• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perubahan Sang Perampok

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Perubahan Sang Perampok"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Perubahan Sang Perampok

Pada kesempatan ber-ziarah di tanah suci Buddha yaitu di Nepal dan di India yang lain, selain empat tanah suci Buddha (Taman Lumbini, Isipatana, Bohgaya, dan Kusinagar) kami

mengunjungi tempai-tempat bersejarah bahkan puing-puing yang dinyatakan sebagai tempat bersejarah. Salah satunya adalah puing-puing yang konon rumah seorang perampok yang kemudian mengalami perubahan drastis setelah bertemu muka dengan Sang Buddha. Yang kami lihat di situ hanyalah puing -puing danfondasi rumah yang terbuat dari bebatuan dan batu batu bata merah. Tetapi apabila kita merenungkan kisah yang terjadi di

antarapuing-puing tersebut, kita akan mendapatkan suatu kisah yang menarik dan juga Dharma.

Pada saat itu...

Pada masa pertengahan kebhikkhuan Sang Buddha.

Negara India terdiri dari kerajaan- kerajaan kecil dan besar.

Sang Buddha sedang melakukan perjalanan menuju kota Savatthi, sebuah kota di India bagian Utara. Ketika berhenti sejenak di Hutan Jeta, di sekitar perbatasan kota, Sang Buddha bertemu dengan para serdadu yang berjaga-jaga di setiap sudut yang dianggap titik rawan. Serdadu-serdadu Raja Pasenadi tersebut dilengkapi dengan pedang, busur, anak panah dan perisai seperti layaknya hendak berperang. Ketika Sang Buddha menanyakan apakah Raja Pasenadi mengantisipasi serangan dari Raja Bimbisara ataupun dari bangsawan Lkxhavi salah seorang Bhikkhu menjawab bahwa semua raja dan Bangsawan tetangga berhubungan baik dengan Raja Pasedani, tetapi yang ditakutkan oleh Raja serta penduduk di sana adalah seorang perampok yang senang membuat kerusuhan. Seorang perampok yang begitu

menakutkannya sehingga membutuhkan berpuluh-puluh serdadu istana untuk mengamankan kota.

Perampok tersebut bernama Angulimala yang artinya adalah kalung dari jari-jari tangan. Seorang perampok yang tidak punya perasaan betas kasihan. Tangannya penuh dengan darah. Desa-desa dan kota-kota sunyi sepi karena dia membunuhi para penduduk dan mengambil jari-jari mereka, setelah itu jari-jari tersebut dikalungkan di lehemya. Karena

sekarang perampok tersebut sedang berada di dekat perbatasan, maka tidak ada yang berani berkeliaran di sana walaupun dikawal oleh sebatalyon serdadu bersenjata.

(2)

menakutkan orang-orang?"Tanya Sang Buddha. "Tidak, Guru, dia sendirian"

"Sendirian! Sekarang dia berada di mana?"

Salah satu Bhikkhu menunjuk ke seberang kota, sambil berkata "Dia sekarang mungkin di sebelah sana. Karena dari sanalah dia akan memulai menyerang desa-desa dan membunuhi penduduknya."Sang Buddha mengatakan bahwa Beliau akan menemuinya tetapi para Bhikkhu yang pada saat itu bersama dengan Sang Buddha melarang-Nya demi keselamatan Sang Buddha, ada juga yang mencegah dengan mengatakan bahwa penduduk telah menanti pembabaran Dharma oleh Sang Buddha sehingga berusaha untuk mengetahui .tentang perampok itu adalah membuang-buang waktu.

"Sahabat," Sang Buddha berkata dengan nada yang sama. "Angulimala sangat membutuhkan Dharma dan untuk itulah saya harus pergi ke sana." Bhikkhu yang lain masih berusaha untuk memperhatikan keselamatan Sang Buddha, "kalau demikian, Guru, bawalah tentara bersenjata yang telah dipersiapkan Raja Pasedani untuk melindungi Guru." Sang Buddha tersenyum," Angulimala hanya membutuhkan Dharma, ia tidak memerlukan tentara bersenjata."

