• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PENDAPATAN MASYARAKAT PEMUNGUT MADU PADA AREAL BALAI KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN (BKPH) ROPANG KABUPATEN SUMBAWA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS PENDAPATAN MASYARAKAT PEMUNGUT MADU PADA AREAL BALAI KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN (BKPH) ROPANG KABUPATEN SUMBAWA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT"

Copied!
93
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PENDAPATAN MASYARAKAT PEMUNGUT MADU

PADA AREAL BALAI KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN

(BKPH) ROPANG KABUPATEN SUMBAWA

PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

SKRIPSI

AMBRI

105950046014

PROGRAM STUDI KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

MAKASSAR

(2)

ANALISIS PENDAPATAN MASYARAKAT PEMUNGUT MADU

PADA AREAL BALAI KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN

(BKPH) ROPANG KABUPATEN SUMBAWA

PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

SKRIPSI

Untuk Memenuhi Persyaratan

Memperoleh Gelar Sarjana pada Program Studi Kehutanan

AMBRI

105950046014

PROGRAM STUDI KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

MAKASSAR

(3)
(4)
(5)

Karya ilmiah ini kutujuhkan kepada

Ayahanda dan Ibunda tercinta

(6)

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi Analisis Pendapatan Masyarakat Pemungut Madu Pada Areal Balai Kesatuan Pengelolaan Hutan (tsiu'Hj Kopang i<^aDupaten sumoawa trovinsi iNusa lenggara isarat aoaian karya saya dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagain akhir Skripsi ini.

(7)

HAK CIPTA

@ Hak Cipta milik Unismuh Makassar, tahun 2018

• Hak Cipta dilindungi Undang-undang .

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tampa mencantumkan atau menyebutkan sumber

2. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah,

penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

3. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar Unismuh Makassar

4. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk laporan apapun tampa izin Unismuh Makassar

(8)

RIWAYAT HIDUP

AMBRI, Lahir pada tanggal 10 Agustus 1994 di Labuan Bajo Kecamatan Komodo Kabupaten Manggarai Barat Provinsi Nusa Tenggara Timur. Merupakan anak kelima dari 8 bersaudara dari pasangan Ayahanda Hatawing dan Ibunda Hasia.

Penulis memulai Pendidikan Tingkat Dasar pada Tahun 2001 di Sekolah Dasar Negeri (SON) Labuan Bajo 2 dan pada Tahun 2007. Pada tahun yang sama Penulis melanjutkan Pendidikan tingkat menengah pertama di Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 1 Komodo Labuan Bajo dan tamat pada Tahun 2010. Selanjudnya Penulis melanjutkan pendidikkan tingkat menengah atas di Sekolah Menengah Kejuraan Negeri (SMKN) 1 Labuan Bajo dan tamat pada Tahun 2013. Tahun 2014 Penulis terdaftar sebagai mahasiswa pada Program Studi Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Makassar dan lulus pada Tahun 2018.

(9)

ABSTRAK

Ambri (105950046014). Analisis Pendapatan Masyarakat Pemungut Madu Pada Areal Balai Kesatuan Pengelolaan Hutan (BKPH) Ropang Kabupaten Sumbawa Provinsi Nusa Tenggara Barat di Bawah Bimbingan HIKMAH dan HASANUDDIN MOLO.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pendapatan masyarakat dari pemungutan madu pada areal Balai Kesatuan Pengelolaan Hutan (BKPH) Ropang Kabupaten Sumbawa. Data yang dikumpulkan meliputi data primer yang bersumber dari hasil wawancara masyarakat. Data sekunder bersumber dari laporan dan publikasi ilmiah dari berbagai instansi atau lembaga yang berkaitan dengan penelitian ini. Data dikumpulkan melalui teknik observasi, wawancara dan studi pustaka. Analisis data dilakukan secara deskriptif kualitatif dan kuantitatif untuk mengetahui pendapatan masyarakat pemungut madu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendapatan bersih yang diperoleh oleh masyarakat pada areal Balai Kesatuan Pengelolaan Hutan (BKPH) Ropang Kabupaten Sumbawa yaitu pemungut madu rata-rata pendapatan Rp.9.475.515/responden/tahun, sedangkan pendapatan bersih masyarakat pada kegiatan pertanian yaitu rata-rata pendapatan Rp.7.495.151 /responden/tahun.

(10)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat, karunia, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul

“ANALISIS PENDAPATAN MASYARAKAT PEMUNGUT MADU PADA

AREAL BALAI KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN (BKPH) ROPANG DI

KABUPATEN SUMBAWA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT” Sebagai

salah satu syarat mendapat Gelar Sarjana Kehutanan. salam dan salawat semoga senantiasa dilimpahkan oleh Allah SWT kapada junjungan Nabi Muhammad SAW sebagai suri tauladan kepada kita semua. Penulis berharap apa yang dipaparkan dalam skripsi ini dapat memberikan informasi baru bagi kita semua. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih sangat jauh dari kesempurnaan, untuk itu saran dan masukan sangat Penulis hargai.

Penulis mengucapkan banyak terimakasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Bapak H. Burhanuddin, S.Pi.,MP. Selaku Dekan Fakultas Pertanian

Universitas Muhammadiyah Makassar.

2. Ibunda Husnah Latifah, S. Hut., M. Si. Selaku Wakil Dekan I Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Makassar.

3. Dr. Hikmah S. Hut., M.Si. Selaku Ketua Program studi Kehutanan Universitas Muhammadiyah Makassar Sekaligus Dosen Pembimbing I. 4. Dr. Ir. HasanuddinMollo S. Hut., M.P.IPM. Selaku pembimbing II yang telah

memberikan bimbingan sistem penyusunan laporan, pengetahuan dan motivasi.

(11)

5. Dr. Irma Sribianti, S.Hut,.M.Si selaku penguji I dan ibu Muthmainnah, S,Hut., M.Hut selaku penguji II yang tak hentinya memberi arahan dan masukan dalam menyelesaikan skripsi ini.

6. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Kehutanan serta staf tata usaha Fakultas Pertania Universitas Muhammadiyah Makassar yang telah memberikan ilmu selama di bangku perkuliahan.

7. Kedua Orang Tua dan teman-teman yang telah memberikan doa dan dukungan serta partisifasi yang sangat besar dalam penyusunan Skripsi ini sehingga dapat terselsaikan tepat waktu.

Pada penyusunan Skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan, oleh sebab itu Penulis hargai keritik dan saran yang bersifat konstruktif sehingga dapat mendorong kesempurnaan Skripsi ini. Akhirnya semoga Allah SWT memberikan rahmat dan kemanfaatan yang banyak atas penulisan Skripsi ini dan menjadikan kita hamba-Nya yang pandai mensyukuri nikmat-Nya Amin Ya Rabbal’Alamin.

Makassar, Agustus 2018

(12)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN SAMPUL... i

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PENGESAHAN... iii

HALAMAN KOMISI PENGUJI... iv

KARYA ILMIAH ... v

PERNYATAAN... vi

HAK CIPTA ... vii

RIWAYAT HIDUP ... viii

ABSTRAK ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah... 2

1.3. Tujuan Penelitian ... 2

1.4. Manfaat Penelitian ... 3 II. TINJAUAN PUSTAKA

(13)

2.2. Fungsi Kesatuan Pengelolaan Hutan ... 5

2.3. Gambaran umum BKPH Ropang ... 8

2.4. Hutan... 10

2.5. HasilHutanBukanKayu (HHBK) ... 10

2.6. PengertianPendapatan... 12

2.7. LebahMadu... 15

2.8. KerangkaPikir... 18

III. METODE PENELITIAN 3.1.Waktu dan Tempat ... 20

3.2. Objek dan Alat Penelitian... 20

3.3.Jenis Data ... 20

3.4. TeknikPengumpulan Data ... 21

3.5. PenentuanPopulasidanSampel ... 21

3.6.Analisis Data ... 22

IV. KEADAAN UMUM LOKASI 4.1.KeadaanFisik ... 25 4.1.1 Letakdan Luas... 25 4.1.2 Topografi ... 26 4.1.3. Klimatologi ... 27 4.1.4 Geologidan Tanah ... 27 4.1.5. Hidrologi... 29 4.1.6. PolapenggunaanLahan ... 29 4.2. KeadaanSosialEkonomi... 30 4.2.1.Demografi ... 30 4.2.2. Mata Pencaharian... 32 4.2.3.Pendidikan ... 32 4.2.4. Kesehatan ... 32 4.2.5. SosialBudaya ... 33 4.3.Kelembagaan (LokasiPenelitian) ... 34

(14)

4.3.1. StrukturOrganisasi ... 34

4.3.2. TugasPokokdanFungsi... 34

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. IdentitasResponden... 38 5.1.1. UmurResponden ... 38 5.1.2. Tingkat PendidikanResponden ... 39 5.1.3.JumlahTanggunganKeluarga ... 41 5.1.4. JenisPekerjaanResponden... 42 5.2. PenerimaanRumahTangga ... 42

5.2.1. PenerimaanResponden Dari Lebah... 42

5.2.2. PenerimaandariPertanian ... 43 5.2.3. Total Penerimaan ... 44 5.3. Total BiayaPengeluaran... 44 5.4. Pendapatan ... 45 5.5. PendapatanBersihPetani ... 46 VI. PENUTUP 6.1. Kesimpulan ... 47 6.2. Saran ... 47 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

(15)

DAFTAR TABEL

Nomor Teks Halaman

1. Ketinggian Tempat di BKPH Ropang... 26

2. Formasi Geologi... 28 3. Jenis Tanah... 29 4. Data Kependudukan ... 31 5. Fasilitas Pendidikan ... 32 6. Fasilitas Kesehatan... 33 7. Umur Responden... 38

8. Tingkat Pendidikan Responden... 40

9. Jumlah Tanggungan Keluarga... 41

10. Penerimaan Responden dari Lebah Madu... 42

11. Penerimaan Responden dari Pertanian... 43

12. Total Penerimaan ... 44

13. Total Biaya Pengeluaran ... 45

14. Pendapatan ... 45

(16)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Teks Halaman

1. Kerangka Pikir ... 19 2. Struktur Organisasi BKPH Ropang ... 34 3. Dokomentasi ... 71

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Teks Halaman

1. Kuisioner Penelitian... 49

2. Data Responden ... 54

3. Data penelitian ... 55

4. Jumlah Penerimaan Responden dari Pertanian ... 56

5. Biaya Pengeluaran Pertanian ... 57

6. Jumlah Pendapatan Responden dari Pertanian ... 58

7. Penerimaan Responden dari Lebah Madu ... 59

8. Pengeluaran Responden dari Lebah Madu ... 60

9. Jumlah Pendapatan Responden dari Lebah madu... 61

(18)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Hutan merupakan aspek penting dalam kehidupandan setiap orang mempunyai tanggung jawab untuk menjaga dan memelihara hutan dengan baik demi keutuhan dan keseimbangan alam yang berkelanjutan untuk dimanfaatkan dalam mencapai kemakmuran masyarakat.Banyak manfaat yang diperoleh dari pengolahan hutan baik dari segi ekologis, ekonomi dan sosial.Dari segi ekonomi hutan memberikan kontribusi terhadap nilai ekonomi masyarakat, daerah dan negara. Dalam upaya memaksimalkan perolehan nilai ekonomi masyarakat khususnya masyarakat sekitar hutan, pemerintah berkolaborasi dengan masyarakat dalam pengelolaan kawasan hutan.

