• Tidak ada hasil yang ditemukan

Prediksi Waktu Panen Tebu Menggunakan Gabungan Metode Backpropagation dan Algoritma Genetika

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Prediksi Waktu Panen Tebu Menggunakan Gabungan Metode Backpropagation dan Algoritma Genetika"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Fakultas Ilmu Komputer

Universitas Brawijaya

1443

Prediksi Waktu Panen Tebu Menggunakan Gabungan Metode

Backpropagation dan Algoritma Genetika

Dwi Ari Suryaningrum1, Dian Eka Ratnawati2, Budi Darma Setiawan3 Program Studi Teknik Informatika, Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya Email: 1[email protected], 2[email protected], 3[email protected]

Abstrak

Sebelum tebu digiling oleh pabrik, dilakukan analisis kemasakan tebu terlebih dulu. Tebu yang baik untuk digiling adalah tebu yang sudah dikatakan matang yang dapat dilihat dari beberapa faktor seperti luas kebun, umur, diameter batang, rata ruas per batang dan rata panjang per batang. Faktor – faktor tersebut digunakan sebagai atribut dalam penelitian yang dilakukan. Untuk mempermudah proses tersebut maka dilakukan penelitian mengenai prediksi waktu panen tebu. Dengan banyaknya data yang digunakan dan proses yang dilakukan berulang kali, maka akan sulit diolah secara manual dan membutuhkan waktu yang cukup lama. Selain itu tidak menutup kemungkinan terjadi kesalahan. Penelitian ini menggunakan gabungan algoritma genetika dan backpropagation dalam proses prediksi waktu panen. Algoritma genetika digunakan untuk mengoptimalkan hasil prediksi dengan pemilihan bobot dan bias yang merupakan solusi terbaik. Sedangkan metode backpropagation digunakan untuk menghitung nilai Mean Square Error (MSE) yang digunakan dalam perhitungan fitness dan juga pada proses prediksi data uji. Pada penelitian ini akan dilakukan lima macam pengujian yaitu banyaknya generasi, ukuran populasi, pengujian kombinasi nilai crossover rate dan mutation rate, pengujian

learning rate dan pengujian nilai Average Forecasting Error Rate (AFER). Hasil yang didapat dari

penelitian ini adalah prediksi waktu panen dan AFER. Hasil pengujian terbaik yaitu dengan hasil AFER sebesar 0,0205%.

Kata kunci: prediksi, algoritma genetika, backpropagation, MSE, AFER

Abstract

Before sugar cane was milled by the factory, the first process is analysis of sugar cane maturity. The best sugar cane condition to be ground is mature cane that can be seen from several factors such as garden area, age, stem diameter, the average segment per stem and the average length per stem. These factors are used as attributes in the research conducted. To simplify the process, then we proposed this research on the prediction of sugar cane harvest time. With so much data being used and repeated processes, it will be difficult to process manually and takes a long time. In addition, the manual process does not close the possibility of an increasing error. This research uses a combination of genetic algorithm and backpropagation in the process of predicting the harvest time. Genetic algorithms are the best solution used to optimize prediction results by weight selection and bias. Backpropagation method is used to calculate Mean Square Error (MSE) value, which will be used in calculation of fitness value and also on prediction of data test. In this research will be done five kinds of testing, as follows generation test, population size test, test combination of crossover rate and mutation rate, testing of learning rate and testing of Average Forecasting Error Rate (AFER). The result of this research are predictions of harvest time, the value of fitness and AFER. The best result is result of AFER value is 0,0205%.

Keywords: prediction, genetic algorithm, backpropagation, MSE, AFER

1. PENDAHULUAN

Sebelum tebu digiling oleh pabrik, dilakukan analisis kemasakan tebu terlebih dahulu. Tebu yang baik untuk digiling adalah

tebu yang sudah dikatakan matang dimana dapat dilihat dari beberapa faktor seperti

luas kebun,

umur, diameter batang, rata – rata ruas per

batang dan rata – rata panjang per batang

. Faktor – faktor tersebut digunakan sebagai

(2)

atribut dalam penelitian yang dilakukan. Analisis kemasakan tebu dilakukan beberapa kali untuk menentukan bahwa tebu tersebut sudah matang atau belum.

