• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH LEVEL PENGGUNAAN AMPAS PATI AREN (Arenga pinnata MERR.) DALAM RANSUM TERHADAP PERTUMBUHAN SAPI PERANAKAN ONGOLE

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH LEVEL PENGGUNAAN AMPAS PATI AREN (Arenga pinnata MERR.) DALAM RANSUM TERHADAP PERTUMBUHAN SAPI PERANAKAN ONGOLE"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH LEVEL PENGGUNAAN AMPAS PATI AREN

(Arenga pinnata MERR.) DALAM RANSUM TERHADAP

PERTUMBUHAN SAPI PERANAKAN ONGOLE

(The Effects of Palm Sugar Tree Trunk in Feed Ration on Growth

Performance of Ongole Cattle )

UUM UMIYASIH1,D.PAMUNGKAS1,A.RASYID1,Y.N.ANGGRAENY1,D.M.DIKMAN1danI-W.MATHIUS2

1Loka Penelitian Sapi Potong, Jl. Pahlawan No. 2, Grati, Pasuruan 61084 2Balai Penelitian Ternak, PO Box 221, Bogor16002

ABSTRACT

Using abundant feedstuffs is expected to give high benefit. The aim of this study was to investigate the effects of palm sugar tree trunk (APA) as feed on the growth of Ongole cows. This study was done for 10 weeks which was divided into 2 weeks pretreatment and 8 weeks for collecting data. The 16 bulls were divided into four treatments: A = basal feed + concentrate (100% commercial); B = basal feed + concentrate (90% commercial + 10% APA); C = basal feed + concentrate (80% commercial + 20% APA); and D = basal feed + concentrate (70% commercial + 30% APA). Basal feed consisted of paddy straw (1%) and concentrate (2,5%) of body weight based on dry matter. Completely randomized design (CRD) with ANOVA analysis were applied. The parameters observed were feed consumption, growth of daily body weight, feed efficiency and feed economical value. The result showed that feed treatment significantly affected nutrition consumption (P ≤ 0.05). The BK consumption was varied between 6.268 – 7.193 kg/day, the highest was on A treatment and the lowest one was on D treatment. The PK consumption between 0.683 – 0.839 kg/day, showed similiarity result to BK consumption, the highest was on A and the lowest was on D treatment. The higher APA content in feed the lower BK and PK consumption. Compared to BK requirement standard, BK consumption was exceeded in all treatments which was 1.658 kg/day (A) treatment, 1.619 kg/day (B), 1.145 kg/day (C), and 1.068 kg/day (D). There was also high PK consumption in all treatments which was 0.335 kg/day in (A), 0.320 kg/day (B), 3.20 kg/day (C), and 0.183 kg/day (D). The surplus of both BK and PK consumption influenced the TDN requirements in all treatments. There was surplus consumption which was 1.658 kg/day (A treatment), 1.619 kg/day (B treatment), 1.145 kg/day (C treatment), and 1.068 kg/day (D treatment). The efficiency value was varied between 10.33 – 16.86%; the highest was on A (control) and the lowest one was on the D. The feed efficiency value had positive correlation with PBHH which higher efficiency value could be reached because of the higher PBHH too. From the BC ratio value, it showed that the higher APA content in the treatments made the BC ratio was lower. It is concluded that although the PPBH was not significantly different among treatment. treatments, but the usage of APA as concentrate substitution substance should not be used more than 20%.