Hutan menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan yaitu suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang di dominasi pepohonan dalam persekutuan alam, lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan.

Pengertian hutan menurut perundangan-undangan di atas menunjukkan bahwa hutantidak hanya terbatas pada persoalan tumbuhan pohon dan sumberdaya yang ada di dalamnya melainkan adanya keterikatan hubungan antara hutan dan lingkungannya, seperti halnya masyarakat yang tinggal di sekitar hutan yang hidup dan bergantung pada hasil hutan yang kaya akan sumberdaya alamnya, salah satu contohnya adalah masyarakat pengambil madu alam yang memanfaatkan hutan sebagai ladang mata pencaharian. Pada umumnya hutan

(19)

partisipasi masyarakat secara luas. Konsep ini menawarkan hubungan simbiosis yang saling menguntungkan antara masyarakat dengan lahan hutan. Disatu sisi, masyarakat mendapatkan manfaat langsung maupun tidak langsung dari hutan dan disisi lain hutan mendapatkan penanganan pelestarian.

Salah satu hutan yang menjadi sumber penghasilan bagi masyarakat adalah hutan yang ada di kawasan Balai Kesatuan Pengelolaan Hutan Ropang. Bagi penduduk sekitar hutan yang berada di wilayah kerja BKPH Ropang ini merupakan salah satu hutan penghasil madu yang ada di Kabupaten Sumbawa sehingga penduduk sekitar menjadikan memungut madu merupakan pekerjaan sampingan untuk menunjang kehidupan sehari-hari, sehingga penulis tertarik untuk meneliti “Analisis Pendapatan Masyarakat PemungutMaduPada Areal Balai Kesatuan Pengelolaan Hutan (BKPH) Ropang” Kabupaten Sumbawa Provinsi Nusa Tenggara Barat.

1.2. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah berapa pendapatan masyarakat pemungut madupada areal Balai Kesatuan Pengelolaan Hutan (BKPH) Ropang Kabupaten Sumbawa Provinsi Nusa Tenggara Barat

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahuipendapatan masyarakatdaripemungutmadu pada areal Balai Kesatuan Pengelolaan Hutan(BKPH) Ropang.

(20)

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi atau wawasan untuk pengembangan danpeningkatan kesejahteraan masyarakat sertabahan masukan bagi para kelompok tani dan instansi terkait di Kabupaten Sumbawa.

2. Bagi pemerintah dapat digunakan sebagai dasar untuk menetapkan kebijakan-kebijakan dalam pembangunan sosial ekonomi yang berada di Desa.

3. Selain itu juga diharapkan dapat memberikan manfaat agar terjadi suatu peningkatan bagi kesejahteraan masyarakat.

(21)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kesatuan Pengelolaan Hutan

PengertianKesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) menurut PP No. 6 Tahun 2007 adalah wilayah pengelolaan hutan sesuai fungsi pokok dan peruntukannya yang dapat dikelola secara efisien dan lestari.

Pengelolaan hutan yang berkelanjutan idealnya adalah seluruh kawasan hutan terbagi ke dalam KPH, yang menjadi bahagian dari penguatan sistem pengurusan hutan nasional, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten. KPH tersebut dapat berbentuk Kesatuan Pengelolaan Hutan Konservasi (KPHK), Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) maupun Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP). Sebenarnya ide mengenai KPH sudah berlangsung lama, sejak UU Pokok-Pokok Kehutanan No.5 Tahun 1967 (UU No.5/1967) terbit. Namun pada masa itu, KPH diartikan sebagai kesatuan pemangkuan hutan sebagaimana diterapkan dalam pengelolaan hutan oleh Perum Perhutani di Pulau Jawa. Di dalam pasal 10 UU No.5/1967 disebutkan bahwa untuk menjamin terselenggaranya pengurusan Hutan Negara yang sebaik-baiknya, maka dibentuk Kesatuan kesatuan Pemangkuan Hutan dan Kesatuan-kesatuan Pengusahaan Hutan yang pelaksanaannya diatur lebih lanjut oleh Menteri.Pada saat ini pengembangan KPH adalah salah satu upaya untuk menyelamatkan kawasan hutan Indonesia yang sudah mulai berada dalam kondisi kritis. Selama ini kawasan hutan lindung dan hutan produksi yang tidak dibebani hak ijin pengelolaan, berada dibawah pengurusan Dinas Kehutanan tanpa pengelolaan riil

(22)

di tingkat tapak. Kondisi ini dapat mengakibatkan pemanfaatan hutan tidak optimal dan rawan terjadi pengrusakan terhadapa kawasan hutan.

Pemanfaatan hutan adalah kegiatan untuk memanfaatkan kawasan hutan, memanfaatkan jasa lingkungan, memanfaatkan hasil hutan kayu dan bukan kayu serta memungut hasil hutan kayu dan bukan kayu secara optimal dan adil untuk kesejahteraan masyarakat dengan tetap menjaga kelestariannya. Pemanfaatan kawasan adalah kegiatan untuk memanfaatkan ruang tumbuh sehingga diperoleh manfaat lingkungan, manfaat sosial dan manfaat ekonomi secara optimal dengan tidak mengurangi fungsi utamanya.

2.2. Fungsi Kesatuan Pengelolaan Hutan

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007, pengertian Kesatuan Pengelolaan Hutan(KPH) adalah wilayah pengelolaan hutan sesuai fungsi pokok dan peruntukkannya yang dapat dikelola secara efisien dan lestari. Tugas Kesatuan Pengelolaan Hutan mencakup perencanaan dan pengelolaan hutan (rehabilitasi, pemeliharaan, perlindungan, pemanfaatan). Kesatuan Pengelolaan Hutan mengemban tiga fungsi yaitu :

1. Fungsi Teknis yaitu menyusun rencana pengelolaan hutan sampai pemanfaatan hutan

2. Fungsi Manajerial yaitu perencanaan sampai monitoring evaluasi serta menjabarkan kebijakan kehutanan

(23)

Tahun 1990-an, diluar Jawa pernah terbentuk unit-unit Kesatuan Pengelolaan Hutan Cabang Dinas Kehutanan Provinsi, namun tidak berkembang atau tidak berhasil karena tidak jelasnya hak dan kewajiban KPH sebagai operator pengelolaan kawasan hutan pada tingkat tapak, ketidakjelasan hak dan kewajiban SKPD sebagai administrator, serta tidak berperannya institusi pusat sebagai pembina teknis dan fasilitator bahkan dibubarkan.

Sasaran Pembentukan Kesatuan Pengelolaan Hutan antara lain :

1. Memberikan kepastian areal kerja pengelolaan hutan untuk menghindari open

acces

2. Memastikan wilayah tanggungjawab pengelolaan dari suatu organisasi pengelolaan tertentu

3. Menjadi dasar dalam penyusunan rencana pengembangan usaha

4. Meningkatkan legistimasi status sebagai salah satu sarana memperoleh kepastian hukum wilayah pengelolaan hutan

5. Terlaksananya penerapan kriteria dan standar pengelolaan hutan lestari. 6. Terbentuknya institusi pengelola (organisasi) KPH

Pembangunan KPH belajar dari pengalaman pengelolaan hutan di Jawa oleh Perum Perhutani, Taman Nasional dan beberapa negara maju seperti Jerman dan Swizerland. Mereka mengelola hutannya menjadi satuan unit-unit pengelolaan dalam bentuk KPH (Forest Management Unit/FMU). Model pengelolaan tersebut telah terbukti mampu memberikan keuntungan bagi pemerintah dan seluruh lapisan masyarakat secara adil, baik dari sisi ekonomi, sosial dan lingkungan. Pengalaman tersebut menjadi salah satu faktor pendorong

(24)

komitmen Indonesia untuk mempercepat pembangunan KPH pada kawasan hutan di luar Pulau Jawa.

