• Tidak ada hasil yang ditemukan

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN"

Copied!
122
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS HUKUM PERALIHAN HAK MILIK ATAS TANAH DENGAN DASAR AKTA PENGAKUAN HUTANG DAN

PENYERAHAN JAMINAN (STUDI KASUS PUTUSAN NOMOR 227/PDT/2016/PT-MDN)

TESIS

Oleh

ECHO SINANA LAW 167011060 / M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2019

(2)

ANALISIS HUKUM PERALIHAN HAK MILIK ATAS TANAH DENGAN DASAR AKTA PENGAKUAN HUTANG DAN

PENYERAHAN JAMINAN (STUDI KASUS PUTUSAN NOMOR 227/PDT/2016/PT-MDN)

TESIS

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

ECHO SINANA LAW 167011060 / M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2019

(3)
(4)

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Saidin, SH., M.Hum Anggota : 1. Dr. Suprayitno, SH., M.Kn

2. Dr. Rudi Haposan, SH., M.Kn

3. Prof. Dr. Hasim Purba, SH., M.Hum

4. Dr. Dedi Harianto, SH., M.Hum

(5)

peralihan hak atas tanah tersebut dapat terjadi, seperti pihak penjual dan pembeli datang secara langsung menghadap dan menandatangani Akta Jual Beli atau adanya Akta Notaris Pengikatan Jual Beli sebagai bukti peralihan kepemilikan kemudian dijadikan dasar pembuatan Akta Jual Beli. Dalam praktiknya yang hendak dikaji dalam penelitian ini adalah peralihan hak atas tanah terjadi karena bermula dari perbuatan hukum pinjam meminjam kredit antara perorangan dengan kesepakatan yang dituangkan dalam bentuk perjanjian Akta Pengakuan Hutang Dan Penyerahan Jaminan, kemudian dengan akta tersebut menjadi dasar kreditur untuk melakukan pengurusan Akta Jual Beli pada saat debitur wanprestasi. Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka yang menjadi rumusan masalah adalah mempertanyakan tentang eksekusi objek jaminan dengan dasar akta pengakuan hutang dan penyerahan jaminan dapat terjadi atau tidak, dan sisi keadilan bagi para pihak dalam eksekusi jaminan kredit atas tanah berdasarkan akta pengakuan hutang dan penyerahan jaminan serta analisis terhadap putusan pengadilan Nomor 227/PDT/2016/PT-MDN ditinjau dari sisi keadilan hukum.

Metode penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian yuridis normatif dan sifat penelitian deskriptif analitis, pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan data sekunder berupa bahan primer, sekunder dan tertier sebagai data utama. Data-data yang diperoleh kemudian diolah, dianalisis dan ditafsirkan secara logis, sistematis dengan menggunakan metode berpikir deduktif.

Dari hasil penelitian diketahui peralihan hak atas tanah hak milik dengan dasar akta pengakuan dan penyerahan jaminan tidak dapat terjadi karena dua konteks substansi yang berbeda dimana peralihan hak atas tanah beralih dengan cara jual beli sesuai dengan ketentuan UUPA sementara akta pengakuan hutang dan pengikatan jaminan hanya dapat eksekusi sesuai dengan syarat sebagaimana tercantum dalam keputusan MA No 1520 K/PDT/1984 tanggal 3 Mei 1986, sementara itu keadilan bagi para pihak dalam eksekusi objek jaminan dengan menggunakan akta pengakuan hutang harus didasari dengan grosse akta yang dibuat oleh Notaris sehingga keadilan didapat apabila grosse akta pengakuan hutang yang dibuat oleh Notaris tersebut dapat dilakukan eksekusi dan terhadap analisis putusan hakim dalam Putusan Nomor 227/PDT/2016/PT-MDN belum memberikan rasa keadilan bagi para pihak sebab hakim dalam pertimbangannya tidak mempertimbangkan dan menganalisis lebih jauh tentang aspek-aspek hukum pembentukan akta pengakuan hutang dan penyerahan jaminan serta unsur-unsur dalam terjadinya peralihan hak milik dengan cara jual beli sehingga dengan membenarkan dalil gugatan tergugat dalam putusan Pengadilan Negeri maka sisi nilai-nilai keterbukaan dalam menganalisis dalil- dalil hukum para penggugat dan tergugat tidak tercermin rasa keadilan hukum dalam putusan tersebut.

Kata Kunci : Akta Pengakuan Utang, Hak Milik, Peralihan Hak Atas Tanah

(6)

the seller and buyer have come before a Notary and signed the Trade Deed or the Notarial Deed of Trade Binding as an evidence of the ownership transfer which is then made as the ground to make a Trade Deed. What is studied is that the land title transfer started from a legal action of a loan between individuals with an agreement written in a Deed of Acknowledgement of Debt and Collateral handover; the, the deed was made the ground by the creditor to administer the Trade Deed when the debtor defaulted. Based on this case, the research problems are can the collateral object grounded on the Deed of Acknowledgement of Debt and Collateral Handover be executed or not, the justice for all partied in the execution of the loan collateral i.e. a piece of land grounded on the Deed of Acknowledgment of Debt and Collateral Handover, and the analysis of the Court Ruling No. 227/PDT/2016/PT-MDN observed from its legal justice side.

This research uses normative juridical research method with descriptive analysis. The data consist of secondary data such as primary, secondary, and tertiary materials as the main data. They are processed, analyzed and interpreted logically and systematically by applying the deductive reasoning method.

The results of the research demonstrate that the transfer of land title grounded on the deed of acknowledgement and collateral handover is not allowed to happen because of two different substantial contexts; first, land title transfer has can take place by a trade in line with the Land Act.

Meanwhile, the deed of acknowledgement of debt and collateral handover can only be executed by meeting the requirements stipulated in the Verdict of the Supreme Court No. 1520 K/PDT/1984 dated May, 2, 1986. The justice for all parties in the execution of the collateral object by using the deed of acknowledgement of debt and collateral handover can be gained if the execution is grounded on grosse deed made by a Notary. If the grosse deed of acknowledgement of debt and collateral handover is made by a Notary, the collateral can be executed. The analysis of the Court Ruling No.

227/PDT/2016/PT-MDN demonstrates that the ruling has not provided justice to all parties because the judge did not consider and further analyze the legal aspects of the making of deed of acknowledge of debt and collateral handover as well as the elements of land title transfer made by a trade so that he justified the plaintiff’s claim in the Court Ruling. Therefore, the side of openness value in analyzing the legal grounds of the plaintiff and defendant which did not reflect justice in the ruling.

Keywords: Deed of Acknowledgment of Debt, Title, Land Title Transfer.

(7)

menyelesaikan tesis ini.

Tesis Yang Penulis Selesaikan Ini Berjudul “Analisis Hukum Peralihan Hak Milik Atas Tanah Dengan Dasar Akta Pengakuan Hutang Dan Penyerahan Jaminan (Studi Kasus Putusan 227/PDT/2016/PT-MDN)”.

Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Magister Kenotariatan (MKn) Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis berharap agar semua pihak dapat memberikan saran, pendapat dan kritikan yang sifatnya membangun demi menghasilkan sebuah karya ilmiah yang lebih baik lagi.

Tesis ini dapat terselesaikan tidak terlepas dari banyak pihak yang telah memberikan bantuan, dukungan, ataupun semangat kepada penulis. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. Dr. Runtung, SH.,,M.Hum, selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. Budiman Ginting, SH., M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Dr. T. Keizerina Devi A., S.H., C.N., M.Hum, selaku Ketua Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Dr. Edy Ikhsan, S.H., M.A, selaku Sekretaris Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

5. Prof. Dr. Saidin, SH, M.Hum, selaku Ketua Komisi Pembimbing.

6. Dr Suprayitno, SH, M.Kn, selaku Anggota Komisi Pembimbing.

7. Dr. Rudi Haposan, SH, M.Kn, selaku Anggota Komisi Pembimbing.

8. Prof. Dr. Hasim Purba, SH, M.Hum, selaku Dosen Penguji.

9. Dr. Dedi Harianto S.H., M.Hum, selaku Dosen Penguji.

10. Seluruh Dosen dan Pegawai Biro Administrasi pada Program Studi Magister

Kenotariatan Fakultas Hukum Universita Sumatera Utara.

(8)

satu.

13. Dan kepada seluruh pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan tesis ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Akhir kata, semoga penulisan tesis ini dapat bermanfaat bagi kita semua yang membaca.

