3.1. Tempat dan Waktu
Penelitian dilakukan dengan lokasi meliputi kawasan DKI Jakarta dan Perairan Teluk Jakarta yang dilaksanakan pada bulan Agustus 2005-April 2006. Teluk Jakarta, terletak disebelah utara kota Jakarta, adalah perairan dangkal (kedalaman rata-rata 15 m), dengan luas sekitar 514 km2. Di teluk ini bermuara 10 sungai dan kanal (yang dipantau oleh BPLHD Jakarta) yang melintasi kawasan Metropolitan Jakarta (Jabotabek) yang berpenduduk sekitar 20 juta jiwa.
3.2. Rancangan Penelitian 3.2.1. Pendekatan Sistem
Metode yang digunakan dalam penelitian adalah pendekatan sistem karena permasalahan dalam pengendalian pencemaran laut melibatkan banyak pihak (stakeholders) dan komponen-komponen dalam sistem tersebut sangat kompleks meliputi aspek lingkungan, ekonomi, sosial-budaya, teknologi, hukum dan kelembagaan.
Analisis sistem dapat didefinisikan sebagai penerapan dari metode ilmiah terhadap masalah-masalah yang mencakup sistem yang kompleks. Analisis sistem dan pemodelan merupakan alat yang sangat efektif didalam proses perencanaan.
Pendekatan sistem didefenisikan sebagai suatu metodologi penyelesaian masalah yang dimulai dengan cara tentatif mendefinisikan atau merumuskan tujuan dan hasilnya adalah suatu sistem secara operasi yang secara efektif dapat digunakan untuk menyelesaikan permasalahan. Menurut Eriyatno (2003), permasalahan tersebut dapat dalam bentuk perbedaan kepentingan (conflict
interest) atau keterbatasan sumberdaya (limited of resource). Pendekatan sistem
memberikan penyelesaian masalah dengan metode dan alat yang mampu mengidentifikasi, menganalisis, mensimulasi dan mendesain sistem dengan komponen-komponen yang saling terkait, yang diformulasikan secara lintas disiplin dan komplementer untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Pelaksanaan metode pendekatan sistem diperlukan beberapa tahapan secara sistematis dan terintegrasi, secara diagramatik disajikan pada Gambar 4. Lebih lanjut Eriyanto (2003) menjelaskan, prosedur analisis sistem meliputi beberapa tahapan diantaranya analisis kebutuhan, formulasi permasalahan, identifikasi sistem, pemodelan sistem, verifikasi model dan implementasi.
Mulai Analisis Kebutuhan Formulasi Permasalahan Identifikasi Sistem A A Pemodelan Sistem Implementasi Selesai Memuaskan Memuaskan B
Gambar 4. Tahapan dalam pendekatan sistem
3.2.1.1. Analisis Kebutuhan
Pada tahap ini dinyatakan kebutuhan-kebutuhan yang ada, meliputi
stakeholders yang terdiri dari masyarakat di sekitar Teluk Jakarta, pemerintah,
lembaga penelitian, lingkungan, tumbuhan dan hewan. Kemudian dideskripsikan daftar kebutuhannya. Analisis kebutuhan dilakukan terhadap semua pelaku yang terlibat dalam sistem tersebut. Hal ini dilakukan untuk mengetahui gambaran awal terhadap perilaku sistem yang akan terjadi.
3.2.1.2. Formulasi Masalah
Terjadinya konflik kepentingan antara para stakeholders, merupakan masalah yang membutuhkan solusi agar sistem dapat bekerja secara konstruktif dalam rangka mencapai tujuan dengan mengetahui permasalahan-permasalahan yang ada dari masing-masing stakeholder dengan adanya pengaruh dari
stakeholder yang lain.
3.2.1.3. Identifikasi Sistem
Identifikasi permasalahan yang ada merupakan tahapan awal dalam melakukan pendekatan sistem sehingga dengan mengidentifikasi masalah-masalah awal dan mendasar maka diharapkan diperoleh alternatif penyelesaian masalah sesuai dengan tingkat permasalahan yang diangkat.
