• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA. menikmati keanekaragaman hayati dengan tanpa melakukan aktifitas yang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA. menikmati keanekaragaman hayati dengan tanpa melakukan aktifitas yang"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Ekowisata

Ekowisata atau wisata ekologis memiliki pengertian yakni, wisatawan menikmati keanekaragaman hayati dengan tanpa melakukan aktifitas yang menyebabkan perubahan pada alam, atau hanya sebatas mengagumi, meneliti dan menikmati serta berinteraksi dengan masyarakat lokal dan objek wisata tersebut (Qomariah, 2009).

Menurut Fandeli et al (2000), Indonesia memiliki potensi yang sangat besar dalam pengembangan ekowisata kawasan hutan tropika yang tersebar di kepulauan yang sangat menjanjikan untuk ekowisata dan wisata khusus. Kawasan hutan yang dapat berfungsi sebagai kawasan wisata yang berbasis lingkungan adalah kawasan Pelestarian Alam (Taman Nasional, Taman Hutan Raya, Taman Wisata Alam), kawasan suaka Alam (Suaka Margasatwa) dan Hutan Lindung melalui kegiatan wisata alam terbatas, serta Hutan Produksi yang berfungsi sebagai Wana Wisata.

Dalam konteks ekowisata maka sumberdaya alam dipandang sebagai asset yang memiliki nilai, baik secara ekologi maupun ekonomi, sehingga kegiatan-kegiatan yang dilahirkan akan bersifat nonekstraktif. Pendekatan yang kemudian muncul dan harus digunakan para pengembang adalah yang bersifat simbiotik, dimana para pelaku berinteraksi positif dengan kawasan yang dikelolanya dan bukan bersifat parasitik (Lubis, 2006).

Lubis (2006) juga menambahkan bahwa pengembangan ekowisata secara terpadu diperlukan untuk membangun ekowisata yang berkelanjutan dan berbasis masyarakat. Untuk menumbuhkan partisipasi masyarakat, maka perlu diciptakan

(2)

suasana kondusif yakni situasi yang menggerakkan masyarakat untuk menarik perhatian dan kepedulian pada kegiatan ekowisata dan kesediaan bekerjasama secara aktif dan berkelanjutan.

Pengembangan ini melibatkan adanya sistem perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi. Hal yang harus dipertimbangkan dalam perencanaan fisik ialah ketersediaan sarana pendukung dan aksesibilitas di lokasi wisata. Perencanaan terpadu berupa master plan untuk membangun eco-destination berisi kerangka kerja, stakeholders yang terkait serta tanggung jawab masing-masing

stakeholders untuk kegiatan konservasi lingkungan, peningkatan ekonomi serta

apresiasi budaya lokal.

Berikut dikemukakan juga prinsip pengembangan ekowisata dan kriteria ekowisata yang disusun oleh kementrian Kebudayaan dan Pariwisata Republik Indonesia bekerjasama dengan Indonesian Ecotourism Network (INDECON), yang secara konseptual menekankan tiga konsep dasar, yaitu:

1. Prinsip Konservasi : pengembangan ekowisata harus mampu memelihara, melindungi atau berkontribusi untuk memperbaiki sumberdaya alam.

2. Prinsip Partisipasi Masyarakat : pengembangan harus didasarkan atas musyawarah dan persetujuan masyarakat setempat serta peka dan menghormati nilai-nilai social-budaya dan tradisi keagaman yang dianut masyarakat sekitar kawasan.

3. Prinsip Ekonomi : pengembangan ekowisata harus mampu memberikan manfaat untuk masyarakat, khususnya setempat, dan menjadi penggerak pembangunan ekonomi di wilayahya untuk memastikan bahwa daerah yang

(3)

bangunan yang seimbang (balanced development) antara kebutuhan pelestarian lingkungan & kepentingan semua pihak.

Dalam penerapannya juga sebaiknya dapat mencerminkan dua prinsip lainnya, yaitu :

4. Prinsip Edukasi : pengembangan ekowisata harus mengandung unsur pendidikan untuk mengubah perilaku atau sikap seseorang menjadi memiliki kepedulian, tanggung jawab dan komitmen terhadap pelestarian lingkungan dan budaya.

