• Tidak ada hasil yang ditemukan

PELAKSANAAN DIVERSI TERHADAP ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM (Studi Kasus Terhadap Penetapan di Wilayah Pengadilan Negeri Surakarta)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PELAKSANAAN DIVERSI TERHADAP ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM (Studi Kasus Terhadap Penetapan di Wilayah Pengadilan Negeri Surakarta)"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

1053

THE 5TH URECOL ISBN 978-979-3812-42-7

PELAKSANAAN DIVERSI TERHADAP ANAK YANG

BERHADAPAN DENGAN HUKUM

(Studi Kasus Terhadap Penetapan di Wilayah Pengadilan Negeri Surakarta)

Budi Santoso

Fakultas Hukum, Universitas Muhammadiyah Surakarta 95budisantoso@gmail.com

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui mengenai pengaturan tentang anak yang berhadapan dengan hukum di dalam hukum pidana positif, mekanisme diversi dengan pendekatan restorative justice dan pertimbangan hukum oleh aparat penegak hukum dari sisi normative.

Penelitian ini termasuk jenis penelitian hukum normative dengen metode pendekatan kasus dan jenis data bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Teknik pengumpulan data studi kepustakaan dari buku mengenai anak yang berhadadapan dengan hukum, masalah mengenai anak dan menganalisa Penetapan Pengadilan Negeri Surakarta Nomor: 01/Pen.Pid.Diversi/2016/PN.skt dan Nomor: 08/Pen.Pid. Diversi/ 2016/ PN.skt.. dan ditarik menjadi kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian bahwa pengaturan diversi anak yang berhadapan dengan hukum terdapat di dalam Undang-undang Dasar 1945, Undan-undang Perlindungan Anak, Undang-undang Nomor 11 tahun 2012 dan Peraturan Pemerintah Nomor 65 tahun 2015. Dalam mekanisme diversi dalam pelaksanaanya model victim-offender dan informal mediation dan dalam pertimbangan aparat penegak hukum ada pertimbangan yuridis, sosiologis dan filosofis.

Kata Kunci : anak yang berhadapan dengan hukum, diversi, restoratif justice

1. PENDAHULUAN

Undang-undang Dasar 1945 setiap anak merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari keberlan-gsungan hidup sebuah Bangsa dan Negara. Dengan peran anak yang penting ini, bahwa Negara menjam-in setiap anak berhak atas tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Dan di Undang-unda-ng nomor 35 tahun 2014 tentaUndang-unda-ng Perubahan atas Undang-undang No-mor 23 tahun 2002 Perlindungan Anak mengatakan: “setiap anak dapat hidup, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”. Sehingga anak di dalam keadaan apapun harus tetap tumbuh dan berkembang sebagaim-ana seharusnya dan bagi anak yang berhadapan dengan hukum harus mendapat keadilan secara

filosofis termasuk menggeser pendekatan hu-kum retributif kearah restoratif.

Diversi di dalam Pasal 1 angka 7 Undang-undang nomor 11 tahun 2012 tentang sistem peradilan anak merupakan proses penye-lesaian perkara anak yang berha-dapan dengan hukum, dari proses peradilan pidana ke proses diluar peradilan pidana, dengan musya-warah yang melibatkan anak, orang tua anak, pembimbing kemasya-rakatan, dengan tujuan menghindari anak dari perampasan

kemerdekaan dimaksudkan untuk

menjauhkan anak dari proses peradilan pidana, sehingga dapat menghindari stigma-tisasi terhadap anak yang berhad-apan dengan hukum dan kembali ke lingkungan sosial.

Sistem Peradilan Pidana di

Indonesia dinilai belum berpihak kepada anak pelaku kejahatan atau anak yang berhadapan dengan hukum, produk hukum pidana yang ada saat ini dinilai

(2)

1054

THE 5TH URECOL ISBN 978-979-3812-42-7

berakar dari struktur sosial masyarakat yang ada dalam hal ini produk hukum

pidana tentang anak-anak hanya

mengatur korban kejahatan pidana.

Sementara pelaku kejahatan dari

kalangan anak-anak nyaris belum

mendapat-kan perlakukan hukum secara adil dan rata-rata anak yang terjerat kasus pidana dijebloskan ke penjara parahnya lagi, banyak penjara yang mencampur adukkan antara napi dewasa dengan napi anak-anak. Alasan pemenjaraan, para

hakim lebih sering menggunakan

kebijakan yudisial dan diskresi,

ketimbang pertimbangan sosiologis, tidak hanya itu banyak hakim yang meng-abaikan penelitian masyarakat, Padahal tak sedikit struktur masya-rakat di Indonesia yang mengalami patologi

sosial dan majelis hakim yang

mengabaikan penelitian masy-arakat dari BAPAS. (Solo Pos, 2016)

Anak yang masih dibawah umur masih memiliki sifat yang labil dan mudah tidak terkontrol oleh keadaan dari dalam diri sendiri dan lingkungan sekitar, kasus faktanya BRH di BBM oleh temen-nya bernama KENCIR yang intitemen-nya ingin mengajak jalan-jalan ketika di tengah jalan KENCIR menunjukkan sebuah motor yang kunci motornya di tinggal

oleh pemiliknya, hasilnya BRH

mengambil sepeda motor untuk sebagai transportasi berangkat sekolah. (Balai Pemasayarakatan (BAPAS) Surakarta, 2016) Dalam kasus fakta ini BRH masih

kurang memiliki kemampuan

pengendalian diri terhadap pengaruh lingkungan pergaulan di luar rumah yang sifatnya negatif, kurangnya penga-wasan kedua orang tua sehingga terpengaruh oleh temen di lingkungan sekitar, dalam

melaku-kan tindakan BRH masih

tergolong labil, sehingga dalam

tindakannya tidak memikirkan akibat yang akan terjadi. Jikalau dilakukan pembalas-an sesuai dengan kesalahan tidaklah efektif perbuatan anak yang dilakuk-annya hanya terpangaruh oleh lingkungan sekitar.

