• Tidak ada hasil yang ditemukan

Syari ah Jurnal Keislaman dan peradaban

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Syari ah Jurnal Keislaman dan peradaban"

Copied!
103
0
0

Teks penuh

(1)

Al-’Uqûd Al-Murakkabah Dalam Perspektif Ekonomi Syariah

Dr. H. Najamuddin, Lc, MA

Teologi Upah Dan Kesejahteraan Buruh Dalam Perspektif Hadis

Muhammad Makmun Abha

Al-Mashlahah Dalam Pandangan Najmuddin Al-Thufi

Qusthoniah

Membangun Kekuatan Ekonomi Masjid

(Studi Kasus Masjid Taqwa Muhammadiyah Padang)

Siti Aisyah, S. EI

Zakat Dan Pajak

Ahmad Sarbini

Kritik Khaled M. Abou El Fadl Terhadap Otoritarianisme Pemikiran Hukum Islam

Nasrullah

Pemikiran Ekonomi Ibnu Qayyim

Putri Apria Ningsih

Penerbit: Fakultas Ilmu Agama Islam (FIAI)

Universitas Islam Indragiri Tembilahan – Indragiri Hilir – Riau Jln. Baharudin Jusuf No. 10 Tembilahan 29200

Telp : 0768-324918, Fax : 0768-22418. Hp. 0813 655 26 048 Email : journal_syariahfiai@yahoo.com

ISSN : 2338-0357 Volume II, NOMOR II, Oktober 2013

Syari’ah

(2)

SYARI’AH

Jurnal Keislaman & Peradaban Penerbit:

Program Studi Ekonomi Syari’ah Universitas Islam Indragiri Tembilahan

Pembina:

Rektor Universitas Islam Indragiri Penaggung Jawab/Pengarah; Dekan Fakultas Ilmu Agama Islam

Tim Ahli: Dr. Najamuddin, Lc, MA Amaruddin, S. Ag, MA Nurmadiah, S. Pd. I, MA Pimpinan Redaksi: Qusthoniah, S.Ag.,MA Tim Redaksi: Ahmad Fuad, SE.I Ahmad Sarbini, S.Ag, MA

Siti Aisyah, S. E. I Distribusi & Sirkulasi:

Ali Murtopo, S. Sos. I Nurhayati. S. E Barry Gunawan Editor/Lay-out Ridhoul Wahidi, S.Th.I., MA

Alamat Redaksi:

Fakultas Ilmu Agama Islam (FIAI)

Universitas Islam Indragiri Tembilahan – Indragiri Hilir – Riau Jln. Baharudin Jusuf No. 10 Tembilahan 29200 Telp : 0768-324918, Fax : 0768-22418. Hp. 0813 655 26 048

Email : journal_syariahfiai@yahoo.com

Jurnal Syari’ah merupakan jurnal keislaman dan peradaban dengan kajian multidisipliner, terbit dua kali dalam satu tahun (April dan oktober), dikelola oleh program studi Manajemen Pendidikan Islam Fak. Ilmu Agama Islam Universitas Islam Indragiri Tembilahan. Redaksi menerima tulisan yang relevan selama mengikuti petunjuk penulisan yang ditetapkan.

(3)

SAJIAN

Volume II, No. II, Oktober 2013 ISSN : 2338-0357 SAJIAN (iii)

EDITORIAL (iv)

Al-’Uqûd Al-Murakkabah Dalam Perspektif Ekonomi Syariah

Dr. H. Najamuddin, Lc, MA (Hal 5)

Teologi Upah Dan Kesejahteraan Buruh Dalam Perspektif Hadis

Muhammad Makmun Abha (Hal 18)

Al-Mashlahah Dalam Pandangan Najmuddin Al-Thufi

Qusthoniah (Hal 35)

Membangun Kekuatan Ekonomi Masjid

(Studi Kasus Masjid Taqwa Muhammadiyah Padang)

Siti Aisyah, S. E.I (Hal 51)

Zakat Dan Pajak

Ahmad Sarbini (Hal 63)

Kritik Khaled M. Abou El Fadl Terhadap Otoritarianisme Pemikiran Hukum Islam

Nasrullah (Hal 73)

Pemikiran Ekonomi Ibnu Qayyim

Putri Apria Ningsih (Hal 88)

(4)

EDITORIAL

Bismillahi Al-Rahman Al-Rahim

Puji dan syukur kepada Allah SWT, jurnal Keislaman dan Peradaban Syari’ah Volume II Nomor II Edisi II Oktober 2013 hadir untuk menyapa kembali para pembaca, peminat keislaman dan per-adaban.

Jurnal dihadapan anda adalah edisi II dari Jurnal Syari’ah yang diharapkan mampu memenuhi salah satu standar dalam peneli-tian akreditasi Fakultas Ilmu Agama Islam Universitas Islam Indragiri Tembilahan. Lebih jauh jurnal ini diproyeksikan mampu menjawab segala tantangan dari permasalahan yang ada di masyarakat dan du-nia Islam, tentu dengan terbitnya Jurnal Syari’ah ini secara kontinyu dapat memberikan konstribusi bagi penyebaran dan pengembangan karya ilmiah intelektual di bidang keislaman dan peradaban.

Jurnal Syari’ah Volume II Nomor II Oktober 2013 edisi II ini diawali dengan tulisan Al-’Uqûd Al-Murakkabah Dalam Perspektif Ekonomi Syariah yang ditulis Dr. H. Najamuddin, Lc, MA kemu-dian tulisan Teologi Upah Dan Kesejahteraan Buruh Dalam Pers-pektif Hadis yang ditulis Muhammad Makmun Abha dan tulisan Al-Mashlahah Dalam Pandangan Najmuddin Al-Thufi ditulis oleh Qusthoniah. Tulisan selanjutnya Membangun Kekuatan Ekonomi Masjid (Studi Kasus Masjid Taqwa Muhammadiyah Padang) yang di-tulis oleh Siti Aisyah, S. EI dilanjutkan di-tulisan yang berjudul Zakat Dan Pajak oleh Ahmad Sarbini. Tulisan yang berjudul Kritik Khaled M. Abou El Fadl Terhadap Otoritarianisme Pemikiran Hukum Is-lam ditulis oleh Nasrullah dan terakhir Pemikiran Ekonomi Ibnu Qayyim yang ditulis oleh Putri Apria Ningsih.

Dewan redaksi sepenuhnya menyadari, bahwa terdapat ber-bagai kelemahan dan kekurangan pada penerbitan edisi ini. Maka kasukan dan kritikan dari semua pihak akan kami terima dengan terbuka dan rasa terima kasih.

Tim Redaksi

(5)

Al-’Uqûd Al-Murakkabah

Dalam Perspektif Ekonomi Syariah

Dr. H. Najamuddin, Lc, MA

Dosen Ekonomi Syari’ah Fakultas Ilmu Agama Islam (FIAI) Universitas Islam Indragiri Tembilahan

Abstrak

Al-’uqûd al-murakkabah merupakan salah satu akad kontemporer dalam perbankan Islam, kendati demikian akad ini lahir dari dunia perhotelan, seperti al-Ijarah muntahiyah bi al-tamlik, Musyarakah mutanaqishah, Ta’min tauni murakkabah, akad Murabahah lil Aamir bi asy-Syira dan Ta’jir tamwili. Al-’uqûd al-murakkabah/Multi akad adalah kesepakatan dua pihak untuk melaksanakan suatu transaksi atau muamalah yang meliputi dua unsur akad atau lebih, misalnya akad jual-beli dengan ijarah, akad jual beli dengan hibah dst. Sehingga semua akibat hukum dari akad-akad gabungan itu, serta semua hak dan kewajiban yang ditimbulkannya, dianggap satu kesatuan yang tak dapat dipisah-pisahkan, yang sama kedudukannya dengan

akibat-akibat hukum dari satu akad.

Key Words : Ekonomi Syariah dan Al-’uqûd al-murakkabah A. Pendahuluan

Investasi syariah dapat diartikan sebagai kegiatan menanamkan modal baik langsung maupun tidak langsung, dengan harapan pada waktunya nanti pemilik modal mendapatkan sejumlah keuntung-an dari hasil penkeuntung-anamkeuntung-an modal tersebut ykeuntung-ang tidak bertentkeuntung-angkeuntung-an syariah.

Dalam perspektif Islam kegiatan Investasi syariah sangat didorong untuk mengembangkan harta. Sebaliknya, Islam melar-ang mendiamkan/menimbun harta (ihtikar), termasuk modal se-hingga tidak produktif. Dari landasan hukum nampak jelas bahwa investasi atau kegiatan produktif lainnya sangatlah dianjurkan dalam Islam demi tercapainya tujuan syari’ah (maqashid Al-Syari’ah) yaitu kemaslahatan.