5. Prinsip Wisata : pengembangan ekowisata harus dapat memberikan kepuasan pengalaman yang original kepada pengunjung, serta memastikan usaha ekowisata dapat berkelanjutan.

Ekowisata memberikan sarana untuk meningkatkan kesadaran orang akan pentingnya pelestarian dan pengetahuan lingkungan, baik wisatawan nusantara maupun mancanegara. Ekowisata harus menjamin agar wisatawan dapat menyumbang dana bagi pemeliharaan, keanekaragaman hayati yang terdapat di daerah yang dilindungi sebagai salah satu proses pendidikan memelihara lingkungan (Sastrayuda, 2010).

Zonasi dan Daya Dukung

Perencanaan pengelolaan kawasan yang dilindungi artinya mengidentifikasikan zona-zona pengelolaan yang berbeda, yang secara geografis kawasan berada dalam penekanan manajemen yang sama dan tingkat yang sama dalam pemanfaatannya dan pemisahan pemanfaatan yang berbeda. Zonasi dalam berbagai bentuk secara luas digunakan dan sudah lama dikembangkan sebagai

(4)

metode pengelolaan sumber informasi dan pedoman tugas pengelolaan (Zaitunah, 2009).

Zonasi kawasan berhubungan erat dengan daya dukung kawasan. Informasi awal dari gambaran umum kawasan dan permasalahan yang ada merupakan bahan dalam penentuan zonasi. Zonasi merupakan aspek manajemen kawasan yang berhubungan dengan kepekaan suatu kawasan, objek dan atraksi wisata serta tingkat kunjungan maksimum yang disarankan (Lubis, 2006).

Bengen (2002) dalam Prasita (2007) menjelaskan bahwa konsep daya dukung didasarkan pada pemikiran bahwa lingkungan memiliki kapasitas maksimum untuk mendukung suatu pertumbuhan organisme. Daya dukung dibedakan menjadi 4 macam, yakni:

a. Daya Dukung Ekologis : tingkat maksimum (baik jumlah maupun volume) pemanfaatan suatu sumberdaya atau ekosistem yang dapat diakomodasi oleh suatu kawasan sebelum terjadi penurunan kualitas ekologis.

b. Daya Dukung Fisik : jumlah maksimum pemanfaatan suatu sumberdaya atau suatu ekosistem yang dapat diadsorbsi oleh suatu kawasan tanpa menyebabkan penurunan kualitasa fisik.

c. Daya Dukung Sosial : tingkat kenyamanan dan apresiasi pengguna suatu sumberdaya atau ekosistem terhadap suatu kawasan akibat adanya pengguna lain dalam waktu bersamaan.

d. Daya Dukung Ekonomis : tingkat skala usaha dalam pemanfaatan suatu sumberdaya yang memberikan keuntungan ekonomi maksimum secara berkesinambungan.

(5)

Konsep daya dukung ini berorientasi pada penggunaan jangka panjang dan tindakan jangka pendek yang harus dipertimbangkan efek jangka panjang. Konsep ini juga berorientasi pada optimalisasi penggunaan jangka panjang yang konstan dengan produk yang maksimum (Knudson, 1980; dalam Irayati, 2000).

Rencana Penelitian Integratif tentang Model Pengelolaan Kawasan Konservasi Berbasis Ekosistem tahun 2010-2014, menyatakan bahwa penetapan zonasi ditentukan oleh potensi biofisik, sarana prasarana tersedia dan tata ruang dan fungsi lahan daerah penyangga, serta aspek pengamanan. Untuk melihat seberapa jauh efektifitas pengelolaan dan manfaat zonasi bagi kepentingan pelestarian dan manfaat ekonomi maka perlu evaluasi nilai dan manfaat melalui indikator yang telah disepakati.

Young (1993) dalam Zaitunah (2009) mendefinisikan bahwa zonasi sebagai apa yang dapat terjadi dan tidak dapat terjadi dalam kawasan taman yang berbeda, dalam artian pengelolaan sumberdaya budaya alam, sumberdaya budaya, budidaya manusia dan keuntungannya, pengunjung dan pengalaman, aksesibilitas, fasilitas dan pembangunan, serta pemeliharaan dan operasional. Melalui manajemen zonasi, keterbatasan penggunaan yang diterima dan pembangunan dalam kawasan dikembangkan.