Untuk mempermudah proses analisis maka dilakukan cara prediksi waktu panen tebu dari data tebu. Data yang digunakan sangat banyak, karena data dalam 1 perode biasanya terdapat ± 10 ronde dari banyak wilayah. Dan jika data yang dikelola atau dianalisis berjumlah cukup banyak, maka akan sulit diolah secara manual dan membutuhkan waktu yang cukup lama. Selain itu, jika proses dilakukan secara manual, tidak menutup kemungkinan peluang terjadi kesalahan akan semakin besar. Alasan lainnya yaitu masalah jumlah pengambilan contoh tebu yang akan dianalisis dimana dalam 1 ronde petani harus mengirim minimal 3 kali. Hal ini juga akan berdampak kepada petani yang jumlah tebunya akan berkurang untuk dianalisis. Karena hal di atas, maka dilakukan penelitian tentang prediksi waktu panen tebu dengan bantuan komputer. Sehingga penelitian ini bertujuan untuk memprediksikan waktu tebu yang siap untuk dipanen dan mengurangi jumlah tebu yang diperlukan untuk proses analisis.

Penelitian ini menggunakan penggabungan dua metode yaitu algoritma genetika dan

backpropagation. Dimana proses awal yaitu

untuk proses inisalisasi bobot dan bias awal menggunakan algoritma genetika. Sedangkan untuk proses selanjutnya yaitu untuk proses prediksi digunakan metode backpropagation. Metode backpropagation juga digunakan untuk menghitung nilai MSE yang akan digunakan dalam perhitungan nilai fitness. Alasan penggunaan dua metode tersebut yaitu untuk mengoptimasi nilai bobot awal dan bias awal dengan memilih nilai fitness terkecil untuk proses prediksi waktu panen tebu. Algoritma genetika sangat cocok digunakan untuk permasalahan optimasi. Sedangkan untuk metode backpropagation merupakan salah satu model jaringan syaraf tiruan yang digunakan pada penyelesaian suatu masalah berkaitan dengan prediksi, identifikasi dan sebagainya.

2. METODOLOGI 2.1. Algoritma Genetika

Salah satu tipe dari algoritma evolusi adalah algoritma genetika. Algoritma genetika merupakan algoritma pencarian heuristik yang berdasarkan atas mekanisme evolusi biologis (Kusumadewi & Purnomo, 2005). Algoritma

genetika pertama kali dirintis oleh John Holland dari Universitas Michigan pada tahun 1960. Algorima genetika banyak digunakan dalam permasalahan optimasi (Haupt & Haupt, 2004). Pada algoritma genetika, tenik pencarian dilakukan dari sejumlah solusi yang mungkin didapatkan dengan istilah populasi. Kromosom adalah individu yang terdapat dalam satu populasi. Kromosom ini merupakan suatu solusi. Pada saat inisialisasi awal populasi dilakukan dengan cara random (acak), sedangkan untu populasi berikutnya merupakan hasil evolusi dari kromosom-kromosom yang sudah melalui iterasi yang disebut dengan generasi. Kromosom akan melalui tahap evaluasi pada setiap generasi. Proses evaluasi ini menggunakan alat ukur yang disebut dengan fungsi fitness. Nilai fitness akan menunjukkan kualitas kromosom dalam populasi tersebut.

Generasi yang terbentuk berikutnya disebut sebagai anak (offspring) yang terbentuk dari gabungan 2 kromosom sebelumnya yang dianggap sebagai induk (parent) dengan menggunakan operator crossover (Kusumadewi & Purnomo, 2005). Operator crossover

dilakukan dengan cara melakukan pertukaran gen dari dua induk yang terpilih secara acak. Selain operator crossover, terdapat juga operator mutasi. Operator mutasi merupakan operator yang menukar nilai gen kromosom dengan nilai

invers-nya. Misalkan nilai 0 menjadi 1 atau

sebaliknya (Zamani et al., 2012). Pada pembentukan populasi generasi yang baru didapatkan dengan cara menyeleksi nilai fitness. Dalam siklus perkembangan algoritma genetika untuk mencari solusi (kromosom) terbaik terdapat beberapa proses sebagai berikut:

a. Representasi kromosom

Chromosome merupakan kode atau representasi dari suatu solusi permasalahan.