Berdasarkan fungsinya KPH dapat dibedakan menjadi :

1. KPH Lindung (KPHL) adalah KPH yang luas wilayahnya seluruhnya atau sebagian besar terdiri dari kawasan hutan lindung

2. KPH Produksi (KPHP) adalah KPH yang luas wilayahnya seluruh atau sebagian besar terdiri dari kawasan hutan produksi

3. KPH Konservasi (KPHK) adalah KPH yang luas wilayahnya seluruhnya atau didominasi oleh kawasan hutan konservasi

Berdasarkan jangkauan wilayah kerjanya, KPH dibedakan menjadi : 1. KPH Pusat adalaha KPH yang luas wilayah seluruhnya atau didominasi oleh

kawasan hutan konservasi atau KPH yang wilayah kerjanya lintas provinsi 2. KPH Provinsi adalah KPHL dan KPHP yang wilayah kerjanya lintas

kabupaten/kota

3. KPH Kabupaten/Kota adalah KPHL dan KPHP yang wilayah kerjanya dalam satu wilayah kabupaten/kota

Berdasarkan pengelolanya, KPH dibedakan menjadi : 1. KPH dikelola oleh pemerintah pusat, misalnya untuk KPHK

2. KPH dikelola oleh pemerintah provinsi, misalnya untuk KPH yang wilayahnya lintas kabupaten/kota

3. KPH dikelola oleh pemerintah kabupaten (contoh KPH yang luas wilayahnya dalam satu kabupaten)

(25)

5. KPH dikelola oleh masyarakat dalam bentuk Kesatuan Pengelolaan Hutan Kemasyarakatan (KPHKm), Kesatuan Pengelolaan Hutan Adat (KPHA).

Berdasarkan posisi KPH terhadap izin pemanfaatan hutan yang ada, KPH dibedakan menjadi :

1. KPH yang seluruh wilayahnya sudah terbagi habis dalam izin-izin pemanfaatan/penggunaan hutan

2. KPH yang sebagian wilayahnya sudah dibebani izin-izin pemanfaatan/penggunaan hutan

3. KPH yang seluruh wilayahnya belum ada izin pemanfaatan/penggunaan hutannya atau KPH yang seluruh wilayahnya merupakan kawasan hutan wilayah tertentu. Wilayah tertentu antara lain adalah wilayah hutan yang situasi dan kondisinya belum menarik bagi pihak ketiga untuk mengembangkan pemanfaatannya berada di luar areal izin pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan.

2.3. Gambaran umum Balai Kesatuan Pengelolaan Hutan (BKPH) Ropang

Secara geografis wilayah kelola BKPH Ropang (Unit XII) Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) terletak antara Secara geografis KPHL Ropang (Unit XII)terletak antara 117° 18' 51,17" BT - 117° 42' 49,33" BT dan 8° 38' 49,20" LS - 9° 2' 1,36" LS.

Luas wilayah kelola BKPH Ropang (Unit XII) Provinsi NTB berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor SK.337/Menhut-VII/2009 tanggal 15 Juni 2009 tentang Penetapan Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL)

(26)

Provinsi NTB, luas BKPH Ropang yang terletak di Kabupaten Sumbawa Provinsi NTB adalah seluas 73.369 Ha, dengan rincian sebagai berikut:

a) Hutan lindung (HL) : 55.662 ha b) Hutan produksi tetap (HP) : 1.919 ha c) Hutan produksi terbatas (HPT) : 15.788 ha

Sedangkan berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan tentang Penetapan Kawasan Hutan pada Kelompok Hutan (KH) Pusuk Pao (RTK.38), KH Rentung Sebokas (RTK.46), KH Dodo Jaranpusang (RTK.64) dan KH Samoko Lito (RTK 89), luas BKPH Ropang (Unit XII) adalah ± 74.856,53 ha. Untuk keperluan penyusunan dokumen RPHJP, luas yang digunakan mengacu kepada Kepmenhut sebagaimana diuraikan diatas.

Wilayah kelola BKPH Ropang (Unit XII) Kabupaten Sumbawa seluas 74.856,53 Ha tersebar di 9 (sembilan) kecamatan, dan 26 (dua puluh enam) desa yang secara geografis dibatasi sebagai berikut:

- Sebelah Utara : KPH Batulanteh dan Puncak Ngengas - Sebelah Selatan: Samudera Indonesia

- Sebelah Barat : KPH Orongtelu Brang Beh - Sebelah Timur : KPH Ampang Plampang 2.4. Hutan

Hutan menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan yaitu suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang di dominasi pepohonan dalam persekutuan alam, lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat di pisahkan.Hutan adalah

(27)

bentuk kehidupan yang tersebar diseluruh dunia, kita dapat menemukan hutan baik di daerah tropis maupun di daerah beriklim dingin, di dataran rendah maupun pegunungan, di pulau kecil maupun di benua besar. Hutan merupakan suatu kumplan tumbuhan dan juga tanaman, terutama pepohonan atau tumbuhan berkayu lainnya, yang menempati daerah yang cukup luas.

Hutan sebagai sauatu ekosistem tidak hanya menyimpan sumberdaya alam berupa kayu, tetapi masih banyak potensi non kayu yang dapat diambil manfaatnya oleh masyarakat.Menurut Undang-Undang No. 41 tahun 1999, hasil hutan adalah benda-benda hayati, non hayati dan turunannya, serta jasa yang berasal dari hutan.

2.5. Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK)

Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) adalah hasil hutan hayati baik nabati maupun hewani dan turunannya yang berasal dari hutan kecuali kayu (Permenhut No. 35 Tahun 2007). HHBK yang sudah biasa dikomersilkan diantaranya cendana, gaharu, sagu, rotan, aren, sukun, bambu, sutera alam, madu, jernang, kemenyan, kayu putih, kayu manis, kilemo, pinang, aneka tanaman hias, dan tanaman obat, serta minyak atsiri. Hasil hutan tersebut dapat dikatakan sebagai HHBK unggulan. HHBK unggulan adalah jenis hasil hutan bukan kayu yang memiliki potensi ekonomi yang dapat dikembangkan budidaya maupun pemanfaatannya di wilayah tertentu sesuai kondisi biofisik setempat guna meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Berbagai manfaat dapat diperoleh dari HHBK ini antara lain; sandang, papan, pewangi, pewarna, pemanis,

(28)

penyamak, pengawet, bumbu dapur, perekat, kerajinan, bahan obat-obatan, kosmetik dan bahan aneka industri lainnya.

Sesuai dengan Peraturan Menteri Kehutanan No 35 tahun 2007, jenis komoditi HHBK digolongkan ke dalam 2 (dua) kelompok besar yaitu kelompok hasil hutan dan tanaman dan kelompok hasil hewan. Kelompok Hasil Hutan dan Tanaman terdiri dari (a) Kelompok Resin, (b) Kelompok minyak atsiri, (c) Kelompok minyak lemak, (d) Kelompok karbohidrat, (e) Kelompok buah-buahan, (f) Kelompok tannin, (g) Bahan pewarna, (h) Kelompok getah, (i) Kelompok tumbuhan obat, (j) Kelompok tanaman hias, (k) Kelompok palma dan bambu, dan (l) Kelompok alkaloid. Sedangkan untuk Kelompok Hasil Hewan terdiri dari Kelompok Hewan buru, Kelompok Hasil Penangkaran (arwana irian, buaya, kupu-kupu, rusa), dan Kelompok Hasil Hewan (burung walet, kutu lak, lebah, ulat sutera) Berbagai jenis tanaman penghasil HHBK merupakan tanaman serbaguna yang dapat memberikan manfaat sosial ekonomi bagi masyarakat setempat dan manfaat lingkungan untuk menjaga keseimbangan ekosistem.

Sedangkan pemanfaatan jenis HHBK hewani selama ini masih terbatas pada beberapa jenis hewan dan fokus pengelolaannya masih berorientasi untuk keperluan konservasi (Surat Direktur Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial tentang Arahan Pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu). Hasil hutan baik berupa kayu dapat memberikan nilai ekonomis yang tinggi. Nilai ekonomis ini membuat pengelolaan hutan lebih menitikberatkan pada produk kayu. Bahkan eksploitasi hutan pun dapat terjadi karena keuntungan yang dapat diraih dari hasil hutan kayu memberikan devisa bagi Negara. Hasil hutan bukan kayu pun

(29)

memiliki nilai ekonomis. Namun jika dibandingkan, tentu saja hasil hutan berupa kayu dinilai lebih menguntungkan daripada hasil hutan bukan kayu. Walau demikian, hasil hutan bukan kayu terbukti lebih bernilai dibandingkan hasil kayu dalam jangka panjang (Balick dan Mendelsohn 1992 dalam Oka dan Achmad 2005)

2.6. Pengertian Pendapatan

Masalah pendapatan tidak hanya dilihat dari jumlahnya saja, tetapi bagaimana analisis pendapatan yang diterima oleh masyarakat. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi arah gejala Analisi pendapatan dan pengeluaran di Indonesia; pertama, perolehan faktor produksi, dalam hal ini faktor yang terpenting adalah tanah. Kedua, perolehan pekerjaan, yaitu perolehan pekerjaan bagi mereka yang tidak mempunyai tanah yang cukup untuk memperoleh kesempatan kerja penuh. Ketiga, laju produksi pedesaan, dalam hal ini yang terpenting adalah produksi pertanian dan arah gejala harga yang diberikan kepada produk tersebut. (Sukirno.2006)

Dewasa ini sumber pendapatan sebagian besar rumah tangga di pedesaan tidak hanya dari satu sumber, melainkan dari beberapa sumber atau dapat dikatakan rumah tangga melakukan diversifikasi pekerjaan atau memiliki aneka ragam sumber pendapatan.(Susilowati dkk,2002)

Pendapatan disposibel adalah suatu jenis penghasilan yang diperoleh seseorang yang siap untuk dibelanjakan atau dikonsumsikan. Besarnya pendapatan disposibel yaitu pendapatan yang diterima dikurangi dengan pajak langsung (pajak perseorangan) seperti pajak penghasilan.

(30)

Menurut Sukirno (2006) pendapatan adalah jumlah penghasilan yang diterima oleh penduduk atas prestasi kerjanya selama satu periode tertentu, baik harian, mingguan, bulanan ataupun tahunan. Beberapa varian pendapatan antara lain:

1. Pendapatan pribadi, yaitu; semua jenis pendapatan yang diperoleh tanpa memberikan suatu kegiatan apapun yang diterima penduduk suatu Negara. 2. Pendapatan disposibel, yaitu; pendapatan pribadi dikurangi pajak yang harus

dibayarkan oleh para penerima pendapatan, sisa pendapatan yang siap dibelanjakan inilah yang dinamakan pendapatan disposibel.