Anak yang masih tumbuh menjadi dewasa kurang memiliki kemampuan pengendalian diri, apabila melakukan hal di luar pengendalian diri di lakukan

dengan pembalasan sesuai dengan

kesalahan tidaklah efektif perbuatan anak yang dilakukannya hanya terpangaruh oleh lingkungan sekitar. Selain itu di penjara atau di lakukan pembinaan merupakan sekolah terbaik bagi penjahat, siapa pun percaya akan hal ini, karena berbagai penelitian lebih dari 70% anak-anak yang di penjara akan menjadi residivis, (K, 2015) sehingga penjara atau pembinaan tidak akan membuat anak menjadi jera atau tidak akan mengulangi perbuatan tersebut.

Ketidak percayaan kepada penjara atau pembinaan terhadap anak tidak efektif, penulis men-yimpulkan bahwa anak yang berhadapan hukum perlu adanya di lakukan dengan diversi di semua tingkat agar anak tersebut yang masih memiliki masa depan yang panjang dan masih perlu bimbingan kedua orang tua, apabila tidak dilakukan diversi maka banyak anak yang masuk ke penjara atau pem-binaan dan hak-hak anak yang di jamin undang-undang tentang Perli-ndungan Anak banyak yang

tidak terpenuhi, sehingga akan

menyebabkan anak secara sikis terganggu dan menjadikan anak menjadi bodoh dan mudah dijajah oleh orang lain dan akan

berpengaruh besar terhadap

pertu-mbuhan anak ketika dewasa bisa jadi anak tersebut ketika dewasa menjadi pelaku residivis.

Menghadapi kenyataan yang sangat

memprihatinkan anak yang masih

tumbuh dan berkembang menjadi bagian generasi sebuah Negara dan bangsa harus terbebas dari stigmatisasi sebagai

anak kriminal, ketika anak yang

berhadapan dengan hukum tidak

dilakukan diversi dan justru akan memenjarankan anak adalah perbu-atan yang sangat fatal, terkadang di dalam pelaksanaan diversi terdapat hambatan

dari keluarga korban yang ingin

(3)

1055

THE 5TH URECOL ISBN 978-979-3812-42-7

alternatif yang sangat efektif yaitu diversi dengan pendek-atan restoratife justice lebih ampuh di bandingkan dengan memberikan pembalasan kepada anak yang berhadapan dengan hukum.

2. KAJIAN LINTERATUR

Diversi

merupakan

sebuah

penyelesai

perkara

anak

yang

berhadapan dengan hukum yang

diatur dalam UU Sistem Peradilan

Anak, meskipun mas-alah ini masih

menjadi topik hangat, namun sudah

banyak penelitian yang dilakukan

antara lain oleh Mayasari dalam

skripsinya

tentang

Implementasi

Diversi Pelaku Tindak Pidana Anak

(Studi Kasus di Kejaksaan Negri

Sleman)

(http://digilib.uin-

suka.ac.id/16985/2/11340180_bab-i_iv-atau-v_daftar-pustaka.pdf, 2015).

Hasil penelitian menun-jukkan bahwa

diversi

dilakukan

pada

tahap

penuntutan

karena

dilakukan

di

kejaksaan penelitian kami ini di tahap

penyidikan

berati

di

kepolisian.

Kedua, penelitian yang dilakukan

oleh Yutirsa Yunus tentang Analisis

Konsep Restorative Justice Melalui

Sistem

Diversi

Dalam

Sistem

Peradilan Pidana Anak di Indonesia,

dalam jurnal Recthsvinding (Yunus,

2013). Penelitian ini merupakan

penelitian normatif yang beorien-tasi

pada Undang-undang Nomor 12

Tahun 2011 tentang Sistem Peradilan

Anak. Hasil penelitian menjelaskan

bahwa ada dengan diterapkannya

pendekatan

resto-rative

justice,

sehingga ini menjadi kewajiban aparat

peneg-ak

hukum

untuk

selalu

mengeda-pankan dan mengupayakan

mak-simal mungkin penyelasaian

de-ngan cara tersebut. Penelitian kami

tidk pendekatan normatif tetapi pada

cases approach dan akan mengkaji

dari perspektif erapkan model nir

litigasi yang diterapkan di tingkat

penyidikan. Sehubungan dengan itu

perlu dipaparkan konsep dan bentuk –

bentuk mediasi penal

Mediasi

penal

merupakan

intrumen penanganan perkara pidana

bahwa

mediasi

penal

dapat

mengurangi perasaan balas dendam

korban dengan pelaku tindak pidana

dan

prosedurnya

lebih

fleksibel

karena tidak ada keharusan untuk

mengikuti proses yang ditentukan

dalam

sistem

peradilan

pidana,

dengan membahas mediasi penal

sering

dipertanyakan

hubungan

dengan teori keadilan restorative

dengan mediasi penal, karena dialog

yang dibangun antara para pihak yang

bermasalah

merupakan

langkah

positif. Dengan konsep ini muncul

istilah alternative dispute resolution

(ADR) yang dalam hal tertentu lebih

memenuhi tuntutan keadilan dan

relative efisien. ADR merupakan

bagian dari konsep restorative justice

yang menempatkan peradilan pada

posisi mediator. (Sudira, tt)

Dalam berbagai berbagai istilah

mediasi penal diartikan: “mediation

in criminal cases” atau “mediation in

penal

matters”,

mediasi

penal

merupa-kan

salah

satu

bentuk

alternatif penyelesaian sengketa di

luar peradilan (yang dikenal dengan

istilah ADR) ADR pada umumnya

digunakan di lingk-ungan kasus-kasus

perdata, tidak untuk kasus-kasus

pidana. Nam-un berdasarkan

undang-undang yang berlaku saat ini pada

prinsipnya kasus pidana tidak dapat

diselesaikan

di

luar

peradil-an,

walaupun

dalam

hal

tertetu

dimungkinkan adanya penyelesa-ian

kasus pidana diluar pengadi-lan.

