• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi dan ekspor beras Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi dan ekspor beras Indonesia"

Copied!
120
0
0

Teks penuh

(1)

MARISSA AMBARINANTI A14303029

SKRIPSI

PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN

(2)

RINGKASAN

MARISSA AMBARINANTI. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi dan Ekspor Beras Indonesia. Dibawah bimbingan MANGARA TAMBUNAN.

Beras merupakan salah satu komoditi pangan yang mempunyai arti penting dalam kehidupan bangsa Indonesia. Hal ini disebabkan keberadaannya sebagai makanan pokok bagi hampir seluruh bangsa Indonesia. Hampir 97 % penduduk Indonesia memiliki ketergantungan yang tinggi untuk mengkonsumsi beras sebagai makanan pokok utama. Selain merupakan negara pengkonsumsi beras, Indonesia juga merupakan negara produsen beras terbesar ke tiga di dunia. Hal ini didukung oleh kondisi alam, iklim, dan topografi yang mendukung dilakukannya usahatani padi di Indonesia. Indonesia pernah mencapai swasembada pangan pada tahun 1984 dan berhasil menjadi net eksportir beras, tetapi setelah periode swasembada tersebut produksi beras Indonesia berfluktuasi dengan laju pertumbuhan yang cenderung menurun sedangkan laju pertumbuhan konsumsi terus meningkat, sehingga Indonesia lebih sering tergantung pada impor untuk memenuhi kebutuhan beras domestiknya.

Selain melakukan impor beras, Indonesia juga melakukan ekspor beras. Fluktuasi pada produksi dan predikat Indonesia sebagai negara pengimpor beras mengakibatkan ekspor beras Indonesia cenderung menurun dan bahkan terhapus. Namun demikian pada tahun 2004 hingga 2005, ekspor beras meningkat cukup signifikan yaitu dari 4.495 ton pada tahun 2004 menjadi 44.285 ton pada tahun 2005. Hal ini memberikan harapan dan peluang bagi Indonesia untuk mempertahankan dan mengembangkan ekspor beras yang ada mengingat pada dasarnya Indonesia merupakan salah satu negara produsen beras terbesar.

Tujuan dari penelitian ini adalah: (1) menganalisis faktor- faktor yang mempengaruhi produksi beras Indonesia, (2) menganalisis faktor- faktor yang mempengaruhi ekspor beras Indonesia.

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu data time series selama peride waktu 30 tahun (1976-2005). Data tersebut diperoleh dari Badan Pusat Statistik, Departemen Pertanian, BULOG, dan Departemen Perdagangan. Model analisis data yang digunakan adalah model regresi berganda dengan persamaan tunggal. Persamaan ini diduga dengan menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS) dengan menggunakan program Minitab 14.

(3)

Hasil analisis regresi pada model produksi menunjukkan bahwa faktor-faktor ya ng mempengaruhi produksi beras Indonesia terdiri dari luas areal panen padi Indonesia, harga dasar gabah, pupuk urea, dan curah hujan. Dari hasil perhitungan didapatkan bahwa semua variabel yang digunakan berpengaruh nyata secara bersama-sama dalam peningkatan dan penurunan volume produksi beras Indonesia. Hasil analisis regresi menyatakan bahwa dari keempat variabel eksogen terdapat tiga variabel eksogen yang berpengaruh nyata terhadap produksi beras Indonesia, yaitu luas areal panen padi Indonesia (pada taraf 0,01), harga dasar gabah (0,01), dan pupuk urea (pada taraf 0,01). Sedangkan variabel eksogen yang tidak berpengaruh nyata adalah variabel curah hujan dengan nilai P value 0,815.

Hasil analisis regresi pada model ekspor menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi volume ekspor beras Indonesia terdiri dari produksi beras Indonesia, nilai tukar rupiah terhadap dollar, harga beras eceran, dan konsumsi beras per kapita. Dari hasil perhitungan didapatkan bahwa semua variabel yang digunakan berpengaruh nyata secara bersama-sama dalam peningkatan dan penurunan volume ekspor beras Indonesia. Hasil analisis regresi menyatakan bahwa dari keempat variabel eksogen terdapat dua variabel eksogen yang berpengaruh nyata terhadap volume ekspor beras Indonesia, yaitu produksi beras Indonesia (pada taraf 0,2) dan konsumsi beras per kapita (pada taraf 0,01). Sedangkan variabel eksogen yang tidak berpengaruh nyata adalah nilai tukar rupiah terhadap dollar dengan nilai P value 0,539 dan harga beras eceran dengan nilai P value 0,883.

Adapun saran dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) Menciptakan kebijakan yang mendukung pertanian di indonesia, misalnya dengan memberikan subsidi pup uk bagi para petani dengan cara yang bijak dan tepat sehingga tersedia dalam jumlah dan harga yang memadai, mengingat pupuk urea merupakan salah satu faktor utama yang mempengaruhi produksi beras Indonesia. Selain itu menetapkan kebijakan harga dasar gabah yang melindungi petani, sehingga hal tersebut memberikan insentif bagi petani untuk meningkatan produksi padi, (2) Perlu diupayakan peningkatan luas areal tanam padi untuk meningkatkan produksi padi Indonesia, sehingga produksi beras pun akan meningkat. Selain itu perlu diupayakan adanya diversifikasi pangan untuk mengurangi ketergantungan pada beras, (3) Membina, menjaga, dan mengembangkan pasar ekspor beras yang sudah ada. Mengorientasikan produksi beras bukan hanya untuk konsumsi tetapi juga untuk mulai mengembangkan ekspor beras, dan (4) Saran bagi penelitian selanjutnya adalah mencoba melakukan penelitian ini dengan metode two stage least square (2SLS) dengan menggunakan model persamaan simultan. Dapat juga mencoba dengan membagi rentang waktu penelitian antara waktu sebelum terjadinya krisis ekonomi dengan waktu setelah terjadi krisis ekonomi.

(4)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN EKSPOR BERAS INDONESIA

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Pada Fakultas Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh:

Marissa Ambarinanti A14303029

PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN

(5)

Judul : ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN EKSPOR BERAS INDONESIA

Nama : Marissa Ambarinanti NRP : A14303029

Menyetujui, Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Mangara Tambunan, MSc NIP. 130 345 010

Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, MAgr NIP. 131 124 013

(6)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI TULISAN ILMIAH PADA SUATU PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Mei 2007

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 26 Juni 1985. Penulis merupakan anak ke lima dari enam bersaudara pasangan Bapak Indarjo dan Ibu Juminten.

(8)

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur dan terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan kasihNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Analisis Faktor- faktor yang Mempengaruhi Produksi dan Ekspor Beras Indonesia. Skripsi ini disusun sebagai bagian dari persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor- faktor apa saja yang mempengaruhi produksi dan ekspor beras Indonesia. Selain itu, penelitian ini juga membahas perkembangan kondisi perberasan baik di Indonesia maupun dunia.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan skripsi mulai dari awal hingga akhir. Penulis berharap semoga hasil yang telah disajikan dalam skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, khususnya bagi penulis sendiri dan bagi yang berminat untuk melakukan penelitian lebih lanjut.

Bogor, Mei 2007

(9)

UCAPAN TERIMA KASIH

Selama menulis skripsi ini, penulis banyak mendapatkan pimpinan, bimbingan, bantuan, arahan, dan dukungan. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. TUHAN ALLAH sebagai Tuhan dan Juruselamat pribadi bagi penulis. 2. Prof. Dr. Ir. Mangara Tambunan, MSc sebagai dosen pembimbing skripsi

yang dengan penuh kesabaran membimbing, mendukung, dan memberikan kritik serta saran kepada penulis dalam menulis skripsi ini.

3. Dr. Ir. Harianto, MS sebagai dosen penguji utama yang telah memberikan kritik serta saran kepada penulis bagi kesempurnaan skripsi ini.

4. Ir. Murdianto, MSi sebagai dosen penguji wakil departemen yang telah memberikan kritik serta saran kepada penulis bagi kesempurnaan skripsi ini.

5. Keluarga terkasih, Ayah, Ibu, kakak-kakak, serta adik yang telah memberikan kasih sayang, doa, semangat dan dukungan kepada penulis selama proses belajar ini.

6. Keluarga terkasih, Papa Hadi, Mama Botty, Aldes, dan Dyota yang telah memberikan kasih sayang, doa, dukungan dan keceriaan kepada penulis selama proses belajar ini.

7. Bapak Rasidin Karo-karo Sitepu yang memberikan masukan dan bantuan kepada penulis dalam proses penyusunan skripsi.

(10)

Eprim, Robin, Roy Sinaga, dan Mas Sandi yang telah memberikan semangat, dukungan, dan bantuan kepada penulis

9. Eyang dan teman-teman yang tinggal bersama penulis di Wisma Rosa: Mbak Fitri, Dimmy, Via, Nitha, Pak Eko, Neny, ibu Yus, dan sebagainya. 10.Teman-teman dari EPS’ 40, EPS’ 41, EPS’ 39, AGB’ 40 dan AGB’41 11.Teman-teman di Komisi Kesenian PMK IPB.