3. Pendapatan Nasional, yaitu; nilai seluruh barang-barang jadi dan jasa-jasa yang diproduksikan oleh suatu Negara dalam satu tahun.

Pendapatan perkapita dapat diartikan pula sebagai penerimaan yang diperoleh rumah tangga yang dapat mereka belanjakan untuk konsumsi yaitu yang dikeluarkan untuk pembelian barang konsumtif dan jasa-jasa, yang dibutuhkan rumah tangga bagi pemenuhan kebutuhan mereka (Sumardi, 1982) Dalam hal ini pendapatan per kapita determinan potensi ekonomi yang penting selain luas Negara serta penduduk suatu Negara (Todaro, 1998).

Pendapatan nasional adalah nilai netto dari semua barang dan jasa (Produk Nasional) yang diproduksi setiap tahunnya dalam suatu Negara. Pendapatan nasional dapat ditentukan dengan tiga cara (Sukirno, 2006:) yaitu:

1. Cara produksi netto, output/produk dalam Negeri dari barang-barang dan jasa-jasa yang diproduksi oleh perusahaan-perusahaan dalam suatu Negara. Total output ini tidak mencakup nilai barang-barang dan jasa-jasa yang

(31)

diimpor. Untuk mendapatkan produk Nasional bruto, produk domestik bruto harus ditambah dengan pendapatan bersih yang diterima dari luar negeri. 2. Cara pendapatan, total pendapatan yang diterima penduduk suatu Negara

sebagai balas jasa dari produksi barang dan jasa yang sedang berlangsung. Pendapatan ini disebut pendapatan faktor, sebab ditambahkan pada faktor-faktor produksi, dan pembayaran transfer (transfer payment) tidak dimasukkan dalam perhitungan, seperti tunjangan sakit, tunjangan pengangguran dimana tidak ada barang atau jasa yang diterima sebagai imbalannya.

3. Cara Pengeluaran, total pengeluaran domestik oleh penduduk suatu Negara pada konsumen dan investasi barang-barang. Hal ini mencakup pengeluaran pada barang dan jasa jadi (tidak termasuk barang atau jasa setengah jadi) dan termasuk barang-barang yang tidak terjual dan yang ditambahkan pada persediaan (investasi persediaan).

Bagi rumah tangga pedesaan yang hanya menguasai faktor produksi tenaga kerja, pendapatan mereka ditentukan oleh besarnya kesempatan kerja yang dapat dimanfaatkan dan tingkat upah yang diterima. Kedua faktor ini merupakan fenomena dari pasar tenaga kerja pedesaan. Kesempatan kerja pedesaan ditentukan oleh pola produksi pertanian, produksi barang dan jasa non-pertanian di pedesaan, pertumbuhan angkatan kerja dan mobilitas tenaga kerja pedesaan. Di sektor pertanian, besarnya kesempatan kerja dipengaruhi oleh luas lahan pertanian, produktivitas lahan, intensitas dan pola tanam, serta teknologi yang

(32)

diterapkan. Disektor non-pertanian kesempatan kerja ditentukan oleh volume produksi, teknologi dan tingkat harga komoditi (Kasryno. 2000).

2.7. Lebah Madu

A. Pengertian Lebah Madu

Lebah madu adalah salah satu jenis serangga dari sekitar 20.000 spesies lebah.Saat ini ada sekitar tujuh spesies lebah madu yang dikenal dengan sekitar 44 subspesies, semua spesies ini termasuk dalam genus Apis.Mereka memproduksi dan menyimpan madu yang dihasilkan dari nektar bunga.Selain itu mereka juga membuat sarang dari lilin, yang dihasilkan oleh para lebah pekerja di koloni lebah madu. Lebah madu yang ada di alam Indonesia adalahA. andreniformis, A. cerana dan A. dorsata, serta khusus di Kalimantan terdapat A. koschevnikovi.(Warisno, 1996)

Setiap tipe lebah memiliki tugas masing-masingLebah ratu hanya satu ekor dalam setiap koloni dan mengawal semua kegiatan lebah betina dan lebah jantan.Komposisi kromosom lebah ratu adalah diploid sehingga dapat menghasilkan keturunan. Badannya lebih besar karena sejak masih dalam bentuk larva ia diberi makan royal jelly yang kaya akan khasiat. Tugas utamanya adalah kawin dan bertelur.Lebah ratu yang aktif mampu bertelur kira-kira 2.000 butir sehari. Harapan hidup lebah ratu adalah tiga tahun. Lebah ratu akan dibuahi oleh lebah jantan, yang langsung mati begitu selesai membuahi lebah ratu. Jika ratu tidak dibuahi, maka larva tersebut akan menjadi lebah betina yang merupakan lebah pekerja. Lebah pekerja memiliki tanggung jawab membangun dan

(33)

tumbuhan) yang digunakan untuk membuat madu dan mengumpulkan serbuk tumbuhan, memberi makan dan membesarkan anak ratu lebah, mengatur aliran udara dalam sarang dengan sayap mereka dan melindungi sarang dari makhluk asing. Lebah pekerja hanya hidup untuk satu musim, atau tiga bulan atau lebih sedikit. Lebah betina terbentuk tanpa melalui perkawinan atau disebut dengan partonegenesis dan mandul atau steril karena hanya memiliki satu set kromosom (haploid). (Sabir, 2005)

Madu adalah zat manis alami yang dihasilkan oleh lebah madu dari sari bunga tanaman atau bagian lain dari tanaman. Nektar kaya akan berbagai jenis karbohidrat (3-87%), seperti fruktosa, sukrosa dan glukosa. Selain karbohidrat nektar juga mengandung sedikit senyawa-senyawa yang memiliki unsur nitrogen seperti asam amino, amida-amida, asam-asam organik, vitamin-vitamin juga mineral-mineral. Kandungan zat-zat tersebut dalam nektar tergantung dari sumber nektar yang diperoleh.(Nasution, 2009).

B. Klasifikasi Lebah Madu

Apis mellifera, lebah madu ini merupakan lebah madu yang berasal dari

Eropa dan paling banyak dibudidayakan.Jenis lebah ini juga sangat digemari diwilayah Indonesia.Sebenarnya lebah ini lebih menyukai daerah yang beriklim dingin. Selain itu, lebah ini banyak ditemukan di hutan-hutan.Apis mellifera tidak terlalu agresif dan kurang suka berimigrasi. Lebah ini biasanya istirahat (tidur) selama 8 jam semalam. Untuk memandu koloni yang lain seekor lebah akan mengibaskan sayapnya dengan melakukan tarian kibasan. Tarian inilah yang akan menunjukan arah terbang koloni lebah pekerja pencari nectar. Lebah Apis

(34)

mellifera ini memiliki ciri khas gelang berwarna kekuningan dibelakang abdomen

atau rongga perut.Warna tubuhnya bervariasi dari cokelat gelap sampai kuning hitam.Lebah Apis mellifera memiliki rambut yang memenuhi sekujur tubuhnya dan berfungsi untuk menangkap polen.(Adalina,2008)

Mulutnya yang berbentuk tabung panjang bermanfaat sebagai wadah penghimpun nektar. Hanya saja, jenis lebah Apis mellifera ini memerlukan perawatan yang khusus dan teliti karena lebah ini sangat peka terhadap parasit

tungau varroa. Sebagai lebah yang hidap berkoloni, jenis lebah ini memiliki

sepasang sayap dimuka dan sepayang sayap di belakang. Keempat sayap ini, lebah pekerja dapat terbang dengan cepat untuk mencari nektar sebagai bahan makanannya.

C. Manfaat Lebah Madu dan Peranannya

Lebah madu bermanfaat sebagai pengobatan terhadap penyakit diabetes merupakan bagian manfaat medis yang luar biasa yang terkandung dalam madu lebah yang sudah menjadi rekomendasi dalam dunia kedokteran Islam.lebah madu dapat dimanfaatkan dan mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi, seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk dan berkembangnya teknologi maka tingkat pemanfaatan produk yang dihasilkan oleh lebah madu semakin meningkat baik untuk kepentingan konsumsi dan obat-obatan.Yang baru dari penemuan tersebut ialah bahwa kalangan ilmuan Amerika merekomendasikan keharusan merujuk (menjadikan referensi) kepada warisan Islam terkait dengan pengobatan melalui madu lebah.(Hadisoesilo,2001)

(35)

Madu lebah juga terdapat zat asam yang mudah berinteraksi dan tingkat kelembaban yang rendah sehingga menyebabkan madu lebah tersebut mudah membunuh bakteri.Di tambah lagi adanya enzim yang mengeluarkan acid

hydrogen yang berfungsi membersihkan luka sehingga mudah membunuh semua

bakteri yang ada.

Lebah Madu memiliki peranan penting di dalam strategi pembangunan ekonomi masyarakat pedesaan dan sektor pertanian berkelanjutan.Kegiatan perlebahan menghasilkan produk pangan berkualitas yang dapat membantu meningkatkan gizi dan penghasilan masyarakat pedesaan.

2.8. Kerangka Pikir

Petani adalah seseorang yang bergerak di bidang pertanian, utamanya dengan cara melakukan pengelolaan tanah dengan tujuan untuk menumbuhkan dan memelihara tanaman (seperti padi, bunga, buah, dan lain – lain) dengan harapan untuk memperoleh hasil dari tanaman tersebut sebagai pekerjaan pokok. Hutan beserta hasilnya merupakan salah satu sumberdaya alam yang dapat mempengaruhi pendapatan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan.Berdasarkan kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat setempat agar memenuhi standarnisasi kehidupan sosial.Untuk lebih jelasnya kerangka pikir penelitian ini dapat dilihat pada gambar 1.

(36)

Pengeluaran Penerimaan

Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian Wilayah kerja Balai

Kesatuan Pengelolaan Hutan Ropang

Produk Lebah

Pendapatan Bersih Pemungut Madu Masyarakat

(37)

III. METODE PENELITIAN

3.1. Waktu Dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan selama dua bulan mulai dari tanggal 26 Mei – 26 Juli 2018, Lokasi Penelitian terletak pada areal Balai Kesatuan Pengelolaan Hutan (BKPH) Ropang Kabupaten Sumbawa Provinsi Nusa Tenggara Barat.

