• Tidak ada hasil yang ditemukan

BULETIN JULI Keluarga

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BULETIN JULI Keluarga"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

B U L E T I N

J U L I 2 0 1 3

Shalom saudara saudari yang terkasih dalam Kristus. Konsili Vatikan II menamakan keluarga menurut sebuah ungkapan tua “Ecclesia domestica” (Gereja-rumah tangga) dimana dalam Dekrit tentang Kerasulan Awamnya menyatakan bahwa “Keluarga sendiri menerima perutusan dari Allah, untuk menjadi sel pertama dan sangat penting bagi masyarakat. Perutusan itu akan dilaksanakannya, bila melalui cinta kasih timbal balik para anggotanya dan doa mereka bersama kepada Allah, keluarga membawakan diri bagaikan ruang ibadat Gereja di rumah (art. 11).

Kita tau bahwa keluarga Kristiani merupakan pusat iman yang hidup, tempat pertama iman akan Kristus diwartakan dan sekolah pertama tentang doa, kebijakan-kebijakan dan cinta kasih Kristen. Maka dari itu, setiap orang dari keluarga kita memilik peran yang besar dalam kehidupan kita sekarang ini. Bagaimana kita tumbuh? Seperti apakah kita di dewasa ini? Apakah kita orang yang baik, pandai dan bermoral? Ataukah kita menjadi nakal, bermasalah, dan tidak bertanggung jawab? Dengan kata lain, menjadi orang seperti apa kita nantinya sangat tergantung kepada keluarga kita juga. Namun, banyak dari kita yang tidak mendapatkan haknya sebagai anggota keluarga, seperti kurangnya kasih sayang dan cinta yang diterima dari keluarga. Padahal, keluarga adalah salah satu sarana untuk mengasihi Tuhan dengan segenap hati dan jiwa kita. Sebuah keluarga diharapkan

Keluarga

dapat menjadi tanda kasih Allah kepada umat manusia, lewat usaha-usaha mereka membangun sebuah persekutuan hidup dan kasih, dengan demikian maka keluarga dapat menjadi garam dan terang bagi masyarakat di sekitarnya. Hendaknya hal ini dimulai dari orang tua yang membagikan kasih nya kepada anak mreka. Dan anak pun akan belajar menjadi teladan orang tua nya. Sebagai contoh, seorang suami dapat mengasihi Tuhan dengan segenap kekuatan dengan cara mengasihi istri seperti dirinya sendiri dan mengasihi anak-anaknya dengan cara memberikan bekal iman yang baik, sehingga dapat mengantar anak-anak ke Sorga. Sebagai orang tua, inilah yang terlebih dahulu kita pertanggungjawabkan di hadapan Tuhan.

Untuk itu mari kita sebagai satu keluarga bergandengan tangan untuk saling meneguhkan dalam melaksanakan tugas sehari-hari. Undanglah Tuhan untuk selalu menyertai keluarga kita agar Roh Kudus membuka mata hati kita sekalian dan dengan demikian kita semakin waspada menghadapi tantangan dan hambatan yang ada dihadapan kita dan semakin konsisten untuk membangun keluarga kita sebagai Gereja Rumah-tangga.

Semoga Tuhan memberkati kita semua. Salam kasih dalam Kristus Tuhan, Redaksi Buletin KKIHS

(2)

T O K O H B U L A N I N I

st. Anne & st. JoAchim

Hari perayaan: 26 Juli

Teladan unTuk: Orang tua, pelindung kaum ibu.

Courtesy of Caricature Artist

Anna dan Yoakim adalah orangtua kandung Santa Perawan Maria, Bunda Yesus, Putera Allah. Kedu-anya dikenal sebagai keturunan raja Daud yang setia menjalankan kewajiban-kewajiban agamanya serta dengan ikhlas mengasihi dan mengabdi Allah dan sesa-manya. Oleh karena itu keduanya layak di hadapan Allah untuk turut serta dalam karya keselamatan Allah. Dalam buku-buku umat Kristen abad ke-2, nama ibu Anna sangat harum. Diceritakan bahwa sejak

perkawinannya dengan Yoakim, Anna tak henti-hentinya mengharapkan karunia Tuhan berupa seorang anak. Namun cukup lama ia menantikan tibanya karunia Allah itu. Sangat boleh jadi bahwa Anna sesekali menganggap keadaan dirinya yang tak dapat menghasilkan keturunan itu sebagai hukuman bahkan kutukan Allah atas dirinya, se-bagaimana anggapan umum masyarakat Yahudi pada waktu itu. Karena itu diceritakan bahwa ia