Medan, 07 Februari 2019 Penulis,

Echo Sinana Law

(9)

Tempat/Tanggal Lahir : Tebing Tinggi/ 20 Oktober 1994 Alamat : Jl. Thambrin No.7 Tebing tinggi Jenis Kelamin : Laki- laki

II. PENDIDIKAN

Taman Kanak-kanak : F.Tandean Tebing Tinggi (1997-2000) Sekolah Dasar : F.Tandean Tebing Tinggi (2000-2006) Sekolah Menengah Pertama : F.Tandean Tebing Tinggi (2006-2009) Sekolah Menengah Atas : Sutomo 1 Medan (2009-2012)

Pendidikan Strata-1 : Fakultas Sastra Sekolah Tinggi Bahasa Asing Persahabatan Internasional Asia (2012-2016)

Pendidikan Strata-1 : Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (2012-2016)

Pendidikan Strata-2 : Magister Kenotariatan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara (2016-2019)

(10)

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI ... vi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 7

E. Keaslian Penelitian ... 8

F. Kerangka Teori dan Konsepsi ... 10

G. Metode Penelitian... 19

BAB II PERALIHAN HAK ATAS TANAH HAK MILIK DENGAN DASAR AKTA PENGAKUAN HUTANG DAN PENYERAHAN JAMINAN ... 26

A. Tinjauan Umum Mengenai Akta Pengakuan Hutang ... 26

1. Syarat Akta Pengakuan Hutang Sebagai Grosse Akta .... 26

2. Dasar Hukum Eksekusi Menggunakan Akta Pengakuan Hutang ... 29

B. Peraturan Pengikatan Jaminan Terhadap Suatu Jaminan Hak Atas Tanah ... 32

1. Dasar Hukum Yang Mengatur Tentang Jaminan ... 32

2. Jaminan Berupa Benda Tidak Bergerak... 34

3. Pengikatan Jaminan Hak Atas Tanah Oleh Notaris ... 40

C. Tinjauan Umum Tentang Peralihan Hak Milik ... 46

1. Hak Milik Menurut Ketentuan Hukum Yang Berlaku .... 46

2. Peralihan Hak Milik Menurut Ketentuan Undang- undang yang Berlaku ... 49

D. Keabsahan Peralihan Hak Atas Tanah Hak Milik Dengan

Dasar Akta Pengakuan Hutang Dan Penyerahan Jaminan ... 54

(11)

A. Tinjauan Umum Tentang Pinjam Meminjam ... 57

1. Dasar Hukum Perjanjian Pinjam Meminjam ... 57

2. Pinjam Meminjam Dalam Praktik ... 60

B. Pelaksanaan Eksekusi Jaminan Kredit dengan Grosse Akta Notaris ... 63

1. Peran Notaris Dalam Pembuatan Akta Pengakuan Utang Sebagai Grosse Akta ... 63

2. Perbedaan Pelaksanaan Parate Eksekusi Dengan Eksekusi Grosse Akta Pengakuan Hutang ... 69

C. Keadilan Bagi Para Pihak Dalam Eksekusi Jaminan Berdasarkan Akta Yang Dibuat Oleh Notaris ... 73

BAB IV TINJAUAN TINJAUAN HUKUM DALAM PERKARA PUTUSAN PENGADILAN TINGGI NOMOR 227/PDT/2016/PT-MDN... 79

A. Tinjauan Umum Mengenai Keadilan Sebagai Tujuan Hukum ... 79

B. Kasus Dalam Gugatan Terhadap Notaris ... 81

1. Tentang Duduk Perkara ... 81

2. Pertimbangan Hukum Majelis Hakim Pengadilan ... 84

C. Analisis Putusan Hakim Berdasarkan Prinsip Keadilan Dalam Putusan Nomor 227/PDT/2016/PT-MDN ... 88

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 102

A. Kesimpulan ... 102

B. Saran ... 104

DAFTAR PUSTAKA ... 106

LAMPIRAN

(12)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tanah merupakan sumber kekayaan alam yang penting bagi manusia.

Dalam praktiknya penguasaan hak atas tanah dapat diperoleh melalui peralihan hak atau dialihkan. Dewasa ini banyak orang terhadap tanah yang dimilikinya bukan dialihkan melainkan dijadikan sebagai jaminan atas utang dalam meminjam uang sehingga dengan demikian tanah merupakan salah satu aset yang penting untuk dimiliki. Tanah yang dijadikan jaminan atas utang pada dasarnya telah diatur dalam ketentuan undang-undang yang mengaturnya yakni diatur dalam ketentuan Undang-Undang Hak Tanggungan Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan yakni berupa hak tanggungan yang lahir serta dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional, artinya dalam hal ini Undang-Undang telah menjamin tentang pengikatan objek jaminan bila seseorang hendak meminjamkan uang kepada orang lain.

Penggunaan hak tanggungan ternyata praktiknya dilapangan ada yang

tidak dilaksanakan demikian, melainkan menggunakan Akta Pengakuan Hutang

dan Penyerahan Jaminan yang dibuat dihadapan Notaris. Dalam kajian

pembahasan ini akan menghubungkan antara peralihan hak atas tanah dengan

dasar klausula yang tercantum dalam akta pengakuan hutang dan penyerahan

jaminan.Berhubungan dengan tanah maka tidak terlepas dari topik tentang

pendaftaran tanah sebagai pembuktian mengenai hak kepemilikan akan suatu

bidang tanah perlu dilakukan, sehingga jelas siapa pihak yang mempunyai hak

(13)

penguasaan dan pemilikan akan bidang tanah tersebut. Hal ini sesuai dengan tujuan dan fungsi dilakukannya pendaftaran tanah sebagaimana diatur dalam Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah yaitu untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak-hak lain yang terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan.

Peraturan mengenai suatu peralihan hak perlu diperhatikan tentang syarat

syarat pembuatan akta peralihan hak tersebut, yakni dipenuhinya syarat-syarat

mengenai peralihan hak. Syarat dimaksud bisa mengenai objek jual beli ataupun

objek jual belinya. Namun seandainya syarat tersebut belum terpenuhi maka

penandatanganan akta jual beli belum bisa dilakukan di hadapan Pejabat Pembuat

Akta Tanah (PPAT) hingga terpenuhinya semua syarat kelengkapan. Sehingga

untuk mengatasi hal tersebut dan untuk tertib administrasi pertanahan, maka

dibuatlah suatu Perjanjian Pengikatan Jual Beli yang dibuat dihadapan Notaris,

dimana perjanjian tersebut dipergunakan sebagai salah satu cara untuk mengikat

keinginan para pihak dengan demikian dapat disimpulkan peralihan hak atas

tanah dengan cara jual beli dapat dilakukan dihadapan Pejabat Pembuat Akta

Tanah (PPAT) dengan pembuatan langsung Akta Jual Beli yang memang

merupakan kewenangan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) atau pembuatan

Perjanjian Pengikatan Jual Beli oleh Notaris terlebih dahulu kemudian atas dasar

Perjanjian Pengikatan Jual Beli dibuatkan Akta Jual Belinya olehPejabat Pembuat

Akta Tanah Pejabat Pembuat Akta Tanah PPAT.

(14)

Latar belakang permasalahan yang akandikaji dalam penelitian ini adalah terdapat kontradiksi yang terjadi antara ketentuan peralihan hak atas tanah sesuai pedoman ketentuan undang-undang yang berlaku dengan peralihan hak atas tanah yang terjadi dalam praktiknya dilapangan. Dimana peralihan hak atas tanah terjadi bukan berdasarkan Akta Pengikatan Jual Beli yang dibuat oleh Notaris melainkan terjadi berdasarkan Akta Pengakuan Hutang Dan Penyerahan Jaminan.

Fakta dipersidangan dalam pertimbangan Hakim Pengadilan Tinggi dalam pokok perkara pada dasarnya menguatkan Putusan fakta di persidangan Pengadilan Negeri dimana diuraikan bahwa fakta hukum yang tidak dapat dipungkiri Pembanding dan telah dibenarkan serta ditandatangani oleh Pembanding di dalam Surat Pengakuan Hutang Dan Penyerahan Jaminan pada tanggal 29 Juli 2009 pada pasal 7 dikutip

“Sebidang tanah Hak Milik, terletak di Kelurahan Laucimba, Kecamatan Kabanjahe, Kabupaten Karo Provinsi Sumatera Utara, luas: 100M2 (seratus meter persegi), diuraikan dalam Surat Ukur tertanggal sembilan belas Januari dua ribu (19-01-2000) Nomor 3/laucimba/2000, milik atas nama : JT dan NB, yang haknya berdasarkan Sertifikat Hak Milik 803 yang dikeluarkan oleh Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Karo, dan atas kesepakatan kedua belah pihak tanah tersebut sedang dalam proses balik nama keatas nama pihak kedua yang mana pengurusannya melalui Saya, Notaris, Selaku Pejabat Pembuat Akta Tanah”.