Setelah Sang Buddha mengatakan kepada para Bhikkhu untuk menghilangkan rasa takut dan kawatir, Sang Buddha juga berpesan agar memperlakukan Angulimala dengan baik nantinya. Lalu Sang Buddha berjalan menuju hutan tempat persembunyian Angulimate. Ketika dia melihat seorang Bhikkhu berjubah kuning yang melewati tempat persembunyiannya yang menurutnya adalah pemandangan yang aneh. Dia menghunuskan pedangnya dan berteriak: "Hey, Bhikkhu, berhenti!"

Sang Buddha memandangnya dan menjawab dengan tenang "Saya telah berhenti, andalah yang belum berhenti." Dan Beliau kembali melanjutkan perjalanannya.

"Aku bilang berhenti!" Angulimala berteriak lagi dan berlari mengejar sambil menghunuskan pedangnya.

Angulimala akhirnya berhenti ketika Sang Buddha menatap matanya dan pedangnya pun terjatuh ke tanah. Angulimala hanya berdiri tegak tanpa mengetahui apa yang terjadi padanya Mata Sang Buddha yang memancarkan ketenangan dan kedamaian mengingatkan kepada masa kanak-kanaknya. Tanpa disadarinya, ia pun duduk. Sang Buddha juga duduk. Untuk beberapa saat Angulimala masih tetap memandang orang asing yang tenang itu dengan sangat terpesona dan akhrinya berkata, "Apa yang menyebabkan Anda kemari?"

"Anda memerlukan saya, sahabat!" "Aku memerlukan Anda, apa tidak salah?"

"Ya! Anda memerlukan saya!" Tegas Sang Guru lagi.

Angulimala melihat sekelilingnya sambil tertawa ia melanjutkan, "Hanya memerlukan jari-jari Anda, karena Anda tidak memiliki barang berharga apapun." Sang Buddha mengeluarkan

(3)

tangannya dan berkata, "Anda boleh mengambil jari-jari saya sesuka hati, tetapi ada sesuatu yang lebih Anda perlukan dari pada jari-jari saya."

"Bagaimana Mungkin?"

Sang Buddha berbicara dengan serius, "Anda ingin mencari petualangan yang lebih berarti, suatu penaklukan yang melebihi apa yang pernah anda lakukan selama ini? Maka Saya akan menunjukan jalannya."

Angulimala mulai tertarik dengan 'tantangan' yang Sang Guru sampaikan dan berkata lagi, "Maksud Anda llmu sihir? Dapatkah Anda mengajariku ilmu itu? Petualangan yang lebih menarik daripada menyerbu Savatthi dan pemotongan jari-jari tangan penguasa Savatthi." Sang Buddha menjawabdengan temah tembut: "Tuan, itu hanyalah pernainan anak kecil bagi anda, karena para tentara dan Raja sudah mendengar nama Anda saja sudah pada

gemetaran."

"Aku sudah tahu itu" jawab Angulimala dengan rasa bangga.

"Saya datang untuk menunjukan jalan menaklukan orang yang pantas, pantas dan layak karena ia tidak mengenal rasa takut."

Untuk beberapa saat Angulimala berpikir dan akhimya ia berkata,"Andalah yang tidak mengenal rasa takut, Anda berbicara bagaikan orang yang mengenal petualangan

menakjubkan dan penaklukan, padahal Anda seorang Bhikku. Apa yang anda ketahui itu

bukanlah ilmu sihir?" la berhenti sebentar. "lya, betul, ilmu sihir akan memberiku kekuatan yang lebih dari yang pemah ada padaku. Berarti semua yang kulakukan sebelumnya hanya

permainan anak kecil. Apakah itu betul ilmu sihir, O, Bhikkhu?" "Itu adalah ilmu sihir dan juga bukan ilmu sihir." Jawab Sang Buddha.

"Aku menguasai segala cara perampokan dan penganiayaan," Angulimala berbicara dengan penuh arti. "Anda memberi ide baru tentang penaklukan dan aku akan mempelajari ilmu sihir. Aku tidak tahu mengapa, tapi aku rasa aku dapat mempercayai Anda."