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah... 6

1.3 Tujuan... 8

1.4 Kegunaan Penelitian... 8

1.5 Ruang Lingkup Penelitian dan Keterbatasan Penelitian ... 9

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA... 10

2.1 Beras Sebagai Pangan Pokok Utama ... 10

2.2 Penelitian Terdahulu ... 11

2.2.1 Penelitian Mengenai Beras ... 11

2.2.2 Penelitian Mengenai Produksi dan Ekspor Produk Pertanian... 15

2.2.3 Pemilihan Metode Analisis ... 17

2.2.4 Perbedaan Penelitian dengan Penelitian Terdahulu ... 20

BAB III. KERANGKA PEMIKIRAN ... 22

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis ... 22

3.1.1 Teori Penawaran dan Permintaan... 22

3.1.2 Fungsi Produksi... 27

3.1.3 Teori Perdagangan Internasional... 28

3.1.4 Fungsi Ekspor... 33

(12)

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional... 38

3.3 Hipotesis Penelitian... 42

BAB IV. METODE PENELITIAN ... 43

4.1 Jenis dan Sumber Data ... 43

4.2 Metode Analisis Data ... 44

4.2.1. Perumusan Model... 46

4.2.2. Pengujian Model dan Hipotesis ... 47

4.2.2.1 Goodness Of Fit (Kesesuaian Model) ... 47

4.2.2.2 Uji Statistik ... 47

4.2.2.2.1 Uji F... 48

4.2.2.2.2 Uji t... 49

4.2.2.2.3 Uji Normalitas ... 50

4.2.2.2.4 Uji Multikolinieritas ... 51

4.2.2.2.5 Uji Heteroskedastisitas ... 51

4.2.2.2.6 Uji Autokorelasi ... 52

4.2.2.2.7 Pengukuran Elastisitas ... 53

4.2.3 Model Alternatif ... 54

BAB V. POTENSI PRODUKSI DAN EKSPOR BERAS ... 56

5.1 Kondisi Perberasan Indonesia ... 56

5.1.1 Perkembangan Produksi Beras Indonesia ... 60

5.1.2 Perkembangan Konsumsi Beras Indonesia ... 63

5.1.3 Perkembangan Ekspor dan Impor Beras Indonesia ... 65

5.2 Kondisi Perberasan dunia ... 69

5.2.1 Perkembangan Produksi Beras Dunia ... 69

5.2.2 Perkembangan Konsumsi Beras Dunia ... 70

5.2.3 Perkembangan Ekspor dan Impor Beras Dunia ... 72

(13)

BAB VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI

DAN EKSPOR BERAS INDONESIA ... 78

6.1 Uji Empiris Model Ekonometrika Faktor- faktor yang Mempengaruhi Produksi Beras Indonesia ... 78

6.2 Uji Empiris Model Ekonometrika Faktor- faktor yang Mempengaruhi Ekspor Beras Indonesia... 84

6.3 Definisi Variabel yang Digunakan ... 90

BAB VII. KESIMPULAN DAN SARAN ... 92

7.1 Kesimpulan... 92

7.2 Saran ... 93

DAFTAR PUSTAKA ... 94

(14)

DAFTAR TABEL

Nomor Teks Halaman

1. Perkembangan Volume Ekspor Beras (Kg) Indonesia Berdasarkan

Negara Tujuan Tahun 2000-2004 ... 4

2. Perkembangan Produksi Beras, Luas Panen Padi, Produkstivitas, dan Ekspor Beras Tahun 2001-2005 ... 5

3. Produksi padi (GKG) menurut Pulau di Indonesia Tahun 2001- 2005 (000 ton) ... 61

4. Perkembangan Produk si Padi dan Beras Tahun 2000-2005 ... 62

5. Jumlah Penduduk dan Tingkat Konsumsi beras di Indonesia... 64

6. Perkembangan Volume dan Nilai Ekspor Beras Indonesia Tahun 2000-2005... 67

7. Produksi, Impor/Ekspor Beras (1000 Ton), dan Tingkat Swasembada dan Ketergantungan impor: Rataan 4 periode 1995-2005 ... 68

8. Produksi Beras Dunia Tahun 2001-2004 ... 70

9. Konsumsi Beras Dunia Tahun 1999/2000-2002/2003 ... 71

10. Perkembangan Ekspor Beras Dunia Tahun 2001-2004 ... 73

11. Perkembangan Impor Beras Dunia Tahun 2001-2004 ... 74

12. Perkembangan Harga Beras Domestik, Harga Beras Internasional, dan Nilai Tukar... 76

13. Hasil Pendugaan Persamaan Produksi Beras Indonesia... 80

(15)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Teks Halaman 1. Kurva Terjadinya Perdagangan Internasional ... 29 2. Kurva Terjadinya Perdagangan Internasional 2 ... 30 3. Mekanisme Pengaruh Kurs Terhadap Volume Ekspor ... 32 4. Pergerakan Harga Beras Domestik, Harga Beras Internasional, dan

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Teks Halaman

1. Lampiran 1. Produksi Padi, Produksi Beras, Luas Panen Padi,

Konsumsi Beras Domestik, dan Ekspor Beras Tahun 1976-2005 ... 98 2. Lampiran 2. Perkembangan Harga Dasar Gabah, Harga Eceran

Beras, Harga Beras Dunia, dan Nilai Tukar Rupiah ... 99 3. Lampiran 3. Hasil Analisis Regresi Fungsi Produksi Beras Indonesia.... 100 4. Lampiran 3. Uji Normalitas dan Uji Homoscedasticity Analisis Regresi Fungsi Produksi Beras Indonesia ... 101 5. Lampiran 4. Hasil Analisis Regresi Fungsi Ekspor Beras Indonesia... 102 6. Lampiran 5. Uji Normalitas dan Uji Homoscedasticity Fungsi Ekspor

(17)
(18)

1.1 Latar Belakang

Beras merupakan salah satu komoditi pangan yang mempunyai arti penting dalam kehidupan bangsa Indonesia dan memiliki sejarah panjang dalam kebijakan ekonomi politik Indonesia. Hal ini disebabkan keberadaannya sebagai makanan pokok bagi hampir seluruh rakyat Indonesia. Hampir 97 % penduduk Indonesia memiliki ketergantungan yang tinggi untuk mengkonsumsi beras sebagai makanan pokok utama. Oleh karena tingginya permintaan terhadap beras dan ketersediaannya yang relatif terbatas, maka beras dapat disebut sebagai komoditas ekonomi, bahkan beras juga sering dijadikan sebagai alat sosial dan politik.

(19)

Pada era orde baru, yaitu sekitar tahun 1960-an hingga awal 1990-an Indonesia termasuk salah satu negara yang berhasil mengantar sektor pertanian terutama beras dari keadaan kekurangan menuju swasembada beras. Pemenuhan kebutuhan sendiri ini berlangsung pada era 1980-an, bahkan pada tahun 1984 hingga tahun 1994 Indonesia adalah net-eksportir beras. Hal ini terjadi karena program Revolusi Hijau yang digalakkan pemerintah orde baru mulai tahun 1970.

Sebelum Revolusi Hijau, produktivitas padi di Indonesia lebih tinggi dari rata-rata Asia. Setelah penerapan teknologi Revolusi Hijau produktivitas padi Indonesia selalu berada di atas rata-rata Asia, akan tetapi setelah swasembada beras tercapai tahun 1984 senjang produktivitas padi Indonesia dengan rata-rata Asia semakin mengecil. Hal ini antara lain disebabkan mulai melandainya produktivitas padi Indonesia sedangkan produktivitas negara Asia lainnya terutama Cina dan Vietnam masih meningkat (Kasryno et al., 2002).

(20)

kapita penduduk Indonesia masih sekitar 122,76 kg/tahun. Idealnya, konsumsi per kapita penduduk Indonesia harusnya sebesar 80-90 kg/tahun (Suryana et al., 2001) .

Usaha untuk memenuhi kebutuhan beras dalam negeri terus dilakukan dengan mengimplementasikan berbagai program diantaranya Sistem Usahatani Berbasis Padi Berorientasi Agribisnis (SUTPA) pada 1995-1999, namun demikian kenaikan tersebut belum mencukupi kebutuhan cadangan beras nasional sehingga impor beras terus meningkat. Kelemahan dan kekurangan program tersebut terus diperbaiki dalam program selanjutnya, misalnya pada tahun 1998 lahir program Intensifikasi yang Berwawasan Agribisnis (Inbis), dan Peningkatan Mutu Intensifikasi (PMI). Program Ketahanan Pangan yang diluncurkan tahun 2000 disertai dengan pembenahan paradigma dalam rencana strategis pembangunan tanaman pangan tahun 2001-2004. Selain itu, Departemen Pertanian merancang dua program/proyek yaitu Program Pengembangan Agribisnis (PA) dan Program Peningkatan Ketahanan Pangan (PKP) (Situmorang, 2005).

(21)

beras dalam negeri. Indonesia menjadi negara pengimpor beras semenjak tahun 1988, dan merupakan salah satu negara pengimpor beras terbesar di dunia. Pada dekade lahirnya World Trade Organization (WTO) pada dekade 1990-1999 Indonesia mengimpor rata-rata 1,5 juta ton beras per tahun dan fenomena ini berlangsung hingga tahun 2003.

Selain melakukan impor beras, Indonesia juga melakukan ekspor beras untuk beras jenis-jenis tertentu. Indonesia mengekspor berasnya dalam bentuk (a) Broken rice (beras pecah); (b) Semi milled or wholly milled rice, whether or not polished or glazed (beras setengah giling atau giling penuh); (c) Husked (brown) rice (beras pecah kulit); dan (d) Rice in the husk (paddy or rough) (gabah). Negara tujuan ekspor beras Indonesia antara lain, Singapura, Malaysia, East Timor, dan Filipina, seperti yang terlihat dalam tabel 1.

Tabel 1. Perkembangan Volume Ekspor Beras (Kg) Indonesia Berdasarkan Negara Tujuan Tahun 2000-2004.