صخلم

هذه ةلاسرلا ثحبت يف موهفم يلاثم لوح ةرجأ ريجلأا هملاسو هتداعسو نم للاخ ةياده ثيداحلأا ،ةيوبنلا نمو للاخ ثحبلا دجو ثحابلا ضعب تافشتكملا ةيتلآا ( : ىلولأا ) نإ ريجلأا يف ملاسلإا وذ فقوم لاع يوتسي هيف لك ناسنإ قولخمك يلماع اريجأ ناك مأ اديس ( ةيناثلا ) نإ ريجلأل اقوقح ةيساسأ دبلا هديسل نأ نأ اهيطعي ،هايإ يهو نأ عضويلا ديسلا هريجأ ةلآ نم تلاآ ،عينصتلا نأو هيطعي هترجأ ةرجأ ةبسانم ،هلامعلأ نأو لا لعجي ديسلا هريجأ ادبع ريختسيلا ىلع ،هسفن نأو لماعي ديسلا هريجأ نسحأ ،ةلماعملا ملهو ارج ( ثلاثلا ة ) نإ نم ةداعس ةايحلا ةيوايندلا يتلا يه ةعرزم نم تاعرزم ةرخلآا نأ نوكي لكل ناسنإ لمع نيعتسي هب ىلع ليفكت ،هجئاوح ثحتو ثيداحلأا ةيوبنلا نأ نم نسحأ لمعأ ناسنإ وه هلمع هديب لكو عيب روربم











(

ةدئاملا

:

۱

)

(6)

6 Jurnal Syari’ahVol. II, No. II, Oktober 2013

Seiring dengan lajunya berkembangan di dunia perbankan, kegiatan transaksi ekonomi Islam berkembang pesat, sehingga ber-munculan beragam model transaksi yang tidak dikenal pada masa lalu dan butuh pengkajian secara spesifik. Salah satu diantaranya adalah penggunaan akad ganda atau lebih menjadi satu transaksi, yang dalam fiqih kontemporer disebut al-’uqud al-murakkabah (hybrid

contract/multi akad).

Multi akad adalah kesepakatan dua pihak untuk melaksanakan suatu muamalah atau transaksi yang meliputi dua akad atau lebih, misalnya satu transaksi yang terdiri dari akad jual-beli dan ijarah, akad jual beli dan hibah dll, sehingga semua akibat hukum dari akad-akad gabungan itu, serta semua hak dan kewajiban yang ditimbulkannya, dianggap satu kesatuan yang tak dapat dipisah-pisahkan, yang sama kedudukannya dengan akibat-akibat hukum dari satu akad.

Al-’uqûd al-murakkabah/multi akad ini merupakan

perbincan-gan yang masih hangat dikalanperbincan-gan para cendikiawan muslim untuk menentukan keabsahan hukumnya; pendapat pertama mengatakan hukumnya mubah berdasar kaidah fikih: ashlu fi mu’amalat

al-ibahah (hukum asal muamalah adalah boleh). Pendapat kedua

meng-haramkan berdasarkan dengan hadits-hadits yang mengmeng-haramkan dua jual beli dalam satu jual beli (bai’ataini fi bai’atin), atau meng-haramkan dua akad dalam satu akad (shafqatain fi shafqatin).

B. Pembahasan

1. Pengertian Al-’Uqûd al-Murakkabah/ Multi Akad

Kata akad berasal dari kata al-‘aqd, yang berarti mengikat, me-nyambung atau menghubungkan. Dalam hukum Indonesia, akad di artikan dengan perjanjian. Sedangkan dalam istilah hukum Islam, ada beberapa definisi yaitu:

1. Akad berarti keterkaitan antara ijab (pernyataan penawaran atau pemindahan kepemilikan) dan qabul (pernyataan penerimaan kepemilikan) dalam lingkup yang disyariatkan dan berpengaruh pada sesuatu.1

2. Menurut pendapat ulama Syafi’iyah, Malikiyah dan Hanabilah, yaitu: “Segala sesuatu yang dikerjakan oleh seseorang berdasarkan

ke-inginannya sendiri, seperti waqaf, talak, pembebasan, atau sesuatu

(7)

7

Al-’Uqud Al-Murakkabah ...

Dr. H. Najamuddin, Lc, MA

yang pembentukannya membutuhkan keinginan dua orang seperti jual beli, perwakilan, dan gadai.”2

3. Akad merupakan pertemuan ijab yang diajukan oleh salah satu pihak dengan kabul dari pihak lain yang menimbulkan akibat hukum pada objek akad.

Akad adalah tindakan hukum dua pihak. Sedangkan tindakan hukum satu pihak, seperti janji memberi hadiah, wasiat, atau wakaf, bukanlah akad, karena tindakan-tindakan tersebut tidak merupakan tindakan dua pihak, dan karenanya tidak memerlukan qabul. Kon-sepsi akad sebagai tindakan dua pihak adalah pandangan ahli-ahli hukum Islam modern. Pada zaman pra modern terdapat perbedaan pendapat. Sebagian besar fuqaha memang memisahkan secara tegas kehendak sepihak dari akad, akan tetapi sebagian lain menjadikan akad meliputi juga kehendak sepihak.3

Multi dalam bahasa Indonesia berarti banyak; lebih dari satu; lebih dari dua; berlipat ganda.4 Dengan demikian, multi akad dalam

bahasa Indonesia berarti akad berganda atau akad yang banyak, leb-ih dari satu.

Sedangkan menurut istilah fiqih, kata multi akad merupakan terjemahan dari kata Arab yaitu al-’uqûd al-murakkabah yang berarti akad ganda (rangkap). Al-’uqûd al-murakkabah terdiri dari dua kata

al-’uqûd (bentuk jamak dari ‘aqd) dan al-murakkabah. Kata ‘aqd

se-cara etimologi artinya mengokohkan, mengikat, menyambung atau menghubungkan5 dan hukum perdata Indonesia diartikan dengan

perjanjian. Sedangkan secara terminologi ‘aqd berarti mengadakan perjanjian atau ikatan yang mengakibatkan munculnya sebuah ke-wajiban.6

Menurut Wahbah Zuhaili ‘aqd adalah pertalian atau perikatan 2 Rachmat Syafe’i, Fiqih Muamalah. Pustaka Setia Bandung. 2006

3 Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Syariah. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. 2007

4 Tim Penyusun. 1996. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. hal 671

5 Ahmad Warson Munawwir. 1997. Kamus Al-Munawwir Arab–Indonesia Terlengkap . Surabaya : Pustaka Progresif. hal 953

(8)

8 Jurnal Syari’ahVol. II, No. II, Oktober 2013

antara ijab dan qabul sesuai dengan kehendah syariah yang menetapkan adanya akibat hukum pada objek perikatan.7

Kata Al-murakkabah (murakkab) secara etimologi berarti al-jam’u

(mashdar), yang berarti pengumpulan atau penghimpunan.8 Kata

murakkab sendiri berasal dari kata “rakkaba-yurakkibu-tarkiban” yang mengandung arti meletakkan sesuatu pada sesuatu yang lain sehing-ga menumpuk, ada yang di atas dan yang di bawah. Sedangkan

mu-rakkab menurut pengertian para ulama fiqih adalah sebagai berikut:

1. Himpunan beberapa hal sehingga disebut dengan satu nama. Se-seorang menjadikan beberapa hal menjadi satu hal (satu nama) dikatakan sebagai melakukan penggabungan (tarkîb).

2. Sesuatu yang dibuat dari dua atau beberapa bagian, sebagai ke-balikan dari sesuatu yang sederhana (tunggal/basîth) yang tidak memiliki bagian-bagian.

3. Meletakkan sesuatu di atas sesuatu lain atau menggabungkan sesuatu dengan yang lainnya.

Mencermati tiga pengertian di atas yang memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing untuk menjelaskan makna yang lebih mendekati dari istilah murakkab. Pengertian pertama lebih te-pat untuk digunakan karena mengandung dua hal sekaligus, yaitu terhimpunnya beberapa hal dan bersatunya beberapa hal itu yang kemudian menjadi satu pengertian tertentu. Pengertian kedua tidak menjelaskan akibat dari terhimpunnya beberapa hal itu. Meskipun pengertian kedua menyatakan adanya gabungan dua atau beberapa hal, tetapi tidak menjelaskan apa dan bagaimana setelah terjadi penggabungan tersebut. Pengertian terakhir lebih dekat kepada pengertian etimologis, tidak menjelaskan pengertian untuk suatu istilah tertentu.

Dengan demikian pengertian multi akad/al-’uqûd

al-murakk-abah dalam istilah ada beberapa pengertian dari kalangan

cendiki-awan muslim di antarannya;

1. Menurut Nazih Hammad adalah: “Kesepakatan dua pihak untuk

melaksanakan suatu akad yang mengandung dua akad atau lebih --sep-erti jual beli dengan sewa menyewa, hibah, wakalah, qardh, muzara’ah,

7 Al-Zuhaili. 2004. Al-fiqh al-islâmi .... Juz 4. hal 2918 8 Munawwir. 1997. Kamus Al-Munawwir Arab .... hal 209

(9)

9

Al-’Uqud Al-Murakkabah ...

Dr. H. Najamuddin, Lc, MA

sahraf (penukaran mata uang), syirkah, mudharabah … dst.-- sehingga semua akibat hukum akad-akad yang terhimpun tersebut, serta semua hak dan kewajiban yang ditimbulkannya dipandang sebagai satu kes-atuan yang tidak dapat dipisah-pisahkan, sebagaimana akibat hukum dari satu akad.”9

2. Menurut Al-‘Imrani akad murakkab adalah: “Himpunan

bebera-pa akad kebendaan yang dikandung oleh sebuah akad --baik secara gabungan maupun secara timbal balik-- sehingga seluruh hak dan kewa-jiban yang ditimbulkannya dipandang sebagai akibat hukum dari satu akad.”10

Penulis dapat menyimpulkan pengertian akad ganda adalah kesepakatan dua pihak untuk melaksanakan suatu muamalah yang meliputi dua akad atau lebih, misalnya akad jual-beli dengan ijarah, akad jual beli dengan hibah dst, sedemikian sehingga semua akibat hukum dari akad-akad gabungan itu, serta semua hak dan kewajiban yang ditimbulkannya, dianggap satu kesatuan yang tak dapat dipisah-pisahkan, yang sama kedudukannya dengan akibat-akibat hukum dari satu akad.

