di Indonesia.6

Mewakafkan harta benda jauh lebih utama dari bersedekah dan berderma biasa, lagi pula jauh lebih besar manfaatnya, sebab harta wakaf itu kekal dan terus selama harta itu masih tetap menghasilkan atau masih tetap dieksploitir sebagaimana layaknya dengan cara produktif. Oleh sebab itu bagi kepentingan masyarakat bentuk harta wakaf amat besar manfaatnya dan amat diperlukan untuk kelangsungan kegiatan-kegiatan ke-Islaman.7

4M. Hasballah Thaib, Fiqih Wakaf, (Medan: Program Pascasarjana Hukum Universitas Sumatera Utara, 2003), hal. 1.

5Ibid. hal 14.

6Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam Di Indonesia, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006), hal. 235.

7Abdurrahman, Masalah Perwakafan tanah Milik dan Kedudukan Tanah Wakaf di Negara Kita, (Bandung: PT. Citra Aditya Bhakti, 1990), hal. 8.

(23)

Hadist Nabi Muhammad S.A.W. Adapun Rasulullah S.A.W. yakni :

“Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah SAW, bersabda: “Bila manusia mati, maka terputuslah amalnya kecuali dari tiga perkara: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat atau anak saleh yang mendoakan kepadanya.”

Hadist tersebut bermakna: Bahwa amal orang yang telah mati terputus pembaharuan pahalanya, kecuali di dalam ketiga perkara ini, karena ketiganya itu berasal dari kasabnya: anaknya, ilmu yang ditinggalkanya dan sedekah jariyahnya itu semuanya berasal dari usahanya. Tafsiran serta penjelasan dari para ahli fiqih. Allah telah mensyari’atkan wakaf, menganjurkannya dan menjadikannya sebagai salah satu cara untuk mendekatkan diri kepada-Nya.8

Pada dasarnya wakaf sudah dipraktikkan oleh orang-orang terdahulu sebelum Islam, meskipun praktik tersebut belum dinamakan wakaf. Praktik wakaf dalam sejarah telah dikenal lebih dulu sebelum lahirnya agama Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW meskipun dengan nama dan istilah yang berbeda-beda.9 Di Indonesia perwakafan tanah milik telah dikenal dan dilaksanakan oleh umat Islam sejak agama Islam masuk ke Indonesia. Perwakafan tanah milik merupakan salah satu bentuk obyek wakaf di Indonesia. Wakaf sebagai suatu lembaga Islam telah menjadi salah satu penunjang bagi perkembangan kehidupan agama dan sosial masyarakat Islam di Indonesia. Perkembangan Islam di Indonesia secara historis tidak dapat terpisahkan dengan perwakafan, dan perkembangan Islam di Indonesia tidak dapat

8 As-Sayyid Saabiq di Indonesiakan Oleh Mudzakir AS, Fikih Sunnah, Percetakan Offset, hal. 148.

9Farid Wadjdy dan Mursyid, Wakaf dan Kesejahteraan Umat, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), hal. 81.

(24)

terlepas dari kebiasaan keikhlasan masyarakat untuk ikut berwakaf, sehingga potensi wakaf dapat dipakai sebagai penunjang pada dakwah Islamiah.10

Berkaitan dengan administrasi pendaftaran tanah, wakaf masuk ke dalam kategori penetapan hak atas tanah karena terdapat kegiatan penetapan hak atas tanah karena terdapat kegiatan penetapan tanah wakaf tersebut melalui keputusan pejabat yang berwenang. Masalah perwakafan tanah mendapat tempat tersendiri dalam aturan hukum di bidang keagrariaan/pertanahan di Indonesia.

Pemberian hak atas tanah oleh Pemerintah kepada subyek hak terutama kepada badan hukum keagamaan, dengan kewenangan untuk mempergunakan tanah tersebut dalam rangka pengembangan kehidupan keagamaan, ditujukan dalam rangka mencapai kesejahteraan spiritual dan material menuju masyarakat adil dan makmur.

Secara umum perwakafan tunduk pada Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf, namun secara khusus ketentuan hukum yang mengatur tentang perwakafan tanah milik diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 Tentang Perwakafan Tanah Milik. Jadi dengan peraturan tersebut masalah perwakafan bersifat untuk selama-lamanya (abadi), oleh karena itu hak atas tanah yang jangka waktunya terbatas tidak dapat diwakafkan.11

Keberadaan wakaf telah mendapat pengakuan dalam UUPA, yakni Pasal 49 yang menegaskan:

10Abdul Ghafur Anshori, Hukum Dan Praktek Perwkafan Di Indonesia, (Jogyakarta: Pilar Media, 2005), hal. 2.

11Muhammad Yamin Lubis dan Abd. Rahim Lubis, Hukum Pendaftaran Tanah, (Bandung:

Mandar Maju, 2012), hal. 266-268.

(25)

1. Hak milik tanah badan-badan keagamaan dan sosial sepanjang dipergunakan untuk usaha dalam bidang keagamaan dan sosial, diakui dan dilindungi. Badan tersebut dijamin pula akan memperoleh tanah yang cukup untuk bangunan dan usahanya dalam bidang keagamaan dan sosial.

2. Untuk keperluan peribadatan dan keperluan suci lainnya sebagaimana dimaksud Pasal 14 dapat diberikan tanah yang dikuasai lansung oleh Negara dengan hak pakai.

3. Perwakafan tanah milik dilindungi dan diatur dengan Peraturan Pemerintah.12 Wakaf dalam ajaran Islam tidak dapat dipisahkan dari pembicaraan tentang perkembangan hukum Islam dan esensi hukum Islam. Hukum Islam itu sendiri merupakan perpaduan antara wahyu Allah SWT dengan kondisi masyarakat yang ada pada saat wahyu itu diturunkan. Misi hukum Islam sebagai aturan untuk mengejawantahkan nilai-nilai keimanan dan akidah dengan mengemban misi utama ialah mendistribusikan keadilan hukum, keadilan sosial, maupun keadilan ekonomi.