Chromosome dibentuk dari beberapa gen yang

mewakili variabel keputusan yang digunakan. Panjang chromosome didapatkan dari banyaknya bobot dan bias awal yang akan digunakan.Dalam penelitian banyaknya bobot dan bias awal pada neuron antara hidden layer dan output layer yang digunakan berjumlah 4 dan banyaknya bobot dan bias awal pada

neuron antara input layer dan hidden layer

yang digunakan berjumlah 18, sehingga total

chromosome yaitu sebanyak 22 gen. Representasi chromosome yang digunakan yaitu representasi dalam bentuk bilang real dengan interval [0,1].

(3)

b. Inisialisasi

Inisialisasi populasi awal ditentukan oleh banyaknya ukuran populasi atau popsize yang menunjukkan individu. Suatu nilai dibangkitkan untuk dijadikan panjang

chromosome. Chromosome berisi gen yang

nilai – nilainya dipilih secara acak dengan range 0-1. Setiap individu akan dilakukan tahap reproduksi yang terdiri dari crossover dan mutasi untuk mendapatkan nilai fitness. c. Reproduksi

• Crossover (Extended Intermediate Crossover)

Untuk mendapatkan nilai offspring (child) menggunakan Persamaan (1) dan (2).

𝐶1= 𝑃1+ 𝛼 (𝑃2− 𝑃1) (1)

𝐶2= 𝑃2+ 𝛼 (𝑃1− 𝑃2) (2)

P1 merupakan induk pertama dan P2

merupakan induk kedua yang terpilih secara acak. Nilai α adalah konstanta yang dipilih secara acak pada interval [-0,25, 1,25]. • Mutasi (Random Mutation)

Metode random mutation adalah metode mutasi yang dilakukan dengan cara memilih satu induk secara acak dan melakukan penambahan atau pengurangan terhadap nilai gen yang terpilih dengan bilangan random yang kecil. Dalam penelitian ini metode mutasi yang digunakan adalah random

mutation. Misalkan domain variabel xi adalah [mini , maxi] dan offspring yang dihasilkan

adalah C = [x’1, …., x’n], maka nilai gen offspring bisa didapatkan dengan Persamaan

(3) sebagai berikut (Mahmudy, 2013) :

𝑥′𝑖= 𝑥𝑖+ 𝑟 (𝑚𝑎𝑥𝑖− 𝑚𝑖𝑛𝑖) (3)

Nilai konstanta r dipilih secara acak misalkan dengan range [-0,1, 0,1].

d. Evaluasi

Proses evaluasi ini bertujuan untuk menghitung nilai fitness dari masing-masing individu dalam populasi yaitu induk (parent) dan offspring (child). Dimana nilai fitness yang didapatkan akan digunakan pada proses seleksi. Nilai fitness dapat dihitung dengan Persamaan (4) sebagai berikut :

𝑓𝑖𝑡𝑛𝑒𝑠𝑠 = 1

𝑀𝑆𝐸 (4)

Dengan nilai MSE yang didapatkan dari proses perhitungan menggunakan

backpropagation.

e. Seleksi

Metode seleksi yang digunakan pada

penelitian adalah metode binary tournament

selection. Metode binary tournament selection

adalah metode seleksi yang digunakan dalam sistem. Metode ini bekerja dengan cara mengambil 2 individu secara acak dari populasi dan offspring. Masing – masing individu akan dibandingkan nilai fitness-nya. Individu yang memiliki nilai fitness terbesar, maka akan lolos pada generasi berikutnya.

2.2. Metode Backpropagation

Jaringan yang berasal dari kumpulan pemrosesan kecil yang dimodelkan berdasarkan jaringan saraf manusia disebut jaringan saraf tiruan (JST). JST dapat digunakan untuk memodelkan hubungan yang kompleks antara

input dan output untuk menemukan pola-pola

pada data yang digunakan. Jaringan saraf tiruan memiliki kemampuan dalam hal emulasi, analisis, prediksi dan asosiasi. Salah satu yang sering digunakan dalam jaringan saraf tiruan adalah backpropagation. Terdapat dua proses dalam metode backpropagation yaitu

feedforward dan proses backward. Berikut

merupakan langkah-langkah algoritma

backpropagation secara rinci (Zamani et al.,

2012):

1. Inisialisasi bobot awal, bias awal dan konstanta laju pelatihan (α)

2. Tahap 1 merupakan umpan maju (feedforward). Dimana tiap unit masukan menerima sinyal dan meneruskannya ke unit tersembunyi diatasnya.