Mediasi

merupakan

perkem-bangan wacana yang dikaji dari

pembaharuan hukum pidana. Dikaji

dari dimensi praktik maka mediai

(4)

1056

THE 5TH URECOL ISBN 978-979-3812-42-7

penal

akan

berkorelasi

dengan

percapaian dunia peradilan. Seiring

berjalan-nya waktu dimana semakin

lama terjadilah peningkatan jumlah

volume perkara dengan segala bentuk

maupun

variasi

yang

masuk

kepengadilan,

sehingga

akan

berakibat

menjadi

beban

bagi

pengadilan dalam memeri-ksa dan

memutus

perkara

sesuai

asas

peradilan sederhana, cepat dan biaya

ringan tanpa harus mengorbankan

pencapaian tujuan peradilan yaitu

kepastian hukum, kemanfaatan dan

keadilan. (Arief, 2016 ,Arief, Bunga

Rampai Kebijakan Hukum Pidana ,

2002))

Mediasi penal di Indonesia yang

dikembangkan dan pada saat ini

bertolak dari ide dan prinsip kerja di

mulai

dari

Penanganan

konflik

merupakan tugas mediator membuat

para pihak melupakan kerangka

hukum dan proses mendorong mereka

terlibat dalam proses komunikasi.

Berorientasi pada proses, mediasi

penal lebih berorintasi pada kualitas

proses

daripada

hasil

yaitu

menyadarkan

pelaku

akan

kesalahannya, kebutuhan-kebutuhan

konflik

terpecahkan,

ketenangan

korban dari rasa takut. Ada partisipasi

aktif dan otonom para pihak, Para

pihak antara pelaku dan korban tidak

dilihat sebagai objek dari prosedur

pidana, tetapi lebih sebagai subyek

yang

mempunyai

tanggungjawab

pribadi

dan

kemampuan

untuk

berbuat, diharapkan berbuat atas

kehendaknya sendiri.

Berdasarkan

implementtasi

mediasi penal diatas, Barda Nawawi

mengelompok mediasi Pidana dengan

beberapa

model-model

dalam

pelaksanaan mediasi penal yaitu:

(Arief, 2016)

1. informal mediation, dilaksa-nakan

oleh personil peradi-lan pidana

dilakukan

oleh

JPU

(Jaksa

Penuntut

Umum)

dengan

mengundang para pihak untuk

melakukan

penyelesaian

informal, den-gan tujuan utama

tidak mela-njutkan penuntutan

apabila

tercapai

kesepakatan

antara korban dan pelaku.

2. victim-offender

mediation,

Mediasi antara korban dan pelaku

merupakan

sering

digunakan

orang

dalam

menyelesaikan

konflik,

hal

ini

melibatkan

berbagai pihak yang bertemu

dengan dihadiri oleh mediator

yang ditunjuk. Banyak variasi

dari model ini. Mediatornya

dapat berasal dari pejabat formal,

mediator

independen

atau

kombinasi. Mediasi ini dapat

dilakukan pada setiap tahapan

proses,

baik

pada

tahap

kebijaksanaan

polisi,

tahap

penuntutan,

dan

tahap

pemidanaan.

3. Reparation

negotiation

programmes, Model ini

semata-mata untuk menilai kompensasi

yang harus dibayar oleh pelaku

tindak pidana kepada korban,

biasanya pada saat peme-riksaan

pengadilan. Program ini tidak

berhubungan deng-an rekonsiliasi

antara para pihak, tetapi hanya

berkaitan dengan perencanaan

materil, pelaku tindak pidana

dapat dikenakan program kerja

agar dapat menyimpang uang

untuk membayar ganti rugi.

4. Community panels or courts

Merupakan

program

untuk

membelokkan kasus pidana dari

penuntutan atau peradilan pada

prosedur masyarakat yang lebih

feksibel dan informal dan sering

(5)

1057

THE 5TH URECOL ISBN 978-979-3812-42-7

melibatkan unsur mediasi dan

negoisasi.

Penyelesaian

perkara

anak

menurut

Undang-undang

yang

berlaku dapat dilakukan dengan Nir

Litigasi yang dalam Undang-undang

nomor 11 tahun 2012 tentang sistem

peradilan

pidana

anak

disebut

sebagai penyelesaian secara diversi

dengan pendekatan restoratif justice,

pada diversi ini dapat ditempuh di

semua tahap pemeriksaan mulai dari

penyidikan,

penuntutan

dan

pemeriksaan di Pengadilan Negeri.

Hal ini dapat ditunjukan penyelesaian

perkara

anak

yang

berhadapan

dengan hukum dalam penetapan

pengadilan

Nomor:

01/Pen.Pid

.Diversi/2016/PN.skt

diselesaikan

dengan diversi dengan pendekatan

restoratif justice di tahap Penyidikan,

proses penyelesaian dengan cara

diversi ini apabila dilihat dari teori

jenis penyelesaian Nir Litigasi masuk

dalam

kategori

mediasi

victim-offender media-tion, Mediasi yang

dilak-ukan antara korban dan pelaku

merupakan sering digunakan orang

dalam menyelesaikan anak yang

berhadapan dengan hukum, hal ini

melibatkan berbagai pihak yang

bertemu

dengan

dihadiri

oleh

mediator yang ditunjuk. Mediatornya

dapat berasal dari pejabat formal,

mediator independen atau kombinasi.

Mediasi ini dapat dilakukan pada

setiap tahapan proses, baik pada

tahap kebijaksanaan polisi, tahap

penuntutan, dan tahap pemi-danaan.

Karena dalam penye-lesaian perkara

anak yang berhadapan dengan hukum

dengan mediasi model ini akan

berakibat menguntungkan anak yang

masih

berstatus

sebagai

pelajar

tersebut dan masih perlu bimbingan

dari orang tuanya.

Pada

penetapan

nomor:

08/Pen.Pid.Diversi/2016/PN.skt,

diselesaikan dengan cara diversi

dengan pendekatan restoratif justice

pada tahap Penuntutan, karena dalam

proses diversi dengan model

victim-offender mediation yang dilakukan

oleh penyidik tidak berhasil dan

keluarga korban menuntut agar kasus

anak

yang

berhadapan

dengan

tersebut diselesaikan dengan proses

peradilan pidana, akan tetapi dalam

tahap penun-tutan jaksa penuntut

umum memiliki pertimbangan bahwa

anak yang sedang berhapadan dengan

hukum perlu adanya diversi lagi,

walaupun dalam tahap sebelumnya

sudah

dilaku-kan

diversi

oleh

penyidik,

dalam

penetapan

itu

menggunakan model mediasi model

informal mediation, dilaksanakan

oleh

personil

peradilan

pidana

dilakukan

oleh

Jaksa

Penuntut

Umum dengan mengundang para

pihak untuk melakukan penyelesaian

informal, dengan tujuan utama tidak

melanjutkan

penuntutan

apabila

tercapai kesepakatan antara korban

dan pelaku.