Kronologis singkat dalam pokok perkara tersebut dijelaskan bila awalnya

antara pihak debitur perorangan dan pihak kreditur yang juga merupakan

perorangan memperjanjikan sejumlah pinjaman uang dan dibuatlah suatu akta

yang dinamakan “Akta Pengakuan Utang Dan Penyerahan Jaminan” dengan

jaminan sertifikat kepunyaan pihak debitur, dikemudian hari karena kelalaian dari

pihak debitur tidak mampu melunasi hutangnya tersebut maka oleh pihak

(15)

krediturkemudian menjual tanah bersertifikat hak milik tersebut kepada pihak ketiga tanpa diketahui oleh pemilik sertifikat dalam hal ini debitur. Dasarperalihan hak atas tanah dari debitur ke kreditur sebelum dialihkan kepada pihak ketiga yaitu dengan cara melakukan pengurusan balik nama keatas nama pihak kreditur bertalian dengan Akta Pengakuan Utang Dan Penyerahan Jaminan yang kemudian diteruskan dengan pembuatan Akta Jual Beli oleh PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah), dan kemudian kreditur menjual kepada pihak ke-3 (ketiga) tanpa sepengetahuan pihak debitur sebelumnya.

1

Debitur selaku pemilik sertifikat kemudian menggugat secara perdata kepada Notaris yang bersangkutan terkait dengan perbuatan Notaris dan kreditur membuat Akta Jual Beli nomor 640/2006 tanggal 15 Desember 2006 antara debitur selaku penjual dan tergugat II dalam hal ini kreditur selaku pembeli adalah merupakan perbuatan melawan hukum dan meminta pembatalan akta jual beli serta peralihan sertifikat hak atas tanah tersebut dengan cara jual beli tersebut cacat hukum karena debitur tidak pernah merasa mengalihkan sertifikat tersebut dengan cara jual beli kepada kreditur.

2

Fokus permasalahan yang akan dikaji pada penelitian ini adalah berhubungan dengan perbuatan hukum dalam penerbitan akta pengakuan hutang dan penyerahan jaminan. Penjelasan singkat mengenai Akta pengakuan hutang pada dasarnya akta pengakuan hutang yang dibuat secara Notarill dapat menjadi grosse akta sebab grosse akta dapat menjadi alat bukti yang sempurna, dan

1 Kronologi kasus dalam pokok perkara Putusan Pengadilan Tinggi Nomor 227/PDT/2016/PT-MDN.

2 Kronologi kasus dalam pokok perkara Putusan Pengadilan Tinggi Nomor 227/PDT/2016/PT-MDN.

(16)

grosseakta juga memiliki kekuatan eksekutorial.

3

Didalam Pasal 1 ayat (11) Undang-undang Jabatan Notaris juga mendefenisikan Grosse akta adalah salah satu salinan Akta untuk pengakuan utang dengan kepala Akta “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, yang mempunyai kekuatan eksekutorial.”Mengenai akta pengakuan utang akan dikaji lebih jauh dalam pembahasan bab selanjutnya, akan tetapi hal yang menjadi penekanan secara singkat dalam latar belakang ini adalah dalam praktiknya Akta pengakuan utang bukanlah akta pengakuan utang sebagaimana diatur dalam ketentuan undang- undang yang berlaku mengenai pembuatan akta pengakuan utang.

Hal yang dikehendaki hukum tertulis (law in book) sering berbeda dengan hukum yang nyata di masyarakat (law in action), karena biasanya hukum tertulis itu tergolong idealis sedangkan di sisi lain sikap masyarakat cenderung mencari yang menurut mereka benar, yang dapat dilaksanakan dengan cara yang mudah dan dianggap menguntungkan. Sehubungan dengan hal tersebut banyak ditemukan dalam praktik mengenai akta pengakuan utang yang tidak mengikuti ketentuan bentuk grosse akta.

4

Pada dasarnya bila merujuk kepada pelunasan utang dan pengikatan jaminan maka terhadap jaminan sertifikat hak atas tanah dapat mengacu pada ketentuan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996. Syarat terjadinya Hak Tanggungan harus memenuhi empat unsur yang sifatnya kumulatif yaitu:

5

a. Adanya perjanjian utang piutang sebagai perjanjian pokok.

3Victor M Situmorang dan Cormentyna Sitanggang, Grosse Akta dalam Pembuktian dan Eksekusi, (Jakarta: Rineka Cipta, 1998), hal. 3.

4Gatot Supratomo, Perjanjian Utang Piutang, (Jakarta: Kencana, 2014), hal. 56-57.

5Urip Santoso, Perolehan Hak Atas Tanah, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2015), hal.

60-61.

(17)

Perjanjian utang piutang antara pemegang hak atas tanah sebagai pemberi hak tanggungan atau debitur dengan pihak bank sebagai pemegang hak tanggungan atau kreditor , yang dapat dibuat dengan akta notariil atau akta dibawah tangan.

b. Adanya Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) sebagai perjanjian ikutan (perjanjian tambahan).

Penyerahan hak atas tanah sebagai jaminan utang dari debitur kepada kreditur, yang harus dibuktikan dengan Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) yang dibuat oleh Pejabat Akta Tanah (APHT) yang berwenang.

c. Adanya pendaftaran Akta Pemberian Hak Tanggungan.

d. Akta Pemberian Hak Tanggungan yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) didaftarkan ke Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota yang wilayah kerjanya meliputi letak tanah yang bersangkutan untuk dicatat dalam buku tanah dan diterbitkan Sertifikat Hak Tanggungan.

Memperhatikan kondisi akta Pengakuan Utang Dan Penyerahan Jaminan tersebut yang isinya juga ikut menyertakan proses balik nama maka berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut diatas yang menjadi alasan untuk memilih judul “Analisis Hukum PeralihanHak Milik Atas Tanah Dengan Dasar Akta Pengakuan Hutang Dan Penyerahan Jaminan (Studi Kasus Putusan 227/PDT/2016/PT-MDN)”

B. Perumusan Masalah

1. Apakah eksekusi objek jaminan hak atas tanah dapat beralih kepemilikannya kepada kreditur berdasarkan akta pengakuan hutang dan penyerahan jaminan?

2. Bagaimanapelaksanaan eksekusi jaminan kredit atas tanah berdasarkan akta pengakuan hutang dan penyerahan jaminan melalui pengadilan dapat menimbulkan keadilan para pihak?

3. Bagaimana analisis putusan Nomor 227/PDT/2016/PT-MDN ditinjau dari

sisikeadilan hukum?

(18)

C. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penelitian dalam penulisan tesis ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk memahamidan menganalisisapakaheksekusi objek jaminan hak atas tanah dapat beralih kepemilikannya kepada kreditur berdasarkan akta pengakuan hutang dan penyerahan jaminan.

2. Untuk memahami dan menganalisis bagaimana keadilan bagi para pihak dalam pelaksanaan eksekusi jaminan kredit atas tanah berdasarkan akta pengakuan hutang dan penyerahan jaminan

3. Untuk memahami dan menganalisis bagaimana penerapan sisi asas keadilan hukum bagi para pihak dalam putusan Nomor 227/PDT/2016/PT-MDN D. Manfaat Penelitian

Adapun Manfaat yang didapat dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut

1. Manfaat Teoretis

Secara teoretis hasil penelitan ini diharapkan dapat member manfaat bagi perkembangan ilmu hokum khususnya didalam bidang keperdataan khususnya dalam kaitannya dengan peralihan hak atas tanah dan pengikatan jaminan dan kenotariatan khususnya penerapan Undang-Undang Jabatan Notaris khususnya tentang pembuatan akta autentik berupa akta utang piutang dan penyerahan jaminan.

2. Secara Praktis

Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat member masukan, saran

ataupun informasi yang berguna bagi masyarakat khususnya berkaitan dengan

(19)

praktik terjadinya hubungan pinjam meminjam uang dengan dasar membuat akta pengakuan hutang dan jaminan tersebut adalah berupa hak milik atas tanah bersertifikat untuk dapat memahami dan mengertimengenai upaya dan solusi bila mana terjadi perbuatan hukum yang serupa berkaitan dengan kesepakatan para pihak tersebut dan bagi Notaris yang hendak membuatkan akta pengakuan utang dan jaminan dapat menjadi pedoman/acuan dalam membuat pengikatan para pihak dengan dapat melihat resiko dan solusi/langkah-langkah yang seharusnya dapat diambil apabila mendapatkan kasus yang serupa.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan informasi dan penelusuran pada kepustakaan, khususnya di lingkungan Perpustakaan Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, telah ditemukan beberapa judul tesis dan skripsi yang berkaitan dengan kenotariatan , antara lain yaitu :

1. Parulian Henokh Sitompul, NIM 127011048, Program Studi Magister Kenotariatan, 2015, Judul Tesis Pertanggungjawaban Notaris Dalam Melaksanakan Tugasnya Sebagai Pejabat Publik Terhadap Akta Yang Diterbitkan Menimbulkan Perkara Pidana (Studi Putusan Mahkamah Agung No. 1014 K/PID2013)

Perumusan masalah :

a) Bagaimana tanggung jawab notaris dalam pelaksaan tugas pembuatan akta

yang menimbulkan perkara pidana berkaitan dengan Putusan Mahkamah

Agung Nomor 1014 K/PID/2013?