3. Mengalikan masing-masing unit di lapisan tersembunyi dengan bobotnya dan dijumlahkan serta ditambahkan dengan biasnya seperti pada Persamaan (5) berikut :

𝑧_𝑛𝑒𝑡𝑗= 𝑣𝑗0+ ∑𝑛𝑖=1𝑥𝑖𝑣𝑗𝑖 (5)

Dimana z_netj adalah keluaran di unit

tersembunyi. Vj0 adalah bobot bias input layer ke hidden layer. Xi adalah nilai input. Vji adalah bobot input layer ke

hidden layer. Kemudian dilakukan fungsi

aktivasi pada hasil tersebut dengan Persamaan (6).

𝑧𝑗= 𝑓(𝑧_𝑛𝑒𝑡𝑗) = 1

1+𝑒−𝑧_𝑛𝑒𝑡𝑗 (6)

4. Mengalikan masing-masing unit output dengan bobot dan dijumlahkan serta ditambahkan dengan biasnya seperti pada Persamaan (7) dan (8). 𝑦_𝑛𝑒𝑡𝑘= 𝑤𝑘0+ ∑ 𝑧𝑖 𝑝 𝑖=1 𝑤𝑘𝑖 (7) 𝑦𝑘= 𝑓(𝑦_𝑛𝑒𝑡𝑘) = 1 1+𝑒−𝑦_𝑛𝑒𝑡𝑘 (8)

(4)

Dimana y_netk adalah unit keluaran. Wk0

adalah bobot bias hidden layer ke output

layer. Wki adalah bobot hidden layer ke output layer. Yk adalah fungsi aktivasi untuk unit keluaran.

5. Tahap 2 merupakan umpan mundur (backward propagation). Dimana masing-masing unit output menerima pola target tk sesuai dengan pola masukan saat

pelatihan dan kemudian informasi error lapisan output (δk) dihitung. δk dikirim ke

lapisan dibawahnya dan digunakan untuk menghitung besarnya koreksi bobot dan bias (∆Vjk dan ∆Vko) antara lapisan

tersembunyi dengan lapisan output

dengan Persamaan (9) sebagai berikut :

𝛿𝑘 = (𝑡𝑘− 𝑦𝑘)(𝑦𝑘)(1 − 𝑦𝑘) (9)

Menghitung koreksi bobot yang kemudian akan digunakan untuk memperbaiki nilai

Vkj dan Vk0 dengan Persamaan (10) dan

(11) sebagai berikut :

∆𝑉𝑘𝑗= 𝛼𝛿𝑘𝑥𝑖 (10)

∆𝑉𝑘0= 𝛼𝛿𝑘 (11)

6. Pada setiap unit lapisan tersembunyi dilakukan perhitungan kesalahan lapisan tersembunyi (δj). δj digunakan untuk

menghitung besar koreksi bobot dan bias (∆Wji dan ∆Wjo) antara lapisan input dan

lapisan tersembunyi. Perhitungan kesalahan lapisan tersembunyi dapat dilakukan dengan Persamaan (12) dan (13) sebagai berikut :

𝛿_𝑛𝑒𝑡𝑗= ∑𝑚𝑘=1𝛿𝑘𝑤𝑘𝑗 (12)

𝛿𝑗= 𝛿_𝑛𝑒𝑡𝑗𝑧𝑗(1 − 𝑧𝑗) (13)

Kemudian untuk menghitung ∆Wji dan

∆Wjo menggunakan Persamaan (14) dan

(15) sebagai berikut :

∆𝑊𝑗𝑖= 𝛼𝛿𝑗𝑧𝑗 (14)

∆𝑊𝑗0= 𝛼𝛿𝑗 (15)

7. Tahap 3 merupakan peng-updatean bobot dan bias. Perubahan nilai bobot dan bias menggunakan Persamaan (16) dan (17) sebagai berikut :

𝑣𝑘𝑗(𝑏𝑎𝑟𝑢) = 𝑣𝑘𝑗(𝑙𝑎𝑚𝑎) + ∆𝑣𝑘𝑗 (16)

𝑤𝑗𝑖(𝑏𝑎𝑟𝑢) = 𝑤𝑗𝑖(𝑙𝑎𝑚𝑎) + ∆𝑤𝑗𝑖 (17)

8. Menghitung nilai error untuk digunakan pada perhitungan MSE dengan Persamaan (18).

𝐸 = 𝑡 − 𝑦𝑘 (18)

9. Uji kondisi berhenti

10. Menghitung nilai MSE (Mean Square

Error) untuk mengetahui tingkat akurasi

pada proses prediksi. Nilai MSE akan digunakan untuk menghitung nilai fitness

pada proses algoritma genetika. Berikut Persamaan (19) untuk mendapatkan nilai MSE :

𝑀𝑆𝐸 = ∑ 𝐸2

𝑛 (19)

2.3. Metode Error AFER

Sebuah sistem dapat ditentukan sudah sesuai atau belum dengan hasil kenyataanya dari tingkat akurasi yang didapat. Penelitian ini menggunakan metode error Average Forecasting Error Rate (AFER). AFER

digunakan untuk mengetahui nilai kesalahan yang terjadi pada sistem peramalan (Jilani et al., 2017). Untuk mendapatkan nilai AFER dapat dilihat pada Persamaan (20) berikut (Lee et al., 2006):

𝐴𝐹𝐸𝑅 = (1

𝑛∑ (|𝐴𝑖− 𝐹𝑖| /𝐴𝑖) 𝑛

𝑖=1 )×100% (20)

AFER merupakan nilai yang menyatakan persentase selisih antara data prediksi dengan data aktual atau kenyataan. Tingkat keakuratan dapat dikatakan baik jika nilai error yang dihasilkan semakin kecil (Rahmadiani, 2012). Terdapat aturan untuk menentukan sebuah sistem peramalan dapat dikatakan baik atau buruk. Aturan tersebut yaitu jika nilai error AFER mendekati 0%, maka sistem peramalan tersebut dapat dikatakan baik. Namun dalam kenyataannya jarang sekali kasus prediksi yang nilai error AFER benar – benar 0% (Stevenson, 2009).

2.4. Gabungan Algoritma Genetika dan Backpropagation

Algoritma genetika memiliki beberapa tahap. Tahap pertama adalah melakukan Inisialisasi parameter berupa inputan yang meliputi pengkodean gen dan chromosome. Setelah menginputkan parameter, proses yang harus dilakukan adalah membangkitkan populasi awal, menghitung nilai fitness, melakukan

crossover, melakukan mutase dan menyeleksi chromosome sehingga menghasilkan solusi

akhir berupa chromosome atau individu dengan nilai fitness tertinggi yang merupakan solusi terbaik. Pada penelitian ini algoritma

backpropagation digunakan saat proses evaluasi

pada algoritma genetika untuk mendapatkan nilai fitness. Berikut merupakan gambar

flowchart siklus sistem gabungan metode backpropagation dan algoritma genetika.

(5)

Gambar 1. Flowchart GA-BP

3. PENGUJIAN

Proses pengujian meliputi pengujian banyaknya generasi, ukuran populasi (popsize), pengujian kombinasi nilai crossover rate dan

mutation rate untuk proses algoritma genetika.

Sedangkan untuk algoritma backpropagation pengujian dilakukan terhadap nilai learning rate (α). Proses pengujian ini dilakukan sebanyak 5 kali untuk setiap variasi nilai yang digunakan. Kemudian dihitung rata – rata nilai fitness yang didapat dan akan dipilih kombinasi dengan hasil paling optimal. Selain itu pengujian juga dilakukan pada prediksi terhadap data uji dengan penilaian nilai error AFER.

3.1. Uji Coba Generasi

Uji coba pertama yang dilakukan yaitu terhadap ukuran populasi. Pada proses pengujian ini dilakukan input beberapa ukuran populasi. Ukuran populasi yang digunakan yaitu 20, 50, 100, 150, 200, 250, 300, 350, 400, 450 dan 500. Nilai parameter yang digunakan yaitu learning

rate adalah 0.1, popsize (ukuran populasi) adalah

20, cr adalah 0.2 dan mr adalah 0.1. Hasil pengujian dapat dilihat pada grafik Gambar 2.

Gambar 2. Grafik Pengujian Generasi

Berdasarkan Gambar 2 dapat diketahui bahwa garis grafik yang ditampilkan mengalami kondisi naik dan turun. Titik terendah terdapat pada generasi sebanyak 400 dengan nilai rata – rata fitness sebesar 9,26162. Sedangkan nilai rata – rata tertinggi terdapat pada generasi sebanyak 20 dengan nilai rata – rata fitness sebesar 11,47432. Parameter banyaknya generasi mempengatuhi rata – rata nilai fitness. Semakin besar nilai generasi, maka rata – rata nilai fitness akan semakin kecil. Hal ini disebabkan oleh pembangkitan nilai awal pada setiap individu secara acak. Selain itu, dapat juga disebabkan oleh penggunaan binary tournament selection dalam proses seleksi.

3.2. Uji Coba Ukuran Populasi

Uji coba pertama yang dilakukan yaitu terhadap ukuran populasi. Pada proses pengujian ini dilakukan input beberapa ukuran populasi. Ukuran populasi yang digunakan yaitu 5, 10, 15, 20, 25, 30, 35, 40, 45 dan 50. Nilai parameter yang digunakan yaitu generasi sebanyak 20,

learning rate adalah 0.1, cr adalah 0.2 dan mr

adalah 0.1. Hasil pengujian dapat dilihat pada grafik Gambar 3.

Gambar 3. Grafik Pengujian Ukuran Populasi

Berdasarkan Gambar 3 dapat diketahui bahwa garis grafik yang ditampilkan tidak mengalami banyak perubahan setelah ukuran populasi sebesar 20. Perubahan nilai fitness yang cukup besar hanya terjadi pada ukuran popsize 5, 10, 15 dan 20. Titik terendah terdapat pada nilai ukuran populasi 15 dengan nilai rata – rata

(6)

fitness sebesar 9,43468. Sedangkan nilai rata –

rata tertinggi terdapat pada ukuran populasi 10 dengan nilai rata – rata fitness sebesar 11,85884. Hal ini disebabkan oleh pembangkitan nilai awal pada setiap individu secara acak. Selain itu, dapat juga disebabkan oleh penggunaan binary

tournament selection dalam proses seleksi.

Dimana metode seleksi ini memang dapat mengakibatkan konvergensi dini.

3.3. Uji Coba Kombinasi Cr dan Mr

Uji coba kedua yang dilakukan yaitu terhadap kombinasi nilai cr dan mr. Pada proses pengujian ini dilakukan input beberapa kombinasi cr dan mr. Kombinasi cr dan mr yang diujikan bernilai 1. Nilai parameter yang digunakan yaitu generasi sebanyak 20, learning

rate adalah 0.1, popsize adalah 20, cr antara 0.9

sampai 0.1 dan mr antara 0.1 sampai 0.9. Hasil pengujian dapat dilihat pada grafik gambar 4.

Gambar 4. Grafik Pengujian Kombinasi Cr dan Mr

Berdasarkan Gambar 4 dapat diketahui bahwa grafik mengalami kondisi naik turun. Titik terendah terdapat pada kombinasi 0,4 untuk

cr dan 0,6 untuk mr dengan nilai rata – rata fitness 9,66708. Sedangkan nilai rata – rata

tertinggi terdapat pada kombinasi 0,1 untuk cr dan 0,9 untuk mr dengan nilai rata – rata fitness sebesar 11,8865. Dari hasil rata – rata nilai fitness yang didapatkan dengan nilai cr yang lebih besar dari nilai mr rata – rata menghasilkan solusi yang kurang baik dibandingkan dengan nilai cr yang lebih kecil dari nilai mr. Semakin besar perbedaan nilai cr dengan mr dengan nilai

cr yang lebih besar dapat menghasilkan solusi

yang lebih baik. Namun tidak menutup kemungkinan jika nilai cr yang digunakan lebih kecil dari nilai mr dapat menghasilkan solusi yang lebih baik.

3.4. Uji Coba Learning Rate

Uji coba ketiga yang dilakukan yaitu terhadap variasi nilai learning rate. Pada proses pengujian ini dilakukan input beberapa nilai dengan range 0-0,9. Nilai parameter yang digunakan yaitu generasi sebanyak 20, popsize

adalah 20, cr adalah 0.2 dan mr adalah 0.1. Hasil pengujian dapat dilihat pada grafik gambar 5.

Gambar 5. Grafik Pengujian Learning Rate Berdasarkan Gambar 5 dapat diketahui bahwa grafik mengalami titik tertinggi berada pada nilai learning rate sebesar 0,5. Titik terendah terdapat pada nilai learning rate sebesar 0,1 dengan nilai rata – rata fitness 12.6211. Sedangkan nilai rata – rata terendah terdapat pada nilai learning rate sebesar 0,1 dengan rata – rata fitness sebesar 11,39826. Untuk nilai learning rate 0,1 – 0,5 selalu mengalami kenaikan. Akan tetapi setelah itu mengalami penurunan secara terus menerus hingga nilai learning rate sebesar 0,9. Hal ini disebabkan nilai learning rate digunakan untuk menghitung koreksi bobot dan bias pada hidden

layer dan output layer pada proses

backpropagation.

3.5. Uji Coba AFER

Uji coba keempat yang dilakukan yaitu menghitung nilai AFER pada setiap data uji. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui tingkat akurasi setiap hasil prediksi terhadap target sesungguhnya. Pengujian dilakukan dengan dua parameter berbeda. Parameter pertama didapatkan dari pengujian – pengujian sebelumnya yang menghasilkan nilai fitness terbaik.

Parameter yang digunakan pada pengujian AFER pertama yaitu generasi sebanyak 50,

learning rate adalah 0.5, popsize adalah 20, cr

adalah 0.2 dan mr adalah 0.1. Dengan parameter yang dipilih dari pengujian sebelumnya maka didapatkan nilai AFER sebesar 2,4382%. Kemudian pengujian berikutnya dilakukan dengan pemilihan nilai parameter secara acak.

Parameter yang digunakan pada pengujian AFER kedua yaitu generasi sebanyak 20,

learning rate adalah 0.1, popsize adalah 20, cr

adalah 0.2 dan mr adalah 0.1. Dengan parameter yang dipilih secara acak, maka didapatkan nilai AFER sebesar 0,0205%.

(7)

Nilai AFER yang didapatkan dengan pengujian kedua menghasilkan nilai yang lebih baik dibandingkan pengujian pertama yaitu 0,0205%, maka digunakan sebagai hasil pengujian terbaik. Karena nilai yang didapatkan mendekati 0%. Dimana sistem yang dibuat dapat dikatakan baik sesuai dengan penjelasan yang ada pada Sub bab 2.3 bahwa sebuah sistem prediksi atau peramalan yang baik adalah yang memiliki nilai AFER mendekati 0%. Dengan nilai bobot dan bias yang digunakan dari proses gabungan algoritma genetika dan

backpropagation, maka didapatkan nilai - nilai

yang belum didenormalisasi adalah y (output) sebesar 0,483 dan nilai target 0,5. Sehingga selisih antara target seharusnya dengan hasil prediksi sistem adalah 0,017.

4. KESIMPULAN

Kesimpulan yang didapatkan dari hasil penelitian mengenai prediksi waktu panen tebu dengan gabungan algoritma backpropagation dan algoritma genetika adalah sebagai berikut:

a. Dengan mengimplementasikan algoritma genetika dalam proses inisialisasi bobot dan bias awal dapat menghasilkan prediksi yang lebih optimal. Panjang kromosom yang digunakan sebanyak 22 gen. 4 gen pertama merupakan representasi dari bobot dan bias pada neuron antara hidden layer dan output

layer. 18 gen sisanya merupakan representasi dari bobot dan bias pada

neuron antara input layer dan hidden layer.

Hal ini dapat dilihat dari nilai APER dan

fitness yang didapatkan. Algoritma genetika

diimplementasikan dengan memasukkan beberapa parameter untuk proses optimasi yatu banyaknya generasi, popsize, crossover rate dan mutation rate. Penelitian

yang dilakukan menggunakan model

extended intermediate crossover dan

random mutation untuk proses reproduksi.

Sedangkan untuk proses seleksi menggunakan binary tournament selection. b. Parameter terbaik yang dihasilkan dari beberapa proses pengujian. Hasil pengujian terbaik yaitu dengan hasil nilai AFER sebesar 0,0205%. Karena hasil AFER pada prediksi data uji yang digunakan mendekati 0%, maka sistem dapat dikatakan baik. Parameter terbaik yang terpilih yaitu generasi sebanyak 20, learing rate adalah 0.1, ukuran populasi adalah 20, cr adalah 0.2 dan mr adalah 0.1.

5. DAFTAR PUSTAKA

Esfandani, Muhammad Asghari, Nematzadeh. (2016). “Prediction air pollution in Tehran : Genetic algorithm and back propagation neural network”. Journal of AI and Data Mining. Volume 4, No. 1. 49-54

Gao Pengyu, dkk. (2016). “Fluvial facies reservoir productivity prediction method based on principal component analysis and artificial neural network”. Advancing Research Evolving Science. No. 2. 49-53 Haviluddin, Alfred Rayner. (2015). “A

Genetic-Based Backpropagation Neural Network for Forecasting in Time-Series Data”. International Conference on Science in Information Technology. 158-163

Kusmadewi S, Purnomo H. (2005). “Penyelesaian Masalah Optimasi dengan Teknik-Teknik Heuristik”. Yogyakarta : Graha Ilmu

Lee Li-Wei, dkk. (2006). “Handling Forecasting Problems Based on Two-Factors High-Order Fuzzy Time Series”. IEEE Transactions On Fuzzy Systems. Volume 14, No. 3. 468-477

Mahmudy, Wayan Firdaus. (2013). “Algoritma Evolusi”. Program Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer. Universitas Brawijaya. Malang

Rabiha Sucianna Ghadati, Santoso Stefanus. (2013). “Prediksi data arus lalu lintas jangka pendek menggunakan optimasi neural network berbasis gentic algorithm”. Jurnal Teknologi Informasi. Volume 9, No. 2. 54-61

Rahmadiani Ani, Anggraeni Wiwik. (2012). “Implementasi Fuzzy Neural Network untuk Memperkirakan Jumlah Kunjungan Pasien Poli Bedah di Rumah Sakit Onkologi Surabaya”. Jurnal Teknik Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Surabaya. Volume 1. 403-407

Singh Shaminder, Gill Jasmeen. (2014). “Temporal Weather Prediction using Back Propagation based Genetic Algorithm Technique”. I.J. Intelligent Systems and Applications. Volume 12. 55-61

Vakili Masoud, dkk. (2015). “Using Artificial Neural Networks for Prediction of Global Solar Radiation in Tehran Considering Particulate Matter Air Pollution”.

(8)

International Conference on Technologies and Materials for Renewable Energy, Environment and Sustainability. 1205-1212

Wiguna Anggri Sartika, dkk. (2014). “Analisis dan Peramalan Kepadatan Jalan Raya Kodya Malang dengan FTS Average Based”. Jurnal EECCIS. Volume 8. No. 2. 157-162

Zamani, Adam Mizza, dkk. (2012). “Implementasi Algoritma Genetika pada Struktue Backpropagation Neural Network untuk Klasifikasi Kanker Payudara”. Jurnal Teknik POMITS. Volume 1, No. 1. 1-6

Gambar

Gambar 1. Flowchart GA-BP
Gambar 4. Grafik Pengujian Kombinasi Cr dan Mr  Berdasarkan  Gambar  4  dapat  diketahui  bahwa  grafik  mengalami  kondisi  naik  turun

Referensi

Dokumen terkait

Asesmen literasi sains tidak hanya berorientasi pada penguasaan materi sains, akan tetapi juga pada penguasaan kecakapan hidup, kemampuan berpikir, dan kemampuan

Hasil penelitian ini telah menerima H0 (hipotesis nol) dan menolak Ha (hipotesis alternatif) artinya tidak ada perbedaan bermakna antara efektivitas ekstrak daun

Nilai rata-rata potensi produksi gas diterjemahkan sebagai parameter bagian bahan organik (BO) yang potensial terfermentasi didalam rumen (b) dan laju produksi

Att utvärdera om en ny ”enklare” metod för kombisådd, där utsäde och gödning läggs med en gemensam bill (Tume Nova Combi), ger tillräckligt stort plantantal per m 2 vid

Fungsi akuntansi yang terkait dalam transaksi pembelian adalah. fungsi pencatat utang dan fungsi

When I climbed into an inflatable kayak at the beginning of some rapids up in Canada, I turned to my brother and asked, “Does it look like I’m going to die?” He said, “No, it

3 2 Wahyu Tri Kuncoro (2013) Pembuatan Sistem Informasi Kependudukan Berbasis Website Kelurahan Umbulrejo Ponjong Gunungkidul Waterfall PHP -Pengolahan data penduduk

Dengan berbagai perbandingan tersebut dapat disimpulkan bahwa makanan utama ikan toman adalah ikan-ikan kecil, sedangkan yang lainnya adalah sebagai makanan tambahan..