No Negara 2000 2001 2002 2003 2004*

1 Singapura 2.064 130 148.088 476.760 88.000 2 Malaysia 874 1.431 1.081.118 275.950 78.917 3 Timor-Timur 800 1.900 1.719.127 49.603 46 4 Filipina 0 1.444.500 2.412.823 34.200 0 5 Lainnya 4.667.198 3.777.325 5.958.449 397.666 803.953

Total 4670.936 5.222.424 11.319.605 1.234.179 970.916

Sumber: BPS, diolah Subdit Pemasaran Internasional Tanaman Pangan * : Data sampai bulan Juli 2004

(22)

dari 4.495 ton pada tahun 2004 menjadi 44.285 ton pada tahun 2005. Peningkatan ekspor beras pada tahun 2005 lebih disebabkan oleh adanya peningkatan pada harga beras dunia yaitu dari 225 US$/ton pada tahun 2004 menjadi 265 US$/ton dan peningkatan nilai tukar rupiah terhadap dollar dari Rp.9.290,00/US$ menjadi Rp.9.900/US$.

Tabel 2. Perkembangan Produksi Beras, Luas Panen Padi, Produkstivitas, dan Ekspor Beras Tahun 2001-2005

Tahun Produksi Beras Sumber: Badan Pusat Statistik dan Departemen Pertanian.

(23)

1.2 Perumusan Masalah

Indonesia merupakan negara agraris yang sangat berpotensi untuk memproduksi beras. Pertanian merupakan salah satu sumber daya alam terbesar yang dimiliki oleh Indonesia. Hampir seluruh masyarakat bermatapencaharian sebagai petani, hingga bangsa Indonesia dijuluki sebagai negara agraris. Keadaan alam, topografi, dan iklim yang ada di Indonesia sangat mendukung diupayakannya usahatani padi baik padi sawah maupun padi ladang.

Selama ini produksi beras Indonesia sangat berfluktuasi. Sekitar tahun 1984 pertania n Indonesia menjadi sorotan dunia, hal itu dikarenakan Indonesia mampu berswasembada beras. Namun demikian, tahun-tahun berikutnya hasil produksi beras Indonesia terus mengalami penurunan. Konsep pembangunan yang tidak berkelanjutan dan pengalihan sektor pembangunan ke sektor industri dianggap sebagai salah satu penyebabnya. Hal ini ditandai dengan banyaknya konversi lahan pertanian ke non pertanian yang menyebabkan luas areal tanam padi semakin berkurang. Selain faktor konversi lahan, jumlah penduduk Indonesia yang semakin bertambah setiap tahun secara langsung mengindikasikan peningkatan konsumsi penduduk. Selain itu faktor lain yang menyebabkan penurunan produksi beras Indonesia adalah fenomena penurunan rendemen beras. Penurunan rendemen beras menyebabkan menurunnya hasil dan total produksi padi dalam bentuk beras sehingga berdampak negatif baik dalam profitabilitas usahatani maupun produksi beras nasional (Suryana et al., 2001).

(24)

dalam pertanian, sebenarnya Indonesia tidak kalah dengan negara-negara produsen beras lainnya. Pembangunan pertanian yang dimulai dari hulu (saprotan, obat-obatan, pupuk, bibit, dll), kemudian on farm (cara bercocok tanam), sampai dengan hilir (pengolahan dan pemasaran), serta didukung dengan sarana pelayanan dan jasa diharapkan mampu meningkatkan sektor pertanian Indonesia. Sehingga pada tahun 2004, pertanian Indonesia mampu mengantarkan Indonesia mencapai produksi beras tertinggi selama republik Indonesia berdiri..

Perdagangan dunia akan lebih cenderung pada spesialisasi perdagangan, dalam arti suatu negara akan memperdagangkan produk-produk yang merupakan keunggulan komparatifnya. Sebagai negara yang memiliki keunggulan komparatif dalam memproduksi beras, Indonesia seharusnya memiliki peluang yang lebih besar dalam berswasembada beras dan mengekspor beras dibandingkan dengan negara-negara lainnya.

Pada kenyataannya Indonesia lebih sering tergantung pada impor untuk mencukupi kebutuhan berasnya, bahkan Indonesia dikategorikan sebagai negara besar dalam mengimpor beras. Keadaan tersebut menyebabkan resiko perkembangan ekspor beras Indonesia semakin lama semakin menurun bahkan terhapus.

(25)

adanya perbaikan dalam sektor pertanian khususnya padi, sehingga ekspor beras dapat dijadikan sebagai fenomena baru yang layak dipertahankan dan dikembangkan.

Selama ini produksi sektor pertanian tanaman pangan khususnya beras, hanya diorientasikan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi domestik dan tidak berorientasi untuk ekspor. Namun demikian peningkatan ekspor beras yang cukup signifikan pada tahun 2004 hingga 2005 memberikan harapan baru bagi Indonesia, dimana Indonesia sebagai negara produsen beras selayaknya mampu mempertahankan dan mengembangkan potensi produksi dan ekspor yang ada.

Berdasarkan kondisi tersebut, maka dapat ditarik suatu permasalahan yang menarik untuk dia nalisis, yaitu sebagai berikut:

1. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi produksi beras Indonesia? 2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi ekspor beras Indonesia?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi beras Indonesia 2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor beras Indonesia.

1.4 Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk:

(26)

beras selama kurun waktu 30 tahun yaitu pada periode 1976-2005, serta faktor- faktor yang mempengaruhi produksi dan ekspor beras Indonesia. 2. Sebagai sumber referensi, penyedia informasi, dan penambah wawasan

bagi mahasiswa dalam melakukan studi lanjutan.

3. Sebagai sarana bagi pengembangan wawasan dan pengaplikasian ilmu pengetahuan yang diperoleh penulis selama melakukan stud i di Institut Pertanian Bogor.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian dan Keterbatasan Penelitian

(27)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Beras Sebagai Pangan Pokok Utama

Beras adalah hasil olahan dari produk pertanian yang disebut padi (Oryza Sativa, L). Beras merupakan komoditas pangan yang dijadikan makanan pokok bagi bangsa Asia, khususnya Indonesia, Thailand, Malaysia, Vietnam, Jepang, dan Myanmar.

Pangan pokok adalah pangan yang muncul dalam menu sehari- hari, mengambil porsi terbesar dalam hidangan dan merupakan sumber energi terbesar. Sedangkan pangan pokok utama ialah pangan pokok yang dikonsumsi oleh sebagian besar penduduk serta dalam situasi normal tidak dapat diganti oleh jenis komoditas lain (khumaidi 1997).

Sebagai bahan pangan pokok, ketersediaan beras dalam jumlah dan kandungan gizi yang cukup memiliki arti penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Untuk itu ketersediaan beras perlu diupayakan kelestariannya dan keserasiannya dengan dinamika ekosistem tropik.

Menurut Dawe (1997) dan Tsujii (1998) dala m Amang dan Sawit (1999) karakteristik beras adalah sebagai berikut:

i. 90 persen produksi dan konsumsi beras dilakukan di Asia, hal ini berbeda dengan gandum dan jagung yang diproduksi oleh banyak negara di dunia. ii. Beras yang diperdagangkan di pasar dunia tipis (thin market) yaitu antara

(28)

negara. Semakin tidak stabilnya harga beras dunia (atau harga beras dalam negeri suatu negara), semakin besar tingkat self-sufficiency besar yang dianut oleh suatu negara, demikian juga rumah tangga tani di Asia.

iii. Harga beras sangat tidak stabil dibandingkan komoditas pangan lainnya, misalnya gandum.

iv. 80 % perdagangan beras dikuasai oleh enam negara yaitu Thailand, AS, Vietnam, Pakistan, Cina, dan Myanmar. Oleh karena itu pasar beras internasional tidak sempurna, harga beras akan ditentukan oleh kekuatan oligopoli tersebut.

v. Indonesia merupakan negara net importir terbesar beras pada peride tahun 1997-1998 yaitu sekitar 31% dari total beras yang diperdagangkan dunia. vi. Hampir banyak negara di Asia, memperlakukan beras sebagai wage goods dan political goods. Pemerintah akan goncang apabila harga beras tidak stabil dan tinggi.

2.2 Penelitian Terdahulu

2.2.1 Penelitian Mengenai Beras

(29)

domestik (yaitu Muncul, IR 64, IR I, IR II, IR III) terintegrasi lemah dengan harga ketiga jenis beras dunia tersebut. (2) tarif impor yang diterapkan oleh pemerintah dalam perdagangan beras ternyata meningkatkan harga beras di pasar beras domestik. Tetapi peningkatan harga tersebut tidak mampu menekan volume impor beras. (3) lonjakan volume impor yang terjadi pada tahun 1998 hanya berpengaruh nyata terhadap harga beras domestik varietas IR II, yang merupakan varietas dengan volume perdagangan terbanyak kedua setelah varietas IR 64.

Situmorang (2005) meneliti tentang faktor- faktor yang mempengaruhi produksi dan impor beras Indonesia. Situmorang mengemukakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi produksi dan impor beras Indonesia adalah jumlah penggunaan urea, harga impor beras, produksi padi, dan lag harga gabah; variabel jumlah penggunaan urea dan lag produktivitas berpengaruh nyata terhadap produktivitas. Impor beras Indonesia dipengaruhi oleh harga impor beras, produksi beras, jumlah penduduk, nilai tukar rupiah terhadap Dollar Amerika, dan lag impor beras; hanya variabel harga impor beras yang berpengaruh nyata terhadap impor beras Indonesia. Harga impor beras Indonesia dipengaruhi oleh harga beras dunia, tarif impor, dan lag harga impor; selain tarif impor semua variabel berpengaruh nyata terhadap harga impor beras Indonesia.