(20)

b) Bagaimana Akibat Hukum terhadap penerbitan akta Notaris yang menimbulkan perkara pidana berkaitan dengan Putusan Mahkamah Agung Nomor 1014 K/PID/2013?

c) Apa sajakah hal-hal yang membuat seorang Notaris terlibat tindak pidana khususnya dalam hal pemalsuan akta Notaris berkaitan dengan Putusan Mahkamah Agung Nomor 1014 K/PID/2013?

2. Irda Pratiwi, NIM 087011053, Program Studi Magister Kenotariatan,2011, Judul Tesis Analisis Tinjauan Yuridis Terhadap Tindak Pidana Pemalsuan Surat Kuasa Yang Dibuat Notaris (Study Kasus Putusan MA No 303 K/PID/2004)

Perumusan masalah :

a) Bagaimana akibathukum yang ditimbulkan oleh Notaris terhadap akta surat kuasa yang mengandung unsur tindak pidana?

b) Faktor-faktor apakah penyebab terjadinya tindak pidana pemalsuan surat kuasa yang dibuat Notaris dalam Putusan MA N0 303 K/Pid/2004?

c) Bagaimana upaya penegakan hukum terhadap tindak pidana pemalsuan surat kuasa yang dilakukan oleh Notaris?

3. Maria Magdalena Barus, NIM 087011069, Program Studi Magister Kenotariatan, Judul Tesis Pelanggaran Hukum Pidana Yang Dilakukan Oleh Notaris Dalam Membuat Akta Otentik

Perumusan masalah :

a) Bagaimana bentuk pelanggaran hukum pidana yang dilakukan oleh Notaris

dalam membuat akta otentik?

(21)

b) Faktor-faktor apakah yang menyebabkan timbulnya pelanggaran yang dilakukan Notaris dalam membuat akta otentik yang menimbulkan tindak pidana?

c) Bagaimana upaya hokum dalam mengatasi perbuatan Notaris yang menimbulkan tindak pidana dalam membuat akta otentik?

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Kerangka teori merupakan landasan dari teori atau dukungan teori dalam membangun atau memperkuat kebenaran dari permasalahan yang dianalisis.

Kerangka teori dimaksud adalah kerangka pemikiran atau butir butir pendapat, teori, tesis, sebagai pegangan baik disetujui atau tidak disetujui.

6

Bagi suatu penelitian, teori dan kerangka teori mempunyai kegunaan. Kegunaan tersebut paling sedikt mencakup hal hal sebagai berikut:

7

a. Teori tersebut berguna untuk lebih mempertajam fakta;

b. Teori sangat berguna di dalam klasifikasi fakta;

c. Teori merupakan ikhtiar dari hal-hal yang diuji kebenaranya.

Menjawab permasalahan diperlukan landasan teoritis yang relevan dengan permasalahan yang dibahas, kerangka teori yang digunakan sebagai pisau analisis dalam penulisan ini adalah menggunakan Teori Positivisme Hukum, Perlindungan Hukum dan Keadilan.

Paham Positivisme hukum adalah hukum itu adalah undang-undang, yang dibuat oleh penguasa yang berdaulat dalam hal ini negara, artinya diluar undang-

6M.Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, (Bandung : Mandar Maju, 1994), hal. 80.

7Soerjono Soekanto,Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, 1981), hal. 121.

(22)

undang bukan hukum.

8

Menurut positivisme hukum, satu-satunya hukum yang dapat diketahui dan dianalisis adalah hukum positif, baik yang berbentuk statuta atau kebiasaan yang diterima umum, maupun yang diberlakukan saat ini atau sudah ditetapkan pada masa sebelumnya, yang hanya diakui jika ditetapkan oleh seseorang atau beberapa orang dengan maksud untuk mencapai suatu tata sosial khusus.

Menurut Thomas Aquinas, Positivisme hukum adalah aliran pemikiran dalam yurisprudensi yang membahas konsep hukum secara eksklusif dan berakar pada peraturan perundangan yang berlaku saat ini. Positivisme hukum dapat juga dirumuskan sebagai sebuah teori yang menyatakan bahwa hukum hanya akan valid jika berbentuk norma-norma yang dapat dipaksakan berlakunya dan ditetapkan oleh sebuah instrumen didalam sebuah negara.

9

Ditambah lagi menurut teori hukum positivisme mengatakan bahwa didalam dunia hukum berlangsung hubungan sebab akibat. Hukuman yang diberikan kepada seseorang adalah sebuah akibat dari adanya peraturan perundang-undangan atau dalam hukum pidana dikenal dengan asas nulla poena sine praevina lege, dan dalam hukum positifisme, hukum dianggap ada hanya apabila ditulis dan hukum yang tidak dituliskan bukanlah hukum. Sehingga dalam positivisme hukum mengedepankan pendapat bahwa hukum diidentikkan semata-mata dengan undang-undang.

10

8Widiada Gunakaya, Hukum Hak Asasi Manusia, (Yogyakarta: Andi, 2017), hal. 19.

9M Sastrapratedja, Etika Dan Hukum :Relevansi Teori Hukum Kodrat Th.Aquinas, (Yogyakarta: Kanisius, 2002), hal. 183-186.

10Yakub Adi Krisanto, Penelitian Hukum :Tolak Tarik Antara Positifisme Hukum dan Empirisme Hukum, Jurnal ilmu Hukum Refleksi Hukum Edisi April 2008, Fakultas Hukum UKSW hal. 69.

(23)

Relevansi positivisme hukum dengan pembahasan maka dalam hal ini kedudukan perjanjian utang piutang maka akan sangat berkaitan dengan jaminan karena setiap kreditur membutuhkan rasa aman atas dana yang dipinjamkannya.

Kepastian akan pengembalian dana tersebut ditandai dengan adanya jaminan.

Jaminan yang idela memenuhi kriteria sebagai berikut:

11

1. Yang dapat secara mudah membantu perolehan pinjaman oleh pihak yang memerlukannya.

2. Yang tidak melemahkan potensi (kekuatan) pencari pinjaman untuk melakukan (meneruskan) kegiatan usahanya.

3. Yang memberikan kepastian kepada pemberi pinjaman dalam arti bahwa barang jaminan setiap waktu tersedia untuk dieksekusi yaitu bila perlu dengan mudah dapat diuangkan untuk melunasi utangnya.

Konsep perjanjian utang piutang diatas dan pemberian jaminan dalam prakteknya terhadap tanah yang bersertifikat wajib dibuktikan dan didaftarkan dengan Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) yang dibuat oleh Pejabat Akta Tanah (APHT) hingga keluar akta hak tanggungan yang oleh pemerintah menjamin hak dari kreditur bilamana debitur wanprestasi dan eksekusi tanah tersebut dapat segera dilaksanakan melalui Hak Tanggungan tersebut.Menurut Pasal 14 ayat (1) UUHT sebagai tanda bukti telah lahirnya Hak Tanggungan, pemegang Hak Tanggungan akan diberikan Sertipikat Hak Tanggungan yang diterbitkan oleh Kantor Pertanahan. Sertipikat Hak Tanggungan memuat irah-irah

"DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA".

11Mantayborbir, Hukum Perbankan dan Sistem hukum Piutang dan Lelang Negara, (Medan: Pustaka Bangsa Press, 2006), hal. 38.

(24)

Dengan demikian, Sertipikat Hak Tanggungan mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dan berlaku sebagai pengganti grosse akta sepanjang mengenai hak atas tanah.