Anak yang berhadapan dengan

hukum biasa disebut sebagai anak

bekonflik dengan hukum, anak yang

menjadi korban tindak pidana, dan

anak yang menjadi saksi tindak

pidama, untuk keadilan bagi anak

yang berhadapan dengan hukum

adalah dipastikan semua anak untuk

memperoleh

layanan

dan

perlindungan secara optimal dari

sistem peradilan dan proses hukum.

Targetnya

adalah

norm-a-norma,

prinsip, dan standar hak-hak anak

secara penuh diaplikasikan untuk

semua anak tanpa kecuali, baik anak

yang berhadapan dengan hukum

maupun anak yang berkonflik dengan

hukum. Anak berhad-apan dengan

(6)

1058

THE 5TH URECOL ISBN 978-979-3812-42-7

hukum berarti anak dalam posisi

sebagai korban atau saksi, sedangkan

anak berkonflik dengan hukum

berarti anak dalam posisi sebagai

tersangka atau terdakwa pelaku

tindak pidana.

Anak korban adalah anak yang

belum berumur 18 (delapan belas)

tahun yang mengalami suatu tindak

pidana. Dalam hal ini peran aktif dari

aparat

penegak

hukum

dalam

menang-gulangi kejahatan terhadap

anak sangat diperlukan sebagai suatu

usaha yang rasional dari masy-arakat,

selanjutnya diatur lebih jelas dalam

Undang-undang Nomor 11 Tahun

2012 tentang Sitem peradilan anak,

Pasal 90 ayat (1) menjelaskan bahwa

anak korban dan anak saksi berhak

atas upaya rehabilitasi medis dan

rehabilitasi sosial, baik di dalam

lembaga maupun di luar lembaga.

Rehabilitasi medis merupakan proses

kegiatan pengobatan secara terpadu

dengan memulihkan kondisi fisik

anak, anak korban dan atau anak

saksi.

Saksi merupakan orang yang

dapat memberikan keter-angan guna

kepentingan

penyeli-dikan,

penuntutan dan peradilan, saksi yang

di

maksud

dalam

skripsi

ini

merupakan saksi anak sebagai saksi

dalam peradilan pidana, sehingga

perlindungan terhadap saksi anak

dalam menyelesaikan perkara sangat

diperlukan sebagai jaminan akan

perlindungan hak asasi anak dan

pemenuhan akan hak-haknya, dalam

memberikan

informasi

yang

diberikan

oleh

anak

guna

kepentingan penyidikan, penun-tutan,

dan pengadilan tentang suatu perkara

yang terjadi, anak yang menjadi saksi

suatu tindak pidana bisa mengalami

trauma

yang

begitu

mendalam

sehingga

dalam

memberikan

kesaksian sering mengalami kendala.

(Wahyudi, 2015)

Dengan

demikian,

dapat

disimpulkan anak yang berha-dapan

dengan hukum adalah suatu tindakan

atau perbuatan pelanggaran norma,

baik norma hukum maupun norma

sosial yang dilakukan oleh anak-anak

usia muda hai ini cenderung untuk

dikatakan sebagai kenakalan anak

dari pada kejahatan anak, terlalu

ekstrim rasanya seorang anak yang

melakukan tindak pidana dikatakan

sebagai penjahat.

Sistem peradilan pidana anak

terdapat aktivitas pemeriksaan dan

pemutusan perkara untuk melindungi

kepentingan anak sesuai dengan

undang-undang nomor 35 Tahun

2014 tentang perubahan atas

undang-undang nomor 23 Tahun 2002

tentang perlindungan anak yang

dilakukan oleh semua pihak aparat

penegak hukum mulai dari polisi,

jaksa,

hakim

lembaga

permsyarakatan dan pejabat lain yang

terlibat di dalamnya yang di dasarkan

ada kesejahteraan anak yang akan

datang.

Polisi selaku penyidik dalam

proses pengadilan anak dalam model

keadilan restributif, peran polisi

sangat dominan. Masyarakat yang

mendapati pelaku pelanggaran hukum

akan melaporkannya kepada polisi.

Tiga tugas polisi sebagai pelayanan

masyarakat, pelindung masyarakat,

dan penegakan hukum dimanfaatkan

secara optimal oleh masyarakat.

Proses

pengadilan

anak

baik-buruknya

diserahkan

sepenuhnya

kepada polisi, dan masyarakat tahu

jadi, tanpa ikut terlibat dalam proses.

Pada model keadilan restorative yang

terjadi

adalah

kebalikannya,

masyarakat mayor, polisi minor.

Peran polisi sebatas sebagai mediator,

(7)

1059

THE 5TH URECOL ISBN 978-979-3812-42-7

fasilitator atau pengawasan. Polisi

sebagai penyidik anak menunjukkan

pasal-pasal

atau

dalil

ketentuan

peraturan

perundang-undangan

peradilan anak, lalu aktor masyarakat

dipersilakan mencari jalan keluar

terbaik agar terjadi proses perbaikan,

pemulihan dan hubungan reintegrasi

antara korban dan pelaku, keluarga

korban dan keluarga pelaku.

3. METODE PENELITIAN

Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan hukum ini adalah normative, penelitian hukum normative

sama dengan penelitian doktrinal.

(Ibrahim, 2006) Karena penelitian ini

berupaya untuk menelaah tentang

peraturan yang berkaitan dengan anak

yang berhadap hukum dan juga

penetapan pengadilan yang merupakan putusan diversi. Metode Pendekatan

penelitian yang digunakan penulis

merupakan pendekatan kasus (case

approach). (Marzuki, 2011)i Dalam hal ini penelitian melakukan kajian terhadap putusan berupa penetapan Pengadilan

Negeri Surakarta nomor:

01/Pen.Pid.Diversi /2016/PN.skt dan

nomor: 08/Pen.Pid.iversi/2016/PN. skt Sifat penelitian deskriptif, sumber data yaitu data sekunder bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Metode pengum-pulan data kepustakaan. Metode analisis dengan kualitatif.