Key Words: Ongole Cattle, Feed Efficiency, APA

ABSTRAK

Efisiensi penggunaan pakan melalui pemanfaatan bahan pakan yang jumlahnya melimpah dan masih terabaikan diharapkan akan mampu memberikan keuntungan secara ekonomis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan ampas pati aren (APA) dalam ransum terhadap pertumbuhan sapi Peranakan Ongole. Pengujian dilakukan selama 10 minggu terdiri dari 2 minggu prelium dan 8 minggu masa pengumpulan data. Materi yang digunakan adalah 16 ekor sapi potong jantan yang dibedakan menjadi 4 macam perlakuan pakan yaitu: A = pakan basal + pakan penguat (100% konsentrat); B = pakan basal + pakan penguat (90% konsentrat + 10% APA); C = pakan basal + pakan penguat (80% konsentrat + 20% APA); dan D = pakan basal + pakan penguat (70% konsentrat + 30% APA). Pakan basal berupa jerami padi sebesar 1%, pakan penguat diberikan 2,5% bobot hidup berdasarkan BK. Rancangan percobaan adalah RAL dengan analisis data menggunakan ANOVA. Adapun parameter yang diamati meliputi konsumsi pakan, pertambahan bobot hidup harian (PBHH), efisiensi pakan dan nilai ekonomis ransum (BC rasio). Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan pakan yang berbeda berpengaruh secara nyata (P ≤ 0,05) terhadap konsumsi

(2)

nutrisi. Konsumsi BK bervariasi antara 6,268 – 7,193 kg/hari, tertinggi terdapat pada perlakuan A dan terendah pada perlakuan D. Konsumsi PK antara 0,683 – 0,839 kg/hari, sama dengan konsumsi BK yakni tertinggi pada perlakuan A dan terendah pada perlakuan D. Semakin tinggi kandungan APA dalam pakan penguat terlihat bahwa BK dan PK yang dikonsumsi semakin rendah. Dibandingkan dengan standar kebutuhan BK maka terjadi surplus konsumsi BK di semua kelompok perlakuan masing-masing sebesar 1,658 kg/hari pada perlakuan A; 1,619 kg/hari (perlakuan B); sebesar 1,145 kg/hari (perlakuan C) dan 1,068 kg/hari pada perlakuan D. Terjadi pula surplus konsumsi PK di semua perlakuan; masing-masing sebesar 0,335 kg/hari pada perlakuan A; 0,320 kg/hari pada perlakuan B; sebesar 3,20 kg/hari pada perlakuan C dan 0,183 kg/hari pada perlakuan D. Surplus konsumsi BK dan PK berdampak terhadap terpenuhinya kebutuhan TDN di semua perlakuan. Terjadi surplus konsumsi sebesar 1,658 kg/hari pada perlakuan A; 1,619 kg/hari pada perlakuan B; sebesar 1,145 kg/hari pada perlakuan C dan 1,068 kg/hari pada perlakuan D. Hasil perhitungan nilai efisiensi pakan bervariasi antara 10,33 – 16,86%; tertinggi terdapat pada perlakuan A (kontrol); tanpa APA dan terendah pada perlakuan D. Nilai efisiensi pakan berkorelasi positif dengan PBHH; nilai efisiensi yang semakin tinggi dapat dicapai karena capaian PBHH yang tinggi pula. Ditinjau dari nilai BC rasionya, maka perlakuan pakan dengan kandungan APA yang semakin tinggi adalah semakin rendah. BC rasio. Disimpulkan bahwa meski PBHH yang dicapai tidak berbeda nyata diantara perlakuan, namun penggunaan APA sebagai bahan substitusi konsentrat sebaiknya tidak lebih dari 20%.

Key Word: Sapi Peranakan Ongole, Efisiensi Pakan, APA

PENDAHULUAN

Upaya pengembangan sapi potong menuju Swasembada Daging Nasional Tahun 2010 perlu mendapat dukungan semua pihak. Peningkatan produksi daging dalam rangka meningkatkan ketersediaan daging sapi bertujuan untuk memenuhi kebutuhan konsumen sekaligus mengurangi ketergantungan impor. Dalam kurun waktu 2000 – 2004 populasi sapi potong menurun sekitar 0,01% per tahun (PUSDATIN, 2004); dengan kemampuan produksi daging sapi dari populasi yang ada sebesar 290,6 ribu ton, pemenuhan daging mengalami defisit 29,3% atau sebesar 120,4 ribu ton dari kebutuhan daging sapi sebesar 410,9 ribu ton (RIADY, 2006).