Islam sangat memperhatikan keadilan ekonomi dalam rangka menciptakan masyarakat yang adil dan sejahtera dan meminimalisir terjadinya kesenjangan sosial yang berlatar belakang ekonomi antara yang miskin dengan yang kaya. Sehingga tercipta masyarakat yang makmur dalam keadilan dan masyarakat yang adil dalam kemakmuran. Islam memandang kekayaan sebagai amanat Allah SWT, yang seyogyanya menjadi sarana perekat untuk membangun persaudaraan dan kebersamaan.13

12 Adrian Sutedi, Peralihan Hak Atas Tanah dan Pendaftarannya, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hal. 105.

13Abdul Ghofur Anshori, Op.cit., hal. 33.

(26)

Wakaf harus dilakukan dengan memenuhi rukun-rukunnya. Rukun waqaf dalam fiqih Islam ada empat hal, yaitu:

1. Orang yang melakukan perbuatan waqaf atau al-waqif 2. Harta benda yang diwaqafkan atau al-mawquf

3. Tujuan atau tempat ke mana harta diwaqafkan atau al-mauquf alaihi 4. Pernyataan kehendaknya dari yang mewaqafkan atau sighat.14

Syarat orang berwaqaf adalah (1) pewakif mempunyai kecukupan bertindak yang sempurna sehingga ia boleh mentabarru’kan hartanya (2) pewakif tidak dalam keadaan terpaksa dan harus didasarkan kepada keikhlasan dan kerelaan merupakan salah satu syarat penting yang harus dipunyai oleh pewaqif (3) benda haruslah milik sah dari pewaqif. Benda yang diwaqafkan harus dapat dimanfaatkan dan manfaat dari benda inilah yang menjadi tujuan dari waqaf tersebut. Syarat dari benda yang diwaqafkan ialah:15

1. Benda ini mestilah milik sah pewaqaf

2. Benda yang tahan lama dan dan bisa diambil manfaatnya, ini berarti bendanya harus jelas baik wujudnya maupun halnya dan dapat diambil manfaatnya.

3. Benda yang dapat diwaqafkan itu mestilah sesuatu yang boleh dimiliki dan dimanfaatkan. Tidak sah mewakafkan apa yang telah rusak dengan dimanfaatkan bendanya dan juga tidak boleh diperjual belikan seperti barang tanggungan (jaminan, gadai borg), anjing, babi atau benda-benda haram lainnya. Kadar

14M. Hasballah Thaib, Op.cit., hal. 5.

15Ibid., hal. 5-6.

(27)

benda yang diwaqafkan tidak boleh melebihi jumlah sepertiga harta yang berwakaf.

Di dalam Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf dinyatakan bahwa wakaf adalah perbuatan hukum Wakif memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah.16

Wakaf adalah ibadah atau pengabdian kepada Allah SWT, yang bermotif rasa cinta kasih kepada sesama manusia, mambantu kepentingan orang lain dan kepentingan umum. Dengan mewakafkan sebagian harta bendanya, akan tercipta rasa solidaritas seseorang.17 Amalan wakaf ini merupakan amalan shadaqah yang telah dilembagakan, dari harta benda yang telah diwakafkan tersebut digunakan untuk amalan kebajikan, yang terlepas dari hak milik perseorangan dan menjadi milik Allah (umum). Maka harta yang telah dilembagakan dan menjadi milik umum tersebut, penggunaannya harus disesuaikan berdasarkan tujuan wakaf itu sendiri.18

Wakaf adalah salah satu amalan ibadah. Oleh karena itu wakaf harus mempunyai tujuan tertentu yang tidak boleh bertentangan dengan niali-nilai ibadah.

Ibadah disini maksudnya adalah ibadah ghairu mahdlah (ibadah yang tidak ditentukan), yakni ibadah yang bersifat sosial, misalnya untuk membangun sarana peribadatan, sarana pendidikan, sarana perekonomian, sarana sosial, sarana olah raga,

16Ibid., hal. 54.

17Imam Suhadi, Wakaf Untuk Kesejahteraan Umat, (Yogyakarta: Dana Bhakti Prima Yasa, 2002), hal. 7.

18Ahmad Azhar Basyir, Garis BesarSistim Ekonomi Islam, (Yogyakarta: BPFE, 1987), hal. 94.

(28)

kesehatan dan lain sebagainya, baik yang bersifat pribadi maupun yang bersifat umum. Sehingga wakaf dapat mengentaskan kondisi anak yatim, fakir miskin dan lain-lainnya agar menjadi sejahtera, baik itu keluarganya sendiri maupun bukan keluarganya. Wakaf juga bisa untuk membangun sarana kepentingan umum, misalnya masjid, sekolahan, jembatan, pasar dan lain-lain.19

wakaf yang terjadi dalam kehidupan masyarakat belum sepenuhnya berjalan tertib dan efisien, sehingga dalam berbagai kasus harta wakaf tidak terpelihara sebagaimana mestinya, terlantar atau beralih ke tangan pihak ketiga dengan cara melawan hukum. Dalam kaitan hal ini realitas kehidupan menunjukkan bahwa masih banyak kasus sengketa wakaf muncul ke permukaan dan juga berpindah tangan menjadi milik pribadi orang yang dipercaya mengelolanya atau dialihkan ke organisasi lain yang berbentuk kepentingan pribadi, misalnya tanah wakaf untuk keperluan suatu lembaga pendidikan seperti sekolah atau pesantren. Ironisnya tanah wakaf tersebut sudah disertifikasi atas nama yang menerima amanat tersebut.

Satria Effendi sebagaimana yang dikutip oleh Muchsin mengatakan bahwa berdasarkan informasi hukum yang diterima antara 1991-1998, terdapat variasi sengketa wakaf, yaitu sebagai berikut :20

1. Penggugat mendakwa adanya ikrar wakaf dari pemilik sebidang kebun untuk kepentingan meunasah, sedangkan ahli waris dari pemilik kebun itu tidak mengakui adanya ikrar wakaf dari orang tuanya.

19Sadzali Musthofa, Pengantar dan Azas-azas Hukum Islam di Indonesia, (Solo: CV.

Ramadlani, 1989), hal. 125.