(3)

tak henti-hentinya tanpa putus asa berdoa kepada Allah agar kiranya kenyataan pahit itu ditarik Allah dari padanya. Setiap tahun, Anna bersama Yoakim suaminya berziarah ke Bait Allah Yerusalem untuk berdoa. Ia berjanji, kalau Tuhan menganugerahkan anak kepadanya, maka anak itu akan dipersembah-kan kembali kepada Tuhan.

Syukurlah bahwa suatu hari malaikat Tuhan men-gunjungi Anna yang sudah lanjut usia itu membawa warta gembira ini: “Tuhan berkenan mendengarkan doa ibu! Ibu akan melahirkan seorang anak perem-puan, yang akan membawa suka cita besar bagi seluruh dunia!” Dengan kegembiraan dan kebaha-giaan yang besar, Anna menceritakan warta malai-kat Tuhan itu kepada Yoakim. Setelah genap waktu-nya, lahirlah seorang anak wanita yang manis. Bayi ini diberi nama Maryam, yang kelak akan memper-kandungkan Putera Allah, Yesus Kristus, Juru Se-lamat dunia. Bagi Anna, Maryam lebih merupakan

buah rahmat Allah daripada buah koderat manusia. Kelahiran Maryam menyemarakkan bahkan meny-ucikan kehidupannya dan kehidupan keluarganya. Kehidupan ibu Anna tidak diceritakan di dalam Injil-Injil. Kisah tentang hidupnya diperoleh dari sebuah cerita apokrif. Cerita ini secara erat berkaitan den-gan kisah Perjanjian Lam tentang Anna, ibu Samuel. Ibu Anna dihormati sebagai pelindung kaum ibu, khususnya yang sedang hamil dan sibuk mengurus keluarganya. Orang-orang Yunani mendirikan se-buah basilik khusus di Konstantinopel pada tahun 550 untuk menghormati ibu Anna. Di kalangan Ger-eja Barat, Paus Gregorius XIII (1572-1585) meng-galakkan penghormatan kepada ibu Anna diseluruh Gereja pada tahun 1584. Nama Yoakim dan Anna sungguh sesuai dengan maksud pilihan Allah. Yoakim berarti “Persiapan bagi Tuhan”, sedangkan Anna berarti “Rahmat atau Karunia”.

(4)

R E N U N G A N

Saya tidak tahu apakah ada orang yang dalam keadaan normal, mempersiapkan pernikahan dengan membayangkan hal-hal yang menyedi-hkan yang mungkin akan terjadi dalam perkaw-inannya. Hampir semua orang menikah untuk ba-hagia. Namun kenyataannya, banyak orang yang pernikahannya tidak bahagia. Dan dalam rumah tangga yang “paling bahagia” yang saya ketahui pun, tidak setiap hari diisi melulu dengan romant-isme, senyum kebahagiaan dari pasangan suami-istri, saling lirik dan pandang penuh kemesraan. Saya mendapati diri saya, beberapa bulan yang lalu, terlibat dalam percakapan dengan seorang pengendara taxi, ketika seorang diri, saya menuju ke sebuah tempat rekreasi di kota singa ini. Singkatnya, supir taxi ini dengan bangga ber-cerita tentang banyaknya wanita asal negri saya, yang pernah menjadi kekasihnya. Dan salah satu teman wanitanya, adalah seorang wanita

yang telah berkeluarga dengan beberapa orang anak, yang dibanggakannya sebagai wanita dari kalangan orang berada. Ketika saya berkomen-tar bahwa itu bukan sesuatu yang baik, ia ters-inggung dan membela wanita tersebut dengan mengatakan bahwa wanita tersebut hanya ingin (dan berhak untuk) “menikmati hidup”. Lalu saya katakan, bahwa yang tidak baik adalah keadaan wanita tersebut. Saya rasa wanita tersebut, sep-erti banyak wanita lain, menikah supaya bahagia, namun ternyata tidak memperoleh kebahagiaan seperti yang diharapkannya.