3.2. Objek dan Alat Penelitian

Yang menjadi objek dalam penelitian ini adalah masyarakat pemungut madu di Wilayah Kerja BKPH Ropang.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : a. Daftar pertanyaan.

b. Alat tulis untuk mencatat setiap informasi responden. c. Kamera untuk dokumentasi (HP).

3.3. Jenis Data

Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan data primer dan data sekunder, data primer merupakan data yang berhubungan erat dengan penelitian ini, sedangkan data sekunder merupakan data penunjang dari penelitian ini.

a. Data Primer, yaitu data yang diperoleh melalui pengamatan langsung dengan melakukan observasi atau wawancara langsung dengan responden pada objek yang diteliti.

b. Data Sekunder, yaitu data yang diperoleh dari instansi-instansi yang terkait serta berupa dokumen-dokumen dan literatur yang relevan dengan tugas akhir ini.

(38)

3.4. Teknik Pengumpulan Data

Cara pengambilan data adalah sebagai berikut :

1. Wawancara adalah proses Tanya jawab antara dua orang atau lebih secara langsung akan di teliti.

2. Observasi adalah suatu cara dengan mengamati secara langsung pada objek yang akan diteliti.

3. Studi pustaka yaitu teknik pengumpulan data dengan mempelajari hasil-hasil penelitian, literatur, internet serta sumber lain yang relevan dengan penelitian. 3.5. Penentuan Populasi dan sampel

Populasi merupakan keseluruhan objek yang berfungsi sebagai informan atau objek yang dapat memberikan informasi sehubungan dengan pokok permasalahan. Menurut Arikunto (2005) populasi diartikan seluruh objek penelitian. Populasi penelitian ini adalah masyarakat pemungut madu yang berada di wilayah kerja Balai Kesatuan Pengelolaan Hutan Ropangyaitu 110 orang. Sampel responden diambil sebanyak 30 % yaitu sebanyak 33 orang.Teknik pengambilan sampel yang dilakukan dalam penelitian ini adalah metode sampling di mana menurut (Margono,2004) teknik sampling adalah cara untuk menentukan sampel yang jumlahnya sesuai dengan ukuran sampel yang akan dijadikan sumber data sebenarnya, dengan memperhatikan sifat-sifat dan penyebaran populasi agar diperoleh sampel yang representatif.

(39)

Untuk mengetahui preskripsi masyarakat pemungut madu digunakan analisis sebagai berikut :

a. Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan identitas responden dan preskripsi masyarkat pemungut madu.

Deskripsi responden mempunyai variabel sebagai berikut (Hasanuddin,2016)

1. Umur

Umur adalah usia mulai dari tahun kelahiran masyarakat petani sampai pada saat penelitan dilaksanakan kategori yang digunakan ialah:

1. Kelompok umur prduktif muda 15-34 tahun 2. Kelompok umur produktif tua 35-54 tahun 3. Kelompok umur yang tidak produktif >54 tahun 2. Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan yang dimaksud adalah jenjang pendidikan formal yang telah diperoleh responden. Indikator ini diukur dengan menggunakan kategori sebagai berikut :

a. Rendah = Sekolah Dasar (SD)

b. Sedang = Sekolah Menengah Pertama (SMP) c. Tinggi = Sekolah Menengah Atas (SMA)

(40)

3. Jumlah Tanggungan Keluarga

Jumlah tanggungan keluarga yang dimaksud dalam penelitian ini adalah istri dan banyaknya anak yang dimiliki dan menjadi tanggungan kepala keluarga. Menurut Hasan (1986 : 108) menyatakan suatu keluarga sebagai keluarga besar dengan jumlah anaknya lebih dari 3 orang, sedangkan keluarga kecil apa bila jumlah anaknya maksimal 3 orang. Jumlah tanggungan yang dimaksud adalah semua anaknya yang masih menjadi tanggung jawab kepala keluarga dalam memenuhi kebutuan hidupnya. Criteria yang digunakan yaitu :

1. Jumlah anak banyak >3 2. Jumlah anak cukup 3 3. Jumlah anak sedikit < 3 b. Biaya total

Besarnya biaya total dapat diketahui dengan menggunakan persamaan pendapatan dari suatu bidang usaha (Attar,1999 dalam Suardi) sebagai berikut :

P = Pi − Ci

Dimana :

P = Pendapatan dari suatu bidang usaha

Pi = Jumlah penerimaan dari suatu jenis kegiatan ke-1 pada suatu bidang usaha Ci = Jumlah pengeluaran suatu jenis kegiatan ke-1 pada suatu bidang usaha.

(41)

c. Penerimaan

Penerimaan merupakan hasil perkalian antara jumlah produk dengan harga jual produk. Penerimaan pada pemungut madu pada areal BKPH Ropang dapat di hitung dengan rumus sebagai berikut (Soekartawi,1995):

TR = P x Q Dimana :

TR : Total Revenue {(penerimaan total (Rp) } P : Price (harga)

Q : Quantity {(jumlah barang (Kg)} d. Pendapatan

Pendapatan bersih atau keuntungan usaha diperoleh dari selisih antara penerimaan total dengan pengeluaran total. Pendapatan secara matematis dirumuskan sebagai berikut (Soekartawi,1995)

Pendapatan petani dihitung dengan rumus : I = TR - TC

Dimana :

I = Pendapatan (income)

TR = Total penerimaan

(42)

IV.KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1. Keadaan Fisik

4.1.1. Letak dan Luas

a. Letak

Secara geografis wilayah kelola BKPH Ropang (Unit XII) Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) terletak antara Secara geografis KPHL Ropang (Unit XII) terletak antara 117° 18' 51,17" BT - 117° 42' 49,33" BT dan 8° 38' 49,20" LS - 9° 2' 1,36" LS.

b. Luas

Luas wilayah kelola BKPH Ropang (Unit XII) Provinsi NTB berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor SK.337/Menhut-VII/2009 tanggal 15 Juni 2009 tentang Penetapan Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Provinsi NTB, luas BKPH Ropang yang terletak di Kabupaten Sumbawa Provinsi NTB adalah seluas 74.856,53 Ha, dengan rincian sebagai berikut:

1) Hutan lindung (HL) : 55.662 ha 2) Hutan produksi tetap (HP) : 1.919 ha 3) Hutan produksi terbatas (HPT) : 15.788 ha

Sedangkan berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan tentang Penetapan Kawasan Hutan pada Kelompok Hutan (KH) Pusuk Pao (RTK.38), KH Rentung

(43)

Sebokas (RTK.46), KH Dodo Jaranpusang (RTK.64) dan KH Samoko Lito (RTK 89), luas BKPH Ropang (Unit XII) adalah ± 74.856,53 ha.

4.1.2. Topografi

Berdasarkan Peta Topografi hasil pengolahan data citra SRTM, wilayah KPHL Ropang (Unit XII) terletak pada ketinggian 0 m dpl sampai dengan ± 1.338 m dpl. Kelompok Hutan (KH) Pusuk Pao (RTK.38) ) terletak pada ketinggian ± 111 m dpl sampai dengan ± 982 m dpl, KH. Rentung Sebokas (RTK.46) ) terletak pada ketinggian ± 175 m dpl sampai dengan ± 745 m dpl, KH. Dodo Jaranpusang (RTK.64) terletak pada ketinggian ± 0 m dpl sampai dengan ± 1.328 m dpl dan KH. Samoko Lito (RTK 89) ) terletak pada ketinggian ± 83 m dpl sampai dengan ± 308 m dpl. Kondisi secara umum ketinggian tempat di wilayah KPHL Ropang tersaji pada Tabel 1.

Tabel 1. Ketinggian Tempat di BKPH Ropang.

No Ketinggian Tempat(m dpl) Luas (Ha) Persentase (%)

1 <50 2.050,48 2,73

2 50 – 200 72.702,83 96,85

3 201 – 500 119,94 0,16

4 501 - 2.000 191,71 0,20

Total 74.856,53 100,00

Wilayah BKPH Ropang (Unit XII) memiliki kemiringan yang bervariasi mulai dari kelas kemiringan lereng antara Datar (0 - 8 %) sampai kelas kemiringan lereng Sangat Curam (> 45 % ). Mayoritas wilayah BKPH Ropang memiliki kemiringan Sangat Curam seluas 37.644,71 ha (50,15%) dan Agak Curam seluas 22.199,01 ha (29,57 %).

(44)

4.1.3. Klimatologi

Ditinjau dari letak astronomis, wilayah kelola BKPH Ropang (Unit XII) termasuk kedalam iklim tropis. Ciri khas dari iklim tropis adalah memiliki temperatur berkisar antara 20°C - 23°C. Selain itu, wilayah beriklim tropis cenderung memiliki curah hujan yang lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah beriklim selain tropis. Menurut hasil evaluasi agroklimat klasifikasi iklim (Schimdt-Ferguson) memiliki 3 (tiga) tipe iklim, yaitu:

a. Tipe iklim E (agak kering), dimana jumlah perbandingan bulan kering dan basah berkisar antara 100% -167%;

b. Tipe iklim F (kering), dimana jumlah perbandingan bulan kering dan basah berkisar antara 167 %-300%; dan

c. Tipe iklim G (sangat kering), dimana jumlah perbandingan bulan kering dan basah berkisar antara 300% -700%.

4.1.4. Geologi dan Tanah

Berdasarkan Peta Geologi yang dikeluarkan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Tahun 1975, kondisi geologi di wilayah KPHL Ropang (Unit XII) didominasi formasi batuan Andesit dan Basalt, yaitu seluas ± 97% dari luas wilayah. Batuan Andesit dan Basalt merupakan batuan beku, yaitu batuan yang terbentuk dari satu atau beberapa mineral dan terbentuk akibat pembekuan dari magma. Batuan Andesit memiliki komposisi kimia terdiri dari unsur - unsur silikat, alumunium, besi, kalsium, magnesium, natrium, kalium, titanium, mangan, fosfor dan

(45)

air. Kondisi geologi di wilayah KPHL Ropang (Unit XII) lebih lengkap tersaji pada Tabel 2.