4. HASIL PEMBAHASAN

a. Pengaturan penyelesaian diversi terhadap anak yang berhadapan

dengan hukum pada hukum

pidana positif di Indonesia.

Pertama, Undang-unda-ng Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 di dalam Pasal 28 B ayat (2) dan Pasal 28 H ayat (2) untuk

mendapatkan manfaat, mencapai

persamaan dan keadilan bagi anak yang berhadapan dengan hukum perlu adanya salah satu alternatif

yang harus dilakukan oleh berbagai

pihak antara lain keluarga,

masyarakat, pemerintah dan aparat

penegak hukum mulai dari

penyidikan, penuntutan, pemeriksaan

di Pengadilan Negeri adalah

melaksanakan diversi menggunakan

pendek-atan restorative justice,

dengan adanya alternatif ini maka akan berdampak bagi anak yang

berhadapan dengan hukum

mendapatkan keadilan dan

persamaan dihadapan hukum

sehingga dijauhkan dari stigmatisasi sebagai anak kriminal dilingkungan sekitar.

Kedua, Undang-undang nomor 35 tahun 2014 tentang perubahan atas undang-undang nomor 23 tahun 2002

tentang Perlindungan Anak,

Perlindungan terhadap anak

merupakan hal yang harus dilakukan untuk setiap orang, dalam prespektif perlindungan anak, anak harus dilihat oleh semua orang sebagai manusia belum dewasa, sehingga anak yang berhadapan dengan hukum harus di berikan perlindungan dari keluarga, masyarakat, pemerintah dan ketika anak berhadapan dengan hukum

maka dilakukan perlindungan

semenjak tingkat penyidikan,

penuntutan dan pemeriksaan di Pengadilan dengan baik, khususnya ketika di dalam penyidikan, karena

dalam penyidikan merupakan

pertama kali di lakukan penanganan kasus, sehingga anak yang sedang berhadapan dengan hukum maka berbeda hak anak dengan hak orang dewasa berbeda.

Ketiga, Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang

Sistem Peradilan Pidana Anak,

Sistem peradilan pidana anak pada Undang-undang nomor 11 tahun 2012 merupakan pemba-haruan dari undang-undang nomor 3 tahun 1997 tentang pengadilan anak, dalam

undang-undang ini memberikan

(8)

1060

THE 5TH URECOL ISBN 978-979-3812-42-7

hukum yaitu Penyidik, Jaksa dan Hakim yang menangani kasus anak yang berhadapan dengan hukum harus dilakukan diversi dengan pendekatan restorative justice dalam pertimbangannya aparat peneg-ak

hukum haruslah melihat dari

penelitian lembaga Permasyara-katan (BAPAS). Diversi merupakan salah satu alternatif penyelesaian kasus anak yang berhadapan merupakan sebagai langkah maju hukum pidana

untuk melindungi anak dari

perampasan kemerdekaan dan

pemidanaan sebagai upaya terakhir

Keempat, Peraturan

Pemerintah Republik Indonesia

Nomor 65 Tahun 2015 tentang

pedoman pelaksanaan Peraturan

pemerintah ini merupakan hal yang baru, karena baru muncul ketika undang-undang nomor 11 tahun 2012 telah di undangkan terlebih dahulu, baru pada tahun 2015 telah di sahkan peraturan pemerintah ini merupakan dasar pelaksanaan dari undang-undang nomor 11 tahun 2012 tentang sistem peradilan pidana anak yang berisi mengenai pelaksanaan diversi anak yang berhadapan dengan hukum dan penangan anak yang belum berumur 12 dengan pasal 15 dan pasal 21 ayat (1) akan diserahkan kembali kepada orang tua atau wali

dan mengikut sertakan dalam

program pendidikan terhadap anak

guna pembinaan terhadap anak

tersebut. Peraturan pemerintah

mengenai pedoman pelaksanaan ini memuat penjelasan tata cara secara menyeluruh mengenai diversi anak yang berhadapan dengan hukum.

b. Penyelesaian perkara anak yang

berhadapan dengan hukum

melalui diversi di wilayah Pengadilan Negeri Surakarta dalam prespektif undang-undang sistem peradilan pidana anak. Diskripsi kasus

Pertama, kasus pencurian sepeda motor di proyek bangunan yang mana pelaku mendapatkan BBM dari temennya kencir dan diajak ke sebuah tempat proyek bangunan Kampung Gebang, RT 08,

RW 25, Kel. Kadipiro, Kec.

Banjarsari, Surakarta, pelaku yang melihat kunci masih tergantung di jok motor membawa sepeda motor tersebut dengan menuntun hingga jauh lalu baru dinyalakan, pelaku agar tidak ketahuan pemiliknya mengganti plat nomor untuk dibawa sekolah.

Kedua, pada hari sabtu Pada hari Sabtu tanggal 14 Nopember 2015 sekira Pukul 23.00 pelaku dan temen-temannya pergi ke HIK yang berada di deat SMEA Saraswati Solo Baru, singkatnya pelaku setelah dari HIK berniat untuk jalan-jalan malam tetapi pada saat melewati garansi Bus

RAYA ada sekelompok “SH

TERATAI” datang secara

berkelompok melihat hal itu pelaku sembunyi di kamar mandi dan pintu garansi dikunci, di situ pelaku

melihat temennya melihat ada

temennya (Hafit dan Feri) yang dikeroyok kemudian SH teratai di bubarkan oleh warga Kampung dan pergi tetapi ada tertinggal satu dan lari ke utara kampung kemudian yang lari tersebut dikejar pelaku bersama temen-temennya dan korban lari menuju ke gang buntu. Selanjutnya pelaku mengambil pengki (ikrak) dan dipukulkan ke bagian kepala korban sekali, kemudian RAKA mengambil batu bata dan dipukulkan ke bagian kepala, saat itu saya pergi dan Klien melihat Nur Prasetyo mengambil kayu balok untuk memukul korban, bata dan dipukulkan ke bagian kepala, saat itu saya pergi dan Klien melihat Nur Prasetyo mengambil kayu balok untuk memukul korban,

Berdasarkan kasus pencurian tersebut Perbuatan pelaku Bagas Risky Hartanto merupakan suatu

(9)

1061

THE 5TH URECOL ISBN 978-979-3812-42-7

tindak pidana pencurian dalam hal ini

pelaku telah melanggar hukum

pidana meteril yaitu : Pasal 362 KUHP:

Barang siapa menga-mbil barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan ma-ksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencur-ian, dengan ringan pidana penjara paling lama lima tahun atau denda paling banyak enam puluh rupiah.