Saya tahu banyak wanita yang tidak dibahagia-kan oleh suaminya, dan banyak yang malah dite-lantarkan. Wanita yang demikian tidak mendapat kehangatan dan kasih sayang yang semestinya didapatkannya dalam keluarganya, terutama dari pasangannya. Sama buruknya dengan begitu ban-yaknya anak-anak yang tidak mendapatkan kasih-Oleh: Sandy Atmodjo

Menikah

untuk

Bahagia?

“Demikianlah mereka bukan lagi dua melainkan satu.

Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh

(5)

sayang yang semestinya mereka peroleh dari orang tua mereka.

Supir taxi tampak terhenyak dan kehilangan kata-kata.

Sedikit banyak, percakapan dengan supir taxi di hari itu membekas di hati saya. Banyak pernika-han yang gagal yang saya ketahui, yang juga terja-di pada mereka yang menikah

secara kristiani.

Selama bertahun-tahun, bah-kan sebelum saya berjumpa dengan suami saya, saya memohon agar Tuhan mem-berikan kepada saya pasan-gan hidup yang tepat. Saya yakini bahwa Tuhan tahu siapa yang terbaik bagi saya. Ketika saya menikah

den-gan suami saya, saya yakin bahwa ia adalah jawa-ban yang Tuhan berikan dari doa saya tersebut. Namun, apakah pernikahan saya “sempurna”? Apakah artinya berisikan kebahagiaan melulu se-tiap hari, hanya ada damai, suka-cita, limpah susu dan madu, dan tanpa cacat-cela?

Kalau diukur dari bayangan di atas, pernikahan saya yang hampir dua belas tahun, telah meleset dari gambaran tersebut. Tidak ada satu tahun pe-nuh pun yang “lulus kriteria di atas”. Kenyataan-nya, ada banyak batu dan kerikil yang mesti saya dan suami lalui dalam rumah-tangga kami. Sebagai pasangan Katolik yang berusaha menghidupi cara hidup kekatolikan yang baik, - kami pergi misa bersama tiap hari Minggu, ikut aktif dalam pelayanan di Gereja, berusaha mem-perhatikan jam doa dan saat teduh -- mengapakah dalam rumah-tangga kami masih ada masalah, ada kesalah-pahaman, perselisihan, ketidaksetu-juan? Mengapa seolah Tuhan, yang telah ‘campur tangan’ untuk mempersatukan kami, seolah-olah tidak melulu campur tangan sebelum masalah datang sehingga segala sesuatu boleh kelihatan indah selalu?

Dari jatuh-bangun yang saya alami hari lepas hari, saya diajar untuk melihat bahwa memang

Tuhan tidak menjanjikan saya berjalan di atas kar-pet emas, menyusuri jalan yang di kiri-kanannya taman bunga yang semerbak belaka.

Kadang kami mesti lalui jalan yang sempit, ka-dang jalan yang becek. Kaka-dang kami mesti me-nyeberangi sungai berair deras dengan meniti sebilah jembatan kayu yang tua. Tak jarang jalan

begitu kecil sehingga tidak cukup tempat untuk bisa bergandeng tangan. Ada kalanya kami mesti melompat dari batu ke batu untuk menghindari basah, meski toh seringkali kaki kami basah juga, namun kemudian kami malah tertawa bersama. Jalan yang sempit itu mungkin perselisihan yang terjadi karena pikiran saya yang sempit. Ja-lan yang becek itu mungkin kekeraskepalaan atau ketidakpeduliannya terhadap hal yang saya ang-gap penting. Sungai deras di bawah yang mesti kami lalui mungkin adalah masalah keuangan dan kami mesti kencangkan ikat-pinggang, dengan cemas berjalan hati-hati di atas jembatan tua yang tampak mau roboh. Seringkali kelemahan karakter kami, luka-luka yang pernah kami alami, membuat kami sulit saling bergandengan tangan. Ada saat kami berusaha menghindari perselisihan dengan saling diam dan seorang demi seorang melompat dari batu ke batu namun ketika kaki kami jatuh ke air dan menjadi sama-sama basah, pada akhirnya kami tertawa bersama.