20Muchsin, 2007, Penyelesaian Sengketa Wakaf di Pengadilan Agama. Makalah disampaikan pada Rakernas Mahkamah Agung RI, Makassar.

(29)

2. Dakwaan adanya penukaran tanah wakaf oleh pihak tertentu.

3. Gugatan pembatalan wakaf karena telah disalahgunakan oleh pihak nadzir pada hal-hal yang tidak sejalan dengan maksud pihak yang berwakaf.

4. Pihak tergugat tidak secara tegas mengingkari adanya ikrar wakaf dari pihak orang tuanya.

Selain hal-hal di atas, sengketa wakaf dapat juga terjadi karena beberapa kemungkinan sebagai berikut :

1. Kedangkalan pemahaman sebagian umat Islam tentang kedudukan dan arti harta wakaf, baik bagi wakif maupun masyarakat, sementara wakaf mempunyai dua dimensi; ibadah dan sosial.

2. Harga tanah yang semakin melambung dapat menjadi pemicu timbulnya masalah wakaf.

3. Sewaktu melakukan ikrar wakaf, pihak wakif tidak memperhitungkan kondisi ekonomi pihak ahli waris yang akan ditinggalkan, sehingga seluruh hartanya atau sebagian besarnya diwakafkan. Akibatnya, terjadi pengingkaran oleh ahli warisnya.

4. Kondisi ekonomi pihak nadzir yang tidak menguntungkan sehingga mendorongnya untuk menyalahgunakan harta wakaf.

5. Kondisi nadzir yang tidak memahami bahwa penggunaan harta wakaf harus sesuai dengan tujuan pihak wakif.

6. Pihak yang berwakaf tidak secara tegas memberitahukan anak atau ahli warisnya bahwa tanah tertentu telah diwakafkan kepada pihak tertentu.

(30)

7. Nadzir-nya bukan badan hukum, melainkan bersifat pribadi, sehingga lebih leluasa dan sekehendak hati mendayagunakan benda wakaf tanpa kontrol.

Pemberian wakaf yang terjadi di Desa Kwala Air Hitam Kecamatan Selesai, tepatnya di Masjid Al-jihad telah terjadi pemberian wakaf dibawah tangan, pemberian wakaf berupa sebidang tanah yang dipergunakan untuk pembuatan masjid. Dan pemberian wakaf tanah mesjid tersebut kini dipermasalahkan oleh salah satu ahli waris dari si wakif.

Awal mula permasalahan sengketa tanah wakaf di Masjid Al-jihad Kecamatan selesai yaitu dipindahkannya tempat ibadah dari musholla menjadi masjid di area tanah wakaf yang baru. Tanah wakaf musholla yaitu tanah wakaf yang diserahkan oleh Fadli Fahri pada Tahun 1988 dengan luas tanah 400 M yang berada di Gang Hijau Dusun Hutan Tengah Desa Kwala Air Hitam. Dan karna tempat ibadah tersebut terasa tidak bisa menampung jamaah masyarakat sekitar maka masyarakat setempat sepakat untuk mendirikan mesjid, dan karena areal tanah tersebut tidak memungkinkan untuk dilakukan pembangunan mesjid yang berukuran besar maka warga mencari lokasi areal tanah yang lainnya untuk mendirikan sebuah mesjid.

Mendengar warga kesulitan menemukan areal tanah untuk mendirikan mesjid, maka ada tuan tanah yang bernama Ratno Subeno mewakafkan tanahnya yang berada didusun Hutan Hilir yaitu seluas 0,5 Ha (Setengah Hektar). Dan dengan adanya pewakaf yang mewakafkan tanah tersebut maka warga mendirikan mesjid di areal tanah yang diwakafkan oleh Ratno Subeno. Dan dari hasil musyawarah warga untuk membantu pembangunan mesjid maka tanah yang diwakafkan oleh Fadli Fahri untuk

(31)

musholla itu yang belum dibuat ikrar wakafnya itu dijual dan hasil penjualan tersebut untuk pembangunan masjid.

Ratno Subeno mewakafkan tanahnya untuk pembangunan Mesjid hanya dengan membuat surat pernyataan tertulis dari dirinya saja yang diserahkan oleh Nadzir Mesjid pada saat itu yaitu Uwak Karim. Surat pernyataan tersebut dibuat pada tahun 2005 atau setahun setelah didirikan mesjid yaitu pada Tahun 2004, maka disinilah mulai muncul permasalahan yaitu salah seorang ahli waris tidak percaya bahwa ayahnya telah mewakafkan tanah tersebut untuk mesjid, karena ia merasa tanah tersebut merupakan milik ayahnya yang meninggal pada tahun 2007. Ahli waris tersebut merasa ayahnya tidak pernah berkata kepadanya untuk mewakafkan tanah tersebut, dan sepengetahuannnya bahwa warga kesulitan mencari lokasi tanah untuk pembangunan mesjid maka dijuallah tanah musholla yang lama untuk membeli tanah ayahnya yang didirikan mesjid saat ini. Namun sampai saat ini warga belum melunasi pembelian tanah tersebut, maka ahli waris tersebut dengan ini mepermasalahkan tanah mesjid tersebut dan menuntut ganti rugi atas tanah tersebut.

Akan tetapi 2 orang ahli waris lainnya menyatakan bahwa benar ayahnya telah mewakafkan tanah tersebut dan surat pernyataan tersebut diketahui mereka dan pembuatannya dilakukan dihadapan mereka dan nadzir Mesjid pada masa itu, sedangkan ahli waris yang menggugat ini tidak berada di rumah pada saat itu karna sedang merantau ke-Jakarta.

Terkait permasalahan ini maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai permasalahan tanah wakaf mesjid AL JIHAD ini, dan

(32)

penelitian ini oleh penulis diangkat dengan judul “Analisis Yuridis Pemberian Wakaf Atas Tanah Yang Dibuat Dibawah Tangan Secara Tertulis (Studi Pemberian Wakaf Pembangunan Mesjid AL JIHAD Kecamatan Selesai Kabupaten Langkat)."