"Hati-hati, sahabat, bagaimana anda bisa begitu saja mempercayai Saya?" jawab Sang Buddha dengan tegas. "Saya akan menunjukan jalan yang sama sekali tidak anda kenal." Angulimala bangkit sambil menantang, "Aku tidak takut." Lalu dia menambahkan "Anda memanggilku 'sahabat,' padahal sudah tidak ada lagi yang memanggilku demikian sejak

guruku mengusirku karena murid-murid lain tidak menyukaiku. Aku mempunyai seorang teman yang tidak takut kepadaku dan sekarang, O, Bhikkhu petualangan hebat apakah itu yang belum pemah aku tekukan?" "Petualangan di dalam Delapan Jalan Utama yang akan membawamu menaklukkan dirimu sendiri."

"Hah? Diriku sendiri? Tetapi semua orang di dunia takut kepadaku kecuali Anda. Mengapa aku harus menaklukan diriku sendiri lagi?"

"Karena kamu adalah budak nafsumu, nafsu untuk memperoleh kekuatan dan kekuasaan. Kamu tidak lagi menghentikan keinginan untuk menaklukan sepeti menghentikan bulu-bulu putih yang mulai tumbuh pada alismu, dan di antara rambut di kepalamu." "Tetapi semua orang tunduk kepadaku dan akan memenuhi keinginanku," Angulimala memprotes.

(4)

"Dan kamu sendiri tunduk kepada nafsu yang menguasai pikiranmu dan melakukan

keinginannya, bagaikan nasi yang tidak dapat melawan tiupan angin. Kamu menjadikan nafsu sebagai majikanmu. Tetapi Saya akan menunjukan jalan pembebasan kepadamu, jalan untuk menjadi majikan bagi diri sendiri."

Angulimala memandang hamparan sawah yang hijau di depannya dan pohon-pohon "neem" yang berfungsi sebagai atap jerami gubuk-gubuk yang sudah tidak lagi berpenghuni akibat ulahnya. Dan nun jauh di sana, menara tinggi pada benteng kota milik raja yang kini sedang ketakutan karena dia. Dua ekor monyet merah berayun-ayun di pohon dan melihatnya dengan rasa takut tetapi Angulimala tidak melihatnya sampai mereka berayun menjauh. Dia berbisik pada dirinya sendiri,"Petuangan! Kekuatan!" "Ya!" Sang Buddha menjawab dan

menyadarkannya, Tetapi petualangan ini akan membawa penderitaan." "Aku tidak takut rasa sakit dan penderitaan." Angulimala kembali membantah. "Tetapi ini akan menyulitkanmu."

"Aku selalu sabardan senang bekerja keras." "Dan kamu akan merasa takut."

"Aku? Aku tidak pemah merasa takut." "Ya. Kamu yang tidak pemah merasa takut."

"Apa yang harus saya takuti?" Tanya Angulimala tanpa ragu-ragu.

"Perbuatan jahat yang telah kamu lakukan." Sang Buddha menjawab dengan lembut "Aku tidak mengerti. Tetapi aku tahu Anda dapat dipercaya, dan Anda menantang aku untuk melakukan petualangan yang terbesar. Guru, saya akan mengikutimu." Dia menambah. "Tetapi jelaskan kepadaku satu hal. Apa maksud Guru saat Guru mengatakan bahwa Guru telah berhenti sedangkan saya belum?" "Artinya adalah saya telah berhenti menyakiti makluk hidup, tetapi kamu belum." Sang Buddha menjawab dengan tersenyum.

"Lalu apakah kamu siap menghadapi petualangan besar ini?"

Angulimala pun menganggukan kepalanya tanda ia siap untuk mengikuti Sang Guru.

Sementara itu di pinggir Hutan Jeta, para Bhikkhu menati dengan cemas. Raja Pasenadi tiba untuk menunggu Sang Buddha, dan tanpa segan-segan mereka menceritakan semua

kesusahan hati mereka. Raja Pasenadi semakin cemas melebihi kecemasan para Bhikkhu.

Salah seorang Bhikkhu menanyakan pada Raja Pasenadi apakah yang akan dilakukan Raja bila Sang Buddha berhasil membavva ANgulimala. Raja Pasenadi menjawab dengan emosi bahwa ia akan menghukum mati Angulimala yang selama ini telah membuatkerusuhan dan keonaran.