2. Macam-macam Akad Ganda/Multi Akad

Al-‘Imrani membagi multi akad dalam lima macam, yaitu

al-’uqûd al-mutaqâbilah, al-al-’uqûd al-mujtami’ah, al-al-’uqûd al-mutanâqidhah wa al-mutadhâdah wa al-mutanâfiyah, al-’uqûd al-mukhtalifah, al-’uqûd al-mutajânisah. Dari lima macam itu, menurutnya, dua macam yang

pertama; al-’uqûd al-mutaqâbilah, al-’uqûd al-mujtami’ah, adalah multi akad yang umum dipakai.11

a. Akad Bergantung/Akad Bersyarat (al-’uqûd al-mutaqâbilah)

Al-mutaqâbila menurut bahasa berarti berhadapan. Sesuatu

dikatakan berhadapan jika keduanya saling menghadapkan ke-pada yang lain. Sedangkan yang dimaksud dengan al-’uqûd

al-Mu-taqâbilah adalah multi akad dalam bentuk akad kedua merespon

9 Hasanudin. (2009, Mei 28). Multi Akad Dalam Transaksi Syariah Kontemporer Pada Lembaga Keuangan Syariah di Indonesia. Ciputat : UIN Syahid. hal. 3 10 Imrani, Abdullah bin Ahmad Abdullah, al Uqud al Maaliyah al Murakkabah,

(Riyad: Dar Kunuz Elshabelia an-Nasr wa Tausi’ 2006) hal. 47

(10)

10 Jurnal Syari’ahVol. II, No. II, Oktober 2013

akad pertama, di mana kesempurnaan akad pertama bergantung pada sempurnanya akad kedua melalui proses timbal balik. Den-gan kata lain, akad satu berDen-gantung denDen-gan akad lainnya. b. Akad Terkumpul (al-’uqûd al-mujtami’ah)

Al-’uqûd al-mujtami’ah adalah multi akad yang terhimpun

dalam satu akad. Dua atau lebih akad terhimpun menjadi satu akad. Seperti contoh “Saya jual rumah ini kepadamu dan saya sewakan rumah yang lain kepadamu selama satu bulan dengan harga lima ratus ribu”.

Multi akad yang mujtami’ah ini dapat terjadi dengan ter-himpunnya dua akad yang memiliki akibat hukum berbeda di dalam satu akad terhadap dua objek dengan satu harga, dua akad berbeda akibat hukum dalam satu akad terhadap dua objek dengan dua harga, atau dua akad dalam satu akad yang berbeda hukum atas satu objek dengan satu imbalan, baik dalam waktu yang sama atau waktu yang berbeda.

c. Akad berlawanan (al-’uqûd al-mutanâqidhah wa al-mutadhâdah wa

al-mutanâfiyah)

Ketiga istilah al-mutanâqidhah, al-mutadhâdah,

al-mutanâfi-yah memiliki kesamaan bahwa ketiganya mengandung maksud

adanya perbedaan. Tetapi ketiga istilah ini mengandung implika-si yang berbeda.

Mutanâqidhah mengandung arti berlawanan, seperti pada

contoh seseorang berkata sesuatu lalu berkata sesuatu lagi yang berlawanan dengan yang pertama. Seseorang mengatakan bah-wa sesuatu benar, lalu berkata lagi sesuatu itu salah. Perkataan orang ini disebut mutanâqidhah, saling berlawanan. Dikatakan

mutanâqidhah karena antara satu dengan yang lainnya tidak

sal-ing mendukung, melainkan mematahkan. d. Akad berbeda (al-’uqûd al-mukhtalifah)

Yang dimaksud dengan multi akad yang mukhtalifah adalah terhimpunnya dua akad atau lebih yang memiliki perbedaan semua akibat hukum di antara kedua akad itu atau sebagiannya. Seperti perbedaan akibat hukum dalam akad jual beli dan sewa, dalam akad sewa diharuskan ada ketentuan waktu, sedangkan dalam jual beli sebaliknya. Contoh lain, akad ijârah dan salam. Dalam salam, harga salam harus diserahkan pada saat akad (fi

(11)

al-11

Al-’Uqud Al-Murakkabah ...

Dr. H. Najamuddin, Lc, MA

majlis), sedangkan dalam ijârah, harga sewa tidak harus

diserah-kan pada saat akad.

Perbedaan antara multi akad yang mukhtalifah dengan yang

mutanâqidhah, mutadhâdah, dan mutanâfiyah terletak pada

ke-beradaan akad masing-masing. Meskipun kata mukhtalifah lebih umum dan dapat meliputi ketiga jenis yang lainnya, namun dalam mukhtalifah meskipun berbeda tetap dapat ditemukan menurut syariat. Sedangkan untuk kategori berbeda yang ketiga mengandung adanya saling meniadakan di antara akad-akad yang membangunnya.Dari pendapat ulama di atas disimpulkan bahwa multi akad yang mutanâqidhah, mutadhâdah, dan

mutanâ-fiyah adalah akad-akad yang tidak boleh dihimpun menjadi satu

akad. Meski demikian pandangan ulama terhadap tiga bentuk multi akad tersebut tidak seragam.

e. Akad sejenis (al-’uqûd al-mutajânisah)

Al-’uqûd al-murakkabah al-mutajânisah adalah akad-akad yang

mungkin dihimpun dalam satu akad, dengan tidak memenga-ruhi di dalam hukum dan akibat hukumnya. Multi akad jenis ini dapat terdiri dari satu jenis akad seperti akad jual beli dan akad jual beli, atau dari beberapa jenis seperti akad jual beli dan sewa menyewa. Multi akad jenis ini dapat pula terbentuk dari dua akad yang memiliki hukum yang sama atau berbeda.

f. Akad ganda yang banyak di aplikasikan dalam ekonomi Islam. 1) Ijarah muntahiyah bi al-tamlik (akad sewah menyewah yang

be-rakhir dengan kepemilikan/jual beli)

2) Musyarakah mutanaqishah (akad kerja sama yang berkurang berakhir dengan jual beli kredit)

3) Murabahah marakkabah (akad bagi hasil berganda berakhir dengan jual beli biasa)

4) Ta’min tauni murakkabah (asuransi berganda)

5) Akad Murabahah lil Aamir bi asy-Syira` (Murabahah KPP [Ke-pada Pemesan Pembelian]/Deferred Payment Sale).

6) Ta’jir tamwili (penggabungan akad jual beli dengan sewah me-nyewah) walaupun ada sebagaian ulama mengatakan bahwa akad ini sebenarnya adalah al-ijarah muntahiyah bi al-tamlik.

(12)

12 Jurnal Syari’ahVol. II, No. II, Oktober 2013

3. Batasan Dan Standar Multi Akad

Para ulama yang membolehkan praktik multi akad bukan be-rarti membolehkan secara bebas, tetapi ada batasan-batasan yang tidak boleh dilewati. Karena batasan ini akan menyebabkan multi akad menjadi dilarang. Di kalangan ulama, batasan-batasan ini ada yang disepakati dan diperselisihkan. Secara umum, batasan yang disepakati oleh para ulama adalah sebagai berikut:

a. Multi akad dilarang karena nash agama

Dalam hadis, Nabi secara jelas menyatakan tiga bentuk multi akad yang dilarang, yaitu multi akad dalam jual beli (ba’i) dan pin-jaman, dua akad jual beli dalam satu akad jual beli dan dua trans-aksi dalam satu transtrans-aksi Dalam sebuah hadist disebutkan:

“Dari Abu Hurairah, Rasulullah melarang jual beli dan pinjaman.” (HR. Ahmad)

Suatu akad dinyatakan boleh selama objek, harga, dan waktunya diketahui oleh kedua belah pihak. Jika salah satu di antaranya tidak jelas, maka hukum dari akad itu dilarang.

Imam al-Syafi’i memberi contoh, jika seseorang hendak membeli rumah dengan harga seratus, dengan syarat dia memin-jamkan (salaf) kepadanya seratus, maka sebenarnya akad jual beli itu tidak jelas apakah dibayar dengan seratus atau lebih. Sehing-ga harSehing-ga dari akad jual beli itu tidak jelas, karena seratus yang diterima adalah pinjaman (‘âriyah). Sehingga penggunaan man-faat dari seratus tidak jelas; apakah dari jual beli atau pinjaman. Ibnu Qayyim berpendapat bahwa Nabi melarang multi akad antara akad salaf (memberi pinjaman/qardh) dan jual beli, meskipun kedua akad itu jika berlaku sendiri-sendiri hukum-nya boleh. Larangan menghimpun salaf dan jual beli dalam satu akad untuk menghindari terjurumus kepada ribâ yang diharam-kan. Hal itu terjadi karena seseorang meminjamkan (qardh) seribu, lalu menjual barang yang bernilai delapan ratus dengan harga seribu. Dia seolah memberi seribu dan barang seharga delapan ratus agar mendapatkan bayaran dua ribu. Di sini ia memperoleh kelebihan dua ratus.

Selain multi akad antara salaf dan jual beli yang diharam-kan, ulama juga sepakat melarang multi akad antara berbagai jual beli dan qardh dalam satu transaksi. Semua akad yang

(13)

men-13

Al-’Uqud Al-Murakkabah ...

Dr. H. Najamuddin, Lc, MA

gandung unsur jual beli dilarang untuk dihimpun dengan qardh dalam satu transaksi, seperti antara ijarâh dan qardh, salam dan

qardh, sharf dan qardh, dan sebagainya.