Parameter rancang sistem adalah parameter-parameter yang mempengaruhi input sampai menjadi (transformasi) output. Tiap-tiap sistem memiliki parameter rancangan tersendiri, yang dapat berupa lokasi fisik, ukuran dari sistem dan komponennya, ukuran fisik dari sistem, serta jumlah dan tipe komponen dari sistem. Parameter rancang sistem cenderung konstan karena hal ini tidak dapat diubah tanpa penggantian sumberdaya. Dalam beberapa hal mungkin diharapkan untuk mengubahnya selama sistem berjalan untuk memperbaiki kemampuan sistem agar tetap berjalan baik apabila ada perubahan kondisi lingkungan.
3.2.1.4. Simulasi Model
Simulasi dari hasil pemodelan sistemik digunakan untuk melihat pola kecenderungamnya perilaku model. Hasil simulasi model dianalisis pola dan kecenderungannya, ditelusuri faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pola dan kecenderungan tersebut, serta dijelaskan bagaimana mekanisme kejadian tersebut berdasarkan analisis struktur model. Simulasi model dilakukan dengan menggunakan program Visual Basic.
3.2.2. Metode Pengambilan Data
Data yang akan dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui observasi lapang, wawancara dan/atau focus group discusion (FGD), sedangkan data sekunder diperoleh melalui penelusuran beberapa dokumen yang berkaitan dengan objek penelitian.
Data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data primer kualitas perairan Teluk Jakarta dan wawancara terstruktur pada beberapa Instansi/Lembaga/Dinas dan unsur masyarakat yang terkait dengan perairan Teluk Jakarta. Dinas/Instansi/Lembaga terkait itu meliputi: BPLHD Jakarta, Dinas Permukiman, Dinas Perindustrian, LON-LIPI, Dinas Kelautan dan Perikanan DKI Jakarta, Dinas Pekerjaan Umum, Balai Penelitian Perikanan Laut (Balitkanlut), Industri, pengusaha yang bergerak di bidang perikanan, tokoh adat dan masyarakat, LSM, dan perguruan tinggi serta beberapa dinas dan masyarakat yang terkait di bagian hulu sungai sebagai tambahan informasi untuk pertimbangan kebijakan.
Untuk data sekunder yang dipergunakan meliputi konsentrasi beberapa parameter limbah (kualitas air) di 10 muara sungai yang menuju Teluk Jakarta, serta di perairan teluk Jakarta. Parameter yang diamati adalah TDS, TSS, Mn, PO4, Zn, SO4, MBAS, KMnO4, BOD, dan COD. Data diamati beberapa tahun
dari mulai tahun 2000 sampai tahun 2004, data sekunder yang akan digunakan berasal dari berbagai dokumen yang berhubungan dengan daerah penelitian, meliputi data Biro Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta, data hasil penelitian, peta dasar Teluk Jakarta dan dokumen lainnya dari instansi terkait yang relevan dengan penelitian ini.
3.2.3. Metode Pengumpulan Sampel
Pengambilan contoh air untuk penentuan sifat fisika-kimia dan biologi perairan laut ditentukan sebagai berikut :
1. Dapat mewakili luasan wilayah perairan Teluk Jakarta sebanyak 6 lokasi pengamatan yaitu Sunda Kelapa, Marina, Tanjung Priok, Muara Baru, Cilincing dan Muara Angke pada jarak 50 m, 500 m, dan 1000 m sehingga total 18 titik pengamatan.
2. Penetapan parameter-parameter yang akan diukur didasarkan terutama pada: • Keamanan dan perlindungan terhadap kesehatan manusia serta
kelangsungan hidup organisme di dalam perairan dan dengan memperhatikan kemampuan teknis analisis.
• Jenis limbah yang terbawa oleh aliran buangan (effluent) yang menjadi sumber pencemar.
• Ketentuan jenis-jenis parameter yang ditetapkan dalam Baku Mutu Air Laut untuk Biota Laut.
Dengan memperhatikan hal-hal tersebut di atas, kemudian disusun jenis-jenis parameter yang akan dianalisis. Selanjutnya cara pengukuran tiap-tiap jenis-jenis parameter, baik parameter fisik, kimia maupun parameter biologi didasarkan pada cara-cara yang ditetapkan dalam Standard Methods for The Examination of Water
and Waste Water.