Konsep lain bila mengacu kepada akta pengakuan utang adalah bentuk akta tersebut sebagaimana telah diuraikan secara singkat pada latar belakang, suatu akta pengakuan utang dapat dibuat dalam bentuk grosse akta yang juga memiliki kekuatan eksekutorial sebagaimana halnya dengan konsep pengikatan jaminan dengan menggunakan hak tanggungan, grosse akta tersebut pada dasarnya dapat dibuat oleh Notaris sebagaimana diatur didalam ketentuan Pasal 1 ayat (11) Undang-undang Jabatan Notaris dan dalam ketentuan Pasal 224 HIR/Pasal 258 R.Bg diatur bahwa surat pengakuan utang dibuat dihadapan Notaris menunjukkan surat tersebut harus dibuat secara autentik. Oleh sebab itu konsep suatu akta pengakuan utang pada dasarnya juga harus sesuai dengan ketentuan pembuatan akta pengakuan utang sehingga dapat memiliki kekuatan hukum yang eksekutorial yang sama dengan pemasangan jaminan dengan hak tanggungan.

Sementara itu apabila menelusuri pada kasusyang didalam akta pengakuan

utang dan penyerahan jaminan yang dibuat oleh Notaris tersebut yang ditegaskan

dalam pasal 7 “jika tanah tersebut sedang dalam proses balik nama keatas nama

pihak kedua yang manapengurusnya melalui Saya, Notaris, Selaku Pejabat

Pembuat Akta Tanah.’’Tentunya dalam hal ini menimbulkan tanda tanya tentang

maksud dari suatu akta pengakuan utang dan penyerahan jaminan

(25)

didalamklausulanya yang menerangkan “telah terjadi proses balik nama”, sementara disatu disisi judul akta secara tegas menjelaskan tentang Akta Pengakuan Utang dan Penyerahan Jaminan yang artinya secara etimologi bahasa sederhana dapat diartikan bila seseorang mengakui telah berutang pada seseorang dan menyerahkan jaminannya untuk melunasi utang tersebut, akan tetapi dengan adanya pasal 7 yang menerangkan “telah terjadi proses balik nama” tentunya bertolak berlakang dengan Judul Akta Pengakuan Utang tersebut. Dalam hal ini menyikapi masalah ini akan dikaji lebih lanjut pada penelitian selanjutnya tentang proses pembuatan akta pengakuan utang dan penyerahan jaminan.

Sementara itu dari sisi peralihan dilaksanakan dengan jual beli maka dalam hal ini tentu tidak dapat digabungkan dalam konteks Akta Pengakuan Utang dan Penyerahan Jaminan. Oleh sebab itu konteks penerapan hukum positifisme akan menjadi titik tolak dalam praktiknya dilapangan tentang bagaimana kedudukan seorang Notaris dalam menjalankan tugas dan jabatannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan sebagaimana tentang suatu produk hukum diterapkan dalam suatu situasi dan dalam kasus seperti ini seorang Notaris dapat menerapakan hukum positifisme yang seharusnya mengacu pada penerapan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan.

Sedangkan Teori Perlindungan Hukum Menurut Satjipto Rahardjo,

perlindungan hukum adalah adanya upaya melindungi kepentingan seseorang

dengan cara mengalokasikan suatu kekuasaan kepadanya untuk bertindak dalam

(26)

rangka kepentingannya tersebut.

12

Perlindungan hukum dapat diartikan perlindungan oleh hukum dan perlindungan tersebut terwujud dengan menggunakan pranata dan sarana hukum. Ada beberapa cara perlindungan secara hukum, antara lain sebagai berikut :

13

a. Membuat peraturan (by giving regulation), yang bertujuan untuk 1) Memberikan hak dan kewajiban;

2) Menjamin hak hak para subjek hukum

b. Menegakkan peraturan (by the law enforcement) melalui :

1) Hukum administrasi Negara yang berfungsi untuk mencegah (preventif) terjadinya pelanggaran hak-hak konsumen, dengan perijinan dan pengawasan.

2) Hukum pidana yang berfungsi untuk menanggulangi (repressive) setiap pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan, dengan cara mengenakan sanksi hukum berupa sanksi pidana dan hukuman;

3) Hukum perdata yang berfungsi untuk memulihkan hak (curative, recovery), dengan membayar kompensasi atau ganti kerugian.

Relevansinya disini terkait dengan konsep perlindungan hukum pihak yang dirugikan oleh kreditur dalam hal ini dapat dilihat dari sisi pelaksanaan eksekusi pasca debitur wanprestasi. Dalam praktiknya pelaksanaan eksekusi melalui lelangkreditur dapat dimintai pertanggungjawaban dan debitur dalam hal ini dapat mengajukan gugatan hukum kepada kreditur apabila ternyata dirugikan oleh kreditur

Sementara itu memandang konsep keadilan maka menurutGustav Radbruch dalam idee des recht hukum harus memenuhi 3 (tiga) asas yaitu

“Ajaran Cita Hukum (Idee des Recht) menyebutkan adanya tiga unsur cita hukum

12Satjipto Rahardjo, Sisi-Sisi Lain Dari Hukum Di Indonesia, (Jakarta:Kompas, 2003), hal. 121.

13Wahyu Sasongko, Ketentuan ketentuan Pokok Hukum Perlindunggan Konsumen, (Bandara Lampung:UNILA, 2007), hal. 31.

(27)

yang harus ada secara proporsional, yaitu kepastian hukum (rechtssicherkeit), keadilan (gerechtigkeit) dan kemanfaatan (zweckmasigkeit)”.Hukum adalah segala yang berguna bagi rakyat, sebagai bagian dari cita hukum (idéedes recht), keadilan dan kepastian hukum membutuhkan pelengkap yaitu kemanfaatan.

14

Dalam beberapa kasus hukum tertentu ketegangan dapat terjadi ketika hakim menginginkan putusannya adil bagi para pihak penggugat maupun pihak tergugat, sehingga berakit sering merugikan kemanfaatan bagi masyarakat luas, demikian pula sebaliknya bilamana hakim di dalam putusannya mendahulukan kemanfaatan bagi masyarakat luas, maka perasaan keadilan bagi orang tertentu terpaksa dikorbankan. Setiap putusan yang telah dijatuhkan oleh hakim seyogianya mengandung 3 (tiga) komponen dari tujuan hukum dan putusan hakim yang ideal memuat 3 (tiga) asas hukum sebagaimana yang dikatakan Gustav Radbruch diatas.

15

Minimal terdapat satu tujuan yang harus menjadi prioritas dari setiap pengaturan hukum. Gustav Radbruch, termasuk orang yang menganut asas prioritas, skala tersebut adalah pertama-tama kita wajib memprioritaskan keadilan, barulah kemanfaatan dan terakhir kepastian hukum. Idealnya memang selalu diusahakan agar setiap aturan hukum dan setiap penerapan aturan hukum senantiasas dapat berhasil mencapai perwujudan keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum, tetapi jika tidak mungkin maka skala prioritaslah yang harus diberlakukan.

16

14Fence M Wantu, Antinomi Dalam Penegakan Hukum Oleh Hakim, Jurnal Berkala Mimbar Hukum, Vol. 19, (Yogyakarta: Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, 2007), hal.

395.

15Sunarto, Peran Aktif Hakim Dalam Perkara Perdata, (Jakarta:Kencana, 2014), hal. 77.

16Ibid., hal. 77-78.

(28)

Hukum bisa ditegakkan dan keadilan bisa dirasakan apabila proses pemeriksaan di dalam persidangan oleh hakim dilakukan dengan penuh kecermatan dan ketelitian sehingga diharapkan dapat menghasilkan suatu putusan yang dapat dipertanggungjawabkan kepada hukum, masyarakat dan kepada Tuhan.

17

2. Konsepsi

Konsepsi adalah suatu bagian penting dari teori. Peranan konsepsi dalam penelitian ini untuk menghubungkan teori dan observasi antara abstraksi dan kenyataan.Konsep diartikan sebagai kata yang menyatu abtraksi yang di generalisasikan dari hal hal yang khusus yang disebut dengan defenisi operasional.

18

Kerangka konsepsi merupakan gambaran bagaimana hubungan antara konsep-konsep yang akan diteliti. Salah satu cara untuk menjelaskan konsep- konsep tersebutadalah dengan membuat definisi. Definisi merupakan suatu pengertian yang relatif lengkap tentang suatu istilah dan definisi bertitik tolak pada referensi. Berikut ini diuraikan beberapa konsep/definisi/pengertian yang dijumpai dalam tesis ini yaitu:

a. Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan memiliki kewenangan lainya sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang ini atau berdasarkan undang-undang lain.

19

17Ibid., hal. 79.

18Sumadi Surya Brata, Metodologi Penelitian , (Jakarta: Raja Grafindo Persada,1998), hal. 3.

19Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentan Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris.

(29)

b. Akta Notaris adalah akta autentik yang dibuat oleh atau di hadapan Notaris menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini.