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang tersebut di atas, maka agar lebih jelasnya perlu dirumuskan pokok masalahnya sebagai berikut:

1. Bagaimana akibat hukum atas pelaksanaan pemberian wakaf atas tanah yang dibuat dibawah tangan secara tertulis yang tidak disetujui oleh ahli waris?

2. Bagaimana hak dan kewajiban nadzir dalam Fiqih Islam dan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf?

3. Bagaimana penyelesaian sengketa atas pemberian wakaf atas tanah yang dibuat dibawah tangan secara tertulis di Mesjid Al-Jihad Kecamatan Selesai Kabupaten Langkat?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan diatas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui akibat hukum atas pelaksanaan pemberian wakaf atas tanah yang dibuat dibawah tangan yang tidak disetujui oleh ahli waris;

2. Untuk mengetahui hak dan kewajiban nadzir dalam Fiqih Islam dan Undang- Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf;

3. Untuk mengetahui penyelesaian sengketa atas pemberian wakaf atas tanah yang dibuat dibawah tangan di Mesjid Al-Jihad Kecamatan Selesai Kabupaten Langkat;

(33)

D. Manfaat Penelitian

Tujuan penelitian dan manfaat penelitian merupakan satu rangkaian yang hendak dicapai bersama, dengan demikian dari penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut:

1. Manfaat Secara Teoritis

Memberikan tambahan wawasan dan masukan pengetahuan bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya dibidang hukum yang berkaitan dengan Ketentuan Pemberian Wakaf, dan Khususnya mengenai wakaf atas tanah yang dilakukakan dibawah tangan yang tidak disetujui oleh ahli warisnya.

2. Manfaat Praktis

Memberikan wawasan dan pengetahuan kepada masyarakat luas supaya mengerti dan mematuhi peraturan hukum yang berkaitan dengan Ketentuan Pemberian Wakaf, dan Khususnya mengenai wakaf atas tanah yang dilakukakan dibawah tangan yang tidak disetujui oleh ahli warisnya.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan Penelusuran kepustakaan dilingkungan Universitas Sumatera Utara untuk menghindari terjadinya duplikasi terhadap masalah yang sama penulis melakukan pengumpulan data ternyata penelitian dengan judul “Analisis Yuridis Pemberian Tanah Wakaf Dibawah Tangan Secara Tertulis (Studi Pemberian Wakaf Pembangunan Mesjid Al Jihad Kecamatan Selesai Kabupaten Langkat” belum ada yang membahasnya, sehingga Tesis dapat dipertanggung jawabkan keasliannya secara akademis.

(34)

Adapun penulis-penulis terdahulu pernah melakukan penelitian mengenai permasalahan perwalian anak dan pencabutan kekuasaan orang tua terhadap anaknya, namun secara subtansi pokok permasalahan yang dibahas berbeda dengan penelitian ini. Penelitian tersebut adalah:

1. Tinjauan Yuridis Atas Tanah Wakaf Yang Dikuasai Nazir (Studi Kasus di Kecamatan Leung Kota Banda Aceh), Ditulis oleh Evi Rosita (Nomor Induk Mahasiswa: 107011037) Mahasiswa Magister Kenotariatan Sumatera Utara, permasalahan yang diteliti adalah:

a. Bagaimana kedudukan Nadzir sebagai pengelola tanah wakaf menurut hukum Islam dan Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf ?

b. Apakah yang menjadi kendala-kendala Nadzir dalam pengelolaan tanah wakaf?

c. Bagaimana efektifitas pengelolaan pengawasan tanah wakaf ?

2. Problematika Pendaftaran Tanah Wakaf ( Studi Di Kecamatan Percut Seituan, Kabupaten Deli Serdang), Ditulis oleh Rahmat Parlaungan Siregar (Nomor Induk Mahasiswa: 107011105) Mahasiswa Magister Kenotariatan Sumatera Utara, permasalahan yang diteliti adalah:

a. Bagaimanakah wakaf menurut perspektif hukum Islam dan hukum Agraria?

b. Bagaimanakah pendaftaran perwakafan tanah di Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang?

(35)

c. Bagaimanakah Problematika serta Peran Kantor Urusan Agama (KUA) dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) dalam pendaftaran tanah wakaf di Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang?

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Dalam penelitian ilmiah kerangka teori menjadi landasan yang sangat penting serta teori mengacu sebagai pemberi sarana kepada kita untuk bisa merangkum serta memahami masalah yang kita bicarakan serta lebih baik.21 Kerangka teori atau landasan teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis atau permasalahan bagi sipembaca menjadi bahan perbandingan, pegangan teoritis, yang mungkin disetujui atau tidak disetujuinya, yang dijadikan masukan eksternal dalam membuat kerangka berpikir dalam penulisan.22

Teori adalah yang bertujuan menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi, dan suatu teori harus di uji dengan menghadapkannya pada fakta-fakta yang dapat menunjukan ketidak benarannya.

Menetapkan landasan teori pada waktu di adakan penelitian ini agar tidak salah arah.23 Soerjono Soekanto mengemukakan bahwa “Kontinuitas perkembangan ilmu hukum, selain bergantung pada metodologi, aktivitas penelitian dan imajinasi sosial sangat ditentukan oleh teori.24

21Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2006), hal. 259.

22M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, (Bandung: Mandar Maju, 1994), hal. 80.

23 J. J. J. M. Wuisman, Penyunting M. Hisyam, Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Asas Asas, (Jakarta: FE UI, 1996), hal. 203.

24Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, 1986), hal. 6.

(36)

Menurut J. J. H. Bruggink “Teori Hukum adalah suatu keseluruhan pernyataan yang saling berkaitan berkenaan dengan sistem konseptual, aturan-aturan hukum dan peraturan-peraturan hukum dan sistem tersebut untuk sebagian yang penting dipositifkan.25 Teori hukum bertujuan untuk menjelaskan nilai-nilai hukum dan postulat-postulatnya hingga dasar filsafat yang paling dalam. Hukum pada hakikatnya adalah sesuatu yang abstrak, namun dalam manifestasinya dapat berwujud konkrit. Suatu ketentuan hukum dapat dinilai baik jika akibat-akibat yang dihasilkan dari penerapannya adalah kebaikan, kebahagian yang sebesar-besarnya dan berkurangnya penderitaaan.26

Fungsi Teori dalam penelitian tesis ini adalah untuk memberikan arahan atau petunjuk dan perkiraan serta menjelaskan gejala yang diamati, Karena penelitian ini merupakan penelitian hukum yang di arahkan secara khas ilmu hukum, maksudnya adalah penelitian ini berusaha untuk memahami dan menjelaskan Ketentuan Pemberian Wakaf, dan Khususnya mengenai wakaf atas tanah yang dilakukakan dibawah tangan yang tidak disetujui oleh ahli warisnya.

Adapun teori yang digunakan sebagai pisau analisis dalam penelitian ini adalah teori kemaslahatan.

Maslahat, atau dalam bahasa Arab biasa disebut al-maslahah, artinya adalah manfaat atau sesuatu pekerjaan yang mengandung manfaat.27 Imam Al-Ghazali ahli

25 B. Arief Sidharta, Refleksi Tentang Hukum Pengertian-Pengertian Dasar Dalam Teori Hukum, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2011), hal. 159-160.

26 Lili Rasjidi & I. B. Wyasa Putra, Hukum Sebagai Suatu Sistem, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1993), hal. 79.

27 Zamakhsyari, Teori-teori Hukum Islam dalam fiqih dan Ushul Fiqih, (Bandung:

Citapustaka Media Perintis, 2013), hal. 36.

(37)

fikih Mazhab Al-Syafi’i mengemukakan pengertian maslahah adalah “mengambil manfaat dan menolak kemudharatan dalam rangka memelihara tujuan-tujuan syarak”.28

Menurut Al-Syarnubi mashlahah memiliki pengertian sebagai semua perbuatan yang mendatangkan kebaikan. Dalam bahasa Arab, terdapat ungkapan bahwa, “ra’y al-imâm al-mashlahah fî dzâlik” (pendapat iman itu baik tentang hal tersebut). Karena itu, pendapat seseorang yang menimbulkan manfaat atau kebaikan disebut mashlahah (Said al-Khuli Al-Syarnubi, tt). Najm al-Din al-Tufi, menerjemahkan mashlahah sebagai kondisi sesuatu dalam bentuknya yang sempurna, sesuai dengan tujuan, kegunaan dan fungsinya, seperti halnya ungkapan, “al-qalam yakûn ala hai’atih li al-darb bih” (pena yang dalam keadaan baik, maka akan baik pula untuk menulis dengannya). Dalam ungkapan lain dikatakan bahwa, “al-saif ala”

hai’atih li al-darb bih” (pedang yang dalam keadaan baik, maka hasilnya akan baik pula memotong dengannya).29

Mashlahah berarti merupakan sesuatu dalam kondisi yang baik, lengkap, berfungsi dan berguna sesuai dengan tujuan barang itu diadakan, serta tidak menimbulkan kerusakan atau kebinasaan. Sejalan dengan hal tersebut, Muhammad Al-‘Amiri memberikan penjelasan (syarah) terhadap teori Al-Tufi bahwa, kata mashlahah diambil dari kata Al-Shalah, yang berarti kebaikan, kegunaan, validitas dan kebenaran. Ia juga memberikan makna, yang berarti bahwa suatu benda dalam bentuk yang sempurna (hai’ah kâmilah) sesuai dengan tujuan atau sasaran yang

28Ibid.

29Hasnan Bachtiar, Mashlahah Dalam Formasi Teori Hukum Islam, (Jurnal Ulumuddin, Vol.

7, No. 1, 10 Januari 2013), hal. 278-279.

(38)

dimaksudkan, seperti pena berada pada bentuknya yang paling tepat (shâlih) ketika dipakai untuk menulis dan pedang berada pada bentuknya yang paling layak (shâlih) ketika digunakan untuk menebas.30

Ahli hukum terkemuka, Mustafa Zaid menyatakan bahwa, para ulama nahwu dan sharaf (gramatika bahasa Arab), menetapkan bahwa kata mashlahah sepadan dengan kata maf’alah yang berasal dari kata sulhu yang berarti hal yang baik.

Dikatakan pula bahwa mashlahah itu mengandung pengertian kelezatan dan hal yang dapat membawa pada kelezatan, sedang kata mafsadah artinya kerusakan dan hal yang dapat membawa pada kerusakan. Karena itu, Mustafa Zaid menyimpulkan bahwa, keduanya mencakup arti jasmani dan rohani, duniawi dan ukhrawi.31

Mengenai aspek legal dalam praktek perwakafan dalam hal ini mengenai administrasi perwakafan tanah yang menyangkut keabsahan wakaf dimata hukum positif memang sangat menarik, seperti yang kita ketahui dalam hukum Islam tidak diatur mengenai aspek prosedural administrasi dalam berwakaf. Dalam hukum Islam, wakaf dianggap sah jika telah terpenuhi rukun dan syarat-syaratnya dan tidak memerlukan prosedur administrasi seperti di dalam hukum positif.

Hal inilah yang terjadi pada masyarakat Indonesia, dimana sejak dan setelah datangnya Islam ke Indonesia masyarakat kita melaksanakan wakaf berdasarkan paham keagamaan yang dianut, yaitu paham Syafi’iyyah dan adat kebiasaan setempat. Dimana perwakafan tanah dilakukan secara tradisi lisan atas dasar saling percaya kepada seseorang atau lembaga tertentu. Dan menganggap bahwa perbuatan

30Ibid.

31Ibid.

(39)

wakaf sebagai amal shaleh tanpa harus melalui prosedur administratif dan harta wakaf dianggap milik Allah semata yang siapa saja tidak akan berani mengganggu gugat tanpa seizin Allah SWT.32 Selain itu di Indonesia ada juaga wakaf yang dilakukan dibawah tangan, dengan wakif menuliskan surat pernyataan telah mewakafkan sebidang tanah untuk pembangunan Mesjid. Dan salah satu cotohnya adalah pemberian wakaf dibawah tangan Mesjid Al Jihad Kecamatan Selesai Kabupaten Langkat.

Berbicara mengenai tanah wakaf tanpa sertifikat, berarti kita harus berbicara juga mengenai hukum pendaftaran tanah wakaf menurut hukum Islam. Di dalam fikih Islam tidak banyak membicarakan prosedur dan tata cara pelaksanaan wakaf secara rinci.33

Masyarakat Indonesia, terutama masyarakat Islam sudah lama mengenal lembaga wakaf, tujuan pokok yang menjadi common basic idie wakaf sebagai salah satu lembaga keagamaan Islam adalah sebagai sarana pendukung pengembangan kehidupan keagamaan, dan sejak Islam datang ke Indonesia, peraturan perwakafan diatur menurut hukum agama Islam (fiqih). Tata cara perwakafan cukup dengan ikrar dari Wakif bahwa dia mewakafkan miliknya, seperti tanah, sawah, rumah dan lain- lain untuk kepentingan agama atau masyarakat, dengan tidak usah ada kabul menurut kitab kuning dari semua mazhab fikih.34

32 Ahmad Djunaidi dan Thobieb Al-Asyhar, Menuju era Wakaf Produktif, Sebuah Upaya Progresif untuk kesejahteraan umat, (Jakarta: Mitra Abadi Press, 2006), hal. 47.

33Adijani al-Alabij, Perwakafan Tanah di Indonesia dalam Teori dan Praktik, (Jakarta: PT.

Raja Grafindo Persada, tth), hal. 37.

34Rachmadi Usman, Hukum Perwakafan Di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hal. 118.

(40)

Sesungguhnya dalam perspektif pengaturan masalah perwakafan ini tidak hanya menyangkut masalah dibidang keagamaan Islam belaka, namun kini menyangkut pelaksanaan tugas-tugas keagrariaan, sehingga wakaf sebagai sebuah lembaga keagamaan yang dapat dipergunakan sebagai salah satu sarana guna pengembangan kehidupan beragama, khususnya bagi umat yang beragama Islam.35

Dalam hukum Islam sendiri tidak ada ketentuan khusus yang mengharuskan pendaftaran tanah wakaf apalagi pensertifikasian tanah wakaf, karena memang dalam Islam sendiri praktek wakaf dianggap sah apabila telah terpenuhi rukun dan syaratnya.36

Seperti sudah di ketahui dalam hukum Islam tidak ada ketentuan khusus yang mengharuskan pencatatan, pendaftaran dan pensertifikasian tanah wakaf, dalam praktek wakaf. Begitu juga para ulama fiqih terutama para Imam mazhab yang empat tidak mencantumkan keharusan pengadministrasian dalam praktek berwakaf. Akan tetapi dengan keadaan sekarang ini banyak terjadi persengketaan dalam wakaf maka selayaknya kita lihat Firman Allah SWT, yaitu dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 282 sebagai berikut:

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah (Bermuamalah ialah seperti berjual beli, hutang piutang, atau sewa menyewa dan sebagainya) tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya”.

Ayat ini menegaskan keharusan mencatat kegiatan transaksi muamalah seperti jual beli, sewa menyewa, hutang-piutang dan lain sebagainya. Selanjutnya Adijani al-

35Ibid., hal. 119.

36 Departemen Agama RI, Fiqih Wakaf, (Jakarta: Direktorat Pemberdayaan Wakaf Dirjen Bimas Islam Departemen Agama Republik Indonesia, 2006), hal. 21.

(41)

alabij meyatakan bahwa berwakaf adalah suatu kegiatan penyerahan hak yang tak kalah pentingnya dengan kegiatan muamalah lainnya seperti jual beli, sewa menyewa dan sebagainya, seperti yang dimaksud dalam ayat diatas, mengingat penyerahan wakaf menyangkut status hak atas tanah wakaf untuk jangka waktu yang tidak terbatas. Jika untuk muamalah lainnya Allah memerintahkan untuk mencatatkannya maka secara analogi untuk wakaf pun seyogyanya harus ditulis juga. Karena jiwa yang terkandung dalam ayat tersebut adalah agar dibelakang hari tidak terjadi sengketa atau gugat menggugat diantara para pihak yang bersangkutan.37

Sehubungan dengan adanya penyerahan wakaf atas tanah yang sudah diwakafkan dibawah tangan tanpa menggunakan Akta Ikrar Wakaf seperti yang disebutkan di dalam Undang-undang Nomor 41 tahun 2004 tentang wakaf Pasal 17 ayat (1) dan (2). Jika dikaitkan dengan teori yang dipakai dalam penulisan tesis ini adalah menggunakan teori Maslahat, atau dalam bahasa Arab biasa disebut al- maslahah, artinya adalah manfaat atau sesuatu pekerjaan yang mengandung manfaat.

Maka tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan ini diharapkan kedepannya memberikan manfaat terhadap wakaf atas tanah yang sudah diwakafkan dibawah tangan tanpa Akta Ikrar Wakaf, sehingga dapat memberikan jalan keluar untuk penyelesaian masalah tersebut, dan tidak adalagi ahli waris yang mempermasalahkan atau menggugat tanah wakaf.

Selain teori teori Kemaslahatan yang dipergunakan dalam membahas permasalahan yang dirumuskan, dalam penelitian ini juga menggunakan teori

37Adijani al-Alabij, Perwakafan Tanah di Indonesia, (Jakarta: CV. Rajawali, 1992), hal. 100.

(42)

kepastian hukum. Sudikno Mertokusumo menyatakan bahwa kepastian hukum adalah salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam penegakan hukum, dimana kepastian hukum adalah asas negara hukum yang menjadi landasan peraturan perundang- undangan, kepastian dan keadilan dalam penyelenggaraan negara.38 Menurut Radbruch, hubungan antara keadilan dan kepastian hukum perlu diperhatikan. Oleh karena kepastian hukum harus dijaga demi keamanan dalam negara, maka hukum positif selalu harus ditaati, walaupun isinya kurang adil atau juga kurang sesuai dengan tujuan hukum. Tetapi dapat kekecualian yakni bilamana pertentangan antara isi tata hukum dengan keadilan begitu besar, sehingga tata hukum itu tampak tidak adil pada saat itu tata hukum boleh dilepaskan.39

Menurut Utrecht, hukum bertugas menjamin adanya kepastian hukum dalam pergaulan manusia dan hubungan-hubungan dalam pergaulan kemasyarakatan.