Metode pengambilan sampel untuk responden dalam rangka menggali dan mendapatkan informasi dari para stakeholder dan pakar (akuisisi pendapat pakar) menggunakan metode expert survey dengan sampel yang telah ditentukan/dipilih secara sengaja berdasarkan keperluan (purposive sampling). Sebagai dasar pertimbangan dalam menentukan atau memilih pakar untuk dijadikan responden menggunakan kriteria sebagai berikut :
a. Mempunyai pengalaman yang kompeten (sesuai dengan bidangnya).
b. Mempunyai reputasi, kedudukan/jabatan dan telah menunjukkan kredibilitas sebagai stakeholder yang konsisten atau pakar atau ahli pada bidang yang akan diteliti.
c. Kesediaan dan keberadaan responden untuk dijadikan responden.
Pemilihan instansi di ambil berdasarkan keterkaitan dengan pengelolaan pencemaran Teluk Jakarta dan instansi yang ikut mengelola wilayah administrasi yang dilalui DAS bagian hulu (Dinas Tata Ruang dan Lingkungan Hidup-DTRLH Bogor); sedangkan LSM, tokoh adat dan masyarakat diambil untuk dapat mewakili masyarakat baik yang terkena dampak langsung maupun tidak langsung sekaligus sebagai penyebab terjadinya pencemaran, responden masyarakat juga diambil pada daerah di sekitar hulu dan tengah sungai sebagai bahan pertimbangan terhadap pengelolaan pencemaran dan penyebab pencemaran;
sedangkan Perguruan Tinggi diambil dengan pertimbangan sebagai pihak yang sering meneliti dan mengembangkan berbagai permasalahan lingkungan hidup sehingga dapat memberikan masukan untuk diaplikasikan oleh pihak pemerintah dalam pengendalian pencemaran laut. Untuk lebih jelasnya pengumpulan sampel responden dan jumlah yang diambil dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Responden penelitian
Responden Jumlah
• Kantor BPLHD/KLH • Dinas Permukiman • Dinas Perindustrian • LON-LIPI
• Dinas Kelautan dan Perikanan • Pekerjaan Umum
• Balitkanlut • Industri
• Pengusaha bidang perikanan • LSM
• Perguruan Tinggi • Tokoh adat
• Dinas daerah di administratif sungai bagian hulu (Dinas Tata Ruang dan Lingkungan Hidup-DTRLH Bogor) dan
• Masyarakat (administratif sungai bagian hulu, tengah dan hilir) 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 4 2 30 Total 60 3.2.4. Jenis Data
Data primer umumnya untuk mengetahui kualitas perairan Teluk Jakarta dan tingkat keterkaitan faktor-faktor pencemaran serta usaha pengendalian pencemaran Teluk Jakarta berdasarkan hasil hasil wawancara, sedangkan data sekunder untuk mengetahui kondisi umum DKI Jakarta dan Teluk Jakarta, rencana strategi daerah, perkembangan sumber pencemar dan kualitas muara sungai secara time series. Untuk lebih jelasnya dalam mengetahui sumber data, cara pengumpulan data, serta bentuk data yang diambil dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Matriks data Jenis
Data Sumber Data
Cara
Pengumpulan Bentuk Data Primer Sekunder Instansi/Lembaga/ Dinas, unsur masyarakat, Perguruan Tinggi serta pelaku yang terkait dengan pencemaran perairan Teluk Jakarta Dinas/Instansi/ Lembaga yang terkait dengan pengelolaan dan penelitian sungai dan perairan teluk Jakarta Wawancara Semi Terstruktur dengan kuisioner Dan Wawancara bebas Pencatatan
• Data umum responden pelaku interaksi (stakeholder)
• Analisis kebutuhan pelaku interaksi (stakeholder)
• Penilaian responden terhadap Kualitas Lingkungan
• Data persepsi terhadap pencemaran Teluk Jakarta
• Penilaian responden terhadap penyebab pencemaran Teluk Jakarta
• Pola interaksi berdasarkan kelompok terhadap Teluk Jakarta
• Pola pengelolaan pengendalian pencemaran menurut responden
• Rencana strategi DKI Jakarta
• Keadaan umum lokasi penelitian dan tata ruang Jakarta
• Data profil dan perkembangan jumlah penduduk di DKI Jakarta
• Data kualitas air muara sungai yang mengalir ke Teluk Jakarta 5 tahun terakhir
• Data sumber-sumber pencemar di sekitar Teluk Jakarta
• Data perkembangan industri-industri di sekitar jakarta.
• Kegiatan pembinaan masyarakat
• Undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan daerah, surat keputusan yang berhubungan dengan Teluk Jakarta.