Tabel 2. Formasi Geologi di Wilayah BKPH Ropang .

Formasi Geologi Luas (Ha) Persentase (%)

1. Basalt, gabbro 737,85 0,98

2. Alluvium, recent riverine 1.270,08 1,69

3. Andesit, basalt 72.884,28 97,09

4. Coral 164,09 0,22

5. Alluvium, fan deposits, alluvium, recent volcanic

8,65 0,01

Jumlah 74.856,53 100

Sumber : Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Tahun 2017

Jenis tanah yang mendominasi di Kelompok Hutan Pusuk Pao (RTK.38) berdasarkan Peta Jenis Tanah Tinjau Indonesia (1965) yang dikeluarkan oleh lembaga penelitian Tanah Bogor adalah Komplek Litosol dan Mediteran Coklat, pada Kelompok Hutan (KH) Rentung Sebokas (RTK.46) dan KH. Dodo Jaranpusang (RTK.64) adalah Kompleks Litosol Mediteran Coklat Kemerahan dan Mediteran Coklat, sedangkan di KH. Samoko Lito (RTK.89) adalah Mediteran Coklat. Tanah Litosol adalah tanah hasil pelapukan batuan beku dan sedimen yang masih baru terbentuk sehingga butirannya besar, biasanya lapisan tanah yang tidak begitu tebal. Kondisi secara umum sebaran jenis tanah di wilayah KPHL Ropang (Unit XII) lebih lengkap tersaji pada Tabel 3.

(46)

Tabel 3. JenisTanah di Wilayah BKPH Ropang.

No Jenis Tanah Luas (Ha) Persentase (%)

1. 1 Mediteran Coklat 957,10 1,28

2. 2 Komplek Litosol Mediteran Coklat

Kemerahan & Mediteran Coklat 73.663,52 98,41

3. 3 Mediteran Coklat 202,31 0,27

4. 4 Alluvial Coklat-Kekelabuan 33,60 0,04

Jumlah 74.856,53 100,00

Sumber: Lembaga Penelitian Tanah Bogor, 2017. 4.1.5. Hidrologi

Berdasarkan hasil identifikasi mata air di wilayah kerja BKPH Ropang (Unit XII) sampai Mei 2017 telah dijumpai sejumlah 19 titik mata air baik yang telah digunakan oleh masyarakat untuk keperluan sehari-hari maupun yang belum dimanfaatkan.

4.1.6. Pola Penggunaan Lahan

Kawasan hutan wilayah kerja BKPH Ropang (Unit XII) yang terdiri dari fungsi hutan lindung dan fungsi hutan produksi dibagi menjadi 4 (empat) blok, yang terdiri dari 2 (dua) blok di fungsi hutan lindung yaitu 1) blok inti 4.008,02 Ha, dan 2) blok pemanfaatan 51.281,89 Ha dan 2 (dua) blok di fungsi hutan produksi (terbatas dan tetap). Sementara untuk kawasan hutan produksi (tetap dan terbatas) terbagi menjadi 2 (dua) blok, yaitu; 1) blok pemberdayaan masyarakat (7.312,36 Ha, dan 2) blok pemanfaatan kawasan, jasa lingkungan, dan HHBK (12.254,25 Ha).

Secara teknis, penetapan Wilayah Tertentu BKPH Ropang (Unit XII) didasarkan pada hasil cross check dengan para pihak khususnya pemerintah daerah,

(47)

pemegang ijin, dan overlay peta. Berdasarkan hal tersebut diperoleh kondisi eksisting Wilayah Tertentu adalah seluas 69.783,50 Ha.

Data dan informasi yang di peroleh dari data primer dan sekunder yang dilakukan melalui kegiatan survey lapangan merupakan dasar bagi penyusunan rencana pengelolaan pada BKPH Ropang. Untuk mendukung data dan informasi yang diperoleh, juga dilakukan analisis perpetaan dengan memanfaatkan berbagai peta dan citra yang tersedia dari berbagai sumber yang mampu menginterpretasikan situasi dan kondisi kawasan hutan. Hasil analisis data dan informasi serta analisis perpetaan secara umum memperlihatkan bahwa kawasan hutan BKPH Ropang memiliki potensi untuk pengembangan tanaman non kayu, pengembangan jasa air dan pengembangan wisata alam.

4.2.Keadaan Sosial Ekonomi

4.2.1. Demografi

Menurut data statistik yang bersumber dari Sumbawa Dalam Angka Tahun 2016 (BPS Sumbawa) jumlah penduduk di Kabupaten Sumbawa adalah 441.102 jiwa dengan kepadatan 66 jiwa/Km². Sedangkan informasi kependudukan masyarakat sekitar wilayah kelola BKPH Ropang berdasarkan kecamatan, dan desa disajikan pada tabel berikut.

(48)

Tabel 4. Data Kependudukan Masyarakat Sekitar BKPH Ropang No Kecamatan Desa Jumlah penduduk (jiwa) Luas Wilayah (Km2) Kepadatan (Jiwa/Km2) 1 Ropang Ropang 1.494 63,14 24 Ranan 581 11.83 49 Lebin 657 30.40 24 Labangkar 1.240 223.83 6 Lawin 1.051 115.23 10 2 Lantung Lantung 682 21.01 32 Padesa 272 34.01 8 Sepukur 1387 92.1 15 Ai Mual 509 20,33 25 3 Lenangguar Ledang 1.520 221.5 7 Lenagguar 2.798 140 20 Tatebal 1.263 69 18

4 Lunyuk Lunyuk Ode 1.433 47.06 30

Lunyuk Rea 2.925 89.45 33 5 Lopok Mama 2.292 26.33 87 Pungkit 2.215 33.98 65 6 Lape Lape 6.030 32.34 186 7 Maronge Maronge 4.411 83.22 53 Pemasar 1.820 62.75 29 Simu 2.239 101.77 22 8 Moyo Hulu Batu Tering 1.622 30.1 54 Brang Rea 1.314 22.44 59 Lito 1.855 7.75 239

9 Plampang Brang Kolong 2.625 28.73 91

Muer 3.409 37.29 91

Selante 2.664 81.61 33

(49)

4.2.2. Mata Pencaharian

Mata pencaharian penduduk desa di sekitar wilayah kelola BKPH Ropang cukup beragam, namun mayoritas penduduk 26 desa bermata pencaharian sebagai petani. Sektor pertanian merupakan sumber pendapatan yang utama dan sektor yang paling dominan. Hasil dari bertani umumnya dikonsumsi sendiri dan selebihnya dijual ke masyarakat desa sekitar atau pembeli yang datang langsung ke desa mereka 4.2.3. Pendidikan

Data statistik fasiltas pendidikan pada wilah kerja Balai Kesatuan pengeloaan Hutan Ropang Kabupaten Sumbawa Provinsi NTB dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Fasilitas Pendidikan Pada Wilayah Kerja BKPH Ropang

NO Kecamatan TINGKAT PENDIDIKAN Jumlah

SD SMP SMA 1 Lunyuk 17 7 2 16 2 Lantung 3 2 - 5 3 Lape 14 3 1 18 4 Lenangguar 11 3 1 15 5 Lopok 17 4 1 22 6 Maronge 6 3 1 10 7 Moyo hulu 21 6 1 28 8 Plampang 26 9 2 37 9 Ropang 7 3 - 10

Sumber:Badan Pusat Statistik Tahun 2017 4.2.4. Kesehatan

Fasilitas-fasilitas kesehatan yang terdapat di wilayah kerja BKPH ROPANG yang telah digunakan untuk mensejahterakan kehidupan masyarakat. Fasilitas-fasilitas kesehatan tersebut dapat dilihat pada Tabel 6.

(50)

Tabel 6. Fasilitas Kesehatan yang ada pada areal BKPH Ropang

No Kecamatan Puskesmas Jumlah Desa

Desa/kelurahan Siaga

POSKESDES POLINDES POSBINDU Total %

1 Lunyuk Lunyuk 7 - 7 - 7 100 2 Lantung Lantung 4 2 2 - 4 100 3 Lape Lape 4 - 3 1 4 100 4 Lenangguar Lenangguar 4 - 3 1 4 100 5 Lopok Lopok 7 - 3 4 7 100 6 Maronge Maronge 4 - 4 - 4 100

7 Moyo hulu Moyo hulu 12 3 8 - 11 100

8 Plampang Plampang 11 3 8 - 11 100

9 Ropang Ropang 5 3 2 - 5 100

Sumber: Dinas Kesehatan Kabupaten Sumbawa,2017 4.2.5. Sosial Budaya

Masyarakat lokal atau setempat yang tinggal di sekitar wilayah kelola BKPH Ropang (Unit XII) meliputi masyarakat dari 26 desa yang tersebar di 9 kecamatan Kabupaten Sumbawa Provinsi NTB. Masyarakat desa di sekitar kawasan hutan umumnya tidak memiliki lahan garapan, mereka hanya sebagai buruh tani yang hasilnya terkadang tidak mencukupi untuk kebutuhan keluarga. Sebagian besar tingkat kesejahteraan masyarakat di sekitar hutan tersebut masih tergolong rendah.