Hukum menjamin kepastian para pihak yang satu terhdap pihak yang lain.40

Tanpa kepastian hukum orang tidak tau apa yang harus diperbuatnya, dan akhirnya timbulnya keresahan. Tetapi terlalu menitikberatkan kepada kepastian hukum, terlalu ketat menaati peraturan hukum, akibatnya kaku dan akan menimbulkan rasa tidak adil. Apapun yang terjadi peraturannya adalah demikian dan harus ditaati atau dilaksanakan. Undang-undang itu sering terasa kejam apabila

38Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), (Yogyakarta: Liberty, 1998), hal. 58.

39Theo Huijbers, Filsafat Dalam Lintas Sejarah, (Yogyakarta: Kanisius, 1982), hal. 163.

40M.Solly Lubis, Beberapa Pengertian Umum tentang Hukum, (Medan: USU: Program Studi Ilmu Hukum Sekolah Pasca Sarjana, 2004), hal. 21.

(43)

dilaksanakan secara ketat” Lex dura, set tamen scripta (Undang-undang itu kejam tetapi demikianlah bunyinya).41

Berkenaan dengan wakaf atas tanah yang sudah diwakafkan dibawah tangan tanpa menggunakan Akta Ikrar Wakaf (AIW) seperti yang disebutkan di dalam Undang-undang Nomor 41 tahun 2004 tentang wakaf Pasal 17 ayat (1) dan (2) jika dikaitkan dengan teori yang dipakai dalam penulisan tesis ini adalah menggunakan kepastian hukum, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan ini diharapkan kedepannya dapat memberikan kepastian hukum wakaf atas tanah yang sudah diwakafkan dibawah tangan tanpa Akta Ikrar Wakaf (AIW), sehingga wakif atau ahli waris tidak dapat mengingkari dan menarik kembali atau menggugat wakaf atas tanah yang sudah diwakafkan secara lisan.

2. Konsepsi

Konsepsi adalah bagian yang terpenting dalam teori, yang diterjemahkan sebagai usaha membawa dari abstrak menjadi suatu yang konkrit, dan disebut operasional definition. Peranan Konsepsi dalam penelitian ini menghubungkan teori dengan observasi antara abstraksi dan kenyataan. Konsep mengandung arti sebagai kata yang menyatukan abstraksi yang digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus, atau dengan kata lain definisi operasional. Pentingnya definisi operasional adalah untuk menghindarkan perbedaan pengertian atau penafsiran yang mendua (dubius) dari suatu istilah yang dipakai, dan definisi-definisi operasional menjadi pegangan konkret

41Sudikno Mertokusumo, Op.cit., hal. 145.

(44)

dalam proses penelitian. Oleh karena itu dalam menjawab permasalahan yang terjadi dilapangan maka beberapa konsep dasar untuk menyamakan persepsi sebagai berikut:

1. Wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syari’ah.

2. Wakif adalah pihak yang mewakafkan harta benda miliknya.

3. Ikrar wakaf adalah pernyataan kehendak wakif yang diucapkan secara lisan dan/atau tulisan kepaa nadir untuk mewakafkan harta benda miliknya,

4. Nadzir adalah pihak yang menerima harta benda wakaf dari wakif untuk dikelola dan dikembangkan sesuai dengan peruntukannya,

5. Harta benda wakaf adalah harta benda yang memiliki daya tahan lama dan/atau manfaat jangka panjang serta mempunyai nilai ekonomi menurut syariah yang diwakafkan oleh wakif,

6. Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW) adalah pejabat berwenang yang ditetapkan oleh menteri untuk membuat akta irar wakaf.

7. Dibawah tangan ialah suatu peristiwa hukum yang dilaksanakan oleh kedua belah pihak, tanpa ada diketahui/disaksikan oleh pejabat yang berwenang.

8. Badan Wakaf Indonesia adalah lembaga independen untuk mengembangkan perwakafan di Indonesia,

9. Pemerintah adalah perangkat Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri atas Presiden beserta para Menteri,

(45)

10. Menteri adalah menteri yang bertanggung jawab di bidang agama.

G. Metode Penelitian

1. Sifat dan Jenis Penelitian a. Sifat Penelitian

Sifat dari penelitian ini adalah bersifat deskriptif analitis, bersifat analisis deskriptif maksudnya dari penelitian ini diharapkan diperoleh gambaran secara rinci dan sistematis tentang permasalahan yang akan diteliti. Analisis dimaksudkan berdasarkan gambaran, fakta yang diperoleh akan dilakukan analisis secara cermat untuk menjawab permasalahan.42

Sesuai dengan permasalahan dan tujuan penelitian, maka sifat penelitian ini adalah deskriptif analitis, yaitu analisis data yang dilakukan tidak keluar dari lingkungan permasalahan dan berdasarkan teori dan konsep yang bersifat umum diaplikasikan untuk menjelaskan tentang seperangkat data, atau menunjukkan komporasi atau hubungan seperangkat data dengan seperangkat data yang lain.43

b. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini menggunakan jenis penelitian hukum dengan metode pendekatan yuridis empiris. Penelitian yuridis dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka yang merupakan data sekunder, disebut juga penelitian kepustakaan.44

Adapun aspek yuridisnya adalah Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 Tentang Perwakafan Tanah Milik, Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang

42 Sunaryati Hartono, Penelitian Hukum Indonesia Pada Akhir Abad Ke-20, (Bandung:

Alumni, 1994), hal. 101.

43Bambang Sunggono, Metodelogi Penelitian Hukum, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1997), hal. 38.

44Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, (Jakarta: Sinar Grafika, 2002), hal. 13.

(46)

Wakaf, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2006 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang wakaf, yang merupakan data sekunder.