(5)

Lalu terlihat di kejauhan ada dua orang laki-laki berjubah kuning berjalan menuju ke arah tempat mereka berdiri. Bhikkhu tersebut kembali bertanya kepada Raja Pasenadi apakah yang akan dilakukan Raja bila Sang Buddha membawa Angulimala yang telah berjubah kuning, yang menjadi rendah hati, yang tidak lagi menyakiti makhluk hidup, yang tidak lagi membunuh, tidak mencuri, dan telah menjalani kehidupan Brahmana yang suci sebagai seorang anggota Sangha.

Raja pun menjawab dengan sedikit kecewa bahwa jika demikian halnya makan sebagai seorang Raja, ia tidak mempunyai pilihan lain selain melindunginya sebagai seorang anggota Sangha. Raja menanyakan pula tetapi apakah seseorang yang begitu tidak bermoral dapat berubah menjadi suci.

Tak lama kemudian Sang Buddha pun datang di tempat itu dan memperkenalkan orang yang berjubah kuning itu adalah Angulimala. Raja berusaha mengontrol dirinya sendiri, tetapi masih terlihat gemetar dan Raja meminta bukti bahwa orang tersebut memang betul adalah

Angulimala. Lalu Angulimala menyebutkan nama kedua orang tuanya sehingga Raja pun percaya. Dengan segan dan rasa takut yang masih tersisa, Raja memberikan perlindungan padanya seperti yang diberikan kepada para Bhikkhu lainnya. Akan tetapi perlindungan Raja tersebut tidak menjamin perlakuan penduduk desa dan kota terhadap Angulimala dan Raja mengutarakan hal itu kepada Angulimala.

Angulimala menjawab dengan penuh rendah hati, "Saya tahu Baginda, saya tahu. Saya tidak takut akan lemparan batu dan lembing, karena saya harus menerima buah dari benih yang saya tanamkan. Yang saya takutkan justru jika karma burukku tidak tertuai habis." Lalu ia bertanya pada Sang Buddha,"Dapatkah saya menebus kejahatan saya dan menemukan kedamaian seperti apa yang Guru katakana? Sejujurnya, sekarang saya dan kejahatan saya bagaikan segumpal daging busuk yang tidak dapat dipisahkan." Sang Buddha

menjawab,"Begitulah si penabur benih akan menuai hasil sesuai dengan benih yang

ditaburkan. Kamu harus tetap maju menerima buah karma buruk yang telah kamu perbuat. Tetapi tidak selamanya seseorang menuai dengar tepat apa yang ia taburkan, karena berkah Nirvana adalah tak terhingga. Jika kamu mencari kesucian dan memusatkan pikiran pada Nirvana, maka karma burukmu akan tenyap bagaikan sejumlah garam yang dilempar ke sungai Gangga, sejumlah garam yang dapat mengakibatkan secangkir air tidak dapat diminum."

Angulimala membersihkan debu pada kaki Sang Buddha sambil berkata, 'Saya berlindung kepada Anda sebagai Guru saya. Saya akan menemui para penduduk dan menerima buah karma buruk saya."

(6)

Keesokan harinya, ketika para Bhikkhu kembali mengelilingi Sang Buddha, Angulimala kembali dari desa. Kepalanya penuh dengan darah dan salah satu matanya tercukil keluar. Para Bhikkhu segera menghampirinya ketika ia roboh keletihan dan kesakitan. "Raja benar. Penduduk melemparkan batu dan pisau padaku Aku menerima buah karma burukku." Dia berkata. "Dan apakah kamu puas" Tanya Sang Buddha.

°Ya. Saya puas, seribu kali saya puas. Walaupun semua penduduk memukuli-ku dan seakan kepalaku hendak dipecahkan, namun rasanya Lautan Keabadian terbentang di hadapanku dan sesaat rasanya aku terbawa arus kedamaian itu." "Semuanya baik untukmu, sahabat," Sang Buddha berkata. "Hadapi penderitaan lain yang akan menimpamu lagi, dan kamu akan

menikmati kedamaian lebih dari yang kamu rasakan." "Suatu petualangan yang menakjubkan." Angulimala berseru menang. Dan petualangan Angulimala dilakukan dengan bekerja extra keras dan kesabaran dalam waktu yang lama ini akhirnya membuahkan hasil. la mencapai penerangan dan menjadi seorang suci.