(30)

berpengaruh negatif; dimana ketika impor beras meningkat maka harga beras dalam negeri akan menurun tetapi memiliki respon yang inelastis baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Faktor- faktor yang mempengaruhi impor beras secara nyata adalah kebijakan perdagangan (penetapan tarif impor), harga terigu, harga beras impor dan harga beras dalam negeri; nilai tukar rupiah terhadap dollar AS, dan produksi beras nasional.

Menurut Azziz (2006), faktor-faktor yang mempengaruhi impor beras secara negatif adalah variabel produksi beras nasional, nilai tukar rupiah terhadap dollar AS, harga beras impor dan harga terigu. Sedangkan faktor- faktor yang mempengaruhi impor beras secara positif adalah harga beras dalam negeri, dan kebijakan impor beras dimana ketika impor beras dapat dilakukan tanpa dilakukan tanpa tarif impor, impor beras lebih besar daripada ketika tarif impor beras sudah diterapkan. Hasil tersebut menunjukkan bahwa kebijakan pemerintah dengan menerapkan tarif untuk impor beras sudah efektif dalam upaya mengurangi volume beras impor yang masuk ke Indonesia. Selain itu hasil ramalannya dengan model peramalan memperlihatkan trend yang menurun dan volume impor beras yang masuk menunjukkan besaran yang negatif. Hal tersebut menunjukkan bahwa Indonesia dalam lima periode ke depan tidak akan melakukan impor beras.

(31)

surplus menurun. Kebijakan tersebut merugikan petani kecil dan memperburuk distribusi pendapatan.

Hasil analisis Sitepu (2002) juga menunjukkan bahwa jumlah impor beras secara nyata dipengaruhi oleh harga impor (taraf nyata 10 persen), produksi beras Indonesia (taraf nyata 20 persen), stok beras awal tahun (taraf nyata 5 persen), jumlah penduduk (taraf nyata 10 persen). Sedangkan pengaruh dari GDP dan impor beras tahun lalu tidak berbeda nyata dari nol.

Mulyana (1998) melakukan penelitian yang berjudul ”Keragaan Penawaran dan Permintaan Beras Indonesia dan Prospek Swasembada menuj u Era Perdagangan Bebas: Suatu Simulasi”. Dalam analisisnya, produksi domestik disegregasikan ke dalam lima wilayah, yaitu Jawa dan Bali, Kalimantan, Sulawesi, Sumatera, dan sisa wilayah Indonesia sedangkan analisis permintaan dilakukan secara agregat nasional.

Model impor beras yang digunakan Mulyana (1998) menyertakan variabel harga beras domestik, harga beras impor, total produksi beras, stok beras awal tahun, nilai tukar rill rupiah terhadap dollar, bunga pinjaman Bulog dan impor beras tahun lalu sebagai variabel independen. Berdasarkan model impor yang terbentuk, diperoleh hasil bahwa impor beras responsif terhadap perubahan stok beras awal tahun, produksi beras, tren waktu dan impor beras tahun lalu, tetapi tidak responsif terhadap harga beras dan harga impor.

(32)

menunjukkan bahwa pasar beras diproteksi secara ketat. Selain itu, pada kenyataannya negara-negara importir dan eksportir beras utama sangat protektif terhadap pasar beras domestik masing- masing negara dan peran indonesia sebagai stabilitas dan destabilator pasar beras dunia relatif lebih besar. Ketidakstabilan pasar beras dunia, biaya impor yang besar pada krisis ekonomi dan potensi peningkatan produksi di luar Jawa dan Bali melalui pengembangan teknologi produksi dan pasca panen merupakan justifikasi bagi upaya swasembada beras pada masa mendatang.

Hasil simulasi menunjukkan bahwa kebijakan yang sama tidak selalu direspon dengan arah yang sama di tiap-tiap wilayah. Kombinasi antara liberalisasi perdagangan dan penghapusan peran Bulog akan lebih menurunkan produksi dan konsumsi beras dan swasembada beras tidak tercapai dalam jangka pendek. Hal ini mengindikasikan bahwa Indonesia belum siap dalam meliberalisasikan pasar berasnya. Dengan adanya liberalisasi perdagangan tersebut, Indonesia tidak bisa lagi mencapai swasembada absolut, tetapi akan menjadi net eksportir beras pda tahun 2013.

2.2.2 Penelitian Mengenai Produksi dan Ekspor Produk Pertanian

(33)

menunjukkan bahwa variabel- variabel yang berpengaruh nyata terhadap ekspor tomat segar Indonesia adalah ekspor tomat tahun sebelumnya, dan harga tomat domestik tahun sebelumnya pada taraf nyata 10 persen. Harga tomat ekspor tahun sebelumnya memiliki hubungan yang negatif dengan ekspor tomat, nilai ini tidak sesuai dengan nilai dugaan yang diharapkan dimana seharusnya harga tomat ekspor tahun sebelumnya memiliki hubungan yang positif dengan ekspor tomat.

Sambudi (2005) melakukan yang berjudul Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi dan Ekspor Kopi Arabika Indonesia. Data yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah data time series selama periode tahun 1992-2002. Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah model regresi linier berganda. Pada model penawaran produksi digunakan model fungsi Cobb-Douglas dan pada model fungsi penawaran ekspor digunakan model fungsi linier. Kedua model tersebut diduga dengan menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS).

Hasil pendugaan Sambudi menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi bahwa faktor- faktor yang mempengaruhi produksi kopi Arabika Indonesia adalah luas lahan, tenaga kerja, bibit, pupuk urea, dan pestisida. Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor kopi Arabika Indonesia harga ekspor, harga domestik, nilai tukar, produksi, dan lag ekspor.

(34)

digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang berupa data times series tahunan dari tahun 1996-2004 dan data cross section yang berupa data negara-negara importir nenas segar.

Lubis (2006) menggunakan metode deskriptif digunakan untuk melihat perkembangan ekspor nenas segar Indonesia, sedangkan model kuantitatif dengan analisis regresi data panel dengan Metode Fixed Effect digunakan untuk menganalisis faktor- faktor yang mempengaruhi ekspor nenas segar Indonesia. Hasil dugaan model nenas segar Indonesia dengan menggunakan Metode Fixes Effect menunjukkan bahwa variabel-variabel yang berpengaruh nyata terhadap ekspor nenas segar Indonesia adalah harga ekspor, produksi nenas, pendapatan per kapita negara- negara tujuan ekspor, volume ekspor dalam bentuk nenas segar olahan, dan volume nenas segar tahun sebelumnya.

2.2.3 Pemilihan Metode Analisis

(35)

dengan menggunakan program minitab 14. Dari hasil analisis diketahui bahwa faktor- faktor yang mempengaruhi volume impor ilegal daging sapi terdiri: pendapatan perkapita penduduk Indonesia, harga daging sapi impor, indeks trnsparansi, tarif, serta konsumsi daging sapi domestik, pada taraf nyata 1-15 persen. dari hasil perhitungan didapatkan bahwa semua variabel yang digunakan berpengaruh nyata dalam peningkatan dan penurunan volume impor ilegal untuk daging sapi, dimana variabel eksogen pembentuk model tersebut yang memiliki nilai elastis adalah konsumsi daging sapi domestik berpengaruh positif terhadap peningkatan volume impor ilegal, yang menindikasikan bahwa konsumsi domestik bersifat responsif terhadap peningkatan volume impor ilegal daging sapi.

Sedangkan faktor- faktor yang mempengaruhi volume impor ilegal susu dipengaruhi oleh faktor- faktor eksogen berupa, pendapatan perkapita Indonesia, produksi domestik, nilai tukar rupiah, indeks transparansi Indonesia, serta bea masuk (tarif) impor susu bubuk Indonesia. Hasil analisis menyatakan bahwa perkapita Indonesia, produksi domestik, indeks transparansi Indonesia, serta bea masuk (tarif) impor susu berpengaruh nyata pada taraf nyata 1-10 persen.

(36)

Dalam penelitiannya tersebut Novansi menggunakan data bulanan dari Januari 2002 sampai dengan Desember 2004. metode deskriptif untuk melihat perkembangan ekspor dan metode kuantitatif yaitu analisis regresi linier berganda untuk menganalisis faktor- faktor yang mempengaruhi volume ekspor beberapa buah-buahan penting Indonesia. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa perkembangan ekspor beberapa buah penting Indonesia seperti pisang, manggis, mangga, dan rambutan selama tahun 2002-2003 cenderung menurun. Sedangkan faktor- faktor yang mempengaruhi volume ekspor beberapa buah-buahan penting Indonesia menunjukkan tidak semua peubah bebas yang digunakan dalam model berpengaruh nyata terhadap volume ekspor.

Resmisari (2006) juga menggunakan regresi linier berganda untuk menganalisis faktor- faktor yang mempengaruhi ekspor teh PT Perkebunan Nusantara VIII. Variabel dependen yang digunakan adalah volume ekspor teh PTPN VIII ke masing- masing negara tujuan. Sedangkan variabel independen meliputi volume produksi, harga harga ekspor periode t, harga ekspor periode sebelumnya (t-1), harga kopi periode t, nilai tukar rupiah terhadap dollar, lag ekspor, dan nilai tukar negara tujuan terhadap dollar. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa variabel yang berpengaruh nyata pada taraf lima persen ke tiga negara tujuan adalah variabel harga ekspor periode t. Variabel tersebut juga bersifat elastis untuk setiap negara. Ini berarti bahwa variabel harga ekspor merupakan variabel yang perlu diperhatikan PTPN VIII untuk melakukan ekspor ke tiga negara.