3.3. Analisis Data
3.3.1. Sumber-sumber Pencemaran Teluk Jakarta
Analisis sumber-sumber pencemaran di Teluk Jakarta dilakukan secara deskriptif. Untuk sumber pencemaran yang berasal dari landbased sources baik rumah tangga (limbah domestik), industri (limbah industri), dan pasar (limbah pasar) yang memanfaatkan sungai sebagai tempat pembuangan limbah di DKI Jakarta di lihat peningkatan jumlahnya selama 4 tahun terakhir.
3.3.2. Model Kualitatif dan Kuantitatif Pencemaran Teluk Jakarta A. Beban Pencemaran
Analisis beban pencemaran dilakukan dengan perhitungan secara langsung di muara-muara sungai yang menuju Teluk Jakarta. Cara penghitungan beban pencemaran ini didasarkan atas pengukuran debit sungai dan konsentrasi limbah di muara sungai-sungai yang menuju teluk Jakarta berdasarkan model berikut :
) 3600 24 30 10 ( 6× × × × × = − K D BP ……….. ... (1) Keterangan :
BP = Beban pencemar yang berasal dari satu sungai (ton/bulan) D = Debit sungai (m3/detik)
K = Konsentrasi pencemar (mg/l)
Total beban pencemar dari seluruh sungai yang bermuara di Teluk Jakarta, sebagai berikut :
∑
= = n i BPi TBP 1 ... (2) Keterangan :TBP = Total Beban Pencemar n = Jumlah sungai
i = Beban pencemar sungai ke-i
B. Kapasitas Asimilasi
Nilai kapasitas asimilasi didapatkan dengan cara membuat grafik hubungan antara konsentrasi masing-masing parameter limbah di perairan pesisir dengan total beban limbah pencemaran parameter tersebut di muara sungai dan selanjutnya dianalisa dengan cara memotongkannya dengan garis baku mutu air yang diperuntukkan bagi biota dan budidaya. Pola hubungan antara konsentrasi limbah dengan beban pencemaran direferensikan terhadap standard baku mutu, maka akan dapat diketahui kapasitas asimilasi wilayah terhadap suatu parameter limbah tertentu. Untuk lebih mudah dalam melihat hubungan keterkaitan tersebut dapat dilihat pada Gambar 5.
Kon sen trasi Polu tan Tel uk (mg /l)
Beban Pencemaran (ton/bulan) y = a + bx
Kapasitas asimilasi Baku Mutu
Gambar 5. Hubungan antara beban pencemaran dan konsentrasi polutan
Nilai kapasitas asimilasi didapat dari titik perpotongan dengan nilai baku mutu yang berlaku untuk setiap parameter. Selanjutnya dianalisis seberapa besar peran masing-masing parameter terhadap beban pencemarannya. Dengan asumsi dasar adalah:
1. Nilai kapasitas asimilasi hanya berlaku di wilayah pesisir pada batas yang telah ditetapkan dalam penelitian
2. Nilai hasil pengamatan baik di perairan pesisir maupun di muara sungai diasumsikan telah mencerminkan dinamika yang ada di perairan tersebut. 3. Perhitungan beban pencemaran hanya yang berasal dari landbased sources,
pencemaran dari kegiatan diperairan pesisir dan lautnya sendiri tidak dihitung. Data yang diambil merupakan data pencemaran yang mempengaruhi kualitas air muara sungai dan teluk. Hubungan yang ingin dilihat adalah pengaruh nilai parameter tersebut yang ada di teluk dan analisis yang digunakan adalah regresi linear. Analisis regresi menggunakan parameter di muara sungai sebagai peubah bebas (independent) dan parameter di teluk sebagai peubah tak bebas (dependent). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa peubah pencemaran di muara sungai secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut :
) (x f
Secara matematis persamaan regresi linear dapat dituliskan :
bx a
Y = + ... (4)
Keterangan :
x = Nilai parameter suatu bahan pencemar di muara sungai y = Nilai parameter suatu bahan pencemar di teluk
a = Intersep/perpotongan dengan sumbu tegak (nilai tengah/rataan umum) b = Kemiringan/gradien (Koefisien regresi untuk parameter di muara sungai) x dan y merupakan jenis parameter yang sama untuk di muara sungai dan di teluk. Peubah x merupakan jumlah nilai dari seluruh muara yang diamati untuk parameter tertentu dan y merupakan nilai parameter teluk dianggap tepat untuk mewakili seluruh nilai parameter yang ada di Teluk Jakarta.