Meski penggabungan qardh dan jual beli ini dilarang, na-mun menurut al-‘Imrâni tidak selamanya dilarang. Penghim-punan dua akad ini diperbolehkan apabila tidak ada syarat di dalamnya dan tidak ada tujuan untuk melipatkan harga melalui

qardh. Seperti seseorang yang memberikan pinjaman kepada

orang lain, lalu beberapa waktu kemudian ia menjual sesuatu ke-padanya padahal ia masih dalam rentang waktu qardh tersebut. Yang demikian hukumnya boleh. Sedangkan larangan penghim-punan dua akad jual beli dalam satu akad jual beli didasarkan pada hadis Nabi yang berbunyi :

“Dari Abu Hurairah, berkata: “Rasulullah melarang dua jual beli dalam satu jual beli.” (HR. Malik)

b. Multi akad sebagai hîlah ribâwi

Multi akad yang menjadi hîlah ribawi dapat terjadi melalui kesepakatan jual beli ‘înah atau sebaliknya dan hîlah ribâ fadhl. 1) Al-‘înah

Contoh ‘inah yang dilarang adalah menjual sesuatu dengan harga seratus secara cicil dengan syarat pembeli harus menjualnya kembali kepada penjual dengan harga delapan puluh secara tunai. Pada transaksi ini seolah ada dua akad jual beli, padahal nyatanya merupakan hîlah ribâ dalam pinja-man (qardh), karena objek akad semu dan tidak faktual dalam akad ini. Sehingga tujuan dan manfaat dari jual beli yang di-tentukan syariat tidak ditemukan dalam transaksi ini.

Ibn Qayyim menjelaskan bahwa agama menetapkan se-seorang yang memberikan qardh (pinjaman) agar tidak ber-harap dananya kembali kecuali sejumlah qardh yang diberi-kan, dan dilarang menetapkan tambahan atas qardh baik dengan hîlah atau lainnya. Demikian pula dengan jual beli disyariatkan bagi orang yang mengharapkan memberikan kepemilikan barang dan mendapatkan harganya, dan dila-rang bagi yang bertujuan ribâ fadhl atau ribâ nasa’, bukan ber-tujuan pada harga dan barang.12

(14)

14 Jurnal Syari’ahVol. II, No. II, Oktober 2013

Demikian pula dengan transaksi kebalikan ‘inah juga di-haramkan. Seperti seseorang menjual sesuatu dengan harga delapan puluh tunai dengan syarat ia membelinya kembali dengan harga seratus tidak. Transaksi seperti ini telah menye-babkan adanya ribâ.

2) Hîlah ribâ fadhl

Hal ini terjadi apabila seseorang menjual sejumlah (mis-alnya 2 kg beras) harta ribawi dengan sejumlah harga (misal-nya Rp 10.000) dengan syarat bahwa ia – dengan harga yang sama (Rp 10.000) - harus membeli dari pembeli tadi sejumlah harta ribawi sejenis yang kadarnya lebih banyak (misalnya 3 kilogram) atau lebih sedikit (misalnya 1 kilogram). Transaksi seperti ini adalah model hîlah ribâ fadhl yang diharamkan.

Transaksi seperti ini dilarang didasarkan atas peristiwa pada zaman Nabi di mana para penduduk Khaibar melaku-kan transaksi kurma kualitas sempurna satu kilo dengan kur-ma kualitas rendah dua kilo, dua kilo dengan tiga kilo dan seterusnya. Praktik seperti ini dilarang Nabi, dan beliau men-gatakan agar ketika menjual kurma kualitas rendah dibayar dengan harga sendiri, begitu pula ketika membeli kurma kualitas sempurna juga dengan harga sendiri.

Maksud hadis di atas, menurut Ibn Qayyim, adalah akad jual beli pertama dengan kedua harus dipisah. Jual beli kedua bukanlah menjadi syarat sempurnanya jual beli per-tama, melainkan berdiri sendiri. Hadis di atas ditujukan agar dua akad itu dipisah, tidak saling berhubungan, apalagi saling bergantung satu dengan lainnya.

c. Multi akad menyebabkan jatuh ke ribâ

Setiap multi akad yang mengantarkan pada yang haram, seperti ribâ, hukumnya haram, meskipun akad-akad yang mem-bangunnya adalah boleh. Penghimpunan beberapa akad yang hukum asalnya boleh namun membawanya kepada yang dila-rang menyebabkan hukumnya menjadi diladila-rang. Hal ini terjadi seperti pada contoh:

1) Multi akad antara akad salaf dan jual beli

Seperi dijelaskan sebelumnya, bahwa Nabi melarang multi akad antara akad jual dan salaf. Larangan ini

(15)

disebab-15

Al-’Uqud Al-Murakkabah ...

Dr. H. Najamuddin, Lc, MA

kan karena upaya mencegah (dzarî’ah) jatuh kepada yang di-haramkan berupa transaksi ribawi.

Jumhur ulama melarang praktik multi akad ini, yakni terjadinya penghimpunan akad jual beli (mu’âwadhah) den-gan pinjaman (qardh) apabila dipersyaratkan. Jika transaksi multi akad ini terjadi secara tidak disengaja diperbolehkan karena tidak adanya rencana untuk melakukan qardh yang mengandung ribâ.

2) Multi akad antara qardh dan hibah kepada pemberi pinjaman

(muqridh)

Ulama sepakat mengharamkan qardh yang dibarengi dengan persyaratan imbalan lebih, berupa hibah atau lain-nya. Seperti contoh, seseorang meminjamkan (memberi-kan utang) suatu harta kepada orang lain, dengan syarat ia menempati rumah penerima pinjaman (muqtaridh), atau muqtaridh memberi hadiah kepada pemberi pinjaman, atau memberi tambahan kuantitas atau kualitas obyek qardh saat mengembalikan. Transaksi seperti ini dilarang karena men-gandung unsur ribâ.

Apabila transaksi pinjam meminjam ini kemudian di-sertai hadiah atau kelebihan, tetapi dilakukan sendiri secara sukarela oleh orang yang diberi pinjaman, tanpa ada syarat dan kesepakatan sebelumnya hukumnya halal, karena tidak mengandung unsur ribâ di dalamnya.

d. Multi akad terdiri dari akad-akad yang akibat hukumnya saling bertolak belakang atau berlawanan

Kalangan ulama Malikiyah mengharamkan multi akad an-tara akad-akad yang berbeda ketentuan hukumnya dan/atau aki-bat hukumnya saling berlawanan atau bertolak belakang. Laran-gan ini didasari atas laranLaran-gan Nabi menggabungkan akad salaf dan jual beli. Dua akad ini mengandung hukum yang berbeda. Jual beli adalah kegiatan muamalah yang kental dengan nuansa dan upaya perhitungan untung-rugi, sedangkan salaf adalah keg-iatan sosial yang mengedepankan aspek persaudaraan dan kasih sayang serta tujuan mulia. Karena itu, ulama Malikiyah melar-ang multi akad dari akad-akad ymelar-ang berbeda hukumnya, seperti antara jual beli dengan ju’âlah, sharf, musâqah, syirkah, qirâdh,

(16)

16 Jurnal Syari’ahVol. II, No. II, Oktober 2013

atau nikah.

Meski demikian, sebagian ulama Malikiyah dan mayoritas ulama non-Malikiyah membolehkan multi akad jenis ini. Mer-eka beralasan perbedaan hukum dua akad tidak menyebabkan hilangnya keabsahan akad. Dari dua pendapat ini, pendapat yang membolehkan multi akad jenis ini adalah pendapat yang unggul.13 Larangan multi akad ini karena penghimpunan dua

akad yang berbeda dalam syarat dan hukum menyebabkan tidak sinkronnya kewajiban dan hasil. Hal ini terjadi karena dua akad untuk satu objek dan satu waktu, sementara hukumnya berbeda. Sebagai contoh tergabungnya antara akad menghibahkan ses-uatu dan menjualnya. Akad-akad yang berlawanan (mutadhâdah) inilah yang dilarang dihimpun dalam satu transaki.14

C. Kesimpulan

Multi dalam bahasa Indonesia berarti banyak; lebih dari satu; lebih dari dua; berlipat ganda. Dengan demikian, multi akad dalam bahasa Indonesia berarti akad berganda atau akad yang banyak, lebih dari satu. Sedangkan menurut istilah fikih, kata multi akad merupakan terjemahan dari kata Arab yaitu al-’uqûd al-murakkabah yang berarti akad ganda (rangkap).

Al-’uqûd al-murakkabah terdiri dari dua kata al-’uqûd (bentuk

ja-mak dari ‘aqd) dan al- murakkabah. Kata ‘aqd artinya perikatan antara kedua belah pihak atau lebih. Sedangkan kata al-murakkabah

(mu-rakkab) secara etimologi berarti al-jam’u, yakni mengumpulkan atau

menghimpun atau kesepakatan dua pihak untuk melaksanakan suatu muamalah yang meliputi dua akad atau lebih, misalnya akad jual-beli dengan ijarah, akad jual beli dengan hibah dst, sedemikian sehingga semua akibat hukum dari akad-akad gabungan itu, serta semua hak dan kewajiban yang ditimbulkannya, dianggap satu ke-satuan yang tak dapat dipisah-pisahkan, yang sama kedudukannya dengan akibat-akibat hukum dari satu akad.

Adapun akad ganda yang banyak diaplikasikan dalam ekonomi Islam seperti, al-Ijarah muntahiyah bi al-tamlik, Musyarakah

mutanaq-13 Ibid., hal. 23 14 Ibid., hal. 24

(17)

17

Al-’Uqud Al-Murakkabah ...

Dr. H. Najamuddin, Lc, MA

ishah, Ta’min tauni murakkabah, akad Murabahah lil Aamir bi asy-Syira

dan Ta’jir tamwili.