20

c. Akta Pengakuan utang adalah merupakan perjanjian sepihak, didalamnya

hanya memuat suatu kewajiban untuk membayar uang sejumlah uang tertentu. Akta pengakuan utang yang dibuat dihadapan Notaris sesuai Pasal 224 HIR/258 RBG mempunyai kekuatan hukum yang sama seperti keputuan hakim yang tetap yang berarti akta pengakuan utang mempunyai kekuatan eksekutorial.

21

d. Hak Milik adalah hak turun temurun, terkuat dan terpenuh sebagaimana yang diatur dalam Pasal 16 Undang-Undang No 5 Tahun 1960 tentang Undang Undang Pokok Agraria.

e. Minuta akta adalah akta yang dibuat, dibaca oleh Notaris dan ditandatangani oleh para penghadap, saksi-saksi dan Notaris.

22

f. Gugatan perdata adalah upaya yang dilakukan oleh perorangan atau badan hukum yang bertujuan untuk memperoleh perlindungan hukum melalui pengadilan yang bentuk tuntutan hak yang mengandung sengketa.

23

g. Perbuatan turut serta adalah kerja sama yang erat antara mereka yang terlibah dalam melaksanakan suatu tindak pidana.

24

20Pasal 1 ayat (7) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentan Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris.

21YLBHI dan PSHK, Panduan Bantuan Hukum di Indonesia: Pedoman Anda Memahami dan Menyelesaikan Masalah Hukum. (Jakarta : YLBHI, 2007), hal. 139

22H.R. Daeng Naja, Teknik Pembuatan Akta, (Yogyakarta:Pustaka Yustisia, 2012), hal.

133

23YLBHI dan PSHK, Op.Cit., hal. 375.

24Alfitra, Modus Operandi Pidana Khusus Di Luar KUHP, (Jakarta: Raih Asa Sukses), hal. 123.

(30)

h. Peralihan hak adalah perubahan yang mengakibatkan berpindahnya hak kepada pihak lain, baik dengan pamrih maupun tidak, perpindahan hak ini disebabkan oleh beralih atau dialihkan. Dengan kata lain beralih dimaksudkan adalah suatu peristiwa tidak sengaja yang menyebabkan peralihan hak.

25

i. Penyerahan jaminan adalah penyerahan harta yang dijadikan pemiliknya

sebagai jaminan utang yang nantinya dapat dijadikan sebagai pembayar hak piutang tersebut, baik seluruhnya maupun sebagiannya. Penyerahan jaminan tersebut tidak harus bersifat aktual (wujud), namun terlebih penting penyerahan itu bersifat legal, misalnya penyerahan sertifikat atau surat bukti kepemilikan yang sah suatu harta jaminan.

26

G. Metode Penelitian

Pada penelitian hokum ini menjadikan ilmu hokum sebagai landasan ilmu pengetahuan induknya. Menurut Soejono Soekanto, yang dimaksud dengan penelitian hokum adalah “kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau segala hokum tertentu dengan jalan menganalisanya.”

27

Metode (Inggeris : method, Latin : Methodus, Yunani : methodos-meta berarti sesudah, di atas, sedangkan hodos, berarti suatu jalan, suatu cara).

28

Metode merupakan suatu cara atau jalan sehubungan dengan upaya ilmiah maka metode menyangkut masalah

25Munir Fuady, Hukum Bisnis dalam teori dan Praktek, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2017) hal. 134.

26Abd Shomad, Hukum Islam: Penormaan Prinsip Syariat dalam Hukum Indonesia, (Jakarta: Kencana Prenada Media Gruop, 2010), hal. 191.

27SoerjonoSoekanto,Op.Cit., hal. 43.

28Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, cet IV, (Jawa Timur: BayuMedia Publishing, 2008), hal. 25.

(31)

cara kerja yaitu cara kerja untuk dapat memahami objek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan.

29

Jadi metode penelitian yaitu cara-cara ilmiah atau alat tertentu yang digunakan untuk mengujisuatu kebenaran untuk memecahkan permasalahan yang ada dan turut menentukan hasil yangakan diperoleh.Supaya mendapat hasil yang lebih maksimal maka peneliti melakukan penelitian hokum dengan menggunakan metode-metode sebagai berikut:

1. Jenis Penelitian

Jenis Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode yuridis normatif. Metode penelitian hukum normatif atau metode penelitian hukum kepustakaan adalah “metode atau cara yang dipergunakan di dalam penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka yang ada.”

30

Tahapan pertama penelitian hukum normatif adalah penelitian yang ditujukan untuk mendapatkan hukum obyektif (norma hukum), yaitu dengan mengadakan penelitian terhadap masalah hukum. Tahapan kedua penelitian hukum normatif adalah penelitian yang ditujukan untuk mendapatkan hukum subjektif (hak dan kewajiban).

31

Masalah hukum yang berkaitan dengan tesis ini berhubungan dengan akta pengakuan hutang yang berindikasi pada perbuatan peralihan dengan cara jual beli dan indikasi pemalsuan tandatangan sehingga menyebabkan beralihnya peralihan hak milik antara pemilik yang sah kepada pihak lain sehingga hak dan kewajiban yang seyogianya ada dalam klausula yang

29Husin Sayuti, Pengantar Metodologi Riset, (Jakarta: CV. Fajar Agung, 1989), hal. 32.

30Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Cetakan ke – 11, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2009), hal. 13-14.

31Hardijan Rusli, Jurnal: “Metode Penelitian Hukum Normatif: Bagaimana?”, Law Review Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Volume V No. 3 Tahun 2006, hal. 50.

(32)

diatur dalam akta pengakuan hutang dan penyerahan jaminan tidak berjalan dengan sebagaimana mestinya hingga sampai pada gugatan perdata di Pengadilan.

Penelitian hokum normative atau kepustakaan tersebut mencakup penelitian terhadap perbuatan hokum Notaris yang dilakukan menurut kewenangan dalam membuat akta pengakuan hutang dan peralihan hak milik atas tanah para pihak.

2. Sifat Penelitian

Sifat penelitian yang digunakan dalam penulisan tesis ini yaitu bersifat deskiptif analitis. Deskriptif maksudnya untuk mengetahui gambaran secara menyeluruh dan sistematis mengenai peraturan yang dipergunakan yang berkaitan dengan masalah yang dikaji. Analitis adalah mengungkapkan karakteristik objek dengan cara mengurai dan menafsirkan fakta fakta tentang pokok persoalan yang diteliti. Jadi penelitian ini mengungkapkan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan objek penelitian,

32

yang berkaitan dengan perbuatan Notaris yang membuat akta pengakuan hutang dan penyerahan jaminan yang berlandaskan pada ketentuan perundang-undangan dan akibat hukum bagi Notaris serta tentang kedudukan suatu akta dalam suatu gugatan perdata .

3. Sumber Data

Pengumpulan data adalah bagian penting dalam suatu penelitian, karena dengan pengumpulan data akan diperoleh data yang diperlukan untuk selanjutnya dianalisis sesuai kehendak yang diterapkan. Dalam penelitian ini menggunakan metode pengumpulan data kepustakaan.

33

Penelitian kepustakaan dilakukan dengan cara menghimpun data dengan melakukan penelaahan bahan kepustakaan

32Zainuddin Ali, Metode Penelitian hukum, (Jakarta : Sinar Grafika,2009), hal. 105.

33Bambang Sunggono, MetodologiPenelitianhukum,SuatuPengantar, (Jakarta:PT Raja GrafindoPersada, 2003), hal. 10.

(33)

atau data sekunder yang meliputi bahan hukum primer, bahan hukumsekunder dan bahan hokum tertier.

34

Data Sekunder diperoleh melalui studi pustaka atau literatur, data sekunder tersebut meliputi:

a. Bahan Hukum Primer, yang merupakan bahan hukum yang mengikat berupa peraturan perundang-undangan antara lain dari:

1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

2) Undang-UndangNomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang JabatanNotaris

3) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan 4) Peraturan Menteri KeuanganNomor 27 Tahun 2016 Tentang Petunjuk

Pelaksanaan Lelang b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hokum sekunder, merupakan bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer sebagaimana yang terdapat dalam kumpulan pustaka yang bersifat sebagai penunjang dari bahan hukum primer, yang terdiri dari :

1) Buku-buku;

2) Jurnal-jurnal;

3) Majalah-majalah;

4) Artikel-artikel media;

5) Dan berbagai tulisan lainnya.

c. Bahan Hukum Tersier atau bahan non hukum, yaitu berupa kamus,ensiklopedia dan lain lain.

35

34SoejonoSoekanto dan Sri Manudji,Penelitian Hukum NormatifSuatuTingkatanSingkat, (Jakarta: Raja Grafindo Indonesia, 1995), hal. 38.