3.3.3. Analisis Kebijakan Pengendalian Pencemaran Laut
Teknik Permodelan Interpretasi Struktural (Interpretatif Structural
Modelling) digunakan untuk merumuskan alternatif kebijakan dimasa yang akan
datang. Menurut Marimin (2004), ISM adalah proses pengkajian kelompok (group learning process) di mana model-model struktural dihasilkan guna memotret perihal yang kompleks dari suatu sistem, melalui pola yang dirancang secara seksama dengan menggunakan grafis serta kalimat. Teknis ISM merupakan salah satu teknik permodelan sistem untuk menangani kebiasaan yang sulit diubah dari perencana jangka panjang yang sering menerapkan secara langsung teknik penelitian operasional dan atau aplikasi statistik deskriptif.
Tahapan dalam melakukan ISM dibagi menjadi dua bagian, yaitu Penyusunan Hirarki dan Klasifikasi subelemen (Eriyatno, 2003).
a. Penyusunan Hierarki
• Program yang sedang ditelaah penjenjangan strukturnya dibagi menjadi elemen-elemen di mana setiap elemen selanjutnya diuraikan menjadi sejumlah subelemen.
• Menentapkan hubungan kontekstual antara subelemen yang terkandung adanya suatu pengarahan (direction) dalam terminologi subordinat yang menuju pada perbandingan berpasangan (oleh pakar). Jika jumlah pakar
lebih dari satu maka dilakukan perataan. Penilaian hubungan kontekstual pada matriks perbandingan berpasangan menggunakan simbol:
¾ V jika eij = 1 dan eji = 0; V = subelemen ke-i harus lebih dulu
ditangani dibandingkan subelemen ke-j
¾ A jika eij = 0 dan eji = 1; A = subelemen ke-j harus lebih dulu
ditangani dibandingkan subelemen ke-i
¾ X jika eij = 1 dan eji = 1; X = kedua subelemen harus ditangani
bersama
¾ O jika eij = 0 dan eji = 0; O = kedua subelemen bukan prioritas
yang ditangani
Pengertian nilai eij = 1 adalah ada hubungan kontekstual antara subelemen
ke-i dan ke-j, sedangkan nilai eji = 0 adalah tidak ada hubungan
kontekstual antara subelemen ke-i dan ke-j.
• Hasil olahan tersebut tersusun dalam structural self interaction matrix (SSIM). SSIM dibuat dalam bentuk tabel reachability matrix (RM) dengan mengganti V, A, X dan O menjadi bilangan 1 dan 0.
Untuk tahapan dan proses dalam melakukan teknik ISM dapat dilihat pada Gambar 6.
Mulai
Tentukan elemen kunci yang berperan dalam pencemaran Teluk Jakarta
Uraikan setiap elemen menjadi subelemen
Tentukan hubungan kontekstual antara subelemen pada setiap elemen Susun SSIM untuk setiap elemen
Bentuk reachibility matriks untuk setiap elemen Revisi dengan aturan transivity rule
Ok?
Tentukan level
melalui penilaian Ubah RM menjadi format lower triangular RM Ya
Modifikasi ISM Tidak
Susun digraph dari lower triangular RM
Susun ISM dari
setiap elemen Klasifikasi subelemen
pada empat peubah kategori Plot subelemen pada
empat sektor Tetapkan Driver Power
Dependence Matriks setiap elemen Tentukan Rank & Hirarki dari subelemen
Tetapkan Dependence Power setiap subelemen
Gambar 6. Diagram alir deskriptif teknik ISM pada analisis sistem pencemaran Teluk Jakarata
Untuk tahapan agregasi pendapat penilai pada teknik ISM dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7. Agregasi pendapat penilai pada teknik ISM
Bentuk pengisian perbandingan antar subelemen dapat dilihat pada
Structural self interaction matrix (SSIM) yang disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Structural self interaction matrix (SSIM) awal elemen
12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Diskusi kelompok, revisi Agregasi Tidak Cek konsistensi Penilaian individu Penyusunan kuisioner Eksplorasi elemen Ya
Setelah Structural self interaction matrix (SSIM) terisi sesuai pendapat responden, maka simbol (V, A, X, O) dapat digantikan dengan simbol (1 dan 0) dengan ketentuan yang ada sehingga dapat diketahui nilai dari hasil reachability
matrix (RM) final elemen. Bentuk pengisian hasil reachability matrix (RM) final
elemen disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5. Hasil reachability matrix (RM) final elemen
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 DP R 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 D L Keterangan : DP = driver power R = rangking D = dependence L = level/hierarki
Berdasarkan Tabel 5 diatas dapat diketahui nilai driver power, dengan menjumlahkan nilai subelemen secara horizontal; untuk nilai rangking ditentukan berdasarkan nilai dari driver power yang diurutkan mulai dari yang terbesar sampai yang terkecil; nilai dependence diperoleh dari penjumlahan nilai subelemen secara vertikal; untuk nilai level ditentukan berdasarkan nilai dari
dependence yang diurutkan mulai dari yang terbesar sampai yang terkecil.