Pada umumnya, masyarakat desa di 9 kecamatan mayoritas penduduknya memiliki sistem dan struktur masyarakat yang homogen. Dapat dikatakan seluruh masyarakat desa disekitar wilayah BKPH Ropang beragama Islam. Selain itu, mayoritas masyarakat memiliki mata pencaharian utama sebagai petani dan buruh tani. Khusus untuk masyarakat desa yang berbatasan langsung dengan hutan di wilayah kelola BKPH Ropang memanfaatkan kawasan hutan untuk kegiatan

(51)

4.3.Kelembagaan (Lokasi Penelitian)

4.3.1. Struktur Organisasi

Gambar2. Struktur Organisasi BKPH Ropang Provinsi Nusa Tenggara Barat 4.3.2. Tugas Pokok dan Fungsi

Ketersediaan SDM yang memadai adalah dalam rangka mewujudkan misi

keenam pengelolaan hutan BKPH Ropang, yaitu; “Mewujudkan lembaga pengelola

di tingkat tapak yang kuat dan mantap didukung oleh SDM yang memadai dan kompeten”. Mengacu kepada Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah Provinsi NTB, perlu menetapkan Peraturan Gubernur tentang Pembentukan, Kedudukan, Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi serta Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Dinas Pada Dinas-Dinas Daerah dan Unit Pelaksana Teknis Badan pada Badan-Badan Daerah Provinsi NTB dan

Kepala BKPH

Sub Bagian Tata UsaHa Kelompok Jabatan

Fungsional

Kepala Seksi Pelindungan KSDAE dan Pemberdayaan

Masyarakat Pemantauan Pengelolan Hutan Kepala Seksi Perencanaan Resort BKPH Resort BKPH Resort BKPH Resort BKPH

(52)

Pembentukan, Kedudukan, Susunan Organisasi, Tugas Dan Fungsi Serta Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Dinas Pada Dinas-Dinas Daerah Dan Unit Pelaksana Teknis Badan Pada Badan-Badan Daerah Provinsi NTB, maka struktur organisasi Balai KPH Ropang dibentuk menurut Tipe A, terdiri dari sebagai berikut:

a. Kepala Balai

Kepala Balai kesatuan Pengelolaan Hutan (BKPH) Ropang berada di bawah dab bertanggung jawab kepada Bupati melalui Sekertaris Daerah dan mempunyai tugas dan kewajiban melaksanakan pengelolaan hutan sesuai dengan fungsi hutannya berdasarka peraturan perundang-undangan

b. Fungsi kepala balai

1). Perumusan kebijakan kesatuan 2). Penyusunan rencana strategi kesatuan

3). Penyelenggaraan pelayanan umum dibidang pengelolaan hutan lin dung dan wilaya kesatuan

4). Pembinaan, pengkoordinasian, pengawasan program dan kegiatan kesatuan. c. Tugas kepala balai

1). Merencanakan, mengorganisasikan, mengerakan dan mengendalikan serta menetapkan kebijakan teknis dan bidang pengelolaan hutan dan wilaya kesatuan 2). Melaksanakan pemberian dukungan atas penyelenggaraan pemerintah daerah

dibidang pengelolaan hutan dalam wilaya kesatuan

(53)

d. Kepala Sub Bagian Tata Usaha.

Sub tata usaha dipimpin oleh Kepala Sub Bagian Tata Usaha yang berada di bawa dan bertanggung jawab kepada Kepala Balai. Kepala Sub Gaian Tata Usaha mempunyai tugas dan kewajiban membantu Kepala Balai Menyelenggarak Administrasi, Merencanakan, Memantau, Mengendalikan, dan Mengevaluasi Asset, Program/Kegiatan Balai.

e. Kepala Seksi Perencanaan.

Seksi Perencanaan dipimpin oleh kepala Seksi Perencanaan yang berada di bawa dan bertanggung jawab kepada Kepala Balai. Kepala Seksi Perencanaan mempunyai tugas dan kewajiban membantu Kepala Balai dalam melaksanakan kegiatan di Bidang Perencanaan.

f. Kepala Seksi Perlindungan Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) dan Pemberdayaan Masyarakat.

Dilihat dari kriteria luas Wilayah Tertentu, kegiatan, dan jumlah Sumber Daya Manusia (SDM) yang ada saat ini secara kelembagaan Organisasi BKPH Ropang termasuk dalam kategori tipe A dengan kebutuhan ideal jumlah SDM yang harus tersedia di organisasi ini adalah sebanyak 77 orang. Saat ini jumlah SDM yang dimiliki berjumlah 23 orang terdiri dari 17 orang PNS, 6 orang tenaga kontrak Pengamanan Hutan, dan 1 orang tenaga kontrak. Oleh karenanya, masih dibutuhkan jumlah Sumber Daya Manusia untuk diusulkan sebanyak 22 orang dan 34 orang tenaga kontrak pengamanan maupun administrasi guna memenuhi kondisi ideal dari

(54)

sisi kuantitas SDM dalam rangka mendukung operasionalisasi BKPH Ropang dilapangan.

(55)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Identitas Responden

Identitas responden merukan keadaan yang menggambarkan kondisi umum dari responden masyarakat pemungut madu yang masih aktif, identitas responden yang dikaji dalam penelitian ini meliputi : umur, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan anggota keluarga.

5.1.1. Umur Responden

Menurut ( Hasanuddin, 2016) komposisi penduduk berdasarakan umur dikelompokkan menjadi tiga :

1. Kelompok Umur produktif muda 15-34 Tahun. 2. Kelompok Umur produktif tua 35-54 Tahun 3. Kelompok Umur yang tidak produktif >54 Tahun

Klasifikasi berdasarkan umur responden, Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Klasifikasi Responden Berdasarkan Kelompok Umur pada areal BKPH Ropang Kabupaten Sumbawa

No Kelompok usia (umur) Jumlah responden Persentase (%)

1 15-34 2 6,06

2 35-54 28 84,84

3 >54 3 9,09

Jumlah 33 100,00

(56)

Tabel 7 menunjukkan bahwa usia petani pada umumnya dilakukan oleh usia sekitar 35-54 tahun dengan persentase (84,84%) dengan jumlah 28 orang, usia kelompok umur 15-34 tahun dengan persentase (6,06%) dengan jumlah 2 orang, sedangkan kelompok umur diatas 54 tahun mempunyai presentase (9,09) dengan jumlah 3 orang. Hal ini menunjukkan bahwa para pemungut lebah madu sangat diminati oleh usia produktif tua. Dikatakan usia produktif karena responden diasusmsikan memiliki kemampuan baik kemampuan berfikir maupun kemampuan fisik yang kuat, pengalaman yang baik dan masih mampu untuk bekerja sehingga nantinya mereka dapat meningkatkan pendapatan.

Umur seseorang menentukan prestasi kerja atau kinerja orang tersebut. Semakin berat pekerjaan secara fisik dan semakin tua tenaga kerja, maka semakin turun prestasi kerjanya. Namun, dalam hal tanggung jawab semakin tua umur tenaga kerja semakin banyak pengalaman yang diperoleh selama bekerja.

5.1.2. Tingkat Pendidikan Responden

Klasifikasi berdasarkan umur tingkat pendidikan, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 8.

(57)

Tabel 8. Klasifikasi Berdasarkan Tingkat Pendidikan

No Tingkat Pendidikan Jumlah Responden (Orang) Persentase (%)

1 SD 20 60,60

2 SMP 7 21,21

3 SMA 6 18,18

Jumlah 33 100,00

Sumber : Data Primer Setelah Diolah 2018

Berdasarkan Tabel 8 menunjukkan bahwa dari 33 orang responden di wilayah kerja BKPH Ropang yang tamat SD sebanyak 20 orang responden, tingkat SMP sebanyak 7 orang responden, SMA sebanyak 6 orang responden.

Pendidikan sangat penting untuk dimiliki seseorang. Tingkat pendidikan yang semakin tinggi akan mempermudah seseorang dalam melakukan aktifitas yaitu dalam mencari pekerjaan. Dengan adanya pendidikan seseorang akan memiliki kemampuan berfikir yang baik dan mudah mencari solusi dari masalah-masalah yang dihadapinya khususnya yang dapat berhubungan dengan pengelolaan hutan.

Tingkat pendidikan seseorang akan mempengaruhi dalam mengelolah usahanya yaitu bagaimana cara yang tepat dalam mengelolah usahanya untuk meningkatkan jumlah produksi dan juga pendapatannya. Tingkat pendidikan dan besar pendapatan seseorang juga mempunyai hubungan satu sama lain. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka semakin banyak pula pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh, sehingga mereka mampu untuk menerapkan dalam kehidupan terutama dalam mengelolah hutan. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat

(58)

pendidikan yang tinggi serta penerapannya dalam mengelolah hutan dengan baik maka pendapatan seseorang akan meningkat.

5.1.3. Jumlah Tanggungan Keluarga

Tanggungan keluarga adalah seluruh orang yang tinggal di dalam maupun di luar rumah yang dibiayai atau dinafkahi. Jumlah tanggungan keluarga juga sangat mempengarui pelaku usaha untuk terus bekerja mencari penghasilan untuk dapat bertahan hidup, serta memenuhi kebutuhan sehari-hari. Apabila jumlah tanggungan keluarga semakin banyak, maka biaya yang dubutukan semakin besar pula. Adapun jumlah tanggungan responden pada areal Balai Kesatuan Pengelolaan Hutan (BKPH) Ropang dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Klasifikasi Responden Menurut Jumlah Tanggungan Keluarga Tiap Responden pada areal BKPH Ropang

No Jumlah Tanggungan Keluarga Jumlah Responden (orang) Persentase (%) 1 >3 9 27,27 2 3 10 30,30 3 <3 14 42,42 Jumlah 33 100,00

Sumber : Data Primer Setelah Diolah 2018

Berdasarkan Tabel 9 dapat dilihat bahwa jumlah tanggungan keluarga keseluruhan objek penelitian yang paling banyak adalah keluarga yang memiliki tanggungan keluarga di <3 berjumlah 14 orang dengan persentase (42,42%), dan yang

(59)

paling sedikit adalah tanggungan keluarga di atas >3 berjumlah 9 orang dengan persentase (27,27%).

5.1.4. Jenis Pekerjaan Responden (Mata Pencaharian)

Berdasarkan hasil penelitian rata-rata responden memiliki pekerjaan utama sebagai petani, sedangkan rata-rata pekerjaan sampingan responden adalah pemungut madu pada areal Balai Kesatuan Pengelolaan Hutan (BKPH) Ropang desa Sepukur kecamatan Lantung Kabupaten Sumbawa.

