• Tidak ada hasil yang ditemukan

EVALUASI PENGGUNAAN KULIT SINGKONG PADA USAHA PEMBIBITAN SAPI POTONG RAKYAT: STUDI BANDING DI KECAMATAN MERGOYOSO, KABUPATEN PATI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "EVALUASI PENGGUNAAN KULIT SINGKONG PADA USAHA PEMBIBITAN SAPI POTONG RAKYAT: STUDI BANDING DI KECAMATAN MERGOYOSO, KABUPATEN PATI"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

EVALUASI PENGGUNAAN KULIT SINGKONG

PADA USAHA PEMBIBITAN SAPI POTONG RAKYAT:

STUDI BANDING DI KECAMATAN MERGOYOSO,

KABUPATEN PATI

(Evaluation of Cassava Waste Feeding at Farmer Beef Cattle

Breeding: a Case Study in Mergoyoso of Pati District)

TRI AGUS S.,N.H.KRISHNA danY.N.ANGGRAENI

Loka Penelitian Sapi Potong, Jl. Pahlawan No. 2, Grati, Pasuruan 67184

ABSTRACT

The challenge in farming in Indonesia today is not simply increasing the number of populations to achieve meat self-sufficiency, but also in increasing farmer interest in raising cattle. This is because the production cost in producing meat is quite higher than imported meat. This situation in turn causes farmers lost their interest in raising beef cattle, because the benefit is not challenging. Efforts to reduce the cost of beef production must be done continuesly, especially in search for cheaper feed ingredients. Application of Low External Input Sustainable Agriculture (LEISA) is one option to overcome the high cost of feed. This study was aimed to evaluate the LEISA patterns that use cassava waste in the district of Pati, Central Java in terms of nutritional adequacy and level of profits. Result showed that the use of cassava waste of 70% in concentrate, and was given along with forage 30:70 in composition of the feed in LEISA pattern produce 0.55kg ADG and B/C of 1.64.

Key Words: Beefcattle, Cassava Waste, LEISA

ABSTRAK

Tantangan dunia peternakan di Indonesia saat ini bukan sekedar peningkatan jumlah populasi untuk mencapai swasembada daging sapi, akan tetapi lebih pada pembentukan kembali gairah peternak dalam pembudidayaan sapi potong yang akhir-akhir ini kurang bersemangat. Hal ini disebabkan karena biaya produksi sapi potong yang cukup tinggi sehingga peternak dalam negeri kalah bersaing dengan daging impor. Harga daging lokal yang kian terpuruk menyebabkan minat peternak untuk membudidayakan sapi potong menurun, karena keuntungan yang diperoleh sangat kecil. Usaha-usaha untuk menekan biaya produksi daging sapi dalam negeri harus terus dilakukan, terutama dalam pencarian bahan pakan murah. Penerapan pola LEISA (Low External Input Sustainable Agriculture) menjadi salah satu pilihan untuk mengatasi tingginya biaya pakan. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi usaha peternakan rakyat pola LEISA yang menggunakan limbah singkong di Kab.Pati, Jawa Tengah dari segi kecukupan nutrisi dan tingkat keuntungan usaha. Dari hasil penelitian diketahui bahwa penggunaan limbah singkong 70 % dalam pakan penguat sebagai komponen penyusun bahan pakan pola LEISA imbangan pakan hijauan: pakan penguat sebesar 30 : 70, dapat menghasilkan PBBH sapi silangan (Limousin-PO)hingga 0,55 kg/ekor/hari dan nilai B/C rasio sebesar 1,64. Kata kunci: Sapi Potong, Kulit Singkong, LEISA

PENDAHULUAN

Berawal dari sistem pasar global yang sedang dan sudah berjalan, terdapat beberapa dampak yang cukup mengejutkan. Salah satu yang terkena dampak sistem pasar global adalah pasar daging sapi nasional. Kondisi

pasar daging sapi pada saat ini menunjukkan perbedaan yang cukup nyata antara harga daging sapi impor dengan harga daging sapi lokal. Imbangan harga antara daging sapi impor dengan daging lokal mencapai 3 : 5. Hal ini mempunyai efek berantai dari minat petani untuk membudidayakan sapi hingga tingkat

(2)

pemilihan konsumen untuk mencari daging sapi yang murah.