b. Klasifikasi subelemen
Secara garis besar klasifikasi subelemen digolongkan dalam 4 sektor yaitu: • Sektor 1; weak driver-weak dependent variabels (Autonomous). Subelemen
mungkin mempunyai hubungan sedikit, meskipun hubungan tersebut bisa saja kuat. Subelemen yang masuk pada sektor 1 jika:
Nilai DP ≤ 0.5 X dan nilai D ≤ 0.5 X, X adalah jumlah subelemen.
• Sektor 2; weak driver-strongly dependent variabels (Dependent). Umumnya subelemen yang masuk dalam sektor ini adalah subelemen yang tidak bebas. Subelemen yang masuk pada sektor 2 jika:
Nilai DP ≤ 0.5 X dan nilai D > 0.5 X, X adalah jumlah subelemen.
• Sektor 3; strong driver- strongly dependent variabels (Lingkage). Subelemen yang masuk dalam sektor ini harus dikaji secara hati-hati, sebab hubungan antara elemen tidak stabil. Setiap tindakan pada subelemen akan memberikan dampak terhadap subelemen lainnya dan pengaruh umpan baliknya dapat memperbesar dampak. Subelemen yang masuk pada sektor 3 jika:
Nilai DP > 0.5 X dan nilai D > 0.5 X, X adalah jumlah subelemen.
• Sektor 4; strong driver-weak dependent variabels (Independent). Subelemen yang masuk dalam sektor ini merupakan bagian sisa dari sistem dan disebut peubah bebas. Subelemen yang masuk pada sektor 4 jika:
Nilai DP > 0.5 X dan nilai D ≤ 0.5 X, X adalah jumlah subelemen. Analisa matrik dari klasifikasi subelemen disajikan pada Gambar 8.
Daya Dorong (Drive Power) Ketergantungan (Dependence) Lingkage Variablel Sektor III Autonomous Variable Sektor I Dependent Variable Sektor II Independent Variable Sektor IV
Gambar 8. Tingkat pengaruh dan ketergantungan antar faktor dalam sistem pengendalian pencemaran Teluk Jakarta
Setelah dibuat pengklasifikasian dari subelemen maka dapat dilanjutkan dengan deskripsi analisis kebijakan yang sesuai keadaan lapangan dan hasil analisis ISM, dengan memperhatikan beberapa hal dibawah ini:
1. Menentukan keadaan (state) suatu faktor
• Keadaan harus memiliki peluang sangat besar untuk terjadi (bukan khayalan) dalam suatu waktu di masa datang.
• Keadaan bukan suatu tingkatan atau ukuran suatu faktor (seperti besar/sedang/kecil atau baik/buruk) tetapi deskripsi situasi sebuah faktor. • Setiap keadaan harus diidentifikasikan dengan jelas.
• Bila keadaan dari suatu faktor lebih dari satu makna keadaan maka keadaan-keadaan tersebut harus dibuat secara kontras.
• Selanjutnya mengidentifikasi keadaan yang peluangnya sangat kecil untuk terjadi atau berjalan bersamaan (mutual incompatible).
2. Membangun skenario yang mungkin terjadi.
Langkah-langkah dalam membangun skenario terhadap tahapan faktor-faktor yang mungkin terjadi adalah sebagai berikut :
• Skenario yang mempunyai peluang besar untuk terjadi di masa datang disusun terlebih dahulu.