5.2. Penerimaan Rumah Tangga

Berdasarkan hasil penelitian bahwa Penerimaan rumah tangga yaitu bersumber dari hasil pertanian dan pemungutan madu. Untuk data hasil penerimaan responden dapat dilihat pada Tabel 10 dan Tabel 11.

5.2.1. Penerimaan Responden dari Lebah Madu

Berdasarkan hasil penelitian, petani lebah madu pada areal Balai Kesatuan Pengelolaan Hutan (BKPH) Ropang Kabupaten Sumbawa dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Penerimaan Responden dari Lebah Madu Selama Satu Tahun pada areal Balai Kesatuan Pengelolaan Hutan (BKPH)Ropang Kabupaten Sumbawa

No. Penerimaan/Tahun Jumlah

(Orang) Persentase (%) 1 Rp. 5.000.000 – Rp. 10.000.000 17 51,51 2 Rp. 10.000.001 – Rp. 15.000.000 11 33,33 3 Rp. 15.000.001 – Rp. 20.000.000 0 0 4 > Rp 20.000.001 5 15,15 Jumlah 33 100,00

(60)

Berdasarkan Tabel 10 menunjukkan bahwa responden yang memiliki penerimaan dari lebah madu paling banyak yaitu 5 orang dengan penerimaan diatas Rp.21.000.001 dengan persentase (15,15%) per 6 bulan dengan jumlah 300 botol dengan ukuran 600 Ml. Responden yang memiliki penerimaan paling sedikit ada 17 orang dengan penerimaan sebesar Rp 5.000.000 – 10.000.000 per 6 bulan dengan persentase (51,51%) per dengan jumlah 78-160 botol dengan ukuran 600 Ml.

5.2.2. Penerimaan dari Pertanian

Masyarakat pada areal Balai Kesatuan Pengelolaan Hutan (BKPH) Ropang hanya menanam padi dengan mengandalkan turunnya air hujan, dikarenakan tidak adanya saluran irigasi. Hasil panen padi oleh petani dijual ke pengepul dengan harga Rp500.000 per 100 Kg. Penerimaan Petani dapat dilihat pada tabel 11 berikut ini. Tabel 11. Penerimaan Responden dari Sektor Petanian Selama Satu Tahun pada areal

BKPH Ropang Kabupaten Sumbawa.

No. Penerimaan Jumlah

(Orang) Persentase (%) 1 Rp 2.500.000 –Rp 10.500.000 21 63,63 2 Rp 10.500.001–Rp 18.500.000 9 27,27 3 Rp 18.500.001–Rp 26.500.000 2 6,06 4 > Rp 26.500.001 1 3,03 Jumlah 33 100,00

Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2018

Berdasarkan Tabel 11 menunjukkan bahwa responden yang memiliki penerimaan dari sektor lain yang paling banyak yaitu 1 orang dengan penerimaan diatas Rp 26.500.001 per tahun dengan persentase (3,03%). Dari hasil setiap panen berkisar 130 karung per tahun dengan luas lahan 4,00 Ha. Sedangkan responden yang

(61)

memiliki penerimaan paling sedikit ada 21 orang dengan peneriman berkisar antara Rp 2.500.000-Rp 10.500.000 per tahun dengan persentase (63,63%). Dari hasil setiap panen 10 – 35 karung per tahun dengan luas lahan yang bervariasi. Maka dapat disimpulkan bahwa luas lahan tidak selalu menjamin berapa banyak padi yang dihasikan, karena yang menjamin banyaknya hasil padi ialah luas lahan dengan selalu turunnya air hujan.

5.2.3. Total Penerimaan

Tabel 12. Total Penerimaan Responden pada areal Balai Kesatuan Pengelolaan Hutan (BKPH) Ropang Kabupaten Sumbawa

No. Usaha Total Penerimaan (Rp)

1 Penerimaan Lebah 371.700.000

2 Hasil Pertanian 308,000,000

Jumlah 679,700,000

Rata-rata 20.596.969

Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2018

Berdasarkan Tabel 12 total penerimaan yang di dapatkan adalah Rp 679,700,000 penerimaan diatas dari penjumlahan antara hasil penerimaan madu dan hasil penerimaan dari pertanian selama 6 bulan, dengan rata-rata penerimaanya yaitu Rp. 20.596.969

5.3. Total Biaya Pengeluaran

Total biaya pengeluaran petani baik dalam kegiatan utama maupun kegiatan sampingan dapat dilihat pada Tabel 13 berikut ini.

(62)

Tabel 13. Rata-rata Biaya Responden Setiap 6 bulan pada areal Balai Kesatuan Pengelolaan Hutan (BKPH) Ropang Kabupaten Sumbawa

No Usaha Pengeluaran (Rp) Jumlah (Orang) Rata-Rata Biaya (Rp) 1 Lebah Madu 59.008.000 33 1.788.121 2 Pertanian 60.660.000 33 1.838.181 Jumlah 119.668.000 3.626.303

Sumber : Data Primer Setelah Diolah 2018

Berdasarkan Tabel 13. menunjukkan bahwa rata-rata biaya yang dikeluarkan oleh Petani lebah madu secara keseluruhan yaitu Rp. 3.626.303 per orang setiap 6 bulan. Hasil itu didapat dari jumlah rata-rata biaya yang dikeluarkan responden dari setiap bidang usaha.

5.4. Pendapatan

Pendapatan responden pemungut madu dan sektor pertanian dapat dilihat pada Tabel 14.

Tabel 14. Pendapatan Responden pada areal Balai Kesatuan Pengelolaan Hutan (BKPH) Ropang Kabupaten Sumbawa

No Jenis Pendapatan Penerimaan (Rp) Pengeluaran (Rp) Pendapatan Bersih (Rp) 1 Pendapatan Madu/ Tahun 371.700.000 59.008.000 312.692.000 2 Pendapatan Pertanian/Tahun 308.000.000 60.660.000 247.340.000 Jumlah 679.700.000 119.668.000 560.032.000

Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2018

Berdasarkan Tabel di atas menunjukkan bahwa pendapatan responden pada areal Balai Kesatuan Pengelolaan Hutan (BKPH) Ropang Kabupaten Sumbawa

(63)

dengan total pendapatan Rp. 560.032.000 didapat dari total penerimaan pertahun dikurangi dengan total pengeluaran pertahun.

5.5. Pendapatan Bersih Petani

Tabel 15. Pendapatan Bersih Responden

No Jenis Pendapatan Jumlah pendapatan

Rata-rata pendapatan

1 Pendapatan Madu/tahun 312.692.000 9.475.515

2 Pendapatan Pertanian/tahun 247.340.000 7.495.151

Total 560.032.000 16.970.666

Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2018

Berdasarkan Tabel di atas menunjukkan bahwa pendapatan bersih responden pada areal Balai Kesatuan Pengelolaan Hutan (BKPH) Ropang Kabupaten Sumbawa sebesar Rp. 560.032.000 untuk pendapatan bersih dari pemungut madu sebesar Rp. 312.692.000 pertahun, dengan rata-rata pendapatan Rp. 9.475.515/responden/tahun, sedangkan pendapatan bersih pada kegiatan pertanian sebesar Rp. 247.340.000 dengan rata-rata pendapatan Rp. 7.495.151/responden/tahun.

(64)

VI. PENUTUP

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan pendapatan bersih yang diperoleh responden pada areal Balai Kesatuan Pengelolaan Hutan (BKPH) Ropang Kabupaten Sumbawa yaitu Rp. 560.032.000 untuk pendapatan bersih dari pemungut madu sebesar Rp.312.692.000 pertahun, dengan rata-rata pendapatan Rp. 9.475.515/responden/tahun, sedangkan pendapatan bersih pada kegiatan pertanian sebesar Rp. 247.340.000 dengan rata-rata pendapatan Rp. 7.495.151/responden/tahun. 6.2. Saran

Untuk mengetahui faktor penentu besarnya produktivitas lebah madu, lebih dalam diperlukan adanya penelitian lanjutan secara lebih terfokus serta penelitian kualitas madu mengingat besarnya hasil madu yang diperoleh.

Peranan usaha madu mampu meningkatkan pendapatan masyarakat, maka diharapkan kepada pemerintah daerah dapat memberikan bantuan, dan juga bantuan dalam hal pemasaran agar usaha sampingan ini terus berkelanjutan dan akan terus meningkat dan berkembang

Gambar

Gambar 1. Kerangka Pikir PenelitianWilayah kerja Balai
Tabel 1. Ketinggian Tempat di BKPH Ropang.
Tabel 2. Formasi Geologi di Wilayah BKPH Ropang .
Tabel 3. JenisTanah di Wilayah BKPH Ropang.
+7

Referensi

Dokumen terkait

• Indonesia juga merupakan negara yang berkomitmen dengan penegakan hak asasi manusia hal ini di buktikan dengan di ratifikasinnya dua konvenan pokok HAM yaitu Hak Sipil Politik dan

keadaan keuangan perusahaan, 2) Dapat diperbandingkan dengan rasio industry sehingga dapat diektahui posisi perusahaan terhadap industry. Hal ini merupakan salah

Karena stres kerja merupakan “Penyakit Abad 20-an” dan telah menjadi “Epidemic Global” hampir di setiap pekerjaan di seluruh dunia, membuat penulis tertarik

Model kajian tindakan yang diperluaskan oleh Kemmis dan McTaggart (1988) digunakan untuk mengkaji keberkesanan teknik Teater Forum dalam mengembangkan aspek penaakulan

Periksalah temperatur air pendingin engine, tekanan olie engine, HST oil temperatur dan permukaan bahan bakar. Bila engine panas tinggi, jangan memberhentikan engine secara

Variabel-variabel dalam penelitian ini yang meliputi variabel independen (eksogen, bebas) yaitu gaya kepemimpinan (X1), motivasi (X2), disiplin (X3), dan variabel

Islamisasi pengetahuan ini juga diawali dengan adanya keresahan dan kekecewaan pada kaum muslim dalam melihat fenomena betapa pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan

Metode pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara dengan pihak yang bersangkutan untuk mendapatkan data dari objek yang sedang diteliti dan melakukan