Tantangan yang dihadapai oleh dunia peternakan Indonesia saat ini bukan sekedar peningkatan jumlah populasi, akan tetapi lebih pada upaya penuruanan biaya produksi sehingga harga akhir daging sapi lokal setara dengan harga daging sapi impor. Bila kondisi ini bisa tercapai maka tingkat penyerapan daging sapi lokal akan meningkat. Peningkatan ini akan diikuti dengan kenaikan animo masyarakat untuk membudidayakan sapi, yang akan berdampak pada peningkatan populasi nasional untuk mencapai swasembada daging sapi.

Salah satu komponen biaya produksi daging sapi yaitu biaya pakan. Tingginya persentase biaya pakan dalam biaya produksi peternakan hingga mencapai 60% menjadikan sub sektor ini menarik untuk dikaji lebih dalam. Berbagai upaya telah dilakukan untuk meminimalkan biaya pakan dalam usaha peternakan dan yang menunjukkan dampak yang cukup signifikan adalah dengan pola pengembalaan di padang rumput (ranch), merupakan pola yang sama dengan pemeliharaan sapi di luar negeri. Sistem ini memerlukan ketersediaan lahan yang luas dan hanya efektif untuk di luar Pulau Jawa. Sedangkan untuk di Pulau Jawa pola integrasi tanaman-ternak, maupun agro industri-ternak masih menjadi solusi dalam pemecahan masalah tingginya biaya pakan.

Salah satu sistem integrasi tanaman-ternak dan agroindustri-ternak yang telah dan sedang berjalan adalah di Kabupaten Pati, yaitu integrasi antara tanaman singkong dan limbah agroindustrinya dengan usaha pembibitan sapi potong. Melimpahnya tanaman singkong di Kabupaten Pati tak lepas dari iklim yang mendukung dan jenis tanah yang cocok untuk tanaman ini. Pada umumnya singkong ditanam untuk diambil umbinya sebagai sumber

karbohidrat. Cara perkembangbiakannya sangat mudah yaitu dengan stek batang dan sudah dapat dipanen pada umur 8 bulan. Singkong dimanfaatkan antara lain sebagai bahan baku industri dan industri rumah tangga seperti tapioka, ceriping, slondok/lanting dan lain sebagainya. Limbah agroindustri singkong antara lain adalah onggok, kulit singkong, ataupun singkong afkir yang mengandung bahan kering (BK) antara 88,65 – 94,35% dan energi (TDN) antara 56,91 – 64,75% BK adalah merupakan bahan pakan yang cukup potensial digunakan sebagai sumber energi. Mengingat tanaman singkong dan limbah agroindustrinya merupakan biomas lokal kabupaten Pati yang cukup potensial untuk digunakan sebagai pakan ternak, maka studi mengenai potensi penggunaan limbah singkong menjadi penting untuk dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan evaluasi sistem integrasi tanaman-ternak pada kawasan industri tapioka padat sapi potong di Kab. Pati, Jawa Tengah. Evaluasi dilakukan terbatas pada pemanfaatan limbah agro industri berupa kulit singkong pada usaha pembibitan sapi potong rakyat.

MATERI DAN METODE

Penelitian dilakukan di kecamatan Mergoyoso, kabupaten Pati pada bulan Juni hingga Agustus 2010. Penelitian menggunakan sapi hasil silangan Limousin-PO milik peternak sebanyak 15 ekor, umur + 6 bulan dengan berat awal + 90 kg yang dibagi menjadi tiga perlakuan pakan pola LEISA yang berbeda, dicantumkan dalam Tabel 1. Total ransum diberikan sebesar 4 % dari Bobot Badan (BB) dalam Bahan Kering (BK) dengan perbandingan antara pakan penguat dengan hijauan sebanyak 70 : 30. Pakan diberikan sebanyak tiga kali

Tabel 1. Perlakuan pakan masing-masing perlakuan

Hijauan (70% BK ransum) Penguat (30% BK ransum) Perlakuan Jerami padi

(% hijauan) Jerami kacang (% hijauan) Rumput (% hijauan) Kulit singkong (% penguat) Dedak padi (% penguat) A 50 50 - 70 30 B 50 - 50 70 30 C 100 - - 70 30

(3)

sehari, yaitu pagi, siang dan sore hari. Sebagai penunjang dilakukan pula pengamatan terhadap 5 ekor sapi silangan milik peternak di sekitar lokasi penelitian dengan pemberian pakan bebas sesuai kebiasaan peternak. Kandungan nutrisi bahan pakan yang dipergunakan dalam penelitian adalah seperti Tabel 2.

Parameter yang di amati adalah konsumsi bahan pakan segar, konsumsi nutrisi, PBBH ternak dengan penimbangan setiap bulan sekali, dan analisis ekonomi. Penghitungan Pengujian pada kelompok pola LEISA menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) 3 perlakuan dengan 5 kali ulangan, sedangkan untuk nilai ekonomis menggunakan R/C ratio.

HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi pakan

Hasil pengamatan tentang Rataan konsumsi pakan/hari untuk setiap perlakuan dalam bentuk segar adalah seperti pada Tabel 3.

Hasil pengamatan terhadap konsumsi pakan menunjukkan bahwa pakan yang diberikan hampir semuanya tidak tersisa, dengan kata lain intake pakan sama dengan jumlah pakan yang disediakan. Meskipun intake pakan belum bisa menjadi acuan tentang jumlah pakan yang

terserap dan termanfaatkan oleh sistem pencernaan, akan tetapi dapat menunjukkan tingkat palatabilitas bahan pakan yang diberikan. Dari ketiga komposisi pakan yang berbeda pada tiap perlakuan, dapat dikatakan bahwa tingkat palatabilitas pakan adalah sama dan dimungkinkan untuk diaplikasikan ke peternakan rakyat.

Bila ditinjau tiap komponen penyusun pakan, kulit singkong menunjukkan tingkat palatabilitas yang baik dan relatif lebih disukai dari pada bahan lain. Hal ini menunjukkan bahwa kulit singkong mempunyai peluang yang cukup besar sebagai bahan pakan alternatif, karena menurut ANDRIZAL (2003) dari total produksi singkong di Indonesia, hanya 1,8 % saja yang termanfaatkan sebagai bahan pakan. Disamping itu bahan pakan asal limbah singkong sudah diproyeksi oleh WIROSAPUTRO (1983) akan mengalami penurunan, diproyeksikan bahwa potensi produksi limbah tanaman pangan untuk pakan ternak dari tahun 2006 hingga 2010 secara berturut-turut dalam ribu ton bahan kering adalah (19.040; 18.851; 18.663; 18.478; 18.294). Dengan demikian sejak dahulu animo penggunaan limbah asal singkong sebagai pakan ternak akan terus menurun. Penurunan ini akan berimbas pada penurunan tingkat kompetensi dalam mendapatkan bahan pakan asal limbah singkong, sehingga bahan asal Tabel 2. Kandungan nutrisi bahan pakan

Bahan pakan Bahan kering (%)

Protein kasar (% BK)

Total digestible nutrien (% BK) Rumput gajah 10,70 13,29 58,17 Jerami padi 51,20 6,98 53,84 Jerami kacang 29,08 14,65 56,95 Kulit singkong 51,65 4,78 48,24 Dedak padi 90,84 9,50 70,00

Sumber: LABORATORIUM LOKA PENELITIAN SAPI POTONG (2010) Tabel 3. Konsumsi pakan masing-masing perlakuan

Perlakuan Jerami padi (kg/hari) Jerami kacang (kg/hari) Rumput (kg/hari) Kulit singkong (kg/hari) Dedak padi (kg/hari) A 1,149 1,625 - 7,331 1,308 B 1,449 - 6,882 7,453 1,021 C 2,775 - - 7,181 1,004

(4)

limbah singkong menjadi lebih mudah didapat dan lebih murah.

Melihat tingkat palatabilitas yang cukup tinggi, tidak serta merta menjadikan limbah singkong bebas untuk diberikan kepada ternak secara add libitum. Faktor pembatas kadar pemberian kulit singkong pada pakan sapi adalah adanya Asam Sianida (HCN) yang merupakan zat anti nutrisi utama pada tanaman ubi kayu. Akan tetapi kadar tersebut dapat dikurangi dengan memberikan treatment penjemuran atau diangin-anginkan terlebih dahulu, sedangkan menurut MATHIUS dan SINURAT (2001) faktor pembatas penggunaan limbah singkong dari segi nutrisi antara lain kandungan proteinnya rendah, namun sebaliknya masih memiliki kandungan TDN yang tinggi.