(34)

4. Teknik dan Alat Pengumpulan Data

Di dalam penelitian, pada umumnya dikenal 2 (dua) teknik pengumpulan data yaitu teknik pengumpulan data primer dan data sekunder. Teknik pengumpulan data tersebut dapat dipakai secara bersamaan ataupun sendiri- sendiri.

36

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam peneltian tesis ini lebih diutamakan pada teknik pengumpulan data sekunder. Untuk memperoleh data sekunder pada peneliti tesis ini akan menggunakan teknik pengumpulan data berupa studi dokumen/ kepustakaan atau penelitian kepustakaan (library research) danpenelitianlapangan (field research).

Penelitian kepustakaan dilakukan untuk mengumpulkan data sekunder melalui pengkajian terhadap peraturan perundang-undangan, literature literatur, tulisan tulisan para pakar hukum, bahan kuliah yang berkaitan dengan penelitian ini.

37

Sedangkan penelitian lapangan menurut Moh Nazir dalam bukunya berjudul Metode Penelitian adalah :“Penelitian lapangan yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara mendatangi langsung tempat yang menjadi objek penelitian.”

38

Berdasarkan metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini, maka alat pengumpulan data yang digunakan adalah sebagai berikut:

1. Studi dokumen-dokumen berkaitan dengan pembuatan akta pengakuan utang dan jaminan yang sesuai dengan Undang-undang Jabatan Notaris dan ketentuan yang diatur dalam KUH Perdata dan Undang-Undang tentang jaminan

35Mukti Fajar ND dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, (Jakarta:Pustaka Pelajar, 2010), hal. 156-159.

36Soerjono Soekanto,Op.Cit., hal. 21.

37Riduan,Metode & Teknik Menyusun Tesis, (Bandung : Bina Cipta, 2004), hal. 97.

38Mohammad Nazir, Metode Penelitian, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2005), hal. 65.

(35)

2. Pedoman wawancara dengan menggunakan pedoman wawancara (interview guide). Wawancara dilakukan terhadap informan dengan menggunakan pedoman wawancara bebas dan mendalam (depth interview). Informan yang akan diwawancarai dalam penelitian ini adalah beberapa Notaris yang berada di Kota Medan dan sekitarnya.

5. Analisa Data

Analisa data merupakan proses mengorganisasikan dan mengurai data kedalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesa kerja seperti yang disarankan data.

39

Analisa data yang digunakan dalam penelitian tesis ini adalah analisa data kualitatif. Penelitian dengan pendekatan kualitatif adalah penelitian yang tidak mengadakan perhitungan

40

. Contoh penelitian yang menggunakan pendekatan kualitatif adalah pengamatan dan studi kasus.

41

Studi kasus merupakansuatu gambaran hasil penelitian yang mendalam dan lengkap sehingga dalam informasi yang disampaikannya tampak hidup sebagaimana adanya, bersifat grounded atau berpijak sesuai kenyataan yang ada sesuai dengan kejadian yang sebenarnya. Penelitian dengan studi kasus menyajiikan informasi yang terfokus dan berisikan pernyataan-pernyataan yang terfokus dan disajikan dengan bahasa biasa bukan dengan bahasa teknis.

42

Kemudian dilakukan dengan penarikan kesimpulan deduktif. Penarikan

39 Lexi J Maleonf, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung:Remaja Rosda karya,1993), hal . 103.

40Soejono dan H. Abdurrahman, Metode Penelitian : Suatu Pemikiran dan Penerapan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2005), hal. 26.

41Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1996), hal.

20-22.

42Ibid.

(36)

kesimpulan deduktif merupakan prosedur yang berpangkal pada suatu peristiwa umum atau teori menuju pada hal hal yang khusus atau kenyataan

43

, yang kebenarannya telah diketahui atau diyakini dengan diawali dan berakhir pada suatu kesimpulan atau pengetahuan baru yang bersifat sehingga diharapkan akan memberikan solusi atas pemasalahan dalam penelitian ini.

43Pupu Saeful Rahmat,” Jurnal Penelitian Kualitatif”, Equilibrium vol.5 no.9 diakese dari http://yusuf.staff.ub.ac.id/files/2012/11/Jurnal-Penelitian-Kualitatif.pdf pada tanggal 17 Juli 2017.

(37)

BAB II

PERALIHAN HAK ATAS TANAH HAK MILIK DENGAN DASAR AKTA PENGAKUAN HUTANG DAN PENYERAHAN JAMINAN

A. Tinjauan Umum Mengenai Akta Pengakuan Hutang

Pada dasarnya akta pengakuan hutang yang dibuat oleh Notaris merupakan akta pengakuan hutang yang dibuat dengan berpedoman kepada ketentuan undang-undang yang mengatur tentang pembuatan dan ketentuan tentang sifat dari akta pengakuan hutang tersebut. Akan tetapi dalam praktiknya dilapangan sering sekali atau masih terdapat akta pengakuan hutang dibuat bukan tidak berdasarkan ketentuan akta pengkuan hutang sebagaimana yang diatur dalam ketentuan undang-undang yang berlaku. Berikut akan dibahas lebih jauh mengenai akta pengakuan hutang.

1. Syarat Suatu Akta Pengakuan Hutang Sebagai Grosse Akta

Tentang grosse akta melalui Mahkamah Agung yang pada dasarnya memberikan pengertian grosse akta pengakuan utang sebagai surat yang ditujukan kepada Saudara Soetarno Soedja tanggal 16 April 1985 No 213/229/05/II/Um- Tu/Pdt. Menyebutkan pengertian Akta Grosse seperti yang dimaksud Pasal 224 RID (Reglemen Indonesia Diperbaharui atau HIRI) ialah suatu akta autentik yang berisi suatu pengakuan hutang dengan perumusan semata-mata suatu kewajiban untuk membayar/melunaskan sejumlah uang tertentu. Hal ini berarti bahwa suatu akta grosse tidak dapat ditambahkan persyaratan persyaratan lain, terlebih lagi persyaratan tersebut berbentuk perjanjian.

44

44Gatot Supramono, Op.Cit., hal. 45.

(38)

Isi lengkap Pasal 224 HIR adalah “Surat asli dari pada surat hipotik dan surat utang, yang dibuat di hadapan notaris di Indonesia dan yang memakai perkataan: "atas nama keadilan" di kepalanya, kekuatannya sama dengan surat putusan hakim. Dalam hal menjalankan surat yang demikian, jika tidak dipenuhi dengan jalan damai, maka dapat diperlakukan peraturan pada bagian ini, akan tetapi dengan pengertian, bahwa paksa badan hanya boleh dilakukan sesudah diizinkan oleh putusan Hakim. Jika hal menjalankan putusan itu harus dijalankan sama sekali atau sebagian di luar daerah hukum pengadilan negeri, yang ketuanya memerintahkan menjalankan itu, maka peraturan-peraturan pada pasal 195 ayat kedua dan yang berikutnya dituruti.”

Dalam perkembangannya suatu akta pengakuan hutang berfungsi pada saat hendak mengeksekusi jaminan, eksekusi grosse pengakuan hutang semakin dibatasi, dan syarat-syaratnya semakin diperketat. Sungguhpun kebutuhan praktek menginginkan sebaliknya. Dalam Keputusannya No 1520 K/PDT/1984 tanggal 3 Mei 1986, Mahkamah Agung memberikan syarat-syarat agar eksekusi grosse akta dapat dilakukan berupa:

45

a. Syarat formal : Yakni berupa

1) Akta notaris dengan irah-irah “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa;

2) Pada bahagian akhir akta disebutkan kata-kata “Diberikan sebagai grosse akta pertama.

3) Dicantumkan nama para pihak yang meminta penerbitan grosse akta 4) Tanggal pemberian grosse akta.

b. Syarat Material: Jumlah hutang yang harus dibayar oleh debitur haruslah pasti.

Dalam surat Mahkamah Agung No 213/229/86/UM-TU/PDT tanggal 16 April 1985 surat tersebut ditandatangani oleh Ketua Muda Mahkamah

45Munir Fuady, Op.Cit., hal. 55-57.