Pelaku mempunyai niat

mengambil sepeda motor dibawa

korban selama beberapa hari

kemudian pelaku dan KENCIR juga mengganti plat sepeda motornya

supaya tidak ketahuan oleh

pemiliknya tidak hanya itu pelaku

sudah mengecat ulang motor

tersebut. Perbuatan pelaku telah meme-nuhi unsur yang diatur di dalam Pasal 362 KUHP.

Bagas Risky Hartanto, yang masih berumur 15, dan masih berstatus Pelajar SMK Kristen 2 Surakarta kelas X, dalam praktiknya di dalam hukum positif di Indonesia

dengan adanya aturan umum

ditentukan lain dalam aturan khusus

diatur seperti hanya sistem

pemidanaan anak yang terdapat di luar KUHP maka tidak berlaku, sehingga sesuai dengan undang-undang nomor 11 tahun 2012 tentang sistem peradilan pidana anak Pasal 7 ayat (1) dan peraturan pemerintah Republik Indoensia nomor 65 tahun 2015 bahwa anak yang berhadapan dengan hukum harus dilakukan

proses diversi anak dengan

pendekatan restorative justice pada

berbagai tingkatan mulai dari

Penyidikan, Penuntutan, Pemeriksaan

Perka-ra di Pengadilan Negeri,

apabila dalam tingkatan tersebut

tidak dilakukan diversi maka

merupakan pelanggaran hak dan pelanggaran perlindungan anak dari proses hukum pidana yang dilakukan

oleh aparat penegak hukum,

sebenarnya di dalam hukum pidana positif tidak mengenal perdamaian dalam tindak pidana, karena dalam

melakukan tindak pidana yang

dilakukan oleh anak maka dari itu

memiliki pertimbangan untuk

kepentingan anak untuk masa depan

sehingga untuk menghentikan

penyidikan di lakukan dengan cara

mediasi, negoisasi dengan

pendekatan restorative justice, dalam

proses mediasi aparat penegak

hukum sebagai mediator untuk

mendapatkan kesepatakan yang

bulat.

Pada proses penyidikan

terhadap anak yang berhadapan dengan hukum baik sebagai saksi,

korban maupun pelaku dalam

prosesnya anak tidak boleh disebut sebagai tersangka akan tetapi disebut sebagai “Anak” dengan huruf A besar merupakan sudah disebut sebagai tersangka dalam undang-undang nomor 11 tahun 2012 tentang

sistem peradilan pidana anak,

sehingga dalam proses penyidikan terhadap anak sangat mementingkan kepenti-ngan anak tersebut bahkan ketika anak sedang berstatus sebagai pelajar, maka dalam penyidikan haruslah dilakukan setelah anak itu pulang sekolah barulah dilakukan penyidikan untuk mengungkap tindak pidana tersebut.

Mekanisme diversi deng-an pendekatan restorative justice, pada kasus pertama menurut Penulis diversi yang dilakukan oleh penyidik polresta Surakarta terhadap kasus anak yang berhadapan dengan hukum dengan pelaku yang masih berstatus Pelajar SMK Kristen 2 Surakarta kelas X dan korban Budi Raharjo, apabila dikaitkan dengan model mediasi dapat dikategorikan sebagai mediasi victim-offender mediation,

(10)

1062

THE 5TH URECOL ISBN 978-979-3812-42-7

mediasi antara korban dan pelaku merupakan sering digunakan orang dalam meny-elesaikan konflik, hal ini melibatkan berbagai pihak yang

bertemu dengan dihadiri oleh

mediator yang ditunjuk banyak variasi dari model ini. Mediatornya dapat berasal dari pejabat formal, mediator independen atau kombinasi. Mediasi ini dapat dilakukan pada setiap tahapan proses, baik pada tahap kebijaksanaan polisi, tahap penuntutan, dan tahap pemidanaan.

Sehingga model mediasi ini

dilakukan oleh penyidik, jaksa dan hakim yang mempunyai hak diskresi dalam penyelesaian kasus anak yang berhadapan dengan hukum memiliki kewenangan untuk menyelesaikan kasus tersebut.

Penyidik dalam mengambil keputusan untuk kebaikan pelaku atas dasar pengakuan dari pelaku dan penelitian BAPAS, dalam kasus ini dilakukan diversi dengan pendekatan restoratif justice antara pihak pelaku, keluarga pelaku, korban, BAPAS Kota Surakarta dan ketua RT pelaku, dalam prosesnya berhasil di lakukan

diversi oleh penyidik dengan

kesepakatan keluarga pelaku

meminta maaf kepada korban agar

tindak pidana tersebut tidak

dilakukan proses ke peradilan pidana, dalam model penyelesaian perkara anak yang berhadapan dengan hukum

ini merupakan Victim-offender

mediation, hal ini keluarga pelaku bersedia untuk memperbaiki sepeda motor yang telah di cat ulang oleh pelaku tersebut. Untuk mendapatkan

kekuatan hukum tetap maka

kesepakatan diversi, berita acara kesepakatan diversi dan penelitian BAPAS di alihkan ke Pengadilan Negeri Surakarta untuk dilakukan Penetapan oleh Ketua Pengadilan Negeri, dalam penetapan ini Ketua Pengadilan kegiatan keagaman pada pelaku setiap hari harus Sholat Magrib di dekat rumah pelaku.