Konsumsi nutrisi

Konsumsi nutrisi merupakan parameter yang digunakan untuk mengukur tingkat penyerapan kandungan nutrisi pakan oleh sistem pencernaan, sangat dipengaruhi oleh kandungan nutrisi bahan pakan tersebut. Kandungan nutrisi bahan pakan dapat berbeda-beda, dipengaruhi oleh kondisi lingkungan dimana bahan pakan tersebut diproduksi. Kondisi yang mempengaruhi kadar nutrisi bahan pakan yaitu curah hujan, iklim mikro, jenis media tanam dan intensitas sinar matahari. Kandungan nutrisi pada setiap komponen pakan yang dipergunakan dalam penelitian masih dalam kisaran normal untuk tiap jenis bahan pakannya. Parameter nutrisi yang digunakan dalam penelitian ini hanya dibatasi pada total bahan kering (BK), Protein Kasar (PK) dan Total Digestible Nutrient (TDN). Terlihat dari tabel 3, bahwa TDN pada kulit singkong tergolong tinggi, yaitu 48,24 % BK, hampir sepadan dengan TDN jerami padi, namun memiliki kadar protein rendah (kurang dari 5% BK). Karakteristik ini menurut SINURAT (2001) menjadi faktor pembatas penggunaan limbah singkong sebagai pakan ternak, dikarenakan nilai proteinnya rendah namun masih memiliki kandungan TDN yang tinggi.

Konsumsi nutrisi sangat dipengaruhi oleh gerakan laju pakan dalam saluran pencernaan

atau dengan kata lain dipengaruhi oleh tingkat kecernaan. Berdasarkan analisis kandungan nutrisi bahan pakan yang digunakan (Tabel 2), konsumsi nutrisi masing-masing perlakuan adalah sebagaimana terlihat pada Tabel 4. Tabel 4. Konsumsi nutrisi masing-masing perlakuan

Konsumsi nutrisi (kg) Perlakuan BK Protein TDN A 5,93 0,390 3,147 B 6,25 0,402 3,319 C 6,04 0,363 3,192

Konsumsi nutrisi meliputi BK, PK dan TDN tidak menunjukkan adanya perbedaan di antara perlakuan. Konsumsi BK berkisar antara 5,93 – 6,25 kg/ekor/hari, konsumsi PK antara 0,363 – 0,402 kg/ ekor/hari dan TDN antara 3,147 – 3,319 kg/ekor/hari.

BK pada sapi berkisar antara 2 – 4% bobot badan (BB), dengan demikian konsumsi BK dalam penelitian ini yang berkisar antara 5,36 – 5,54% BB adalah lebih tinggi dibandingkan dengan kebutuhan BK standard. Sedangkan bila dibandingkan dengan standar kebutuhan nutrisi (NRC, 1982) untuk sapi fase pertumbuhan (dengan kisaran BB sekitar 150 kg dan PBBH 0,50 kg/ekor/hari) yakni PK sebesar 0,44 kg/ekor/hari dan TDN sebesar 2,50 kg/ekor/hari, maka konsumsi PK (kecuali perlakuan A dan C) serta TDN pada semua perlakuan telah memenuhi kebutuhan; ditunjukkan capaian PBBH yang lebih dari standar 0,50 kg/ekor/hari (kecuali perlakuan B), sebagaimana yang ditampilkan pada Tabel 4.

Performans ternak dan analisis ekonomi

Pengukuran performans ternak dilakukan dengan mengamati PBBH sapi, secara rinci ditampilkan dalam Tabel 4. Pencapaian PBBH pada perlakuan A adalah 0,554 kg/ekor/hari, perlakuan B (0,481 kg/ekor/hari) dan perlakuan C (0,518 kg/ekor/hari) tidak berbeda nyata di antara perlakuan. Sedangkan pencapaian PBBH sapi pada kelompok kontrol/pola peternak menunjukkan Rataan 0,481 kg/ekor/hari, kurang lebih setara dengan perlakuan B.

(5)

Tabel 5. Performans dan analisis ekonomi Perlakuan Uraian A B C Performans PBBH (kg/ekor/hari) Analisis ekonomi Input 0,554 0,481 0,518 Hijauan (Rp.) 2.960 5.007 2.848 Penguat (Rp.) 1.660 1.634 1.606 Total input (Rp.) 4.620 6.641 4.454 Output Harga PBBH (Rp.) 12.188 8.800 11.396 Keuntungan (Rp.) 7.566 2.159 6.941 B/C 1,64 0,32 1,56

Harga bahan/kg: Rumput Gajah: Rp. 350; Jerami padi: Rp. 250; Jerami kacang: Rp. 250; Kulit singkong: Rp. 300; Dedak: Rp. 1.600; Harga sapi/kg Berat hidup: Rp. 22.500

GHAWA (2009) menyatakan bahwa capaian PBBH dari hasil penelitian yang dilakukan terhadap sapi PO umur sekitar 6 bulan, menggunakan pakan basal singkong dengan tambahan konsentrat yang mengandung bungkil kopra/sawit adalah sekitar 0,266 kg/ekor/hari, maka PBBH yang dicapai pada pengujian ini adalah lebih tinggi.