Ada air mata, ada kekecewaan, ada terpaan badai, ada sungai yang rasanya telalu deras, na-mun langit di atas kami tetap menaungi kami den-gan setia. Allah yang kuat dan penuh kasih, Dia lah yang seringkali mengulurkan tangan; Ia

meng-Aku akan menjadikan mereka dan

semua yang di sekitar

gunung-Ku menjadi berkat; ” Aku akan

menurunkan hujan pada waktunya;

itu adalah hujan yang membawa

berkat.” (Yeh 34:26)

(6)

hembuskan angin sejuk bagi kami, menurunkan gerimis dan hujan sehingga kami dapat payun-gan berdua, membiarkan angin bertiup agak ken-cang sehingga kami menggigil dan saling mera-pat memberi kehangatan. Oleh tangan ilahi-Nya yang gaib, luka-luka kami dibalut dan tak jarang kami saling membalut. Dengan kekuatan Allah, ada kekuatan untuk menggendong yang sedang lemah. Semua itu mengingatkan saya bahwa Tuhan tidak menjanjikan semua berjalan penuh keman-isan belaka, hanya saja … Ia akan terus meny-ertai, dan bagian kami adalah dengan bertekun dan bersehati, tetap berpegang pada janjiNya, dan setia pada janji yang kami ucapkan di hada-pan-Nya. Karena setiap kami seolah sendirian melompati batu demi batu, saat mata kami tak berani beradu, kami berhenti sejenak menen-gadah ke atas dan Ia memperlihatkan kami akan indahnya pelangi di atas, bahkan indahnya rerin-tikan hujan yang turun membasahi daun-daun, sehingga kami teringat akan keindahan pasangan kami yang juga sedang melompati batu sedikit di depan atau di belakang kami.

Di awal hari persatuan kami, saya tidak men-gucapkan janji atas nama suami, dan suami saya tidak mengucapkan janji atas nama saya. Tapi sayalah yang mengucapkan janji untuk selalu mengasihi suami, dan ia telah berjanji untuk

sela-lu mengasihi saya. Janji yang saya ucapkan ada-lah tanggung jawab saya di hadapan Tuhan. Dan janji yang ia ucapkan adalah tanggung jawabnya di hadapan Tuhan. Perlu kerja keras dan keteku-nan untuk terus menenun bersama janji yang telah terucap.

Bukankah bahkan Abraham, yang disebut bapa orang beriman, yang kepadanya dijanjikan berkat yang luar biasa, rumah-tangganya dengan Sara, istrinya, bukan tanpa kerikil dan batu? Abraham yang begitu saleh, bukan tanpa kekurangan; ia bahkan pernah merasa takut mengakui Sara se-bagai istrinya karena kecantikan Sara, sehingga hampir-hampir Sara diperistri oleh Abimelekh, raja Gerar (Kej 20). Dan kita semua tahu betapa lama pergumulan Abraham dan Sara menanti janji Tuhan untuk mendapatkan keturunan. Barangkali kebanyakan dari kita menikah un-tuk bahagia. Namun kalau saya sekedar menikah untuk bahagia, artinya saya ingin dia membaha-giakan saya, saya menjadikan dia alat kebaha-giaan saya, seturut kehendak dan kesukaan saya. Kalau dalam mengarungi rumah-tangga, kita tetap dalam sikap demikian, anehnya, kita malah terancam menjadi tidak bahagia…

Bukankah Allah yang Esa menjadikan mereka

daging dan roh? Dan apakah yang dikehendaki

kesatuan itu? Keturunan ilahi! Jadi jagalah

dirimu! Dan janganlah orang tidak setia terhadap

isteri dari masa mudanya. (Mal 2:15)

(7)

Gereja

Rumah

Tangga

a. Persekutuan (koinonia)