Produksi daging sapi sebagian besar berasal dari usaha peternakan rakyat yang pada umumnya belum menerapkan konsep usaha yang efisien. Banyak potensi dan peluang yang belum dimanfaatkan secara optimal. Hasil survei ARYOGI et al. (2000) menunjukkan bahwa pada usaha peternakan rakyat, pakan basal didominasi oleh hijauan yang sangat bervariasi jenis dan jumlahnya; sedangkan pakan tambahan misalnya dedak padi/jagung diberikan dalam jumlah yang tidak menentu; berlebihan di musim panen dan sebaliknya terbatas pada musim tanam. Oleh sebab itu, dapat dipahami bahwa kendala yang sering dijumpai adalah rendahnya produktivitas

kebutuhan. Bahkan pada musim kemarau, banyak sapi yang terlihat kurus ataupun mati karena kekurangan pakan atau terserang penyakit (DIWYANTO dan HASINAH, 2005) sehingga perlu dicari sumber pakan alternatif.

Seiring dengan berkembangnya usaha pertanian tanaman pangan, perkebunan maupun hortikultura semakin meningkat pula ketersediaan limbahnya, namun potensinya belum termanfaatkan secara optimal sebagai pakan ternak. Sebagian besar digunakan sebagai bahan bakar, bahan baku industri, maupun kompos. Selain bahan-bahan tersebut, terdapat bahan inkonvensional spesifik lokasi yang cukup melimpah dan keberadaanya dianggap sebagai sumber pencemaran lingkungan. Bahan tersebut adalah limbah industri tepung pati dari batang aren/ kolang-kaling (Arenga pinnata Merr.) yang di antaranya terkonsentrasi di Desa Daleman, Kecamatan Tulung, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Produksi limbah di desa tersebut sekitar 50 ton/hari berupa ampas pati dan 20 ton/hari berupa kulit batang (ANONIMUS, 2005). Ampas pati aren mengandung bahan kering sekitar 85,80%, protein kasar 2,63%, serat kasar 15,90%, dan lemak kasar 0,48%.

Pemanfaatan biomassa lokal terutama limbah yang jumlahnya melimpah sebagaimana yang tersebut di atas yang saat ini masih terabaikan disertai dengan upaya peningkatan kualitasnya melalui perlakuan fisik, kimia, dan biologi maupun pengayaan nilai nutrisi melalui suplementasi merupakan alternatif pilihan

(3)

sebagai upaya efisiensi yang tepat. Di dalam penelitian ini akan dilakukan pengujian terhadap penggunaan ampas pati aren di dalam ransum untuk melihat sejauh mana pengaruhnya terhadap produktivitas.

MATERI DAN METODE

Limbah industri tepung pati aren (dalam makalah ini disebut APA) secara fisik berupa bongkahan-bongkahan hasil pemerasan yang dilakukan secara tradisional menggunakan tangan terdiri dari 2 bagian yaitu bagian serat dan bagian yang halus seperti remahan serabut kelapa. Peningkatan kualitas dilakukan secara fisik dengan mengayak limbah tersebut menggunakan ayakan dari kawat strimin sehingga APA terpisah dari seratnya.

Pengujian dilakukan selama 10 minggu terdiri dari 2 minggu prelium dan 8 minggu masa pengumpulan data. Materi yang digunakan adalah 16 ekor sapi potong jantan yang dibedakan menjadi 4 macam perlakuan pakan yaitu: A = pakan basal + pakan penguat (100% konsentrat); B = pakan basal + pakan penguat (90% konsentrat + 10% APA); C = pakan basal + pakan penguat (80% konsentrat + 20% APA); dan D = pakan basal + pakan penguat (70% konsentrat + 30% APA). Pakan basal berupa jerami padi sebesar 1%, pakan penguat diberikan 2,5% bobot hidup berdasarkan BK.

Rancangan percobaan adalah RAL dengan analisis data menggunakan ANOVA. Adapun parameter yang diamati meliputi konsumsi pakan, pertambahan bobot hidup harian (PBHH), efisiensi pakan dan nilai ekonomis ransum (BC rasio).

HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan nutrisi bahan penyusun ransum

Ransum yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari jerami, konsentrat sapi potong komersial dan ampas pati aren (APA). Berdasarkan hasil analisis proksimat kandungan BK bahan-bahan tersebut masing-masing berkisar antara 91,43 – 92,67%; PK antara 5,74 – 13,62% dan TDN antara 43,59 -65,38%; secara rinci disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Kandungan nutrisi bahan penyusun ransum Kandungan Bahan pakan BK (%) PK (% BK) TDN (% BK) Jerami padi 92,67 6,83 43,59 Konsentrat 92,52 13,62 65,38 APA 91,43 5,74 55,77

Dalam penelitian ini digunakan APA dikombinasikan dengan konsentrat sebagai upaya untuk menekan biaya pakan. Hasil analisis kandungan nutrisi masing-masing pakan penguat yang diujikan adalah sebagai berikut (Tabel 2).

Dari tiga macam pakan penguat yang mengandung APA, terlihat bahwa kandungan nutrisi yang terdiri dari BK, PK dan TDN tertinggi terdapat pada pakan penguat yang mengandung APA sebesar 10% dan terendah pada 30%. Dengan kandungan nutrisi yang jauh lebih rendah dari konsentrat maka semakin tinggi pakan penguat mengandung APA maka kualitasnya menjadi lebih rendah;

Tabel 2. Kandungan nutrisi pakan penguat

Kandungan Pakan penguat BK (%) PK (% BK) TDN (% BK) A (100% Konsentrat) 92,52 13,62 65,38 B (90% Konsentrat + 10% APA) 92,40 12,49 62,67 C (80% Konsentrat + 20% APA) 92,20 11,42 59,26 D (70% Konsentrat + 30% APA) 91,92 11,38 55,22

Konsumsi, PBHH dan nilai efisiensi pakan Hasil pengamatan terhadap konsumsi

nutrisi ransum yang meliputi BK, PK dan TDN ditampilkan pada Tabel 3.

(4)

oleh sebab itu penentuan jumlahnya di dalam ransum harus diperhatikan agar formula yang telah ditetapkan dapat memenuhi kebutuhan ternak.

Tabel 3. Konsumsi BK, PK dan TDN pada perlakuan pemberian kombinasi konsentrat-APA Konsumsi Perlakuan BK (%) PK (% BK) TDN (% BK) A (kontrol) 7,044a 0,839a 4,148a B (10% APA) 7,193a 0,829a 4,159a C (20% APA) 6,664b 0,734b 3,616b D (30% APA) 6,268bc 0,683bc 3,213bc

Huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P ≤ 0,05)

Perlakuan pakan yang berbeda berpengaruh secara nyata (P ≤ 0,05) terhadap konsumsi nutrisi. Konsumsi BK dan PK pada perlakuan A dan B adalah sama-sama labih tinggi dari pada perlakuan C dan D. Konsumsi BK bervariasi antara 6,268 – 7,193 kg/hari, tertinggi terdapat pada perlakuan A dan terendah pada perlakuan D. Konsumsi PK antara 0,683 – 0,839 kg/hari, sama dengan konsumsi BK yakni tertinggi pada perlakuan A dan terendah pada perlakuan D. Semakin tinggi kandungan APA dalam pakan penguat terlihat bahwa BK dan PK yang dikonsumsi semakin rendah.

Dibandingkan dengan standar kebutuhan BK yang direkomendasikan oleh RANJHAN (1981) maka terjadi surplus konsumsi BK di semua kelompok perlakuan masing-masing

sebesar 1,658 kg/hari pada perlakuan A; 1,619 kg/hari (perlakuan B); sebesar 1,145 kg/hari (perlakuan C) dan 1,068 kg/hari pada perlakuan D.

Konsumsi PK erat kaitannya dengan konsumsi BK yakni telah memenuhi kebutuhan standar. Terjadi surplus konsumsi PK di semua perlakuan; masing-masing sebesar 0,335 kg/hari pada perlakuan A; 0,320 kg/hari pada perlakuan B; sebesar 3,20 kg/hari pada perlakuan C dan 0,183 kg/hari pada perlakuan D.