Dari hasil analisis ekonomi yang dilakukan, diketahui bahwa keuntungan tertinggi dicapai pada perlakuan A (Rp 7.566/ekor/hari) dan berturut-turut menurun pada perlakuan C (Rp 6.641 /ekor/hari), dan B (Rp 2.159/ekor/hari). Dengan demikian pakan model LEISA yang menggunakan hijauan berupa jerami padi saja atau jerami padi dan kacang atau dikombinasikan dengan kulit singkong dan dedak-mineral lebih layak untuk diterapkan daripada kelompok pakan yang hijauannya berupa jerami padi dan rumput.

Melihat tingkat keuntungan dari nilai RC rasio yang lebih dari 1 menunjukkan bahwa penggunaan ransum berbasis limbah singkong

cukup menguntungkan untuk diaplikasikan pada peternakan rakyat. Hal ini senada dengan pernyataan MARIYONO et al. (2008) yang menyatakan bahwa singkong perlu dikembangkan sebagai pakan sumber energi strategis.

KESIMPULAN

Singkong merupakan salah satu bahan pakan alternatif yang potensial untuk dikembangkan sebagai bahan pakan sumber energi strategis. Pemanfaatan kulit singkong seperti pada treatment A sebagai komponen penyusun pakan penguat bersama dengan dedak padi pada sapi silangan dapat memberikan PBBH hingga 0,55 kg/ekor/hari, serta dapat diterapkan dan menguntungkan untuk usaha pembibitan sapi potong karenacapaian RC rasio sebesar 1,64.

DAFTAR PUSTAKA

ANDRIZAL. 2003. Potensi, tantangan dan kendala pengembangan agro-industri ubikayu dan kebijakan industri perdagangan yang diperlukan. Pemberdayaan agribisnis ubi kayu mendukung ketahanan pangan. Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian.

GHAWA, B. 2009. Pengaruh Tingkat Substitusi Bungkil Kopra dengan BIS terhadap Konsumsi dan PBBH Sapi PO Betina Lepas Sapih. Skripsi. Fapet Universitas Tribhuwana Tungga Dewi, Malang.

MARIYONO dan N.H. KRISHNA. 2008. Pemanfaatan limbah pertanian untuk pakan ruminansia. Seminar Intern Puslitbang Peternakan, Bogor. MATHIUS, I.W. dan A.P. SINURAT. 2001.

Pemanfaatan pakan ternak inkonvensional untuk pakan ternak. Wartazoa 11(2): 20 – 31. WIROSAPUTRO,S.S. 1983. Pokok-pokok pembinaan

dan pengembangan hijauan makanan ternak. Pros. Seminar Pemanfaatan Limbah Pangan dan Limbah Pertanian untuk makanan Ternak. LKN-LIPI, 10 – 12 Januari 1983. hlm. 221 – 232.

(6)

DISKUSI

Pertanyaan:

1. Apakah ADG tersebut sudah maksimal? 2. Berapa harga singkong?

3. Apakah jumlah sampel cukup memadai? Jawaban:

1. Belum maksimal tapi sudah menguntungkan.

2. Bahan pakan yang digunakan kulit singkong bukan singkong. Kulit singkong harganya Rp. 300/kg, pada saat harga singkong di pasar Rp. 500 – 600.

3. Jumlah sampel 5 ekor sapi/perlakuan, masih perlu penelitian lanjutan dengan jumlah sampel lebih banyak.

Referensi

Dokumen terkait

1) Udjo melakukan persiapan dengan membekali dirinya dengan berbagai keahlian dan keilmuan yang menunjang pengembangan seni tradisi. Keahlian yang dimiliki berhasil

penggunaan mulsa sampai 35 hst meng- hasilkan hasil yang lebih tinggi diban- dingkan dengan perlakuan tanpa mulsa pada pengamatan tinggi tanaman, jumlah daun, luas

bangunan yang ada pada Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu

Dalam penelitian ini digunakan pendekatan kualitatif, dengan melakukan observasi langsung, melakukan wawancara dan mengumpulkan data berupa dokumen yang dilakukan

2.4 TANTANGAN DAN PELUANG PENGEMBANGAN PELAYANAN SKPD Sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya, Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah mempunyai fungsi pelayanan ke

Pengangkatan Pamong Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (2) dan ayat (3), dan Pasal 39 ayat (3) ditetapkan dengan Keputusan Lurah Desa berdasarkan Peraturan Desa

WAHYUDI WIRATAMA Matematika SMK MUHAMMADIYAH BULAKAMBA