Zonasi bertujuan untuk mendefinisikan tindakan manajemen tertentu untuk setiap zona dan untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas manajemen. Zonasi juga digunakan untuk identifikasi dan merencanakan area-area dimana tingkat pengaruh turis paling tinggi mungkin terjadi tanpa membahayakan wilayah yang secara ekologi penting (Eagles et al, 2000; dalam Zaitunah, 2009).

(6)

Beberapa manfaat dilakukannya penzonasian pengelolaan kawasan konservasi antara lain:

- Menjamin kelestarian keterwakilan dan/atau kefragilan habitat tertentu melalui upaya tindakan manajemen yang tepat.

- Memisahkan konflik kepentingan antara aktivitas manusia dengan upaya perlindungan.

- Melindungi sumberdaya alam dan/atau budaya khas tanpa menghalangi upaya pemanfaatannya secara rasional.

- Memungkinkan areal yang rusak untuk pemulihan (alami maupun campur tangan manusia).

Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata No: KM.67/UM.001/MKP/2004 tentang Pedoman Umum Pengembangan Pariwisata di Pulau-pulau Kecil, mengatakan bahwa jenis-jenis zonasi yang umum digunakan dalam pengembangan pariwisata ada 3 (Intensif, Ekstensif, dan Perlindungan), sedangkan Lubis (2006) menyatakan bahwa selain ketiga zona tersebut ada zona lain yang dapat dimodelkan dalam suatu perancangan ekowisata. Berikut akan dijelaskan zona-zona tersebut.

1. Zona Intensif memiliki tingkat kerawanan ekologis dan fisik yang rendah dengan potensi wisata yang menarik. Pada kawasan ini dirancang untuk menerima kunjungan dan tingkat kegiatan yang tinggi dengan memberikan ruang yang luas untuk kegiatan dan kenyamanan pengunjung.

2. Zona Semi-intensif adalah kawasan yang dirancang sebagai kawasan untuk menerima kunjungan dengan tujuan kegiatan yang bersifat lebih spesifik.

(7)

- Zona Ekstensif Primer, merupakan kawasan yang dirancang hanya untuk menerima kunjungan dan tingkat kegiatan terbatas, untuk menjaga kualitas keanekaragaman hayati.

- Zona Ekstensif Sekunder, merupakan kawasan yang dirancang hanya untuk menerima kunjungan dan tingkat kegiatan yang sangat terbatas. Jalur lintasan memiliki tingkat kesulitan yang lebih tinggi dan memberikan nilai petualangan.

4. Zona Perlindungan, yaitu suatu kawasan yang dirancang untuk tidak menerima kunjungan dan kegiatan pariwisata. Kawasan ini biasanya merupakan kawasan yang menjadi sumber air bagi kawasan seluruh pulau, atau memiliki kerentanan keanekaragaman hayati yang sangat tinggi.

Penataan Ruang Zonasi Kawasan

Rencana tata ruang didasarkan pada konsep pemanfaatan ruang sesuai daya dukung kawasan pada tiap zona tapak yang telah ditetapkan. Zonasi didasarkan pada daya dukung dan kesesuaian lahan untuk tujuan perlindungan dan

pengawetan sumberdaya alam, dan pemanfaatan potensi yang ada (Nurlaelih, 1998).

Dalam penataan ruang ekowisata masyarakat berhak untuk berperan serta dalam proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang, dan mengetahui secara terbuka rencana tata kawasan dan rencana rinci tata ruang kawasan ekowisata (Sastrayuda, 2010). Selain itu aspek yang perlu untuk diperhatikan ialah lingkungan,termasuk konservasi sumber daya alam dan sentitifitas ekosistem serta aspek sosial, budaya dan ekonomi masyarakat.