Mencermati dua pendapat di atas, maka penulis menyimpul bahwa pendapat yang membolehkan multi akad jenis ini adalah pendapat yang unggul. Adanya larangan multi akad karena peng-himpunan dua akad yang berbeda dalam syarat dan hukum menye-babkan tidak sinkronnya kewajiban dan hasil. Hal ini terjadi karena dua akad untuk satu objek dan satu waktu, sementara hukumnya berbeda. Sebagai contoh tergabungnya antara akad menghibahkan sesuatu dan menjualnya. Akad-akad yang berlawanan (mutadhâdah) inilah yang dilarang dihimpun dalam satu transaksi.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Warson Munawwir. 1997. Kamus Al-Munawwir Arab –

Indone-sia Terlengkap. Surabaya : Pustaka Progresif

Al-Zuhaili. Al-fiqh al-islâmi wa adillatuhu. Jakarta : Gema Insani 2011 Juz 4

Ascarya. Akad dan Produk Bank Syariah. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. 2010

Hasanudin. Multi Akad Dalam Transaksi Syariah Kontemporer Pada

Lembaga Keuangan Syariah di Indonesia. Ciputat : UIN Syahid

2006

Imrani, Abdullah bin Ahmad Abdullah, al Uqud al Maaliyah al

Mu-rakkabah study fiqh Ta’shiliyah wa Tathbiqiyyah. Riyad: Dar Kunuz

Elshabelia an Nasr wa Tausi’ 2006

Rachmat Syafe’i, MA. Fiqih Muamalah. Pustaka Setia Bandung. 2006 Syamsul Anwar, MA. Hukum Perjanjian Syariah. PT. Raja Grafindo

Persada. Jakarta. 2007

Tim Penyusun. 1996. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka

(18)

Teologi Upah Dan Kesejahteraan Buruh

Dalam Perspektif Hadis

Muhammad Makmun Abha

Mahasiswa Program Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta

صخلم

هذه ةلاسرلا ثحبت يف موهفم يلاثم لوح ةرجأ ريجلأا هملاسو هتداعسو نم للاخ ةياده ثيداحلأا ،ةيوبنلا نمو للاخ ثحبلا دجو ثحابلا ضعب تافشتكملا ةيتلآا ( : ىلولأا ) نإ ريجلأا يف ملاسلإا وذ فقوم لاع يوتسي هيف لك ناسنإ قولخمك يلماع اريجأ ناك مأ اديس ( ةيناثلا ) نإ ريجلأل اقوقح ةيساسأ دبلا هديسل نأ نأ اهيطعي ،هايإ يهو نأ عضويلا ديسلا هريجأ ةلآ نم تلاآ ،عينصتلا نأو هيطعي هترجأ ةرجأ ةبسانم ،هلامعلأ نأو لا لعجي ديسلا هريجأ ادبع ريختسيلا ىلع ،هسفن نأو لماعي ديسلا هريجأ نسحأ ،ةلماعملا ملهو ارج ( ثلاثلا ة ) نإ نم ةداعس ةايحلا ةيوايندلا يتلا يه ةعرزم نم تاعرزم ةرخلآا نأ نوكي لكل ناسنإ لمع نيعتسي هب ىلع ليفكت ،هجئاوح ثحتو ثيداحلأا ةيوبنلا نأ نم نسحأ لمعأ ناسنإ وه هلمع هديب لكو عيب روربم











(

ةدئاملا

:

۱

)

Key Words: Hadis, upah, buruh, kesejahteraan, wirausaha A. Pendahuluan

Hubungan antara agama dan ekonomi dalam Islam tidak bias dipisahkan begitu saja. Keduanya merupakan dua hal yang sangat mendukung antara satu dan yang lain bak dua sisi mata uang.

(19)

Bah-19

Teologi Upah dan Kesejahteraan Buruh ... Muhammad Makmun Abha

kan kelahiran Islam sendiri dapat merefleksikan sebuah reformasi yang total terhadap keangkuhan sistem dan peradaban ekonomi yang melekat dalam masyarakat jahiliyyah kala itu.1 Dalam bidang

ekonomi, keangkuhan masyarakat jahiliyyah misalnya ini dapat dilihat dari perlakuan yang tidak semestinya terhadap perempuan, penindasan terhadap suku dan klan yang kecil, peminggiran kaum miskin, pemusatan kekuasaan pada kaum aristokrat, ketimpangan ekonomi, dan lain-lain.2

Manusia di muka bumi dituntut untuk mampu menemukan solusi dalam memenuhi kebutuhan hidupnya yang terus berkem-bang. Manusia sebagai khalifah di bumi ini akan merugi dunia-akh-irat manakala ia tidak mampu memanfaatkan kehidupan di dunia ini dengan sebaik-baiknya.3 Dalam sebuah pekerjaan seudah barang

tentu terdapat beberapa unsur. Salah satu di antaranya adalah un-sur pegawai-buruh, gaji dan majikan. Polemik upah buruh misalnya merupakan salah satu isu yang semakin hangat untuk dipebincang-kan. Asumsi dasarnya adalah adanya hubungan yang signifikan anta-ra upah dengan perolehan laba juga adanya tindakan tidak maksimal dari pihak buruh jika upahnya tidak diperhatikan.4 Berlatarbelakang 1 Term ‘jahiliyyah’ menunjuk pada era kehidupan kabilah-kabilah Arab sebelum Rasulullah diangkat menjadi Rasul, yang ditandai dengan ketiadaan petunjuk Allah SWT, seorang Rasul Penerima wahyu, tidak ada pula kitab suci yang men-jadi pedoman hidup. Philip K. Hitti, History of The Arabs (London: The Macmil-lan Press Ltd, 1970), 87.

2 Fazlur Rahman menyebutkan bahwa problem akut yang dihadapi masyarakat Arab pada waktu itu, sebagaimana tampak dalam surat-surat awal al-Qur’an adalah pholitheisme (penyembahan berhala), eksploitasi kaum miskin, per-mainan kotor dalam perdagangan dan ketiadaan tanggung jawab umum terha-dap masyarakat. Problem aktual lain yang juga menjadi ciri kehidupan waktu itu adalah perpecahan dan kecenderungan konflik antar kabilah sehingga mu-dah sekali berubah menjadi perang yang berkepanjangan. Salah satu contohnya adalah Perang Basus yang berlangsung 40 tahun antara Bani Bakr dan Taghlib yang hanya disebabkan oleh kematian seekor unta. Fazlur Rahman, Islam and Modernity Transformation of an Intellectual Tradition (Chicago: The University of Chicago Press,1982), 3; Abu al-Faraj al-Isfihani, Kitab al-Aghani, vol. 1( Beirut: Mat}ba’ah al-‘Arabiyyah, tt), 140-152.

3 Sudrajat Rasjid.dkk., Kewirausahaan Santri (Bimbingan Santri Mandiri), (Jakarta:Citrayuda, 2005), 43

(20)

20 Jurnal Syari’ahVol. II, No. II, Oktober 2013

dari adanya ketimpangan antara konsep ideal dalam islam dan re-alitas sosial yang jauh dari ideal itulah penulis tertarik untuk mem-bahas dan mengkaji wawasan hadis tentang teologi upah dan kes-ejahteraan buruh.

B. Buruh; Definisi dan Ruang Lingkupnya

Dalam Kamus besar Bahasa Indonesia, buruh dapat diartikan dengan seseorang yang bekerja untuk orang lain yang mempunyai suatu usaha kemudian mendapatkan upah atau imbalan sesuai den-gan kesepakatan sebelumnya.5 Upah biasanya diberikan secara

har-ian maupun bulanan tergantung dari hasil kesepakatan yang telah disetujui. Buruh terdiri dari berbagai macam, yaitu: Buruh harian, Buruh kasar, Buruh musiman, Buruh pabrik, Buruh tambang, Bu-ruh tani, BuBu-ruh terampil, BuBu-ruh terlatih.6

C. Teori Ekonomi Kapitalis dan Sosialis tentang Upah

Ada beberapa pendapat yang besar di kalangan ekonom terkait masalah pengupahan. Sebagian ekonom mengatakan upah ditetap-kan berdasarditetap-kan tingkat kebutuhan hidup, sedangditetap-kan yang lainnya menetapkan berdasarkan ketentuan produktivitas marginal. Menu-rut teori ekonomi konvensional kekayaan akan bertambah searah dengan peningkatan ketrampilan dan efisiensi para tenaga kerja, dan sejalan dengan persentase penduduk yang terlibat dalam proses produksi. Kesejahteraan ekonomi setiap individu tergantung pada perbandingan antara produksi total dengan jumlah penduduk atau yang dewasa ini disebut pendapatan riil per kapita.7

Menurut Adam Smith, pembayaran uang yang terbesar untuk membiayai produksi dan distribusi ialah upah, sewa dan laba. Den-gan demikian upah para pekerja tidak dapat dibayarkan seluruh-nya sebaseluruh-nyak nilai riil produk yang dihasilkanseluruh-nya, karena sebagian

Muhammadiyyah University Press, 2002), hal. 21 5 http://kbbi.web.id/buruh. diakses pada 30 Mei 2013.

6 http://bayuzu.blogspot.com/2012/04/pengertian-buruh.html. diakses pada 30 Mei 2013.