(37)

beras Indonesia. Berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu, model regresi berganda dinilai lebih sederhana dan mampu menunjukkan berapa persen variabel dependen dapat dijelaskan oleh variabel independen. Selain itu model ini dapat melihat apakah variabel- variabel independennya berpengaruh nyata atau tidak terhadap variabel dependen dengan melihat uji-F dan uji-t, serta perhitungannya lebih sederhana. Metode ini diduga dengan Ordinary Least square (OLS). Oleh karena itu, penelitian mengenai faktor- faktor yang mempengaruhi produksi dan ekspor beras Indonesia menggunakan metode analisis yang sama, yaitu metode Ordinary Least square (OLS) dengan model regresi berganda.

2.2.4 Perbedaan Penelitian dengan Penelitian Terdahulu

(38)
(39)

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Teori Penawaran dan Permintaan

Penawaran suatu komoditi baik barang maupun jasa merupakan jumlah komoditi yang ditawarkan oleh produsen kepada konsumen dalam suatu pasar pada tingkat harga dan waktu tertentu. Lebih lanjut dikatakan bahwa antara harga dan jumlah yang ditawarkan ini mempunyai hubungan yang positif yaitu jika harga naik maka jumlah komoditi yang ditawarkan semakin banyak. Adapun sumber penawaran meliputi produksi pada waktu tertentu dan persediaan (stok) pada waktu sebelumnya.

Menurut Iswardono (1994), faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran suatu komoditi dapat digambarkan dengan fungsi sebagai berikut:

QSK = f (PK, PS, PI, G, T, TX) ... (1)

Dimana :

QSK = Penawaran komoditi

PK = Harga komoditi yang bersangkutan

PS = Harga komoditi substitusi dan komplementer

PI = Harga faktor produksi

G = Tujuan perusahaan

(40)

1. Harga komoditi yang bersangkutan (PK)

Suatu hipotesa dasar ekonomi menyatakan bahwa harga sejumlah komoditi mempunyai hubungan yang positif dengan jumlah yang ditawarkan yaitu semakin tinggi harganya semakin besar jumlah yang ditawarkan, cateris paribus. Hal ini karena peningkatan harga komoditi menyebabkan peningkatan keuntungan yang akan memacu peningkatan produksi maupun penjualan hasil produksinya. Jadi peningkatan harga dari suatu komoditi akan menyebabkan peningkatan penawaran komoditi tersebut. Dengan demikian perubahan harga suatu komoditi akan menyebabkan pergerakan sepanjang kurva penawaran.

2. Harga komoditi substitusi dan komplementer (PS)

Berbagai komoditi dapat disubstitusi dan juga memiliki komoditi pendukung, baik dalam produksi maupun konsumsi. Perubahan harga pada komoditi substitusi dan komplementer akan mempengaruhi jumlah penawaran pada komoditi yang bersangkutan. Peningkatan harga komoditi substitusi akan menyebabkan berkurangnya jumlah penawaran komoditi bersangkutan. Dan sebaliknya, penurunan harga komoditi substitusi akan menyebabkan peningkatan jumlah penawaran komoditi yang bersangkutan. Sedangkan penurunan pada harga komoditi komplementer akan menyebabkan penurunan pula pada jumlah penawaran komoditi yang bersangkutan, sebaliknya peningkatan pada harga komoditi komplementer akan menyebabkan peningkatan komoditi yang bersangkutan.

3. Harga faktor produksi (PI)

(41)

diterima perusahaan akan berkurang. Hal ini menyebabkan perusahaan akan mengurangi jumlah produksinya. Dari hal ini dapat disimpulkan bahwa peningkatan harga faktor produksi yang digunakan untuk memproduksi suatu komoditi, akan menyebabkan berkurangnya jumlah komoditi ya ng ditawarkan. 4. Tujuan perusahaan (G)

Jumlah komoditi yang ditawarkan juga tergantung apa tujuan perusahaan. Tujuan suatu perusahaan tidak semata- mata memaksimumkan keuntungan saja. Jika perusahaan lebih meme ntingkan volume produksi, perusahaan dapat menghasilkan dan menjual lebih banyak.

5. Tingkat penggunaan teknologi (T)

Teknologi berkorelasi positif dengan jumlah yang ditawarkan. Jika perusahaan menggunakan teknologi baru, fungsi produksi akan bergeser ke atas yang berarti produksi meningkat dan kur va biaya akan bergeser ke bawah yang berarti biaya produksi berkurang. Keuntungan yang akan diperoleh menjadi lebih besar. Jadi dapat disimpulkan, jumlah komoditi yang ditawarkan dipengaruhi oleh tingkat penggunaan teknologi dalam proses produksinya.

6. Pajak dan subsidi (TX)

(42)

Penawaran pasar dari suatu komoditi merupakan fungsi dari harga komoditi itu sendiri dengan koefisien arah (slope) yang positif. Jika harga komoditas tersebut naik maka jumlah komoditas yang ditawarkan akan meningkat. Sebaliknya, jika harga komoditas tersebut menurun maka jumlah komoditi yang ditawarkan akan menurun. Perubahan pada harga komoditi tersebut menyebabkan pergerakan sepajang kurva penawaran. Sedangkan pengaruh dari perubahan harga faktor produksi, teknologi, dan tujuan perusahaan adalah faktor yang dapat menggeser kurva penawaran.

Menurut Pappas dan Hirschey (1995) dalam Purnamasari (2005), permintaan adalah sejumlah barang atau jasa yang rela dan mampu dibeli oleh konsumen selama periode tertentu, yang dapat digambarkan dengan fungsi berik ut:

QDK = f (PK, PS, I, S, JP) ... (2)

Dimana :

QDK = Permintaan komoditi

PK = Harga komoditi itu sendiri

PS = Harga komoditi lain

I = Pendapatan S = Selera

JP = Populasi penduduk 1. Harga komoditi itu sendiri (PK)

(43)

2. Harga komoditi lain (PS)

Perubahan harga komoditi substitusi akan mempengaruhi permintaan atas komoditi yang bersangkutan secara positif. Kenaikan harga komoditi substitusi akan meningkatkan permintaan atas komoditi yang bersangkutan, dan sebaliknya. Sedangkan perubahan harga barang komplementer dapat mengubah permintaan komoditi yang bersangkutan secara negatif. Semakin tinggi harga barang komplementer, semakin rendah permintaan atas komoditi yang bersangkutan. 3. Pendapatan (I)

Kenaikan pendapatan cenderung meningkatkan permintaan untuk komoditi yang berupa barang normal, dan sebaliknya.

4. Selera (S)

Salah satu hal yang berpengaruh terhadap permintaan adalah selera. Perubahan selera terjadi dari waktu ke waktu, dan cepat atau lambat akan meningkatkan permintaan pada periode tertentu dan tingkat harga tertentu.

5. Populasi penduduk (JP)

Peningkatan jumlah penduduk dapat meningkatkan permintaan atas suatu komoditi. Hal ini diakibatkan semakin banyak jumlah penduduk maka semakin banyak konsumen yang menginginkan suatu komoditi.

(44)

3.1.2 Fungsi Produksi

Suatu proses produksi melibatkan suatu hubungan yang erat antara faktor-faktor produksi yang digunakan dengan produk yang dihasilkan. Produksi adalah tindakan dalam membuat komoditi, baik berupa barang maupun jasa (Lipsey, 1993). Dalam pertanian, proses produksi begitu kompleks dan terus- menerus berubah seiring dengan kemajuan teknologi.

Menurut Salvator (1997), fungsi produksi merupakan hubungan matematis antara input dan output. Menurut Doll and Orazem (1984), fungsi produksi selain menggambarkan hubungan antara input dan output, juga menggambarkan tingkat dimana sumberdaya diubah menjadi produk. Ada banyak hubungan input dan output dalam pertanian karena input yang diubah menjadi output akan berbeda-beda di antara tipe tanah, hewan, teknologi, curah hujan, dan faktor lainnya. Tiap hubungan input output menggambarkan kuantitas dan kualitas yang berbeda dari sumberdaya yang dibutuhkan untuk menghasilkan produk tertentu. Nicholson (2002) dalam Purnamasari (2005) menyatakan bahwa fungsi produksi memperlihatkan jumlah maksimum sebuah barang yang dapat diproduksi dengan menggunakan kombinasi alternatif antara modal (K) dan Tenaga kerja (L).

Sebuah fungsi produksi dapat digambarkan dengan cara yang berbeda; dalam bentuk tertulis, menyebutkan dan menggambarkan tiap input yang berhubungan dengan output; dengan membuat daftar input dan hasil output secara numerik dalam tabel; dalam bentuk grafik atau diagram; dan dalam bentuk persamaaan aljabar. Menurut Doll and Orazem (1984), secara matematis fungsi produksi dapat ditulis sebagai berikut:

(45)

Dimana Y adalah output dan X1, ..., Xn adalah input- input yang berbeda yang terlibat dan ambil bagian dalam produksi Y. Simbol f menggambarkan bentuk hubungan dari input menjadi output.

3.1.3 Teori Perdagangan Internasional

Perdagangan antar negara atau perdagangan internasional sudah ada sejak dahulu namun masih dalam jumlah dan ruang lingkup yang terbatas. Seiring dengan pertambahan jumlah penduduk dan meningkatnya taraf kehidupan yang bersamaan dengan kemajuan teknologi informasi menyebabkan peningkatan kebutuhan masyarakat. Peranan perdagangan internasional sangat penting, karena pada saat ini tidak ada satu negara pun yang berada dalam kondisi autarki, yaitu negara yang hidup terisolasi, tanpa mempunyai hubungan perdagangan dengan negara lain.