(8)

Nurlaelih (1998) mengemukakan bahwa zona intensif memiliki tingkat kerawanan ekologis dan fisik yang rendah dengan potensi wisata yang menarik. Pada area ini dikembangkan area penerimaan, area piknik, dan area perkemahan dengan fasilitas penunjangnya. Aktivitas pada zona ini bersifat aktif dan pasif. Dalam zona ini dapat dikembangkan sarana dan prasarana fisik untuk pelayanan pariwisata yang umumnya tidak melebihi 60% luas kawasan zonasi intensif dan memperhatikan daya dukung lingkungan.

Zona ekstensif primer diperbolehkan adanya pembangunan fisik dan hanya dibatasi maksimal 5%, dan hanya sebatas papan informasi dan pendukung kegiatan (jalan setapak, tempat istirahat, dan menara pandang), serta hanya menerima wisatawan dalam jumlah terbatas. Sedangkan pada zona ekstensif sekunder tidak ada pembangunan sarana fisik wisata, karena kawasan tersebut memiliki keanekaragaman hayati dan kerentanan yang sangat tinggi. Dan untuk zona perlindungan tidak menerima kunjungan wisata dalam bentuk apapun (Lubis, 2006).

Perencanaan Kawasan Wisata

Simonds (1983) dalam Abus (1999) menjelaskan bahwa perencanaan merupakan ilmu dan seni pengorganisasian ruang aktivitas (use area) menjadi use

volume sehingga tercapai keharmonisan yang secara fungsional berdaya guna dan

secara estetis indah. Penekanan terhadap pengorganisasian ruang dikarenakan oleh setiap ruang mempunyai bentuk, ukuran, bahan, dan tekstur serta kualitas lainnya sehingga ruang-ruang memberikan pengaruh terhadap penggunaanya.

Perencanaan adalah mengumpulkan dan menginterpretasikan data, memproyeksikannya ke masa depan, mengidentifikasi masalah dan memberi

(9)

pendekatan yang beralasan untuk memecahkan masalah-masalah tersebut (Knudson,1980 dalam Syahriartato (2010). Perencanaan lanskap tersebut dapat dilakukan melalui beberapa pendekatan, antara lain pendekatan sumberdaya, pendekatan aktivitas, pendekatan ekonomi dan pendekatan perilaku.

Dalam perencanaan pengembangan ekowisata tujuan yang ingin dicapai adalah kelestarian alam dan budaya serta kesejahteraan masyarakat. Sementara pemanfaatan hanya dlakukan terhadap aspek jasa estetika, pengetahuan (pendidikan dan penelitian) terhadap ekosistem dan keanekaragaman hayati filosofi, pemanfaatan lajur untuk tracking dan adventure (Latifah, 2004).

Peta merupakan alat yang paling baik untuk membantu perencanaan dan pelaksanaan pembangunan, peta dapat diperoleh dengan cara pengukuran langsung di lapangan atau dengan menggunakan interprestasi foto udara maupun citra Landsat, dengan peta akan didapatkan informasi penyebaran obyek dan keterkaitan secara spesial (keruangan) dengan penumpang–tindihan (tumpang susun) dari beberapa peta dengan skenario tertentu dan diperoleh informasi yang bermanfaat (Dimiyati dan Dimyati, 1998; dalam Situmeang dkk, 2005).

Perencanaan lanskap adalah penyesuaian program dengan suatu lanskap untuk menjaga kelestariannya. Proses perencanaan dan perancangan lanskap kawasan rekreasi menurut Gold (1980) dalam Irayati (2000), terdiri atas enam tahap yaitu persiapan, inventarisasi, analisis, sintesis, perencanaan, dan perancangan.

Pendekatan dasar pembangunan berkelanjutan adalah kelestarian sumber daya alam dan budaya. Sumber daya tersebut merupakan kebutuhan setiap orang saat sekarang dan dimasa yang datang agar dapat hidup dengan sejahtera, untuk

(10)

itu dibutuhkan pengorganisasian masyarakat agar segala sesuatu yang telah menjadi kebijakan dapat dibicarakan, didiskusikan dan dicari jalan pemecahannya dalam satu organisasi ekowisata yang bertanggung jawab terhadap kelangsungan pembinaan ekowisata di satu kota dan kabupaten di daerah tujuan wisata (Syahriartato, 2010).