7 George Soule, Pemikiran Para Pakar Ekonomi Terkemuka dari Aristoteles hingga Keynes. Terj, Gilarso (Yogyakarta: Kanisius, 1994), 55

(21)

21

Teologi Upah dan Kesejahteraan Buruh ... Muhammad Makmun Abha

dari nilai riil tersebut harus disediakan untuk laba. Laba merupak-an unsur mutlak dari sebuah produksi.8 Menurut orang kapitalis,

Upah yang wajar menurut mereka, yaitu biaya hidup dengan batas minimum. Mereka akan menambah upah tersebut, apabila beban hidupnya bertambah pada batas yang paling minim. Sebaliknya mer-eka akan menguranginya, apabila beban hidupnya berkurang. Oleh karena itu, nilai tukar seorang pekerja ditentukan berdasarkan beban hidupnya, tanpa memperhatikan jasa yang diberikan oleh tenaga ses-eorang. Sedangkan menurut Sosialis, nilai suatu barang harus sama dengan biaya-biaya untuk menghasilkan barang, yang di dalamnya termasuk ongkos tenaga kerja berupa upah alami.9

Kelebihan nilai produktivitas kerja kaum buruh atas upah alami inilah yang disebut Marx sebagai nilai lebih, yang hanya dinik-mati oleh para pemilik modal. Makin kecil upah yang dibayarkan pada kaum buruh, makin besar nilai lebih yang dinikmati oleh pe-milik modal, yang menurut Marx berarti penghisapan atau eksploi-tasi dari pemilik modal atas kaum buruh.10 Pada dasarnya teori ini

diambil dari ahli ekonomi Kapitalis Adam Smith. Kemudian balas menyerang Smith dengan teori tersebut. Menurutnya, nilai suatu barang harus sama dengan biaya-biaya untuk menghasilkan barang, yang di dalamnya termasuk ongkos tenaga kerja berupa upah alami. Kelebihan nilai produktivitas kerja kaum buruh atas upah alami ini-lah yang disebut Marx sebagai nilai lebih, yang hanya dinikmati oleh para pemilik modal. Makin kecil upah yang dibayarkan pada kaum buruh, makin besar nilai lebih yang dinikmati oleh pemilik modal, yang menurut Marx berarti penghisapan atau eksploitasi dari pemi-lik modal atas kaum buruh.11

8 George Soule, Pemikiran Para Pakar Ekonomi,... 58.

9 Ludwic Von, Sosialism An Economic And Sociological Analysis (USA: Indianapolis, 1973), 143.

10 Frans Magnis, Pemikiran Karl Marx, dari Sosialis Utopis perselisihan Refisionisme (Jakarta:Gramedia, 1999), 185.

11 William A. McEachern, Ekonomi Mikro Pendekatan Kontemporer (Jakarta: Thom-son Learning, 2001), 222-223.

(22)

22 Jurnal Syari’ahVol. II, No. II, Oktober 2013

D. Hadis-hadis tentang Upah dan Kesejahteraan Buruh 1. Buruh Bukan Alat Produksi

Tidak bisa dipungkiri bahwa Islam sangat menjunjung tinggi ke-hormatan masing-masing individu. Sehingga dalam persoalan peker-jaan juga tidak bisa dibenarkan jika seorang majika menjadikan bu-ruh atau pegawainya sebagai manusia yang kurang terhormat. Dalam Islam, buruh mendapat tempat yang sangat tinggi sebagai seorang pe-kerja sebagaimana seorang majikan juga bepe-kerja dengan mempeker-jakannya. Di dunia ini semua manusia jika dirunut semuanya adalah buruh bahkan seorang bos dan majikan sekalipun karena terjadinya perputaran proses yang terus menerus. Jika diumpamakan, seorang pegawai pabrik makanan menjadi buruh majikannya, majikan terse-but menjadi buruh majikan berikutnya hingga posisi teratas. Orang yang dala posisi teraras ini akan menjadi buruh dari para pembeli makanan tersebut dan seterusnya. Dengan demikian, entitas pekerja baik majikan maupun pegawai atau buruh, keduanya disejajarkan. Dalam hadis disebutkan:























اَنَثَّدَح

ُمَدآ

ُنْب

يِبَأ

ٍساَيِإ

اَنَثَّدَح

ْعُش

ُةَب

اَنَثَّدَح

ل ِصاَو

ُبَدْحَْلْا

َلاَق

ُتْعِمَس

َروُرْعَمْلا

َنْب

ٍدْيوُس

َلاَق

ُتْيَأَر

اَبَأ

رَذ

َّيِراَفِغْلا

َي ِضَر

ُهَّللا

ُهْنَع

ِهْيَلَعَو

ةَّلُح

ىَلَعَو

ِهِم َلاُغ

ةَّلُح

ُهاَنْلَأَسَف

ْنَع

َكِلَذ

َلاَقَف

يِّنِإ

ُتْبَباَس

ًلاُجَر

يِناَكَشَف

ىَلِإ

ِّيِبَّنلا

ىَّلَص

ُهَّللا

ِهْيَلَع

َمَّلَسَو

َلاَقَف

يِل

يِبَّنلا

ىَّلَص

ُهَّللا

ِهْيَلَع

َمَّلَسَو

ُهَتْرَّيَعَأ

ِهِّمُأِب

َّمُث

َلاَق

َّنِإ

ْمُكَناَوْخِإ

ْمُكُلَوَخ

ْمُهَلَعَج

ُهَّللا

َتْحَت

ْمُكيِدْيَأ

ْنَمَف

َناَك

ُهوُخَأ

َتْحَت

ِهِدَي

ْطُيْلَف

ُهْمِع

اَّمِم

ُلُكْأَي

ُهْسِبْلُيْلَو

اَّمِم

ُسَبْلَي

َلاَو

ْمُهوُفِّلَكُت

اَم

ْمُهُبِلْغَي

ْنِإَف

ْمُهوُمُتْفَّلَك

اَم

ْمُهُبِلْغَي

ْمُهوُنيِعَأَف

اَنَثَّدَح

وُبَأ

ٍمْيَعُن

اَنَثَّدَح

رَعْسِم

ْنَع

وِرْمَع

ِنْب

ٍرِماَع

َلاَق

ُتْعِمَس

اًسَنَأ

ِضَر

َي

ُهَّللا

ُهْنَع

ُلوُقَي

َناَك

يِبَّنلا

ىَّلَص

ُهَّللا

ِهْيَلَع

َمَّلَسَو

ُمِجَتْحَي

ْمَلَو

ْنُكَي

ُمِلْظَي

اًدَحَأ

ُهَرْجَأ

...

ْمُه

ْمُكُناَوْخِإ

ُمُهَلَعَج

ُهَّللا

َتْحَت

ْمُكيِدْيَأ

ْنَمَف

َلَعَج

ُهَّللا

ُهاَخَأ

َتْحَت

ِهِدَي

ُهْمِعْطُيْلَف

اَّمِم

ُلُكْأَي

ُهْسِبْلُيْلَو

اَّمِم

ُسَبْلَي

َلاَو

ُهُفِّلَكُي

َنِم

ِلَمَعْلا

اَم

ُهُبِلْغَي

ْنِإَف

ُهَفَّلَك

َم

ا

ُهُبِلْغَي

ُهْنِعُيْلَف

ِهْيَلَع

“Sesungguhnya mereka yang bekerja di bawah (pengawasan)mu adalah saudaramu. Allah menempatkan mereka untuk bekerja denganmu. Maka jika seorang saudara bekerja di bawah (kepemimpinan) saudara

(23)

23

Teologi Upah dan Kesejahteraan Buruh ... Muhammad Makmun Abha

lainnya, maka merupakan kewajiban atas saudara yang berkuasa untuk memberi makanan yang sama kepada saudara mudanya sebagaimana ia memberi bagian kepada dirinya sendiri dan memberinya pakaian yang sama sebagaimana yang ia pakai dan tidak membebankan terlalu ban-yak beban kerja pada pundak (pekerja) sehingga mereka menanggung beban terlalu berat. Dan ketika mereka terbebabi terlalu berat, maka hendaknya engkau membantu mereka.” (H.R. al-Bukhari)12

Melihat hadis di atas, dengan jelas bisa diambil sebuah norma bisnis yang ideal dalam islam, yaitu tidak dikenal memposisikan buruh sebagai alat produksi. Buruh yang notabene manusia memi-liki sebuah kehormatan asasi yang langsung diberikan oleh Allah layaknya manusia lainnya yang dalam hal ini menjadi majikannya. Jika buruh dianggap sebagai alat produksi sebagaimana yang terjadi dalam sistem ekonomi kapitalis maka dalam hal ini kehormatan ma-nusia sudah disamakan dengan mesin-mesin produksi lainnya yang akan berimbas pada pengerukan keuntungan yang sebear-besarnya oleh sebuah perusahaan dengan tanpa memperhatikan manusia bu-ruh trsebut karena mereka dalam hal ini sudah dianggap sebagai alat produksi. Untuk itulah Islam dengan hadisnya memberikan norma ideal tentang posisi buruh yang sanggat mulia sebagai makhluk pe-kerja.

2. Hak-hak Asasi dalam Kesejahteraan Buruh a. Mendapatkan Upah yang Layak

Dalam dunia bisnis, banyak dijumpai karyawan-karyawan perusahaan dengan gaji rendah, sementara bobot pekerjanya ter-hitung berat. Mereka lelah dengan pekerjaan, sementara upah yang diterima tidak mampu mengembalikan modal tenaga atau keahlian mereka. Akibatnya, mereka akan menderita baik secara fisik maupun psiokogis. Hal ini oleh Islam tentu tidak dibenar-kan. Dalam Islam tidak dibenarkan mengeruk banyak keuntun-gan denkeuntun-gan menggaji karyawan secara rendah. Upah harus diten-tukan sesuai dengan bobot kerjan dan keahlian pegawai.

Upah harus ditentukan secara adil dan tidak dilakukan den-gan sewenang-wenangnya. Kadar upah buruh yang adil adalah

12 Al-Bukhari, Jami’ Shahih, hadis no. 2359 dalam CD ROM Mausu’ah al-Hadits al-Syarif, Edisi II, Global Islamic Company, 2000.