Terdapat beberapa hal yang mendorong terjadinya perdagangan internasional diantaranya keterbatasan suatu negara dalam sumberdaya alam, sumberdaya modal, tenaga kerja, dan teknologi. Perbedaan dalam penawaran dan permintaan antar negara juga turut menyebabkan terjadinya perdagangan internasional.

Teori perdagangan internasional me ngkaji dasar-dasar terjadinya perdagangan internasional serta keuntungan yang diperolehnya. Kebijakan perdagangan internasional membahas alasan-alasan serta pengaruh pembatasan perdagangan, serta hal- hal yang menyangkut proteksionisme baru (new protectionism) (Salvator, 1997).

(46)

negara A (sebelum terjadinya perdagangan) relatif lebih rendah bila dibandingkan dengan harga domestik di negara B (Gambar 1 ). Struktur harga yang relatif lebih rendah di negara A tersebut disebabkan karena adanya kelebihan penawaran (excess supply) yaitu produsi domestik melebihi konsumsi domestik, sebesar BE. Dalam hal ini faktor produksi di negara A relatif berlimpah. Dengan demikian negara A mempunyai kesempatan menjual kelebihan produksinya ke negara lain. Negara B mengalami kekurangan suplai beras karena konsumsi domestiknya melebihi produksi domestik (excess demand), sebesar B’E’ sehingga harga menjadi lebih tinggi. Pada kesempatan ini negara B berkeinginan untuk membeli komoditi beras dari negara lain yang harganya lebih murah.

Px/Py Px/Py Px/Py

Sa Sw Sb

Ekspor A” Pb

B E Pw E* B’ A’ E’

Pa A A* D Impor Db

0 Da

Negara A Perdagangan Internasional Negara B Gambar 1. Kurva Terjadinya Perdagangan Internasional

Sumber: Salvatore, 1997

(47)

sedangkan di negara B adalah sebesar Pb. Suplai di pasar internasional akan terjadi

jika harga internasional lebih besar dari Pa, sedangkan permintaan di pasar

internasional akan terjadi jika harga internasional lebih rendah dari Pb. Pada saat

harga internasional sama dengan Pw maka di negara B terjadi kelebihan

permintaan sebesar B’E’, sedangkan di negara A terjadi kelebihan suplai sebesar BE. Perpaduan antara kelebihan penawaran di negara A dan kelebihan permintaan di negara B akan menentukan harga yang terjadi di pasar internasional, yaitu sebesar Pw. Dengan adanya perdagangan tersebut maka negara A akan

mengekspor beras sebesar BE, dan negara B akan mengimpor beras sebesar B’E’. Negara A Perdagangan Internasional Negara B

Sb

Sa Sw Sw1 Db

Da Sa1 E* Eb

Pw1 E**

Pa

Pa1

B F E G 0 Q1 Q2 F’ B’ E’ G’

Gambar 2. Kurva Terjadinya Perdagangan Internasional 2.

Sumber: Salvator, 1997.

(48)

dari Sa menjadi Sa1. Pergeseran kurva penawaran ke kanan dapat disebabkan

karena terjadinya peningkatan produksi.

Pergeseran kurva penawaran Sa menjadi Sa1 menyebabkan harga domestik

menjadi turun. Oleh karena harga domestik relatif lebih rendah dibandingkan dengan harga internasional maka secara ekonomis adalah lebih menguntungkan bila mengekspor, dan ini ditunjukkan oleh pergeseran kurva penawaran ekspor dari Sw menjadi Sw1. akibatnya harga di pasar internasional turun menjadi di

bawah P menjadi Pw1. penurunan harga di pasar internasional ini menyebabkan

permintaan domestik di negara B meningkat, sehingga akan terjadi pningkatan jumlah impor menjadi F’G’ oleh negara B yang besarnya sama dengan jumlah peningkatan ekspor oleh negara A menjadi FG. Kenaikan ekspor impor ini ditunjukkan dalam perdagangan dunia yang meningkat dari 0Q1 menjadi 0Q2.

Mekanisme perdagangan internasional dapat dilihat pada gambar 2.

(49)

Pengeluaran E Pengeluaran aktual

? NX

Pengeluaran direncanakan

Kurs e Kurs, e

e1 e1

e2 e2

NX1 NX2 (ekspor bersih) Y1 Y2 (output)

Sw Db Sb

Da Sa

P Sw1

Dw

F B E G 0 Q1 Q2 F’ B’ E’ G’ Negara A Perdagangan Internasional Negara B

(50)

Seandainya di negara A terjadi deperesiasi kurs yang terlihat pada penurunan kurs dari e1 menjadi e2. Penurunan kurs yang terjadi ini menyebabkan

terjadinya peningkatan output pada kurva IS. Peningkatan output ini terjadi karena adanya peningkatan ekspor bersih sebagaimana ditunjukkan pada gambar perpotongan Keynesian. Oleh karenanya dapat disimpulkan bahwa penurunan kurs (depresiasi) menyebabkan terjadinya peningkatan volume ekspor.

Selanjutnya dapat dijelaskan pula bagaimana mekanisme peningkatan volume ekspor yang disebabkan penurunan kurs pada gambar perdagangan internasional. Semula sebelum terjadinya penurunan kurs, besarnya nilai excess supply di negara A sebesar BE. Setelah terjadinya penurunan kurs menyebabkan terjadinya peningkatan excess supply menjadi FG. Kondisi ini mengakibatkan kurva suppy dunia mengalami pergeseran dengan titik awal yang sama. Pergeseran kurva supply dunia dari Sw menjadi Sw1 menyebabkan tingkat harga

dunia yang terjadi lebih rendah dan volume perdagangan internasional meningkat dari 0Q1 menjadi 0Q2. negara pengimpor merespon perubahan harga ini dengan

meningkatkan jumlah impornya. Besarnya volume ekspor negara A setelah depresiasi kurs (FG) sama dengan besarnya volume impor negara B (F’G’). 3.1.4 Fungsi Ekspor

Ekspor suatu negara merupakan selisih produksi domestik dikurangi konsumsi domestik ditamb ah dengan stok pada akhir tahun lalu, secara matematis dapat digambarkan sebagai berikut:

(51)

Dimana:

Xt = Jumlah ekspor tahun ke t

PBt = Jumlah produksi domestik pada tahun ke t KBt = Jumlah konsumsi domestik pada tahun ke t

SBt-1 = jumlah stok awal tahun ke t atau akhir tahun lalu (tahun ke t-1)

Jumlah produksi beras tahun ke t (PBt) pada dasarnya ditentukan input-inputnya yaitu luas areal panen padi (LPt), penggunaan pupuk urea (PUt), iklim yang terjadi selama satu tahun dan dalam hal ini adalah curah hujan rata-rata (CHt), dan penggunaan teknologi (yang ditunjukkan oleh produktivitas (PVt)).

Dengan melihat faktor-faktor tersebut maka fungsi produksi dapat dituliskan sebagai berikut:

PBt = f (LPt, PUt, CHt, PVt,) ... (5) Produksi yang dihasilkan tersebut sebagian besar akan dikonsumsi mengingat jumlah penduduk yang besar sehingga kebutuhan pangan pun besar. Besar konsumsi tersebut (KBt) tergantung pada harga beras domestik (HEt), Jumlah penduduk (JPt), Pendapatan per kapita (YPt), harga komoditi substitusi (dalam hal ini jagung (HJt)) dan selera (yang ditunjukkan oleh konsumsi per kapita (CPt)). Dengan demikian maka fungsi konsumsi dapat dituliskan sebagai berikut :

KBt= f (HEt, JPt, YPt, HJt, CPt) ... (6) Dari penjelasan-penjelasan tersebut maka ekspor (Xt) suatu komoditi

(52)

Selain dipengaruhi oleh faktor- faktor dalam negeri, jumlah ekspor tahun ke t juga dipengaruhi oleh faktor- faktor yang berasal dari luar negeri. Ada dua faktor yang berpengaruh terhadap jumlah ekspor tahun ke t yaitu tingkat nilai tukar (Exchange Rate (ERt)), dan harga beras internasional (HDt). Dengan demikian maka fungsi ekpor menjadi :

Xt= f (LPt, PUt, CHt, PVt, HEt, JPt, YPt, HJt, CPt,SBt, ERt, HDt)...(8)

Berdasarkan teori tersebut di atas maka pada saat fungsi ekspor tersebut digunakan pada komoditas beras pada penelitian ini ada beberapa peubah yang dikeluarkan dari fungsi ekspor karena diduga berpengaruh sangat kecil dan ada peubah yang sulit diduga. Selain itu juga karena ketidaktersediaan data yang diperlukan. Beberapa variabel yang tidak dimasukkan dalam analisis yaitu:

1. Luas Panen Padi (LPt), curah hujan (CHt), pupuk urea (PUt), harga dasar gabah (HGt), stok beras (SBt), dan teknologi atau produktivitas (PVt).

Pada penelitian ini, variabel- variabel seperti luas panen padi (LPt), curah hujan (CHt), pupuk urea (PUt), stok beras (SBt), dan teknologi atau produktivitas (PVt) sudah terwakili oleh variabel produksi beras (PBt), sehingga tidak perlu dimasukkan kembali ke dalam model persamaan ekspor.

2. Jumlah penduduk (JPt), pendapatan per kapita (YPt), dan konsumsi beras domestik (KBt).

(53)

3. Harga komoditi substitusi atau harga jagung (HJt)

Variabel harga komoditi substitusi atau harga jagung (HJt) tidak dimasukkan ke dalam model persamaan karena diduga berpengaruh sangat kecil terhadap volume ekspor beras Indonesia.

4. Harga beras interna sional atau harga beras dunia (HDt)

Variabel harga beras internasional (HDt) tidak dimasukkan ke dalam persamaan karena variabel tersebut sudah terwakili oleh adanya variabel nilai tukar rupiah terhadap dollar (ERt). Nilai tukar rupiah terhadap dollar (ERt) menyatakan berapa besar nilai rupiah yang harus dikorbankan untuk mendapatkan dollar Amerika Serikat, yang dinyatakan dengan satuan rupiah per dollar AS (Rp/US$). Nilai tukar ini menggambarkan daya saing suatu negara dalam melakukan perdagangan internasional. Pada saat nilai tukar rupiah meningkat yang berarti nilai rupiah melemah, maka secara teori permintaan terhadap dollar meningkat sehingga peningkatan permintaan terhadap dollar akan meningkatkan ekspor.

Dari teori tersebut maka fungsi ekspor dapat dirumuskan sebagai berikut: Xt = f (PBt, ERt, HEt, CPt ) ... (9)

Sedangkan fungsi produksi dapat dirumuskan sebagai berikut:

PBt = f (LPt, HGt, PUt, CHt) ... (10) 3.1.5 Analisis Regresi Berganda

(54)

yang menjelaskan (variabel independen). Model regresi yang terdiri lebih dari satu variabel independen disebut model regresi berganda (Gujarati, 1991).

Pendekatan yang paling umum digunakan dalam menentukan garis yang paling cocok disebut Metode Kuadrat Terkecil atau Ordinary Least Square (OLS). Metode kuadrat terkecil digunakan untuk menghitung persamaan garis lurus yang meminimisasi jumlah kuadrat jarak antara titik data X-Y dengan garis ya ng diukur ke arah vertikal Y. Dengan menggunakan OLS, dapat diperoleh intersep dan slope sehingga diperoleh garis regresi yang menunjukkan trend data secara baik.

Dalam mengevaluasi apakah model ya ng digunakan sudah baik atau belum, terdapat beberapa kriteria ya ng memerlukan pengujian secara statistik. Indikator untuk melihat kebaikan model adalah R2, F-hitung, dan t-hitung.ukuran ini digunakan untuk menunjukkan signifikan atau tindakannya model yang diperoleh secara keseluruhan.

(55)

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional

Beras merupakan komoditas pangan yang dijadikan sebagai bahan pangan utama oleh sebagian besar penduduk Asia, termasuk Indonesia. Pangan adalah kebutuhan yang paling mendasar dari suatu bangsa, sehingga dalam keberlangsungannya ketersediaan beras menjadi hal yang sangat penting bagi suatu negara.

Negara Indonesia merupakan negara produsen utama beras ke tiga di dunia. Hal tersebut didukung oleh keadaan alam di Indonesia yang sangat potensial untuk menanam padi. Namun demikian negara- negara produsen beras lainnya seperti Vietnam dan Thailand telah mampu berswasembada beras, bahkan menjadi eksportir beras utama pada tahun 2002 sampai sekarang. Sedangkan Indonesia yang memiliki lahan lebih luas dari Thailand dan Vietnam sulit sekali mempertahankan swasembada beras yang pernah dicapai pada tahun 1984 bahkan Indonesia cenderung lebih sering bergantung pada impor beras untuk memenuhi kebutuhan pangan berasnya.

Selain melakukan impor beras, Indonesia juga melakukan ekspor beras untuk beras jenis tertentu. Produksi beras di Indonesia berfluktuasi dengan laju pertumbuhan yang cenderung semakin menurun. Produksi beras ya ng berfluktuasi tersebut mempengaruhi ekspor beras Indonesia. Sehingga dengan ketidakstabilan produksi beras dalam negeri, ekspor beras Indonesia cenderung menurun dan bahkan terhapus.

(56)

Indonesia me mang memiliki potensi untuk memproduksi beras. Indonesia yang memiliki keunggulan komparatif dalam memproduksi beras seharusnya mampu meningkatkan produksinya dan mulai berusaha untuk mengembangkan ekspor beras yang sudah ada.

Oleh karena itu kebutuhan unt uk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi produksi beras Indonesia dan faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor beras Indonesia tersebut penting untuk dilakukan guna mengetahui kebijakan strategi yang dapat dilakukan oleh pemerintah Indonesia untuk meningkatkan produksi beras Indonesia dan ekspor beras yang sudah ada.

Pada dasarnya produksi beras merupakan perkalian antara faktor rendemen beras (konversi beras) dengan produksi padi. Berdasarkan pada komponen input yang digunakan dalam usahatani padi dan insentif bagi petani untuk menanam padi, produksi beras Indonesia diduga dipengaruhi oleh luas areal panen padi, harga dasar gabah, pupuk urea, dan curah hujan. Produksi padi pada dasarnya tergantung pada luas areal panen padi dan produktivitas padi. Sehingga variabel luas areal panen padi merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi produksi beras Indonesia. Sedangkan harga dasar gabah merupakan harga yang dapat memberikan insentif bagi petani untuk menanam padi, sehingga ketika harga dasar gabah akan meningkat, produksi beras pun akan meningkat.

(57)

produktivitas padi yang dihasilkan dan akan mempengaruhi produksi beras Indonesia, sedangkan curah hujan merupakan suatu iklim yang sangat mendukung usahatani padi.

Sedangkan ekspor beras Indonesia diduga dipengaruhi oleh produksi beras, nilai tukar, harga eceran beras atau harga beras domestik, dan konsumsi beras per kapita. Produksi beras dan konsumsi beras per kapita diduga merupakan faktor yang mempengaruhi ekspor karena ekspor beras dilakukan pada saat terjadi surplus produksi. Variabel konsumsi beras per kapita menunjukkan besarnya selera masyarakat dalam mengkonsumsi beras, dan dapat mewakili variabel konsumsi beras domestik. Sedangkan harga beras eceran atau harga beras domestik dijadikan pertimbangkan karena harga eceran diduga mempengaruhi keputusan ekspor, dimana ketika harga beras eceran meningkat, insentif utuk melakukan ekspor akan berkurang karena akan lebih menguntungkan jika menjual beras di pasar domestik.

(58)

Bagan 1. Alur Kerangka Berpikir

Indonesia Sebagai Produsen Beras

Fluktuasi ekspor yang cenderung menurun

Pendugaan faktor- faktor yang Mempengaruhi Produksi Beras

Indonesia

Pengujian terhadap Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi dan Ekspor Beras

Indonesia

Hasil Dugaan: Faktor Dominan yang Mempengaruhi Produksi dan

Ekspor Beras Indonesia

Pendugaan faktor- faktor yang Mempengaruhi Ekspor Beras

Indonesia

Analisis Regresi Berganda Selain melakukan impor

juga melakukan ekspor beras

Fluktuasi Produksi beras

(59)

3.3 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan pada kerangka pemikiran yang ada, maka hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi produksi beras Indonesia adalah luas areal panen padi, harga dasar gabah, pupuk urea, dan curah hujan. Dimana semua variabel tersebut memiliki korelasi positif terhadap produksi beras Indonesia.

(60)

IV. METODE PENELITIAN

4.1 Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang berupa data time series. Data time series meliputi data tahunan selama 30 tahun (tahun 1976-2005). Semua data yang dikumpulkan diperoleh dari Departemen Pertanian, Departemen Perdagangan, Badan Pusat Statistik, Badan Urusan Logistik, dan Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi, serta literatur-literatur dan situs-situs yang terkait dengan penelitian ini.

Penelitian ini dilakukan di Jakarta dan Bogor. Lokasi penelitian ini ditentukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa di Jakarta dan Bogor terdapat instansi- instansi terkait seperti Departemen Pertanian, Departemen Perdagangan, Badan Pusat Statistik, Badan Urusan Logistik, dan Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi yang menyediakan kebutuhan data yang diperlukan dalam penelitian. Pengumpulan data dilakukan selama bulan Februari sampai Maret 2007.

(61)

dollar (Rp/US$), harga beras dunia (US$/ton), dan indeks harga konsumen Indonesia.

4.2 Metode Analisis Data

Metode yang digunakan untuk untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi dan ekspor beras Indonesia adalah metode kuantitatif dengan menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS) dengan model regresi linier berganda. Proses pengolahan data dilakukan dengan menggunakan software Microsoft Excel dan Minitab 14. Sedangkan metode deskriptif dalam penulisan digunakan untuk memberikan penjelasan tentang gambaran umum perkembangan perberasan, baik di Indonesia maupun di dunia. Selain itu metode deskriptif juga digunakan untuk menginterpretasi data.

Model yang digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi dan ekspor beras Indonesia adalah model regresi berganda dengan persamaan tunggal karena bentuk ini mampu menunjukkan berapa persen variabel dependen dapat dijelaskan oleh variabel independen dengan nilai R2. Selain itu model ini dapat melihat apakah variabel- variabel independennya berpengaruh nyata atau tidak terhadap variabel dependen dengan melihat uji-F dan uji- t serta perhitungannya lebih sederhana. Bentuk umum dari fungsi regresi tersebut adalah:

Y = ao + ? ai Xi + Ei

Dimana:

(62)

ai = parameter penduga Xi

Xi = variabel independen yang menjelaskan variabel Y

Ei = pengaruh sisa (error term)

Model tersebut diduga dengan Metode Kuadrat Terkecil Biasa (Ordinary Least Square/ OLS) yang didasarkan pada asumsi-asumsi berikut (Supranto (1984) dalam Resmisari (2006)):

1. Nilai rata-rata kesalahan pengganggu sama dengan nol, yaitu E (ei) = 0 untuk

i = 1, 2, 3, ..., n

2. Varian (ei) = E (ej) = s2, sama untuk semua kesalahan pengganggu

(homoskedastisitas).