(39)

Agungdibidang Perdata tertulis, Z. Asikin Kusumah Atmadja, yang ditunjukkan ke Kantor Pengacara Gani Djemat, Grosse Akta Pengakuan Hutang haruslah merupakan pengakuan sepihak dari debitur kepada kreditur atas suatu hutang dengan jumlah yang pasti atau dapat dipastikan berdasarkan perjanjian hutang atau kredit yang telah ditandatangani terlebih dahulu. Demikian juga dalam suratnya kepada BKPH Perbanas No 147/168/86/IV/Um-Tu/PDT, tanggal 1 April 1986, menyatakan bahwa isi pengakuan hutang dimaksud oleh Pasal 224 HIR adalah pengakuan hutang dengan kewajiban untuk membayar sejumlah uang tertentu secara pasti. Surat yang senada juga dikirim oleh Mahkamah Agung tertanggal 18 Maret 1946. Bahkan Mahkamah Agung berpendapat bahwa dewasa ini telah terjadi penyalahgunaan dari penggunaan grosse akta vide Pasal 224 HIR, seperti misalnya dipakai untuk perjanjian jual beli atau perjanjian kredit, dan karenanya perlu diluruskan. Sehingga akibatnya terjadilah penyempitan dan pengakuan grosse akta pengakuan hutang dan sangat menghambat perkembangan bisnis.

Tentang hutang yang pasti/ dapat dipastikan dapat disebutkan kreteria sebagai berikut:

a. Seluruh hutang disebut secara pasti.

b. Hutang pokok disebutkan secara pasti ditambah persentase bunga tetap bulan plus segala macam ganti rugi yang timbul karena wanprestasi.

c. Penyebutan jumlah seluruh hutang dikurangi pembayaran/cicilan yang dilakukan debitur.

46

Jadi pertama sekali apabila menganalisis dari sisi akta pengakuan utang dalam bentuk grosse akta hal yang harus diperhatikan adalah semata-mata akta

46Ibid., hal. 57.

(40)

pengakuan utang dibuat hanya untuk mengakui utang saja. Perjanjian pokok tidak dapat dibuat dalam grosse akta, Mahkamah Agung dalam suratnya No 133/154/86/Um-Tu/Pdt tanggal 18 Maret 1986 yang ditujukan kepada Direksi Bank Negara Indonesia 1946 memberikan penegasan antara lain bahwa perjanjian kredit tidak dapat dibuat dalam bentuk pengakuan utang dengan judul “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”

47

Kemudian hal yang berikutnya adalah besarnya utang harus pasti artinya jika grosse akta pengakuan utang dengan perjanjian utang piutang dibuat dalam waktu yang bersamaan sehingga mencantumkan besarnya utang yang sama, sementara dalam perjalanan perjanjian tersebut pihak debitur pernah mengangsur utangnya yang berakibat jumlah utang menjadi menurun atau berkurang, sedangkan utang yang tercantum dalam grosse akta jumlahnya tidak berubah.

Apabila debitur tidak membayar lagi angsuran utangnya, maka yang akan terjadi pihak kreditur tidak akan dapat mengeksekusi grosse akta pengakan utang, karena kenyataannya besar utang tidak lagi seperti yang tercantum dalam grosse akta.

Pengadilan tidak akan dapat melaksanakan eksekusi grosse akta, karena terjadinya ketidakpastian besarnya utang.

48

2. Dasar Hukum Eksekusi Menggunakan Akta Pengakuan Hutang

Salah satu cara eksekusi jaminan hutang adalah lewat apa yang disebut Parate Eksekusi. Parate eksekusi merupakan pelaksanaan eksekusi yang langsung dapat dilakukan tanpa perlu proses peradilan. Misalnya yang langsung dilaksanakan oleh Kantor Lelang tanpa perlu menunggu perintah pengadilan,

47Gatot Supramono., Op.Cit., hal. 49.

48Ibid., hal. 81-82.

(41)

setelah sebelumnya dilakukan permintaan bayar (somasi) yang sebaiknya dilakukan lewat pengadilan.

Secara yuridis teoritis, pelaksanaan parate eksekusi yang langsung oleh kantor lelang dapat dilakukan antara lain dalam beberapa hal salah satunya yakni dengan pengakuan hutang yaitu Eksekusi “Pernyataan Bersama” PUPN yang dilakukan oleh BUPLN, asal pernyataan bersama itu mempunyai irah-irah “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Dalam hal ini eksekusi dapat dilakukan langsung tanpa perlu campur tangan pengadilan negeri, karena

“Pernyataan Bersama” tersebut mempunyai kekuasaan eksekutorial, yakni dianggap berkekuatan sama dengan suatu keputusan pengadilan yang sudah berkekuatan tetap. Sementara Fiat Eksekusi (dengan bantuan Ketua Pengadilan Negeri) seperti dimaksud oleh Pasal 224 HIR hanya berlaku untuk Akta Hipotik dan Pengakuan Hutang. Karena Pasal 22 HIR tersebut hanya menunjuk kepada Akta Hipotik dan Pengakuan Hutang saja. PUPN didirikan berdasarkan Undang- Undang No 49 PRP 1960 sementara BUPLN lewat Keppres No 21 Tahun 1991.

Sebelumnya ada juga yang namanya Badan Urusan Piutang Negara (BUPN), yang dibentuk berdasarkan Kepres No 11 Tahun 1976, yang merupakan instansi dibawah Departemen Keuangan dan mempunyai tugas operasional bukan judisial.

Karena PUPN dimaksud sebagai pengganti pengadilan biasa maka pengurus

piutang negara termasuk kredit macet di Bank Pemerintah, cukup dilaksanakan

(42)

oleh PUPN , bukan oleh pengadilan biasa, termasuk juga eksekusi jaminan hipotik/credit verbank, atau pengakuan hutang yang berkekuatan grosse akta.

49

Sementara itu apabila dilihat dari sisi pelaksanaan eksekusi akta pengakuan utang maka dalam hal ini dapat dilihat dari sisi hukum acaranya.

Beberapa poin penting yang diatur dalam Rancangan Hukum Acara Perdata yang apabila nantinya disetujui menjadi Undang-Undang sebagaimana ada diatur tentang akta pengakuan utang diatur dalam Pasal 214 sampai Pasal 216. Secara garis besar dapat disimpulkan ketentuan dalam Pasal 214 ayat (1) mengatur tentang akta pengakuan utang pada dasarnya dibuat di hadapan Notaris memakai irah-irah “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” dan memiliki kekuatan hukum yang sama dengan putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap, dan dalam ayat (2) dijelaskan pengajuannya permohonan eksekusi dapat diajukan kepada Ketua Pengadilan di daerah hukum mana orang yang berutang itu bertempat tinggal, berdiam atau berdomisili. Sementara itu tindakan hukum lain yang dapat dimintakan oleh kreditor kepada pengadilan adalah Penyanderaan sebagaimana dalam hal ini diatur dalam Pasal 215, dimana penyanderaan diperintahkan oleh Ketua Pengadilan atas permohonan kreditor, dan Ketua Pengadilan akan mengabulkan permohonan tersebut bila memang terdapat alasan debitor dengan sengaja ingkar janji untuk membayar utangnya sedangkan ia mampu dan sengaja membayar utangnya kepada kreditor.

50

49Munir Fuady, Hukum Bisnis Dalam Teori dan Praktek Buku Kedua Volume 2, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1999), hal. 48-49.

50Rancangan Undang-Undang Republik Indonesia Tentang Hukum Acara Perdata diakses dari ditjenpp.kemenkumham.go.id/files/RUU/2005/RUUAcaraPerdata.pdf diakses pada tanggal 8 Desember 2018

Referensi

Dokumen terkait

Saturated Iron-core Superconducting Fault Current Limiter (SISFCL) pada jaringan distribusi pada sistem tenaga listrik digunakan membatasi arus hubung singkat pada level

Pengukuran pengaruh implementasi program CSR uji crosstabulation dan uji Chi-square , yaitu variabel keberhasilan program (X) terhadap kesejahteraan masyarakat (Y) yang

Sistem koloid merupakan heterogen yang tercampur dari dua zat atau lebih yang partikel tersebut berukuran koloid (fase terdispersi) tersebar merata dalam zat lain

keseuai6.n lehan, kemampuan iahan, keeesuaian lahan untuk irigani,untuk penggunaan non pertanian, penggunaan model survei tanah dengan komputer, Pembuatan model

Telah diterima oleh Tim Penguji Skripsi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sebelas Maret guna melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat memperoleh gelar

Data yang digunakan untuk analisa daerah potensi banjir ini adalah peta kemiringan lereng dan peta kontur dari citra TanDEM-X tahun 2011, Peta jenis tanah Kabupaten

Namun disisi lain purna migran perempuan juga harus bertanggungjawab pada kegiatan produktif yang dilaksanakan dalam proses pemberdayaan di Organisasi KAMI TKI

Tati dkk., Buruh Migran Pekerja Rumah Tangga (TKW-PRT) Indonesia: Kerentanan dan Inisiatif-inisiatif Baru untuk Perlindungan Hak Asasi TKW-PRT, Kuala Lumpur: