• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Gaya hidup menurut Kotler (2002) adalah pola hidup seseorang di dunia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Gaya hidup menurut Kotler (2002) adalah pola hidup seseorang di dunia"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Gaya hidup menurut Kotler (2002) adalah pola hidup seseorang di dunia yang diekspresikan dalam aktivitas, minat, dan opininya. Gaya hidup menggambarkan “keseluruhan diri seseorang” dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Gaya hidup menggambarkan seluruh pola seseorang dalam beraksi dan berinteraksi di dunia. Secara umum dapat diartikan sebagai suatu gaya hidup yang dikenali dengan bagaimana orang menghabiskan waktunya (aktivitas), apa yang penting orang pertimbangkan pada lingkungan (minat), dan apa yang orang pikirkan tentang diri sendiri dan dunia di sekitar (opini). Gaya hidup adalah perilaku seseorang yang ditunjukkan dalam aktivitas, minat dan opini khususnya yang berkaitan dengan citra diri untuk merefleksikan status sosialnya. Gaya hidup banyak dipengaruhi oleh modernisasi dengan tekhnologi yang semakin berkembang.

Perkembangan teknologi di Indonesia yang semakin maju sekarang khususnya dalam bidang informasi dan komunikasi membuat masyarakat yang bertempat tinggal di ibu kota mudah sekali mencari informasi yang sedang muncul. Informasi yang didapat tidak semuanya harus diikuti melainkan harus ditinjau kembali lebih jauh apakah itu baik atau tidak bagi dirinya sendiri. Teknologi adalah salah satu penunjang perkembangan manusia serta telah membantu dalam segala hal, akan tetapi hal tersebut juga dapat mempunyai nilai

(2)

baik dan nilai buruk bagi masyarakat sendiri khususnya pada remaja. Perkembangan teknologi yang semakin pesat mempengaruhi gaya kehidupan yang semakin mencolok. Itu dikarenakan perkembangan teknologi mempengaruhi model berkomunikasi massa untuk melakukan kegiatan hidup sehari-hari. Perkembangan teknologi yang sudah modern dan semakin pesat membuat penyediaan berbagai informasi semakin meningkat pesat dan berlimpah ruah. Dengan begitu masyarakat mudah tertarik untuk mengkonsumsi berbagai macam informasi yang tersaji di dalamnya, dari berbagai penjuru, lokal, maupun sampai dengan penjuru internasional. Secara logika, mengkonsumsi berbagai informasi akan menambah ilmu pengetahuan dalam dan luar negeri, akan tetapi hal itu juga harus diimbangi dengan filter informasi. Jika hal tersebut tidak diimbangi dengan filter informasi, maka yang akan terjadi adalah memunculkan pola hidup konsumtif, jadi masyarakat harus memilah informasi mana yang benar-benar dibutuhkan dan bermanfaat ataupun informasi yang memang harus dibuang. Menurut Anur Sari pada salah satu artikel Kompasiana (2014) mengatakan kemajuan teknologi sekarang lebih kepada pemenuhan kebutuhan gaya hidup agar tidak di katakan Gaptek (gagap teknologi). Artinya dalam hal ini membeli yang seharusnya dilakukan menjadi tidak lagi dilakukan tetapi karena produk tersebut hanya dibutuhkan, (Zebua dan Nurdjayadi, 2001).

We Are Social, sebuah agensi marketing sosial, mengeluarkan sebuah laporan tahunan mengenai data jumlah pengguna website, mobile, dan media sosial dari seluruh dunia. Dan perkembangan dari dunia digital Indonesia adalah terdapat 72,7 juta pengguna aktif internet, 72 juta pengguna aktif media sosial,

(3)

dimana 62 penggunanya mengakses media sosial menggunakan perangkat mobile dan 308,2 juta pengguna handphone. Jumlah pengguna media sosial di Indonesia meningkat sebesar 16%, sedangkan pengguna yang mengakses dari perangkat mobile meningkat 19%. Pengguna ponsel hanya meningkat sebesar 9%. UNICEF, bersama dengan Kementerian Komunikasi dan Informasi, The Berkman Center for Internet and Society, dan Harvard University, melakukan survey nasional mengenai penggunaan dan tingkah laku internet para remaja Indonesia. Studi ini memperlihatkan bahwa ada setidaknya 30 juta orang remaja di Indonesia yang mengakses internet secara reguler. Jika masyarakat Indonesia sampai saat ini memiliki 75 juta pengguna internet, itu berarti 40% diantaranya adalah remaja (Ketut, 2015).

Teknologi tersebut yang mengarah pada moderenisasi yang didukung dengan perkembangan pusat perbelanjaan yang di Indonesia saat ini sudah dapat dikatakan mengalami peningkatan. Hal ini dapat dilihat dari munculnya berbagai fasilitas pendukung diberbagai sektor kehidupan masyarakat. Perkembangan ini tidak lepas dari arus moderenisasi yang semakin kuat sehingga mengakibatkan proses tersebut berjalan semakin optimal (Ali, 2004). Pusat perbelanjaan moderen seperti mall, hypermarket dan lain sebagainya, serta hal-hal yang sejenisnya sebenarnya adalah ajakan bagi anak muda khususnya remaja untuk memasuki suatu budaya yang disebut dengan budaya hedonisme (Nurfatoni, 2008). Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya remaja yang melakukan pembelian karena didorong oleh faktor ketidakpuasan terhadap sesuatu yang telah dimiliki dan atas adanya desakan perkembangan mode yang terjadi disekelilingnya. Seiring

(4)

berkembangnya pusat perbelanjaan dan tempat hiburan tersebut maka gaya hidup pada remaja banyak akan terpengaruhi.

Berkaitan pada globalisasi budaya saat ini, salah satu dampak globalisasi adalah adanya westernisasi. Westernisasi adalah salah satu budaya barat (kebaratan) yang muncul di Indonesia karena pengaruh negatif globalisasi yang dirasakan oleh masyarakat Indonesia saat ini. Salah satunya hedonisme. Menurut Wojowasito (1999) hedonis berasal dari bahasa Yunani yaitu hedone yang berarti kesenangan. Hedonisme adalah orang yang memiliki pandangan hidup yang menganggap bahwa kesenangan dan kenikmatan hidup adalah tujuan utama hidup. Bagi penganut ini bersenang dan pesta pora adalah tujuan utama hidup serta tidak peduli menyenangkan bagi orang lain atau tidak. Artinya aliran ini menganggap kesenangan yang didapat dianggap baik, sebaliknya apabila kesusahan yang didapat dinilai atau dianggap tidak baik. Menurut Rianton (2013) fenomena gaya hidup hedonisme yang terjadi sekarang sebenarnya merupakan sesuatu hal yang menarik untuk dibahas, ini dikarenakan kondisi lingkungan masyarakat indonesia yang cenderung menginginkan segala sesuatunya secara instan yang membuat tidak terbentuknya sikap ilmiah yang kondusif juga pada pola hidup generasi serta cenderung pada pola hedonisme seperti gaya hidup yang glamour dan berorientasi pada materi saja.

Perilaku hedonisme yang cenderung konsumtif ini memang terjadi pada seluruh lapisan masyarakat, meskipun dengan kadar yang berbeda-beda. Hampir tidak ada golongan yang tidak luput dari hal tersebut. Hasil survey AC Nielsen Indonesia, pada tahun 2003 jumlah orang Indonesia yang membelanjakan

(5)

uangnya di toko swalayan cenderung meningkat pada tahun 2003 dibandingkan dengan tahun 2002. Di Indonesia toko swalayan, seperti hypermarket, supermarket dan minimarket telah mengalami pertumbuhan yang kuat dengan jumlah toko yang meningkat lebih dari 31,4% dalam waktu dua tahun terakhir. Sementara dalam periode yang sama jumlah toko tradisional telah menurun 8,1% pertahun. Hal ini ditandai dengan berdirinya berbagai pusat perbelanjaan megah di pusat kota, tercatat ada beberapa supermarket, plaza, mall, distro yang selalu saja dipadati oleh pengunjung. Hampir tidak ada mall atau supermarket yang sepi oleh pengunjung, baik hanya sekedar nongkrong, makan ataupun berbelanja.

Jika dilihat dari fenomena pada umumya yang suka berbelanja saat ini adalah remaja. Lina dan Rosyid (2013) menyatakan bahwa perilaku konsumtif adalah suatu perilaku membeli yang tidak didasarkan pada pertimbangan yang rasional melainkan karena adanya keinginan yang sudah mencapai taraf yang sudah tidak rasional lagi. Fenomena perilaku konsumtif tampak terlihat di kalangan remaja, menurut Monks dkk (Nashori dalam Ramadhan, 2012) remaja memang menginginkan agar penampilan, gaya tingkah laku,cara bersikap, dan lain-lainnya akan menarik perhatian orang lain, terutama kelompok teman sebaya. Remaja ingin diakui eksistensinya oleh lingkungan sosialnya, berusaha untuk mengikuti perkembangan yang terjadi seperti cara berpenampilan. Kebutuhan untuk diterima dan menjadi sama dengan orang lain atau kelompok teman sebaya menyebabkan remaja berusaha untuk mengikuti berbagai atribut yang sedang tren, misalnya saja pemilihan model pakaian dengan merek terkenal, penggunaan telepon genggam (HP) dengan fasilitas layanan terbaru, berbelanja di pusat

(6)

perbelanjaan terkenal seperti mall dari pada berbelanja di pasar tradisional atau sekedar jalan-jalan untuk mengisi waktu luang bersama kelompok teman sebaya dan sebagainya. Hal tersebut diperkuat dengan hasil survei pada bulan agustus 2012 yang menyebutkan bahwa 93% konsumen yaitu remaja menganggap belanja ke mall merupakan hiburan atau rekreasi (Tambunan, 2012). Bagi remaja, menganut perilaku seperti ini merupakan cara yang paling tepat untuk dapat masuk dalam suatu komonitas tertentu.

Penganut aliran hedonisme menjadikan sesuatu kenikmatan sebagai nilai dasar, Artinya Sesuatu yang baik yang membawa kenikmatan sedangkan sesuatu yang buruk adalah hal-hal yang bertentangan dengan rasa menyenangkan. Fakta dari penganut aliran hedonisme ini adalah mengajarkan mencari kenikmatan sebanyak banyaknya serta menghindari perasaan penderitaan. Hal tersebut juga diperkuat oleh Kasdin yang dimuat pada artikel suara pembaharuan (2013) yaitu penganut aliran hedonisme eksistensi dirinya tidak kepada kualitas hidup yang di jalani melainkan kualitas kenikmatan yang akan dicapainya. Artinya bagi yang menganut paham tersebut eksistensi yang ada pada dirinya tidak pada kualitas hidup yang dijalani melainkan hanya pada kualitas kenikmatan yang dicapai.

Menurut Cicerno (dalam Rusell 2004) mengatakan hedonisme mempunyai karakteristik diantaranya yaitu a) memiliki pandangan hidup yang instan b) menjadi pengejar modernitas fisik c) memiliki relativitas kenikmatan diatas rata-rata d) memenuhi banyak keinginan spontan yang muncul e) beberapa uang yang dimiliki akan habis atau tersisa sedikit dengan skala uang yang dimiliki f) ketika masalah berat muncul anggapannya bahwa dunia membencinya. Hal tersebut juga

(7)

diperkuat oleh penelitian Sunarto dan Tandiyo (2013) yang mengatakan bahwa pilihan dalam sikap yang ditujukan tersebut merupakan karakteristik dari perilaku hedonisme, yaitu perilaku individu memilki kecenderungan untuk hidup mewah dengan tidak memikirkan kerja keras. Sikap dalam menangkap simbol dan nilai kemodernan, memicu siapa saja yang mengatasnamakan prestise demi nilai kemewahan dan kenikmatan yang diperolehnya sehingga menghalalkan segala cara untuk mendapatkan kenikmatan jasmaninya meski harus menutup mata akan norma-norma yang ada dalam kehidupan ruhaniah. Berdasarkan survei Komisi Perlindungan Anak (KPA) yang dilakukan terhadap 4.500 remaja di 12 kota besar seluruh Indonesia ditemukan hasil bahwa 62,7% remaja mengaku pernah berhubungan badan, 93% remaja pernah berciuman dan 21% remaja telah melakukan aborsi. Dalam banyak kasus sering juga kita dengar alasan generasi muda yang “menjual diri” hanya atas dasar untuk memperoleh simbol-simbol kemewahan. Data ini menunjukkan bagaimana generasi muda yang rela mengorbankan harga diri dan nilai-nilai ruhaniahnya demi gaya hidup glamour. Gejala serupa sesungguhnya tidak hanya dijalankan oleh generasi muda. Budaya selingkuh, pamer kemewahan serta praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme adalah bukti pola hidup hedonisme telah menjadi ideologi kehidupan masyarakat saat ini (Kompas. 9/5/2010).

Diungkapkan oleh Kotler dan Amstrong (2002) faktor yang mempengaruhi gaya hidup hedonisme adalah faktor eksternal yaitu salah satunya keluarga. Faktor keluarga inipun salah satunya dipengaruhi oleh pola asuh yang dilakukan dari orang tua kepada sang anak. Faktor praktek pengasuhan remaja dalam keluarga

(8)

mempunyai peranan penting dalam pembentukan kepribadian remaja. Keluarga adalah lingkungan yang pertama kali menerima kehadiran remaja. Orang tua mempunyai berbagai fungsi yang salah satu diantaranya adalah mengasuh putra-putrinya. Sikap tersebut tercermin dalam pola pengasuhan kepada remaja yang berbeda-beda, karena orang tua mempunyai pola pengasuhan tertentu (Tarmudji dalam Indrawati, 2008). Disinilah peran pola asuh dalam membentuk perilaku remaja apakah remaja akan bergaya hidup hedonisme atau sederhana. Pola asuh yang permisif yang terlalu memberikan kebebasan kepada remaja tanpa adanya kontrol, tentu saja hanya akan membuat remaja tidak betah di rumah, lebih suka bergaul dengan teman sebayanya daripada dengan keluarga, lebih berani menceritakan masalahnya dengan kelompok sebayanya daripada dengan orang tuanya, lebih senang mendengarkan kata teman sebayanya daripada kata orang tuanya yang dianggap tidak memahami keberada dirinya dan apa yang dirasakannya dan pada akhirnya remaja justru terperangkap pada solusi-solusi pemecahan masalah yang menyesatkan. Faktor lingkungan sosial juga memiliki sumbangan terhadap perkembangan tingkah laku khususnya pada orang tua dalam mengasuh sejak masa awal kanak-kanak sampai remaja. Pengasuhan orang tua yang menggunakan pola asuh permisif disini memberikan sumbangan dan mewarnai perkembangan dan bentuk-bentuk perilaku tertentu pada remaja, salah satunya adalah gaya hidup hedonisme pada remaja.

Fenomena secara umum yang terjadi pada remaja saat ini adalah khususnya pada siswa siswi tingkat SMK, pengaruh materialisme hedonisme sangat kuat pada segala segi kehidupan, termasuk pada dunia pendidikan. Banyak remaja

(9)

yang memilih gaya hidup instan, dan hal ini berakibat pada cara pandang hidup mereka yang menganggap gampang kehidupan ini. Sedangkan orang tua sebagai pihak terdekat disibukkan oleh kesibukkannya masing-masing sehingga perhatian kepada anak menjadi kurang dan cenderung permisif. Pada penelitian tentang potret gaya hidup hedonisme (Dauzan, 2011) didapatkan hasil bahwa gaya hidup hedonisme yang terjadi pada remaja salah satunya diakibatkan kurangnya kontrol dari orang tua terhadap gaya hidup anaknya terutama yang justru memberikan kepercayaan penuh dengan memenuhi segala keinginannya atau menerapkan pola asuh permisif.

Berdasarkan pengamatan pendahuluan pada tanggal 27 Mei 2015 kepada siswa SMK NEGERI 7 Tangerang menunjukkan bahwa 80% diantaranya sangat sering pergi ke mall untuk berbelanja atau hanya sekedar untuk hiburan. Dari Siswa dan siswi yang bergaya hidup hedonisme tersebut 87,5% diantaranya memiliki orang tua yang mengasuh secara permisif dan12,5% mendapatkan pola asuh otoritarian. Sedangkan dari siswa dan siswi yang tidak menunjukkan gaya hidup hedonisme semuanya (100%) mendapatkan pola asuh otoritatif dari orang tuanya. Hal ini berarti bahwa gaya hidup hedonisme sudah berkembang di SMK NEGERI 7 Tangerang dan pola asuh orang tua sangat penting untuk menangkal prilaku hedonisme remaja tersebut.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, yang menjadi rumusan permasalahan dalam penelitian adalah:

(10)

Bagaimana hubungan antara jenis pola asuh dengan gaya hidup hedonisme pada siswa dan siswi di SMK NEGERI 7 Tangerang?

1.3 Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui hubungan antara jenis pola asuh dengan gaya hidup hedonisme pada siswa dan siswi di SMK NEGERI 7 Tangerang. 1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat teoritis

Manfaat penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sehingga akan menjadi bahan pembelajaran kepada masyarakat dan selanjutnya dapat digunakan untuk perkembangan ilmu psikologi, Khususnya pada bidang psikologi sosial.

1.4.2 Manfaat praktis a) Pada masyarakat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan mengenai pola asuh dan gaya hidup hedonisme pada kalangan remaja siswa dan siswi.

b) Orang tua

Diharapkan memberikan wawasan para orang tua mengenai gaya hidup hedonisme dengan pola asuh yang terjadi sekarang

c) Sekolah

Diharapkan dapat memberikan wawasan mengenai pergeseran peran orang tua terhadap anaknya yang terkait dengan gaya hidup hedonisme.

Referensi

Dokumen terkait

Pada pengukuran kadar O2 yang dilakukan diperoleh hasil 1,1 dilakukan diperoleh hasil 1,1 mg/l mg/l dimana faktor y dimana faktor yang ang mempengaruhinya, yaitu derajat

Dengan beberapa aspek yang memiliki kriteria valid dan layak yaitu (1) kemenarikan cover, (2) kemudahan teks untuk dibaca, (3) kemudahan gambar dalam memahami materi, (4)

Pada diagram di bawah ini dapat disimpulkan bahwa acuan berperan dalam membantu informan untuk memahami leksem berkonsep emosi sebagaimana terlihat bahwa sebesar 72 % (5

Untuk memasang mata pisau, pasang pelat penyetel dengan bebas pada pelat pengatur menggunakan baut kepala bulat lalu atur mata pisau serut mini pada dudukan pengukur sehingga

Pada proses injeksi molding untuk pembuatan hendel terjadi beberapa kekurangan, pada proses pembuatannya diantaranya terjadinya banyak kerutan dan lipatan pada

Rencana Aksi Daerah Percepatan Kabupaten Demak Bebas Buang Air Besar Sembarangan Tahun 2017-2019 yang selanjutnya disebut RAD Percepatan Bebas BABS adalah dokumen

Pengaruh Pengunaan Rosella dan Penambahan Gula Pasir dengan Konsentrasi yang Berbeda Terhadap Mutu Organoleptik dan Kadar Vitamin C Minuman Jelly Rosella (Hibiscus Sabdarrifa

Resiko sangat tinggi : 50% jasa tindakan medis operatif. GUBERNUR