3. Tidak ada autokorelasi antara kesalahan pengganggu berarti kovarian (ei, ej) =

0, i ? j.

4. Variabel bebas Xi, X2, ..., Xk konstan dalam sampling yang terulang dan bebas

terhadap kesalahan pengganggu, E (Xi, ei) = 0.

5. Tidak ada kolinearitas ganda di antara variabel bebas X.

6. ei ˜ N (0 ; s2), artinya kesalahan pengganggu mengikuti distribusi normal

dengan rata-rata nol dan varian s2.

(63)

4.2.1. Perumusan Model

Berdasarkan pada kerangka pemikiran teoritis, dan berbagai spesifikasi model yang telah dicoba, maka model ekonometrik produksi dan penawaran ekspor beras Indonesia secara umum diduga sebagai berikut:

PBt = a0 + a1 LPt + a2 HGt + a3 PUt + a4 CHt + εt ... (9)

Xt= a0 + a1 PBt + a2 ERt + a3 HEt + a4 CPt +εt ... (10)

Dimana:

Xt = volume ekspor beras Indonesia (ton)

PBt = produksi beras Indonesia (ton)

LPt = luas areal panen padi Indonesia (Ha) HGt = harga dasar gabah (Rp/kg)

PUt = pupuk urea (Kg/Ha)

CHt = curah hujan rata-rata (mm/tahun)

ERt = nilai tukar rupiah terhadap dollar AS (Rp/US$)

HEt = harga beras domestik atau harga beras eceran (Rp/kg) CPt = konsumsi beras domestik (kg/cap/tahun)

a0 = intersep

ai = koefisien regresi (i = 1, 2, 3, ...)

εt = error

Nilai koefisien regresi yang diharapkan untuk model produksi adalah: a1, a2, a3, dan a4 dan > 0

(64)

4.2.2 Pengujian Model dan Hipotesis

4.2.2.1 Goodness Of Fit (Kesesuaian Model)

Goodness Of Fit (kesesuaian model) dihitung dengan nilai koefisien determinasi (R2). Koefisien determinasi (R2) bertujuan untuk mengukur keragaman variabel dependen yang dapat diterangkan oleh variabel independen. R2 menunjukkan besarnya pengaruh semua variabel independen terhadap variabel dependen. Koefisien determinasi dapat dirumuskan sebagai berikut:

R2 =

Selang R2 yang digunakan adalah 0<R2<1. R2 = 1 berarti semua variasi respon dari variabel dapat dijelaskan dengan fungsi regresi, sedangkan R2 = 0 berarti tidak satupun variasi pada variabel dapat dijelaskan oleh fungsi regresi. Dalam kenyataannya nilai R2 berada dalam selang 0 sampai 1 dengan intrepretasi relatif terhadap ekstrim 0 dan 1. Nilai koefisien determinasi semakin mendekati 1, maka model tersebut semakin baik.

4.2.2.2 Uji Statistik

(65)

4.2.2.2.1 Uji F

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah semua variabel independen secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel dependen. Pengujian yang dilakukan menggunakan distribusi F dengan membandingkan antara nilai kritis F dengan nilai F-hitung yang terdapat pada hasil analisis.

Langkah- langkah analisis dalam pengujian hipotesis terhadap variasi nilai variabel dependen yang dapat dijelaskan oleh variasi nilai variabel independen adalah sebagai berikut:

1. Perumusan Hipotesis

H0 = variasi perubahan nilai variabel independen tidak dapat menjelaskan

variasi perubahan nilai variabel dependen.

H1 = variasi perubahan nilai variabel independen dapat menjelaskan variasi

perubahan nilai variabel dependen.

2. Perhitungan nilai kritis F-tabel dan F-hitung

Fhitung = 3. Penentuan penerimaan atau penolakan H0

Fhitung < Ftabel : terima H0

Fhitung > Ftabel : tolak H0

4. Apabila keputusan yang diperoleh adalah tolak H0 maka dapat disimpulkan

(66)

perubahan nilai semua variabel independen. Artinya, semua variabel independen secara bersama-sama dapat berpengaruh terhadap variabel dependen.

4.2.2.2.2 Uji t

Pengujian hipotesis dari koefisien dari masing- masing peubah bebas dilakukan dengan uji t. Langkah-langkah analisis dalam pengujian hipotesis terhadap koefisien regresi adalah:

1. Perumusan hipotesis H0 : ai =0

H1 : ai < 0 atau ai >0

2. Penentuan nilai kritis

Nilai kritis dapat ditentukan dengan mengunakan tabel distribusi normal dengan memperhatikan tingkat signifikansi (a) dan banyaknya sampel yang digunakan.

3. Nilai t- hitung masing- masing koefisien regresi dapat diketahui dari hasil perhitungan komputer.

Statistik uji yang digunakan dalam uji-t adalah :

thitung=

( )

i i

a S

a

Dimana:

ai = nilai koefisien regresi atau parameter

S(ai) = standar kesalahan dugaan parame ter

Kriteria uji:

(67)

4. Pengambilan keputusan dilakukan berdasarkan letak nilai t- hitung masing-masing koefisien regresi pada kurva normal yang digunakan dalam penentuan nilai kritis. Jika letak t- hitung suatu koefisien regresi berada pada daerah penerimaan H0, maka keputusannya adalah menerima H0. artinya koefisien

regresi tersebut tidak berbeda dengan nol. Dengan kata lain, variabel tersebut tidak berpengaruh nyata terhadap nilai variabel dependen. Sebaliknya jika t-hitung menyatakan tolak H0 maka koefisien regresi berbeda dengan nol dan

berpengaruh nyata terhadap variabel dependen. 4.2.2.2.3 Uji Normalitas

Salah satu metode yang digunakan untuk menguji apakah error term menyebar normal atau tidak adalah dengan menggunakan Metode Kolmogorov Smirnov. Langkah- langkah dalam pengujian ini adalah:

1. Perumusan model

H0 : sebaran data normal

H1 : sebaran data tidak normal

2. Rumus Uji Kolmogorov Smirnov (KS) adalah:

X2 = 4 x (Dmax)2 x

(

(

)

)

n m

n m

× ×

Dimana:

m = kelompok data 1 n = kelompok data 2

D = perbedaan maksimal kelompok data 3. Penentuan penerimaan atau penolakan H0

(68)

4.2.2.2.4 Uji Multikolinieritas

Dalam model regresi yang mencakup lebih dari dua variabel independen, sering dijumpai adanya kolinear ganda (multikolinear). Adanya multikolinear menyebabkan pendugaan koefisien regresi tidak nyata walaupun nilai R2 tinggi, tanda koefisien tidak sesuai dengan teori dan dengan metode OLS, penduga koefisien mempunyai simpangan baku yang sangat besar.

Pengujian multikolinieritas dapat dilakukan dengan memperhatikan nilai Variance Inflation factor (VIF) untuk koefisien regresi ke-j yang dapat dirumuskan sebagai berikut:

Rj2 yang dimaksud adalah koefisien determinasi dari regresi variabel

independen ke j pada k-1 variabel independen sisanya untuk k = 2 variabel independen, rj2 adalah kuadrat dari korelasi sampel r. Jika variabel prediktor X ke j

tidak berkaitan dengan X sisa, maka Rj2 = 0. Jika terdapat hubungan, maka VIFj >

10. Nilai VIF mendekati 10 (< 10) menunjukkan bahwa tidak terdapat masalah multikolinier pada variabel independen.

4.2.2.2.5 Uji Heteroskedastisitas

(69)

B =

B hitung = nilai uji Barlett hitung

K = jumlah variabel

Gambar

Tabel 2. Perkembangan Produksi Beras, Luas Panen Padi, Produkstivitas,  dan Ekspor Beras Tahun 2001-2005
Gambar 1. Kurva Terjadinya Perdagangan Internasional
Gambar 2. Kurva Terjadinya Perdagangan Internasional 2.
Gambar 3. Mekanisme Pengaruh Kurs Terhadap Volume Ekspor
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa variabel produksi beras dalam jangka pendek berpengaruh signifikan terhadap impor beras sedangkan dalam jangka

terdapat dua variabel yang berpengaruh signifikan pada taraf nyata 1 persen, yaitu variabel kurs rupiah terhadap dollar dan nilai RCA CPO Indonesia di India sedangkan

Hasil estimasi parameter impor pulp negara Amerika Serikat dari empat variabel penjelas yang digunakan dalam persamaan semua variabel yang berpengaruh

Predictors: (Constant), Harga Daging Sapi Bulan Sebelumnya, Impor Sapi, Konsumsi Daging Sapi, Produksi Daging Sapi. Dependent Variable: Harga

Hasil yang di dapat dari penelitian ini adalah bahwa variabel yang berpengaruh signifikan terhadap volume impor daging sapi Indonesia dari Australia adalah harga

Pengaruh Nilai Tukar/Kurs terhadap volume impor gandum di Indonesia Variabel nilai tukar pada jangka pendek tidak berpengaruh signifikan terhadap impor sedangkan pada

Kecenderungan yang terjadi bahwa volume impor daging sapi Indonesia selalu mengalami peningkatan, rata-rata peningkatan volume impor mulai tahun 1990-2007 sebesar

Hasil dari penelitia ini menunjukkan bahwa Produksi beras dan stok beras berpengaruh negatif terhadap volume impor beras pada jangka panjang dan pendek, konsumsi beras