Sistem Informasi Geografis (SIG)

Sistem Informasi Geografis (SIG) atau Geographic Information System (GIS), merupakan suatu sistem (berbasiskan komputer) yang digunakan untuk menyimpan dan memanipulasi informasi-informasi geografis. SIG dirancang untuk mengumpulkan, menyimpan, dan menganalisis objek-objek dan fenomena-fenomena dimana lokasi geografis merupakan karakteristik yang penting atau kritis untuk dianalisis. Dengan demikian SIG merupakan sistem komputer yang mempunyai empat kemampuan berikut untuk menangani data yang bererferensi geografis, diantaranya : (a) masukkan/ input data, (b) keluarana/ output data, (c) manajemen data (penyimpanan dan pemanggilan data), (d) analisis dan manipulasi data (Arnoff, 1989; dalam Sinaga. 2008).

Perkembangan dibidang teknologi komputer telah membawa manfaat yang sangat besar bagi penyebaran informasi. SIG adalah bahagian dari sistem informasi yang diaplikasikan untuk data geografi atau alat database untuk analisis dan pemetaan sesuatu yang terdapat dan terjadi di bumi. SIG merupakan sistem informasi berbasis komputer digunakan untuk menyajikan data digital dan menganalisa penampakan geografis yang ada dan kejadian dipermukaan bumi. Penyajian secara digital berarti mengubah keadaan menjadi bentuk digital. Setiap objek yang ada dipermukaan bumi merupakan “geo-refernced” yang merupakan

(11)

kerangka hubungan database ke SIG. database merupakan sekumpulan informasi tentang sesuatu dan hubungannya antar satu dengan lainnya, sedangkan

geo-refernced” menunjukkan lokasi suatu objek diruang yang ditentukan oleh sistem

koordinat (Supriadi dan Zulkifli, 2007).

Dalam SIG terdapat berbagai peran dari berbagai unsur, baik manusia sebagai ahli dan sekaligus operator, perangkat alat (lunak/keras) maupun objek permasalahan. SIG adalah serangkaian sistem yang memanfaatkan teknologi untuk melakukan analisis spasial. Sistem ini memanfaatkan perangkat keras dan lunak komputer untuk melakukan data, seperti :

1. Perolehan dan verifikasi 2. Kompilasi

3. Penyimpanan

4. Pembaharuan dan perubahan 5. Manajemen dan pertukaran 6. Manipulasi dan penyajian 7. Analisis

(Budyanto, 2002).

Prahasta (2004) dalam Febriani (200) menyatakan bahwa, untuk kebaikan pengelolaan kawsan hutan, monitoring kondisi hutan harus dilakukan secara teratur. Hasil monitoring berguna untuk melakukan evaluasi. Monitoring kondisi hutan dapat berupa pemetaan hutan atau mendeteksi perubahan pada tutupan lahan. SIG dapat digunakan sebagai alat bantu untuk menangani berbagai data spasial termasuk peta, foto udara, citra satelit, data survey lapangan, dan sebagainya. SIG dapat juga digunakan untuk melakukan analisis, serta simulasi

(12)

berbagai proses yang asa dipermukaan bumi. SIG secara luas diterapkan dalam berbagai bidang kehidupan seperti bisnis, telekomunikasi, lingkungan dan geologi, pertanian dan kehutanan.

Bidang-bidang Aplikasi SIG dapat dimanfaatkan untuk mempermudah dalam mendapatkan data-data yang telah diolah dan tersimpan sebagai atribut suatu lokasi atau obyek. Data-data yang diolah dalam SIG pada dasarnya terdiri dari data spasial dan data atribut dalam bentuk digital. Sistem ini merelasikan data spasial (lokasi geografis) dengan data non spasial, sehingga para penggunanya dapat membuat peta dan menganalisa informasinya dengan berbagai cara. SIG merupakan alat yang handal untuk menangani data spasial, dimana dalam SIG data dipelihara dalam bentuk digital sehingga data ini lebih padat dibanding dalam bentuk peta cetak, tabel, atau dalam bentuk konvensional lainya yang akhirnya

akan mempercepat pekerjaan dan meringankan biaya yang diperlukan (Octafia, 2012).

Octafia (2012) menambahkan bahwa, aplikasi GIS merupakan prosedur yang digunakan untuk mengolah data menjadi informasi. Misalnya penjumlahan, klasifikasi, rotasi, koreksi geometri, query, overlay, buffer, jointable, dsb. Data yang digunakan dalam SIG dapat berupa data grafis dan data atribut. Data posisi/koordinat/grafis/ruang/spasial, merupakan data yang merupakan representasi fenomena permukaan bumi/keruangan yang memiliki referensi (koordinat) lazim berupa peta, foto udara, citra satelit dan sebagainya atau hasil dari interpretasi data-data tersebut. Data atribut/non-spasial, data yang merepresentasikan aspek-aspek deskriptif dari fenomena yang dimodelkannya.

(13)

Kondisi Umum Danau Linting

Secara administrasi kawasan Danau Linting terletak di Desa Sibunga-bunga Hilir, Kecamatan Sinembah Tanjung Muda (STM) Hulu, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara. Lokasi studi (kawasan Danau Linting) disebelah utara berbatasan dengan Desa Durian IV Mbelang, sebelah timur Sungai Buaya (Kabupaten Simalungun), sebelah selatan Desa Rumahri, dan sebelah barat Desa Rumahri & Desa Tanjung Bampu.

Lokasi studi berada pada jarak 50 km dari Medan, dengan jarak tempuh sekitar 1 jam 30 menit s/d 2 jam dengan menggunakan angkutan umum.

Danau Linting merupakan danau vulkanik, air danau yang mengandung belerang sangat bermanfaat untuk kesehatan kulit. meskipun demikian pengunjung harus berhati-hati ketika mandi di danau ini. menurut beberapa sumber, kedalaman air Danau Linting masih belum bisa diukur. Lagi pula keindahan alam yang begitu eksotis di danau ini membuat kita sangat nyaman untuk berlama-lama menikmati pesonanya (Dinneno, 2011).

Keunikan Danau Linting adalah warna airnya, dari satu sudut, kita bisa melihat warna airnya yang begitu biru seperti laut, namun dari sudut pandang lain di beberapa tempat, kita bisa melihatnya menjadi hijau.. Air danau yang berwarna biru kehijauan, dikelilingi rimbun pohon-pohon raksasa, dan berpadu dengan warna langit yang cerah membuat pemandangan di Danau Linting sangat indah (Kharir, 2011).

Referensi

Dokumen terkait

Upaya-upaya yang dilakukan untuk menanggulangi hambatan dalam pengembangan model pembiasaan pada pembelajaran agama Hindu di SLB/C Kemala Bhayangkari Tabanan dalam

Adaptasi penglihatan pada hewan nokturnal khususnya terjadi di retina matanya, karena retina merupakan bagian dari mata yang berperan dalam melihat warna.. Dari

Penelitian dengan judul “Studi Pemanfaatan Tumbuhan Obat sebagai Bahan Baku Pembuatan Teh di Desa Sukorambi, Kecamatan Sukorambi, Kabupaten Jember” dilakukan dengan

 Siswa dapat mengelmpokkan karakteristik dari bahan serat,  Siswa dapat menjelaskan keragaman karya kerajinan dari bahan serat ,  Siswa dapat menyebutkan

Kegiatan Monitoring dan Evaluasi Kegiatan Tingkat Kecamatan Monitoring dan Evaluasi Kegiatan dilaksanakan oleh Kecamatan secara berkala per empat bulan sekali dengan tujuan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstraksi dengan absorben shortening 100% menghasilkan minyak dengan rendemen dan mutu terbaik (rendemen tertinggi, derajat h

Ruang terbuka yang berada di Kampoeng Batik Laweyan terbagi menjadi ruang terbuka privat dan publik, ruang terbuka privat ini merupakan area ruang terbuka yang berada di dalam

Wawancara dilakukan dalam bentuk tanya jawab dan diskusi yang mengarah pada pemanfaatan hasil program pemberdayaan melalui pendidikan kecakapan hidup (life skills)