Surplus konsumsi BK dan PK berdampak terhadap terpenuhinya kebutuhan TDN di semua perlakuan. Terjadi surplus konsumsi sebesar 1,658 kg/hari pada perlakuan A; 1,619 kg/hari pada perlakuan B; sebesar 1,145 kg/ hari pada perlakuan C dan 1,068 kg/hari pada perlakuan D.

Hasil perhitungan nilai efisiensi pakan bervariasi antara 10,33 – 16,86%; tertinggi terdapat pada perlakuan A (kontrol); tanpa APA dan terendah pada perlakuan D. Nilai efisiensi pakan berkorelasi positif dengan PBHH; nilai efisiensi yang semakin tinggi dapat dicapai karena capaian PBHH yang tinggi pula. Secara rinci PBHH dan nilai efisiensi pakan tertera pada Tabel 4. Nilai PBHH dipengaruhi secara nyata oleh perlakuan pakan yang berbeda (P ≤ ,05). PBHH berkisaran antara 0,490 – 0,837 kg/hari; tertinggi dicapai oleh perlakuan A dan terendah perlakuan D. PBHH sapi-sapi yang mendapatkan perlakuan pakan dengan kandungan APA yang lebih tinggi menunjukkan nilai yang lebih rendah. PBHH pada perlakuan pemberian konsentrat dengan kendungan APA sebesar 10 dan 30% lebih rendah dari pada yang mendapatkan konsentrat dengan kandungan APA sebesar 10%.

Tabel 4. Pertambahan bobot hiudp harian (PBHH) dan nilai efisiensi pakan pada perlakuan pemberian kombinasi konsentrat-APA dalam ransum

Perlakuan Bobot hidup awal (kg) PBHH (kg/ekor/hari) Efisiensi pakan (%)

A (kontrol) 192,00 0,837a 16,86b

B (10% APA) 195,38 0,755a 14,70ab

C (20% APA) 190,88 0,675ab 14,08ab

D (30% APA) 189,75 0,490bc 10,33a

(5)

Meskipun di semua perlakuan telah terjadi pemenuhan konsumsi namun targen PBHH hanya dapat dicapai pada perlakuan 100% konsentrat dan konsentrat dengan kandungan APA sebesar 10%. Hal ini diduga disebabkan karena kecernaan APA yang cukup rendah. Nilai kecernaan pakan dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah komposisi kimia pakan, jenis/macam bahan pakan penyusun ransum, tingkat pemberian pakan dan perlakuan pakan (BONDI,1987).

Analisis ekonomi

Hasil perhitungan ekonomi masing-masing perlakuan yang didasarkan pada nilai input berupa biaya pakan yang terdiri dari harga jerami, konsentrat dan APA serta nilai output yang berupa selisih harga dari peningkatan bobot hidup, secara rinci dapat dilihat pada Tabel 5.

Biaya pakan semakin tinggi pada persentase penggunaan APA yang semakin rendah; biaya yang tertinggi terdapat pada perlakuan A yakni sebesar Rp. 5.556,67/ekor/hari dan terendah pada perlakuan D sebesar Rp. 5.033,56. Hasil

perhitungan nilai B/C bervariasi antara 1,92 – 2,49; tertinggi pada perlakuan A dan terendah pada perlakuan D.

Ditinjau dari nilai BC rasionya, maka perlakuan pakan dengan kandungan APA yang semakin tinggi adalah semakin rendah. BC rasio pada perlakuan D yakni sebesar 1,92 lebih kecil dari perlakuan yang lain sehingga tidak dianjurkan. Meski PBHH yang dicapai tidak berbeda nyata diantara perlakuan, namun penggunaan APA sebagai bahan substitusi konsentrat sebaiknya tidak lebih dari 20%.