Demikianlah sekelumit cerita tentang Angulimala Beberapa sumber yang lain menceritakan bahwa Angulimala karena berguru pada guru yang salah akhimya menyesatkanjalan hidupnya sendiri dengan mengumpulkan jari-jari manusia yang dikalungkan dilehemya dan Angulimala bertemu muka dengan Sang Buddha ketika la sedang mengejar ibunya sendiri untuk diambil jari-jarinya. Walaupun cerita-cerita tersebut mempunyai beberapa jalan cerita yang berbeda tetapi kita dapat mengambil inti dari cerita tersebut.

Makna dari inti cerita tersebut dapat pula kita terapkan pada zaman technology seperti ini, yang sekarang serba modern dan segala sesuatunya serba mudah, kita masing-masing mempunyai banyak pilihan. Pilihan lapangan pekerjaan, pilihan untuk berteman, pilihan melakukan kegiatan, hiburan, refreshment dan lain-lain. Dimana pun kita berada, pilihan-pilihan itu pasti ada di sekitar kita. yang baik dan yang buruk. Bagaimana kita

membedakannya adalah tergantung kita, apakah kita mempunyai suatu patokan hidup untuk membedakan yang benar dari yang salah. dan yang salah dan yang benar.

Terkadang kita akan terjerumus tanpa kita sadari ke dalam sesuatu yang tidak benar, tidak baik ataupun hal-halyang dapat mengecewakan orang-orang sekeliling kita. Harus kita sadari bahwa setiap orang mengalami perubahan. Untuk menjadi lebih baik, terkadang seseorang harus melalui suatu proses yang kadar kesulitannya berbeda-beda. Walaupun seseorang tersebut telah terjerumus kedalam kebenaran yang bukan sebenarnya, seseorang itu masih mempunyai kesempatan untuk berubah. Untuk menjadi suatu patokan agar kita dapat tidak mudah terjerumus, Sang Buddha pemah mengatakan:"janganlah percaya begitu saja karena sesuatu itu merupakan tradisi, jangan percaya begitu saja yang tertulis di kitab-kitab suci, jangan percaya karena sesuatu yang didesas^desuskan dan., .yang terakhir Sang Buddha

(7)

mengatakan: jika sesuatu itu tercela, tidak membawa kepada pencerahan, merugikan dirimu dan orang lain, membuat penderitaan bagi dirimu dan orang lain, janganlah dilakukan. Tetapi jika sesuatu itu terpuji, dipuji, membawa pencerahan, membawa kepada kesucian batinm tidak merugikan dirimu dan orang lain, maka seharusnyalah engkau lakukan."

Referensi

Dokumen terkait

535 dan aturan kode bidang studi tahun 2009 * Yang diberi tanda adalah nomor urut peserta yang ganda. Malang, 2 Oktober 2009 Rektor/Ketua PSG

Abstrak Guru biasanya menggunakan soal cerita dalam pembelajaran matematika. Padahal soal cerita yang digunakan tidak diselesaikan secara nyata, sehingga siswa tidak

Pengusulan pencairan biaya operasional kegiatan unsur Pengelola Teknis kepada Pimpinan Instansi/Kepala Satuan Kerja Kementerian/Lembaga Pengguna Anggaran Pembangunan Bangunan

Pengukuran konsentrasi gas pada umumnya menggunakan alat ukur gas CO digital (CO meter), sehingga untuk mengetahui efektivitas dari sensor gas MQ-9 diperlukan

Adi Susrawan, I Nyoman. “Wujud Kesantunan Imperatif dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia di Kelas XI PSIA.1 SMAN 1 Kubu Karangasem”. Amelia, Kiki Rizky. “Kesantunan

Titik D merupakan titik potong garis bagi yang ditarik dari A ke sisi BC.. Tentukan koordinat

Perlu diperhatikan, bahwasanya jika field yang ditampilkan dikondisikan perbandingan angka maka nilai yang dibandingkan ini boleh tidak pakai petik, namun jika yang dibandingkan