(24)

24 Jurnal Syari’ahVol. II, No. II, Oktober 2013

yang sesuai dengan kualitas dan kuantitas bidang kerja dan sudah semestinya upah bisa mencukupi tahap minimum keperluan asas setiap manusia di suatu daerah tertentu.

Dalam satu kesempatan Nabu juga pernah memberikan upah kepada seseorang atas jasanya dalam membekam Nabi Mu-hammad sebagaimana digambarkan dalam hadis berikut:























اَنَثَّدَح

ُمَدآ

ُنْب

يِبَأ

ٍساَيِإ

اَنَثَّدَح

ْعُش

ُةَب

اَنَثَّدَح

ل ِصاَو

ُبَدْحَْلْا

َلاَق

ُتْعِمَس

َروُرْعَمْلا

َنْب

ٍدْيوُس

َلاَق

ُتْيَأَر

اَبَأ

رَذ

َّيِراَفِغْلا

َي ِضَر

ُهَّللا

ُهْنَع

ِهْيَلَعَو

ةَّلُح

ىَلَعَو

ِهِم َلاُغ

ةَّلُح

ُهاَنْلَأَسَف

ْنَع

َكِلَذ

َلاَقَف

يِّنِإ

ُتْبَباَس

ًلاُجَر

يِناَكَشَف

ىَلِإ

ِّيِبَّنلا

ىَّلَص

ُهَّللا

ِهْيَلَع

َمَّلَسَو

َلاَقَف

يِل

يِبَّنلا

ىَّلَص

ُهَّللا

ِهْيَلَع

َمَّلَسَو

ُهَتْرَّيَعَأ

ِهِّمُأِب

َّمُث

َلاَق

َّنِإ

ْمُكَناَوْخِإ

ْمُكُلَوَخ

ْمُهَلَعَج

ُهَّللا

َتْحَت

ْمُكيِدْيَأ

ْنَمَف

َناَك

ُهوُخَأ

َتْحَت

ِهِدَي

ْطُيْلَف

ُهْمِع

اَّمِم

ُلُكْأَي

ُهْسِبْلُيْلَو

اَّمِم

ُسَبْلَي

َلاَو

ْمُهوُفِّلَكُت

اَم

ْمُهُبِلْغَي

ْنِإَف

ْمُهوُمُتْفَّلَك

اَم

ْمُهُبِلْغَي

ْمُهوُنيِعَأَف

اَنَثَّدَح

وُبَأ

ٍمْيَعُن

اَنَثَّدَح

رَعْسِم

ْنَع

وِرْمَع

ِنْب

ٍرِماَع

َلاَق

ُتْعِمَس

اًسَنَأ

ِضَر

َي

ُهَّللا

ُهْنَع

ُلوُقَي

َناَك

يِبَّنلا

ىَّلَص

ُهَّللا

ِهْيَلَع

َمَّلَسَو

ُمِجَتْحَي

ْمَلَو

ْنُكَي

ُمِلْظَي

اًدَحَأ

ُهَرْجَأ

...

ْمُه

ْمُكُناَوْخِإ

ُمُهَلَعَج

ُهَّللا

َتْحَت

ْمُكيِدْيَأ

ْنَمَف

َلَعَج

ُهَّللا

ُهاَخَأ

َتْحَت

ِهِدَي

ُهْمِعْطُيْلَف

اَّمِم

ُلُكْأَي

ُهْسِبْلُيْلَو

اَّمِم

ُسَبْلَي

َلاَو

ُهُفِّلَكُي

َنِم

ِلَمَعْلا

اَم

ُهُبِلْغَي

ْنِإَف

ُهَفَّلَك

َم

ا

ُهُبِلْغَي

ُهْنِعُيْلَف

ِهْيَلَع

Anas berkata bahwa Nabi Muhammad SAW. pernah melakukan bekam dan tidak sekali-kali beliau mendzalimi seseorang atas upah-nya. (H.R. al-Bukhari).

Menurut Ibnu hajar al-Asqallani, Rasulullah pernah melaku-kan bekam meskipun para ulama berdebat tentang bekam yang dilakukan Nabi karena sebagian redaksi hadis yang lain tampak ada pencelaan terhadap bekam. Namun kesamaan redaksinya adalah bahwa Nabi selalu memberikan upah kepada orang mem-bekam beliau. Tidak dijelaskan dengan detail oleh Ibnu hajar bagaimana Rasulullah memberikan upahnya. Apakah ada proses dialogis atau atas pemahaman yang lumrah yang berlaku di daerh tersebut. Namun upah oleh Nabi dilihat sebagai hak mutlak yang tentunya sebanding dengan jerih payah pegawai tersebut.13

b. Hak Mendapatkan Perlindungan Kerja

Di samping konsep hifz al-nafs dalam al-daruriyyat al-kham-sah, dalam sebuah hadith, Nabi bersabda:























اَنَثَّدَح

ُمَدآ

ُنْب

يِبَأ

ٍساَيِإ

اَنَثَّدَح

ْعُش

ُةَب

اَنَثَّدَح

ل ِصاَو

ُبَدْحَْلْا

َلاَق

ُتْعِمَس

َروُرْعَمْلا

َنْب

ٍدْيوُس

َلاَق

ُتْيَأَر

اَبَأ

رَذ

َّيِراَفِغْلا

َي ِضَر

ُهَّللا

ُهْنَع

ِهْيَلَعَو

ةَّلُح

ىَلَعَو

ِهِم َلاُغ

ةَّلُح

ُهاَنْلَأَسَف

ْنَع

َكِلَذ

َلاَقَف

يِّنِإ

ُتْبَباَس

ًلاُجَر

يِناَكَشَف

ىَلِإ

ِّيِبَّنلا

ىَّلَص

ُهَّللا

ِهْيَلَع

َمَّلَسَو

َلاَقَف

يِل

يِبَّنلا

ىَّلَص

ُهَّللا

ِهْيَلَع

َمَّلَسَو

ُهَتْرَّيَعَأ

ِهِّمُأِب

َّمُث

َلاَق

َّنِإ

ْمُكَناَوْخِإ

ْمُكُلَوَخ

ْمُهَلَعَج

ُهَّللا

َتْحَت

ْمُكيِدْيَأ

ْنَمَف

َناَك

ُهوُخَأ

َتْحَت

ِهِدَي

ْطُيْلَف

ُهْمِع

اَّمِم

ُلُكْأَي

ُهْسِبْلُيْلَو

اَّمِم

ُسَبْلَي

َلاَو

ْمُهوُفِّلَكُت

اَم

ْمُهُبِلْغَي

ْنِإَف

ْمُهوُمُتْفَّلَك

اَم

ْمُهُبِلْغَي

ْمُهوُنيِعَأَف

اَنَثَّدَح

وُبَأ

ٍمْيَعُن

اَنَثَّدَح

رَعْسِم

ْنَع

وِرْمَع

ِنْب

ٍرِماَع

َلاَق

ُتْعِمَس

اًسَنَأ

ِضَر

َي

ُهَّللا

ُهْنَع

ُلوُقَي

َناَك

يِبَّنلا

ىَّلَص

ُهَّللا

ِهْيَلَع

َمَّلَسَو

ُمِجَتْحَي

ْمَلَو

ْنُكَي

ُمِلْظَي

اًدَحَأ

ُهَرْجَأ

...

ْمُه

ْمُكُناَوْخِإ

ُمُهَلَعَج

ُهَّللا

َتْحَت

ْمُكيِدْيَأ

ْنَمَف

َلَعَج

ُهَّللا

ُهاَخَأ

َتْحَت

ِهِدَي

ُهْمِعْطُيْلَف

اَّمِم

ُلُكْأَي

ُهْسِبْلُيْلَو

اَّمِم

ُسَبْلَي

َلاَو

ُهُفِّلَكُي

َنِم

ِلَمَعْلا

اَم

ُهُبِلْغَي

ْنِإَف

ُهَفَّلَك

َم

ا

ُهُبِلْغَي

ُهْنِعُيْلَف

ِهْيَلَع

13 Ibnu Hajar al-‘Asqallani, Fath al-Bari, Syarh hadis no. 2119 al-Bukhari dalam CD ROM Mausu’ah al-Hadits al-Syarif, Edisi II, Global Islamic Company, 2000.

(25)

25

Teologi Upah dan Kesejahteraan Buruh ... Muhammad Makmun Abha

“Para perkerja adalah saudaramu yang dikuasakan Allah kepadamu. Maka barang siapa mempunyai pekerja hendaklah diberi makanan se-bagaimana yang ia makan, diberi pakaian sese-bagaimana yang ia pakai, dan jangan dipaksa melakukan sesuatu yang ia tidak mampu. Jika ter-paksa, ia harus dibantu” (HR. Ahmad).