Keluarga adalah ‘persekutuan seluruh hidup’ (consortium totius vitae) antara seorang laki- laki dan seorang perempuan berlandaskan perjanjian antara kedua belah pihak dan diteguhkan melalui kesepakatan perkawinan. Persekutuan antara mereka berdua diperluas dengan kehadiran anak- anak dan keluarga besar. Ciri pokok dari persekutuan tersebut adalah hidup bersama berdasarkan iman dan cinta kasih serta kesediaan untuk saling mengembangkan pribadi satu sama lain. Persekutuan dalam keluarga diwujudkan dengan menciptakan saat- saat bersama, doa bersama, kesetiaan dalam suka dan duka, untung dan malang, ketika sehat dan sakit.

b. Liturgi (Leiturgia)

Kepenuhan hidup Katolik tercapai dalam sakramen- sakramen dan hidup doa. Melalui sakramen- sakramen dan hidup doa, keluarga bertemu dan berdialog dengan Allah. Dengannya mereka dikuduskan dan menguduskan jemaat gerejawi serta dunia. Relasi antara Kristus dengan Gereja terwujud nyata dalam Sakramen Perkawinan, yang menjadi dasar panggilan dan tugas perutusan suami- istri. Suami- istri mempunyai tanggung jawab membangun kesejahteraan rohani dan jasmani keluarganya, dengan doa dan karya. Doa keluarga yang dilakukan setiap hari dengan setia dakan memberi kekuatan iman dalam hidup mereka, terutama ketika mereka sedang menghadapi dan mengalami persoalan sulit dan berat, dan membuahkan berkat rohani, yaitu relasi yang mesra dengan Allah.

Maka keluarga

adalah sungguh-

sungguh gereja

ruMah tangga

karena MengaMbil

bagian dalaM liMa

tugas gereja seperti

berikut ini:

S E R B A - S E R B I

(8)

c. Pewartaan injiL (kerygma)

Karena keluarga merupakan Gereja Rumah tangga, keluarga mengambil bagian dalam tugas Gereja untuk mewartakan Injil. Tugas itu dilaksanakan terutama dengan mendengarkan, menghayati, melaksanakan, dan mewartakan Sabda Allah. Dari hari ke hari mereka semakin berkembang sebagai persekutuan yang hidup dan dikuduskan oleh Sabda. “Keluarga, seperti Gereja, harus menjadi tempat Injil disalurkan dan memancarkan sinarnya. Dalam keluarga, yang menyadari tugas perutusan itu, semua anggota mewartakan dan menerima pewartaan Injil. Orang tua tidak sekedar menyampaikan Injil kepada anak- anak mereka, melainkan dari anak- anak mereka sendiri, mereka dapat menerima Injil itu juga, dalam bentuk penghayatan mereka yang mendalam. Dan keluarga seperti itu menjadi pewarta Injil bagi banyak keluarga lain dan bagi lingkungan di sekitarnya.” (Paus Paulus VI, Himbauan Apostolik, “Evangelii Nuntiandi”, EN, 71)

Sabda Allah itu termuat dalam Kitab Suci, yang tidak selalu mudah dipahami, maka keluarga sebaiknya ikut mengambil bagian secara aktif dalam kegiatan- kegiatan pendalaman Kitab Suci.

Sumber: katolisitas.org

d. PeLayanan (diakonia)

Keluarga merupakan persekutuan cinta kasih, maka keluarga dipanggil untuk mengamalkan cinta kasih itu melalui pengabdiannya kepada sesama, terutama bagi mereka yang papa. Dijiwai oleh cinta kasih dan semangat pelayanan, keluarga katolik menyediakan diri untuk melayani setiap orang sebagai pribadi dan anak Allah. Pelayanan keluarga hendaknya bertujuan memberdayakan mereka yang dilayani, sehingga mereka dapat mandiri.

e. kesaksian iman (martyria)

Keluarga hendaknya berani memberi kesaksian imannya dengan perkataan maupun tindakan serta siap menanggung resiko yang muncul dari imannya itu. Kesaksian iman itu dilakukan dengan berani menyuarakan kebenaran, bersikap kritis terhadap berbagai ketidakadilan dan tindak kekerasan yang merendahkan martabat manusia serta merugikan masyarakat umum.”

(9)

P E N G U M U M A N

!

M A R I B E R P A R T I S I P A S I !