Pada penyelesaian kasus

kedua, Menurut Penulis diversi yang dilakukan oleh Aparat penegak hukum baik penyidik dan jaksa penuntut umum terhadap kasus anak yang berhadapan dengan hukum dengan pelaku yang masih dibawah umur dan perlu bimbingan orang tua dengan korban Alvian Denis Irawan, apabila dikaitkan dengan model mediasi dapat dikategorikan sebagai Mediasi model informal mediation, dilaksanakan oleh personil peradilan pidana dilakukan oleh Jaksa Penuntut Umum dengan mengundang para pihak untuk melakukan penyelesaian informal, dengan tujuan utama tidak

melanjutkan penuntutan apabila

tercapai kesepakatan antara korban dan pelaku, karena dalam pelaks-anaan model victim-offender yang

dilakukan oleh penyidik Polres

Surakarta tidak berhasil maka jaksa penuntut umum mempunyai diskresi untuk menyelesaikan kasus agar tidak dilanjutkan ke pengadilan sesuai dengan undang-undang nomor 11 tahun 2012 tentang sistem peradilan pidana anak yang mana termuat dalam pasal 7 ayat (1).

Proses diversi di tingkat

penuntutan di kejaksaan Negeri Surakarta membuahkan hasil dengan model informal mediation bahwa pelaku, kelua-rga pelaku, korban dan

keluarga korban telah terdapat

kesepa-katan yang mana pelaku akan mengganti biaya pengobatan sebesar Rp. 2.500.000 (dua juta lima ratus ribu rupiah), Hasil kesepakatan yang

dilakukan diversi di tingkat

Penuntutan tersebut dibuatkan berita acara diversi, oleh Jaksa penuntut umum untuk dilakukan penet-apan diversi kepada ketua Pengadilan Negeri Surakarta, agar mendapatkan kekuatan hukum tetap.

Menurut penulis dapat

disimpulkan sesuai bahwa dal-am

proses diversi di tingkat dari

(11)

1063

THE 5TH URECOL ISBN 978-979-3812-42-7

Pemeriksaan di Pengadilan Neg-eri, merupakan proses peralihan dari peradilan pidana ke proses diluar peradilan pidana, terk-adang dalam proses diversi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum tidak terjadi kesepakan antara para pihak terutama

pihak korban menuntut ganti

kerugian yang sangat banyak hal ini sangat memberatkan pihak kelu-rga pelaku, misalnya orang tua pelaku yang hanya bekerja sebagai buruh cuci pakaian dengan gaji sedikit,

untuk mengganti biaya korban

dengan rupiah begitu besar apakah mampu? padahal dalam melak-ukan tindak pidana yang dilakukannya hanya karena pengaruh lingkungan, solidaritas antar teman, dalam hal ini pada proses tingkat penuntutan

me-rupakan proses yang dapat

dipertanggungjawabkan oleh

Penuntut Umum, karena pen-untut umum tidak melanjutkan proses penuntutan akan tetapi melakukan diversi untuk kepe-ntingan anak dan perlindungan anak yang berha-dapan dengan hukum, sesuai dengan Pasal 14 huruf I KUHAP yang mana penuntut umum wajib mela-kukan penghentian penunt-utan sah menurut hukum untuk kepentingan umum.

c. Dasar pertimbangan untuk menyelesaikan perkara anak yang

berhadapan dengan hukum

dengan diversi.

Pertama, pertimbangan yuridis sesuai dengan UUD 1945 Pasal 28

ayat (2) setiap anak berhak

kelangsungan hidup, tumbuh serta

berhak atas perlidungan dan

diskriminasi, sosiologis bahwa dalam

pertim-bangan selanjutnya anak

terse-but masih sekolah di SMK Kristen 2 Surakarta, saat ini masih duduk di kelas X dalam mengikuti pendidikan anak ters-ebut belajar

disekolah dengan baik, selalu

mengerjakan PR, hormat dan taat kepada guru serta tidak pernah

bermasalah dengan siswa lainya dan dalam melakukan tindak pidana pencurian ini baru pertama kali dilakukan olehnya lantaran tidak memiliki transportasi ke sekolah dengan sepeda motor, sebelu-mya belum pernah menghadapi perkara lain selain perkara ini dan yang terakhir pertimbangan filosofis anak

dijauhkan dari penjara dan

stigmatisasi krmin-inal di

lingkungannya. Dapat di lihat

pertimbangan perban-dingan diversi atau dilakukan proses pidana oleh penyidik polres Surakarta.

Kedua, pertimbangan yu-ridis pertimbangan yuridis sesuai dengan UUD 1945 Pasal 28 ayat (2) setiap anak berhak kelangsungan hidup, tumbuh serta berhak atas perlidungan

dan diskriminasi, pertimbangan

sosiologis pada tingkat penyi-dikan dilakukan diversi dengan model victim-offender mediation akan tetapi tidak berhasil, sela-njutnya tingkat

penuntutan dilakukan diversi

informal medi-ation pertimb-angan yang dilakukan oleh jaksa penuntut umum hampir sama dengan di tingkat penyidikan bahwa anak tersebut baru melakukan tindak pidana pertam kali ini, pelaku masih dapat dibimbing oleh orang tua atau wali, pelaku melakukan tindak pidana karena adanya rasa solidaritas antar teman, pelaku melakukan tindak pidana dalam keadaan labil dan emosi, pelaku masih memiliki kehidupan di luar yang panjang dan yang terakhir apabila dalam hal ini tidak dilakukan diversi dan dilakukan penuntutan di

Pengadilan Negeri, maka akan

menimbulkan masalah yang besar bagi anak tersebut yaitu beban

mental, dianggap sebagai anak

kriminal, beban fiskis dan masih

banyak lagi. Pada tingkat ini

pertimbangan diversi yang dilakukan oleh Jaksa penuntut umum berhasil diterima dan mendapatkan kesepakan kedua dan selanjutnya pertimbangan

(12)

1064

THE 5TH URECOL ISBN 978-979-3812-42-7

filosofis, bahwa dalam pertimbangan anak yang dilakukan penyidik dan penuntut umum sangat memikirkan jangka panjang apabila anak tersebut tidak dilakukan diversi dan dilakukan proses peradilan pidana maka anak

tersebut dalam penjara akan

mendapatkan pelajaran tindak pidana yang lebih besar sehingga akan menimbulkan bahaya ketika anak tersebut keluar dari penjara sehingga anak harus dijauhkan dari penjara untuk tidak mendap-atkan stigma

negatif sebagai kriminal

dilingkungannya. Dap-at dilihat

Perbandingan diversi anak yang berhadapann dengan hukum yang dilakukan oleh penyidik dan jaksa penuntut umum.