Hadis ini sangat jelas menyatakan bahwa keamanan buruh berada dalam tanggungan para majikan. Kewajiban memberi makanan dan pakaian sebagaimana yang dipakai majikan, jika dipahami dengan pemahaman Isharah al-Nas,14 adalah perintah

untuk menyediakan basic need, sebagaimana dibayangkan Maslow. Juga, larangan memaksa melakukan pekerjaan yang mereka tidak mampu dan kewajiban membantu melaksanakan pekerjaan terse-but bisa dipahami sebagai kewajiban memberikan fasilitas dan perlindungan kerja.

c. Hak melaksanakan ibadah dengan tetap mendapatkan upah. Dalam sebuah negara demokrasi, melakukan internalisasi terhadap standar, harapan, prinsip, norma, ide dan keyakian yang dipegangnya adalah hak azasi. Ia berhak mengetahui, me-mahami, dan mengambil tindakan sesuai dengan nilai-nilai yang diyakininya. Dalam konteks seorang buruh muslim, nilai terse-but adalah keimanannya. Keimanan dalam perspektif ini adalah keyakinan pada keesaan Allah yang terbangun jauh sebelum ia dilahirkan, sebagaimana dinyatakan sabda Nabi berikut:

ْنَع

يِبَأ

ٍرْكَب

ِقيِّدِّصلا

َي ِضَر

ُهَّللا

ُهْنَع

َلاَق

َلاَق

ُلوُسَر

ِهَّللا

ىَّلَص

ُهَّللا

ِهْيَلَع

َمَّلَسَو

َلا

ُلُخْدَي

َةَّنَجْلا

ليِخَب

َلاَو

بَخ

َلاَو

نِئاَخ

َلاَو

ُئِّيَس

ِةَكَلَمْلا

ُلَّوَأَو

ْنَم

ُعَرْقَي

َباَب

ِةَّنَجْلا

َنوُكوُلْمَمْلا

اَذِإ

اوُنَسْحَأ

اَميِف

ْمُهَنْيَب

َنْيَبَو

ِهَّللا

َّزَع

َّلَجَو

اَميِفَو

ْمُهَنْيَب

َنْيَبَو

ْمِهيِلاَوَم

(

هاور

دمحا

)

َءاَج

لُجَر

ىَلِإ

ِّيِبَّنلا

ىَّلَص

مهَّللا

ِهْيَلَع

َمَّلَسَو

َلاَقَف

اَي

َلوُسَر

ِهَّللا

ْمَك

ىَفْعُي

ِنَع

ِكوُلْمَمْلا

َلاَق

َتَمَصَف

ُهْنَع

َّمُث

َداَعَأ

َتَمَصَف

ُهْنَع

َّمُث

َداَعَأ

َلاَقَف

ىَفْعُي

ُهْنَع

َّلُك

ٍمْوَي

َنيِعْبَس

ًةَّرَم

(

هاور

دمحا

)

اَنَثَّدَح

ُساَّبَعْلا

ُنْب

ِديِلَوْلا

يِقْشَمِّدلا

اَنَثَّدَح

ُبْهَو

ُنْب

ِديِعَس

ِنْب

َةَّيِطَع

يِمَلَّسلا

اَنَثَّدَح

ُدْبَع

ِنَمْحَّرلا

ُنْب

ِدْيَز

ِنْب

َمَلْسَأ

ْنَع

ِهيِبَأ

ْنَع

ِدْبَع

ِهَّللا

ِنْب

َرَمُع

َلاَق

َلاَق

ُلوُسَر

ِهَّللا

ىَّلَص

ُهَّللا

ِهْيَلَع

َمَّلَسَو

اوُطْعَأ

َريِجَْلْا

ُهَرْجَأ

َلْبَق

ْنَأ

َّفِجَي

ُهُقَرَع

اَم

َرَبْكَتْسا

ْنَم

َلَكَأ

ُهَعَم

٬ُهُمِداَخ

َبِكَرَو

َراَمِحْلا

٬ِقاَوْسَلْاِب

َلَقَتْعاَو

َةاَّشلا

اَهَبَلَحَف

“Tidak masuk Surga orang pelit, penipu, pengkhianat, dan orang yang jelek pelayananannya terhadap majikan. Sedangkan orang yang pertama kali mengetuk pintu Surga adalah para buruh yang baik

(26)

26 Jurnal Syari’ahVol. II, No. II, Oktober 2013

hadap sesamanya, taat kepada Allah, dan kepada majikannya.” (HR Ahmad)15

d. Hak melakukan mogok kerja.

Harus diakui, bahwa pemogokan buruh memang persoalan yang krusial. Pemogokan dapat diartikan sebagai penarikan diri seorang buruh dari pekerjaannya yang selama ini dilakukan, den-gan harapan memperoleh perlakuan atau penghasilan yang lebih baik. Pressure ini akan mengakibatkan produksi terhenti, sehingga harga akan naik, dan majikan akan mengalami kerugian. Jawa-ban dari langkah ini, jika kesepakatan tetap tidak tercapai, adalah dengan lock out atau menutup perusahaan. Target dari langkah ini adalah untuk memaksakan keinginan majikan terhadap bu-ruh, sebab buruh akan dihadapkan pada dua pilihan yang sama-sama sulit; tetap kerja atau PHK. Hal Ini sebagaimana disebutkan dalam hadis berikut:

ْنَع

يِبَأ

ٍرْكَب

ِقيِّدِّصلا

َي ِضَر

ُهَّللا

ُهْنَع

َلاَق

َلاَق

ُلوُسَر

ِهَّللا

ىَّلَص

ُهَّللا

ِهْيَلَع

َمَّلَسَو

َلا

ُلُخْدَي

َةَّنَجْلا

ليِخَب

َلاَو

بَخ

َلاَو

نِئاَخ

َلاَو

ُئِّيَس

ِةَكَلَمْلا

ُلَّوَأَو

ْنَم

ُعَرْقَي

َباَب

ِةَّنَجْلا

َنوُكوُلْمَمْلا

اَذِإ

اوُنَسْحَأ

اَميِف

ْمُهَنْيَب

َنْيَبَو

ِهَّللا

َّزَع

َّلَجَو

اَميِفَو

ْمُهَنْيَب

َنْيَبَو

ْمِهيِلاَوَم

(

هاور

دمحا

)

َءاَج

لُجَر

ىَلِإ

ِّيِبَّنلا

ىَّلَص

مهَّللا

ِهْيَلَع

َمَّلَسَو

َلاَقَف

اَي

َلوُسَر

ِهَّللا

ْمَك

ىَفْعُي

ِنَع

ِكوُلْمَمْلا

َلاَق

َتَمَصَف

ُهْنَع

َّمُث

َداَعَأ

َتَمَصَف

ُهْنَع

َّمُث

َداَعَأ

َلاَقَف

ىَفْعُي

ُهْنَع

َّلُك

ٍمْوَي

َنيِعْبَس

ًةَّرَم

(

هاور

دمحا

)

اَنَثَّدَح

ُساَّبَعْلا

ُنْب

ِديِلَوْلا

يِقْشَمِّدلا

اَنَثَّدَح

ُبْهَو

ُنْب

ِديِعَس

ِنْب

َةَّيِطَع

يِمَلَّسلا

اَنَثَّدَح

ُدْبَع

ِنَمْحَّرلا

ُنْب

ِدْيَز

ِنْب

َمَلْسَأ

ْنَع

ِهيِبَأ

ْنَع

ِدْبَع

ِهَّللا

ِنْب

َرَمُع

َلاَق

َلاَق

ُلوُسَر

ِهَّللا

ىَّلَص

ُهَّللا

ِهْيَلَع

َمَّلَسَو

اوُطْعَأ

َريِجَْلْا

ُهَرْجَأ

َلْبَق

ْنَأ

َّفِجَي

ُهُقَرَع

اَم

َرَبْكَتْسا

ْنَم

َلَكَأ

ُهَعَم

٬ُهُمِداَخ

َبِكَرَو

َراَمِحْلا

٬ِقاَوْسَلْاِب

َلَقَتْعاَو

َةاَّشلا

اَهَبَلَحَف

“Seorang laki-laki datang kepada Nabi. Ia bertanya: wahai Rasul, bera-pa kali seorang buruh layak dimaafkan (jika melakukan kesalahan). Nabi diam saja. Kemudian ia bertanya lagi, dan Nabipun hanya diam. Untuk pertanyaan yang ketga kalinya, Nabi menjawab: Buruh harus dima’afkan, walaupun ia melakukan kesalahan 70 kali sehari.”16

e. Waktu Pemberian Upah

Dalam memberikan upah, Islam menganjurkan seorang ma-jikan-atasan untun memberikan upah kepada pegawainya setelah pekerjaan itu selesai dengan tempo yang secepatnya. Dalam se-buah riwayat disebutkan:

15 Ahmad Ibn Hanbal, Musnad al-Imam Ahmad, (Mesir: Dar al-Ma’arif, 1988), no. 13

16 Ahmad Ibn Hanbal, Musnad al-Imam Ahmad, (Mesir: Dar al-Ma’arif, 1988), no. 5633

Referensi

Dokumen terkait

• Jenis kapal tipe LASH memiliki harga yang lebih mahal dari pada kapal petikemas yang seukuran Selain kapal tipe LASH dengan menggunakan Gantry Crane , ada kapal tipe LASH

Alasan penggunaan Psikodrama pada penelitian ini didukung oleh penelitian sebelumnya dari Prawitasari (2011), bahwa psikodrama merupakan metode yang mampu

--- Menimbang, bahwa setelah Pengadilan Tinggi meneliti dan mempelajari dengan seksama berkas perkara yang terdiri dari Berita Acara Pemeriksaan oleh Penyidik, Berita

Tidak terdapat hubungan antara riwayat status gizi ibu pada masa kehamilan berdasarkan ukuran LILA dan pertambahan berat badan ibu hamil trimester III dengan pertumbuhan anak

Yule (2014:92-94) membagi tindak tutur berdasarkan fungsi umumnya menjadi lima bentuk, yaitu: (a) deklarasi, memberikan tuturan yang baru secara benar pada

Dalam pokok gugatan, Penggugat mengajukan cerai gugat terhadap Tergugat dengan alasan sering terjadi pertengkaran dan perselisihan yang disebabkan karena hasil

Apa yang harus dilakukan: pahami bahwa implementasi teknologi umumnya merupakan permasalahan perubahan manajemen. Tempatkan general manajer dan pemimpin yang

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan implementasi penilaian autentik kompetensi pengetahuan, sikap, dan keterampilan pada kurikulum 2013 dalam pembelajaran