• Skenario merupakan kombinasi dari faktor-faktor. Oleh sebab itu, sebuah skenario harus memuat seluruh faktor, tetapi untuk setiap faktor hanya memuat satu tahapan dan tidak memasukkan pasangan keadaan yang
mutual incompatible (saling bertolak belakang).
• Setiap skenario (mulai dari alternatif paling optimis sampai alternatif paling pesimis) diberi nama.
• Langkah selanjutnya memilih skenario yang paling mungkin terjadi. 3. Implikasi Skenario
Merupakan kegiatan terakhir yang meliputi :
• Skenario yang terpilih pada tahap sebelumnya dibahas konstribusinya terhadap tujuan studi.
• Skenario tersebut didiskusikan implikasinya.
• Tahap selanjutnya menyusun rekomendasi kebijakan dari implikasi yang sudah disusun.
3.4. Definisi Operasional
Beberapa definisi operasional yang akan digunakan pada penelitian ini diantaranya:
1) Pencemaran laut menurut PP No. 19 tahun 1999 didefinisikan sebagai masuknya atau dimasukkannya mahluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan laut oleh kegiatan manusia sehingga kuantitasnya turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan laut tidak sesuai lagi dengan baku mutu dan/atau fungsinya.
2) Baku mutu air adalah batas atau kadar mahluk hidup, zat, energi, atau komponen lain yang ada atau harus ada dan atau unsur pencemar yang ditenggang adanya dalam air pada sumber air tertentu sesuai peruntukkannya. 3) Beban pencemaran adalah jumlah konsentrasi limbah yang masuk ke suatu
perairan berdasarkan banyaknya limbah per satuan waktu (ton/bulan).
4) Daya dukung adalah kemampuan suatu tempat atau wilayah dalam menerima sesuatu hal (beban yang dapat mengurangi kualitas dari tempat tersebut). 5) Kapasitas asimilasi adalah kemampuan air atau sumber air dalam menerima
pencemaran limbah tanpa menyebabkan terjadinya penurunan kualitas air yang ditetapkan sesuai peruntukkannya.
6) Sistem adalah suatu gugus atau elemen-elemen yang terorganisir dan memiliki ketergantungan yang tinggi dalam mencapai suatu tujuan.
7) Model adalah suatu abstraksi yang menggambarkan sistem pengendalian pencemaran laut Teluk Jakarta yang sesungguhnya.
8) Analisis sistem adalah suatu pernyataan tentang proses bekerjanya suatu sistem untuk memenuhi kebutuhan yang telah ditentukan berdasarkan output yang spesifik dan kinerja sistem dalam mencapai tujuan.
9) Simulasi model adalah suatu aktivitas yang dilakukan untuk merumuskan kesimpulan tentang perilaku dari suatu sistem berdasarkan skenario, melalui penelaahan perilaku model yang selaras, yang merupakan representatif dari hubungan sebab akibat yang ada pada sistem yang sebenarnya.
10) Pemodelan dinamika sistem adalah suatu rancangan model sistem untuk menjelaskan suatu keadaan yang heterogen yang mengandung faktor waktu pada peubah-peubahnya sehingga bersifat dinamis.
Pengumpulan data Pengumpulan data primer Pengumpulan data sekunder Pengambilan sampel air laut Pengambilan responden Kualitas sungai DKI Jakarta (2000-2005) Profil dan kependudukan Renstra DKI Jakarta Keadaan & perkembangan sumber
Analisis data dan hasil
FGD Wawancara Kualitas air laut Kualitas muara sungai
Baku Mutu air laut (KepMen LH No. 51/2004)
Baku Mutu air laut (KepMen LH No. 51/2004) Persepsi Analisis kebutuhan Tingkat kepentingan Analisis deskripsi Formulasi masalah dan tingkat kepentingan Status kualitas air laut Status kualitas muara sungai Beban pencemara Kapasitas asimilasi Skenario model Beban pencemaran (simulasi) Simulasi sumber pencemaran Strategi dan arahan kebijakan Beban pencemaran hasil simulasi tahun ke-i ∩
Modelling Persentase kontribusi
bahan pencemar Hasil analisis data Hasil berbagai literatur
Analisis regresi BP = K x D (BP>KA) Analisis skenario Interpretative structural modelling (ISM) Kondisi wilayah Perkembangan sumber pencemar Kepedulian lingkungan sumber pencemar