Penelitian empiris dilakukan dengan cara meneliti di lapangan yang merupakan data primer.45 Penelitian empiris dilakukan sebagai usaha untuk mendekati masalah yang diteliti dengan sifat hukum yang nyata dan sesuai dengan kenyataan hidup dalam masyarakat. Melalui penelitian empiris ini, peneliti bermaksud melihat perkembangan-perkembangan hukum dalam praktek, terutama yang berkaitan dengan pengingkaran wakaf atas tanah yang sudah diwakafkan secara lisan.

2. Tehnik dan Alat Pengumpulan Data

Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui studi kepustakaan (library research), yaitu menghimpun data-data dengan melakukan penelahaan kepustakaan, berupa peraturan perundang-undangan, karya ilmiah, hasil penelitian, dan dokumen lainnnya yang berkaitan dengan objek penelitian. Sebagai penelitian Hukum Normatif, penelitian ini menitikberatkan pada data studi kepustakaan. Bahan hukum yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Bahan Hukum Primer, yaitu berupa Undang-Undang dan Peraturan-Peraturan yang terkait dengan objek penelitian, yang diantaranya: Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Undang-Undang Pokok Agraria, Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang wakaf, Peraturan

45Ibid.

(47)

Pemerintah Nomor 28 Tahun 1997 Tentang Perwakafan Tanah Milik, dan Kompilasi Hukum Islam.

b. Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan-bahan yang dapat memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer, seperti hasil-hasil seminar atau pertemuan ilmiah lainnya, pendapat pakar hukum yang erat kaitannya dengan objek penelitian.46 c. Bahan Hukum Tersier, yaitu bahan-bahan hukum yang sifatnya penunjang untuk

dapat memberikan petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder seperti Jurnal Hukum, Jurnal Ilmiah, Surat Kabar, Internet, serta makalah-makalah yang berkaitan dengan objek penelitian.47

3. Analisa Data

` Analisis Data adalah merupakan proses mengorganisasikan dan mengurutkan data kedalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data. Analis data dilakukan secara Kualitatif, yaitu dengan cara mengumpulkan data, mentabulasi, mengurangi, mengurai, mensistematiskan, menganalisis dan menghubungkannya dengan peraturan-peraturan yang berlaku, menggabungkan dengan pendapat pakar hukum, dan Selanjutnya dilakukan penulisan kesimpulan dengan menggunakan metode deduktif.

46Roni Hanitijo Soemitro, Metodelogi Penelitian Hukum, (Jakarta: Ghalia Indonesia 1982), hal. 24.

47Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta: Rajawali Pers, 1990), hal. 14.

(48)

YANG TIDAK DISETUJUI OLEH AHLI WARIS

A. Pengertian Wakaf Dan Sejarah Perwakafan Di Indonesia 1. Pengertian Wakaf

Wakaf adalah suatu perbuatan hukum dengan mana sesuatu barang atau barang telah dikeluarkan atau diambil dari kegunaan atau keadaannya dari dalam masyarakat semula, guna kepentingan seseorang atau orang tertentu atau guna sesuatu maksud atau tujuan yang telah ditentukan, barang atau barang-barang yang berada dalam tangan mati.48

“Menurut Syara’ adalah menahan harta yang mungkin dimanfaatkan hasilnya pada jalan Allah sedangkan asalnya tetap utuh”.49 Pengertian menahan dihubungkan dengan harta kekayaaan itulah yang dimaksud dengan wakaf dan menahan sesuatu benda untuk diambil manfaatnya berdasarkan ajaran Islam.

Kata Wakaf berasal dari bahasa Arab yaitu Waqf yang menurut lughat artinya

“menahan”. Dengan demikian menurut istilah, wakaf adalah menahan harta yang dapat diambil manfaatnya tanpa musnah seketika dan penggunaannnya dibolehkan oleh agama dengan maksud mendapatkan keridhoaan Allah SWT.50 Kata al-waqf

48 Tim Penyusunan Kamus Pusat Pembinaan Dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Kedua, (Jakarta: Balai Pustaka, 1975), hal. 1123.

49 Helmi Karim, Fiqih Muamalah, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1993), hal. 103.

50 Bahder Johar, dan Sri Warjiyati, Hukum Perdata Islam (Kompilasi Peradilan Agama Tentang Perkawinan, Waris, Wasiat, Hibah, Waqaf, dan Sadaqah), (Bandung: CV. Mandar Maju, 1997), hal. 63.

Referensi

Dokumen terkait

Skripsi yang berjudul TINJAUAN YURIDIS SENGKETA WAKAF AKIBAT PENGUASAAN ATAS TANAH WAKAF OLEH AHLI WARIS WAKIF (Studi Putusan Nomor : 464/ Pdt. G/ 2010 /

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui akibat hukum terhadap jual beli hak atas tanah yang tidak dilakukan dihadapan PPAT dan hanya dibuat secara dibawah tangan serta upaya

Dalam tesis ini yang menjadi titik permasalahan adalah bagaimana kedudukan hukum ahli waris golongan II setelah terbitnya penetapan pengesahan yang dilakukan setelah pewaris

Perselisihan tersebut terjadi sejak adanya pengumuman/aanmaning yang dilakukan oleh VN selaku kuasa hukum dari ahli waris pemilik tanah yang pada intinya menyatakan terhadap tanah

Didalam memenuhi tugas inilah maka penulis menyusun dan memilih judul : “STATUS KEPEMILIKAN HARTA BENDA PEMBERIAN ORANG TUA SEMASA HIDUPNYA KEPADA ANAK DALAM HUKUM WARIS ADAT

Dari hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa pemanfaatan barang milik Negara dalam pembangunan rumah susun dapat dilakukan dengan cara sewa dan kerjasama pemanfaatan terhadap

ANALISIS YURIDIS KEPASTIAN HUKUM KEPEMILIKAN HAK ATAS TANAH BERDASARKAN BUKTI PUTUSAN LANDRAAD ZAMAN HINDIA BELANDA DAN SERTIFIKAT.. HAK MILIK ATAS TANAH (STUDI KASUS PUTUSAN NOMOR

Ada juga sengketa tanah wakaf yang berawal dari tuntutan kompensasi atas tanah wakaf dari pihak ahli waris wakif karena beranggapan bahwa tanah wakaf itu adalah