Dibandingkan dengan pakan inkon-vensional yang lain yaitu solid sawit yang mampu menghasilkan PBHH pada sapi PO sebesar 0,77 maka capaian PBHH pada penggunaan APA sebanyak 10% dalam konsentrat adalah relatif sama.

KESIMPULAN

Penggunaan ampas pati aren di dalam ransum sebagai substitusi pakan konsentrat sebanyak 10 – 20% secara ekonomis menguntungkan. Penggunaan 30% APA tidak dianjurkan karena nilai PBHH yang dicapai tidak seimbang dengan harga pakan.

Tabel 5. Analisis ekonomi masing-masing perlakuan pada penggunaan kombinasi konsentrat-APA Jumlah (Rp) Uraian A B C D Input/hari Jerami 358,39 352,61 332,31 325,23 Konsentrat 5.198,29 4.840,24 4.302,08 3.947,41 APA - 320,58 532,51 760,93 Total 5.556,67 5.192,85 5.166,90 5.033,56 Output/hari Harga PBHH 13.392,00 12.080,00 10.800,00 7.840,00 Keuntungan/hari 7.835,32 6.620,00 5.721,85 2.933,25 B/C 1,4 1,2 1,1 0,6

Harga jerami padi Rp. 125/kg; Harga konsentrat Rp. 1.050/kg; Harga APA Rp. 250/kg; Harga PBHH Rp. 16.000/kg

(6)

DAFTAR PUSTAKA

ANONIMUS. 2005. Data Produksi Hortikultura di Jawa Timur Tahun 2004. Dinas Pertanian Propinsi Jawa Timur.

ARYOGI, U. UMIYASIH, D.B. WIJONO dan D.E. WAHYONO. 2000. Pengkajian Rakitan Teknologi Penggemukan Sapi Potong, Pros. Seminar Hasil Penelitian/Pengkajian BPTP Karangploso. T.A. 1998/1999. No. 3. BPTP Karangploso, Malang.

BONDI A.A.1987. Animal Nutrition. John Wiley and Sons. New york.

DIWYANTO K.danH.HASINAH.2005. Penelitian Dan pengembangan perbibitan ternak potong di Indonesia. Forum Komunikasi Dan Seminar Nasional Industri Peternakan Modern TA 2005. Nusa Tenggara Barat.

PUSDATIN.2004. Statistik Pertanian. Pusat Data dan Informasi Pertanian. Departemen Pertanian. RANJHAN, S.K. 1981. Animal Nutrition in the

Tropies, Vikas Publishing House, PVT, Ltd, New Delhi,

RIADY, M. 2006. Implementasi program menuju swasembada daging 2010 “Strategi dan kendala”. Pros. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Puslitbang Peternakan, Bogor.

Referensi

Dokumen terkait

Manual Book ini berisi penanganan dari issue yang berpotensi menjadi krisis kedepan yang akan terjadi di perusahaan sesuai dengan analisis yang telah dilakukan dan cara

Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengkaji efektifitas aplikasi Beauveria bassiana dalam menekan populasi wereng batang coklat maupun walang sangit pada tanaman

PROOF OF COMPLIANCE TO MS 1525: 2007 ( CODE OF PRACTISE ON ENERGY EFFICIENCY AND USE OF RENEWABLE ENERGY FOR NON-RESIDENTIAL BUILDINGS) BUILDING PARTICULARS Name of development:

lempung adalah partikel tanah yang berukuran lebih kecil dari 0,002 mm,. sedangkan mineral lempung adalah kelompok-kelompok partikel

Sumber U/C Uraian Kabid Pengendalian, Konservasi dan Kemitraan Lingkungan C Kurangnya kepedulian masyarakat terhadap pelestarian Lingkungan Melakukan pembinaan dan penanganan

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI

Lebih lanjut, pola yang muncul pada suku Sunda dapat diinterpretasikan serupa dengan karakteristik konsumen produk mewah di Asia yang utamanya menentukan keputusan

Kemampuan SDM yang dimiliki LPPM Universitas Siliwangi, pada tiga tahun terakhir itu tercatat beberapa prestasi penting dalam bentuk pengakuan masyarakat berupa