Mau sharing pengalaman iman / punya artikel / renungan yang menyegarkan rohani atau mau tanya seputar ajaran Katolik? Kirimkan karya tulis / pertanyaan Anda ke tim_pubdok@kkihs.org Kiriman yang menarik akan diterbitkan pada bulletin KKIHS berikutnya.

Persekutuan Doa KKIHS, surat menyurat kepada Sektretariat, sbb:

St Vincent de Paul 301 Yio Chu Kang Road

Singapore 805910

Informasi hubungi: (PD SIang) Vonny - 96159551

(PD Malam) Ronald - 93897245

Email: pdkkihs@kkihs.org Website:www.kkihs.org

1) Misa Bahasa Indonesia, Minggu tanggal 7 Juli 2013, pukul 15.30, di Gereja Holy Spirit, 248 Upper Thomson Road, Singapore 574371.

2) PD Siang setiap hari Kamis pukul 14.30, di ruang 03-02, Gereja Holy Spirit. 3) Sel Group PD Siang:

~ Sel Sharon (City) setiap hari Selasa pertama tiap bulan, pukul 10.30, hubungi Tanty (9389-3403). ~ Sel Sinai (Pagi) setiap hari Selasa, pukul 14.00, hubungi Diana (90264649).

~ Sel Sinai (Siang) setiap hari Selasa, pukul 10.00, hubungi Dede (9178-1544). ~ Sel Beatitude (East) setiap hari Selasa, pukul 10.00, hubungi Mariwati (9424-9449). ~ Sel Keluarga setiap hari Minggu ketiga setiap bulan, pukul 16.30, hubungi Abdi (9671-0472). 4) Tim Choir KKIHS melayani di misa paroki SVDP (in English) pada hari minggu jam 18.00, setiap minggu ketiga. Latihan dimulai pukul 15.00 di gereja SVDP. Bagi kamu-kamu yang berminat untuk bergabung bersama Tim Choir KKIHS, hubungi Erlie (90110159).

5) PD KKIHS akan mengadakan PD Spesial 7 Karunia Roh Kudus dan Spiritual Outbound, dari tanggal 26 April - 10 Agustus 2013. Detailnya bisa dilihat di kolom Upcoming Event di buletin ini.

6) Bible camp and Outbound, tgl 8 Agustus 2013 - 10 Agustus 2013, Mahjodi centre, Johor bahru, contact person: Yasin 97547521 dan Julian 90403440

(10)

U P C O M I N G E V E N T S

(11)

U P C O M I N G E V E N T S

(12)

U P C O M I N G E V E N T S

(13)

U P C O M I N G E V E N T S

Referensi

Dokumen terkait

KIK adalah reksa dana yang menjual unit penyertaan (bukan saham) kepada investor untuk digunakan manajer investasi dalam membentuk portofolio sekuritas.. Investor dapat dengan

Pengaruh Pelatihan dan Pengembangan Kerja terhadap Kinerja Karyawan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. Pengaruh Pelatihan terhadap Kinerja Pegawai pada Puskesmas

Dari uraian yang telah dijabarkan, maka persoalan atau pertanyaan yang ingin dipecahkan dalam penelitian ini adalah bagaimana profil kemiskinan di Kabupaten Kebumen dan bagaimana

Game berjenis edukasi ini bertujuan untuk memancing minat belajar anak terhadap materi pelajaran sambil bermain, sehingga dengan perasaan senang diharapkan

Sementara itu, sektor usaha yang mempunyai daya saing yang lebih tinggi di propinsi Jawa Tengah dibandingkan dengan daya saing sektor sejenis di Indonesia ditunjukkan oleh

Walaupun disudutkan secara tidak langsung oleh pihak lain, akan tetapi dengan kebesaran hati dan tidak terlepas dari rasa persatuan kebangsaan Muhammadiyah tetap

Dari hasil evaluasi keseluruhan proses yang dijalankan pada sistem pengklasifikasian gigi molar dan premolar pada dental panoramic radiograph ini, dapat dikatakan

Secara nominal, rata-rata upah pembantu rumah tangga di Provinsi Banten pada Maret 2016 tidak mengalami perubahan yakni sebesar Rp. Sedangkan secara riil, upah