5. KESIMPULAN

Pertama,pengaturan penye-lesaian diversi anak yang berha-dapan dengan hukum di dalam hukum pidana positif di Indonesia di dalam Undang-undang dasar Negara Republik Indonesia, UUPA, UU sistem peradilan pidana anak Nomor 11 tahun 2012 dan PP Nomor 65 Tahun

2015 telah mengatur mengenai

perlindungan anak yang berhadapan

dengan hukum untuk mendapatkan

kepastian hukum dan tidak ada

diskriminasi bagi anak tersebut, bahwa anak berbeda dengan orang dewasa sehingga orientasinya di dalam undang-undang itu diatur bahwa anak yang berhadapan dengan hukum dilaku-kan diversi dengan pendekatan restorative justice kalau di dalam istilah perdata mediasi, negoisasi.

Kedua, penyelesaian perka-ra anak yang berhadapan dengan hukum melalui diversi dapat dilakukan oleh pihak mulai dari penyidikan, penuntutan dan penga-dilan sesuai dengan Pasal 7 Ayat (1) UU Nomor 11 tahun 2012 Sistem peradilan pidana anak, dalam diversi aparat penegak hukum sebagai mediator. Kasus anak yang berhad-apan dengan hukum dalam skripsi ini menggunakan model

mediasi victim-offender mediation,

merupak-an model mediasi dilakukan dalam penyidikan, penuntutan dan peme-riksaan pengadilan dan model informal mediation, yang dilakukan oleh Jaksa Penuntut Umum untuk mendapatkan kesepakatan yang bulat antara para pihak yang menguntungkan anak demi masa depan anak yang berhadapan dengan hukum.

Ketiga, pertimbangan aparat penegak hukum menyelesaikan per-kara anak yang berhadapan dengan hukum dengan diversi, menurut penulis dalam

pelaksa-naannya ada pertimbangan

yuridis sesuai dengan UUD 1945 Pasal 28 ayat (2), sosiologis bahwa anak masih diba-wah umur dan masih berstatus seb-agai pelajar dan filosofis anak dijauhkan dari penjara dan stig-matisasi krmininal di lingkun-gannya.

DAFTAR PUSTAKA

Arief, B. N. (2002). Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana . Bandung: Citra Aditya Bakti.

Arief, B. N. (2016). Mediasi penal

Penyelesaian Perkara Pidana di Luar pengadilan. Semarang: Pustaka Magister.

Balai Pemasayarakatan (BAPAS) Surakarta. (2016). Penelitian tentang Anak. Solo: BAPAS dengan No. Register Litmas 13/B/II/2016.

harahap, y. (2009 ). acara pidana . jakarta : indonesia .

http://digilib.uin- suka.ac.id/16985/2/11340180_bab-i_iv-atau-v_daftar-pustaka.pdf. (2015, Juni 4). Retrieved from http://www.uin,suka.ac.id:

http://www.uin.suka.ac.id

Ibrahim, J. (2006). Teori Metodologi & Penelitian Hukum Normatif. Malang: Bayu Media Publishing.

K, M. G. (2015). Durhaka Kepada Anak Refleksi Mengenai Hak dan

(13)

1065

THE 5TH URECOL ISBN 978-979-3812-42-7

perlindungan Anak . Yogyakarta: Pustka Baru Press.

Marzuki, P. M. (2011). Penelitian Hukum. Jakarta: Kencana.

Solo Pos. (2016, September 7).

http://www.solopos.com2016052090- anak-berhadapa-hukumberakhir-di-penjara721069. Retrieved from http://www.solopos.com:

http://www.solopos.com

Sudira, I. K. (tt ). MediasPerkara

Penelantara Rumah Tanggai Penal . Yogyakarta: UII Press.

Wahyudi, D. (2015). Perlindungan Hukum Terhadap Anak yang Berhadapan dengan hukum mel-alui pendekatan Restorative Jus-tice. Jurnal Ilmu Hukum , 151 - 156.

Yunus, Y. (2013). Konsep Restorative Justice

Melalui Sistem Diversi Dalam

Sistem Peradilan Pidana Anak di Indonesia. Rehtsvinding, Volume 2 No 2, 231 - 245.

i)

Case approach menurut Peter Mahmud Marzuki merupakan penelitian dengan pendekatan kasus yaitu penelahaan terhadap kasus yang dipilih untuk kajian dalam penelitiaan

Referensi

Dokumen terkait

Pembeli yang berada pada tingkatan loyalitas ini dapat dikategorikan sebagai pembeli yang puas dengan merek produk yang dikonsumsi atau setidaknya mereka tidak mengalami

[r]

What are the student’s response toward the teaching reading using Presentation, Practice and Production technique in the first year of SMP N 3 Dawe Kudus when the English class

Dalam menganalisis laporan keuangan PT Ultrajaya Milk Industry & Trading Company Tbk, penulis menggunakan metode analisis rasio likuiditas yang meliputi rasio

dari hasil perhitungan didapatkan bahwa semua variabel yang digunakan berpengaruh nyata dalam peningkatan dan penurunan volume impor ilegal untuk daging sapi, dimana variabel

Latar belakang penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penilaian prestasi kerja yang terdiri dari aspek-aspek yang dinilai, penilai, metode penilaian dan umpan

Ditemukannya teknologi yang dapat memisahkan betakaroten dan tokoferol dalam minyak sawit dengan cara adsorpsi dan desorpsi, merupakan hal yang menjadi pemicu utama didirikannnya

Website ini dikembangkan dengan menggunakan perangkat lunak yakni Sublime Text 2, XAMPP yang merupakan gabungan dari Apache Web Server, bahasa pemrograman PHP, dan